Anda di halaman 1dari 65

Makalah Evaluasi Gizi

Pengaruh Penambahan Food Additives terhadap Zat Gizi Pangan

OLEH :

Frysye Gumansalangi (15031105010)

Nur Natalia Uri (160311050 )

Frini Mandey (150311050 )

Chyntia Paputungan (150311050 )

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS PERTANIAN

MANADO

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
kemurahannya sehingga makalah bisa diselesaikan tepat waktu. Makalah ini membahas
tentang penggaruh penggunaan food additif terhadap kandungan gizi bahan pangan.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang pengaruh food additif terhadap
kandungan gizi bahan pangan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi kepada
pembaca.

Manado, November 2017

Penulis

Kelompok 2B

2
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan makanan sering digunakan pada proses
pengolahan makanan baik pemanis, pewarna, pengawet dan perasa sintetis . jika mengikuti
aturan yang ditetapkan, penggunaan bahan tambahan makanan tersebut dapat memberikan
hasil yang menguntungkan serta tidak menimbulkan efek merugikan bagi tubuh. Namun,
pada praktiknya banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan
secara tidak tepat sehingga dikhawatirkan dalam jangka pendek atau panjang terjadi hal-hal
yang dapat merugikan bagi konsumen. Penggunaan bahan tambahan pangan (food additives)
pada masyarakat semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pengolahan
makanann di Indonesia. Pada umumnya makanan yang dikemas mengandung bahan
tambahan yang berfungsi untuk mengawetkan makanan. Peraturan penggunaan bahan
tambahan pangan di Indonesia di atur dalam permenkes RI no.72/Menkes/per/IX/88 dengan
revisi No. 1168/menkes/per/IX/1999 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah
bahan yang tidak biasa digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
komponen makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pembuatan, pengolahan ,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.beberapa contoh bahan
makanan tersebut adalah (Alsuhendra dan ridawati, 2013).

Penggunaan bahan tambahan makanan yang tepat dan sesuai dengan aturan akan
menghasilkan produk dengan mutu yang diharapkan. Namun, bila penggunaan salah dan
berlebihan, akan berakibat produk tersebut tidak aman lagi dikonsumsi. Hal Ini disebabkan
oleh senyawa-senyawa yang tergolong bahan tambahan pangan ini kebanyakan adalah
senyawa-senyawa kimia sintetis yang bila digunakan dalam jumlah berlebihan atau tidak
sesuai aturan dapat berakibat fatal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan


Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau
tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.
Menurut Cahyadi (2009) Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai
berikut.
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahakan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna, pemanis.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi, pengolahan,
pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
Penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) pada masyarakat semakin
meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pengolahan makanann di Indonesia. Pada
umumnya makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan yang berfungsi untuk
mengawetkan makanan. Peraturan penggunaan bahan tambahan pangan di Indonesia di atur
dalam permenkes RI no. 72/Menkes/per/IX/88 dengan revisi No. 1168/menkes/per/IX/1999
menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak biasa digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen makanan, mempunyai atau tidak

4
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pembuatan, pengolahan , penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan
penyimpanan.beberapa contoh bahan makanan tersebut adalah (menurut Alsuhendra dan
ridawati, 2013).

Penggunaan bahan tambahan makanan yang tepat dan sesuai dengan aturan akan
menghasilkan produk dengan mutu yang diharapkan. Namun, bila penggunaan salah dan
berlebihan, akan berakibat produk tersebut tidak aman lagi dikonsumsi. Hal Ini disebabkan
oleh senyawa-senyawa yang tergolong bahan tambahan pangan ini kebanyakan adalah
senyawa-senyawa kimia sintetis yang bila digunakan dalam jumlah berlebihan atau tidak
sesuai aturan dapat berakibat fatal.

Ada beberapa macam pengertian dari bahan tambahan makanan (BTM) atau bahan
tambahan pangan (BTP), baik yang diberikan oleh pemerintah ataupun organisasi lain FAO.
Beberapa pengertian tersebut adalah seperti berikut.

1. Menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan
gizi pangan pada Bab I pasal 1 bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan ataau
produk pangan.
2. Menurut FAO bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk
memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur serta memperpanjang masa simpan,
dan bukan merupakan bahan baku (ingredient) utama.
3. Menurut codex Alimentarius Bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim
dikonsumsi sebagai makan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan
makanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan makanan.

2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan


Meskipun memiliki banyak manfaat, penggunaan bahan tambahan makanan hanya
dapat dibenarkan apabila memenuhi persyaratan seperti meningkatkan kualitas atau stabilita
simpan sehingga dapat mengurangi kehilangan bahan makanan, untuk membuat bahan
makanan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah kepada penipuan.
Bahan tambahan makanan digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu untuk :

5
1. Memperpanjang umur simpan makanan dengan cara mencegah pertumbuhan
mikroba perusak makanan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat
menurunkan mutu makanan.
2. Meningkatkan cita rasa makanan sehingga lebih enak di mulut
3. Memperbaiki kerenyahan tekstur makanan;
4. Menghasilkan warna dan aroma yang lebih menarik, sehingga menambah selera
5. Secara umum meningkatkan kualitas makanan
6. Dapat menghemat biaya
7. Mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi makanan
8. Dapat dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu yang memerlukan makanan
diet
9. Mempertahankan stabilitas makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat
organoleptic makanan, sehingga tidak menyimpang dari sifat-sifat alamiahnya
10. Keperluan pembuatan, pengolahan, penyiapan, penyediaan, perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau pengangkutan makanan.

3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan


1. Golongan BTP yang Diizinkan
Bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam
pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizin kan untuk digunakan pada makanan diantaranya
sebagai berikut :
a. Pewarna
b. Pemanis
c. Pengawet
d. Antioksidan
e. Anti kempal
f. Penyedap rasa/penguat rasa
g. Pemutih dan pematang tepung
h. Pengatur keasaman
i. Pengemulsi

2. Golongan BTP yang dilarang


Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:
a. Natrium tetraborat (boraks)
b. Formalin (formaldehid)
c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)
d. Kloramfenikol (chloramfenicol).
e. Dietilpirokarbonat
f. Nitrofuranzon
g. P-Phenetilkarbamida
h. Asam salisilat dan garamnya
i. Rhodamin B (pewarna merah)
j. Methanyl yellow (pewarna kuning)

6
k. Dulsin (pemanis sintetis)
l. Potassium bromat (pengeras).

4. Keamanan Bahan Tambahan Pangan


Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU, 2012). Salah satu
fokus perhatian dalam penyelenggaraan keamanan pangan dalam Undang -undang tersebut
adalah pengaturan terhadap bahan tambahan pangan.Pemerintah berkewajiban memeriksa
keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui
dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk
diedarkan. Pemeriksaan keamanan bahan tambahan dilakukan untuk mendapatkan izin
peredaran. Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan:
1) Bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
2) Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan(BTP) hanya boleh digunakan bila tidak melebihi batas maksimum penggunaan
dalam kategori pangan. Selain itu, penambahan dan pengurangan jenis BTP serta batas
maksimum
3) Penggunaan dalam kategori pangan harus mempertimbangkan persyaratan kesehatan
berdasarkan bukti ilmiah yang sahih.
4) Pengkajian dilakukan oleh Tim Mitra Bestari, yakni kelompok pakar yang ditetapkan
oleh Kepala Badan untuk melakukan pengkajian dan memberikan rekomendasi tentang
penggunaan komponen baru serta klaim gizi dan kesehatan.
5) Batas Maksimum adalah jumlah maksimum BTP yang diizinkan terdapat pada pangan
dalam satuan yang ditetapkan.
6) Batas Maksimum penggunaan BTP dapat berupa suatu nilai tertentu atau berdasarkan
Good Manufacturing Practices.
7) Batas Maksimum Cara Produksi Pangan yang Baik atau Good Manufacturing Practice
adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang
diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan (BPOM, 2014).
Adapun jenis jenis bahan tambahan pangan antara lain sebagai berikut :

1. PEWARNA
Zat pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud

7
untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses
pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih
menarik (Noviana, 2005 dalam La Ifu Anzar 2016).
Zat pewarna makanan merupakan suatu senyawa berwarna yang memiliki
afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Warna suatu produk makanan
ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan
kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat
memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan
(Cahyadi, 2009 dalam La Ifu Anzar 2016).
Pewarna makanan dapat diperoleh dari alam atau dikenal dengan istilah pewarna
alami serta pewarna yang sengaja dibuat dari senyawa-senyawa kimia melalui proses
atau reaksi kimia atau disebut juga pewarna sintesis. Tujuan penggunaan pewarna alami
atau sintesis dalam pengolahan bahan makanan adalah sebagai berikut :
a. Untuk mendapatkan makanan yang memiliki kesan menarik bagi konsumen
b. Untuk membuat warna makanan menjadi lebih seragam
c. Untuk memberikan identitas pada produk makanan
d. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna
e. Untuk menutupi kwalitas yang rendah dari suatu produk makanan yang sebenarnya
mungkin tidak dapat diterima oleh konsumen
f. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau suhu yang
ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan
g. Untuk menjaga rasa dan zat gizi (seperti vitamin) yang mungkin akan terpengaruh
oleh sinar matahari selama penyimpanan produk makanan (Alsuhendra dan Ridawati,
2013)

Dalam artikel Wina Listiana yang dimuat dalam info sehat wordpress menyatakan
bahwa secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat
pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi
tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan.
Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang
stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat
digunakan sesering zat pewarna sintetis.

Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis
seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya.
Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan
memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan

8
harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang
komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.

Tabel perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami

Pembeda Zat pewarna Sintetis Zat pewarna alami


Warna yang Lebih cerah Lebih pudar

dihasilkan Lebih homogen Tidak homogen

Variasi warna Banyak Sedikit


Harga Lebih murah Lebih mahal
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Kestabilan Stabil Kurang stabil

A. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai tanaman dan hewan dapat digunakan
sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan
nilai nutrisi (karatenoid, riboflavin dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan
paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2009)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prima Astuti Handayani dan Asri
Rahmawati tahun 2012 pada pemanfaat kulit buah naga merah sebagai pengganti
pewarna sintesis, menghasilkan kadar antosianin yang lebih besar yaitu 22,59335
ppm.

Dalam penelitian Agusnadi Dkk tahun 2013 pada penambahan tinta cumi-cumi
(Loligo sp) tehadap kualitas nutrisi dan penerimaan sensoris mie basah bahwa
Perlakuan penambahan tinta cumi-cumi 0,5%-2% pada mi basah berpengaruh nyata
terhadap warna, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar air serta hedonik pada
warna dan rasa. Hasil dari pengukuran kadar -karoten atau provitamin A pada mi
basah perlakuan penambahan tinta cumi-cumi 1,5% mendapatkan kadar -karoten
sebesar 169,89 g/100 g sampel mi basah. 4. Perlakuan penambahan tinta cumi-
cumi 1,5% merupakan perlakuan terbaik berdasarkan dari uji hedonik (kesukaan) mi
basah, dengan hasil analis yaitu elongasi 72,67%, warna lightness 35,05, chroma
1,07, hue 127,67, kadar protein 7,107%, kadar karbohidrat 14,85%, kadar air

9
52,57%, kadar abu 0,34%, rerata organoleptik meliputi warna 4,25, aroma 4,28,
tekstur 4,38, dan rasa 4,73.

B. Pewarna Sintetis

Dalam artikel yang dimuat dihalaman detikfood.com pada tanggal i Agustus


2012 terdapat pewarna sintetic Rhodamin B, Methanil Yellow, Ponceau 4R yang
sering digunakan pada makanan yang sebenarnya adalah zat berbahaya. Zat
pewarna Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl akan
menghasilkan warna merah, biasanya digunakan untuk mewarnai kue basah dan
sirup. Jika dikonsumsi akan berefek buruk untuk kesehatan. Salah satunya dapat
menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan jika terhirup langsung. Jika
dikonsumsi akan menimbulkan reaksi keracunan dan warna air seni bisa menjadi
merah.

Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri


tekstil. Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik
di berbagai negara. Pangan yang ditemukan mengandung Rhodamin B
diantaranya kerupuk (58%), terasi (51%), dan makanan ringan (42%). Zat inijuga
banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan
asap dan cendol. Rhodamin B sering digunakan sebagai zat pewarna pada kertas
dan tekstil, zat ini paling berbahaya bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan
pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengonsumsi makanan yang
mengandung Rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak,
sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Dampaknya baru akan
kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. Zat ini tidak layak untuk dikonsumsi,
jika sudah masuk dalam tubuh, maka akan mengendap pada jaringan hati
dan lemak, tidak dapat dikeluarkan, dalam jangka waktu lama bisa bersifat
karsinogenik. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.722/MenKes/Per/IX/88, Rhodamin B merupakan salah satu
bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan, (Rahayu Astuti dkk, 2010)

Jenis pewarna non pangan Methanil Yellow menghasilkan warna kuning dan
tak mudah larut dalam air. Meskipun dilarang untuk mewarnai makanan, namun

10
banyak juga yang menggunakan pewarna sintetik ini untuk mewarnai kue-kue.
Methanil Yellow seharusnya digunakan untuk mewarnai pakaian dan cat kayu.
Efek sampingnya juga sama dengan Rhodamin B.
Kode produk yang dimiliki pewarna sintetik Ponceau 4R adalah E124. Warna
yang dihasilkan adalah merah hati keunguan. Ponceau ini banyak digunakan untuk
mewarnai selai, kue, agar-agar dan minuman. Zat pewarna didalamnya
mengandung karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fuadah Ahmad dkk dalam jurnal
prosiding Farmasi tentang Analisis kwalitatif dan kwantitatif pewarna ponceau 4R
pada permen gulali dan sirup jajanan yang dijual disekolah dasar disekitar daerah
Cileunyi-Cibiru-Rancaekek dimana sampel dipilih karena tingkat konsumsi yang
tinggi oleh anak anak memungkinkan tingkat konsumsi melebihi nilai yang
dianjurkan yaitu untuk sirup 300 mg/kg dan untuk gulali 100 mg/kg yang melebihi
anjuran sekitar 0-4 mg/kg berat badan perhari dan bisa memungkinkan muncuk
efek toksik yang sangat tinggi.

2. PEMANIS
Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat
membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori
yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 2004).
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk
keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan.
Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat
fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber
kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori
terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi
kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.

A. Jenis Pemanis

Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis
buatan (sintetis). Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis
yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L). Bahan pemanis

11
yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa.
Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah :

1) Sukrosa
2) Laktosa
3) Maltosa
4) Galaktosa
5) D-Glukosa
6) D-Fruktosa
7) Sorbitol
8) Manitol

Pemanis sintetis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, tetapi tidsk memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan
banyak digunakan adalah :

1) Sakarin
2) Siklamat
3) Aspartam
4) Dulsin
5) Sorbitol sintetis
6) Nitro-propoksi-anilin
B. Tujuan Penggunaan Pemanis Sintetis

Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan


di antaranya sebagai berikut.

1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes militus karena tidak menimbulkan


kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan menggunakan
pemanis sintetis untuk menghindari bahaya gula. Dari tahun 1955 sampai 1966
digunakan campuran siklamat dan sakarin pada pangan dan minuman bagi
penderita diabetes.
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan
merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk
mengurangi masukan kalori perharinya. Pemanis sintetis merupakan salah satu
bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.
3. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan,
karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat
tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan untuk menyalut obat karena
umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal.

12
4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering
ditambahkan pemanis sintetis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis
yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah
menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.
5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintetis
dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi, karena pemanis
sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya
relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi di alam.

C. Persyaratan dan Efek Terhadap Kesehatan

Seperti yang telah disebutkan, pemakaian pemanis sintetis masih diragukan


keamanannya bagi kesehatan konsumen. Beberapa negara mengeluarkan peraturan
secara ketat atau bahkan melarang, seperti Kanada sejak tahun 1977 sakarin dilarang
penggunaannya, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dan dikemas dalam
botol, dan juga harus mencantumkan label peringatan. Di Indonesia penggunaan
bahan tambahan pangan pemanis, baik jenis maupun jumlahnya diatur dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88. Menurut Permenkes
tersebut, pamanis sintetis adalah bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan
rasa manis pada pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Bahan
pemanis sintetis yang diperbolehkan menurut Permenkes No.722 adalah sakarin,
aspartam, siklamat dan sorbitol.

Masih banyak pemanis sintetis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis
dalam berbagai produk makanan dan minuman termasuk yang digunakan dalam
beberapa produk minuman energi, merupakan contoh kasus penggunaan bahan
kimia yang belum diawasi secara penuh. Seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk
farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan.
Hal itu juga ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen
untuk menggunakan produk aman dan bergizi. Penggunaan pemanis natural juga
dipacu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek samping dalam
penggunaan pemanis sintetis, yaitu bersifat karsinogenik. Pemanis alternatif dengan

13
nilai kalori rendah sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes melitus atau gula
tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya.

Berikut ini adalah batas maksimum penggunaan (BMP) dari pemanis sintetis dalam
produk pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.208/Menkes/Per/IV/1985.

Nama Pemanis Batas Maksimum


ADI Jenis Bahan Makanan
Sintetis Penggunaan

Aspartam 0-40 - -
mg

Sakarin (serta 0-2,5 Makanan berkalori


garam Natrium) mg rendah:
50 mg/kg (sakarin)
a. Permen karet
100 mg/kg (Na-Sakarin)
b. Permen
300 mg/kg (Na-Sakarin)
c. Saus
300 mg/kg (Na-Sakarin)
d. Es lilin
200 mg/kg (Na-Sakarin)
e. Jam dan jeli
300 mg/kg (Na-Sakarin)
f. Minuman ringan
300 mg/kg (Na-Sakarin)
g. Minuman yoghurt
200 mg/kg (Na-Sakarin)
h. Es krim dan sejenisnya
50 mg/kg (sakarin)
i. Minuman ringan
terfermentasi

Siklamat (serta Makanan berkalori


garam Natrium rendah:
500 mg/kg dihitung sebagai
dan garam
a. Permen karet asam siklamat
Kalsium
1 g/kg dihitung sebagai asam
siklamat
b. Permen
3 g/kg dihitung sebagai asam

14
c. Saus siklamat

d. Es lilin 2 g/kg dihitung sebagai asam


siklamat
e. Jam dan jeli
1 g/kg dihitung sebagai asam
f. Minuman ringan
siklamat
g. Minuman yoghurt
1 g/kg dihitung sebagai asam
h. Es krim dan sejenisnya siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam


siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam


siklamat

Menurut Martindale 2009 dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Erni
Sumartini dkk tahun 2015 bahwa pertimbangan pemilihan BTP pemanis aspartam adalah
jumlah penggunaannya dalam produk pangan olahan yang dibatasi dan adanya isu dan berita
berita dimasyarakat mengenai bahaya aspartam. Jika aspartam dikonsumsi melebihi dari nilai
ADI (Acceptable Daily Intake) 50 mg/kg berat badan, bahaya yang tejadi pada anak anak
akan berefek peningkatan insiden kanker otak.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Daryanti tahun 2012, pada pemanfaatan stevia
sebagai pemanis alami pada sari buah belimbing. Stevia adalah tanaman semak yang telah
lama digunakan menjadi pemanis di kawasan Amerika Selatan (terutama Paraguay dan
Brazil) dan Asia (terutama Jepang dan Korea) (Geuns, 2003; Yoda et al., 2003).
Komponen pemanis utama dari stevia adalah stevioside yang tingkat kemanisannya
mencapai 200-300 kali sukrosa (Geuns, 2003; Koyama et al., 2003; Zhang et al., 2000;
Soejarto et al., 1982). Saat ini ekstrak stevia murni (stevioside) telah menjadi produk
komersial namun dengan harga yang relatif mahal. Begitupula, cara ekstraksi yang telah
banyak dikembangkan masih sangat komplek dan membutuhkan banyak bahan kimia
(Zhang et al., 2000). Namun karena perannya yang penting dari segi ekonomi maupun
pemenuhan kebutuhan konsumen maka pemanfaatan stevia sebagai pemanis yang aman
dan murah harus mulai dilakukan. Dalam hal ini, produk konsentrat cair stevia dapat

15
menjadi langkah awal bagi pemanfaatan stevia. Cara pembuatan maupun cara penggunaan
produk tersebut masih harus diteliti agar diketahui cara yang mudah dan murah.

3. PENGAWET

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai


sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,
pengasaman, atau penguraian yang disebabkanoleh mikroba. Akan tetapi, tidak jarang
produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk
memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi,2009).

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetka berbagai
bahan pangan adalah benzouat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat
atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk
mengawetkan berbagai pangan dan minuman, seperti sari buah, minuman ringan, saus
tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain lain.

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu
bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif
untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat
ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk
digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin.

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan
pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat
patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun
mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya
pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia
yang merupakan bahan asing yag masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi.
Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan
besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya;baik yang bersifat langsung,
misalnya keracunan; maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya
apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik.

Pengertian bahan pengawet sanngat bervariasi tergantung dari negara yang membuat
batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan

16
pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan
memperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang
mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman, atau bentuk
kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari
pembusukan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan
anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet
tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir ataupun kapang.

A. Jenis Bahan Pengawet


1) Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai
bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propioat, asam benzoat, asam asetat,
dan epoksida (Winarno, 2004).
2) Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat dan
nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang
tak terdisosiasi dan terutam terbentuk pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida
membentuk senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba,
mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk
hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernafasan (Winarno,
2004).
Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil.
Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga akan mencegah timbulnya
warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan
meningkatkan daya kembang terigu (Winarno, 2004).
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti
Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang
mematikan. Akhirnya, nitrat dan nitrit banyak digunakan sebagai bahan

17
pengawet tidak saja produk daging, tetapi juga pada ikan dan keju (Cahyadi,
2009).

B. Tujuan Penggunaan Pengawet

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :

1) Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan bai k yang besifat


patogen maupun yang tidak patogen.
2) Memperpanjang umur simpan pangan.
3) Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang
diawetkan.
4) Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memeuhi persyaratan.
6) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain


persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain sebagai
berikut :
1) Memberi arti ekonomis dari pengawetan(secara ekonomis menguntungkan).
2) Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau
tidak tersedia.
3) Memperpanjang umur simpan dalam pangan.
4) Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa dan bau) bahan pangan yang
diawetkan.
5) Mudah dilarutkan.
6) Menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang
diawetkan.
7) Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8) Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9) Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10) Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih kompleks.
11) Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.
12) Mempunyai spektra antimikrobia yang luas, meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
Melihat persyaratan tersebut di atas, dapatlah dikatakan bahwa penambahan
bahan pengawet pada bahan pangan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan tanpa menurunkan kualitas dan tanpa mengganggu kesehatan (Cahyadi,
2009).

18
C. Efek Bahan Pengawet Terhadap Kesehatan
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan
sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme
pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari
bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara
penanganan dan pengolahan secara higienis.
a) Bahan Pengawet Organik
1) Asam benzoat dan garamnya(Ca, K, dan Na)
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim
syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam
hipurat kemudian diekskresikan melalui urine. Jadi di dalam tubuh tidak
terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak diekskresi
sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam
glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang
menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi
dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung.
2) Asam sorbat dan garamnya
Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak biasa, dan tidak
bereaksi sebagai antimetabolit. Baru-baru ini pada pemeriksaan toksisitas
pada hewan percobaan memperlihatkan toksisitas yang sangat rendah dari
asam sorbat dan sorbat pada hewan mamalia, bahkan pada pemeriksaan
tingkat kronik sorbat 10% pada diet tidak menimbulkan aktivitas
karsinogenik. Rendahnya tingkat toksisitas, memberikan kenyataan bahwa
asam sorbat dan sorbat dimetabolisme seperti asam lemak lainnya. Kondisi
yang ekstrem (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi
dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah
kondisi normal penggunaan, bahkan dalam curing asinan. Asam sorbat
kemungkinan juga memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai
pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap
tubuh.

3) Asam propionat dan garamnya


Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih
sederhana seperti pada asam lemak menjadi CO2 dan H2O. Penambahan
kalsium dan natrium propionat pada pangan tikus dinyatakan tidak ada
perbedaan dalam pertumbuhan, pola hematologi maupun histopatologi.

19
Natrium propionat apabila diberikan dalam dosisi per oral sehari 6 gram
untuk laki-laki tidak menimbulkan toksik, namun pada laporan lain
dinyatakan bahwa asam propionat dan garamnya mempunyai aktivitas
antihistamin lokal. Natrium dan kalium propionat dilaporkan ada hubungan
antara pemakaian propionat dan migrain, sedangkan untuk kalsium propionat
tidak diketahui efek pemakaiannya terhadap kesehatan.
4) Ester dari asam benzoat (paraben)
Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi benzoat)
memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Senyawa ester-p-hidroksi
benzoat diabsorpsi oleh saluran pencernaan dan ikatan ester dihidrolisa di
hati dan ginjal, yang menghasilkan asam p-hidroksi benzoat yang
diekskresikan bersama urine. Umumnya metabolit dari paraben ini
diekskresikan dalam 6-24 jam yang diberikan dengan dosis intravenus dan
dosis oral.
Metil-p-hidroksi-benzoat dan garam natriumnya, pemakaiannya memberikan
efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit.
Sedangkan efek yang diberikan terhadap kesehatan karena penggunaan
propel-p-hidroksibenzoat dan garam natriumnya, terutama orang penderita
asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan mmberikan reaksi
alergi pada kulit dan mulut.
5) Nisin
Penelitian yang sistematis dari toksisitas oral nisin dilakukan oleh Hara, dkk.
Di Jepang tahun 1962. Hasil penelitian tersebut didapat harga LD50 pada tikus
kira-kira 7 gr/kg berat badan, kemudian dikonfirmasikan bahwa nisin tidak
menimbulkan toksik. Pada tahun 1969, para ahli dari FAO/WHO dapat
menerima nisin sebagai bahan tambahan pangan. Namun, perlu juga
diperhatikan timbulnya neprotoksik akhir-akhir ini.

b) Bahan Pengawet Anorganik

Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan
sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh
jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau
sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefinisikan sebagai jumlah bahan

20
yang masuk tubuh setiap harinya, bahkan selama hidupnya tanpa resiko yang berarti
bagi konsumen atau pemakainya.

Fungsi dalam Bahan Acceptable Daily


Bahan Pengawet
Pangan Intake (ADI)

Natrium nitrit Anti-mikroba, pelindung 0-0,2

warna

Sulfur dioksida Antimikroba 0-0,5

Sumber: FAO/WHO, 1974

Laporan yang dikemukakan oleh Food Additives and Contaminant Commitee


tentang pemakaian nitrit dan nitrat pada daging curing dan keju perlu dilakukan
penurunan total maksimum nitrit dan nitrat yang diizinkan. Alasannya didasarkan
pada hasil studi yang dikemukakan pada tahun 1978, yang menyatakan bahwa
pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker pada sistem hewan
percobaan (tikus). Karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit
dan beberapa amin secara alam kedapatan dalam bahan pangan sehingga
membentuk senyawa nitrosamin yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agnes S. Hartati dkk tahun 2013
menuliskan bahwa Salah satu pengawet alami multifungsi adalah kitosan (Chito-
OligoSakarida) yang berasal dari limbah perikanan yaitu kulit udang dan kepiting.
Hasil penelitian Puspita dan Agnes (2010) menunjukkan COS dapat digunakan
sebagai prebiotik alami dalam yoghurt sebagai pangan fungsional. Chito-
Oligosakarida (COS) adalah senyawa turunan kitosan, merupakan senyawa kompleks
hasil proses deasetilasi kitin yang memiliki ikatan 1,4 glukosamin dan mampu
bersifat antimikrobia sehingga mampu berfungsi sebagai pengawet. COS dapat
diperoleh dari bahan baku limbah perikanan seperti kepala udang, cangkang kepiting
yang berlimpah di Indonesia. Penggunaan COS sebagai pengawet alami pada tahu
belum memasyarakat, hal ini dikarenakan pengetahuan dan informasi tentang COS
sebagai pengawet alami masih terbatas. COS mempunyai keunikan yaitu bersifat
polikationik yang mampu melindungi protein dan menekan laju pertumbuhan

21
bakteri patogen. COS sebagai satu bahan yang berpotensi sebagai antibiotik
alternatif memiliki nilai lebih aman tanpa menimbulkan residu.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Supriyati dkk tahun 2005 tentang
uji efektifitas pengawet alami kulit kayu manis serta pengaruhnya terhadap penurunan
kadar vitamin c manisan buah pepaya menuliskan bahwa dari pengamatan fisik dan
uji mikrobiologi, natrium benzoat 0,1% lebih efektif digunakan sebagai pengawet
dalam produk manisan buah pepaya dibandingkan penggunaan ekstrak kulit kayu
manis sampai kadar 0,3%. Akan tetapi penambahan natrium benzoat 0,1%
menyebabkan penurunan kadar vitamin C lebih besar dibandingkan dengan
penambahan ekstrak etanol kulit kayu manis sampai kadar 0,3%.

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan.


Penggunaan meliputi bahan, antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan
kadar lemak tinggi, produk pangan dengan kadar lemak rendah, produk daging, produk ikan,
dan produk lain-lain (Cahyadi, 2009).

Persyaratan (sesuai peraturan/undang-undang): Antioksidan sebagai bahan tambahan


pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88 tertulis pada Lampiran 1, antioksidan yang diizinkan
penggunaanya antara lain asam askorbat, asam eritrobat, askorbil palmitat, askorbil stearat,
butil hidroksilanisol (BHA), butil hidrokinon tersier, butil hidroksitoluen, dilauril
tiodipropionat, propil gallat, timah (II) klorida, alpha tokoferol, tokoferol campuran pekat.

Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan
sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol (1-hidroksibenzena: 3.4.5-
trihidroksi asam benzoat 3-metoksi, 4-hidroksi benzaldehid; 1-hidroksi, 2-metoksi, 4-propil
benzena) koumarin (eskulatin 2,3 dihidroksi, 9-karonil, 7,8-dehidro), hidroksi sinamat (3,4
dihidroksi;3-metoksi, 4-diroksi), tokoferol (2-hidroksi;3-hidroksi), difenol (asam
klorogenat;kurkumin), flavonoid (luteolin; quersetin;rhamnetin metilquersetin; fisetin-3, 7,
3, 4-tetrahidroksi; kaemferol-3, 5, 7, 4-tetrahidroksi), dihidro flavon (dihidroquersetin-3, 5,
7, 3, 4 pentahidroksi 4 karbonil), kathekin (gallokathekingallat), nonfenol, asam askorbat
(D-penisillamin).

22
Antioksidan sintetik antara lain butil hidroksilanisol, butilhidroksittoluen, propil
gallat, dan etoksiquin.

Sifat-sifat kimia: sifat sifat kimia pada antioksidan antara lain sinergisme dapat
diartikan sebagai peranan gabungan antara dua atau lebih agensia sedemikian rupa sehingga
masing-masing agensia bila tanpa dilakukan penggabungan. Mekanisme kerja antioksidan
dalam mencegah ketengikan bahan di antaranya secara inhibitor dan pemecah peroksida
(Cahyadi, 2009).

a. Penggunaan Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan.


Antioksidan terutama penting dalam melindungi lemak, bahan pangan yang dapat dibuat
dengan lemak sabun, produk karet, produk petroleum, pelumas, plastik, kosmetika, dan
beberapa obat-obatan.

Meskipun kerusakan mikrobiologis merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan


dalam pengawetan bagian karbohidrat dan protein suatu produk pangan, namun oksidasi
adalah faktor utama yang mempengaruhi kualitas lemak, minyak dan bagian lemak dari
pangan. Lemak dan minyak mudah menjalani oksidasi yang mengakibatkan kerusakan karena
timbulnya bau dan cita rasa menyimpang.

Antioksidan efektif dalam mengurangi ketengikan oksidatif dan polimerisasi, tetapi


tidak memengaruhi hidrolisis atau reversi.

b. Persyaratan

Jumlah penggunaan antioksidan maksimum yang diizinkan sesuai dengan Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan
Tambahan Pangan.

1. Asam Askorbat (serta Garam Kalium, Garam Kalsium, dan Garam Natrium)
a. Daging olahan; daging awetan
Batas maksimum penggunaan: 500 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
asam eritorbat dan garamnya.
b. Ikan beku
Batas maksimum penggunaan: 400 mg/Kg.
c. Buah kalengan
Batas maksimum penggunaan: 700 mg/Kg.
d. Pekatan sari buah anggur

23
Batas maksimum penggunaan: 400 mg/Kg.
e. Jam dan jeli: marmalad
Batas maksimum penggunaan: 500 mg/Kg.
f. Saus apel kalengan
Batas maksimum penggunaan: 150 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
asam eritorbat.
g. Buah zaitun
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
h. Pangan pelengkap serealia; pangan bayi kelengan 500mg/Kg.
i. Kaldu
Batas maksimum penggunaan: 1g/Kg produk siap dikonsumsi, tunggal atau
campuran dengan garamnya.
j. Potongan kentang goreng beku
Batas maksimum penggunaan: 100 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
sekuestran.
k. Pekatan sari nanas; sayur kalengan
Batas maksimum penggunaan: secukupnya
2. Asam Eritorbat (Serta Garamnya)
a. Daging olahan; daging awetan
Batas maksimum penggunaan: 500 mg/Kg.
b. Ikan beku
Batas maksimum penggunaan: 400 mg/Kg.
c. Saus apel kalengan
Batas maksimum penggunaan: 150 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
asam askorbat.
3. Askorbil Palmitat
a. Lemak dan minyak pangan
Batas maksimum penggunaan: 500 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
askorbil stearat.
b. Margarin
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
askorbil stearat.
c. Minyak kacang, minyak kelapa, dan minyak kelapa
Batas maksimum penggunaan:200mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
askorbil stearat.
d. PASI
Batas maksimum penggunaan: 10 mg/L, produk siap dikonsumsi.
e. Pangan bayi kalengan; pangan pelengkap serealia
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, lemak.
4. Askorbil Stearat
a. Lemak dan minyak pangan
Batas maksimum penggunaan: 500 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
askorbil palmitat.
b. Margarin

24
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
askorbil palmitat.
c. Minyak kacang, minyak kelapa, dan minyak kelapa
Batas maksimum penggunaan:200 mg/L, tunggal atau campuran dengan
askorbil palmitat.
5. Butil Hidroksianisol (BHA)
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya.
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHT, butil hidrokinon tersier atau senyawa galat, tetapi galat tidak lebih dari
100 mg/Kg.
b. Margarin
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHT, atau senyawa.
c. Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak untuk konsumsi langsung,
atau untuk susu dan hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHT dan senyawa galat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
d. Ikan beku
Batas maksimum penggunaan: 1g/Kg.
e. Ikan asin
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
f. Mentega
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
g. Pangan lainnya kecuali: a) daging; b) ikan; c) unggas
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, kandungan lemak atau minyak
tunggal atau campuran dengan BHT atau propil galat.
6. Butil Hidrokinon Tersier
a. Lemak dan minyak pangan
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA, BHT, dan senyawa galat, tetapi galat tidak lebih dari 100mg/Kg.
7. Butil Hidroksiltoluen
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya.
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA, butil hidrokinon tersier atau senyawa galat, tetapi galat tidak lebih dari
100mg/Kg.
b. Margarin
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA, atau senyawa galat.

25
c. Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak untuk konsumsi langsung,
atau untuk susu dan hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA dan senyawa galat tidak lebih dari 100 mg/Kg.
d. Ikan beku
Batas maksimum penggunaan: 1g/Kg.
e. Ikan asin
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
f. Mentega
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
g. Pangan lainnya kecuali: a) daging; b) ikan; c) unggas
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, kandungan lemak atau minyak
tunggal atau campuran dengan BHA atau propil galat.
8. Dilauril Tiodipropionat
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya.
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg.
9. Propil Galat
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya.
Batas maksimum penggunaan: 100 mg/Kg.
b. Margarin
Batas maksimum penggunaan: 100 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA, atau BHT.
c. Minyak mentega dan lemak susu anhidrat (tidak untuk konsumsi langsung,
atau untuk susu dan hasil olah susu rekonstitusi)
Batas maksimum penggunaan: 100 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA atau BHT
d. Pangan lainnya kecuali: a) daging; b) ikan; c) unggas
Batas maksimum penggunaan: 200 mg/Kg, tunggal atau campuran dengan
BHA atau BHT.
10. Timah II Klorida
a. Asparagus dalam botol
Batas maksimum penggunaan: 25 mg/Kg, dihitung sebagai Sn.
b. Pekatan sari nanas
Batas maksimum penggunaan: 8 mg/Kg.
11. Alpha-Tokoferol
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya; margarin
Batas maksimum penggunaan: secukupnya
b. Bahan pelengkap serealia; pangan bayi kalengan
Batas maksimum penggunaan: 300 mg/Kg lemak, tunggal atau campuran
dengan tokoferol campuran pekat.

26
c. Kaldu
Batas maksimum penggunaan: 50 mg/Kg, produk siap konsumsi, tunggal atau
campuran dengan tokoferol campuran pekat.
12. Tokoferol Campuran Pekat
a. Lemak dan minyak pangan; minyak kacang; minyak kelapa; dan minyak
lainnya; margarin
Batas maksimum penggunaan: secukupnya
b. Bahan pelengkap serealia; pangan bayi kalengan
Batas maksimum penggunaan: 300 mg/Kg lemak, tunggal atau campuran
dengan alpha-tokoferol.
c. Kaldu
Batas maksimum penggunaan: 50 mg/Kg, produk siap konsumsi, tunggal atau
campuran dengan alpha-tokoferol.
d. PASI
Batas maksimum penggunaan: 10 mg/L, produk siap dikonsumsi.

D. Efek Terhadap Kesehatan

Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis antioksidan dan efeknya terhadap kesehatan
di antaranya sebagai berikut.

1. Asam L-Askorbik (Vitamin C)


Vitamin antioksidan ini digunakan dalam bir, potong buah, kentang kering dan selai.
Vitamin antioksidan dalam makanan ini membantu mencegah perubahan warna
makanan dengan mencegah oksidasi. Sulit untuk kesehatan gusi, gigi, tulang, kulit,
dan pembuluh darah. Dosis tinggi dapat menyebabkan diare dan erosi pada gigi.
Mengonsumsi lebih dari 10 gram per hari mudah terkena batu ginjal.
2. Natrium L-Askorbat (Vitamin C; Natrium L-(+)-Askorbat)
Dalam dosis standar tidak bersifat toksik. Tetapi, dari hasil percobaan yang dilakukan
pada tikus tampak memberikan pertambahan, yaitu efek karsinogen yang merugikan.
Efek pada manusia memerlukan penelitian lebih lanjut.
3. Kalsium L-Askorbat (Kalsium Askorbat)
Kalsium askorbatdapat membentuk batu kalsium oksalat pada urine yang akhirnya
akan mengendap pada ginjal dalam bentuk batu ginjal. Dianjurkan kalsium dari
askorbat yang terdapat pada tiap pangan hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah
total kalsium yang dibutuhkan tiap hari.
4. Asam 6-O-Palmitoll-L-Askorbik (Askorbil Palmitat)
Telah diketahui tidak menimbulkan efek yang merugikan.

27
5. Ekstrak Tokoperois Alam (Vitamin E)
Aditif makanan antioksidan ini digunakan dalam pai daging dan minyak untuk
mengurangi oksidasi asam lemak dan vitamin. Membantu pengiriman oksigen ke hati
dan otot. Sangat esensial untuk memperpanjang waktu hidup sel darah merah.
Bertindak sebagai antioksidan terhadap macam-macam asam lemak yang tidak larut
dalam jaringan penimbun lemak dan melindungi pangan dari oksidasi.
6. Sintetik Alfa-Tokoferol (Vitamin E: DL-alfa-tokoferol); Sintetik Delta Tokoferol;
(Vitamin E: DL-delta-tokoferol)
Menolong pengiriman oksige ke hati dan otot. Sangat esensial untuk memperpanjang
waktu hidup sel darah merah. Bertindak sebagai antioksidan terhadap macam-macam
asam lemak yang tidak larut dalam jaringan penimbun lemak dan melindungi pangan
dari oksidasi.
7. Sintetik Gama-Tokoferol (Vitamin E; DL-gama-tokoferol)
Menolong pengiriman oksige ke hati dan otot. Sangat esensial untuk memperpanjang
waktu hidup sel darah merah. Bertindak sebagai antioksidan terhadap macam-macam
asam lemak yang tidak larut dalam jaringan penimbun lemak dan melindungi pangan
dari oksidasi.
8. Propil Gallat; Oktil Gallat; dan Dodekil Gallat
Semua alkil gallat menyebabkan iritasi pada lambung dan kulit, memberikan efek
negatif terhadap penderita asma atau mereka yang sensitif terhadap aspirin.
Penggunaan tidak diijinkan untuk pangan bayi atau pangan anak kecil, banyaknay
jumlah penggunaan telah tedaftar oleh The Hyperactive Childres Support Groups
Exclusion. Propil Gallat sering ditambahkan ke dalam bahan pengepak pangan seperti
sereal untuk pangan pagi, keripik kentang, yang dengan demikian penambahan propil
gallat dimungkinkan dapat mencemarkan produk pangan.
9. Butil Hidroksil Anisol (BHA)
BHA tidak diperkenankan untuk pangan bayi dan anak kecil, kecuali pengawet
vitamin A. BHA merupakan salah satu bahan tambahan pangan oleh Hyperactive
Childrens Support Group yang dilarang penggunaannya untuk pangan anak-anak.
Fakta-fakta yang mendukung tentang berat BHA yang digunakan untuk keselamatan:
Penggunaan pada level tinggi sering dilaporkan bersifat toksik. Pada dosisi tinggi
mendorong timbulnya kanker sekitar lambung pada tikus dan tupai. Diduga juga BHA
memacu timbulnya tumor sekitar lambung melalui penghambatan hubungan antara
sel. Studi oleh British Industrial Biological Research Association menjelaskan bahwa
BHA menyebabkan perubahan genetik sel telur pada tupai cina.

28
Alergi yang menimpa banyak orang karena konsumsi BHA dipelajari pada tahun1977
dikarenakan terganggunya kesetimbangan metabolisme lemak yang terdapat dalam
tubuh.
10. Butil Hidroksiltoluen
Butylated hydroxyanisole (BHA) digunakan dalam margarin, minyak, keripik dan
keju. Antioksidan ini membantu mencegah reaksi yang mengarah pada pemecahan
lemak. Telah dilaporkan oleh LANCET bahwa BHT menyebabkan kulit menjadi
kasar seperti yang diderita wanita-wanita muda di Prancis. Dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan liver membesar, hal ini dikarenakan bahwa BHT menyebabkan tumor
paru-paru pada tikus, tumor hati, serta kandung kemih.
jika tikus diberi BHT sebelum zat penyebab kanker, maka BHT akan meningkatkan
detoksifikasi dari zat penyebab kanker, sehingga tikus percobaan terlindungi dari efek
kanker. Sebaliknya, akan terjadi tumor kandung kemih pada tikus jika diberikan zat
penyebab kanker terlebih dahulu baru kemudia BHT. Apabila kelinci diberi 1 gram
BHT per hari, maka kelinci akan menderita, yaitu otot menjadi lemah dan dalam
jangka waktu dua minggu kelinci akan mati.
BHT tidak diperkenankan untuk pangan bayi dan anak kecil. BHT merupakan salah
satu bahan tambahan pangan oleh Hyperactive Childrens Support Group yang
dilarang penggunaannya untuk anak-anak.

5. Antikempal

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang


Bahan Tambahan Pangan, yang dimaksud antikempal adalah bahan tambahan panganyang
dapat mencegah mengempalnya bahan pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya
bahan pangan yang berupa tepung. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan pada
makanan yang berbentuk serbuk, misalnya garam meja atau merica bubuk dan bumbu lainnya
agar pangan tersebut tidak mengempal dan mudah dituang dari wadahnya.

Antikempal merupakan senyawa anhydrous yang dapat menyerap air tanpa menjadi
basah. Bahan tersebut ditambahkan ke dalam produk berupa granula atau bubuk yang
mempunyai sifat higroskopis, misalnya garam meja, lada bubuk, bubuk untuk pembuatan
roti, dan lain sebagainya. Secara umum, antikempal dapat berfungsi karena mudah menyerap

29
air dengan melapisi partikel-partikel bubuk yang menyebabkan penolakan penyerapan air
atau bubuk dan atau karena bahan tersebut tidak dapat larut dalam air (Cahyadi, 2009).

Antikempal dapat berupa garam anhydrous atau zat yang dapat menyerap air karena
pengikatan di permukaan, tetapi dia sendiri tetap mudah dicurahkan atau dapat dibuat dalam
keadaan yang diperlukan dengan perlakuan fisik.

Banyaknya garam anhydrous bersifat polimorfi, yaitu dapat berada dalam beberapa
bentuk kristal. Pada keadaan ini zat tersebut menyimpan energi yang rendah dengan ikatan
antaratom yang kuat. Keadaan tersebut berubah pada waktu terjadi perubahan dari suatu
bentuk kristal ke bentuk kristal yang lain.

Menurut daftar dari FAO/WHO lebih dari 20 zat dapat digunakan sebagai
antikempal , dan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Garam stearat yang diujikan penggunaanya ialah garam-garam aluminium, ammonium.


2. Kalsium fosfat
3. Kalium dan natrium ferosianida
4. Magnesium oksida
5. Garam-garam asam silikat dari aluminium, magnesium, kalsium dan campuran aluminium.

Senyawa-senyawa pada kelompok 1, 2 dan 3 dapat membentuk hidrat. Kelompok 4


dan 5 dapat menyerap air. Magnesium oksida dan garam-garam silikat harus disiapkan
khusus untuk memperoleh bentuk yang dapat menyerap air.

Garam-garam kalsium dan magnesium asam lemah rantai panjang (diproses dari
lemak sapi), banyak digunakan sebagai antikempal pada bubuk sayuran kering, garam dapur,
bubuk campuran garam dapur dengan bawang, dan lain-lain. Kalium stearat bersifat tidak
larut dalam air, tetapi tidak dapat melekat dengan baik pada partikel bubuk sehingga dapat
mendorong sifat penolakan terhadap air.

a. Tujuan Penggunaan

Secara garis besar tujuan utama penamabahan antikempal adalah untuk mencegah
mengempalnya pangan berupa serbuk atau tepung dan memudahkan bahan pangan
dicurahkan dari wadahnya.

30
b. Persyaratan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang


Bahan Tambahan Pangan, persyaratan untuk antikempal dapat dilihat pada tabel berikut.

No. Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan

1. Aluminium 1. Susu bubuk 1 g/kg, tunggal atau campuran


silikat dengan antikempal lain

1 g/kg, tunggal atau campuran


2. Krim bubuk
dengan antikempal lain

2. Kalsium 1. Garam meja 10g/kg


aluminium
2. Serbuk garam dengan 20g/kg
silikat
bubuk rempah atau bumbu
merica
15 g/kg, tunggal atau campuran
3. Dekstrosa bubuk (tanpa
dengan antikempal lain
pati); gula bubuk (tanpa pati)

3. Kalsium 1. Lihat kalsium aluminium Lihat kalsium aluminium silikat


silikat silikat

2. Susu bubuk
10 g/kg, tunggal atau campuran
dengan antikempal lain

3. Krim bubuk 1 g/kg, tunggal atau campuran


dengan antikempal lain

4. Magnesium Lihat kalsium silikat Lihat kalsium silikat


karbonat

5. Magnsium Lihat aluminium silikat Lihat aluminium silikat


oksida

6. Magnesium Lihat kalsium aluminium Lihat kalsium aluminium silikat


silikat silikat

7. Miristat, 1. Dekstrosa bubuk (tanpa 15 g/kg, magnesium stearat tunggal


palmitat, dan pati); gula bubuk (tanpa pati) atau campuran dengan antikempal

31
stearat dalam lain
bentuk garam
2. Kaldu bubuk 15 g/kg, garam Al, Ca, Mg stearat,
dengan Al,
tunggal atau campuran dengan
Ca, Na, Mg,
silikon dioksida dan Ca fosfat
K, NH4

8. Natrium 1. Garam meja 10 g/kg


alumino
2. Serbuk garam atau bumbu; 15 g/kg, tunggal atau campuran
silikat
merica dengan antikempal lain

3. Kaldu bubuk 15 g/kg, tunggal atau campuran


dengan kalsium stearat dan kalsium
fosfat

5 g/kg
4. Serbuk garam dengan
rempah atau bumbu; merica
10 g/kg, tunggal atau campuran
5. Susu bubuk
dengan antikempal lain

1 g/kg, tunggal atau campuran


6. Krim bubuk dengan antikempal lain

9. Trikalsium 1. Lihat Kalsium aluminium Lihat Kalsium aluminium silikat


fosfat silikat

2. Kaldu bubuk
15 mg/kg, tunggal atau campuran
dengan garam stearat dan silikon
dioksida

10. Trimagnesium Lihat aluminium silikat Lihat aluminium silikat


fosfat

c. Pengelompokkan Antikempal

Menurut FAO/WHO, antikempal dikelompokkan dalam:

32
1. Garam-garam asam lemah rantai panjang, yaitu garam-garam miristat, palmitat dan
stearat. Yang diijinkan untuk digunakan adalah garam-garam aluminium, ammonium.
2. Kalsium fosfat
3. Kalium dan natrium ferosianida
4. Magnesium oksida
5. Garam-garam asam silikat dari aluminium, magnesium, kalsium dan campuran
aluminium.

d. Karakteristik Antikempal

Menurut Cahyadi, 2009, Secara garis besar karakteristik antikempal adalah

1. Berupa senyawa anhydrous yang dapat menyerap tanpa menjadi basah


2. Antikempal harus mudah dihancurkan
3. Berupa bahan anorganik alami yang tidak dalam keadaa bentuk kristal penuh.
4. Dapat dibuat dalam keadaan yang diperlukan dengan perlakuan fisik.

e. Efek Terhadap Kesehatan

Antikempal dapat dimetabolisasi dalam tubuh atau tidak menunjukkan akibat


keracunan pada tingkat penggunaan yang tepat. Akan tetapi, masuknya ferrosianida dalam
golongan antikempal merupakan hal yang aneh, tetapi angka A. D. I garam ini sangat rendah,
yaitu 0,025 mg/kg berat bada yang membahayakan jika dikonsumsi.

6. Pengatur Keasaman

Pengatur Keasaman (Asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang
ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat
bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai.
Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan
pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang dihasilkannya mempermudah proses
pengolahan. Bahan ini bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan
browning (Winarno, 2004). Dipertegas oleh Cahyadi, 2009, Penggunaan pengatur keasaman

33
di dalam pangan, yaitu untuk memperoleh rasa asam yang tajam, sebagai pengontrol pH, atau
sebagai pengawet.

Nilai pH suatu bahan berhubungan dengan derajat keasaman ataupun kebasaan bahan
pangan tersebut. Nilai pH 7 menunjukkan keadaan netral. Harga di bawahnya menunjukkan
bahwa bahan pangan tersebut bersifat asam, sedangkan nilai di atasnya menunjukkan bahwa
bahan pangan tersebut bersifat basa. Keadaan yang bersifat asam mudah dicapai dengan
penambahan asam, sedangkan keadaan basa dapat dicapai dengan penambahan basa. Dari
sejumlah pengatur keasaman tersebut pada umumnya terdapat delapan jenis asam organik
yang lebih sering digunakan untuk memperoleh/memberikan rasa asam pada bahan pangan,
di antaranya adalah asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam
suksinat, asam tartrat, dan asam fosfat (Cahyadi, 2009). Berikut ini adalah macam-macam
pengatur keasaman menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

1. Aluminium amonium fosfat


2. Aluminium kalium fosfat
3. Aluminium natrium sulfat
4. Amonium bikarbonat
5. Amonium hidroksida
6. Amonium karbonat
7. Asam adipat 16. Diamonium fosfat
8. Asam asetat glasial 17. Dikalium fosfat
9. Asam fosfat 18. Dinatrium fosfat
10. Asam fumarat 19. Glukono delta lakton
11. Asam klorida 20. Kalium bikarbonat
12. Asam laktat 21. Kalium hidrogen malat
13. Asam malat 22. Kalium hidroksida
14. Asam sitrat 23. Kalium karbonat
15. Asam tartrat 24. Kalium laktat
25. Kalium malat
26. Kalium natrium tartrat
27. Kalium sitrat
28. Kalium tartrat
29. Kalium asetat
30. Kalsium hidroksida

34
e. Tujuan Penggunaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahwa yang


dimaksud dengan pengatur keasaman adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman. Salah satu tujuan utama
penambahan asam pada bahan pangan adalah untuk memberikan rasa asam. Asam juga dapat
mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion
H+ atau ion hidrogenium H3O+.

Pengelompokkan pengatur keasaman jika ditinjau dari fungsi pengatur keasaman


tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pengasaman
- Asam asetat
- Asam suksinat
- Asam tartrat
- Asam malat
- Asam fumarat
- Asam laktat
- Asam piruvat
- Asam sitrat
- Asam pirofosfat
- Asam ortofosfat
2. Basa/penetral
- Na-sesquikarbonat
- Natrium bikarbonat
- Natrium hidroksida
- Amonium bikarbonat

35
3. Penetral
- Asam-asam lemak jenuh
- Asam-asam lemak tak jenuh

Fungsi penambahan penetral/pendapar adalah untuk menjaga agar pH suatu bahan


menjadi tetap. Pengatur keasaman ini biasanya digunakan di dalam bahan pangan, seperti
salad, margarin, baking powder, bir, roti, selai, jeli, natural cheese, es krim, bahan pangan
yang dikalengkan (sarden, pangan bayi, sayuran, dan buah-buahan), dan lain-lain.

f. Persyaratan

Berikut ini adalah batas maksimum penggunaan (BMP) dari pengatur keasaman
dalam produk pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan

Aluminium Soda kue Secukupnya


amonium fosfat

Aluminium Soda kue, bir Secukupnya


kalium sulfat

Aluminium Soda kue Secukupnya


natrium sulfat

Aluminium Coklat 50 g/kg, tunggal atau campuran dengan


bikarbonat hidroksida (amonium, kalium, magnesium,
Coklat bubuk dengan
natrium), bikarbonat (kalium natrium) dan
campuran cokelat dan gula
karbonat (amonium, kalium, kalsium,
magnesium, natrium) dihitung sebagai
K2CO3 anhidrat pada coklat bebas lemak

Amonium Coklat 50 g/kg, tunggal atau campuran dengan


hidroksida hidroksida (amonium, kalium, magnesium,
Coklat bubuk dengan
natrium), bikarbonat (amonium, kalium
campuran cokelat dan gula
natrium) dan karbonat (amonium, kalium,
kalsium, magnesium, natrium) dihitung

36
sebagai K2CO3 anhidrat pada coklat bebas
lemak

Amonium Coklat 50 g/kg, tunggal atau campuran dengan


karbonat hidroksida (amonium, kalium, magnesium,
Coklat bubuk dengan
natrium), bikarbonat (amonium, kalium
campuran cokelat dan gula
natrium) dan karbonat (amonium, kalium,
kalsium, magnesium, natrium) dihitung
sebagai K2CO3 anhidrat pada coklat bebas
lemak

Asam kadipat Kembang gula Secukupnya

Asam asetat Sediaan keju olahan 40 g/kg, tunggal atau campuran dengan
glasial pengasaman lain dan pengemulsi dihitung
terhadap bahan anhidrat

Asam fosfat Sarden dan ikan sejenis Secukupnya


kalengan, kaldu

Pangan bayi kalengan Secukupnya

Tomat kalengan, asparagus Secukupnya


kalengan

Acar ketimun dalam botol Secukupnya

Es krim dan sejenisnya Secukupnya

Udang kalengan 850 mg/kg

Keju, sediaan keju olahan 9 g/kg, total fosfat dihitung sebagai P2O5

Cokelat, cokelat bubuk 2,5 g/kg dihitung sebagai P2O5


dan campuran coklat
dengan gula

Bir Secukupnya

Asam fumarat Jem dan jeli; marmalad 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam
tartrat dan garamnya dihitung sebagai asam,
untuk mengatur pH antara 2,8 dan 3,5

Asam klorida Bir Secukupnya

37
Kasein Secukupnya

Asam laktat Pangan pelengkap serealia 15 g/kg bahan kering

Pangan bayi kalengan 2 g/kg

Sediaan olahan keju 40 g/kg, tunggal atau campuran dengan


pengasaman lain dan pengemulsi dihitung
terhadap bahan anhidrat

Pasta tomat Secukupnya sehingga pH tidak lebih dari 4,3

Buah zaitun 15 g/kg

Jam dan jeli marmalad Secukupnya sehingga pH tidak lebih dari 3,5

Kaldu: tomatan kalengan; Secukupnya


buah pir kalengan

Bir dan roti Secukupnya

Margarin, keju, PASI Secukupnya

Sarden dan ikan sejenis Secukupnya


sarden kalengan

Es krim dan sejenisnya Secukupnya

Kasein Secukupnya

Acar ketimun dalam botol Secukupnya

Asam malat Jam dan jeli marmalad Secukupnya sehingga pH antara 2,8 dan 3,5

Sayur dan buah kalengan Secukupnya


saus apel kalengan

Minuman ringan Secukupnya

Pasta tomat 34 g/l

Asam sitrat Pangan pelengkap serealia 25 g/hg, bahan kering

Pangan bayi kalengan 15 g/kg

Coklat 5 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam


tartrat
Coklat bubuk dengan
campuran cokelat dan gula

38
Sediaan keju olahan 40 g/kg, tunggal atau campuran dengan
pengasaman lain dan pengemulsi dihitung
terhadap bahan anhidrat

Buah zaitun 15 g/kg

Pasta tomat Secukupnya sehingga pH tidak lebih kurang


4,3

Jam dan jeli marmalad Secukupnya sehingga pH antara 2,8 dan 3,5

Bir; anggur Secukupnya

Asam tartrat Jam dan jeli; marmalad 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam
fumarat dan garamnya dihitung sebagai
asam, untuk mengatur pH antara 2,8 dan 3,5

Coklat 5 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam


sitrat
Coklat bubuk dengan
campuran cokelat dan gula

Kaldu 250 g/kg, produk siap dikonsumsi

Es krim 1 g/kg

Sayuran dan buah Secukupnya


kalengan

g. Efek Terhadap Kesehatan

Pada umumnya, semua bahan kimia jika dipakai dalam jumlah berlebihan akan
bersifat racun, baik pada hewan maupun pada manusia. Beberapa bahan asam sifatnya sangat
korosif, sehingga pada saat masuk ke mulut akan terasa panas yang membakar disertai
dengan rasa sakit yang tidak terhingga (Cahyadi, 2009). Gejala racun dari asam adalah:

1. Korosif pada selaput lendir mulut, kerongkongan, disertai dengan sakit, dan sukar
menelan. Dapat menyebabkan jaringan mati dan perubahan warna dari putih
menjadi kelabu kemudian menghitam.
2. Sakit di daerah lambung.
3. Luka yang bergelembung. Gelembung yang terjadi pada kulit dapat pecah dan
terjadi peradangan.

Basa juga dapat memberi sifat korosif pada jaringan. Bahan tersebut dapat
mempunyai sifat melarutkan protein dan mempunyai kemampuan menarik air dari jaringan

39
sel-sel tubuh sehingga jaringan menjadi lunak, bergelembung, dan warnanya menjadi
kecoklatan.

40
7. Pemutih Dan Pematang Tepung

Pemutih dan pematang tepung merupakan bahan tambahan pangan yang seringkali
digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya, dengan masuk karakteristik warna putih
yang merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga, begitu halnya dimaksudkan
untuk memperbaiki mutu selama proses pengolahannya, seperti dalam hal pengembangan
adonannya selama pengembangan (Cahyadi, 2009).

Warna tepung gandum yang masih baru biasanya kekuning-kuningan dapat berubah
menjadi warna kuning kecoklatan. Perubahan tersebut sering menimbulkan sifat organoleptik
warna dan penampakan yang tidak diinginkan, baik selam proses penyimpanan maupun selama
proses pembuatan produk pangan sehingga mengurangi mutu prosuk tersebut (Cahyadi, 2009).

Hal lain bahwa tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastik.
Bila dijadikan adonan roti, tidak akan mengembang dengan baik. Untuk memperoleh terigu
dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih kurang enam minggu. Selama masa pemeraman
tersebut, bahan bahan yang menyebabkan sifat lekat dan juga pigmen karatenoid akan teroksidasi
sehingga akan diperoleh tepung terigu yang berwarna putih dan dengan daya kembang yang baik
(Winarno, 2004).

Tentu saja proses pemeraman ini sangat tidak praktis. Untuk mempercepat proses tersebut
biasanya ditambahkan zat pemutih dan pematang tepung. Zat ini bersifat oksidator. Ikatan
rangkap dalam karatenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi pigmen karatenoid akan
menghasilkan senyawa yang tak berwarna. Selain itu zat pemutih dan pematang tepung ini
mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten menjadi ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S
ini terbentuk polimer protein yang panjang, lurus, dan membentuk lapisan lapisan tipis yang
saling melekat. Lapisa-lapisan tersebut dapat menahan gelembung udara, karena itulah roti akan
mengembang (Winarno, 2004).

a. Efek Terhadap Kesehatan

Bahan-bahan tambahan pangan yang tergolong ke dalam pemutih dan pematang tepung
umumnya adalah senyawa organik dan garam-garam organik. Beberapa persenyawaan tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Asam Askorbat
Bahan pangan yang mengandung bahan tambahan asam askorbat vitamin C diketahui
bebas dari pengaruh merugikan bagi tubuh apabila dikonsumsi dalam dosis untuk
pencegahan timbulnya penyakit.
Manusia lebh banyak menggunakan asam askorbat dalam bentuk L; bantuk D-asam
askrobat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. Manusia tidak dapat mensintesis
asam askorbat dalam tubuhnya, karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah
glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat. Oleh karena itu, asam askorbat harus
disuplai dari pangan.
Vitamin C dapat diserap oleh usus dengan cara difusi sederhana atau dengan cara
transpor aktif. Efisisnsi penyerapan oleh usus menurun dengan meningkatnya jumlah
asam askorbat yang dikonsumsi. Vitamin C yang tidak diserap oleh usus halus akan
dialirkan ke usus besar yang menimbulkan perubahan tekanan osmotik dalam usus
besar, yang berakibat meningkatnya kandungan air feses (feses berair), sehingga dapat
mengakibatkan diare. Kelebihan vitamin C dalam tubuh akan diekskresikan melalui
urine, yaitu bila kadarnya dalam plasma darah lebih tinggi dari 1,2-1,5 mg/ml.
Asam askorbat/vitamin C baik dalam bentuk reduksi maupun teroksidasi mempunyai
peranan fisiologik efektif sama, tetapi dalam bentuk dehidro askorbat lebih cepat
terhidrolisis, yang berarti kekuatan antiaskorbatnya hilang sama sekali. Senyawa
tersebut diperlukan sebagai senyawa perekat yang terletak antara sel-sel jaringan
badan pada umumnya. Vitamin C mencegah sakit dan pendarahan gusi, perdarahan
jaringan-jaringan dan mencegah terjadinya anemia, juga membantu perkembangan
struktur tulang pada umumnya dan klasifikasi normal.
b. Kalsium Steroil-2-Laktilat, Natrium Steroil Fumarat, dan Natrium-2-Laktilat
Bahan kimia tersebut merupakan garam-garam organik dalam tubuh akan terurai
menjadi ion-ionnya seperti Ca2+, Na+. Ion Ca2+ berperan dalam pembentukan jaringan
tulang. Toksisitas pemasukan kalsium yang berlebihan dapat menyebabakan
hiperkalsemia dalam darah yang terjadi apabila dalam tubuh terjadi kelainan klinik,
misalnya hiperparatiroidisme, keracunan vitamin D, sarkoides, dan kanker. Dalam
jumlah besar, kelebihan ion Na+ ditemukan dalam jaringan lunak dan cairan tubuh.
Natrium berfungsi sebagai kation di luar sel dalam cairan jaringan. Sehingga perannya
sangat penting dalam menjaga keseimbangan asam basa dan mengatur tekanan
osmosis jaringan. Kandungan Na dalam sel biasanya sedikit, karena kandungannya
dalam sel dapat diganti oleh ion K dan Mg. Natrium juga berperan aktif dalam impuls
saraf serta absorpsi gula dan asam amino dari saluran pernapasan. Konsentrasi Na
yang tinggi dapat diekskresikan bersama klor melalui urine dan keringat.
Untuk senyawa organik hasil uraiannya berupa asam-asam lemak laktilat, fumarat, dan
steroil. Senyawa-senyawa tersebut dapat dimetabolisme oleh tubuh dan dapat
menghasilkan energi, senyawa tersebut termasuk golongan senyawa organik dan
toksisitas yang tak berbahaya. Efek bahaya bagi tubuh dari senyawa-senyawa tersebut
belum dilaporkan.
c. L-sistein
L-sistein merupakan salah datu asam amino nonesensial yang berperan dalam
pertumbuhan dan pembentukan jaringan tubuh. Kelebihan sistein dapat ditemukan
dalam urine. Sistein tersebut merupakan komponen penting yang terdapat dalam
rambut, sekitar 8% protein rambut mengandung sistein. Sintesisi sistein diperoleh dari
reaksi metil ester hidroklorida dan benzilethiomethil dan sodiophtalimidomalonic
ester. Cara lain adalahhidrolisis dari keratin dalam rambut dan melalui jalur tirosin.
Defisiensi dari L-sistein bagi tubuh dapat menyebabkan penyakit seborrhea,
kerapuhan kuku atau jaringan tanduk (keratin), dan alopecia.

b. Persyaratan

Berikut ialah batas maksimum penggunaan pemutih dan pematang tepung sesuai
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

No. Nama Bahan Tambahan Bahan Pangan Batas Maksimum


Pangan Penggunaan

1. Asam askorbat Tepung 200 mg/kg

2. Aseton peroksida Tepung Secukupnya

3. Azodikarbon amida Tepung 45 mg/kg

4. Kalsium steroil-2- Adonan kue 5 g/kg bahan kering


laktilat Roti dan sejenisnya 33,75 g/kg tepung

5. Natrium stearil fumarat Roti dan sejenisnya 5 g/kg tepung


6. Natrium steroil-2- Roti dan sejenisnya 3,75 g/kg tepung
laktilat Wafer dan tepung 3 g/kg bahan kering
campuran wafer

Adonan kue 5 g/kg bahan kering

Serabi dan tepung 3 g/kg bahan kering


campuran serabi

7. L-sisteina Tepung 90 mg/kg secukupnya


Roti dan sejenisnya
(hidroklorida)

8. Pengemulsi, Pengental Dan Pemantap

a. Pengemulsi

Apabila minyak dituangkan ke dalam wadah yang berisi air, kemudian dikocok dengan
kuat maka campuran tersebut menjadi tidak bening. Campura tersebut terdiri atas titik-titik
cairan yang tersebar ke seluruh fase yang lain. Sistem campuran seperti ini disebut dengan sistem
emulsi. Tanpa pengemulsi sistem tersebut segera memisah menjadi dua bagian susunan seperti
semula (Cahyadi, 2009).

Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan
dan tegangan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat
bercampur dan selanjutnya membentuk emulsi (Cahyadi,2009).

Beberapa pengemulsi alami dapat diekstrak dari sumber-sumber nabati ataupun hewani
dan digunakan dalam bahan pangan olahan. Jenis pengemulsi lainnya adalah pngemulsi buatan
yang dibuat dengan meniru ciri-ciri pengemulsi alami.

Ciri-ciri pengemulsi berhubungan dengan sifat ampifilik, yaitu berhubungan tergantung


struktur molekulnya, bentuk molekulnya harus mempunyai gugus yang mempunyai fungsi
sebagai hidrofilik (kemampuan untuk bergabung dengan air) dan sebagai lipofilik (kemampuan
untuk bergabung dengan minyak). Sifat lipofilik merupakan sifat yang sangat dominan pada
pengmulsi pangan, tetapi keseimbangan antara hidrofilik dan lipofilik dapat bermacam-macam
tergantung pada komposisi kimianya.

1. Sistem Dispersi
Emulsi adalah sistem dispersi. Fase terdispersi disebut dengan fase discontinuous atau
disebut juga dengan globula-globula cairan yang mengelilingi globula-globula itu
disebut dengan fase continuous atau fase eksternal.

Jenis Fase Internal Fase Eksternal

Emulsi Cair Cair


Buih Gas Cair
Aerosol (kabut, asap) Cair, padat Gas
Suspensi Padat Cair

Sistem dispersi secara umum dapat terdiri dari tiga fase, yaitu fase cair, padat dan gas.
Pembentukan dispersi padatan, cairan maupun gas tergantung pada pengurangan
energi pada selang antarpermukaan oleh surfaktan.
2. Pelarutan
Emulsi minyak dalam air dapat kelihatan mirip seperti larutan yang sesungguhnya.
Keadaan seperti ini dapat dicapai dengan menggunakan sejumlah besar pengemulsi
hidrofilik yang dapat menyebabkan pembentukan globula-globula berukuran dimensi
koloid, yang lebih kecil daripada ukuran panjang gelombang sinar yang dapat dilihat.
Untuk mendapatkan efek pelarutan minyak di dalam air biasanya dibutuhkan jumlah
pengemulsi yang banyak, hingga beberapa kali berat minyaknya.
Jika larutan minyak tersebut diformulasikan dengan baik, maka sifatnya tetap mantap
pada beberapa keadaan suhu dan beberapa tingkat pengenceran. Salah satu jenis
produk larutan yang banyak diperdagangkan adalah emulsi minyak penyedap yang
dapat larut di dalam air.
3. Makro-Emulsi
Istilah makro menunjukkan ukuran partikel fase terdispersi. Ukuran makro-emulsi
berkisar 0,5 10,0. Kebanyakan makro mengemulsi berukuran partikel antara 2 -
5. Bentuk makro-emulsi lebih banyak digunakan dalam teknologi pangan daripada
bentuk emulsi terlarut. Jika makro-emulsi secara benar diformulasikan dengan baik,
emulsi tersebut sangat mantap. Pada umumnya,kenampakan makro-emulsi adalah
baru atau seperti susu karena perbedaan indeks bias antara kedua fase dan ukuran
diameter globula-globula lebih besar daripada ukuran panjang gelombang sinar yang
dapat dilihat.
Susu adalah contoh makro-emulsi yang paling banyak dijumpai. Makro-emulsi secara
nisbah sangat besar ukuran globulanya adalah salad dressing yang mudah mengalami
pemisahan fase-fasenya.
4. Buih dan Aerosol
Buih menyangkut campuran cairan dan gas, pembentukannya memerlukan bahan
aktif permukaan. Buih penting dalam berbagai produk pangan. Pemberian udara
adalah penting pada pangan yang diolah dengan pemanggangan (bakery). Puding
beku dan juga produk-produk yang berat jenisnya kecil seperti krim yang banyak
mengandung udara.
Pembentukan aerosol berupa kabut tidak banyak terpengaruh oleh adanya bahan aktif
permukaan. Partikel aerosol terbentuk dengan cepat sehingga surfaktan tidak
mempunyai kesempatan yang cukup untuk bergerak ke permukaan partikel-partikel
dan mengurangi tegangan permukaan.
5. Suspensi
Suatu kelompok pangan yang sangat umum adalah dalam bentuk suspensi. Suspensi
adalah suatu bentuk dispersi sebagai baha yang ukurannya secara nisbah cukup besar
tidak larut, tetapi tersebar dalam medium cair, biasanya medium cairnya adalah air.
Ukuran fase terdispersi adalah 0,1 sampai 100 yang berupa sekelompok globula.
Dalam formulasi suspensi, aspek teoritis utama yang harus dipertimbangkan adalah
peristiwa pengelompokkan globula, pertumbuhan kristal, dan kemampuan untuk
membentuk dispersi kembali ke muatan ion.
Pada suspensi, bahan aktif permukaan digunakan dalam bentuk kombinasi dengan
bahan pemantap makromolekuler hidrofilik atau bahan pengental, seperti sodium
karboksimetik selulosa, gom akasia, atau aluminium magnesium silikat. Bahan aktif
permukaan membantu pembasahan, mendorong keadaan seragam pada sistem
nonnewtonian, dan membantu pembentukan dispersi kembali. Salah satu contoh
suspensi dalam produk pangan adalah susu coklat.

b. Tujuan Penggunaan Pengemulsi

Fungsi-fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama,


yaitu
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan air, yang mendorong
pembentukan emulsi dan pembentukan keseimbangan fase antara minyak, air, dan
pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi.
2. Untuk sedikit mengubah sifat-sifat tekstur teknologi produk pangan, dengan
pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati dan protein.
3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan
mengendalikan keadaan polimorf lemak.

8. Pemantap Dan Pengental

Tekstur adalah salah satu sifat pangan yang penting, tentu saja dapat dinyatakan bahwa
nilai gizi merupakan unsur penentu mutu pangan yang paling penting. Sering nilai gizi bukan
merupakan dasar utama pemilihan pangan. Memang jika pangan tidak diterima secara estetika,
pangan tidak mendapat kesempatan untuk berperan pada pemenuhan kebutuhan gizi seseorang.

Secara umum, bahan-bahan pengental dan pembentuk gel yang larut dalam air disebut
dengan GOM, pentingnya gom dalam produk pangan adalah berdasarkan kepada ciri suka airnya
yang mempengaruhi struktur pangan dan sifat-sifat yang berkaitan dengan ciri tersebut.

Gom sebagian besar terdapat pada pangan alami dibutuhkan sebagai bahan penting yang
dapat berfungsi sebagai bahan pengental, pembentuk gel dan pembentuk lapisan tipis, serta
penggunaan lainnya yang berhubungan dengan fungsi tersebut, yaitu sebagai suspensi,
pengemulsi, pemantap emulsi, dan lain-lain.

a. Penggolongan Pemantap Dan Pengental

Batasan teknis mengenai gom yang sekarang banyak diterima adalah bahan poimer rantai
panjang yang berat molekulnya besar dan dapat larut atau membentuk dispersi dalam air dan
memberi akibat pengentalan dan sering memberi akibat pembentukan gel. Bahan-bahan tersebut
berupa koloid, maka sering disebut koloid hidrofilik atau hidrokoloid.

Batasan gom seperti disebut, di samping meliputi polisakarida tanaman alami, seperti
beberapa getah tanaman, ekstrak rumput laut, pektin dan pati, dari pati dan selulosa, dan
polisakarida seperti metil selulosa, hidroksipropil pati dan produk sintesisi kimiawi, seperti
polivinil pirolidon (PVP) dan polimer etilen oksida. Untuk mudahnya beberapa jenis gom
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu

1. Gom alami, yaitu gom yang diperoleh secara alami, seperti gom arab dan alganit.
2. Gom termodifikasi atau gom semisintetik, yaitu turunan kimiawi bahan alami, seperti
turunan selulosa dan pati.
3. Gom sintetik, yaitu bahan yang sepenuhnya hasil sintetik kimiawi seperti polivinil
pirolidon.

b. Tujuan Penggunaan Beberapa Gom

- Gelatin
Gelatin dapat diperoleh dari kolagen yang dapat dijumpai pada kulit dan tulang
belulang dan kasein tulang. Perubahan kolagen menjadi gelatin dihasilkan dengan
ekstraksi kolagen dengan air panas setelah perlakuan dengan asam atau basa.
Perlakuan kimia yang berbeda tersebut menghasilkan gelatin A dan gelatin B. Kedua
jenis tersebut dapat dibedakan berdasarkan titik isoelektriknya, yaitu gelatin A pada
pH 8-9 dan gelatin B pada pH 5.
Gelatin digunakan luas dalam industri pangan untuk pembuatan kristal jeli, puding
yang dibungkus, es krim, sosis, dan dalam pengalengan daging. Gelatin juga dapat
digunakan dalam penjernihan minuman hasil fermentasi, misalnya anggur dan lain
lain, digunakan sebagai penahan buih dalam bir dan minyak digunakan sebagai bahan
pembuatan kapsul dalam industri farmasi. Meskipun harganya mahal dibanding
dengan harga hidrokoloid lainnya berdasarkan penggunaannya, peran gelatin mampu
bertahan dalam pasaran untuk pengunaan dalam es krim. Sifat-sifat yang paling
penting di samping berfungsi sebagai pemantap es krim, gelatin memberi sifat tekstur
yang khas dan tahan terhadap perubahan suhu mendadak. Sifat tekstur khas tersebut
sangat berbeda terhadap tekstur es krim yang mengandung gom santan atau gom
kacang lokus atau campurannya sebagai pemantap.
a. Pektin
Bahan-bahan pektin adalah suatu bahan hidrokoloid karbohidrat yang terdapat pada
jaringan tanaman tingkat tinggi dan umumnya berada bersama-sama dengan lignin dan
hemiselulosa. Bahan-bahan pektin merupakan polimer asam galakturonat yang
berikatan dengan 1-4. Asam poligalakturonat tersebut teresterifikasi sebagai metil
ester (COOCH3) yang tingkat esterifikasinya dapat beragam dan sebagian jumlah
karboksil dapat berikatan dengan basa.
Pektin adalah istilah untuk bahan-bahan pektin yang terseterifikasi sebagian ataupun
ternetralisasi sebagian gugus karboksilnya. Pektin terdapat hampir pada semua
tumbuhan tingkat tinggi, terdapat pada dinding sel lapisan-lapisa antarsel. Fungsi
utamanya adalah sebagai perekat.
Penggunaan pektin dalam pangan, pektin harus larut seluruhnya untuk menghindari
pembentukan gel yang tidak merata. Pelarutan seluruhnya memungkinkan
pengempalan tidak terjadi. Jika pektin mengental akan sulit sekali untuk
melarutkannya. Pektin dapat dibuat dispersi terlebih dahulu dengan cara baku biasa
untuk pembuatan dispersi pada umumnya. Pektin seperti juga pembentukan gel
lainnya, tidak larut dalam suatu media yang biasanya terjadi penjedalan. Makin sulit
larut jika bahan padatan dalam medium makin banyak. Untuk memudahkan pelarutan
pektin dapat dicampur dengan padatan yang mudah larut, seperti natrium bikarbonat,
gula atau dispersi dalam alkohol, atau melarutkan terlebih dahulu dalam air pada suhu
60-80C sampai kepekatan 10% dengan pengadukan cepat. Karena pektin mempunyai
sifat koloid yang menyebabkan rasa sentuhan di mulut yang dikehhendaki dalam air
buah, pektin bermetoksi tinggi dapat ditambahkan pada air buah. Pektin dapat juga
ditambahkan pada rekonstitusi air buah untuk memperoleh konsistensi seperti keadaan
aslinya.
b. Pati
Amilosa dan amilopektin adalah molekul-molekul penyusun utama pati. Secara umum
pati terdiri dari 25% amilosa dan 75% amilopektin. Perbandingan jumlah penyusunan
sangat beragam tergantung jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pemantap emulsi
pada saus salada jenis mayonnaise. Mayonnaise adalah emulsi jenis semipadat, dibuat
dari minyak nabati sebanyak 65% kuning telur atau telur seutuhnya, cuka atau jeruk
dengan bumbu rempah dan gula.
c. Ekstrak Rumput Laut
Agar adalah istilah umum yang lebih berkaitan dengan ciri-ciri gel. Agar terdiri atas
fraksi yang mengandung sulfat disebut agarosa dan fraksi yang tidak mengandung
sulfat disebut agaropektin. Agarosa dapat membentuk gel, sedangkan agaropektin
tidak dapat. Penggunaan agar pada pangan sebagai pembentuk gel dalam industri roti,
hasil olahan daging, ikan dan lain lain.
d. Algin
Asam alginat adalah polisakarida linier yang terdiri atas rangkaia satuan-satuan asam
D-manuronat (M) dan asam L-gukoronat yang bersambung dengan ikatan 1-4
glikosidik. Penggunaan asam alginat dalam industri pangan adalah sebagai pemantap
es krim, es susu, keju, dan sebagai pembentuk gel dalam puding. Sebagai pembentuk
suspensi dan pengental dalam minuman dari buah-buahan dan minuman lainnya,
sebagai pemantap buih pada bir, sebagai pengemulsi dalam saus dan pembentuk
lapisan tipis dalam pelapisan daging, ikan, dan olahan pangan lainnya.

c) Efek Terhadap Kesehatan

Efek pengemulsi, pemantap dan pengental terhadap kesehatan dapat diketahui pada tabel
berikut.

No. Nama Bahan Efek Terhadap Kesehatan


Tambahan Pangan

1. Lesitin Lesitin adalah nutrisi dan bersifat nontoksik

2. Sodium laktat Dapat menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak tidak


tahan terhadap laktosa, tetapi tidak ditemui sifat racunnya
pada orang dewasa.

3. Potasium laktat Dapat menimbulkan keracunan tertentu pada anak-anak tidak


tahan terhadap laktosa, tetapi tidak ditemui sifat racunnya
pada orang dewasa.

4. Kalsium laktat Tidak satu pun diketahui.

5. Asam sitrat Asam sitrat apabila dikonsumsikan terlalu banyak


menyebabkan erosi pada gigi dan dapat menyebabkan iritasi
lokal

6. Sodium sitrat Dapat mengubah sekresi urine sehingga apabila dalam


pemberian obat dapat menyebabkan kurang efektif bekerja
atau bahkan dapat menjadi racun.

7. Amonium ferri sitrat Mencegah anemia.

8. Kalsium disodium Pemakaian EDTA yang berlebihan dalam baha pangan dapat
EDTA mengikat logam logam yang diperlukan oleh tubuh, seperti
besi, seng, Cu, sehingga tubuh kekurangan logam-logam
esensial

9. Asam alginat Pemakaian yang berlebihan dalam bahan pangan dapat


menghambat proses pnyerapan nutrisi tertentu seperti mineral
dan unsur renik

10. Sorbitol Tidak terdapat risiko keracunan yang nyata, tetapi penggunaan
yang berlebihan dapat menyebabkan flatulensi sementara atau
intestinal distention, tetapi juga mengurangi kadar kolesterol
darah.

9. Penyedap Rasa Dan Aroma

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan


tambahan pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan
tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
Penyedap rasa merupakan gabungan dari sebuah perasaan yang terdapat dalam mulut, termasuk
mouth feel. Suatu pangan mempunyai rasa asin, manis, asam, atau pahit dengan aroma yang
khas. Mouth feel suatu bahan pangan adalah perasaan kasar-licin, lunak-liat, dan cair-kental.
Penyedap rasa bukan hanya merupakan suatu zat, melainkan suatu komponen tertentu yang
mempunyai sifat khas (Cahyadi, 2009).

Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat
memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima, dan lebih menarik. Sifat utama pada
penyedap adalah memberi ciri khusus suatu pangan, seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis,
lemon, dan sebagainya (Cahyadi, 2009).
Bahan penyedap ada yang berasal dari bahan alami, seperti bambu, herba, daun minyak
esensial, ekstrak tanaman atau hewan, dan oleoresin. Namun, pada saat ini sudah dapat dibuat
bahan penyedap sintetis, yang merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai flavor
penyedap alami (Cahyadi, 2009).

a) Tujuan Penggunaan

Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi dalam bahan pangan sehingga dapat
bersifat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Sifat utama pada
penyedap rasa adalah memberi ciri khusus pada suatu pangan, seperti aroma jeruk manis, jeruk
nipis, lemon, kola, cokelat, krim, vanili dan sebagainya. Adanya warna pada pangan juga dapat
dikaitkan dengan aroma yang khusus.

Tujuan Penggunaan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut.

a. Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan,
misalnya keju dan yoghurt.
b. Modifikasi, pelengkap, atau penguat aroma. Contoh, penambahan aroma ayam pada
pembuatan sup ayam, dan aroma butter pada pembuatan margarin.
c. Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. Contoh, bau
langu (beany flavor) pada kedelai, dan after taste beberapa minuman ringan yang kurang
disukai.
d. Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan komponen dalam bahan
pangan. Contoh penambahan krim pada kopi menyebabkan aroma spesifik dan juga dapat
mengurangi rasa pahit. Penambahan vanili dapat memberi kesan rasa yang lebih manis
dan dapat memperkuat semua aroma yang ada dalam bahan.

b) Persyaratan Pemakaian

Penggunaan bahan penyedap hanyalah untuk menaikkan penerimaan atau nilai suatu
pangan, tetapi tidak untuk menyembunyikan aroma yang kurang enak karena kerusakan
makanan. Pada tahun1964, FDA (Food and DrugsAdministrtion) Amerika menyebutkan ada
1.242 komponen penyedap rasa yang dapat dipergunakan dalam bahan pangan, tetapi tahun 1969
diketahui bahwa penggunaan siklamat ternyata mmbahayakan kesehatan. Dari penelitian ini
kemudian dilakukan penelitian yang lebih seksama terhadap semua zat adiktif. Pada tahun 1977,
The FAO/WHO Expert Committee on Food Additives menyatakan bahwa dari 41 jenis bahan
penyedap hanya 35 jenis yang telah diketahui dosis penerimaan setiap hari atau ADI (Acceptible
Daily Intake) dan 9 diantaranya diperketat penggunaannya.

Di beberapa negara termasuk jepang, menggunakan bahan penyedap alam yang dianggap
lebih aman, yaitu FACC (Food Additives and Contaminants Committee) telah menggolongkan
1.585 jenis bahan penyedap menjadi enam golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Bahan penyedap alami merupakan komponene aroma yang terdapat dalam bahan pangan,
seperti buah atau kacang-kacangan. Telah diketahui dalam golongan ini sebanyak 83
macam yang terdapat dalam bahan nabati. Bahan penyedap alami kadang-kadang
terdapat bersama-sama pewarna dalam bahan yang sama sehingga sulit dipisahkan.
2. Baha penyedap alami yang dihasilkan dari sejenis bumbu atau tanaman rumput (herba)
dan sejenis sayuran, dipergunakan dalam jumlah kecil sebagai bahan tambahan pangan.
Seperti halnya pada golongan pertama, yang secara alami telah terdapat dalam bahan
sebanyak 343 macam, tetapi yang dinyatakan aman sebagai bahan tambahan pangan
hanya sebanyak 72 macam, sedangkan yang lain dinyatakan sebagai bahan beracun.
3. Bahan penyedap alami yang dipergunakan sampai sekarang, tetapi tidak berasal dari
bahan pangan, bumbu atau herba. Dari golongan ini yang telah diketahui sebanyak 111
macam, sampai sekarang belum diketahui adanya toksisitas dari bahan tersebut.
4. Bahan penyedap yang telah diketahui kemungkinan bersifat toksis dan tidak
dipergunakan sebagai bahan tambahan pangan. Dari golongan ini yang telah diketahui
ada 13 macam, yaitu
a. Hepatica (Anemone hepatika),herba;
b. Deadky nighshada (Atropa belladonna), seluruh tanaman;
c. White bryony (Bryonica dioica), akar;
d. Mexican Goose Foot (Chnopodium ambrosioides), herba;
e. Lily of the Valley ( Convallaria majalis), seluruh tanaman;
f. Mezereon (Daphne mezereum), seluruh tanaman;
g. Male Ferm (Dryopteris filix-mas), rhizoma;
h. Heliotropium europaeum, daun;
i. Jamaica Dogwood (Piscidia erythrina), akar;
j. Polypody (Polupodium vulgare), rhizoma;
k. Pomegranate (Punica granatum), akar;
l. Slippery elm (Ulmus fulv), bark;
m. Squill (Urginea scilla), bulb.
5. Bahan penyedap buatan dan sintetis yang diperkirakan dapat dipergunakan sebagai bahan
tambahan pangan pada golongan ini yang telah diketahui sebanyak 754 macam dan telah
diberi nama, baik kimiawinya maupun nama dagangnya. Lebih lanjut lagi penggolongan
bahan penyedap ini berdasarkan sifat toksisitasnya, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak berpengaruh terhadap manusia bilal diberikan pada jumlah yang besar.
b. Penggunaannya terbatas berdasarkan sifat-sifat bahannya selama proses, tetapi tidak
bersifat toksis.
c. Penggunaannya terbatas, baik ditinjau secara teknnik (proses) maupun toksisitasnya.
6. Bahan penyedap buatan atau sintetis, yang secara profesional dapat diterima dalam bahan
pangan, tetapi masih belum ada data-data tentang toksisitas bahan tersebut. Pada
golongan ini telah diketahui sebanyak 234 macam.

Bahan penyedap diperkirakan berjumlah 1.585 macam, 596 merupakan bahan alami yang
telah terdapat dalam bahan pangan, sedangkan 988 macam merupakan penyedap buatan atau
sintetis. Untuk mengetahui sifat bahan penyedap perlu dilakukan uji terhadap:

a. Dosis optimal yang dipergunakan;


b. Kelayakan sebagai bahan pangan;
c. Sifat-sifat kimiawi dan biokimiawi bahan;
d. Pengaruhnya terhadap diet normal;
e. Adanya faktor self-limiting;
f. Kemungkinan terjadinya kerusakan selama pengolahan atau pemasakan dan penyimpanan.

Selain penggolongan bahan penyedap diatas, rasa sedap juga dapat dihasilkan karena
proses pengolahan atau dapat dibentuk secara fermentasi. Sebagai contoh, reaksi Browning
enzimatis maupun nonenzimatis dapat menghasilkan bau yang kuat, yaitu terbentuknya furfural,
maltol pada reaksi maillard. Timbulnya aroma pada daging yang dimasak disebabakan karena
pemecahan asam asam amino dan lemak. Pembuatan MSG (Monosodium glutamat) sebagai
penguat rasa, dibuat secara fermentasi.
Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan,
terdapat 75 jenis penyedap rasa dan aroma yang diperbolehkan seperti alil isosianat, benzaldehid,
etil fenil asetat, dan sebagainya yang batas maksimum penggunaannya adalah secukupnya.
Namun, khusus untuk etil vanilin yang digunakan pada pangan bayi kalengan dan pangan
pelengkap serealia, batas maksimum penggunaannya adlah 70 mg/kg produk yang siap
dikonsumsi. Selain itu, juga terdapat 4 jenis penguat rasa (flavor enhancer) yang diperbolehkan
dengan batas maksimum penggunaan secukupnya, yaitu asam guanilat, asam L-glutamat, asam
inosinat, kalium, dan natrium 5 ribonukleotida.

Kode Nama Bahan Dosis Maksimum /Kg Berat


Badan

620 L-asam glutamat 0-120 mg

621 Mono Sodium Glutamat 0-120 mg

622 Mono Potassium Glutamat -

623 Kalsium dihidrogen di-L-Glutamat 0-120 mg

627 Sodium Guanilat Tidak Ditentukan

631 Sodium 5 Inosinat Tidak Ditentukan

635 Sodium 5 Ribonukleotida Tidak Ditentukan

636 Maltol 0-1 mg

637 Ethyl Maltol 0-2 mg

c) Jenis Bahan Penyedap

1. Penyedap Alami

a. Bumbu, Herba, dan Daun


Bahan penyedap yang pertama kali digunakan oleh manusia adalah bumbu. Selain
berfungsi sebagai penyedap, juga berfungsi sebagai pengawet seperti pada pengolahan daging.
Bumbu dapat didefinisikan sebagai jenis bahan yang dapat bersifat pungent dan dalam jumlah
sedikit sudah efektif sebagai penyedap. Sebagai contoh merica, kayu manis, pala, jahe, dan
cengkih. Herba (sebangsa rumput) dan daun merupakan tanaman yang dapat dipergunakan selain
sebagai penyedap juga sebagai obet dan pewarna. Bahan ini dipergunakan dalam bentuk segar
maupun kering. Contoh, sereh, daun pandan, daun salam, rosemary, oregano, tarragon, dan
marjoran.

Bumbu dan herba lebih baik digunakan dalam bentuk ekstraknya seperti minyak esensial
dan oleoresin. Secara tradisonal penggunaannya adalah 0,5-1% dari jumlah total pangan karena
dalam bentuk mentah aromanya kurang kuat, dan biasanya bersifat tidak larut dan dapat
memberikan warna, juga dapat memperkuat tekstur dan bersifat antibakteri dan antioksidan. Cara
penyimpanan bahan penyedap berpengaruh terhadap stabilitas aroma apabila disimpan dalam
bentuk mentah, terutama pada bahan penyedap yang mempunyai pori-pori banyak, menyebabkan
aroma dapat terpengaruh oleh bau disekitarnya. Penyedap alami yang kurang sempurna
mengeringkannya atau disimpan pada kelembapa yang tiggi dapat mnyebabkan terjadinya
kontaminasi dengan bakteri dan jamur.

b. Minyak Esensial dan Turunannya

Minyak esensial dapat didefinisikan sebagai zat aromatik yang tebentuk minyak cair,
padat, atau setengah padat yang terdapat pada tanaman. Biasanya bersifat larut dalam alkohol
atau eter, sedikit larut dalam air dan mudah menguap. Zat aromatik dalam bumbu dan herba
sebagian besar berupa minyak esensial. Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman
seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkih), biji (merica, ketumbar, adas), dan sebagainya.
Minyak esensial terdiri dari dua komponen yaitu hidrokarbon (C5H8)n dan komponen teroksidasi
dari hidrokarbon tersebut, seperti sitrat, geraniol, dan linalool.

Penyimpanan minyak esensial dilakukan dalam botol kaca yang berwarna gelap untuk
mengindari oksidasi, pengisian harus dalam wadah yang penuh, ditutup rapat, dan disimpan
dalam suhu rendah. Bila cara penyimpanan baik, maka dapat disimpan lama. Contoh, minyak
buah limau dapat bertahan sampai 50 tahun.
c. Oleoresin

Oleoresin dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil terhadap bumbu
atau herba yang telah digiling. Sifat oleoresin berbeda dengan minyak esensial, yaitu mempunyai
titik didih tinggi dan bersifat tidak mudah menguap (nonvolatil). Oleoresin merupakan caira
kental, kadang-kadang berwarna dan mempunyai sifat pelarutan yang berbeda pada pengolahan
pangan.

Secara normal penggunaan oleoresin dalam pangan sebesar 1/5-1/20 dari total bumbu
kering dan bersifat lebih tahan terhadap suhu tinggi, misalnya pada penggorengan atau
pemanggangan.

Beberapa keuntungan bila menggunakan penyedap oleoresin adalah

1) Aroma yang dihasilkan lebih seragam pada bumbu dan herba mutu flavor kekuatan dan
warna beraneka ragam tergantung pada kondisi lingkungan tanamannya.
2) Bersifat lebih stabil. Pada bumbu dan herba dapat berkurang aromanya selama
penyimpanan karena terjadi pengurangan jumlah minyak volatil melalui proses
polimerisasi, oksidasi, dan evaporasi. Bila dipergunakan oleoresin adanya komponen
yang bersifat nonvolatil termasuk zat antioksidan dapat mencegah kehilangan aroma.
3) Penyimpanan yang lebih mudah, tidak membutuhkan tempat yang banyak, jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan dengan bahan dasarnya.
4) Tahan terhadap kontaminan mikroba. Oleoresin tidak dapat dipergunakan untuk
pertumbuhan sel-sel mikroba, sehingga bila disimpan tidak mudah mengalami
kontaminasi.
5) Oleoresin mempunyai nilai aroma yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kering.
Dalam bentuk kering, bumbu maupun herba masih memungkinkan kehilangan aroma
yang terdapat dalam sel, sehingga aromanya berkurang.

d. Isolat Penyedap

Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan dengan mengisolasi komponen


yang terdapat dalam bahan, yaitu dengan memisahkan masing-masing zat penyedap aroma, isolat
penyedap mempunyai daya aromatik yang lebih baik, biasanya diisolasi dari bagian minyak
esensial tanaman dengan cara destiasi, kristalisasi, dan ekstraksi. Komponen penyedap tertentu
seperi felandren, santalol, dan vetiverol tidak dapat dibuat secara sintetis, tetapi hanya dengan
cara isolasi dari bahan asalnya.

e. Penyedap dari Sari buah

Sari buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan
bahan padat seperti gula, pektin, dan mineral. Oleh karena itu, kurang baik (kurang stabil)
apabila dibandingkan dengan bahan penyedap lain.

f. Ekstrak Tanaman atau Hewan

Penyedap juga dapat dihasilkan oleh ekstrak tanaman selain yang tergolong dalam bumbu
atau herba dan hewan tertentu. Contoh,ekstrak kopi,cokelat, vaniili dan sebagainya. Bahan
penyedap jenis ini harus mempunyai kandungan bahan yang terekstrak sebesar 10 20 gram per
100ml larutan.

2. Penyedap Sintetis

Penyedap sintetis atau sering disebut sebagai penyedap artifisial adalah komponen atau
zat yang dibuat menyerupai aroma penyedap alami. Penyedap jenis ini dibuat dari bahan
penyedap aroma baik gabungan dengan bahan alami maupun dari bahan itu sendiri. Komponen
aroma yang dipergunakan untuk pembuatan penyedap sintetis dapat digolongkan menjadi empat
golongan berikut.

a. Komponen yang secara alami terdapat dalam tanaman, seperti minyak cengkih, minyak
kayu manis, dan minyak jeruk.
b. Zat yang diisolasi dari bahan penyedap alami, seperti benzaldehid dari minyak pahit
almond, sinamat aldehid dari minyak cassia, eugenol dari cengkih, sitrat dari buah limau,
dan sebagainya.
c. Zat yang dibuat secara sintetis, tetapi juga zat yang identik atau sama dengan zat yang
terdapat secara alami.
d. Zat-zat sintetis yang terdapat secara alami. Sebagai contoh allyl kaproat (allyl heksanoat)
dan etil fenil glisidat (aldehid C-16).
Semua bahan-bahan tersebut diatas, kecuali minyak esensial yang terdapat secara alami
merupakan zat kimia aromatik yang berdiri sendiri. Sebagian bahan aromatik kimia, masing-
masing komponen berfungsi sebagai gugus fungsional dlam penyedap, yaitu eter, asam, alkohol,
keton, lakton, merkaptan, dan lain-lain. Beberapa komponen penyedap sintetis berperan sebagai
penguat aroma pada penyedap alami, sebagai contoh asetaldehida dapat dipergunakan sebagai
penguat aroma jeruk. Masing-masing penyedap sintetis dapat memberikan aroma yang spesifik,
misalnya penggunaan etil butirat atau etil 3-hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur
atau mempunyai sifat sinergis dengan aroma anggur. Penyedap sintetis harus mempunyai
kesetimbangan untuk pembentukan aroma yang dapat diterima, yaitu adanya kesetimbangan
antara senyawa aromatik dan bahan pelarutnya, demikian juga pelarut tersebut tidak
menimbulkan aroma yang baru bila dicampurkan, dan selama penyimpanan tidak terjadi
perubahan aroma.

Pada penyedap sintetis yang memberikan aroma seperti buah, umumnya senyawa eter.
Untuk mendapatkan aroma spesifik yang menyerupai aroma alami, senyawa-senyawa aromatik
dicampur dalam konsentrasi yang berbeda. Setiap penyedap tiruan mempunyai komponen
aromatik bervariasi antara 1-10 ppm.

Beberapa senyawa sintetis tidak dapat menimbulkan aroma, tetapi dapat menimbulkan
rasa enak (aroma potentionator, aroma intesifier, aroma enhancer). Flavor potentiator adalah
bahan yang dapat meningkatkan rasa enak atau dapat menekan rasa yang kurang enak dari suatu
bahan pangan. Bahan itu sendiri tidak atau sedikit mempunyai cita rasa. Sebagai contoh,
penambahan senyawa L-asam glutamat pada daging atau masakan akan menimbulkan cita rasa
yang lain dari cita rasa asam amino tersebut. Penggunaan dari asam glutamat hanya efektif pada
daging, sup, masakan dari ikan, ayam, dan lain-lain, tetapi tidak efektif untuk penyedap buah,
sari buah, atau pangan berbumbu manis.

d) Efek Terhadap Kesehatan

Sebagian penyedap rasa alami tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi
kesehatan. Namun, ada beberapa penyedap rasa sintetis yang banyak beredar di pasaran yang
bila dipakai berlebihan menimbulkan efek terhadap kesehatan, misalnya Chinese Restaurant
Syndrome yang disebabkan oleh pemakaian MSG.
Beberapa bahan penyedap rasa yang menyebabkan gangguan kesehatan, yaitu sebagai
berikut.

1. Monosodium glutamat (MSG)


MSG masuk ke dalam plasenta dan tidak dapat mencapai janin yang sedang tumbuh,
namun apabia si bayi telah disusui, MSG dapat dimetabolisir. Chinese Restaurant
Syndrome (CRS) mula-mula diungkapkan pertama kali oleh Dr. Ho Man Kwok (1969),
yaitu suatu gejala yang timbul kira-kira 20-30 menit setelah mengonsumsi pangan yang
dihidangkan di restoran Cina. Gejal CRS yang diungkapkan adalah sebagai berikut.
Orang tersebut merasakan kesemutan pada punggung, leher, rahang bawah, serta leher
bagian bawah kemudian merasa panas, disamping gejala lain seperti wajah berkeringat,
sesak dada bagian bawah, dan kepala pusing.
Dari hasil peelitian yang telah dilakukan waktu itu disimpulkan bahwa sebab utama
timbulnya gejala tersebut diakibatkan MSG yang terdapat pada sup. Kadar MSG yang
ada dalam sup memang biasanya relatif sangat tinggi, ditambah lagi kenyataan bahwa sup
selalu dihidangkan palin awal dan dikonsumsi sewaktu perut masih kosong atau lapar,
sehingga MSG dapat dengan cpat terserap ke dalam darah yang kemudian dapat
menyebabkan gejala CRS.
Dari penelitian selanjutnya, khususnya analisis terhadap kadar MSG dalam serum darah
pasien, teryata glutamat bukan merupakan senyawa penyebaba yang efektif terhadap
terjadinya gejala CRS, tetapi diperkirakan gejala tersbut timbul karena adanya senyawa
hasil metabolit glutamat seperti GABA (Gamma Amino Butiryc Acid), serotin, bahkan
histamin.
Pada tahun yang asama ( 1969), John Olney mengumumkan hasil penelitianya yang
kemudian menimbulkan banyak polemik dan kontroversi. Hasil penelitian tersebut
secara singkat dapat diutarakan sebagai berikut.
Bila dalam dosis tinggi (0,5 g/kg/berat badan/hari) atau dalam dosis yang lebih tinggi,
MSG diberikan sebagai pangan kepada cindil atau anak tikus putih, maka dapat
mnyebabkan kerusakan beberapa sel saraf, khususnya dibagian otak yang disebut
hypothalamus. Penelitian berikutnya yang dilaporkan adalah bila MSG disuntikkan
dibawah kulit pada cindil tikus atau pada bayi monyet, maka juga akan timbul gejala
kerusakan sel saraf otak dengan akibat anak tikus dan anak monyet menjadi pendek dan
gemuk serta mengalami kerusakan retina mata. Penggunaan MSG dalam pangan bayi di
AS pada tahun 1970 yang dikurang i dari 500 mg/kg berat badan menjadi 130 mg/kg
berat badan dalam 4,5 ons pangan bayi ternyata tidak begitu berpengaruh untuk
mngurangi kerusakan otak bayi.
Berbagai penelitian yang kemudian dilakukan hasilnya banyak yang bertentangan dan
sebaliknya dan beberapa diantaranya ada yang mendukung hasil penelitian Olney
tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akibat dan gejala yang ditimbulkan
oleh MSG pada manusia belumlah cukup lengkap untuk dapat diungkapkan secara
gamblang dan memuaskan. Contoh, produk pangan ringan, saus cabe, kentang goreng,
sup, miso dan sebagainya.
2. L-asam glutamat
Sama halnya dengan MSG diduga dapat menyebabkan Chinese Restaurant Syndrom
(CRS), dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Penggunaan MSG dalam
pangan bayi di AS pada tahun 1970 yang dikurang i dari 500 mg/kg berat badan menjadi
130 mg/kg berat badan dalam 4,5 ons pangan bayi ternyata tidak begitu berpengaruh
untuk mngurangi kerusakan otak bayi.
3. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamat)
Kadang-kadang dapat menyebabkan mual, muntah dan kejang perut, walaupun toksisitas
garam potassium yang dikonsumsi oleh orang sehat relatif kecil, karena potassium akan
diekskresi dengan cepat di dalam urine. Potassium berbahaya bagi penderita gagal ginjal.
Potassium tidak boleh diberikan pada bayi yang berumur dibawah 12 minggu.
4. Kalsium dihidrogen di-L-glutamat
Pengaruhnya terhadap kesehatan belum diketahui, tetapi tidak boleh diberikan kepada
bayi yang berumur dibawah 12 minggu.

BAB III
PENUTUP

Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI


No.722/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas
makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan,
penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.
Menurut Cahyadi (2009) Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan
tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut.
3. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahakan
kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna,
pemanis.
4. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi, pengolahan,
pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
3. Golongan BTP yang Diizinkan
Bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam
pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 722/Menkes/Per/IX/88,
BTP yang diizin kan untuk digunakan pada makanan diantaranya sebagai berikut :
j. Pewarna
k. Pemanis
l. Pengawet
m. Antioksidan
n. Anti kempal
o. Penyedap rasa/penguat rasa
p. Pemutih dan pematang tepung
q. Pengatur keasaman
r. Pengemulsi

DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. PT REMAJA ROSDAKARYA,
Bandung.
Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua.
eriset.unimus.ac.id/rahayu astuti dkk Vol.6 No.2 tahun 2010 diakses tanggal 1 November 2027

Fooddetik.com/info/d-1985389/kenali-jenis-pewarna-sintetis-yang-berbahaya-bagi-
kesehatan/2/news diakses tanggal 31 Oktober 2017

https://sutedi.uho.ac.id/upload_sitedi/DIC111002_sitedi_ANZAR%20LA%20 (DICI%2011%20002)Pdf
diakses tanggal 31 Oktober 2017

hhtps://journal.unnes.ac.id/Prima Astuti Handayani dan Asri Rahmawati/Vol.1 No.2 Desember 2013


diakses tanggal 31 Oktober 2017

https://media.neliti.com/Agusnadi dkk/ Vol.II No.01 November 2013 diakses tanggal 31 Oktober


2017

https://joulnal.uny.ac.id/Vol.13 No.1/srihardjanti diakses tanggal 1 November 2017

https://informasisehat.wordpress.com/wina hastiana diakses tanggal 1 November 2017

http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/80954/1/2016hnf.pdf diaskes tanggal 2


November 2017

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-merlindara-5650-2-babii.pdf diaskes
tanggal 2 November 2017

id.portalgaruda.org/wiwik supriyati dkk. Jurnal bahan alam Indonesia Vol.5 No.1 tahun 2015 diakses
tanggal 2 November 2017

id.portalgaruda.org/daryanti, ISSN:0854-2813 Vol.12 No.2, September 2015 diakses tanggal 2


November 2017

id.portalgaruda.org/Agnes S.Hartati dkk, prosiding SNST ke-4 tahun 2013 diakses tanggal 2
November 2017

karyailmiah.unisba.ac.id/prosiding farmasi ISSN 2460-6472/Tsumrotul Fuadah Ahmad dkk, 2016


diakses tanggal 2 November 2017

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Jurnal Bahan Tambahan Pangan Hal. 1-37.
http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf

Winarno, F.G. 2004. Ilmu Pangan Dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai