BAKTERIAL VAGINALIS
Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS) di
bagian ilmu kedokteran kulit dan kelamin di RSUD Dr.RM. Djoelham Binjai
Disusun Oleh:
Renata Telaumbanua
102118144
Pembimbing :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Refarat dengan judul “ MORBUS
HANSEN” yang diajukan sebagai persyarat untuk mengikuti KKS Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj. Hervina, Sp.KK
selaku pembimbing saya sehingga refarat ini dapat selesai pada waktunya.
Mohon maaf jika dalam penulisan Refarat ini masih terdapat kesalahan. Kritikan dan
saran sangat saya harapkan sebagai penyempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatian dan
sarannya saya ucapkan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................i
KATA PENGATAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1Latar Belakang.......................................................................................................1
2.1 Definisi.................................................................................................................7
2.2 Klasifikasi...............................................................................................................7
2.3 Etiologi...............................................................................................................11
2.6 Diagnosis............................................................................................................16
2.7 Patogenesis.........................................................................................................31
2.8 Patofisiologi........................................................................................................33
2.10 Penatalaksanaan................................................................................................37
2.12 Komplikasi........................................................................................................49
2.14 Profesionalisme.................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Vaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhan
ginekologis. Vaginosis bakteri disebabkan oleh ketidakseimbangan flora normal dari
vagina, memungkinkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Lactobacillus sp,
Flora normal vagina, digantikan oleh bakteri fakultatif anaerob antara lain didominasi oleh
Mobiluncus species, Bacteroides species, khususnya Gardnerella vaginalis (Ernawati, 2016).
VB merupakan penyebab paling sering dari keluhan duh tubuh vagina dan keputihan
yang bau, namun 50% pasien VB tidak memberikan gejala apapun. VB dapat memberikan
komplikasi berupa infeksi traktus urinarius. Penyebab perubahan mikrob yang khas
ditemukan pada kasus VB masih belum seluruhnya diketahui, begitu juga kemungkinan
penularan VB melalui hubungan seksual masih belum bisa ditegakkan. Pasien wanita dengan
VB mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penularan infeksi menular seksual (IMS) lainnya
(Karim & Barakbah, 2016).
Diagnosis bakterial ditegakkan bila terdapat tiga dari empat kriteria berikut, yaitu:
adanya clue cell pada pemeriksaan mikroskopik dari sediaan basah; adanya bau amis,
setelah penetesaan KOH 10% pada cairan vagina, duh yang homogen, kental, tipis,
dan berwarna seperti susu; pH vagina >4.5 yang diperiksa dengan menggunakan
phenaphthazine paper (nitrazine paper). Dari ke empat kriteria tersebut, yang paling baik
untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial adalah pemeriksaan basah untuk mencari
adanya sel clue (sel epitel vagina yang diliputi oleh coccobacillus yang padat) dan
adanya bau amis pada penetesan KOH 10% (Barthow et al., 2016).
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komensal dalam vagina ( yaitu Gardnerella vaginalis, Prevotella,
Mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini mempertahankan
suasana asam dan anaerob (Adhi et al., 2018)
2.2 ETIOLOGI
Vaginosis bakterial (VB) merupakan penyebab tersering infeksi vagina pada wanita
usia subur. Vaginosis bakterial ditandai dengan perubahan flora saluran genital, yaitu
dominasi Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram positif maupun
Gram negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp., dan lain-lain.
Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan peningkatan pH vagina, produksi uap amin, serta
peningkatan kadar endotoksin, enzim sialidase dan glikosidase bakteri pada cairan vagina.
(Adhi et al., 2018)
1. Gardnerella vaginalis
Dengan media kultur yang sensitive G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi
yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G. vaginalis dapat diisolasi pada
sekitar 95% wanita dengan vaginosis bakterial dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis
atau pada penyebab vaaaginitis lainnya. Sekarang diperkirakn bahwa G.Vaginalis
berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital
menyebabkan vaginosis bakterial.(Adhi et al., 2018)
2. Bakteri anaerob
Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada
wanita dengan vaginosis bakterial. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang
ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan
peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole.
Bacteroides dan peptosteptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam
5
organic yang predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob
berintereaksi dengan G. vaginalis untuk menimbulkan vaginosis.(Adhi et al., 2018)
3. Mobilincus Spp
Mobilincus Spp merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada
vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan vaginosis bakterial.
Mobiluncus Spp hamper tak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan
vaginosis bakterial mengandung organisme ini.(Adhi et al., 2018)
4. Mycoplasma hominis
2.3 EPIDEMIOLOGI
Bakterial vaginosis adalah infeksi vagina yang paling umum ditemukan pada wanita
usia subur dan diperkirakan terjadi pada 5% hingga 70% wanita. Menariknya, di seluruh
dunia kondisi ini paling sering terjadi di beberapa bagian Afrika dan paling sedikit ditemukan
di Asia dan Eropa. Di Amerika Serikat, sekitar 30% wanita berusia 14 hingga 49 tahun
terpengaruh. Namun, angka tersebut bervariasi antara kelompok etnis yang berbeda dan
paling umum pada wanita non-kulit putih (51% Afrika Amerika, 32% Meksiko Amerika).
(Rinadewi, 2015)
Menurut data dari World Health Organization (WHO) angka kejadian BV pada
wanita hamil berkisar 14-21% di negara Eropa, di Asia dilaporkan 13,6% di Jepang, 15,9% di
Thailand dan 32% di Indonesia. Studi prevalensi infeksi saluran reproduksi oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2007 pada populasi WPS di beberapa kota di
Indonesia (Kupang, Samarinda, Pontianak, Yogyakarta, Timika, Makasar, dan Tangerang),
mendapatkan prevalensi VB di Tangerang sebesar 70,4%. Prevalensi IMS maupun VB pada WPS di
Tangerang pada penelitian tersebut cukup tinggi sehingga dapat dijadikan penanda risiko penyebaran
HIV yang makin meluas melalui jejaring hubungan seksual. Perkiraan tahun 2009 terdapat 1.741
6
WPSL dan 2.509 WPSTL di provinsi Banten dengan jumlah pelanggan sebanyak 60.664 yang rawan
tertular HIV.(Rinadewi, 2015)
a. Douching vagina
d. merokok
e. hubungan perilaku seksual seperti pasangan seksual yang banyak, wanita pekerja
2018)
2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 ANAMNESIS
berbau yg khas yaitu bau amis. Keluhan lain yang sering ada yaitu rasa gatal,
perih, dan rasa terbakar walaupun relatif lebih ringan jika dibandingkan gejala
albicans. Sedangkan untuk keluhan nyeri abdomen, nyeri atau rasa tidak nyaman
atau panas saat buang air kecil jarang terjadi (Adhi et al., 2018).
homogen viskositas normal rendah atau normal, berbau amis, melekat di dinding
vagina, sering kali terlihat di labia dan fourcheet, pH sekret vagina berkisar antara
7
4,5-5,5. Tidak ditemukan tanda peradangan, gambaran serviks normal (Adhi et al.,
2018)
berikut:
1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat divulva dan
vagina
2. Terdapat clue-cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang tampak
pada pemeriksaan sediaan basah dengan Nacl fisiologis dan pembesaran 100
kali)
3. Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH10% ( tes
amin positif)
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells
Cara pemeriksaannya :
tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi
8
dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan
tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang
basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial
vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis, > 20% pada preparat basah
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial
(3+) : 1 (2+) : 2
(2+) : 2 (3+) : 3
(1+) : 3 (4+) : 3
(0) : 4
A. Kriteria Nugent
9
Skor 7-10 dinyatakan sebagai vaginosis bakterial. (Adhi et al., 2018)
B. Kriteria Spigel
bakteri termasuk morfotipe Gardnerella dan batang positif-Gram yang lain atau
kokus atau keduanya. Terutama dalam jumlah besar, selain itu dengan morfotipe
Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada diantara flora vaginal dan tanpa
dengan atau tanpa morfotipe Gardenerella dan tidak ditemukan bentuk jamur.
3. Indeterminate kalau diantara kriteria tidak normal dan tidak konsisten dengan
2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
3. Tes lakmus
kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80- 90%
bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5. 3 Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan
gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya
10
4. Kultur vagina
vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa
gejala klinis tidak perlu mendapat pengobatan. Uji H2O2 Pemberian setetes H2O2
(hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk
gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik
2.6 PATOGENESIS
Pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina pasien tidak ditemukan atau hanya
sedikit sel lekosit polimorfonuklear. Demikia pula laktobasilus, namun dijumpai banyak
organisme berbentuk kokobasilus. Gardnerella spp, berbentuk batang dan Mobiluncus
spp berbagai bentuk dan ukuran, bersama dengan mikroorganisme anaerob dan flora
11
normal yang ada dalam vagina, berkumpul dan meliputi permukaan sel epitel,
membentuk sel yang disebut sebagai clue cells.(Girerd, 2018)
2.7 PATOFISIOLOGI
menimbulkan kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara
berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya
dominasi flora normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada
H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili
secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.
alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi
senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya dekarboksilase
mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu putresin, kadaverin,
Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam
suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis,
bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%.
Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau amis
tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV.
12
Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi
asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam
amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin)
bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina penderita infeksi
BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel
vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH yang
alkalis Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan
membentuk clue cells. Secara mikroskopik clue cells nampak sebagai sel epitel yang
sarat dengan kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak.
(Girerd, 2018)
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan
1. Trikomoniasis
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga
vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritus, disuria, dan dispareunia.
pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus sp. dan clue cell tidak
13
protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina
2. Kandidiasis
atau kadang Candida sp. yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis
adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit.
Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang
terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina.
Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih.
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk
mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis
adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan
2.9 PENATALAKSANAAN
Tidak ada
2.9.2 Farmakologi
klindamisin merupakan obat utama, serta aman diberikan kepada ibu hamil.
(Bertini, 2017)
BV adalah :
14
sehari selama 5 hari
A. Pasien disarankan untuk berhenti douching atau menggunakan mandi busa atau
B. Pasien harus menggunakan sabun batangan yang hipoalergenik atau tanpa sabun,
C. Berhubungan seksual dengan sehat dan pasangan yang halal (satu pasangan), tidak
berganti pasangan(Girerd, 2018)
atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko infeksi
(Sunarko, 2020)
Pada ibu hamil yang menderita vaginosis bakterial, dapat meningkatkan resiko
persalinan prematur,bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi cairan amnion,
vagina, dapat meningkatkan resiko tertular HIV sampai 2 kali lipat melalui hubungan
heteroseksual.(Sunarko, 2020)
15
2.12 PROGNOSIS
2.13 PROFESIONALISME
Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan pemberian dosis yang adekuat,
dan penjelasan tata cara pengobatan dengan benar
Kontrol ulang, bila keluhan tidak membaik bisa di rujuk ke dokter spesialis kulit dan
kelamin untuk dilakukan terapi lebih lanjut.
16
BAB III
KESIMPULAN
Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komensal dalam vagina ( yaitu Gardnerella vaginalis, Prevotella,
Mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini mempertahankan
suasana asam dan anaerob.
Vaginosis bakterial ditandai dengan perubahan flora saluran genital, yaitu dominasi
Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram positif maupun Gram
negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp., dan lain-lain. Faktor
resiko Douching vagina, Mengenakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), penggunaan
antibiotik jangka panjang, merokok, hubungan perilaku seksual seperti pasangan seksual
yang banyak, wanita pekerja seksual, lesbian, tidak menggunakan kondom saat berhubungan
seksual.
Sekitar 50-70% pasien VB tidak menunjukan gejala dan keluhan atau disebut
asimptomatik. Bila ada keluhan, umumnya berupa keputihan abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual), berwarna putih keabuan, dan berbau yg khas yaitu bau amis.
Keluhan lain yang sering ada yaitu rasa gatal, perih, dan rasa terbakar walaupun relatif lebih
ringan jika dibandingkan gejala vaginitis lain yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis atau Candidia albicans. Sedangkan untuk keluhan nyeri abdomen, nyeri atau rasa
tidak nyaman atau panas saat buang air kecil jarang terjadi.
atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko infeksi
pasca histektomi, penyakit radang panggul, resiko lebih mudah terinfeksi N. Gonorrhoeae
dan C.trachomatis, memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual. Kasus vaginosis
bakterial (BV) biasanya sembuh setelah pengobatan antibiotik yang sesuai standar.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi, D., Aida, S. S. D., Aryani, S., Benny, W. E., Detty, K. D.,
Emmy, D. S. S., Endi, N., Erdina, P. H., Evita, E. H., Farida, Z.,
Githa, R., Hanny, N., Herman, C., Made, W. I., Irma, B.,
Kusmarinah, B., Larissa, P., Lili, L., Lily, S., … Melani, M.
(2018). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. In Fkui.
2. Barthow, C., Wickens, K., Stanley, T., Mitchell, E. A., Maude,
R., Abels, P., Purdie, G., Murphy, R., Stone, P., Kang, J., Hood,
F., Rowden, J., Barnes, P., Fitzharris, P., Craig, J., Slykerman,
R. F., & Crane, J. (2016). The Probiotics in Pregnancy Study
(PiP Study): Rationale and design of a double-blind randomised
controlled trial to improve maternal health during pregnancy and
prevent infant eczema and allergy. BMC Pregnancy and
Childbirth. https://doi.org/10.1186/s12884-016-0923-y
3. Bertini, M. (2017). Bacterial Vaginosis and Sexually
Transmitted Diseases: Relationship and Management.
ResearchGate.
https://www.intechopen.com/books/fundamentals-of-sexually-
transmitted-infections/bacterial-vaginosis-and-sexually-
transmitted-diseases-relationship-and-management
4. Ernawati. (2016). Faktor Determinan Vaginosis Bakterial Pada
Wanita Usia Subur Di Makasar. STIKES Nani Hasanuddin
Makassar.
5. Girerd, P. (2018). Bacterial Vaginosis. Medscape.
18
https://emedicine.medscape.com/article/254342-overview
6. Indonesia, I. D. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
7. Karim, A., & Barakbah, J. (2016). Studi Retrospektif :
Vaginosis Bakterial ( Retrospective Study : Bacterial
Vaginosis ). Periodical of Dermatology and Venereology.
https://doi.org/10.20473/BIKKK.V28.3.2016.235-242
8. Ocviyanti, D., Rosana, Y., Olivia, S., & Darmawan, F. (2010).
Risk factors for bacterial vaginosis among Indonesian women.
Medical Journal of Indonesia.
https://doi.org/10.13181/mji.v19i2.396
9. Rinadewi, A. (2015). PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO
VAGINOSIS BAKTERIAL SESUAI KRITERIA AMSEL
PADA WANITA PENJAJA SEKS DI TANGERANG.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin FK Universitas
Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/39/252/6_Artikel_
Asli_2.pdf
10. Sunarko, M. (2020). Vaginosis Bakterial. Department of
Dermatology and Venereology, Faculty of Medicine,
Universitas Airlangga/Dr. Soetomo General Academic
Teaching Hospital Surabaya, Indonesia. https://e-
19
journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/17914
20