Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIK

“Analisis Bahan Pengawet”

Di susun oleh : Kelompok VII

1. Alya Namira ( 51720011021 )


2. Adriyanti Safitri ( 51720011020 )
3. Sri Ratu Bulqis ( 51720011025 )
4. Ika Yuliarti ( 51720011063 )

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu

tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya

penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah Analisis Makanan dan

Kosmetik (Analisisi Bahan Pengawet) , Makalah ini merupakan persyaratan

untuk mencapai standard kelulusan mata pelajaran Analisis Makanan dan

Kosmetik. Makalah ini membahas segala hal yang berkaitan dengan Analisisi

Bahan Pengawet. penulis sangat berharap makalah ini dapat membantu kita

untuk memahami pelajaran Analisis Makanan dan Kosmetik.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang

penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan

materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga

kendala-kendala penulis dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. kami sadar

bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,

kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan

pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik

dan saran dari para pembaca.

Makassar, 24 Januari 2021

Kelompok VII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia selain

pendidikan,kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan terus

meningkatsesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar masalah

pangan dansistem pangan umumnya dibagi atas sub sistem produksi, pengadaan dan

konsumsi. Bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak

diinginkanantara lain pembusukan dan ketengikan. Proses pembusukan dan

ketengikandisebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber dari dalam dan dari

luar bahanpangan tersebut.

Seiring dengan semakin pesatnya teknik pengolahan pangan, penambahan

bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk dihindari, seperti penambahan

senyawa pengawet pada makanan dan minuman. Adapun berbagai alasan suatu

industri menambahkan senyawa pengawet pada produk olahan mereka yaitu untuk

menjaga kesegaran makanan, menghambat pertumbuhan organisme, memelihara

warna bahan makanan, dan untuk menjaga kualitas makanan dalam penyimpanan

dalam jangka waktu tertentu (Giesova, dkk., 2004).

Penggunaan pengawet dalam makanan sebenarnya diperbolehkan selama

masih dalam ambang batas toleransi. Namun, ada juga pengawet yang dilarang

ditambahkan di dalam makanan maupun minuman karena dalam jangka waktu pendek

maupun jangka panjang dapat merusak kesehatan tubuh, salah satunya yaitu

formaldehida atau yang lebih dikenal dengan nama formalin.

Keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang

mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk
dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam

makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker)

dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan. Pengawet juga tidak boleh

digunakan untuk mengelabui konsumen dengan mengubah tampilan makanan dari

seharusnya, contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang digunakan pada

daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging sehingga

tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar

atau bukan.

Pengawet sebenarnya dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme

ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu,

untuk menjaga kualitas yang memadai sebagaimana yang diinginkan. Namun kita

harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Di masyarakat kita sekarang

ini,penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian

luas penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap

kesehatan.konsume

Oleh karena itu, makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan kita

tentang analisis bahan pengawet.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengawet

pengawet merupakan salah satu bentuk bahan tambahan makanan atau

minuman untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme

sehingga makanan dan minuman tetap segar, bau, dan rasanya tidak berubah, serta

tidak cepat rusak atau membusuk akibat terkena bakteri atau jamur (Debora, 2012).

Menurut peraturan menteri kesehatan RI No.329/Menkes/PER/XII/1976

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan (BTM) adalah

bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan

untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalam bahan makanan adalah pengawet,

pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, anti gumpal,

pemucat, dan pengental (Susila, 2008).

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau

menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan

yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Pengawetan bahan pangan dapat

dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Hal ini diupayakan agar bahan pangan

dapat bertahan dalam waktu yang panjang. Secara komersial tujuan dari pengawetan

pangan adalah untuk mengawetkan bahan pangan selama transportasi dari produsen

ke konsumen, mengatasi kekurangan produksi akibat musim, menjamin agar

kelebihan produksi tidak terbuang, memudahkan penanganan dengan berbagai bentuk

kemasan (Afrianti, 2008).


B. Penggunaan Bahan Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai

sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses

fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak

jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan

tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun

dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan

tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan

mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat

pertumbuhannya juga berbeda.

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat

patogen maupun tidak patogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang

diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain

persyaratan yang dituntut untuk semua bahan pangan, antara lain:


1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis menguntungkan).

2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau

tidak tersedia.

3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.

4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang

diawetkan.

5. Mudah dilarutkan.

6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang

diawetkan.

7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.

8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.

9. Tidak mneghambat enzim-enzim pencernaan.

10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu

senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik.

11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.

12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macam-macam

pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang

diawetkan.

Sifat bahan pengawet selain dapat mencirikan bahan pengawet yang

bersangkutan, ternyata juga diperlukan untuk menentukan cara penggunaan bahan

pengawet terutama sifat kelarutannya. Penambahan bahan pengawet dalam bahan

pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pencampuran, pencelupan,

penyemprotan, pengasapan, dan pelapisan pada pembungkus pangan.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan

berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium
benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering

digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah,

minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut

Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 sebagai

berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

2. Formalin (Formaldehyde)

3. Minyak nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium klorat (Potassium Chlorate)

6. Dietil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC)

7. Nitrofurazon (Nitrofurazon)

8. P- phenetilkarbamida (P- phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenyl uea)

9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)

Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat  jenis pengawet yang diizinkan untuk

digunakan dalam makanan, antara lain ;

1 .asam benzoat,

2. asam propionat,
3. asam sorbat,

4. belerang dioksida,

5. etil p-hidroksi benzoat,

6. kalium benzoat,

7. kalium bisulfit,

8. kalium nitrat,

9. kalium nitrit,

10. kalium propionat,

11. kalium sorbat,

12. kalium sulfit,

13. kalsium benzoat,

14. kalsium propionat,

15. kalsium sorbat,

16. natrium benzoat,

17. metil p-hidroksi benzoat,

18. natrium bisulfit,

19. natrium metabisulfit,


20. natrium nitrat,

21. natrium nitrit,

22. natrium propionat,

23. natrium sulfit,

23. nisin,

24.propil -p- hidroksi benzoat.

Daftar pengawet yang aman beserta takaran maksimum yang digunakan :

1. Asam Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg

2. Natrium Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg

3. Belerang Oksida : jumlah maksimum digunakan adalah = 500 mg/kg

4. Asam Propionat : jumlah maksimum digunakan adalah = 2 g/kg (roti) dan 3 g/kg

(keju olahan)

C. Macam-Macam Pengawetan

Pengawetan dan teknik penyimpanan pada bahan pangan telah lama dikenal

oleh masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi manusia terus berinovasi dalam

mengembangkan pengawetan dan pengolahan makanan. Teknologi pengawetan

konvensional dengan cara pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan dan

pengasapan serta fumigasi sampai saat ini masih diterapkan untuk mempertahankan

mutu dan memperpanjang masa simpan bahan pangan. Penambahan bahan pengawet
sintetis juga masih digunakan meskipun menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan

(Rial, 2010) .

Metode pengawetan atau upaya penambahan masa simpan dapat dilakukan

dengan metode-metode tertentu. Menurut Kristianingrum (2007) metode 11

pengawetan dibagi menjadi 3 golongan yaitu, pengawetan secara alami, pengawetan

secara biologis, dan pengawetan secara kimia. Pengawetan secara alami meliputi

pemanasan (yang secara modern dikembangkan menjadi radiasi), pengeringan dan

pendinginan. Pengawetan secara biologis dengan peragian atau fermentasi.

Pengawetan secara kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti gula,

garam, nitrat, nitrit, natrium benzoat dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi

pangan yang semakin canggih berdampak pada perkembangan cara penanganan,

pengolahan, pengemasan, dan distribusi produk pangan kepada konsumen. Cara

pengawetan pangan komersial digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu pengeringan,

penyimpanan suhu rendah, proses termal (pemanasan), penggunaan bahan pengawet,

dan irradiasi. Penyimpanan suhu rendah terbagi menjadi refrigerasi dan pembekuan.

Sedangkan proses termal (pemanasan) dapat dibagi menjadi pasteurisasi, sterilisasi,

dan blansing (Afrianti, 2008).

D. Dampak Negatif Bahan Pengawet


- Efek Terhadap Kesehatan

Tujuan utama dari pengujian jangka panjang terhadap toksisitas bahan

tambahan makanan adalah untuk menentukan potensi karsinogenik suatu bahan atau

senyawa, tetapi harus didukung pula dengan pengujian jangka pendek. Konsentrasi

bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya dalah

penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar. Jumlah


bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan

mikroorganisme yang normal untuk satu jangka waktu tertentu tetapi kurang efektif

jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan membusuk atau terkontaminasi

secara berlebihan.

1.Bahan pengawet organik

a. Asam benzoat dan garamnya (Ca, K dan Na)

Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh

enzim syntease dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase.

Asam hipurat yang disinpengujiana dalam hati ini, kemudian diekskresikan

melalui urin. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat,

sisa asam benzoat yang tidak diekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan

toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui

urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif

terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi

lambung.

b. Asam sorbat dan garamnya

Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak biasa, dan

tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Kondisi ekstrem (suhu dan konsentrasi

sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk

mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan, bahkan

dalam curing asinan. Asam sorbat kemungkinan juga memberikan efek iritasi

pada kulit apabila langsung digunakan pada kulit, sedangkan untuk garam

sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh.

c. Asam propionat dan garamnya


Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang

lebih sederhana seperti pada asam lemak menjadi CO 2 dan H2O. Natrium

propionat, apabila diberikan dalam dosis peroral sehari 6gr untuk laki-laki

tidak menimbulkan toksik, namun pada laporan lain dinyatakan bahwa asam

propionat dan garamnya mempunyai aktivitas antihistamin lokal.

d. Ester dari asam benzoat (paraben)

Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi

benzoat) memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Senyawa ester-

p-hidroksi benzoat diabsorpsi oleh saluran pencernaan dan ikatan ester

dihidrolisa di hati dan ginjal, yang menghasilkan sam p-hidroksi benzoat

yang diekskresi bersama urin. Umumnya metabolit dari paraben ini

diekskresikan dalam 6-24 jam yang diberikan dengan dosis intervenus dan

dosis oral. Metil-p-hidroksi benzoat dan garam natriumnya, pemakaiannya

memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada

mulut dan kulit, sedangkan efek yang diberikan terhadap kesehatan karena

penggunaan propil-p-hidroksibenzoat dan garam natriumnya terutama orang

penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan

memberikan reaksi alergi kulit dan mulut.


BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai