Anda di halaman 1dari 2

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994).

Dalam pembuatan dan pengolahan obat tradisional biasanya ditambahkan


zat tambahan atau eksipien agar obat tradisional yang dihasilkan memiliki
penampakan atau rasa yang lebih menarik, lebih awet dalam penyimpanan, dan
menstabilkan senyawa yang dikandungnya. Bahan tambahan yang biasa
digunakan dapat dibedakan menjadi bahan tambahan alami dan bahan tambahan
kimia. Bahan tambahan kimia pada umunya bersifat racun karena itu perlu ada
pembatasan penggunaanya serta sejauh mungkin agar dihindari. Bahan tambahan
yang biasa digunakan dalam obat tradisional antara lain bahan pengawet,
pewarna, dan bahan pengisi (Wasito, 2011).
Pengawet merupakan suatu zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas dari suatu sediaan dengan mencegah terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme. Penambahan pengawet pada obat tradisional
saat ini sudah sering dilakukan. Natrium benzoat dan kalium sorbat adalah
salah satu bagian dari pengawet yang boleh ditambahkan pada obat
tradisional. Pengujian mutu dan keamaan produk jamu yang telah diproduksi
harus dilakukan untuk memastikan bahwa produk telah memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan. Pengujian mutu dan keamanan produk dilakukan baik secara
fisik maupun kimia. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan kadar natrium benzoat dan kalium sorbat memenuhi syarat yang
telah ditetapkan oleh perusahaan dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Neydi Maureens Teterissa, 2007
“Penetapan Kadar Natrium Benzoat & Kalium Sorbat dalam Jamu Masuk
Angin Sediaan Cairan Obat Dalam secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi”, Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan Kemenkes Jakarta II
Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan
sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk
mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0
(Winarno, 1992).
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau pengurai lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam
pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin
efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk
mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda.
Penggunaan bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik
yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan
kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan
kerusakan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet
pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk
bersamaan bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan
dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian
bagi pemakaiannya, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet
dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).
Berdasarkan MA.PPOM 35/OT/93 telah ditetapkan bahwa persyaratan
kadar asam benzoat dalam obat tradisional tidak boleh lebih dari 0,1% . Jika lebih
dari persyaratan yang ditetapkan maka akan memberikan efek terhadap kesehatan
bagi pemakainya, timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit, terutama orang
penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan memberikan
reaksi alergi pada mulut dan kulit.

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 5-29.
Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta: Keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994
Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Hal. 52-55.
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Hal. 224-225.

Anda mungkin juga menyukai