Disusun oleh:
NIM : G3A019156
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah
(BBLR). Kelahiran BBLR sebagian disebabkan oleh lahir sebelum waktunya
(prematur), dan sebagian oleh karena mengalami gangguan pertumbuhan selama masih
dalam kandungan PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat). Di negara berkembang, BBLR
banyak dikaitkan dengan tingkat kemiskinan. BBLR merupakan penyumbang utama
angka kematian pada neonatus. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO),
terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus
(kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan
98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian
neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO
yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun 2000-2003)
dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh Bayi Berat Lahir
Rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena
sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital
sebagian juga adalah BBLR. Di Indonesia, menurut survey ekonomi nasional
(SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar
38,85%.
Perawatan BBLR merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan
infrastruktur yang mahal serta staf yang memiliki keahlian tinggi sehingga seringkali
menjadi pengalaman yang sangat mengganggu bagi keluarga. Oleh karena itu,
perawatan terhadap bayi tersebut menjadi beban sosial dan kesehatan di negara
manapun.1 Analisis terkini menunjukkan bahwa sekitar 3 juta kematian bayi baru lahir
(BBL) dapat dicegah per tahun menggunakan intervensi yang tidak mahal dan tepat
guna. Salah satu intervensi tersebut adalah perawatan metode kanguru (PMK).
Perawatan dengan metode posisi dan nesting merupakan cara yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu kehangatan, air susu ibu,
perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang. Metode ini
merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan sangat
dianjurkan untuk perawatan BBLR. Metode posisi dan nesting tidak hanya sekedar
menggantikan peran inkubator, namun juga memberikan berbagai keuntungan yang
tidak dapat diberikan inkubator. Dibandingkan dengan perawatan konvensional, posisi
dan nesting terbukti dapat menurunkan kejadian infeksi, penyakit berat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang masalah yang ingin dicapai penulis memberikan
gambaran tentang asuhan keperawatan yang baik untuk enurunkan angka mortalitas
dan morbiditas BBLR melalui proses asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data
obyektif pada pasien dengan BBLR.
b. Menganalisa data yang diperoleh.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan epilepsi.
d. Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan epilepsi.
e. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan
pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya
kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan
(< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction)(Pudjiadi, dkk., 2010)
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah
dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Manifestasi kinik
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala lebih besar
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
h. Otot hipotonik lemah
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
k. Kepala tidak mampu tegak
l. Pernapasan 40 – 50 kali / menit
m. Nadi 100 – 140 kali / menit
(Prawirohardjo. 2005)
4. Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi resiko
gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi,
kalsium, fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
Dengan demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia dll. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama
pada bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi
antara refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai
kehamilan 32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih
tinggi karena target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan
pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus terjadi pada bayi
preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan
kalori yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak
sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit.
Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
5. Pathways
Terlampir
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
b. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
c. Titer Torch sesuai indikasi
d. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
e. Pemantauan elektrolit
f. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
(Ngastiyah, 2005)
7. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah antara
lain yaitu :
a. Hipotermia.
b. Hipoglikemia.
c. Gangguan cairan dan elektrolit.
d. Hiperbilirubinemia.
e. Sindroma gawat nafas (asfiksia).
f. Paten suktus arteriosus.
g. Infeksi.
h. Perdarahan intraventrikuler.
i. Apnea of prematuruty.
j. Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :
a. Gangguan perkembangan.
b. Gangguan pertumbuhan.
c. Gangguan penglihatan (retionopati).
d. Gangguan pendengaran.
e. Penyakit paru kronis.
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
8. Penatalaksanaan
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dapat
dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu,
bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi
prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol
yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan
bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5
gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASIlah yang paling
dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas
dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang
sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/
BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh
yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif dapat dilakukan
sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas /
BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit
ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan
untuk mengobserfasi usaha pernapasan
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
b. Thermoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur
dan penurunan lemak tubuh subkutan.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi
karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
3. Perencanaan
No SDKI SLKI SIKI
Dx
1 Pola Nafas Tidak Efektif Pola Nafas Manajemen jalan nafas
Objektif :
a. Pernafasan pursed-
lip
b. Pernafasan cuping
hidung
c. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
d. Ventilasi semenit
menurun
e. Kapasitas vital
menurun
f. Tekanan ekspirasi
menurun
g. Tekanan inspirasi
menurun
h. Ekskursi dada
berubah
2 Termoregulasi Tidak Termoregulasi Edukasi pengukuran
Efektif Neonatus suhu tubuh
Objektif :
a. Bising usus
hiperaktif
b. Otot pengunyah
lemah
c. Otot menelan
lemah
d. Membran mukosa
pucat
e. Sariawan
f. Serum albumin
turun
g. Rambut rontok
berlebihan
h. Diare
A. Identitas
Nama Anak : Bayi Ny. M
No. Rm : 492858
Tempat / Tanggal Lahir : Semarang, 28 Desember 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua / Wali : Ny. M
Alamat : Wonodri, Semarang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Pengkajian : 13 Januari 2020 Jam 11.00
Tanggal Masuk RS : 28 Desember 2019 Jam 23.53
Pemberi Informasi : Ny. M
Hubungan dengan Anak : Ibu
Diagnosa Medis : BBLR
B. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Gangguan pola nafas
2. Riwayat Penyakit
Bayi lahir pada tanggal 28 desember 2019 di RSUD Kota Semarang secara
spontan diusia kehamilan 30 minggu dengan berat bayi lahir yaitu 1380 gram.
Bayi lahir dari ibu G2P1A0 21 tahun, anak lahir secara spontan dengan usia
kehamilan cukup bulan. Selain itu setelah lahir bayi tidak langsung menangis
dengan nilai apgar score yaitu 4-5-6 (asfiksia sedang), oleh karena itu bayi
sekarang dipindah keruang NICU untuk mendapat tindakan lebih lanjut.
3. Pengukuran antropometri
a. Berat badan : 1380 gram
b. Tinggi/panjang badan : 41 cm
c. Lingkar kepala : 28 cm
d. Lingkar dada : 24 cm
e. Lingkar lengan atas : 6 cm
4. Data penunjang
Laboratorium tanggal 10 januari 2020
C. Analisa data
E. Intervensi
No Diagnosa Intervensi Keperawatan TT
Keperawatan SLKI SIKI
1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas Y
Efektif berhubungan tindakan O
dengan imaturitas keperawatan selama Observasi: G
neurologis 3x24 jam Pola Nafas d. Monitor pola I
membaik dengan nafas (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman,
f. Dipsnea usaha nafas)
menurun (5) e. Monitor bunyi
g. Penggunaan nafas tambahan
otot bantu f. Monitor sputum
nafas Terapeutik :
menurun (5) g. Pertahankan
h. Pemanjangan kepatenan jalan
fase nafas dengan
ekspirasi head-tilt dan
menurun (5) chin-lift
i. Frekuensi h. Posisika
nafas semifowler atau
membaik (5) fowler
j. Kedalaman i. Berikan minum
nafas hangat
membaik (5) j. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
k. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
l. Berikan
pksigen, jika
perlu
Edukasi :
b. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika
perlu
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi Y
berhubungan dengan tindakan O
pertahanan keperawatan selama Observasi : G
imunologis yang 3x24 jam tingkat b. Monitor tanda I
kurang. infeksi menurun dan gejala
dengan infeksi lokal dan
Kriteria Hasil : sistemik
a. Demam Terapeutik :
menurun (5) d. Batasi jumlah
b. Kemerahan pengunjung
menurun (5) e. Cuci tangan
c. Kadar sel sebelum dan
darah putih sesudah kontak
membaik (5) dengan klien
dan lingkungan
klien
f. Pertahankan
teknik aspetik
pada klien
beriksiko tinggi
Edukasi :
d. Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
e. Ajarkan
mencuci tangan
dengan benar
f. Anjurkan untuk
meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
F. Implementasi
NO TANGGAL TT
TINDAKAN RESPON KLIEN
DX JAM
1,2 13 Januari
,3 2020 - Mengobservasi ttv,cuping S:-
08.00 hidung retraksi dada O : Nadi : 139x/mnt ,
RR : 40x/mnt , S :
36,2
1
09.00 -Memberikan terapi O2 S:-
2ltr/menit O : klien tampak
terpasang ventilator
O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 98%
G. Evaluasi
NO TANGGAL TT
EVALUASI
DX JAM
1 13-01-2020
14.00 S:-
O : Klien tampak terpasang ventilator O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 98% , auskultasi paru : ronchi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler
2 14.00 S:-
O : BB : 1380gram
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Y
- Monitor BB klien O
G
- Monitor asupan intake dan output
I
cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi
3 14.00 S:-
O : Hasil leukosit klien 29.5
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu ,
lekosit, penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan tekhnik aseptic selama
berinteraksi dengan klien
1 18-10-2014 S:-
14.00 O : Suhu : 36oC
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Atur suhu incubator sesuai indikasi
- Pantau suhu setiap 3 jam sekali
- Ganti popok bila basah
- Hindarkan bayi kontak langsung
dengan sumber dingin/panas
S:-
2 14.00 O : Klien tampak masih terpasang OGT dengan diit
30cc
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output
cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi
S:-
3 14.00 O : Leukosit 29.5
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu ,
lekosit, penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- gunakan teknik aseptic selama
berinteraksi dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala
BAB IV
A. Identitas klien
Nama Anak : Bayi Ny. M
No. Rm : 492858
Tempat / Tanggal Lahir : Semarang, 28 Desember 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orang Tua / Wali : Ny. M
Alamat : Wonodri, Semarang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Pengkajian : 13 Januari 2020 Jam 11.00
Tanggal Masuk RS : 28 Desember 2019 Jam 23.53
Pemberi Informasi : Ny. M
Hubungan dengan Anak : Ibu
Diagnosa Medis : BBLR
Prematuritas
Paru-paru
Vaskuler imatur
E. Mekanisme penerapan
1. Seleksi atau kriteria klien
a. Kriteria inklusi
- Bayi dengan <2000 gram
- Bayi mampu bernafas spontan
- orang tua bersedia bayinya menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
- Orang tua yang bayinya tidak bersedia dilakukan tindakan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500 gram
(sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat mengakibatkan pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat menggangu
kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Dari hasil penerapan tindakan evidence based nursing yang dilakukan kepada pasein
Bayi Ny. M yaitu pemberian posisi dan nesting pada BBLR, posisi pronasi dan
quarter/semi-pronasi merupakan posisi yang direkomendasikan untuk bayi premtur.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan hendaknya meningkatkan ketrampilan agar mampu memberikan
variasi posisi susuai kondisi dan indikasi bayi yang dirawat di unit khusus maupun
intensif
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Defi. Dkk. (2019). Pemberian posisi (positioning) dan nesting pada bayi premature :
Evaluasi implementasi perawatan di Neonatal Intensive Care Unit, 22 (3), 169-181
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : YBP-SP.
Indrasanto Eriyati. Dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK) : Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : JNPK, KR, IDAI,
POGI.
Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2.
Jakarta : CV. Agung Seto.
Potter, P. A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC.
Pathways