Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SWAMEDIKASI

VAGINITIS

Pengampu :
Dra. Yul Mariyah

Disusun Oleh
Kelompok 3/ kelas C
Romalinda Utami (1920384288)
Siti Nur Kalifah (1920384293)
Yuni Amaniah (1920384304)
Eka Indah Permata Sari (1920384307)
Eva Puspitasari Permata B.S (1920384308)
Vilza Dwiki Yuvita (1920384324)
Widia Eka Agustina (1920384325)

PROFESI APOTEKER XXXVIII


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT atas segala rahmat dan
karunianya sehingga kami dappat menyelesaikan makalah mengenai Vaginitis. Kami
menyadari bahwa makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan, dorongan, dan
semangat dari:

1. Dra. Yul Mariyah selaku dosen pengampu mata kuliah swamedikasi yang telah
membimbing dan mengarahkan dalam penyelesaian tugas ini.
2. Kedua orang tua kami yang selalu mendukung dan mendoakan sehingga kami
masih bisa mengikuti kuliah seperti biasa.
3. Teman- teman yang ikut membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh lebih dari kata sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini da[at
bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta,

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dari derajat
kesehatan masyarakat. Menurut WHO (World Health Organisation) pada tahun 2010 AKI
di Indonesia mencapai 228/ 100.000 kelahiran hidup. Indonesia sebagai salah satu negara
dengan Aki tertinggi ke- 3 di ASEAN, salah satu penyebabnya adalah infeksi pada
kehamilan atau infeksi pada vagina (Vaginitis). Pada tingkat pendidikan SD 35,9 %, SMP
35,1 %, SMA 34,6 %, dan perguruan tinggi 18,2 %. Perawatan daerah kewanitaan atau
vagina menjadi hal yang kerap disampingkan, dibandingkan dengan perawatan wajah atau
badan. Padahal, meski tidak terpapar langsung ke lingkungan luar, vagina adalah bagian
tubuh yang rentan mengalami masalah mulai dari keputihan, gatal- gatal, hingga infeksi
vagina. Infeksi vagina sendiri berdeda- beda jenisnya, bergantung pada penyebab dan
tingkat peradangannya. Jika anda mempunyaigejala gatal- gatal, nyeri dan keluar cairan
atau lendir dibagian kewanitaan bisa jadi itu vaginitis. Vaginitis (Colpitis) merupakan
peradangan yang terjadi pada vagina biasanya peradangan ini disertai juga dengan
peradangan vulva bagian luar vagina. Peradangan ini biasanya terjadi karena infeksi
bakteri, parasit,jamur dan atau karena kontak dengan benda asing. Bagi para wanita tentu
saja kesehatan.

B. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian dan penyebab dari vaginitis
2. Dapat mengetahui jenis- jenis vaginitis
3. Mampu mengatasi penyebab dengan swamedikasi dari penyakit vaginitis.
4. Mampu mengetahui cara pencegahan penyakit vaginitis.

C. MANFAAT
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah didapat dimeja perkuliahan, terutama yang
berhubungan dengan swamedikasi pada penyakit vaginitis.
2. Dapat memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai penyakit vaginitis dan
melakukan swamedikasi di instalasi kesehatan (Apotek dan Rumah Sakit)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vaginitis (colpitis) adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai
bakteri, parasit atau jamur. Vaginitis merupakan suatu peradangan pada lapisan vagina.
Vaginitis dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum,
permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung
nanah yang keluar dari daerah ulkus. Vaginitis disebabkan oleh jamur dan bakteri
akibat tidak bersihnya genetalia, gejala pada vaginitis biasanya disertai keluar cairan
vagina atau keputihan abnormal, dikatakan abnormal karena keputihan tersebut sangat
berlebihan dan terjadi iritasi di sekitar vagina, vaginitis bisa disebabkan juga karena
bawaan pada saat bersalin karena kurangnya kesterilan dari alat. Penurunan level
estrogen setelah menopause dan penyakit kulit juga dapat menyebabkan vaginitis. Tipe
vaginitis yang umum dijumpai, antara lain:
1. Vaginosis bakterialis, yang dihasilkan dari perubahan bakteri normal yang
ditemukan di vagina sampai adanya pertumbuhan organisme lain.
2. Infeksi ragi, yang biasanya disebabkan oleh jamur yang disebut candida albicans.
3. Trichomoniasis, yang biasa disebabkan oleh parasit trichomonas vaginalis dan
biasanya ditularkan melalui hubungan seksual.

B. Penyebab
1. Vaginosis bakterialis
Penyebab vaginitis yang paling umum terjadi ini disebabkan oleh adanya
perubahan bakteri normal yang terdapat di dalam vagina, seperti pertumbuhan satu
atau beberapa organisme lainnya. Biasanya bakteri normal yang ditemukan di
vagina (laktobasilus) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri lain
yang ada di vagina (anaerob). Jika bakteri anaerob menjadi lebih banyak,
keseimbangan bakteri menjadi terganggu dan menyebabkan vaginosis.
2. Infeksi jamur
Infeksi ini terjadi ketika organisme seperti jamur tumbuh (biasanya candida
albicans) di dalam vagina. Candida albicans juga menyebabkan infeksi di daerah
yang lembab seperti mulut, lipatan kulit, dan kulit di bawah kuku. Jamur juga dapat
menyebabkan ruam popok.
3. Penyakit menular seksual yang ditularkan oleh satu sel parasit yang disebut
trichomonas vaginalis. Organisme ini menyebar saat berhubungan seksual dengan
orang yang memiliki infeksi. Pada laki-laki, organisme biasanya menginfeksi
saluran kemih tetapi seringkali tidak menimbulkan gejala. Pada wanita,
trichomoniasis menyebabkan infeksi pada vagina dan dapat menimbulkan gejala.
4. Non-infeksi vaginitis
Semprotan vagina, membilas dengan cairan pembersih kewanitaan, sabun yang
wangi, detergen yang diberi wewangian atau produk yang mengandung
spermitisida dapat menyebabkan reaksi alergi pada vagina atau menyebabkan
iritasi pada vulva atau jaringan vagina. Objek asing seperti kertas tisu atau tampon
yang terlupakan di dalam vagina juga dapat mengiritasi vagina.
5. Sindrom genitourinary menopause (atrofi vagina). Penurunan level estrogen
setelah menopause atau operasi pengangkatan ovarium dapat menyebabkan
dinding vagina menipis dan terkadang menyebabkan iritasi vagina, terasa panas
dan kering.
6. Penyakit menular seksual lainnya, seperti gonorrhea, chlamydia, dan herpes
genital.

C. Gejala
Tanda dan gejala dari vaginitis dapat termasuk:
1. Perubahan dari warna, bau, atau jumlah cairan yang dikeluarkan dari vagina
2. Gatal atau iritasi dari vagina
3. Kemerahan sekitar vagina
4. Sakit saat berhubungan seksual
5. Sakit saat buang air kecil/berkemih
6. Pendarahan vagina atau bercak darah
Jika seorang wanita mengalami keputihan, dimana banyak wanita tidak
mengalaminya, karakteristik dari keputihan dapat menunjukan tipe vaginitis yang
diderita. Contohnya:
- Vaginosis bakterialis. Infeksi vagina yang paling umum terjadi pada wanita usia
reproduktif. Penderita dapat mengeluarkan cairan keputihan yang berwarna putih
keabuan dan berbau. Baunya seringkali dideskripsikan sebagai bau yang amis dan
akan sangat tercium setelah melakukan hubungan seksual dengan konsistensi tipis.
Beberapa wanita dengan vaginosis bakteri tidak memiliki gejala sama sekali dan
hanya ditemukan selama pemeriksaan kandungan rutin. Bakteri vaginosis
disebabkan oleh kombinasi beberapa bakteri yang hidup di vagina. Bakteri ini
tumbuh ketika keseimbangan pH vagina terganggu. Vaginosis bakteri bukan
merupakan infeksi menular seksual, tetap lebih sering terjadi pada orang yang aktif
secara seksual.
- Infeksi ragi atau jamur. Gejala utama infeksi ini adalah gatal disertai keputihan yang
berwarna putih dan tebal yang menyerupai keju, dan biasanya tidak berbau. tetapi
mungkin akan mengalami keputihan yang berwarna putih dan kental menyerupai
keju.
- Infeksi trikomoniasis. Trikomoniasis disebabkan oleh organisme bersel tunggal
yang dikenal sebagai protozoa. Ketika organisme ini menginfeksi vagina, maka
menyebabkan keputihan berwarna kuning kehijauan disertai bau busuk, gatal, dan
nyeri pada vagina dan vulva, serta rasa terbakar saat buang air kecil. Vaginitis jenis
ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual.

D. Diagnosa
Diagnosis kandidiasis vulvovaginalis
Diagnosis cepat dan tepat dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
didukung pemeriksaan mikroskopik langsung, bila perlu dilakukan biakan (kultur).
Berikut ini beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi KVV :
 Pemeriksaan klinis. Pada gambaran klinis, keluhan khas dari KVV adalah
gatal/iritasi vulva dan duh tubuh vaginal/keputihan. Vulva bisa terlihat tenang,
tetapi bisa juga kemerahan, udem dengan fisura, dan dijumpai erosi dan ulserasi.
Kelainan lain yang khas adalah adanya pseudomembran, berupa plak-plak putih
seperti sariawan (thrush), terdiri dari miselia yang kusut (matted mycelia), leukosit
dan sel epitel yang melekat pada dinding vagina. Pada vagina juga dijumpai
kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih keju. Jika pseudomembran
diambil akan tampak mukosa yang erosif. Cairan vagina biasanya mukoid atau cair
dengan butir-butir atau “gumpalan keju” (cottage cheese). Namun, duh tubuh
biasanya amat sedikit dan cair, vagina dapat tampak normal. Pada pemeriksaan
kolposkopi, terdapat dilatasi atau meningkatnya pembuluh darah pada dinding
vagina atau serviks sebagai tanda peradangan (Daili, Makes, et al., 2009).
 Pemeriksaan laboratorium Menurut Daili (2009), pemeriksaan mikroskopik dapat
dipakai sebagai standar emas (gold standard) untuk membuktikan adanya bentuk
ragi dari kandida. Terutama sensitivitasnya pada penderita simtomatik sama dengan
biakan. Di bawah ini terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya candida.
1. Pemeriksaan mikroskopik : pulasan dari pseudomembran atau cairan vagina
dijadikan sampel lalu dilakukan pewarnaan Gram atau KOH 10% kemudian di
letakkan di bawah mikroskop cahaya. Candida albicans akan terlihat dimorfik
dengan ragi sel-sel tunas berbentuk lonjong dan hifa. Serta dalam bentuk yang
invasif kandida tumbuh sebagi filamen, miselia, atau pseudohifa (Schorge,
Schaeffer, et al., 2008).

Gambar 1. Yeast physeudophae


2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau agar Nutrient.
Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam (Yousif, Hussien.
2010). Biakan jamur (kultur) dari sekret vagina dilakukan untuk konfirmasi
terhadap hasil pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative) yang
sering ditemukan pada KVV kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-
Candida albicans. Kultur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%,
tetapi hasil postif kultur saja tidak dapat dijadikan indikasi seseorang menderita
KVV jika tidak ditemukan simtom pada vagina karena 10-15% wanita normal
dijumpai kolonisasi pada vaginanya (Daili, Makes, et al., 2009). Hal ini
didukung oleh Schorge (2008), kultur secara rutin tidak direkomendasikan
kecuali pada wanita yang telah terinfeksi kandida sebelumnya serta gagal
dalam pemberian pengobatan empiris.

Diagnosis vaginosis bacterial

Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 jenis
bakteri vagina yang berhubungan dengan VB yaitu Gardnella vaginalis, Bacteroides
Sp, Mobiluncus Sp, Mycoplasma hominis.

 Gardnella vaginalis Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan


observasi Gardner dan Dukes’ bahwa Gardnella vaginalis sangat erat
hubungannya dengan VB. Meskipun demikian dengan media kultur yang sensitif
Gardnella vaginalis dapat diisolasi dengan konsentrasi yang tinggi pada wanita
tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Gardnella vaginalis dapat diisolasi pada sekitar
95% wanita dengan BV dan 40-50% pada wanita asimtomatis atau tanpa penyebab
vaginitis lainnya. Gardnella vaginalis diperkirakan berinteraksi melalui cara
tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital menyebabkan VB.
 Bakteri anaerob Bacteroides sp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus
sebanyak 36% pada wanita dengan VB. Pada wanita normal, kedua tipe anaerob
ini jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan
laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada sekret vagina. Mikroorganisme
anaerob lain yaitu Mobiluncus sp. Merupakan batang anaerob lengkung yang juga
ditemukan bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan VB.
Mobiluncus Sp. hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita
dengan VB mengandung organisme ini.
 Mycoplasma hominis Berbagai peniliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma
hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologi untuk VB, bersama-
sama dengan Gardnella vaginalis dan bakteri anaerob. Mikroorganisme ini
terdapat dengan konsentrasi 10-100 kali lebih besar pada wanita dengan VB
daripada wanita normal (Adam, Zainuddin, et al., 2009).

Dalam menegakkan diagnosis terhadap VB terdapat beberapa kriteria, skor, dan


pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, yaitu :

Kriteria Amsel Dikatakan positif jika ditemukan 3 dari temuan di bawah ini :

1) pH vagina > 4,5


2) Menunjukkan >20% per HPF “clue cells” pada eksaminasi wet mount.
3) Positif amin atau tes whiff.
4) Homogen, tidak kental, cairan putih seperti susu pada dinding vagina. • Wet mount
• pH • KOH 10% • Pewarnaan gram (pemeriksaan baku emas) • Skor Nugent
Keterangan : 0-3 normal, 4-6 intermediate, >7 VB

Gambar 2. Mikroskopis vaginasis bacterial


Gambaran pemeriksaan inspekulo dan mikroskop

E. Pengobatan
Pengobatan bukan karena servisitis
Pengobatan servisitis gonokokus
No. Nama obat Dosis
1. Sefiksim 400 mg dosis tunggal atau per oral
2. Kanamisin 2 g, injeksi IM atau tunggal
3. Seftriakson 250 mg, IM atau dosis tunggal
Pengobatan servisitis non gonokokus
No. Nama Dosis
1. Azitromisin 1 g, dosis tunggal atau peroral
2. Doksisiklin* 2 x 100 mg/hari, peroral selama 7 hari
3. Eritromisin 4 x 500 mg/hari, peroral selama 7 hari
*tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak dibawah umur
12 tahun
IM = intra muscular
Pengobatan vagina karena vaginitis
Trikomoniasis
No. Nama Dosis
1. Metrodinazol 2 g peroral dosis tunggal
2. Metrodinazol** 2 x 500 mg/hari selama 7 hari
Vaginosis bakterialis
1. Metrodinazol** 2 g peroral dosis tunggal
2. Metrodinazol** 2 x 500 mg selama 7 hari
Kandidiasis vaginitis
No. Nama Dosis
1. Klotrimosazol 200 mg intravagina, setiap hari selama 3 hari
2. Klotrimosazol 500 mg intravagina dosis tunggal
3. Flukonazol* 150 mg, per oral dosis tunggal
4. Itrakonazol* 200 mg, per oral dosis tunggal
5. Nistatin 100.000 IU, intravaginal, setiap hari selama 7
hari
*tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak dibawah umur
12 tahun
**pasien dalam pengobatan menggunakan metrodinazol dianjurkan untuk
menghindari minum alkohol
BAB III
KESIMPULAN

Vaginitis adalah peradangan yang terjadi pada vagina yang disebabkan oleh infeksi
dan bakteri, jamur dan virus. Penyakit ini dapat menular melalui hubungan suami istri.
Tetapi penyakit ini bisa sembuh dengan terapi obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan

Gejala penyakit ini adalah dengan keputihan yang menggangu yaitu dengan
keputihan dengan jumlah banyak berbau dan gatel. Cara mudah mencegah penyakit ini
adalah dengan menjaga selalu kebersihan daerah genetal.
DAFTAR PUSTAKA

Anindita, W., 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor
KB. The Indonesian Journal of Public Health. Vol 3:24-8
Ayuningtyas, D. N., 2011. Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga
Kebersihan Genetalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi
SMA Negeri 4 Semarang. Universitas Diponegoro. PdH Thesis.
Bobak, I.M., Lowdermilk, M.L., Jensen, M.D., 2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.
Dias, L.B., Marcia, D.S.C.M., Maria, W.S., Jose, M.F., Rosane, C.H., 2011.
Vulvovaginal Candidiasis In Mato Grosso, Brasil: Pregnancy Status,
CausativeSpecies And Drug Tests. Brazilian Journal of Microbiology.
Vol 42:1300-7
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Edisi
5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Foxman, B., 1990. The Epidemiology of Vulvovaginal Candidiasis: Risk Factors.
American Journal of Public Health. Vol 80 (3)
Falagas, M.E., Gregoria, I.B., Stavros, A., 2006. Probiotics for prevention of
recurrent vulvovaginal candidiasis: a review. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy. Vol 58: 266-72
Geiger, A. M., Foxman, B., dan Gillespie, B. W., 1995. The Epidemiology of
Vulvovaginal Candidiasis among University Students. American Journal
of Public Health. pp 1146-48
Gonzalez, I.D., Cuesta, T.S., Fernandez, J.M., Rodriguez, J.M., 2011. Patient
Preferences and Treatment Safety for Uncomplicated Vulvovaginal
Candidiasis in Primary Health Care. BMC Public Health. Vol 11 : 63
Janik, M.P., Michael, P.H., 2008. Yeast Infection: Candidiasis and Tinea Versicolor.
In: Fitzpatrick TB. Dermatology in General Medicine 4th ed. New York:
Mc.Graw Hill. Inc. pp 1822-24
Krantz, K. E., 2003. Anatomy of The Female Reproductive System in Current
Obstretric & Gynecologic Diagnosis &b Treatment 9th ed. McGraw-Hill
Co
Krisnarto, E., 2004. Hubungan Antara Kandida Dalam Air Bak Kamar Mandi
Penderita Vaginitis Dengan Kejadian Kandidiasis Vulvovaginitis.
Universitas Diponegoro. PhD Thesis.
Kustriyani, M., 2009. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Siswi Sebelum dan
Sesudah Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Keputihan di SMA
Negeri 4 Semarang. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.
McClelland, R.S., Richardson, B.A., Hassan, W.M., Graham, S.M., 2009. A
Prospective Study of Vaginal Bacterial Flora and Other Risk Factors for
Vulvovaginal Candidiasis. National Institutes Of Health Public Access.
Vol 199(12) : 1883-90
Muin, M., Ummu, S., Mukhsen, S., 2013. Hubungan Pengetahuan Penyakit Menular
Seksual Dengan Tindakan Kebersihan Alat Reproduksi Eksternal Remaja
Putri di SMA nasional Makassar tahun 2013. PdH Thesis.
Murina, E., Graziottin, A., Felice, R., Radici, G.L., Francesco, S.D., 2011. The
Recurrent Vulvovaginal Candidiasis : Proposal of a Personalized
Therapeutic Protocol. International Scholary Research Network. Article
ID 806065
Notoatmodjo, S., 2011. Kesehatan masyarakat: ilmu dan seni. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Sharma, P., 2008. Problem Related to Menstruation Amongst Adolescent Girl.
Indian Journal of Pediatrics. Vol 75(2): 125-9
Sobel, J. D., 1999. Vulvovaginal Candidiasis. In: Sexully Transmitted Diseases.

Ed 3rd. United States of America:The Mc.Graw – Hill Company.pp 629-39


Sobel, J. D., 2014. Factors Involved in Patients Choice of Oral or Vaginal Treatment
for Vulvovaginal Candidiasis. Patient Preference and Adherence. Vol 8: 31-
4
Soedarmadi., 1997. Kandidiasis Vulvovaginal. Dalam : Penyakit Menular
Seksual. Jakarta : FKUI. pp 73 – 84

Anda mungkin juga menyukai