Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada

dasarnya

farmasi

merupakan

system

pengetahuan

yang

mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan


dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan
pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya serta efek dan
pengaruh obat terhadap manusia dan hewan. Pengetahuan ilmu farmasi
jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi
kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik,
dan cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang
memberikan efek teraupetik. Sediaan farmasi tersebut diantaranya sediaan
serbuk, kapsul, tablet dan suppositoria. Bentuk-bentuk sediaan tersebut
memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan
obat yang digunakan. Salah satu bentuk sediaan yang jarang dijumpai di
pasaran yaitu sediaan suppositoria. Namun kebanyakan orang lebih memilih
obat yang dikonsumsi digunakan secara oral karena difikir lebih aman,
dibandingkan sediaan suppositoria yang penggunaannya melalui dubur,
vagina maupun uretra.
Secara umum, suppositoria merupakan salah satu dari sediaan farmasi
yang berbentuk padat seperti torpedo yang pemakaiannya dengan cara
memasukkannya melalui lubang atau celah pada tubuh seperti rectal dan
vaginal, dimana sediaan akan melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh
dan memberikan efeknya baik secara local maupun sistemik. Bentuk dan
ukuran dari sediaan suppositoria harus dibentuk sedemikian rupa sehingga
dapat dengan mudah dimasukkan kedalam lubang atau celah yang diinginkan
tanpa menimbulkan kejanggalan dan penggelembungan ketika digunakan serta
dapat bertahan dalam waktu tertentu. Suppositoria untuk rectum umumnya
dapat dimasukkan dengan jari tangan. Padaaksilokal, begitu dimasukkan basis
suppositoria akan meleleh, melunak, atau melarut menyebarkan bahan obat
yang dibawanya kejaringan- jaringan di daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan
agar dapat ditahan dalam ruang tersebut untuk efek kerja lokal, atau bisa juga

dimaksudkan agar diabsorpsi untuk mendapat efek sistemik. Sedangkan pada


aksi sistemik membrane mukosa rectum memungkinkan absorbs dari
kebanyakan obat yang dapat larut.
I.2 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui bentuk-bentuk suppositoria, cara pembuatan, serta
basis yang digunakan.
I.3 Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu membuat suppositoria dengan basis serta metode
yang sesuai serta mengetahui pesyaratan suppositoria.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Pengertian Suppositoria
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan
cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan
melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik.
Suppositoria umumnya dimasukkan melalui rektum, vagina, kadang-kadang
melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel,2008).
Suppositoria adalah sediaan sediaan padat, melunak, melumer, dan
larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam
rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya
berbentuk torpedo (Formularium Nasional, 1979). Bentuk dan ukuran
suppositoria harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
dimasukkan

kedalam

lubang atau celah yang diinginkan tanpa

menimbulkan kejanggalan saat menggunakan.


Selain itu, suppositoria merupakan bentuk sediaan obat padat yang
umumnya dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam rektum, vagina, dan
jarang digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan uretral biasanya
menggunakan pembawa yang meleleh atau melunak pada temperatur tubuh,
sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries, juga
dibuat sebagai tablet kompresi yang hancur dalam cairan tubuh (Lachman,
2008).
Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik yaitu
utuk mendapatkan efek lokal basis suppositoria meleleh, melunak, dan
melarut menyebarkan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di daerah
tersebut. Obat yang dimaksudkan untuk ditahan dalam ruangan tersebut agar
mendapatkan keja lokal. Sedangkan untuk efek sistemik membran mukosa
rektum dan vagina memungkinkan absorpsi dari kebanyakan obat dapat
larut.
II.I.2 Macam-Macam Suppositoria
Macam suppositoria dapat dibagi sesuai penggunaannya yaitu (Ansel,2008):

a. Suppositoria untuk rectum (rectal)


Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari
tangan. Biasanya suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi),
dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria
rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung
kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya
menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao
b. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk
bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g,
apabila basisnya oleum cacao.
c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya
rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria
atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm
dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu
dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya 4
g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya dari
ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila
oleum cacao sebagai basisnya.
II.1.3 Beberapa Faktor Absorbsi Obat dari Suppositoria Rektum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Absorbsi Obatdari
Suppositoria Rektum yaitu (Ansel,2008):
1. Faktor Fisiologi
Pada waktu isi kolon kosong, rektum hanya berisi 2- 3 mL.
Cairan mukosa yang inert. Dalam keadaan istirahat rektum tidak ada
gerakan, tidak ada villi dan mikrovilli pada mukosa rektum. Akan
tetapi terdapat vaskularisasi yang berlebihan dari bagian sub mukosa
dinding rektum dengan darah dan kelenjar limfe.
Diantara faktor fisiologi yang mempengaruhi faktor absorbsi
obat dari rektum adalah kandungan kolo, jalur sirkulasi, dan pH serta
tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.
2. Faktor Fisika Kimia dari Obat dan Basis Suppositoria

Faktorfisika kimia mencakup sifat-sifat seperti kelarutan relatif obat


dalam lemak dan air serta ukuran partikel dari obat yang menyebar.
Faktor fisika kimia basis melengkapi kemampuannya melebur,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Kemampuannya melepaskan
obat dan sifat hidrofilik atau hidrofobiknya.
II.1.4 Bahan Dasar Suppositoria
Klasifikasi Basis Suppositoria yaitu (Ansel,2008):
1. Basis berminyak/ berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai karena
pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini. Diantara bahanbahan yang bisa digunakan yaitu: macam-macam asam lemakyang
dihigrogenasi dari minyak dari minyak palem dan minyak biji kapas.
2. Basis yang larut dalam air dan basis bercampur dengan air
Komponen yang penting dari basis yang larut dalam air dan basis
bercampur dengan air adalah gelatin gliserin dan basis PEG. Dimana
basis gliserin paling sering digunakan dalam pembuatan suppositoria
vagiana dimana memang diharapkan efek setempar yang cukup lama
dari unsur obatnya.
3. Basis Lainnya
Dalam kelompok ini termasuk campuran bahan bersifat lemak dan yang
larut dalam air atau bercampur dengan air. Bahan-bahan ini mungkin
berbentuk zat kimia atau cmpuran fisika.
II.1.5 Metode Pembuatan Suppositoria
Metode yang bisa digunakan dalam pembuatan suppositoria yaitu
(Lachman, 2012) :
a. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah
dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang
dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahanbahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh
massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa
digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang

yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada


tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b. Mencetak kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat
dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu
bistor pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga
massa terdorong masuk ke dalam cetakan.
c. Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil
dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis
diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk
menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahanbahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
d. Metode Pencetak Otomatis
Pelaksanaan

pencetakan

(penanganan,

pendinginan)

dan

pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian,


pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis.
Pertama-tama massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu
corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu dicampur dan
dijaga pada temperatur konstan.
II.2 Rancangan Formula
Tiap 5 gr suppositoria vagina mengandung
Sulfanilamid
21%
Aminakrin HCl
0.28%
Allantoin
2.8%
Tween-80
2%
Metil Paraben
0.18%
Propilenglikol
10%
Komponen basis ad 5 gr
Gliserin
70%
Gelatin
20%
Air
10%
II.3 Alasan Formulasi

1. Sediaan ini dibuat suppositoria karena zat aktif yaitu suppositoria ini
bekerja secara sistemik untuk mengobati dan mencegah beberapa
penyakit infeksi (Melyanto, 2008).
2. Sediaan ini mengandung tiga zat aktif yaitu sulfanilamide, aminacrin
HCl dan allantoin. Sulfanilamide ini merupakan golongan anti bakteri
yang berfungsi mengatasi infeksi saluran kemih dan vagina. Obat ini
dikombinasikan dengan aminacrin HCl karena merupakan antimikroba
yang efektif dan memiliki efek samping yang minimal. Aminacrin HCl
juga memiliki aktivitas bakteristik luas mencangkup gram positif dan
negatif. Obat ini juga dikombinasikan dengan allantoin, karena
allantoin ini membantu proses penyembuhan jaringan yang telah
terinfeksi (Tjay, 2007).
3. Sediaan ini dibuat dalam bentuk ovula yang dimasukkan kedalam tubuh
melalui vagina karena obat ini tergolong obat antibacterial yang
bertujuan untuk mengatasi infeksi saluran kemih dan vagina (Gunawan,
2007).
4. Mekanisme kerja sulfanilamide yaitu sulfanilamide bekerja secara
kompetisi dengan PABA (paraamino benzoate acid). PABA diperlukan
untuk bersintesis koenzim asam dihidropteroatdalam bakteri/protozoa,
sehingga melindungi sintetis asam folat dan pembentukan karbonnya
yang membawa kofaktor. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam
folat untuk membangun asam intinya DNA dan RNA secara kimiawi.
Struktur sulfanilamide memiliki struktur yang mirip dengan struktur
PABA sehingga, bakteri salah menggunakan sulfa sebagai bahan untuk
mensintetis asam folatnya dan RNA/DNA tidak terbentuk lagi dan
pertumbuhan bakteri terhenti (Tjay, 2007).
5. Diantara zat antiinfeksi dalam perdagangan didapat sediaan untuk
vagina yaitu kandidisin, nifuraksin (antifungi), 9-aminoakridin,
nitrofurazon

dan

sulfanilamide

(antibakteri)

dan

furozalidan

metrotridazol (antitrikomonas) (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi:


596).

6. Berdasarkan studi desain dilaporkan bahwa telah dilakukan percobaan


pada 168 wanita dengan gejala trikomonas vagina dan jumlah pasien
yang menunjukkan hal positif setelah pengobatan yakni 35/43 (81,4 %)
pada AVC Suppositoria (sulfanilamide 1.05 gr, aminacrin HCl 14 mg,
dan allantoin 40 mg) (Rein Mf, 1997).
II.3 Alasan Penggunaan Bahan
1. Gliserin-Gelatin
a. Basis gliserin-gelatin digunakan karena suppositoria ini ditujukan
untuk penggunaan vagina. Sediaan ini tidak menggunakan PEG
karena sulfanilamide tidak kompatibel dengan PEG. Selain itu, PEG
juga dapat menurunkan aktivitas dari obat antibacterial (Rowe,
2009).
b. Basis gliserin-gelatin paling sering digunakan dalam pembuatan
suppositoria vagina dimana memang diharapkan efek setempat yang
cukup lama dari unsure obatnya. Basis gliserin-gelatin lebih lambat
melunak dan bercampur dengan cairan tubuh daripada oleum cacao
dan oleh karena itu, waktu pelepasan bahan obatnya lebih lama
(Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 583).
2. Tween-80
a. Tween-80 digunakan sebagai surfaktan bertujuan untuk menambah
kelarutan dan sulfanilamide (winarti, 2013).
b. Tween-80 merupakan surfaktan yang termasuk golongan nonionic
sehingga tween-80 bersifat non-toksik. Surfaktan ini juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (Ronal, 2012).
c. Tween-80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara oat dan
medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan
terbawa oleh misel larut kedalam medium (Martin et all, 1993).
3. Penggunaan metil paraben dan penambahan propilenglikol
a. Penggunaan metil paraben sebagai pengawet untuk penggunaan di
vagina yakni 0.1-0.8%
b. Aktivitas antimikroba metil paraben dan paraben lainnya jauh
berkurang dengan adanya surfaktan nonionic seperti tween-80

sebagai hasil dari misel. Namun, propilenglikol (10%) telah terbukti


mempotensi aktivitas antimikroba paraben dengan adanya surfaktan
nonionik. Serta dapat mencegah interaksi antara metil paraben dan
polisorbat-80 (Excipient 5th: 486).

II.4

Uraian Bahan
1. Sulfanilamida (FI III, )

Nama Resmi
Nama Lain
RM/BM
Rumus Struktur

: Sulfanilamidum
: Sulfanilamida, P-aminobenzensulfonamida
: C6H8N2O2/172,21
:

Pemerian

: Hablur, serbuk hablur atau butiran putih, tidaj

Kelarutan

berbau, rasa agak pahit kemudian manis


: Larut dlam 200 bagian air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam
kloroform dalam eter dan dalam benzena,
mudah larut dalam aseton, larut dalam gliserol,

Kestabilan
Inkompatibilitas
Penyimpanan

dalam asam klorida dan alkali


: Stabil pada suhu normal dan tekanan
: Zat pengoksida kuat
: Jangan disimpan dibawah sinar

matahari

langsung, dalam wadah tertutup rapat, ditempat


Kegunaan
Dosis

sejuk, kering dan berventilasi baik


: Sebagai zat aktif
: 20%

2. Aminakrin HCl (Chemical Book)

Nama Resmi
Nama Lain
RM/BM
Rumus struktur

: Aminacrin hydrochlorida
: Acridin-9-amino hydrochloride, Monacrin
: C13H11C1N2/23069289
:

Pemerian
Kelarutan
Stabilitas

: Serbuk kuning, tidak berbau


: Larut dalam air
: Stabil dibawah kondisi penyimpanan yang

Inkompabilitas

disarankan
: Oksidator kuat, basa kuat, asam anhidrat metil-

Penyimpanan
DM
Konsentrasi

selulosa
: Dalam wdah tertutp rapat, sejuk kering
:: 0,001-1%, konsentrasi yang digunakan 0,1%

3. Allantoin

(Chemical

Nama Resmi
Nama Lain

Book)

:
:

Allantoin
Allantoin,

Cardianin, Glyoxydiureide, Septalan


RM/BM
: C4H6N4O3/158,12
Rumus Struktur
:

Pemerian
Kelarutan

: Serbuk putih
: Larut dalam 190 ml air, larut dalam alkohol 500

Inkompatibilitas
Stabilitas
Penyimpanan

ml, tidak larut dalam eter


: Reaktif dengan oksidator kuat
: Stabil jika disimpan dibawah kondisi yang tepat
: Ditempat kering, sejuk, hindari panas dan

Kegunaan
DM
Konsentrasu

cahaya yang berlebihan


: Sebagai zat aktif
::

4. Gliserin

(Excipient,

Nama Resmi

: Glyserin

1%
283)

Nama Lain

: Gliserol, Glycerolum, Glicon

RM/BM

: C3H8O3/92,09

Rumus Struktur

Pemerian

: Tidak berwarna, tidak berbau, kental, airan


higroskopik, memiliki rasa manis 0,6 kali
semanis sukrosa

Kelarutan

: Larut dalam air, aseton, etanol, metanol, tidak


larut dalam benzena, kloroform, minyak

Stabilitas

: Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi


oleh suasana dibawah kondisi penyimpanan
basa, tetapi terurai pada pemanasan dengan
evolusi okiolein beracun, campuran gliserin
dengan air, etanol (95%) dn propilenglikol yang
kimiawi stabil, gliserin dapat mengkristal jika
disimpan pada suhu rendah dan tidak meleleh
sampai
dihangtkan 208C

Inkompabilitas

: Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan


oksidator kuat seperti kromium trioksida,
pottasium klorat atau kalium permanganol.
Perubahan warna dari gliserin terjadi dihadapan
cahaya atau pada kontak dengan seng oksida
atau dasar bismuth nitrat. Sebuah kontamian
besi dalam gliserin bertanggung jawab atau
penggelapan tersebut dalam warna campuran
yang mengandung fenol, salisilat dan tanin.
Gliserin membentuk kompleks asam borat,
asam glyceraboric yng merupakan asam lebih
kuat dan asam borat

Penyimpanan

: dismpan dalam wadah kedap udara, ditempat


sejuk, kering

Kegunaan

: sebagai basis

DM

:-

Konsentrasi

: 70%

5. Gelatin (Excipient, 278)

Nama Resmi
Nama Lain

: Gelatin
: Byco, Gelatina, Instrogel, Kolatin

RM/BM
Rumus Struktur

: C76H124O29/20.000-200.000
:

Pemerian

: Terjadi sebagai cahaya kuning, tidak berbau dan

berasa, tembus lembar, serpih, butiran atau


sebagai bubuk kasar

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam aseton, kloroform,


etnaol (95%), eter dan metanol. Larut dalam
gliserin asam dan alkalis, meskipun asam kuat
dan alkalis menyebabkan pengendapan. Di air,
gelatin membengkak dan melembutkan. Gelatin
larut dlam air, diatas 400C membentuk solusi
koloid yang melebur pada pendingin sampai 35400C

Inkompatibilitas

: Gelatin akan bereaksi dengn ldehid dn gula


aldehid, ion logam, plastik, pengawet dan

Stabilitas

oksidasi kuat
: Gelatin kering stabil diudara, gelatin cair juga
stabil untuk waktu yang lama jika disimpan
dalam kondisi dingin dan dapat disterilkan

Penyimpanan

dengan panas kering


: disimpan pada suhu diatas 50C dalam wadah

Kegunaan
Konsentrasi

kedap udara
: Sebagai basis
: 20%

6. Air Suling (FI III : 96)

Nama Resmi
Nama Lain
RM/BM
Rumus struktur

: Aqua Destilata
: Air suling, Aquadest
: H2O/18,02
:
H

H
O

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

Kelarutan
Penyimpanan
Kegunaan
Range

tidak mempunyai rasa


:: Dalam wadah tertutup baik
: Sebagai pelarut
: 10%

7. Tween-80 (FI IV : 607, Excipient : 544)

Nama Resmi

Polysorbatum

Nama Lain
RM/BM
Rumus struktur

: Polisorbat 80, Tween 80


: C64H26O124/1310
:

Pemerian

: Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning

80

muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa


pahit dan hangat

Kelarutan

: Sangat mudah larut dlam air, larutan tidak


berbau dan prkatis tidak berwarna, larut dalam
etnaol, etil asetat dan tidak larut dalam minyak
mineral

Kestabilan

: stabil dalam elektrolit, asam serta basa lemah,


higroskopis diperhatikan

Inkompabilitas

: Perubahan warna pada berbagai zat, fenol, tanin,


pengawet

Penyimpanan
Kegunaan
DM
Konsentrasi

:
:
:
:

Dalam wadah tertutup rapat


Sebagai surfaktan
2%

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Alu
2. Batang pengaduk
3. Cawan porselin
4. Gelas kimia
5. Gelas ukur
6. Kaca arloji
7. Lap halus
8. Lap kasar
9. Lumpang
10. Neraca analitik
11. Pipet tetes
12. Sendok tanduk
13. Sudip
14. Waterbath
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Aluminium foil
3. Allantoin
4. Aminakrin HCL
5. Aquades
6. Brosur
7. Etiket
8. Gelatin
9. Gliserin
10. Kertas perkamen
11. Propilenglikol
12. Metil paraben
13. Sulfanilamida

14. Tween 80
III.2

Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan Basis


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang gliserin 22,309 g, gelatin 6,374 g, dan air 3,187
4. Dipanaskan campuran gliserin 22,309 g, gelatin 6,374 g, dan air 3,187
g pada suhu 50C
5. Diaduk hingga homogen
III.2.2 Pembuatan Suppositoria
1. Ditimbang sulfanilamida 10,5 g, aminakrin Hcl 0,14 g, allantoin 1,4 g,
tween 80 1 g, propilenglikol 5 g, dan metil paraben 0,09 g
2. Dimasukkan sulfanilamida 10,5 g ke dalam lumpang
3. Ditambahkan tween 80 1 g, di gerus hingga homogen
4. Ditambahkan propilenglikol 5 g, digerus hingga homogen
5. Ditambahkan metil paraben 0,09 g, digerus hingga homogen
6. Ditambahkan aminakrin Hcl 0,14 g, digerus hingga homogen
7. Ditambahkan allantoin 1,4 g, digerus hingga homogen
8. Dimasukkan campuran zat aktif ke dalam suatu wadah
9. Dituang basis yang telah dibuat ke dalam wadah yang berisi zat aktif
10. Dilebur menggunakan waterbath hingga homogen
11. Didiamkan beberapa saat hingga siap untuk dicetak
12. Dicetak menggunakan tangan hingga berbentuk ovula
13. Dibungkus dengan aluminium foil
14. Dimasukkan kedalam kemasan beserta etiket dan brosurnya

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1

Hasil Pengamatan
Suppositoria
Suppo-Sulfamall

Bentuk
Ovula

Suppositoria
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
IV.2

Hasil Pengamatan
Warna
Bau
Putih
Khas

gliserin

gelatin

Pembahasan
Pada praktikum ini akan dibuat suatu sediaan padat yaitu
suppositoria, dimana suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, yang
umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (Dirjen POM,
1995).
Bentuk suppositoria yang kami rancang adalah bentuk suppositoria
vagina, dengan tiga zat aktif sulfanilamida, aminakrin HCL dan allantoin
yang diindikasikan untuk inveksi vagina dan exocermis seperti monilasis
dan trikomonal vaginitis yang disebabkan oleh baktiri T. Vaginalis .
menurut Ansel (1989), suppositoria vagina dimaksudkan untuk efek lokal
digunakan terutama sebagai antiseptik pada hygine wanita dan sebagai zat
khusus untuk memerangi dan menyerang penyebab penyakit (bakteri
patogen).
Dalam rancangan formula suppositoria vagina ini menggunakan
basis Gliserin-gelatin. Gliserin-gelatin paling sering digunakan dalam
pembuatan suppositoria vagina karena diharapkan efek setempat yang
cukup lama dari unsur obatnya. Basis gliserin-gelatin lebih lambat
melunak dan bercampur dengan cairan tubuh daripada oleum cacao serta
waktu pelepasan bahan obatnya lebih lama. Untuk pembuatan suppositoria
vagina, lazimnya paling banyak digunakan basis kombinasi yang terdiri
dari polietilen glikol dari macam-macam berat molekul (Ansel, 1989).
Pada basis ini ditambahkan surfaktan nonionik yaitu tween 80 dan
bahan pengawet yaitu metil paraben, diamana aktivitas antimikroba metil
paraben dan paraben lainnya jauh berkurang dengan adanya surfaktan

nonionik seperti tween 80 sebagai hasil dari misel. Namun propilen glikol
10% telah terbukti mempotensi aktivitas antimikroba paraben dengan
adanya surfaktan nonionik. Serta dapat mencegah infeksi antara metil
paraben dan polisorbata (Rowe, 2009).
Untuk membuat sediaan suppositoria vagina, langkah awal yang
dilakukan adalah membuat basis terlebih dahulu. Pertama-tama disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian alat dibersihkan
menggunakan alkohol 70% dengan tujuan untuk menghilangkan lemak
dan kotoran yang menempel pada alat (Dirjen POM, 1979). Ditimbang
gliserin 22,309 gram, gelatin 6,374 gram dan air 3,187 gram, metil paraben
0,09 gram dan propilen glikol 5 gram. Selanjutnya dipanaskan campuran
gliserin, gelatin, metil paraben dan propilen glikol pada water bath dengan
suhu 50 0C. Langkah kedua adalah membuat sediaan suppositoria vagina.
Pertama ditimbang sulfanilamida 10,5 gram, aminakrin HCL 0,14 gram,
allantoin 1,4 gram dan tween 80 1 gram. Dimasukkan sulfanilamida 10,5
gram kedalam lumpang dan digerus. Lalu ditambahkan aminakrin HCl
0,14 gram dan allantoin 1,4 gram dan digerus hingga homogen. Setelah
homogen ditambahkan tween 80 1 gram dengan tujuan untuk menambah
kelarutan dari sulfanilamida dan diaduk hingga homogen. Setelah
campuran homogen dimasukkan campuran zat aktif ke dalam wadah dan
dituang basis yang telah dibuat ke dalam wadah yang berisi zat aktif dan
dilebur menggunakan water bath hingga homogen. Selanjutnya diamkan
beberapa saat hingga suppositoria vagina siap dicetak. Dalam pembuatan
suppositoria vagina ini menggunakan metode dengan tangan dimana
metode dengan pembuatan tangan merupakan metode suppositoria yang
paling tua dan sederhana. Massa suppositoria yang telah dilebur kemudian
digulung menjadi bola-bola vaginal sesuai berat yang dikehendaki
(Lachman,

2012).

Selanjutnya

dibungkus

bola-bola

vagina

tadi

menggunakan alumunium foil agar suppositoria tidak tembus cahaya dan


sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah perubahan
kelembapan dalam isi suppositoria dan sangat baik bila disimpan pada
lemari es pada suhu 15 C. Efek samping dari sediaan suppositoria vagina

ini adalah agranulositosis, anemia molitis, reaksi alergi misalnya urtikaria,


kotosensitasi serta iritasi.
Efek farmakologi sulfanilamide bersifat nukrobiostasis untuk
sejumlah besar bakteri gram positif dan gram negatif dan berbagai
protozoa (seperti colidia, plasmodium sp) bakteriofag p22 dari salmonella
tonoum torius pada radiasi dengan cahaya tempat. Analisis kinetik dari
pembentukan dan fotonoktivasi kompleks antara 9-aminacrine dan p22
disebutkan bahwa acridine terikat untuk diva dan diselingi oleh basis yang
memodiasi kerusakan protein DNA astrinag dan agen keratolitik
merangsang proses regenerasi.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
suppositoria vagina dengan zat aktif sulfanilamida, aminakrin HCl dan
allantoin menggunakan basis gliserin-gelatin yang merupakan basis larut air
karena ketiga zat aktif larut air dan ditujukan untuk tujuan lokal. Dalam
pembuatan suppositoria vagina ini digunakan metode yang paling sederhana
yaitu metode tangan.
V.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan diharapkan bisa mengetahui
bagaimana cara menggunakan alat yang baik dan benar, agar dapat
meminimalisir berbagai kesalahan yang mungkin saja terjadi pada saat
praktikum berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai