Anda di halaman 1dari 44

Makassar, 26 Maret 2021

LAPORAN MODUL 4
KEPUTIHAN
BLOK SISTEM REPRODUKSI

Dokter Pembimbing :
dr. Mona Nurlanda,M.Kes.,Sp.OG
dr. Asrini Safitri, M. Kes, Sp. GK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Fajriah Ranggawati Sutan 11020180119
Sitti Syafirah Amaliyah Syarief 11020180129
Amalia Putri Ramadani 11020180139
A.Devita Nurul Ainiah 11020180150
Fatmawati Mohammad 11020180160
Muhammad Fakhri Rasyidi 11020180170
Innayaturrahmatiah Mujaddid 11020180180
Yushi Mindarani 11020180190
Ufarah Indah Sari 11020180200
M.Fikriy Aaudin Faiq 11020180210
Amalia Sri Anjani 11020180193
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini,


karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan
guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan ini.

Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam


menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala


kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmatdari-Nya. Aamiin yaa Robbal
A’lamiin.

Makassar, 26 Maret 2021


SKENARIO 1

Seorang perempuan, berusia 31 tahun, P2A0, datang ke puskesmas dengan


keluhan keputihan sejak 2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar dari vagina
berwarna kehijauan kadang berbusa dan disertai rasa gatal.

KATA SULIT

KATA KUNCI

1. Perempuan 31 tahun.
2. P2A0.
3. Keluhan keputihan sejak 2 minggu yang lalu.
4. Cairan yang keluar dari vagina berwarna kehijauan kadang berbusa dan
disertai rasa gatal.

PERTANYAAN

1. Jelaskan definisi keputihan dan klasifikasinya

2. Jelaskan etiologi dari keputihan

3. Jelaskan mengenai mekanisme dari keputihan

4. Mengapa cairan yang keluar dari vagina berwarna kehijauan dan gatal

5. Apakah ada hubungan multiparitas dengan keputihan

6. Jelaskan bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario

7. Apa saja diagnosis banding yang tepat terkait dengan scenario

8. Jelaskan tatalaksana terkait scenario

9. Bagaimana cara pencegahan dari kejadian keputihan

10. Perspektif islam berdasarkan scenario


JAWABAN

1. Jelaskan definisi keputihan dan klasifikasinya

Fluor albus (keputihan, leukorea, vaginal discharge) merupakan istilah


yang digunakan untuk cairan yang keluar dari genitalia wanita yang bukan
berupa darah. Keputihan merupakan kondisi yang sering dialami oleh wanita
sepanjang siklus kehidupannya mulai dari masa remaja, masa reproduksi
maupun masa menopause. Keputihan sangat berisiko terjadi pada remaja
sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Masa ini, remaja puteri mengalami
pubertas yang ditandai dengan menstruasi. Pada sebagian orang saat
mengalami menstruasi dapat mengalami keputihan.
Keputihan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu keputihan normal atau
fisiologis dan abnormal atau patologis.
1. Keputihan Fisiologis adalah cairan yang keluar kadang-kadang berupa
mucus yang banyakmengandung epitel dengan leukosit yang jarang,
sedangkan keputihan patologis kandungan leukositnya banyak. Keputihan
fisiologis di pengaruhi oleh perubahan hormon, yang biasanya terjadi pada
saat menjelang dan sesudah haid, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16
siklus menstruasi, saat terangsang, hamil, kelelahan, stress dan
mengkonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB.
2. Keputihan Patologisadalah cairan eksudat yang banyak yang mengandung
banyak leukosit. Ini terjadi karena reaksi tubuh terhadap luka (jejas). Jejas
biasanya diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme seperti jamur (Kandida
Albikan), parasit (Trikomonas), dan parasit (E.Coli, Staphylococcus,
Treponema Pallidum). Fluor Albus juga bisa disebabkan benda asing,
neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma ganas.
Referensi :

1. Persia, A. Gustia, R. Bahar, E. 2015. Hubungan Pemakaian Panty Liner


dengan Kejadian Fluor Albus pada Siswi SMA di Kota Padang
Berdasarkan Wawancara Terpimpin (Kuisioner). Padang: Jurnal
Kesehatan Andalas. Halaman 509.
2. Marhaeni, G.A. 2016. Keputihan Pada Wanita. Denpasar: Jurnal Skala
Husada Vol 13 No 1. Halaman 30.
3. Abrori, Hernawan A.D, Ermulyadi. 2017. Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Keputihan Patologis Siswi SMAN 1 Simpang Hilir
Kabupaten Kayong Utara. Semarang: Unnes Journal of Public Health.
Halaman 25.

2. Jelaskan etiologi dari keputihan !

a.Non-infeksi
1. Fisiologis
2. Ektopi serviks
3. Benda asing, seperti penahan tampon
4. Dermatitis vulva
b. Infeksi menular non-seksual
1. Bacterial vaginosis
2. Infeksi candida
c. Infeksi menular seksual
1. Chlamydia trachomatis
2. Neisseria gonorrhoeae
3. Trichomonas vaginalis
A.Penyebab Keputihan Fisiologis
a) Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: keputihan ini disebabkan
oleh pengaruh hormon estrogen dari ibunya
b) Menjelang atau setelah haid.
c) Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang, keadaan ini
ditunjang oleh hormon estrogen
d) Masa di sekitar ovulasi karena poduksi kelenjar- kelenjar rahim dan
pengaruh dari hormon estrogen serta progesterone. Sekret dari kelenjar-
kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
e) Seorang wanita yang terangsang secara seksual. Ransangan seksual ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi senggama,
vagina mengeluarkan cairan yang digunakan sebagai pelumas dalam
senggama
f) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke vagina
dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina
g) Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan
progesteron yang dapat meningkatkan lendir servik menjadi lebih encer
h) Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang menderita
penyakit kronik dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.
i) Stres dan kelelahan
B.Penyebab Keputihan Abnormal
1) Infeksi
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin
(infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan
penyangga, dan pada infeksi karena penyakit menular seksual).
a. Bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri
”baik” yang berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus
menjaga keasaman / pH yang normal serta beberapa bakteri lain
dalam jumlah kecil seperti Gardnerella vaginalis, mobiluncus,
bacteroides dan Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral /
IUD (intra uterine device), hubungan seksual, promiskuitas dapat
memicu ketidakseimbangan flora normal vagina dimana
pertumbuhan bakteri ”jahat” menjadi berlebihan. Keputihan yang
disebabkan oleh bakteri Gardnerella disebut sebagai bacterial
vaginosis / BV.
Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan
berbau amis (fishy odor). Bau tercium lebih menusuk setelah
melakukan hubungan seksual dan menyebabkan darah menstruasi
berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal
biasanya bersifat lebih ringan daripada keputihan yang disebabkan
oleh jamur dan parasit.

Gardanerrella vaginalis

Gardnerella vaginalis dapat menyebabkan bacterial


vaginosis pada wanita. Salah satu dari spesies Haemophilus,
tumbuh, berukuran kecil, sirkuler, koloni abu-abu, di bawah
mikroskop terlihat gram negative, namun sebenarnya memiiki
dinding sel gram positive, sel epitel yang menyelimuti bakteri.
Bakteri ini biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan
membentuk bentukan khas dan disebut clue cell. Gardanerrella
menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa amin yang
menimbulkan bau amis seperti ikan. Infeksi ini menyebabkan rasa
gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan, berair, berbuih dan
bermau amis. bakteri ini juga dapat memicu munculnya penyakit
kelamin seperti sifilis dan gonorhea.

b. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida
albicans umumnya dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh
seperti Pemakaian pil KB, obat-obatan tertentu seperti steroid,
antibiotic, daya tahan tubuh rendah, iklim, panas dan kelembaban.
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti
kepala susu (cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa
gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga
disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering merupakan keluhan yang
dominan dirasakan.

Candida albicans

Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih


susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal.
Vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH
10% tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi
pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus,
pemakai pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan
menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan
antara pasangan suami-istri disebut sebagai phenomena ping-pong.
c. Parasit
Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam
golongan penyakit menular seksual (PMS) karena penularan
terutama terjadi melalui hubungan seksual namun juga dapat
melalui kontak dengan perlengkapan mandi, bibir kloset yang telah
terkontaminasi.Keputihan berupa sekret berwarna kuning-hijau,
kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang
keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada
daerah intim.

Trichomonas vaginalis

Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan


dapat bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat
dipantau dengan mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan
senggama. Walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui
perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.

2) Iritasi
Yang menyebabkan iritasi seperti sperma, pelicin, kondom,
sabun, cairan antiseptic untuk mandi., pembersih vagina, celana yang
ketat dan tidak menyerap keringat kertas tisu toilet yang berwarna.
3) Tumor atau jaringan abnormal lain
Tumor atau kanker akan menyebabkan fluor albus patologis
akibat gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga
menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah
rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya
pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan O 2

pada sel tumor atau kanker tersebut.


Pada keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang
banyak dan berbau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tersebut
dan sering kali disertai adanya darah yang tidak segar.
4) Benda asing
Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda
tertentu yang dipakai sewaktu senggama, adanya cincin pesarium yang
digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran
caian vagina secara berlebihan. Jika rangsangan ini menimbulkan luka
akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari flora normal yang
berada dalam vagina sehingga timbul fluor albus.
5) Radiasi
6) Fistula
7) Penyebab lain:
a. Psikologi: Volvovaginitis psikosomatik
b. Tidak diketahui: “Desquamative inflammatory vaginitis”

Referensi:
1. Gusti Ayu Marhaeni,GA. 2016. Keputihan Pada Wanita. Jurnal Skala
Husada Volume 13 Nomor 1 April 30 – 38.
2. Des Spence, Catriona Melville. 2007. Vaginal Discharge.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2099568/
3. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. EGC:
Jakarta
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi 5 Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

3. Jelaskan mengenai mekanisme dari keputihan !

Proses menstruasi pada wanita terjadi dalam tiga tahapan, yaitu


proliferasi, sekresi, dan menstruasi. Pada masing-masing proses mempunyai
pengaruh pada endometrium. Keputihan secara fisiologis terjadi sebelum
menstruasi karena pengaruh dari proses menstruasi yang melibatkan hormon
esterogen dan progesteron. Pada proses proliferasi terjadi pembentukan
hormon esterogen oleh ovarium yang menyebabkan pengeluaran sekret yang
berbentuk seperti benang, tipis, dan elastis. Hormon esterogen berperan dalam
produksi sekret pada fase sekretorik, merangsang pengeluaran sekret pada saat
wanita terangsang. Pada saat ovulasi terjadi proses sekresi pada endometrium
yang dipengaruhi oleh hormone progesteron.
Hormon progesteron menyebabkan pengeluaran sekret yang lebih
kental. Esterogen juga berperan menentukan kadar glikogen dalam sel tubuh.
Glikogen digunakan untuk proses metabolisme pada bakteri Lactobacillus
doderlein. Sisa dari proses metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang
menjaga keasaman vagina yaitu pH 3,8-4,2. Asam laktat mempotensiasi
aktivitas bakteriosin dan hidrogen peroksida sehingga terjadi pengeluaran
secret vagina. Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita
dewasa sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari
dinding vagina, sekresi dari endoserviks berupa mucus, sekresi dari saluran
yang lebih atas dalam jumlah yang bervariasi serta mengandung berbagai
mikroorganisme terutama Laktobasilus doderlein. Tindakan bakterisidal dari
produk laktosili meliputi: asam laktat, yang merupakan penghambat kuat
Neisseria gonorrhoeae; dan hidrogen peroksida, yang menekan pertumbuhan
bakteri Gram-negatif, bakteri anaerob fakultatif dan Gram-positif fakultatif,
termasuk spesies Escherichia coli, Gardnerella vaginalis dan Mobiluncus.
Apabila keseimbangan tersebut terganggu maka Lactobacillus doderlein yang
menjadikan pH vagina asam dengan memakan glikogen yang dihasilkan oleh
esterogen pada dinding vagina untuk pertumbuhannya tidak dapat terjadi bila
pH vagina dalam keadaan basa. Keadaan pH vagina yang basa akan
menyebabkan bakteri patogen mudah berkembang biak dan menjadi subur
dalam vagina sehingga terjadi pengeluaran sekret yang abnormal.
Referensi :
1. Malena, R. Hubungan Vaginal Douching Dengan Kejadian Keputihan
Pada Wanita Usia Muda. 2016

2. Ventolini G. Progresses in Vaginal Microflora Physiology and


Implications for Bacterial Vaginosis and Candidiasis. Women’s Health.
June 2016:283-291. doi:10.2217/whe.16.5
4. Mengapa cairan yang keluar dari vagina berwarna kehijauan dan gatal?

Ekosistem vagina normal mengandung mikroorganisme sebanyak 105-


106/gr sekresi vagina; flora bakteri yang predominan adalah laktobasili (95%),
disamping itu terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri
aerob maupun anaerob. Jika terjadi penurunan jumlah laktobasilus dikuti oleh
peningkatan bakteri anaerob yang berlebihan maka vagina rentan terinfeksi
oleh bakteri.

Keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai dengan


perubahan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) hasil produksi flora
normal Lactobacillus di vagina. Penurunan konsentrasi H2O2 digantikan oleh
peningkatan konsentrasi bakteri anaerob dan bakteri fakultatif. Perubahan ini
umumnya ditandai dengan produksi sekret vagina yang banyak, berwarna
abu-abu, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH.

Jika kondisi vagina telah berubah dan telah menjadi tempat yang ideal
untuk bakteri untuk bertumbuh maka selanjutnya bakteri akan menginvasi
dan berkembang dengan pesat. Beberapa diantaranya masuk dan menempel
pada sel epitel vagina menyebabkan terjadinya deskuamasi sel epitel vagina.
Akibatnya, sistem imun tubuh aktif dan mulai menyerang patogen yang
sedang menginvasi. Sel PMN yang melakukan pertahanan aktif terhadap
bakteri invasif akan menghasilkan verdoperoksidase yang menyebabkan
warna hijau yang timbul pada cairan vagina. Bersamaan dengan itu, karena
terjadinya deskuamasi sel epitel vagina oleh bakteri tersebut menyebabkan
mediator radang seperti histamin akan keluar. Hasilnya akan timbul rasa gatal
pada vagina.

Referensi :

1. Sari, MP. (2017). Metode Diagnostik Trikomoniasis Vagina. Bagian


Parasitologi. Universitas Kristen Krida Wacana.

5. Apakah ada hubungan multiparitas dengan keputihan?

Salah satu organ tubuh yang paling penting dan sensitif serta
memerlukan perawatan khusus adalah sistem reproduksi. Ada berbagai macam gangguan
sistem reproduksi seperti gangguan menstruasi, syndrom premenstruasi, kista ovari,
kanker dan tumor pada endometrium, serta salah satunya yaitu infeksi yang disebabkan
oleh bakteri maupun jamur yang sering disebut dengan keputihan.

Fluor albus (leukorea, keputihan, white discharge) adalah nama gejala yang
diberikan pada cairan yang keluar dari vagina selain darah. Fluor albus bukan merupakan
penyakit melainkan salah satu tanda gejala dari suatu penyakit organ reproduksi wanita.
Gejala ini diketahui karena adanya sekret yang mengotori celana dalam atau adanya
pengeluaran cairan pervagina yang bukan darah. Dampak keputihan dapat terjadi
perlengketan pada rahim, saluran telur atau tuba falopii sampai pembusukan indung telur
oleh infeksi yang berat bisa terjadi tuba-ovarium abses atau kantung nanahyang menekan
saluran telur dan indung telur, apabila kedua sisi kanan dan kiri dari tuba ovarium yang
tertekan abses maka dapat dikatakan bahwa wanita tidak akan bisa mendapatkan
keturunan atau mundul.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Wilayah Kabupaten


Pekalongan pada tahun 2014 dengan jumlah responden 49 orang,salah satu penelitian
yang dilakukan adalah melihat hubungan paritas dengan fluor albus atau keputihan
dimana dari 49 reponden,menunjukkan bahwa hampir separuh (42,9%) responden yang
mengalami fluor albus adalah Multipara.
Karakteristik wanita dengan fluor albus berdasarkan paritas wanita. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dari 49 responden, hampir separuh (42.9%)
responden yang mengalami fluor albus adalah Multipara. Kondisi ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa diagnosis klinis pasti fluor albus perlu diketahui
riwayat tiap-tiap kehamilan sebelumnya, apakah itu berakhir
Muhammadiyah_Pekajangan_Pekalongan dengan keguguran, ataukah berakhir
dengan persalinan, apakah persalinannya normal, diselesaikan dengan tindakan atau
operasi (secsio sesarea), dan bagaimana nasib anaknya. Karena wanita yang sering
melahirkan berisiko menderita flour albus, ini dikaitkan dengan trauma persalinan,
perubahan hormonal dan nutrisi selama kehamilan. Infeksi nifas dan kuretase juga
dapat menjadi sumber risiko infeksi panggul menahun, gangguan reproduksi yang
lain dan kemandulan. Pada wanita yang melahirkan lebih dari 3 kali (multiparitas)
berpotensi menyebabkan terjadinya kanker leher rahim Masalah-masalah yang
mempengaruhi paritas seseorang dari pihak wanita seperti, masalah tuba, uterus,
serviks, dan vagina.
Yang berpengaruh keluarnya keputihan/ fluor albus yaitu masalah vagina
seperti adanya sumbatan atau peradangan oleh bakteri atau jamur dan keganasan.
Masalah ini dapat menimbulkan dampak serius bila tidak ditangani seperti terjadinya
kemandulan atau infertilitas. Walaupun penyebab utama kemandulan bukanlah fluor
albus.

Referensi :
Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol VII, No 1, Maret 2015 ISSN 1978-3167 School of
Health Science

6. Jelaskan bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario

1. Anamnesis
Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah:
a. Usia
Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita
atau pada wanita dewasa, keputihan (leukorea / fluor albus) yang
terjadi mungkin karena pengaruh estrogen yang tinggi dan merupakan
keputihan yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus
dipikirkan kemungkinan suatu PHS (Penyakit Hubungan Seksual) dan
penyakit infeksi lainnya
b. Pada wanita dengan usia yang lebih tua harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya keganasan terutama kanker serviks.
c. Metode kontrasepsi yang dipakai
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi
kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi
jamur. Pemakaian IUD (Intra Uterine Device) juga dapat
menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks yang meragsang sekresi
kelenjar serviks menjadi meningkat.
d. Kontak seksual
Untuk mengantisipasi leukorea akibat PHS, seperti gonore, kondiloma
akuminata, herpes genitalis, dan sebagainya. Hal yang perlu
ditanyakan adalah kontak seksual terakhir dan dengan siapa dilakukan
e. Perilaku
Pasien yang tinggal di asrama atau bersama dengan teman-temannya
kemungkinan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya
leukorea cukup besar. Contoh kebiasaan yang kurang baik adalah tukar
menukar peralatan mandi atau handuk
f. Sifat keputihan
Hal yang harus ditanyakan adalah jumlah, bau, warna, dan
konsistensinya, keruh / jernih, ada / tidaknya darah, frekuensinya dan
telah berapa lama kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu
ditanyakan secara detail karena dengan mengetahui hal-hal tersebut
dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya
g. Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi
Pada kedua keadaan ini, keputihan yang terjadi biasanya merupakan
hal yang fisiologis
h. Masa inkubasi
Bila keputihan timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau
pengaruh zat kimia ataupun pengaruh rangsangan fisik
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi
adanya kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih,
dan infeksi lainnya yang mungkin berkaitan dengan keputihan.
Pemeriksaan yang khusus harus dilakukan adalah pemeriksaan genitalia,
meliputi inspeksi dan palpasi genitalia eksterna, pemeriksaan spekulum
untuk melihat vagina dan serviks, serta pemeriksaan pelvis bimanual.
Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan lendir
serviks.
Pada infeksi karena Gonococcus, kelainan yang dapat ditemui
adalah orifisium uretra eksternum merah, edema dan sekret yang
mukopurulen, labio mayora dapat bengkak, merah, dan nyeri tekan.
Kadang-kadang kelenjar Bartolini ikut meradang dan terasa nyeri waktu
berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks
merah dengan erosi dan sekret mukopurulen.
Pada Trichomonas vaginalis dinding vagina tampak merah dan
sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks
yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai
strawberry appearance. Bila sekret banyak dikeluarkan dapat
menimbulkan iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Infeksi
Gardnerella vaginalis memberikan gambaran vulva dan vagina yang
berwarna hiperemis, sekret yang melekat pada dinding vagina, dan terlihat
sebagai lapisan tipis atau berkilau. Pada pemeriksaan serviks dapat
ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur darah yang keluar dari
ostium uteri internum.
Pada kandidiasis vagina dapat ditemukan peradangan pada vulva
dan vagina, pada dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil
berwarna putih, yang jika diangkat meninggalkan bekas yang agak
berdarah. Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna merah
dengan permukaan yang tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang
menjadi granuler, berbenjol-benjol, dan ulseratif disertai adanya jaringan
nekrotik. Disamping itu, tampak sekret yang kental berwarna coklat dan
berbau busuk. Pada kanker serviks lanjut, serviks menjadi nekrosis,
berbenjol-benjol, ulseratif dan permukaannya bergranuler, memberikan
gambaran seperti bunga kol. Adanya benda asing dapat dilihat dengan
adanya benda yang mengiritasi, seperti IUD, tampon vagina, pesarium,
kondom yang tertinggal, dan sebagainya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan:
a. Penentuan pH
Penentuan pH dengan indikator pH (3,0-4,5)
b. Penilaian sediaan basah
Penilaian diambil untuk pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10%
dan pemeriksaan sediaan basah dengan garam fisiologis. Trichomonas
vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai parasit
berbentuk lonjong dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat,
sedangkan Candida albicans dapat dilihat jelas dengan KOH 10%
tampak sel ragi (blastospora) atau hifa semu. Vaginitis nonspesifik
yang disebabkan Gardnerella vaginalis pada sediaan dapat ditemukan
beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa banyak, dan
banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukaannya berbintik-
bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yang merupakan ciri khas infeksi
Gardnerella vaginalis.
c. Pewarnaan gram
Neisseria gonorrheae memberikan gambaran adanya gonococcus intra
dan ekstraseluler. Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-
batang berukuran kecil gram negatif yang tidak dapat dihitung
jumlahnya dan banyak sel epitel dengan kokobasil, tanpa ditemukan
laktobasil
d. Kultur
Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti,
tetapi seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam
penafsiran
e. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes genitalis
dan human papiloma virus dengan pemeriksaan ELISA (Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay)
f. Tes Pap Smear
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada
serviks.
Referensi :
Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis yang Disebabkan
Oleh Infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi Rumah Sakit
Umum Dr. Kariadi Semarang. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/12387/1/2004PPDS3634.pdf.

7. Apa saja diagnosis banding yang tepat terkait dengan scenario

A. Trikomoniasis

Definisi
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogenik yang biasanya
dijumpai di traktus genitourinaria manusia yang terinfeksi. Ditularkan
malalui hubungan seksual, yang dapat menyebabkan vaginitis pada wanita
dan uretritis non-gonococcoal pada pria.
Gambar : Trichomonas vaginalis

Epidemiologi
Trichomonas vaginalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual. Dan
ternyata organisme ini dapat bertahan hidup selama 45 menit di tempat
dudukan toilet, baju mandi, pakaian dan air hangat. Penularan perinatal
ditemukan sekitar 5% dari ibu yang terinfeksi trichomoniasis, tetapi
biasanya ‘self-limited’ oleh karena metabolisme dari hormon ibu.Tetapi
pernah dilaporkan suatu kasus ‘respiratory distress’ bayi laki-laki cukup
bulan, dimana pada sediaan basah sputum kentalnya dijumpai sedikit
leukosit dan organisme Trichomonas vaginalis.
Patogenesis
Dalam kondisi normal, pH vagina berada di kisaran 3,8 dan 4,4
yang disebabkan oleh adanya asam laktat yang dihasilkan oleh
lactobacillus Döderlein. Lactobaciilus ini dalam hidupnya menggunakan
suplai glikogen yang terdapat pada sel-sel vagina. Jadi, dalam
pemeriksaaan sitologi vagina normal tidak terdapat bakteri atau
mikroorganisme lain kecuali lactobacillus Döderlein.
Trichomonas vaginalis masuk ke dalam vagina melalui hubungan
seksual, yang kemudian menyerang epitel squamosa vagina dan mulai
bermultiplikasi secara aktif. Hal ini menyebabkan suplai glikogen untuk
lactobacillus menjadi berkurang bahkan menjadi tidak ada sama sekali.
Dan diketahui secara in vitro ternyata Trichomonas vaginalis ini
memakan dan membunuh lactobacillus dan bakteri lainnya. Akibatnya
jumlah lactobacillus Döderlein menjadi sedikit dan dapat hilang sama
sekali sehingga produksi asam laktat akan semakin menurun. Akibat
kondisi ini, pH vagina akan meningkat antara 5,0 dan 5,5.
Pada suasana basa seperti ini selain Trichomonas vaginalis
berkembang semakin cepat, akan memungkinkan untuk berkembangnya
mikroorganisme patogen lainnya seperti bakteri dan jamur. Sehingga
pada infeksi trichomoniasis sering dijumpai bersamaan dengan infeksi
mikroorganisme patogen lainnya pada vagina. Pada kebanyakan wanita
yang menderita trichomoniasis sering dijumpai bersamaan dengan infeksi
oleh organisme yang juga patogen seperti Ureaplasma urealyticum dan
atau Mycoplasma hominis sekitar lebih dari 90%, Gardnerella vaginalis
sekitar 90%, Neisseria gonorrhoe sekitar 30%, jamur sekitar 20%, dan
Chlamydia trachomatis sekitar 15%.
Suatu penelitian in vitro terhadap Trichomonas vaginalis
menunjukkan bahwa organisme ini memiliki kemampuan untuk
menghancurkan sel target dengan kontak langsung tanpa harus melalui
proses phagocytosis. Organisme ini menghasilkan suatu faktor pendeteksi
sel (cell-detaching factor) yang menyebabkan kehancuran sel sehingga
mengelupas epithel vagina ditimbulkannya.estradiol diteliti dapat
mengurangi aktivitas cell-detaching factor dari Trichomonas vaginalis.
Gejala Klinis
Pasien-pasien dengan trichomoniasis dapat simptomatik atau
asimptomatik. Dan biasanya parasit ini dijumpai secara tidak sengaja
melalui pemeriksaan sekret vagina (latent trichomoniasis).Masa
inkubasinya berkisar 3 sampai 28 hari, rata-rata 7 hari. Gejala klinisnya
dapat terdiri dari : dijumpainya cairan vagina bewarna kuning kehijauan,
pada kasus yang berat dapat berbusa, cairan vagina berbau tidak
sedap,rasa gatal, panas, iritasi, dyspareunia, perdarahan vagina abnormal,
terutama setelah coitus, Nyeri abdomen dapat dijumpai pada 12% wanita
penderita trichomoniasis dimana kemungkinan telah terjadi vaginitis
berat dan dapat dijumpai regional lymphadenopati, atau
endrometritis/salpingitis.
Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan melalui hal-hal berikut ini :
1. Gejala klinis
Diagnosa ditegakkan melalui gejala klinis baik yang subjektif
maupun objektif. Tetapi diagnosa sulit ditegakkan pada penderita
pria dimana trichomoniasis pada pria hanya dijumpai sedikit
organisme Trichomonas vaginalis dibandingkan dengan wanita
penderita trichomoniasis.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis secara langsung dilakukan dengan cara
membuat sediaan dari sekret dinding vagina dicampur dengan satu
tetes garam fisiologis di atas gelas objek dan langsung dapat dibaca
di bawah mikroskop. Atau apabila tidak dapat langsung dibaca,
dapat mengirimkan gelas objek yang telah dioleskan sekret vagina
tersebut dalam tabung yang telah berisi garam fisiologis. Pemberian
beberapa tetes KOH 10-20% pada cairan vagina yang diperiksa,
dapat menimbulkan bau yang tajam dan amis pada 75% wanita yang
positif trichomoniasis dan infeksi bakterial vaginosis, tetapi tidak
pada mereka yang menderita vulvovaginal kandidiasis. Untuk
menyingkirkan bakterial vaginosis dari infeksi trichomoniasis dapat
diketahui dengan memeriksa konsentrasi. Dari pemeriksaan sekret
secara mikroskopik pada mereka yang terinfeksi trichomoniasis,
dapat dijumpai sel-sel PMN yang sangat banyak, coccobacillus,
serta organisme Trichomonas vaginalis (pada sedian yang segar
dapat kelihatan motile).

3. Kultur
Selain pemeriksaan secara klinis dan mikroskopik langsung, cara
lain yang dapat dilakukan adalah dengan kultur, terutama pada
mereka yang sedikit jumlah organisme Trichomonas vaginalis-nya,
seperti pada pria atau pun wanita penderita trichomoniasis kronik.
4. Serologi dan immunologi
Pemeriksaan dengan cara ini belum menjamin dan belum cukup
sensitif untuk diagnosis infeksi Trichomonas vaginalis.. Walaupun
sudah banyak penelitian yang akhir-akhir ini menggunakan teknik
serologi untuk mendiagnosa infeksi T. vaginalis.

Terapi
Metronidazole adalah antibiotik pilihan pertama dan yang paling
baik untuk kasus- kasus trichomoniasis, meskipun kini telah hadir
sejumlah turunannya seperti tinidazole, ornidazole, memorazole,
tioconazole, dll.Pengobatan trichomoniasis dengan menggunakan
metronidazole pertama kali diperkenalkan oleh Cosar dan Julou yang
mendemonstrasikan aktivitas in vitro metronidazole terhadap
Trichomonas vaginalis.
Dosis yang disarankan untuk trichomoniasis ini adalah :
a. 2 gram, dosis sekali minum (single dose)
b. 250 mg 3 kali sehari selama 7-10 hari
c. 500 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari
Pada kasus-kasus gagal terapi maka dapat diberikan dosis 2 gram
metronidazole sehari sekali selama 3-5 hari. Pemberian metronidazole
terhadap wanita hamil tidak disarankan karena diketahui bahwa
metronidazole dapat melewati plasenta barrier, walaupun efek
teratogeniknya masih dipertanyakan.
Pemberian metronidazole secara topikal pada vagina dapat mengurangi
gejala-gejala klinis, tetapi tidak dapat menyembuhkan infeksi ini karena
Trichomonas vaginalis juga menginfeksi urethra dan kelenjar
periurethtral, sehingga bila dilakukan pemberian topikal saja tidak akan
dapat membunuh semua organisme ini yang nantinya dapat menyebabkan
terjadinya re-infeksi. Pemberian secara topikal dianjurkan pada
kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau pada penderita yang peka
terhadap metronidazole.

Pencegahan
Pencegahan infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
dapat dilakukan dengan penyuluhan dan pendidikan terhadap pasien dan
masyarakat umumnya tentang infeksi ini serta diagnosis dan penanganan
yang tepat pada pasangan penderita trichomoniasis.Pemakaian kondom
dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencegah tertularnya
pasangan seksual terhadap infeksi ini.

Referensi :

1. Krieger JN., Alderete JF . Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis.


In: Holmes KK., Mardh P., Sparling PF. Sexually Transmitted
Disease. International Edition. New Yor. Mc-Graw Hill
2. Candiani GB, Carneri ID, Macchi L, Bisbini P,. Trichomonisis.
Milan. Grafiche Ricordi, 1973 : 7-17,33-50
3. Cook GC. Trichomonal Infection. In : Manson’s Tropical Disease.
20tHed.London.ELBS&WBSaunders.1996
B. Vaginosis bakterial
Definisi
Vaginosis bakterial (bacterial vaginosis/BV) adalah penyebab
paling umum gejala duh tubuh vagina pada wanita usia reproduktif.
Penyebab pasti dan pencetus terjadinya BV masih sulit dipahami. BV
merupakan sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. penghasil
hidrogen peroksidase (H2O2) dalam vagina normal dengan bakteri anaerob
konsentrasi tinggi, contohnya yaitu Bacteroides spp., Mobiluncus spp.,
Gardnerella vaginalis (G.Vaginalis), dan Mycoplasma hominis
(M.hominis). Hal itu menyebabkan penurunan konsentrasi H2O2 yang
umumnya ditandai dengan produksi duh tubuh vagina yang banyak,
berwarna abu-abu hingga kuning, tipis, homogen, berbau amis, dan terdapat
peningkatan pH vagina.
Infeksi Bakterial Vaginosis dinyatakan sebagai infeksi
polimikrobial yang disebabkan oleh penurunan jumlah Laktobasilus dikuti
oleh peningkatan bakteri anaerob yang berlebihan. Ekosistem vagina
normal mengandung mikroorganisme sebanyak 105-106/gr sekresi vagina;
flora bakteri yang predominan adalah laktobasili (95%), disamping itu
terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri aerob
maupun anaerob. Jumlah bakteri pada ekosistem vagina normal 105 hingga
106/gr sekret, namun pada infeksi BV terdapat peningkatan sejumlah
mikroorganisme yang besar yaitu mencapai 109 - 111/gr sekresi vagina.
Epidemiologi
Infeksi BV adalah penyebab paling umum dari gejala-gejala yang
terjadi pada vagina wanita, namun sampai saat ini belum jelas bagaimana
peran aktivitas diperkembangan infeksi BV. Prevalensi dan distribusi BV
bervariasi di antara seluruh populasi dunia. Beberapa penelitian melaporkan
prevalensi BV tinggi pada populasi ras Afrika, Afro-Amerika, dan Afro-
Karibia.Prevalensi BV didapatkan sebesar 32% di antara wanita Asia di
India dan Indonesia. Sebagian besar wanita dengan infeksi BV (84%)
melaporkan tidak merasakan adanya gejala. Wanita yang belum melakukan
hubungan seks vaginal, oral, atau anal masih bisa terinfeksi BV (18,8%),
demikian pula pada wanita hamil (25%), dan wanita yang sudah pernah
hamil (31,7%). Prevalensi infeksi BV meningkat berdasarkan jumlah
pasangan seksual seumur hidup. Perempuan bukan kulit putih memiliki
prevalensi yang lebih tinggi (Afrika-Amerika 51%, Amerika Meksiko 32%)
daripada wanita kulit putih (23%).
Patofisiologi
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk
menimbulkan kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat
tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat,
peningkatan pH, dan hilangnya dominasi flora normal laktobasili yang
menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita normal dijumpai
kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan
pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili
secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu
menghasilkan H2O2. Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat
pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat dalam vaginosis, yaitu oleh
terbentuknya H2O-halida karena pengaruh peroksidase alamiah yang
berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi
senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya
dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina
yaitu putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin,
dan tiramin. Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh
Gardnerella dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah
menguap dan menimbulkan bau amis, bau serupa juga dapat tercium jika
pada sekret vagina yang diteteskan KOH 10%. Senyawa amin aromatik
yang berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut adalah trimetilamin,
suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada BV. Bakteri anaerob
akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi
asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan
mengubah asam amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu
dekarboksilasi ornitin (metabolit arginin) akan menghasilkan putresin,
dekarboksilasi lisin akan menghasilkan kadaverin dan dekarboksilasi betain
(metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin. Poliamin asal bakteri ini
bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina penderita
infeksi BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat sitotoksik dan
menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul
membentuk sekret vagina. Dalam pH yang alkalis Gardnerella vaginalis
melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells.
Secara mikroskopik clue cells nampak sebagai sel epitel yang sarat dengan
kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak.
Gambaran klinis
BV dengan kriteria Gram-stain secara bermakna dikaitkan dengan
gejala malodor vagina (49% pasien dengan BV dan 20% tanpa BV) dan
vaginal discharge (50% dengan BV dan 37% tanpa BV) dan dengan
keluhan sekret putih kental homogen, (69% dengan BV dan 3% tanpa BV).
wanita dengan vaginosis bakteri yang didiagnosis menggunakan
pengecatan gram sederhana, 65% memiliki gejala
Peningkatan keputihan dan/atau bau tak sedap pada vagina,
sedangkan 74% memiliki tanda-tanda keputihan karakteristik homogen
atau bau seperti amina. Peningkatan pH vagina merupakan tanda paling
spesifik dan bau seperti amina menjadi tanda yang paling sensitif pada
vaginosis bakteri.
Faktor Risiko
Ada hubungan yang signifikan secara statistik dengan faktor-faktor
seperti usia, mulai dari kehidupan seksual yang aktif, jumlah hubungan
seksual per minggu, jumlah pasangan seksual, dan kehamilan. Usia >40
tahun dan pasangan yang tidak disirkumsisi merupakan faktor determinan
yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian BV.
Wanita seksual aktif merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum pernah berhubungan seks
sebelumnya. Pada wanita heterokseksual faktor predisposisi infeksi BV
meliputi frekuensi hubungan seksual yang tinggi, jumlah pasangan seks
pria yang banyak,serta penggunaan UID, kontrasepsi hormonal dan
kontrasepsi.
1. Determinan vaginosis bakterial pada WPS
2. Jumlah pasangan seks satu minggu terakhir.
Semakin banyak jumlah pasangan seks, meningkatkan risiko
menderita VB 1,89 kali lebih besar. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa wanita yang mengalami VB tercatat bermakna secara statistik
memiliki perilaku seksual risiko tinggi, yakni jumlah pasangan seksual
lebih dari satu dan riwayat penyakit infeksi menular seksual.
Alkalinisasi lingkungan vagina oleh karena peningkatan frekuensi
hubungan seksual menyebabkan terjadi pergeseran dominasi
laktobasilus pada lingkungan flora vagina oleh mikroorganisme
penyebab VB. Peningkatan risiko VB pada kelompok jumlah pasangan
yang lebih banyak, berkaitan dengan semakin tingginya frekuensi
hubungan seksual.
3. Frekuensi hubungan seksual dalam satu minggu terakhir.
Semakin tinggi frekuensi hubungan seks satu minggu terakhir,
semakin meningkatkan risiko VB hingga 2,11 kali.
4. Bilas vagina.
Bilas vagina dilakukan sendiri dan/atau petugas kesehatan, risiko
mengalami VB menjadi 3,12 kali lebih besar. Kebiasaan bilas/ cuci
vagina (douching) merupakan perilaku pencegahan infeksi saluran
reproduksi yang keliru.
5. Penggunaan kondom satu minggu terakhir.
Penggunaan kondom menurunkan risiko atau merupakan faktor
proteksi terhadap kejadian VB. Walaupun mekanisme transmisi bakteri
terkait VB sampai saat ini belum jelas, terdapat dugaan bahwa bakteri
terkait VB berkolonisasi pada saluran genital pria dan menjadi media
transmisi penyakit. Bila hal tersebut benar, penggunaan kondom
merupakan faktor proteksi terhadap kejadian VB. Namun, penelitian
lain menunjukkan bahwa pengobatan VB terhadap pasangan pria tidak
bermanfaat terhadap rekurensi VB. Bagaimanapun, masih diperlukan
penelitian lebih lanjut tentang transmisi seksual bakteri terkait VB.
6. Usia.
Makin muda kelompok usia, risiko menderita VB 1,92 kali lebih besar
dibandingkan dengan kelompok usia di atasnya. Usia muda merupakan
variabel penting dalam epidemiologi penyakit menular seksual oleh
karena aktivitas seksual yang tinggi umumnya dipengaruhi usia.
Penelitian oleh Ocviyanti dkk. (2010) menemukan bahwa usia di atas
40 tahun meningkatkan risiko VB. Hal tersebut dikaitkan dengan
penurunan kadar estrogen yang menyebabkan penurunan pH vagina,
sehingga tidak optimal untuk pertumbuhan laktobasilus.
Periodic presumptive treatment (PPT).
PPT atau pemberian terapi antibiotik presumtif berkala merupakan salah
satu strategi pengobatan infeksi menular seksual yang diberikan kepada
kelompok penjaja seks. PPT diberikan berdasarkan pertimbangan
tingginya risiko terinfeksi penyakit dan prevalensi penyakit infeksi
menular seksual yang tinggi. Berbeda dengan terapi berdasarkan
pendekatan sindrom, PPT diberikan tidak berdasarkan gejala, tanda,
maupun hasil pemeriksaan diagnosis. Di Indonesia, program PPT telah
dilaksanakan untuk pengobatan infeksi N. gonnorrheae dan C.
trachomatis, yakni dengan pemberian azitromisin satu gram dan cefixime
400 miligram dosis tunggal kepada WPS. Berbeda dengan infeksi N.
gonnorrheae dan C. trachomatis, belum ada program PPT untuk
menangani infeksi VB pada kelompok risiko tinggi di Indonesia.
Komplikasi
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat
menyebabkan
komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan
risiko penularan HIV dan IMS lain. Infeksi BV merupakan faktor risiko
potensial untuk penularan HIV karena pH vagina meningkat dan faktor
biokimia lain yang diduga merusak mekanisme pertahanan host.
Penelitian dari seluruh dunia mengenai BV langsung tertuju kepada
sejumlah komplikasi obstetrik yaitu keguguran, lahir mati, perdarahan,
kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi
cairan ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi daerah
operasi (IDO).
Diagnosis
Untuk diagnosis Bacterial Vaginosis dapat digunakan kriteria Amsel yaitu
terdapat 3 dari 4 kriteria berikut:
1. discharge vagina tipis dan homogen;
2. pH vagina lebih tinggi dari;
3. bau amis pada cairan vagina setelah penambahan larutan 10% kalium
hidroksil (KOH) (whiff test); dan
4. ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis.
Pewarnaan Gram dari hapusan vagina merupakan pemeriksaan
penunjang baku emas untuk diagnosis Bacterial Vaginosis. Penyulit Bacterial
Vaginosis yaitu rekurensi, fasilitasi transmisi infeksi menular seksual lain, ruptur
membran prematur pada kehamilan, kelahiran preterm, infeksi intra amniotik,
dan endometritis pasca partus.
Kultur
Usap vagina dikultur baik anaerob maupun aerobik pada permukaan brain
heart infusion plate agar dilengkapi dengan vitamin K (0,5mg/l) dan
Haemin (5mg /l), agar darah dan agar coklat. Sebagai tambahan
Bacteroides Bile Esculin agar,Neomycin Vancomycin Chocolate agar
diinokulasi untuk kultur anaerob. Setiap media diperiksa setelah 48 jam,
96 jam dan 7 hari,hasil kultur yang telah diisolasi diidentifikasi dengan
menggunakan teknik mikrobiologi yang telah distandarisasi.
Kultur merupakan metode yang menjadi gold standard untuk diagnosis
sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun,
kultur tidak bisa menjadi gold standard untuk diagnosis vaginosis bakteri.
Hal ini dikarenakan organisme yang terlibat dalam infeksi BV tidak dapat
dipisahkan dengan mudah dan bakteri–bakteri yang berperan dalam
terjadinya infeksi BV tetap ada dengan jumlah yang sedikit pada kondisi
normal sehingga pada hasil kultur akan selalu terdiagnosis sebagai infeksi
BV. Bakteri Gardnerella vaginalis ditemukan sebanyak 60% pada kultur
vagina normal
Kriteria Spiegel
Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada
jumlah kuman Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam
menegakkan diagnosis apakah seseorang terdiagnosis BV atau tidak.
Kriteria Spiegel bersifat lebih tegas karena hanya terdapat 2 kriteria aja,
yaitu normal dan BV positif, sehingga lebih memudahkan dalam
menentukan perlu atau tidaknya dilakukan terapi. Jika pada pengecatan
Gram menunjukkan predominasi (3+ - 4+) Lactobacillus, dengan atau
tanpa morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan normal. Jika pada
pengecatan Grammenunjukkan flora campuran meliputi bakteri Gram
positif, bakteri Gram negatif,atau bakteri Gram variabel dan morfotipe
Lactobacillus menurun atau tidak ada (0-2+), diinterpretasikan infeksi BV.
Setiap morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan dibawah mikroskop
dengan pembesaran objektif 100 kali kemudian dijumlahkan (darirerata 10
lapangan pandang). Skoring untuk morfotipe kuman terdiri atas 4
kelas,yaitu 1+ jika ditemukan sebanyak < 1 per lapangan pandang; 2+ jika
ditemukansebanyak 1-5 per lapangan pandang; 3+ jika ditemukan
sebanyak 6-30 per lapanganpandang; dan 4+ jika ditemukan sebanyak >30
per lapangan pandang.
Kriteria Nugent
Kriteria Nugent atau juga dikenal sebagai skor Nugent merupakan metode
diagnosis infeksi BV dengan pendekatan berdasarkan jumlah bakteri yang
ada sekretvagina. Kriteria Nugent merupakan modifikasi dari metode
Spiegel dalam penghitungan jumlah kuman pada preparat basah sekret
vagina. Kriteria Nugent dinilai dengan adanya gambaran Lactobacillus,
Gardnerella vaginalis danMobiluncus spp. (skor dari 0 sampai 4
tergantung pada ada atau tidaknya pada preparat). Kuman batang Gram
negatif/Gram variable kecil (Garnerella vaginalis) jika lebih dari 30
bakteri per lapangan minyak imersi (oif) diberi skor 4; 6-30 bakteri per oif
diberi skor 3; 1-5 bakteri per oif diberi skor 2; kurang dari 1 per oif diberi
skor 1; dan jika tidak ada diberi skor 0. Kuman batang Gram-positif besar
(Lactobacillus) skor terbalik, jika tidak ditemukan kuman tersebut pada
preparat diberi skor 4; kurang dari 1 per oif diberi skor 3; 1-5 per oif diberi
skor 2; 6-30 per oif diberi skor 1; dan lebih dari 30 per oif diberi skor 0.
Kuman batang Gram berlekuk-variabel (Mobiluncus sp.) , jika terdapat
lima atau lebih bakteri diberi skor 2 , kurang dari 5 diberi skor 1 , dan jika
tidak adanya bakteri diberi skor 0. Semua skor dijumlahkan hingga
nantinya menghasilkan nilai akhir dari 0 sampai 7 atau lebih. Kriteria
untuk infeksi BV adalah nilai 7 atau lebih tinggi; skor 4-6 dianggap
sebagai intermediate, dan skor 0-3 dianggap normal.
Kriteria Amsel
Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4
kriteria berikut:
a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen.
Keluhan yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah adanya
gejala cairan vagina yang berlebihan,berwarna putih yang berbau amis dan
menjadi lebih banyak setelah melakukan hubungan seksual. Pada
pemeriksaan spekulum didapatkan cairan vagina yang encer, homogen,
dan melekat pada dinding vagina namun mudah dibersihkan. Pada
beberapa kasus, cairan vagina terlihat berbusa yang mana gejala hampir
mirip dengan infeksi trikomoniasis sehingga kadang sering keliru dalam
menegakan diagnosis.
b. pH cairan vagina yang lebih dari 4,5 pH vagina ditentukan dengan
pemerikasaan sekret vagina yang diambil dari dinding lateral vagina
menggunakan cotton swab dan dioleskan pada kertas strip pH.
Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari penderita BV mempunyai pH
cairan vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena PH juga
dapat meningkat akibat pencucian vagina, menstruasi atau adanya sperma.
pH yang meningkat akan meningkatkan pertumbuhan flora vagina yang
abnormal.
c. Whiff test Positif
Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10% pada sekret vagina,
pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah penentesan tercium bau amis.
Diduga meningkat pH vagina menyebabkan asam amino mudah terurai
dan menegeluarkan putresin serta kadaverin yang berbau amis khas. Bau
amis ini mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan spekulum, dan
ditambah bila cairan vagina tersebut kita tetesi KOH 10% . Cara ini juga
memberikan hasil yang positif terhadap infeksi trikomoniasis.
d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis
Menemukan clue cells di dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat
esensial pada kriteria Amsel. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina
yang dikelilingi oleh bakteri Gram variabel coccobasilli sehingga yang
pada keadaan
normal sel epitel vagina yang ujung-ujungnya tajam, perbatasanya menjadi
tidak jelas atau berbintik. Clue cells dapat ditemukan dengan pengecatan
gram sekret
vagina dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dibawah mikroskop
cahaya. Jika ditemukan paling sedikit 20% dari lapangan pandang.
Gas Liquid Chromatography(GLC)
GLC merupakan salah satu metode diagnosis infeksi BV secara tidak
langsung, yaitu dengan cara mendeteksi adanya hasil metabolisme mikro
organisme sekret vagina. Pada infeksi BV salah satu gejala yang menjadi
karakteristik yang khas yaitu didapatkan bau amis pada sekret vagina. Bau
ini berhubungan dengan adanya hasil matabolisme bakteri yaitu diamin,
putresin dan kadaverin. Pada infeksi BV juga didapatkan tingginya
konsentrasi asam suksinat yang merupakan hasil metabolisme dari bakteri
anaerob. Laktobasilus juga merupakan flora dominan pada kondisi normal
yang menghasilkan asam laktat.
Medikamentosa

Terapi yang direkomendasikan adalah metronidazol oral 2x500 mg selama


7 hari atau metronidazol gel 0,75% 5 g intravagina sekali sehari selama 5
hari, atau krim klindamisin 2%, 5g intravagina sebelum tidur selama 7
hari. BV rekurens terjadi pada hampir 50% wanita 6 bulan setelah terapi.
Angka rekurensi yang tinggi terhadap pajanan antibiotika yang berulang
dan munculnya galur resisten obat memberikan kebutuhan untuk alternatif
terapi.

Referensi :

1. Nadia Wirantari, Afif Nurul Hidayati. Peran Lactobacillus Pada Managemen


Infeksi Endogen Genitalia Wanita. Vol. 45. No. 2 Tahun 2018; 100-104
2. Abdul Karim, Jusuf Barakbah. Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial
(Retrospective Study: Bacterial Vaginosis). Departemen/Staf Medik
Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology Vol. 28 / No. 3 / Desember 2016
3. Rinadewi Astriningrum, Sjaiful F. Daili, Sondang P. Sirait, Wresti
Indriatmi. Prevalensi Dan Faktor RisikoVaginosis Bakterial Sesuai
Kriteria Amsel Pada Wanita Penjaja Seks Di Tangerang Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN
dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta MDVI Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; 54
– 60
4. Putra, Buyung Ramadhan M. 2014. Uji Diagnostik Kriteria Amsel
Dibandingkan dengan Kriteria Nugent dalam Skrining Infeksi Bakterial
Vaginosis pada Kehamilan. Laporan Hasil Penelitian Karya Tulis
Ilmiah

8. Jelaskan tatalaksana terkait scenario

Trikomoniasis
Terapi pilihan untuk trikomoniasis adalah obat golongan nitromidazole (
metronidazole,tinidazole, ornidazole, carnidazole dan nimorazole). Centre for
disease control and preventiob (CDC) merekomendasikan metronidazole dan
tinidazol untuk pengobatan trikominiasis. Pemberian metronidazol dosis tinggi
dan lama akan meningkatkan risiko efej samping yang meliputi mual, muntah,
nyeri kepala, rash, mulut kering, dan rasa kecap metalik. Efek samping yang
berat dapat terjadi eosonifilia, leukopenia, palpitasi, bingung, dan neuropati
perifer.
Bakterial Vaginosis

a. Non-Farmakologi :
- Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
- Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
- Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang
dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH
daerah kewanitaan tersebut
- Jaga berat badan Ideal
b. Farmakologi :
Tatalaksana vaginosis bakterialis
- Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari selama 7 hari
- Metronidazol pervagina 2 x sehari selama 5 hari
- Krim klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama 7 hari

Referensi :
1. Elmia Kursani, H.M. (2015). Faktor-factor yang Mempengaruhi
Terjadinya Flour Albus (Keputihan) pada Remaja Putridi SMA PGRI
Pekanbaru Tahun 2013. Jurnal Maternity and Neonatal Volume 2 No 1
2. Babic M, Hukic M. Candida Albicans and Non Alcans Species As
Etiological Agent of Vaginitis in Pregnant and Non Pregnant Women.
Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 16
3. Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis yang Disebabkan
oleh Infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi RSU
Dr.Kariadi Semarang. Bag. Obstetri & Ginekologi FK Unpad.

9. Bagaimana cara pencegahan dari kejadian keputihan

a. Menjaga alat kelamin tetap bersih dan kering


Vagina secara anatomis berada di antara uretra dan anus. Alat kelamin
yang dibersihkan dari belakang ke depan dapat meningkatkan resiko
masuknya bakteri ke dalam vagina. Masuknya kuman ke dalam vagina
menyebabkan infeksi sehingga dapat menyebabkan keputihan. Cara cebok
yang benar adalah dari depan ke belakang sehingga kuman yang berada di
anus tidak dapat masuk ke dalam vagina.
b. Menjaga kebersihan pakaian dalam
Pakaian dalam yang tidak disetrika dapat menjadi alat perpindahan kuman
dari udara ke dalam alat kelamin. Bakteri, jamur, dan parasit dapat mati
dengan pemanasan sehingga menyetrika pakaian dalam dapat
menghindarkan infeksi kuman melalui pakaian dalam.
c. Tidak bertukar handuk
Handuk merupakan media penyebaran bakteri, jamur, dan parasit. Handuk
yang telah terkontaminasi bakteri, jamur, dan parasit apabila digunakan
bisa menyebabkan kuman tersebut menginfeksi pengguna handuk tersebut
sehingga gunakan handuk untuk satu orang.
d. Menghindari celana ketat
Celana ketat dapat menyebabkan alat kelamin menjadi hangat dan lembab.
Alat kelamin yang lembab dapat meningkatkan kolonisasi dari bakteri,
jamur, dan parasit. Peningkatan kolonisasi dari kuman tersebut dapat
meningkatkan infeksi yang bisa memicu keputihan, maka hindari memakai
celana ketat terlalu lama.
e. Menghindari cuci vagina
Produk cuci vagina dapat membunuh flora normal dalam vagina.
Ekosistem dalam vagina terganggu karena produk pencuci vagina bersifat
basa sehingga menyebabkan kuman dapat berkembang dengan baik.
Produk cuci vagina yang digunakan harus sesuai dengan pH normal
vagina, yaitu 3,8-4,2 dan sesuai dengan petunjuk dokter.
f. Mencuci tangan sebelum mencuci alat kelamin
Tangan dapat menjadi perantara dari kuman penyebab infeksi. Mencuci
tangan sebelum menyentuh alat kelamin dapat menghindarkan
perpindahan kuman yang menyebabkan infeksi.
g. Sering mengganti pembalut
Mengganti pembalut minimal 3-4 kali sehari dapat menghindari
kelembaban.
h. Mengelola stress
Stres dapat meningkatkan hormon adrenalin yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Pembuluh darah yang sempit menyebabkan
aliran estrogen ke vagina terhambat sehingga dengan menghindari stres
dapat mengurangi keputihan.
i. Setia pada pasangan
Selalu setia pada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom
untuk mencegah penularan penyakit menular
Referensi :
Badaryati, Emi. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Pencegahan dan Penanganan Keputihan Patologis Pada Siswi Slta atau
Sederajat di KotaBanjarbaruTahun 2012. Depok: FKM UI. Halaman 10.

10. Perspektif islam berdasarkan scenario

‫ة‬R‫اء اللحي‬R‫ارب وإعف‬R‫رة قص الش‬RR‫ر من الفط‬R‫لم عش‬RR‫ه وس‬RR‫لى هللا علي‬R‫ول هللا ص‬RR‫ال رس‬R‫عن عائشة قالت ق‬
‫اء‬RR‫اص الم‬RR‫ة وانتق‬RR‫ق العان‬RR‫ط وحل‬RR‫ف اإلب‬RR‫براجم ونت‬RR‫والسواك واالستنشاق بالماء وقص األظفار وغسل ال‬
‫يعني االستنجاء بالماء‬

Dari A’isyah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

“Ada sepuluh hal dari fitrah (manusia); Memangkas kumis, memelihara


jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku,
membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup pubis dan
istinjak (cebok) dengan air. ”

(HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibn Majah).

Mengenai cara pembersihan yang benar, telah dijelaskan oleh istri Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya :

"Sesungguhnya keputihan itu (al Wadii) yang keluar setelah kencing, maka
cucilah kemaluannya, berwudhu dan tidak perlu mandi." (HR. Ibnu Al
Mundzir)

- Wadi: Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau
setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga
berat. Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia
wajib untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana
kencing dan madzi.
1. Etiologi Keputihan

1. Fluor albus fisiologis ditemukan pada :


a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Menjelang atau setelah haid.
c. Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini
berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi pada
senggama.
d. Ovulasi, sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer.
e. Kehamilan
f. Stres dan kelelahan
g. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal
h. Pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dan pada wanita dengan ektropion porsionis
uteri.
2. Fluor albus patologis ditemukan pada :
b. Iritasi yang menyebabkan iritasi seperti sperma, pelicin, kondom, sabun,
cairan antiseptic untuk mandi., pembersih vagina, celana yang ketat dan
tidak menyerap keringat kertas tisu toilet yang berwarna.
c. Tumor atau jaringan abnormal lain. Tumor atau kanker akan
menyebabkan fluor albus patologis akibat gangguan pertumbuhan sel
normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel bertumbuh sangat
cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibatnya terjadi pembusukan
dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk
memberikan makanan dan O2 pada sel tumor atau kanker tersebut.Pada

keadaan seperti ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak dan
berbau busuk akibat terjadinya proses pembusukan tersebut dan sering
kali disertai adanya darah yang tidak segar.
d. Benda asing. Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau
benda tertentu yang dipakai sewaktu senggama, adanya cincin pesarium
yang digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang
pengeluaran caian vagina secara berlebihan. Jika rangsangan ini
menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari
flora normal yang berada dalam vagina sehingga timbul fluor albus.
e. Radiasi
f. Fistula
g. Penyebab lain: Psikologi (Volvovaginitis psikosomatik), Tidak diketahui
(“Desquamative inflammatory vaginitis”)
h. Infeksi
a. Bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri
”baik” yang berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus
menjaga keasaman / pH yang normal serta beberapa bakteri lain dalam
jumlah kecil seperti Gardnerella vaginalis, mobiluncus, bacteroides
dan Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral / IUD
(intra uterine device), hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu
ketidakseimbangan flora normal vagina dimana pertumbuhan bakteri
”jahat” menjadi berlebihan. Keputihan yang disebabkan oleh bakteri
Gardnerella disebut sebagai bacterial vaginosis / BV.
Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan
berbau amis (fishy odor). Bau tercium lebih menusuk setelah
melakukan hubungan seksual dan menyebabkan darah menstruasi
berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal
biasanya bersifat lebih ringan daripada keputihan yang disebabkan
oleh jamur dan parasit.
Gardanerrella vaginalis
Gardnerella vaginalis dapat menyebabkan bacterial vaginosis
pada wanita. Salah satu dari spesies Haemophilus, tumbuh, berukuran
kecil, sirkuler, koloni abu-abu, di bawah mikroskop terlihat gram
negative, namun sebenarnya memiiki dinding sel gram positive, sel
epitel yang menyelimuti bakteri. Bakteri ini biasanya mengisi penuh
sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut clue
cell. Gardanerrella menghasilkan asam amino yang diubah menjadi
senyawa amin yang menimbulkan bau amis seperti ikan. Infeksi ini
menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan,
berair, berbuih dan bermau amis. bakteri ini juga dapat memicu
munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorhea

Gambar : Gardanerrella vaginalis

b. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida
albicans umumnya dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh
seperti Pemakaian pil KB, obat-obatan tertentu seperti steroid,
antibiotic, daya tahan tubuh rendah, iklim, panas dan kelembaban.
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti
kepala susu (cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa
gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga
disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering merupakan keluhan yang
dominan dirasakan.

Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih
susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal.
Vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH
10% tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi
pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus, pemakai
pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita
penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara
pasangan suami-istri disebut sebagai phenomena ping-pong.

Gambar : Candida albicans

c. Parasit
Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam
golongan penyakit
menular seksual
(PMS) karena penularan
terutama terjadi
melalui hubungan seksual
namun juga dapat melalui
kontak dengan perlengkapan mandi, bibir kloset yang telah
terkontaminasi.Keputihan berupa sekret berwarna kuning-hijau,
kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang
keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada daerah
intim.
Trichomonas vaginalis
Gambar : Trichomonas Vaginalis
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat
bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan
mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun
jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk
atau bibir kloset.

Referensi :
1. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. EGC:
Jakarta
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi 5 Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

2. Mekanisme keputihan & perdarahan berdasarkan scenario

Vagina memiliki mekanisme perlindungan terhadap infeksi. Kelenjar


pada vagina dan serviks / leher rahim menghasilkan sekret yang berfungsi
sebagai sistem perlindungan alami dan sebagai lubrikan mengurangi gesekan
dinding vagina saat berjalan & saat berhubungan seksual. Jumlah sekret yang
dihasilkan tergantung dari masing-masing wanita.

Dalam keadaan normal, kadang jumlah sekret dapat meningkat seperti


saat menjelang ovulasi, stres emosional dan saat terangsang secara seksual.
Selain itu, terdapat flora normal basil doderlein yang berfungsi dalam
keseimbangan ekosistem pada vagina sekaligus membuat lingkungan bersifat
asam (pH 3.8-4.5) sehingga memiliki daya proteksi yang kuat terhadap
infeksi.
Pada beberapa keadaan tertentu seperti perubahan hormonal pada
kehamilan dan penggunaan pil KB, obat-obatan seperti steroid dan antibiotik,
hubungan seksual dsb dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami
keputihan yang tidak normal. Ada banyak penyebab dari keputihan namun
paling sering disebabkan oleh infeksi jamur candida, bakteri dan parasit
seperti Trikomonas yang menyebabkan peradangan pada vagina dan
sekitarnya. Keputihan yang harus diwaspadai adalah jika didapatkan keputihan
yang berwarna kuning/hijau/keabu-abuan/coklat, berbau tidak enak, jumlah
banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal dan rasa terbakar pada daerah
intim.
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri ”baik” yang
berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga keasaman / pH
yang normal serta beberapa bakteri lain dalam jumlah kecil seperti
Gardnerella vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan Mycoplasma hominis. Di
dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95 persen adalah bakteri lactobacillus
dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan penyakit). Dalam
keadaan ekosistem vagina yang seimbang, bakteri patogen tidak akan
mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah untuk
menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Dengan tingkat
keasaman tersebut, lactobacillus akan tumbuh subur dan bakteri patogen akan
mati. Pada kondisi tertentu, kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau
lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2
(kurang asam), maka jamur akan tumbuh dan berkembang. Akibatnya,
lactobacillus akan kalah dari bakteri patogen.
Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa
sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding
vagina, sekresi dari endoserviks berupa mucus, sekresi dari saluran yang lebih
atas dalam jumlah yang bervariasi serta mengandung berbagai
mikroorganisme terutama Laktobasilus doderlein.
Peranan L.doderlein dianggap sangat penting dalam menjaga suasana
vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis karena basil
doderlein mempunyai kemampuan mengubah glikogen dari epitel vagina yang
terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam keadaan asam
dengan pH 3.0 – 4,5 pada wanita dalam masa reproduksi. Suasana inilah yang
mencegah mikroorganisme patologis untuk tumbuh.
Bila terjadi ketidakseimbangan suasana flora vagina yang disebabkan
oleh beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi basil doderlein dengan
berkurangnya jumlah glikogen karena fungsi proteksi basil doderlein
berkurang maka terjadi aktifitas dari mikroorganisme patologis yang selama
ini ditekan oleh flora normal vagina. Progresifitas Mikroba patologis secara
klinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun
tubuh akan bekerja membantu fungsi dari basil doderlein sehingga terjadi
pengeluaran leukosit PMN maka terjadilah flour albus.

Pendarahan pasca senggama atau pendarahan spontan bisa terjadi


disebabkan oleh iritasi atau mikro lesi atau luka-luka di vagina saat
bersenggama. Serviks yang normal adalah konsistensinya kenyal dan
permukaannya licin. Adapun serviks yang sudah terinfeksi serviksnya rapuh,
mudah berdarah dan diameternya bisa membesar. Serviks yang rapuh tersebut
akan mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi pendarahan
pasca senggama.

1. Mekanisme Keputihan Fisiologis


Vagina dilapisi epitel beringkat  sel superfisial vagina dilepaskan ke
rongga vagina + glikogen oleh basil Doderlein  asam laktat dan
Hidrogen peroksida  pH 3,5-4,5
Transudasi cairan dinding vagina
Bercampur dengan sel vagina yg terlepas, asam laktat &
mikrobakterial
Jumlah sekret vagina (bervariasi sesuai dgn siklus menstruasi memuncak
saat ovulasi)
Terbentuk koagulum putih
2. Mekanime keputihan Patologis

Infeksi parasit, jamur dan bakteri

Gangguan keseimbangan ph vagina

Bakteri patogen, jamur dan parasit mudah tumbuh dan berkemban

Inflama

Flour albus patologi

Referensi:
Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological
Agent Of Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of
Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 16.

Anda mungkin juga menyukai