Anda di halaman 1dari 20

REFARAT MID TEST

BAKTERIAL VAGINALIS
Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS) di
bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM. Djoelham Binjai

Disusun Oleh:

Renata Telaumbanua

102118144

Pembimbing :

dr. Hj. Hervina, Sp.KK

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSUD.Dr.R.M. DJOELHAM BINJAI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul “ MORBUS
HANSEN” yang diajukan sebagai persyarat untuk mengikuti KKS Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj. Hervina, Sp.KK
selaku pembimbing saya sehingga refarat ini dapat selesai pada waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan Refarat ini masih terdapat kesalahan. Kritikan dan
saran sangat saya harapkan sebagai penyempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatian dan
sarannya saya ucapkan terima kasih.

Binjai, 21 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................i

KATA PENGATAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1Latar Belakang.......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3

2.1 Definisi.................................................................................................................7

2.2 Klasifikasi...............................................................................................................7

2.3 Etiologi...............................................................................................................11

2.4 Epidemiologi .....................................................................................................13

2.5 Faktor Resiko......................................................................................................14

2.6 Diagnosis............................................................................................................16

2.7 Patogenesis.........................................................................................................31

2.8 Patofisiologi........................................................................................................33

2.9 Diagnosis Banding..............................................................................................35

2.10 Penatalaksanaan................................................................................................37

2.11 Edukasi ............................................................................................................48

2.12 Komplikasi........................................................................................................49

2.13 Prognosis .........................................................................................................50

2.14 Profesionalisme.................................................................................................50

BAB III KESIMPULAN .................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

Vaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhan
ginekologis. Vaginosis bakteri disebabkan oleh ketidakseimbangan flora normal dari
vagina, memungkinkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Lactobacillus sp,
Flora normal vagina, digantikan oleh bakteri fakultatif anaerob antara lain didominasi oleh
Mobiluncus species, Bacteroides species, khususnya Gardnerella vaginalis (Ernawati, 2016).

VB merupakan penyebab paling sering dari keluhan duh tubuh vagina dan keputihan
yang bau, namun 50% pasien VB tidak memberikan gejala apapun. VB dapat memberikan
komplikasi berupa infeksi traktus urinarius. Penyebab perubahan mikrob yang khas
ditemukan pada kasus VB masih belum seluruhnya diketahui, begitu juga kemungkinan
penularan VB melalui hubungan seksual masih belum bisa ditegakkan. Pasien wanita dengan
VB mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS) lainnya
(Karim & Barakbah, 2016).

Prevalensi dan distribusi BV bervariasi di seluruh populasi dunia. Beberapa


penelitian melaporkan bahwa prevalensi BV tinggi di antara Penduduk Afrika, Afro-
Amerika dan Afro-Karibia. Penelitian pada wanita Asia di India dan Indonesia melaporkan
bahwa prevalensi BV sekitar 32% (Ocviyanti et al., 2010).

Diagnosis bakterial ditegakkan bila terdapat tiga dari empat kriteria berikut, yaitu:
adanya clue cell pada pemeriksaan mikroskopik dari sediaan basah; adanya bau amis,
setelah penetesaan KOH 10% pada cairan vagina, duh yang homogen, kental, tipis,
dan berwarna seperti susu; pH vagina >4.5 yang diperiksa dengan menggunakan
phenaphthazine paper (nitrazine paper). Dari ke empat kriteria tersebut, yang paling baik
untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial adalah pemeriksaan basah untuk mencari
adanya sel clue (sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang padat) dan
adanya bau amis pada penetesan KOH 10% (Barthow et al., 2016).

4
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI

Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komensal dalam vagina ( yaitu Gardnerella vaginalis, Prevotella,
Mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini mempertahankan
suasana asam dan anaerob (Adhi et al., 2018)

2.2 ETIOLOGI

Vaginosis bakterial (VB) merupakan penyebab tersering infeksi vagina pada wanita
usia subur. Vaginosis bakterial ditandai dengan perubahan flora saluran genital, yaitu
dominasi Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram positif maupun
Gram negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp., dan lain-lain.
Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan peningkatan pH vagina, produksi uap amin, serta
peningkatan kadar endotoksin, enzim sialidase dan glikosidase bakteri pada cairan vagina.
(Adhi et al., 2018)

1. Gardnerella vaginalis

Dengan media kultur yang sensitive G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi
yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G. vaginalis dapat diisolasi pada
sekitar 95% wanita dengan vaginosis bakterial dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis
atau pada penyebab vaaaginitis lainnya. Sekarang diperkirakn bahwa G.Vaginalis
berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital
menyebabkan vaginosis bakterial.(Adhi et al., 2018)

2. Bakteri anaerob
Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada
wanita dengan vaginosis bakterial. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang
ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan
peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole.
Bacteroides dan peptosteptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam

5
organic yang predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob
berintereaksi dengan G. vaginalis untuk menimbulkan vaginosis.(Adhi et al., 2018)
3. Mobilincus Spp

Mobilincus Spp merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada
vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan vaginosis bakterial.
Mobiluncus Spp hamper tak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan
vaginosis bakterial mengandung organisme ini.(Adhi et al., 2018)

4. Mycoplasma hominis

Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus


dipertimbangkan sebagai agen etiologik, untuk vaginosis bakterial, bersama-sama dengan
G.vaginalis dan bakteri anaerob. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita
dengan vaginosis bakterial. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100-1000 kali lebih
besar pada wanita dengan vaginosis bakterial dari pada wanita normal.(Adhi et al., 2018)

2.3 EPIDEMIOLOGI

Bakterial vaginosis adalah infeksi vagina yang paling umum ditemukan pada wanita
usia subur dan diperkirakan terjadi pada 5% hingga 70% wanita. Menariknya, di seluruh
dunia kondisi ini paling sering terjadi di beberapa bagian Afrika dan paling sedikit ditemukan
di Asia dan Eropa. Di Amerika Serikat, sekitar 30% wanita berusia 14 hingga 49 tahun
terpengaruh. Namun, angka tersebut bervariasi antara kelompok etnis yang berbeda dan
paling umum pada wanita non-kulit putih (51% Afrika Amerika, 32% Meksiko Amerika).
(Rinadewi, 2015)

Menurut data dari World Health Organization (WHO) angka kejadian BV pada
wanita hamil berkisar 14-21% di negara Eropa, di Asia dilaporkan 13,6% di Jepang, 15,9% di
Thailand dan 32% di Indonesia. Studi prevalensi infeksi saluran reproduksi oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2007 pada populasi WPS di beberapa kota di
Indonesia (Kupang, Samarinda, Pontianak, Yogyakarta, Timika, Makasar, dan Tangerang),
mendapatkan prevalensi VB di Tangerang sebesar 70,4%. Prevalensi IMS maupun VB pada WPS di
Tangerang pada penelitian tersebut cukup tinggi sehingga dapat dijadikan penanda risiko penyebaran
HIV yang makin meluas melalui jejaring hubungan seksual. Perkiraan tahun 2009 terdapat 1.741

6
WPSL dan 2.509 WPSTL di provinsi Banten dengan jumlah pelanggan sebanyak 60.664 yang rawan
tertular HIV.(Rinadewi, 2015)

2.4 FAKTOR RESIKO

a. Douching vagina

b. Mengenakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)

c. penggunaan antibiotik jangka panjang

d. merokok

e. hubungan perilaku seksual seperti pasangan seksual yang banyak, wanita pekerja

seksual, lesbian, tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual. (Girerd,

2018)

2.5 DIAGNOSIS

2.5.1 ANAMNESIS

Sekitar 50-70% pasien VB tidak menunjukan gejala dan keluhan atau

disebut asimptomatik. Bila ada keluhan, umumnya berupa keputihan abnormal

(terutama setelah melakukan hubungan seksual), berwarna putih keabuan, dan

berbau yg khas yaitu bau amis. Keluhan lain yang sering ada yaitu  rasa gatal,

perih, dan rasa terbakar walaupun relatif lebih ringan jika dibandingkan gejala

vaginitis lain yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau Candidia

albicans.  Sedangkan untuk keluhan nyeri abdomen, nyeri atau rasa tidak nyaman

atau panas saat buang air kecil jarang terjadi (Adhi et al., 2018).

2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK

Dari pemeriksaan klinis menunjukan duh tubuh vagina berwarna abu-abu

homogen viskositas normal rendah atau normal, berbau amis, melekat di dinding

vagina, sering kali terlihat di labia dan fourcheet, pH sekret vagina berkisar antara

7
4,5-5,5. Tidak ditemukan tanda peradangan, gambaran serviks normal (Adhi et al.,

2018)

Terdapat berbagai kriteria dalam menegakkan diagnosis vaginosis

bakterial. Umumnya digunakan kriteria Amsel, berdasarkan 3 dari 4 temuan

berikut:

1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat divulva dan

vagina

2. Terdapat clue-cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang tampak

pada pemeriksaan sediaan basah dengan Nacl fisiologis dan pembesaran 100

kali)

3. Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH10% ( tes

amin positif)

4. Ph duh vagina lebih dari 4,5 (Adhi et al., 2018)

2.5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan preparat basah

Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada

sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan

pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat

clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri

(terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai

sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells

adalah penanda bakterial vaginosis (Indonesia, 2017)

Cara pemeriksaannya :

Pemeriksaan preparat basah dilakukan dengan meneteskan satu atau dua

tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi

8
dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan

tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang

diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis).Pemeriksaan preparat

basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial

vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis, > 20% pada preparat basah

atau pewarnaan Gram. (Indonesia, 2017)

Gambar 1: Gambaran clue cells

Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial

dengan pewarnaan Gram :

Tabel.2 Skoring jumlah pada vagina

Lactobacilli Gardnerella/ Bacteroides Mobilincus sp


(1+)-(2+) : 1
(4+) : 0 (1+) : 1 (3+)-(4+) : 2

(3+) : 1 (2+) : 2

(2+) : 2 (3+) : 3

(1+) : 3 (4+) : 3

(0) : 4

A. Kriteria Nugent

Berdasarkan skor hasil pewarnaan Gram duh vagina

Skor 0-3 dinyatakan normal

Skor 4-6 dinyatakan sebagai intermediate

9
Skor 7-10 dinyatakan sebagai vaginosis bakterial. (Adhi et al., 2018)

B. Kriteria Spigel

Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnan Gram :

1. Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan kalau ditemukan campuran jenis

bakteri termasuk morfotipe Gardnerella dan batang positif-Gram yang lain atau

kokus atau keduanya. Terutama dalam jumlah besar, selain itu dengan morfotipe

Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada diantara flora vaginal dan tanpa

adanya bentuk-bentuk jamur.

2. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus diantara flora vaginal

dengan atau tanpa morfotipe Gardenerella dan tidak ditemukan bentuk jamur.

3. Indeterminate kalau diantara kriteria tidak normal dan tidak konsisten dengan

vaginosis bakterial (Adhi et al., 2018)

2. Whiff test

Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan

penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat

pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif

menunjukkan bakterial vaginosis. (Indonesia, 2017)

3. Tes lakmus

untuk Ph Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna

kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80- 90%

bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5. 3 Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan

gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya

ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus

sp. dan bakteri anaerob lainnya. (Indonesia, 2017)

10
4. Kultur vagina

Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial

vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa

gejala klinis tidak perlu mendapat pengobatan. Uji H2O2 Pemberian setetes H2O2

(hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk

gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik

untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis

bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi. (Indonesia, 2017)

2.6 PATOGENESIS

Vaginosis bakterial timbul akibat perubahan ekosistem mikrobiologis vagina,


sehingga bakteri normal dalam vagina (Lactobacillus spp). Sangat berkurang, secara in
vitro lactobacillus vagina akan menghambat G. Vaginalis, Mobiluncus dan batang
anaerob Gram-negatif. Beberapa galur Lactobacillus dapat menghasilkan hydrogen
peroksidase (H2O2) yang banyak dijumpai dalam vagina normal dibandingkan dengan
vagina pasien vaginosis bakterial.(Girerd, 2018)

Zat amin yang dihasilkan oleh mikroorganisme, mungkin melalui kerja


dekarboksilase mikroba, berperan dalam bau amis abnormal yang timbul bila duh vagina
ditetesi dengan larutan kalium-hidroksida (KOH) 10%. Pemeriksaan ini disebut sebagai
akibat penguapan amin atau whiff test atau sniff test sebagai akibat penguapan amin
aromatic termasuk putresin, kadaverin, dan trimetilamin pada keadaan pH alkali.
Trimestilamin dianggap paling berpesan dalam bau duh vagina yang dikeluhkan oleh
perempuan yang menderita vaginosis bakteri mengandung banyak endotoksin, sialidase,
dan glikosidase yang akan mendegenerasi musin sehingga mengurangi viskositasinya,
dan menghasilkan duh tubuh vagina yang homogen dan encer. (Girerd, 2018)

Pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina pasien tidak ditemukan atau hanya
sedikit sel lekosit polimorfonuklear. Demikia pula laktobasilus, namun dijumpai banyak
organisme berbentuk kokobasilus. Gardnerella spp, berbentuk batang dan Mobiluncus
spp berbagai bentuk dan ukuran, bersama dengan mikroorganisme anaerob dan flora

11
normal yang ada dalam vagina, berkumpul dan meliputi permukaan sel epitel,
membentuk sel yang disebut sebagai clue cells.(Girerd, 2018)

Mikroorganisme Gardnerella Vaginalis dapat pula ditemukan dalam traktus


urinarius laki-laki. Namun karena tidak dditemukan reaksi inflamasi, mikroflora
vaginosis bakterial dalam mukosa traktus urinarius laki-laki dan perempuan jarang
menimbulkan keluhan atau gejala. (Girerd, 2018)

2.7 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk

menimbulkan kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara

berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya

dominasi flora normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada

wanita 10 normal dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi

H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili

secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.

Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat

dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase

alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi

senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya dekarboksilase

mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu putresin, kadaverin,

metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin. (Girerd, 2018)

Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam

suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis,

bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%.

Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau amis

tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV.

12
Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi

asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam

amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin)

akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin dan

dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin. Poliamin asal

bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina penderita infeksi

BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel

vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH yang

alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan

membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue cells nampak sebagai sel epitel yang

sarat dengan kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak.

(Girerd, 2018)

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan

bakterial vaginosis, antara lain :

1. Trikomoniasis

Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa

keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina

berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga

vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritus, disuria, dan dispareunia.

Pemeriksaan apusan vagina trikomoniasis sering sangat menyerupai penampakan

pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus sp. dan clue cell tidak

perbah ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopoik tampak

peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan

13
protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina

5 pada trikomoniasis. (Adhi et al., 2018)

2. Kandidiasis

Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans

atau kadang Candida sp. yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis

adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit.

Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang

terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina.

Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih.

Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk

mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis

adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan

pH normal(Adhi et al., 2018)

2.9 PENATALAKSANAAN

2.9.1 Non farmakologi

Tidak ada

2.9.2 Farmakologi

Antimikroba berspektrum luas terhadap sebagian besar bakteri anaerob,

biasanya efektif untuk mengatasi vaginosis bakterial. Metronidazol dan

klindamisin merupakan obat utama, serta aman diberikan kepada ibu hamil.

(Bertini, 2017)

Rejimen yang direkomendasikan Center for Disease Control (CDC) untuk

BV adalah :

a. Metronidazol dengan dosis 2x500mg selama 7 hari ATAU

b. Metronidazol gel 0–75% satu aplikasi penuh (5 g) secara intravaginal, sekali

14
sehari selama 5 hari

c. Krim klindamisin 2% satu aplikasi penuh (5 g) secara intravaginal sebelum tidur

selama 7 hari .(Bertini, 2017)

2.10 KOMUNIKASI dan EDUKASI

A. Pasien disarankan untuk berhenti douching atau menggunakan mandi busa atau

menggunakan produk kebersihan vagina yang dijual bebas. (Girerd, 2018)

B. Pasien harus menggunakan sabun batangan yang hipoalergenik atau tanpa sabun,

hindari sabun cair dan sabun mandi(Girerd, 2018)

C. Berhubungan seksual dengan sehat dan pasangan yang halal (satu pasangan), tidak
berganti pasangan(Girerd, 2018)

D. Disarankan untuk tidak konsumsi alkohol selama pengobatan(Girerd, 2018)


2.11 KOMPLIKASI

Vaginosis bakterial seringkali dikaitkan dengan sekuele ditraktus genital bagian

atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko infeksi

pasca histektomi, penyakit radang panggul, resiko lebih mudah terinfeksi N.

Gonorrhoeae dan C.trachomatis, memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual.

(Sunarko, 2020)

Pada ibu hamil yang menderita vaginosis bakterial, dapat meningkatkan resiko

persalinan prematur,bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi cairan amnion,

korioamnionitis, ataupun penyakit radang panggul pasca abortus.(Sunarko, 2020)

Pada keadaan seseorang menderita vaginosis bakterial atau keadaan Lactobacillus

vagina, dapat meningkatkan resiko tertular HIV sampai 2 kali lipat melalui hubungan

heteroseksual.(Sunarko, 2020)

15
2.12 PROGNOSIS

Kasus vaginosis bakterial (BV) biasanya sembuh setelah pengobatan antibiotik

yang sesuai standar.(Girerd, 2018)

2.13 PROFESIONALISME
 Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian dosis yang adekuat,
dan penjelasan tata cara pengobatan dengan benar
 Kontrol ulang, bila keluhan tidak membaik bisa di rujuk ke dokter spesialis kulit dan
kelamin untuk dilakukan terapi lebih lanjut.

16
BAB III

KESIMPULAN

Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komensal dalam vagina ( yaitu Gardnerella vaginalis, Prevotella,
Mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini mempertahankan
suasana asam dan anaerob.

Vaginosis bakterial ditandai dengan perubahan flora saluran genital, yaitu dominasi
Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram positif maupun Gram
negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp., dan lain-lain. Faktor
resiko Douching vagina, Mengenakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), penggunaan
antibiotik jangka panjang, merokok, hubungan perilaku seksual seperti pasangan seksual
yang banyak, wanita pekerja seksual, lesbian, tidak menggunakan kondom saat berhubungan
seksual.

Sekitar 50-70% pasien VB tidak menunjukan gejala dan keluhan atau disebut
asimptomatik. Bila ada keluhan, umumnya berupa keputihan abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual), berwarna putih keabuan, dan berbau yg khas yaitu bau amis.
Keluhan lain yang sering ada yaitu  rasa gatal, perih, dan rasa terbakar walaupun relatif lebih
ringan jika dibandingkan gejala vaginitis lain yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis atau Candidia albicans.  Sedangkan untuk keluhan nyeri abdomen, nyeri atau rasa
tidak nyaman atau panas saat buang air kecil jarang terjadi.

Vaginosis bakterial seringkali dikaitkan dengan sekuele ditraktus genital bagian

atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko infeksi

pasca histektomi, penyakit radang panggul, resiko lebih mudah terinfeksi N. Gonorrhoeae

dan C.trachomatis, memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual. Kasus vaginosis

bakterial (BV) biasanya sembuh setelah pengobatan antibiotik yang sesuai standar.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi, D., Aida, S. S. D., Aryani, S., Benny, W. E., Detty, K. D.,
Emmy, D. S. S., Endi, N., Erdina, P. H., Evita, E. H., Farida, Z.,
Githa, R., Hanny, N., Herman, C., Made, W. I., Irma, B.,
Kusmarinah, B., Larissa, P., Lili, L., Lily, S., … Melani, M.
(2018). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. In Fkui.
2. Barthow, C., Wickens, K., Stanley, T., Mitchell, E. A., Maude,
R., Abels, P., Purdie, G., Murphy, R., Stone, P., Kang, J., Hood,
F., Rowden, J., Barnes, P., Fitzharris, P., Craig, J., Slykerman,
R. F., & Crane, J. (2016). The Probiotics in Pregnancy Study
(PiP Study): Rationale and design of a double-blind randomised
controlled trial to improve maternal health during pregnancy and
prevent infant eczema and allergy. BMC Pregnancy and
Childbirth. https://doi.org/10.1186/s12884-016-0923-y
3. Bertini, M. (2017). Bacterial Vaginosis and Sexually
Transmitted Diseases: Relationship and Management.
ResearchGate.
https://www.intechopen.com/books/fundamentals-of-sexually-
transmitted-infections/bacterial-vaginosis-and-sexually-
transmitted-diseases-relationship-and-management
4. Ernawati. (2016). Faktor Determinan Vaginosis Bakterial Pada
Wanita Usia Subur Di Makasar. STIKES Nani Hasanuddin
Makassar.
5. Girerd, P. (2018). Bacterial Vaginosis. Medscape.
18
https://emedicine.medscape.com/article/254342-overview
6. Indonesia, I. D. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
7. Karim, A., & Barakbah, J. (2016). Studi Retrospektif :
Vaginosis Bakterial ( Retrospective Study : Bacterial
Vaginosis ). Periodical of Dermatology and Venereology.
https://doi.org/10.20473/BIKKK.V28.3.2016.235-242
8. Ocviyanti, D., Rosana, Y., Olivia, S., & Darmawan, F. (2010).
Risk factors for bacterial vaginosis among Indonesian women.
Medical Journal of Indonesia.
https://doi.org/10.13181/mji.v19i2.396
9. Rinadewi, A. (2015). PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO
VAGINOSIS BAKTERIAL SESUAI KRITERIA AMSEL
PADA WANITA PENJAJA SEKS DI TANGERANG.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin FK Universitas
Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/39/252/6_Artikel_
Asli_2.pdf
10. Sunarko, M. (2020). Vaginosis Bakterial. Department of
Dermatology and Venereology, Faculty of Medicine,
Universitas Airlangga/Dr. Soetomo General Academic
Teaching Hospital Surabaya, Indonesia. https://e-

19
journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/17914

20

Anda mungkin juga menyukai