Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM II

ANALISIS MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK SIMPLISIA

I. PENDAHULUAN
A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan analisis
makroskopik simplisia (bentuk, ukuran, tekstur, organoleptik, dan morfologi
spesifik) dan mikroskopik simplisia.

B. Dasar Teori
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60oC (BPOM, 2014). Jenis-jenis simplisia yang
pertama yaitu simplisia nabati. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni.
Kemudian terdapat simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral) (Hidayah et al.,
2013).
Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak
mengandung bahaya kimia, mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta mengandung zat
aktif yang berkhasiat. Ciri simplisia yang baik adalah dalam kondisi kering (kadar
air < 10%), untuk simplisia daun, bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi
serpihan, simplisia bunga bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan
atau mudah dipatahkan, dan simplisia buah dan rimpang (irisan) bila diremas mudah
dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah tidak berjamur, dan berbau khas
menyerupai bahan segarnya (Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012).
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang
menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa
kandungan, kontminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian simplisia sebagai
produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat di perkecil, diatur atau
dikonstankan (Depkes RI, 2000).
Menurut Depkes RI (2000), simplisia sebagai bahan baku dan produk siap
konsumsi langsung dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar
umum:
1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu
umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas
dari kontaminasi kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan
dan transportasi).
2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap
diupayakan memenuhi 3 paradigma produk kefarmasian, yaitu Quality–Safety-
Efficacy (mutuaman-manfaat).
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab
terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi
komposisi (jenis dan kadar ) senyawa kandungan.
Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai
bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan
sebelumnya. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan
(Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi
(serbuk jamu dsb.) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai
dengan peraturan yang berlaku. (Depkes RI, 2000).
Menurut Depkes (1985), umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Pengumpulan bahan baku: kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi
beberapa faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen,
bagian tumbuhan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah: Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
3. Pencucian: dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih.
4. Perajangan
5. Pengeringan: mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia.
6. Sortasi kering: tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih
ada dan tertinggal pada simplisia kering.
7. Pengepakan.
8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia,
maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, dan
pengujian mikroskopik (Gunawan, 2004).
1. Uji organoleptik, meliputi pemeriksaan warna, bau, dan rasa dari bahan.
2. Uji makroskopik, meliputi pemeriksaan ciri-ciri bentuk luar yang spesifik dari
bahan (morfologi) maupun ciri-ciri spesifik dari bentuk anatominya.
3. Uji fisika dan kimiawi, meliputi tetapan fisika (indeks bias, titik lebur, dan
kelarutan).
4. Uji biologi, meliputi penetapan angka kuman, pencemaran, dan percobaan
terhadap binatang (Gunawan, 2004).
Bagian-bagian simplisia yang dapat diamati melalui pemeriksaan mikroskopik
adalah sebagai berikut :
1. Jaringan
Jaringan didefinisikan sebagai sekelompok sel dengan asal-usul, struktur,
dan fungsi yang sama. Jaringan pada tubuh tumbuhan dikelompokkan
berdasarkan tempatnya dalam tumbuhan, tipe sel, fungsi, asal-usul, dan
tahap perkembangannya. Berdasarkan jumlah tipe sel penyusunnya, jaringan
dibedakan menjadi jaringan sederhana dan jaringan rumit. Jaringan
sederhana bersifat homogen, hanya terdiri atas satu tipe sel, sedangkan
jaringan rumit bersifat heterogen, terdiri atas dua atau lebih tipe sel.
Parenkim, kolenkim, dan sklerenkim adalah jaringan sederhana, sedangkan
xilem, floem, dan epidermis adalah jaringan rumit (Mulyani, 2006).
a. Jaringan epidermis, merupakan lapisan sel-sel paling luar, menutupi
permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar (Metcalfe et al.,
1950). Jaringan epidermis berfungsi melindungi jaringan dari
lingkungan luar, berperan dalam pengaturan pertukaran gas pada daun
dan bagian permukaan luarnya dilapisi oleh kutikula. Sel epidermis
berbentuk tubular dengan susunan rapat tanpa ruang interseluler. Sel
epidermis tersusun oleh sel-sel yang memiliki dinding tipis dan susunan
yang rapat tanpa adanya rongga antar sel. Pada epidermis akar yang
masih muda terdapat rambut akar (derivat epidermis). Asal rambut akar
sama dengan sel epidermis akar (derematogen). Sel khusus yang
membentuk rambut akar disebut trikoblas. Permukaan daun yang
menghadap ke atas dikenal dengan epidermis atas (sisi adaksial) dan
permukaan yang lain dikenal dengan epidermis bawah (sisi abaksial)
(Nurul, 2013).
b. Jaringan parenkim, merupakan jaringan dasar yang terdapat di seluruh
tubuh tumbuhan terletak di sebelah dalam jaringan epidermis. Sebagian
besar tubuh tumbuhan, seperti empulur, hampir semua korteks akar dan
batang, perisikel, mesofil daun, dan daging buah terdiri atas parenkim.
Sel parenkim juga terdapat di dalam xilem dan floem. Berdasarkan
fungsinya, parenkim dapat dibedakan menjadi parenkim asimilasi,
parenkim penimbun, parenkim air, dan arenkim. Parenkim air
merupakan sel parenkim yang berfungsi menyimpan air sebagai bahan
cadangan. Umumnya sel berukuran besar, berdinding tipis, lapisan
sitoplasmanya tipis, mengandung hanya sedikit kloroplas atau bahkan
tidak ada sama sekali. Sel penyimpan air memiliki vakuola besar yang
berisi cairan berlendir. Senyawa berlendir ini dapat meningkatkan
kapasitas penyimpanan air dan juga terdapat dalam sitoplasma maupun
dinding sel (Mulyani, 2006).
c. Korteks, tersusun oleh jaringan parenkim yang tersusun teratur secara
radial, mengandung tepung, ada ruang antarsel, sering ditemukan
adanya deretan kolenkim atau sklerenkim. Sel hipodermisnya ada yang
berdiferensiasi menjadi eksodermis dengan dinding bersuberin. Korteks
bagian dalam mengalami diferensiasi menjadi endodermis. Susun sel
endodermis sangat rapat memiliki penebalan lignin dan suberin
sehingga tidak mudah ditembus oleh air. Penebalan tersebut
membentuk semacam pita, yang dinamakan pita Kaspari. Air memasuki
silinder pusat melalui sitoplasma sel endodermis sehingga pergerakan
air dan mineral lebih mudah diatur. Di belakang lapisan endodermis,
terdapat lapisan sel yang disebut perisikel. Pada akar dikotil, perisikel
berperan dalam pembentukan cabang akar (Rudyatmi et al., 2017).
d. Endodermis, merupakan pembatas antara korteks dan perisikel.
Umumnya terdapat pada akar dan rimpang. Terdiri dari satu lapis sel
yang sebagian atau seluruh dinding selnya menggabus. Susunan sel
endodermis sangat rapat memiliki penebalan lignin dan suberin
sehingga tidak mudah ditembus oleh air. Penebalan tersebut
membentuk semacam pita, yang dinamakan pita kaspari. Air memasuki
silinder pusat melalui sitoplasma sel endodermis sehingga pergerakan
air dan mineral lebih mudah diatur. Di belakang lapisan endodermis,
terdapat lapisan sel yang disebut perisikel (Rudyatmi et al., 2017).
e. Perisikel, jaringan yang terletak di sebelah dalam endodermis. Perisikel
berfungsi untuk menghasilkan primordia akar lateral, dan sebagian dan
kambium pembuluh (yang menghasilkan floem dan xilem sekunder).
Sel-sel perisikel seperti halnya meristem apikal, bersifat diploid.
Pensikel kadang-kadang terdiri lebih dari satu lapis sel, berdinding
tebal. Pada akar dikotil, perisikel berperan dalam pembentukan cabang
akar (Rudyatmi et al., 2017).
f. Silinder pusat, semua jaringan yang terletak di sebelah dalam
endodermis, umumnya terdapat pada akar dan batang. Pada silinder
pusat terdapat berkas pengangkut (xilem dan floem), jaringan dasar,
empulur, dan jaringan penguat yang dikelilingi jaringan perisikel
(Syukriah et al, 2016).
g. Jari-jari empulur, jaringan penghubung antara empulur dengan korteks
dan perisikel, terdapat di antara berkas pembuluh umumnya
parenkimatik. Terdapat pada akar dan batang. Bagian batang paling
dalam, berkas pengangkut tidak tersusun padat tetapi ada bangunan
jaringan dasar diantaranya, yang disebut dengan empulur. Pada
tumbuhan monokotil, tidak dibedakan antara korteks dengan empulur,
sehingga disebut jaringan dasar. Sistem pembuluhnya terdiri dari ikatan
pembuluh yang tersebar dan pada potongan melintang tidak
menunjukkan satu lingkaran. Kebanyakan tumbuhan monokotil
mempunyai sarung daun yang melindungi, relative lama, karena ruas-
ruas batang masih melanjutkan pertumbuhan interkalar. Batang pada
monokotil sering termodifikasi menjadi risoma (gladiolus) atau pucuk
menjadi bulbul (Allium) (Mulyani, 2006).
h. Empulur, jaringan yang terletak pada bagian tengah batang yang
tersusun atas jaringan parenkim yang memiliki ruang antar sel dan
disebut empulur (Mulyani, 2006).
i. Periderm, jaringan terluar dari tumbuhan. Periderm terdiri atas 3
bagian yaitu felem, yaitu gabusnya, terdiri dari sel-sel mati, felogen
yaitu kambium gabus, dan feloderm, dibentuk karena aktivitas felogen
ke arah dalam terdiri dari sel-sel hidup (Mulyani, 2006).
j. Ritidom, adalah jaringan yang terisolasi oleh periderm dan lapisan
periderm yang tidak aktif lagi.Biasanya ritidom terjadi pada semak,
karena untuk pelepasan kulit kayu sebelah luar yang sering terjadi di
waktu dini dan mencegah terjadinya ritidom yang tebal. Penambahan
jaringan disebelah dalam periderm dapat mengakibatkan keretakan pada
periderm. Disaat itu diperlukan terbentuknya periderm baru dalam
jaringan hidup dalam periderm pertama, sehingga periderm kedua
memenuhi syarat sebagai pelindung pengganti epidermis (Mulyani,
2006).
k. Jaringan pembuluh terdiri dari xilem dan floem. Xilem merupakan
suatu jaringan pengangkut yang kompleks terdiri dari berbagai macam
bentuk sel. Pada umumnya sel-sel penyusun xilem telah mati dengan
dinding yang sangat tebal tersusun dari zat lignin sehingga xilem
berfungsi juga sebagai jaringan penguat. Xilem terdiri dari trakeid dan
unsur pembuluh. Trakeid ditemukan di dalam xilem hampir semua
tumbuhan vaskuler. Selain trakeid, sebagian besar angiosperma, serta
segelintir gimnosperma dan tumbuhan vaskuler tidak berbiji, memiliki
unsur-unsur pembuluh (Campbell et al., 2008). floem merupakan
jaringan pengangkut yang berfungsi mengangkut dan mendistribusikan
zat-zat makanan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tumbuhan yang
lain. Floem tersusun dari berbagai macam bentuk sel-sel yang bersifat
hidup dan mati. Unsur-unsur floem meliputi unsur tapis, sel pengiring,
sel albumin (pada gimnosperma), serat-serat floem, dan parenkim
floem. (Nugroho, 2012).
2. Jenis rambut
Dikenal dua jenis rambut pada tumbuhan, yaitu (Mulyani, 2006):
a. Rambut penutut merupakan rambut yang tidak bersekresi (Mulyani, 2006).
b. Rambut kelenjar merupakan rambut yang bersekresi, terdapat dua tipe utama
rambut kelemjar, yaitu :
 Rambut kelenjar tipe Asteraceae : Terdiri dari satu deret sel tungkai dan
dua baris sel kelenjar (Mulyani, 2006).
 Rambut kelenjar tipe Labiatae : Terdiri atas satu sel pangkal yang lebar,
satu atau beberapa sel tangkai dan sebaris mendatar sel kelenjar sebanyak
4,8,12, atau lebih sel (Mulyani, 2006).

3. Tipe Sel
a. Idioblast : satu sel yang isi atau bentuknya jelas berbeda dengan jaringan di
sekitarnya, misalnya idioblast hablur, idioblast lendir, idioblast minyak, dan
sebagainya. (Mulyani, 2006).
b. Sklerenkim terdiri atas dua tipe sel, yaitu:
 Serabut : sel panjang, ujung-ujungnya meruncing, dinding sel
tebal, umumnya berlignin (Mulyani, 2006).
 Sklereida (sel batu) : sel berbentuk isodiametrik, dinding sel
tebal, umumnya berlignin (Mulyani, 2006).

II. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah lup/kaca pembesar,
mikroskop, gelas objek, gelas penutup, pipet tetes, dan lampu spirtus.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah tepung beras putih.
III. PROSEDUR
- Cara Kerja
1. Pengamatan Amilum
a. Serbuk amilum diambil secukupnya dan diletakkan pada gelas objek.
b. Diteteskan aquadest secukupnya, lalu ditutup dengan gelas penutup.
c. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (12,5x10)
dan perbesaran kuat (12,5x40).
d. Digambarkan hasil yang diperoleh.
2. Pengamatan Serbuk Simplisia
a. Serbuk simplisia secukupnya diletakkan di atas kaca objek, ditetesi dengan
larutan kloralhidrat 70% LP, kemudian dipanaskan di atas lampu spiritus
dan dijaga jangan sampai menduduh (kering).
b. Ditutup dengan gelas penutup.
c. Setelah dingin, dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah
(12,5x10) dan perbesaran kuat (12,5x40).
d. Diamati warna dan fragmen-fragmen pengenalnya.
e. Digambarkan fragmen-fragmen pengenalnya dan dibandingkan dengan
monografinya di dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Herbal
Indonesia.

- Skema Kerja
a. Pengamatan amilum

Serbuk amilum

- Diletakkan pada gelas objek


- Ditetesi akuadest secukupnya
- Ditutup dengan gelas penutup
- Diamati preparat di awah mikroskop
- Digambar hasil yang diperoleh

Hasil

b. Pengamatan serbuk simplisia

Serbuk simplisia
- Diletakkan di atas kaca objek
- 6Ditetesi dengan larutan Kloralhidrat 70 % LP
- Dipanaskan di atas bunsen
- Dijaga jangan sampai mendididih
- Ditutup dengan gelas penutup
- Diamati dibawah mikroskop
- Diamati warna dan fragmen-fragmen penenalnya
- Digambarkan fragmen-fragmen pengenalnya

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
N PREPARAT UJI MIKROSKOPIK LITERATUR
O
1 Simplisia
temulawak

Perbesaran 40x
(Depkes RI, 1989)
2 Simplisia Jati
belanda

Perbesaran 40x

(Depkes RI, 2008)


3 Amilum Beras
putih

perbesaran 40x (Chen, et al., 2014)

b. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan analisis pengamatan terhadap amilum dan juga
simplisia. Amilum yang digunakan yaitu amilum beras. Sedangkan simplisia yang
digunakan adalah serbuk temulawak dan serbuk daun jati belanda. Pengamatan
amilum maupun simplisia dilakukan menggunakan mikroskop. Pada pengamatan
simplisia, serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek, kemudian ditetesi larutan
pereaksi kloralhidrat 70% dimana larutan ini berfungsi untuk menghilangkan
kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga jaringan akan terlihat jelas
dibawah mikroskop. Kemudian dipanaskan diatas lampu spiritus untuk mempercepat
reaksi dan dijaga agar tidak sampai mendidih atau kering (Soegihardjo, 2013). Setelah
itu ditutup dengan gelas penutup dan setelah dingin dilihat dibawah mikroskop dengan
perbesaran lemah yaitu 12,5 x 10 dan bila perlu dilihat juga dengan perbesaran kuat
yaitu 12,5 x 40. Kemudian diamati fragmen-fragmen pengenalnya.

1. Temulawak (Curcuma zanthorrhiza L.)


Klasifikasi temulawak menurut Wijayakusuma (2007)
Divisi • Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo • Zingiberales

Famili : Zingiberaceae
Genus • Curcuma

Spesies • Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Pemerian temulawak (Curcuma zanthorrhiza L.) yaitu mempunyai bau khas


aromatic, rasa tajam dan pahit. Secara makroskopis yaitu keping tipis, bentuk bundar
atau jorong, ringan,keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5
mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan
berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering
dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks, korteks
sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Warna kuning jungga sampai coklat jingga terang.
Secara mikroskopik yaitu epidermis bergabus, terdapat sedikit rambut yang
berbentuk kerucut, bersel l. Hipedermis agak menggabus, di bawahnya terdapat
periderm yang kurang berkembang. Korteks dan silinder pusat parenkimatik, terdiri
dari sel parenkim berdinding tipis, berisi butir pati; dalam parenkim tersebar banyak
sel minyak berisi minyak berwarna kuning dan zat berwarna jingga, juga terdapat
idioblas berisi hablur kalsium oksalat berbentuk jarum kecil. Butir pati berbentuk
pipih, bulat panjang sampai bulat telur memanjang, panjang butir 20 pm — 70 pm,
lebar 5 pm sampai 30 pm, tebal 3 pm sampai 10 pm, lamela jelas, hilus di tepi.
Berkas pembuluh tipe kolateral, tersebar tidak beraturan pada parenkim korteks dan
pada silinder pusat; berkas pernbuluh di sebelah dalam endodermis tersusun dalam
lingkaran dan letaknya lebih berdekatan satu dengan yang lainnya; pernbuluh
didampingi oleh sel sekresi, panjang sampai 200 pm, berisi zat berbutir berwarna
coklat yang dengan besi (III) klorida menjadi lebih tuaepk (Wijayakusuma, 2007).

Fragmen yang dimiliki simplisia temulawak pada perbesaran 40 kali sesuai


dengan literatur yang tertera pada MMI karena ditemukan fragmen-fragmen yang
seharusnya terdapat pada temulawak seperti fragmen berkas pembuluh, fragmen
parenkim korteks, serabut sklerenkim, butir pati, fragmen jaringan gabus bentuk
poligonal, dan rambut penutup (Depkes RI, 1989).
Gambar mikroskopik serbuk temulawak (Depkes RI, 1989)

2. Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia L.)


Klasifikasi Jati Belanda menurut (Badan POM RI, 2008)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Family : Stercuiliaceae
Genus : Guazuma
Spesies : Guazuma Ulmifolia L.

Pemerian daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia L.) yaitu Berwarna hijau,
tepi bergerigi, ujung runcing, bunga berupa mayang dan berbau wangi, permukaan
daun kasar, tulang daun menyirip.. Secara mikroskopis daun jati belanda epidermis
bagian atas terdiri dari satu lapisan sel, berambut penutup, dan berambut kelenjar.
Sel epidermis besar, dipenampang tangensial tanpak berbentuk polygonal, kutikula
agak tebal, tidak berstomata, berambut penutup, dan berambut kelenjar. Sel
epidermis bawah lebih kecil dibanding epidermis atas, dipenampang tangensial
Nampak dinding samping bergelombang, stomata tipe anisosistik, berbentuk jorong,
panjang 20-40 mm. Bentuk rambut penutup menyerupai bintang, terdiri dari
beberapa rambut bersel tunggal yang berimpit dibagian pangkalnya, dinding tebal
tidak berwarna, panjangnya berbeda-beda, dan ruang rambut berwarna coklat.
Rambut kelenjar terdiri dari 2-3 sel tangkai dan 3 sel kepala dengan salah satu sel
kepala lebih besar dari sel lainnya. Mesofil terdiri dari jaringan palisade dan
jaringan bunga karang. Didalam mesofil terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma. Jaringan palisade terdiri dari satu lapisan sel, jaringan bunga karang
tersusun rapat terdiri dari 2-4 lapisan sel. Berka spembuluh ipe kolateral disertai
serabut sklerenkim dan serabut hablur yang berisi hablur kalsium oksalat berbentuk
prisma. Hablur kalsium oksalat yang terdapat didalam daun lebih banyak dari pada
di mesofil. Diparenkim tulang daun terdapat sel lendir atau saluran lendir.
Sedangkan makroskopik daun Jati Belanda yaitu berdaun tunggal dengan warna
hijau, berbentuk bulat telur sampai lanset dengan permukaan kasar, tepi bergerigi,
ujung runcing, pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, berseling, panjang 4-22,5
cm, dan lebar 2-10 cm. panjang tangkai daun 5-25 mm, mempunyi daun penutup
berbentuk lanset atau berbentuk paku yang panjang antara 3-6 mm. Bunga berupa
mayang, panjang 2-4 cm, berjumlah banyak, berbentuk agak ramping, dan berbau
wangi. Panjang gagang bunga sekitar 5 mm, kelopak bunga lebih kurang 3-4 mm,
tajuk terbagi menjadi dua bagian, berwarna ungu tua kadang –kadang kuning tua,
buah yang telah masak berwarna hitam (Sharmiati, 2003)

Fragmen yang dimiliki simplisia daun Jati Belanda pada perbesaran 40 kali
sudah sesuai dengan literatur yang tertera pada FHI yaitu epidermis atas, epidermis
bawah dengan stomata, rambut penutup berbentuk bintang, rambut penutup pada
tulang daun, serabut dengan kristal kalsium oksalat, rambut kelenjar dan kristal
kalsium oksalat (Depkes RI, 2008).
Gambar mikroskopik daun Jati Belanda (Depkes RI, 2008).

3. Amilum beras (Oryza sativa)


Klasifikasi amilum beras menurut (Tjitrosoepomo, 2005)
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa
Secara makroskopik serbuk amilum beras berupa serbuk sangat halus; putih;
tidak berbau; tidak berasa. Sedangkan secara mikroskopik amilum beras berupa
butir pati tunggal: banyak, bentuk persegi banyak diameter 2 μm sampai 12 μm,
umumnya 5 μm sampai 8 μm; hilus ditengah umumnya jarang terlihat, kadang-
kadang berupa celah yang berisi udara. Butir pati majemuk; banyak, bentuk bulat
telur, umumnya panjang lebih kurang 12 μm sampai 30 μm, lebar 7 μm sampai 12
μm dan terdiri dari 2 sampai 150 butir tunggal; utuh atau terbelah atau terdapat
dalam sel. Tidak terdapat rambut bersel satu (Ditjen POM, 1979).
Berdasarkan percobaan pengamatan mikroskopik terhadap amilum beras,
didapatkan gambar penampang serbuk amilum beras pada perbesaran 40x. Hasil
yang diperoleh, gambar mikroskopis amilum beras menunjukkan bahwa terlihat
butir bersegi banyak, majemuk bentuk bulat telur, hilus yang tidak terlihat jelas, dan
tidak terdapat lamella. Hal tersebut sudah sesuai literatur bahwa gambar
mikroskopis amilum beras adalah butir bersegi banyak, tunggal atau majemuk
bentuk bulat telur, terdapat butir telur dan hilus yang tidak terlihat jelas, dan tidak
terdapat lamella (Dalimartha, 1999).

Gambar mikroskopik serbuk beras (Chen, et al., 2014)

Evaluasi
Bandingkan fragmen antar simplisia dan tentukan fragmen khas dari masing-
masing simplisia!
1. Mikroskopik simplisia temulawak

Fragmen khas:
a. Berkas pembuluh
b. Fragmen parenkim korteks
c. Serabut sklerenkim, butir pati
d. Fragmen jaringan gabus bentuk poligonal
e. Rambut penutup
2. Mikroskopik simplisia jati belanda

Fragmen khas:
a. Epidermis atas
b. Epidermis bawah dengan stomata
c. Rambut penutup berbentuk bintang
d. Rambut penutup pada tulang daun
e. Serabut dengan kristal kalsium oksalat
f. Rambut kelenjar dan kristal kalsium oksalat

3. Mikroskopik amilum beras putih

Fragmen khas:
a. Butir bersegi banyak, majemuk bentuk bulat telur
b. Hilus yang tidak terlihat jelas
c. Tidak terdapat lamella
V. KESIMPULAN
Suatu simplisia dan amilum masing-masing memiliki karakteristik tersendiri
yang dapat membedakan dengan suatu simplisia dan amilum yang lainnya. Dalam
membedakan antar simplisia satu dengan yang lain dan amilum satu dengan yang
lain dapat dilakukan dengan cara mengamati perbedaan fragmen khas atau fragmen
pengenal dan bentuknya. Pada simplisia temulawak mempunyai fragmen khasnya
efragmen berkas pembuluh, fragmen parenkim korteks, serabut sklerenkim, butir
pati, fragmen jaringan gabus bentuk poligonal, dan rambut penutup. Pada simplisia
daun Jati Belanda mempunyai fragmen khas epidermis atas, epidermis bawah
dengan stomata, rambut penutup berbentuk bintang, rambut penutup pada tulang
daun, serabut dengan kristal kalsium oksalat, rambut kelenjar dan kristal kalsium
oksalat. Lalu pada amilum tepung beras berupa butir bersegi banyak, tunggal atau
majemuk bentuk bulat telur, terdapat butir telur dan hilus yang tidak terlihat jelas,
dan tidak terdapat lamella.
C. DAFTAR PUSTAKA

Amin, A., 2007, Buku Ajar Materi Mediak dan Terapi, Farmasi UMI : Makassar.
BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional,
Bpom: Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Direktorat
Obat Asli Indonesia, 2008, Acuan Sediaan Herbal, Jakarta.
Campbell, Jane B. Reece & Lawrence G. Mitchell, 2008, Biologi Jilid 2 Edisi Ke-8,
Erlangga : Jakarta.
Chen, Shilin., Marston, Andrew., Stuppner, Hermann, 2014, Handbook of Chemical
and Biological Plant Analytical Methods, John Willey and Sons : New York.
Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trubus Agriwidya : Jakarta.
Depkes RI, 1989, Material Medika Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-16.
Depkes RI, 2003, Material Medika Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Ditjen POM, 1979, Materia Medika Indonesia Jilid III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Gunawan, D.,  2004, Ilmu Obat Alam, Penebar Swadaya : Jakarta.
Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012, Cara Produksi Simplisia Yang Baik, Seafast
Center, Bogor, 10-11.
Hidayah, H.A., Widiawati, Y., Utami, M., 2013, Keragaman dan Pemanfaatan
Simplisia Nabti yang Diperdagangkan di Purwokerto. Jurnal Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman.
Metcalfe, C. R and Chalk, L., 1950, Anatomy of the Dicotyledons, 2 Vols. 1st ed.
Clarendon Press : Oxford.
Mulyani, S. 2006, Anatomi Tumbuhan, Kanisius : Yogyakarta.
Nugroho, L. H., 2012, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Penebar Swadaya :
Jakarta.
Nurul, A., 2013, Struktur Anatomi Daun Lengkeng (Dimocarpus longan Lour.)
Kultivar Lokal, Pingpong, Itoh, dan Diamond river. Skripsi. Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember,
Jember
Rudyatmi, E., Peniati, S., & Setiati, N., 2017, Struktur dan Fungsi Organ Tumbuhan.
Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Soegihardjo, 2013, Farmakognisi, Citra Aji Parama : Yogyakarta.
Sharmiati, 2003, Khasiat & Manfaat Jati Belanda Si Pelangsing dan Peluruh
Kolestrol, Agro Media Pustaka : Jakarta.
Syukriah, F. & Pranggarani, L., 2016, Implementasi Teknologi Augmented
Reality 3D Pada Pembuatan Organologi Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Fifo. 8(1) :
1-10.
Tjitrosoepomo, G., 2005, Morfologi Tumbuhan, Gajah Mada University Press :
Yogyakarta
Wijayakusuma, M., 2007, Penyembuhan dengan Temulawak, Sarana Pustaka
Prima: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai