LAPORAN MODUL 4
KEPUTIHAN
BLOK SISTEM REPRODUKSI
Dokter Pembimbing :
dr. Farah Ekawati Mulyadi
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
NADIA ROFIFAH ADELLIA 11020170007
RIZKIANA HUSNIA 11020170016
ANDI MUHAMMAD ARYA 11020170023
YEYEN AUGRAH HARMIN 11020170037
ST. FAADIYAH 11020170051
ANDI ISHMAH FAZA 11020170056
RIRIN RAMADHANI RIDWAN 11020170070
PRYANTAMA SAPUTRA TUNA 11020170082
ELFATRI 11020170092
ANDI MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAH 11020170176
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan ini.
KATA SULIT
KATA KUNCI
1. Perempuan 40 tahun
2. P6A0
3. Keputihan encer berbau dan kadang nyeri
4. Riwayat perdarahan pasca senggama
5. Berulang dalam 2 tahun terakhir
PERTANYAAN
Referensi :
2. Etiologi Keputihan
b. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida
albicans umumnya dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh
seperti Pemakaian pil KB, obat-obatan tertentu seperti steroid,
antibiotic, daya tahan tubuh rendah, iklim, panas dan kelembaban.
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti
kepala susu (cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa
gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga
disebut vulvovaginitis. Rasa gatal sering merupakan keluhan yang
dominan dirasakan.
Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih
susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal.
Vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH
10% tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).
Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi
pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus, pemakai
pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita
penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara
pasangan suami-istri disebut sebagai phenomena ping-pong.
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat
bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan
mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun
jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk
atau bibir kloset.
Referensi :
1. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. EGC:
Jakarta
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi 5 Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
pada vagina dan serviks / leher rahim menghasilkan sekret yang berfungsi
dinding vagina saat berjalan & saat berhubungan seksual. Jumlah sekret yang
saat menjelang ovulasi, stres emosional dan saat terangsang secara seksual.
Selain itu, terdapat flora normal basil doderlein yang berfungsi dalam
asam (pH 3.8-4.5) sehingga memiliki daya proteksi yang kuat terhadap
infeksi.
kehamilan dan penggunaan pil KB, obat-obatan seperti steroid dan antibiotik,
keputihan yang tidak normal. Ada banyak penyebab dari keputihan namun
paling sering disebabkan oleh infeksi jamur candida, bakteri dan parasit
banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal dan rasa terbakar pada daerah
intim.
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri ”baik” yang
yang normal serta beberapa bakteri lain dalam jumlah kecil seperti
menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Dengan tingkat
keasaman tersebut, lactobacillus akan tumbuh subur dan bakteri patogen akan
mati. Pada kondisi tertentu, kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau
lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2
Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa
sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding
vagina, sekresi dari endoserviks berupa mucus, sekresi dari saluran yang lebih
terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam keadaan asam
dengan pH 3.0 – 4,5 pada wanita dalam masa reproduksi. Suasana inilah yang
oleh beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi basil doderlein dengan
ini ditekan oleh flora normal vagina. Progresifitas Mikroba patologis secara
klinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun
tubuh akan bekerja membantu fungsi dari basil doderlein sehingga terjadi
disebabkan oleh iritasi atau mikro lesi atau luka-luka di vagina saat
mudah berdarah dan diameternya bisa membesar. Serviks yang rapuh tersebut
akan mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi pendarahan
pasca senggama.
rongga vagina + glikogen oleh basil Doderlein 🡪 asam laktat dan Hidrogen
peroksida 🡪 pH 3,5-4,5
mikrobakterial
saat ovulasi)
Inflama
Referensi:
Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological
Agent Of Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of
Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 16.
Referensi :
Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol VII, No 1, Maret 2015 ISSN 1978-3167 School of
Health Science
b. Gejala Klinis
1. Flour hebat, biasanya berlangsung lama, warna putih keabu-abuan atau
kuning yang kental atau purulent dan biasanya berbau.
2. Sering menimbulkan erusio (erythroplaki) pada portio yang tampak
seperti daerah merah menyala.
3. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang
purulent keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada
ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorhoe.
4. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
5. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah
selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan
oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer serviks karena
saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena
peradangan.
6. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni (nyeri saat senggama),
nyeri punggung, rasa berat di panggul dan gangguan kemih.
7. Perdarahan uterus abnormal: Pasca sanggama, pasca menopause,
diantara haid
2. Trikomoniasis
a. Definisi
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada
wanita maupum pria, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan
seksual.
b. Gejala Klinis
Trikomoniasis pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina,
dapat bersifat akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat secret vagina
seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak
(malodorous), dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab.
Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang
tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry
appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus. Bila
secret banyak yang keluar bisa timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar
genitalia eksterna. Bau yang kuat, iritasi atau gatal –gatal disekitar vagina.
Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, bartholinitis, skenitis, dan sistitis
yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik gejala lebih
ringan dan secret vagina biasanya tidak berbusa.
3. Bakterial Vaginosis
a. Definisi
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinis akibat pergantian
Lactobacillus spp. penghasil hidrogen peroksidase (H2O2) dalam vagina
normal dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi (contoh: bacteroides
spp, Mobiluncus spp., Gardnerella vaginalis (G. vaginalis) dan
Myoplasma hominis (M. hominis). Pergantian Lactobacillus spp. ini
menyebabkan penurunan konsentrasi H2O2 yang umumnya ditandai
dengan produksi sekret vagina yang banyak, berwarna abu-abu hingga
kuning, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH dari
nilai 4,5 sampai 7,0.
b. Gejala Klinis
Wanita dengan BV akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina
yang ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan
oleh penderita sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan.
Keluhan keputihan yang keluar dari vagina berbau “fishy odor”
berwarna putih keabu-abuan dan cair. Penderita mengeluh gatal, rasa
terbakar, timbul kemerahan dan edema pada vulva. Tanda-tanda
inflamasi dan gatal pada vagina jarang ditemukan.
4. Kandidiasis Vulvovaginitis
a. Definisi
Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi
pada daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai
jenis Candida, secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya
tahan tubuh seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta
adanya rasa gatal di daerah vagina.
b. Gejala Klinis
Pada kandidiasis vulvovaginitis dapat timbul gejala berikut ini :
Referensi :
1. Daili SF. Trikomoniasis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2011. p. 383-4.
2. Daili SF. Infeksi menular seksual pada kehamilan. In :Ilmu kebidanan. Edisi
4 jakarta: PT bina pustaka sarwono prawirohardjo;2008.h.925-8.
3. Biggs WS, Williams RM. Common gynecologic infections. Prim Care.
2009;36:33-51. [PubMed]
4. Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. hal. 389-391
5. Sarzuri BP, Reynold EM, Vaginal thrust. Pacena rev med fam 2007; 4(6):
121-7
6. Leon EM, Jacober JS, Sobel DJ, Foxman B. Prevalence and risk factors for
vaginal Candida colonization in women with type 1 and type 2 diabetes.
Updated: 2002. Available from: URL: www.biomedcentral.com. Accessed
may 30, 2012.
2. Anamnesis:
(AKDR)
j. Riwayat keluarga?
3. Keadaan Umum
4. Pemeriksaan Fisis
b. Palpasi:
keputihan:
6. Pemeriksaan laboratorium
Penyebab keputihan adalah infeksi, benda asing dan keganasan. Dengan
kemungkinan keganasan.
a. Pemeriksaan pH vagina
e. Pap smear
f. Kultur
g. Biopsi
etiologi:
2. Epidemiologi
Infeksi BV adalah penyebab paling umum dari gejala-gejala yang terjadi
pada vagina wanita, namun sampai saat ini belum jelas bagaimana peran
aktivitas diperkembangan infeksi BV. Prevalensi di Amerika Serikat
diperkirakan 21,2 juta (29,2%) diantara wanita usia 14-49 tahun, didasarkan
pada sampel perwakilan nasional dari wanita yang berpartisipasi dalam
NHANES 2001-2004. Sebagian besar wanita denganinfeksi BV (84%)
melaporkan tidak merasakan adanya gejala. Wanita yang belum melakukan
hubungan seks vaginal, oral, atau anal masih bisa terinfeksi BV (18,8%),
demikian pula pada wanita hamil (25%), dan wanita yang sudah pernah hamil
(31,7%). Prevalensi infeksi BV meningkat berdasarkan jumlah pasangan
seksual seumur hidup. Perempuan bukan kulit putih memiliki prevalensi yang
lebih tinggi (Afrika-Amerika 51%, Amerika Meksiko 32%) daripada wanita
kulit putih (23%). Dari beberapa penelitian, 13.747 wanita hamil pada 23
hingga 26 minggu kehamilan menjalani evaluasi untuk infeksi BV dengan
menggunakan kriteria pengecatan gram sekret vagina. Walaupun 16,3% wanita
memiliki infeksi BV, prevalensi terjadinya infeksi BVbervariasi luas dari segi
etnis, 6,1% pada wanita Asia, 8,8% dari wanita Kaukasia, 15,9% Hispanik, dan
22,7% dari wanita keturunan Afrika-Amerika. Studi-studi lain telah
menemukan prevalensi infeksi BV antenatal dari wanita dengan gejala yang
asimtomatik, 5% di Italia, 12% Helshinki, 21% di London, 14% di Jepang,
16% di Thailand, dan 17% di Jakarta.
3. Patofisiologi
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk
menimbulkan kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat
tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat,
peningkatan pH, dan hilangnya dominasiflora normal laktobasili yang
menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanitanormal dijumpai kolonisasi
strain Laktobasili yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita
vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasilisecara menyeluruh,
sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2. Diketahui
bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang terlibat
dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena pengaruh
peroksidase alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya
pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga
bertambah, yaitu berkat adanya dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang
terdapat pada cairan vagina yaitu putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin,
fenetilamin, histamin, dan tiramin.
Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella
dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan
menimbulkan bau amis, bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina
yang diteteskan KOH 10%. Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang
berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut adalah trimetilamin, suatu
senyawa amin abnormal yang dominan pada BV. Bakteri anaerob akan
memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein menjadi asam amino
dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan mengubah asam
amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin (metabolit
arginin) akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan
kadaverin dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan
trimetilamin. Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang
terdapat dalam vagina penderita infeksi BV, yaitu asam asetat dansuksinat,
bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil eksfoliasi
yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH yang alkalis Gardnerella
vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue
cells. Secara mikroskopik clue cellsnampak sebagai sel epitel yang sarat
dengan kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak
tampak.
4. Gambaran Klinis
Dalam studi cross sectional pasien klinik, BV dengan kriteria Gram-
stain secara bermakna dikaitkan dengan gejala malodor vagina (49% pasien
dengan BV dan 20% tanpa BV) dan vaginal discharge (50% dengan BV dan
37% tanpa BV) dan dengan keluhan sekret putih kental homogen, (69% dengan
BV dan 3% tanpa BV). Dari 293 wanita dengan vaginosis bakteri yang
didiagnosis menggunakan pengecatan gram sederhana, 65% memiliki gejala
peningkatan keputihan dan/atau bau tak sedap pada vagina, sedangkan 74%
memiliki tanda-tanda keputihan karakteristik homogen atau bau seperti amina.
Peningkatan pH vagina merupakan tanda paling spesifik dan bau seperti amina
menjadi tanda yang paling sensitif pada vaginosis bakteri. Penderita BV
terbanyak berada pada kelompok umur 20-34 (82,4%) dengan umur kehamilan
28-40 minggu (64,7%). Sebagian besar memiliki tingkat pendidikan tinggi
(64,7%) dan tidak bekerja (70,6%). Ditemukan riwayat graviditas 2-3 (52,9%),
paritas 0 (41,2%) dan 1 (41,2%), riwayat prematur (11,8%), riwayat BBLR
(23,5%), riwayat keputihan (64,7%) dan tidak ditemukan adanya riwayat
douching dan riwayat penggunaan IUD.
5. Faktor Resiko
Orang dengan kehidupan seksual aktif yang tidak menerima antibiotik
selama minimal 15 hari sebelum studi dan yang tidak menstruasi pada saat
mengambil swab, 859 diantaranya memiliki diagnosis cervico-vaginitis dan
109 tidak memiliki gejala apapun. Kriteria Amsel digunakan untuk membuat
diagnosis vaginosis bakteri. Didapatkan 32,9% prevalensi infeksi BV dari
populasi. Ada hubungan yang signifikan secara statistik dengan faktor-faktor
seperti usia, mulai dari kehidupan seksual yang aktif, jumlah hubungan seksual
per minggu, jumlah pasangan seksual, dan kehamilan.Wanita seksual aktif
merupakan karier Gardnerella vaginalis lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita yang belum pernah berhubungan seks sebelumnya. Data lain
menunjukan pada wanita heterokseksual faktor predisposisi infeksi BV
meliputi frekuensi hubungan seksual yang tinggi, jumlah pasangan seks pria
yang banyak, serta penggunaan UID, kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi.
6. Komplikasi
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat
menyebabkan komplikasi, antara lain, endometritis, penyakit radang panggul,
sepsis paska aborsi, infeksi paska bedah, infeksi paskahisterektomi,
peningkatan risiko penularan HIV dan IMS lain. Infeksi BV merupakan faktor
risiko potensial untuk penularan HIV karena pH vagina meningkat dan faktor
biokimia lain yang diduga merusak mekanisme pertahanan host. Penelitian dari
seluruh dunia mengenai BV langsung tertuju kepada sejumlah komplikasi
obstetrik yaitu keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur,
persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis
paska persalinan dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO).
7. Diagnosis
1. Kultur
Usap vagina dikultur baik anaerob maupun aerobik pada permukaan
brain heart infusion plate agar dilengkapi dengan vitamin K (0,5mg/l) dan
Haemin (5mg/l), agar darah dan agar coklat. Sebagai tambahan Bacteroides
Bile Esculin agar,Neomycin Vancomycin Chocolate agar diinokulasi untuk
kultur anaerob. Setiap media diperiksa setelah 48 jam, 96 jam dan 7
hari,hasil kultur yang telah diisolasi diidentifikasi dengan menggunakan
teknik mikrobiologi yang telah distadarisasi. Kultur merupakanmetode yang
menjadi gold standard untuk diagnosis sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun, kultur tidak bisa menjadi gold
standard untuk diagnosis vaginosis bakteri. Hal ini dikarenakan organisme
yang terlibat dalam infeksi BV tidak dapat dipisahkan dengan mudah dan
bakteri–bakteri yang berperan dalam terjadinya infeksi BV tetap ada dengan
jumlah yang sedikit pada kondisi normal sehingga pada hasil kultur akan
selalu terdiagnosis sebagai infeksi BV. Bakteri Gardnerella vaginalis
ditemukan sebanyak 60% pada kultur vagina normal.
2. Kriteria Spiegel
Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada
umlah kuman Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam
menegakkan diagnosis apakah seseorang terdiagnosis BV atau tidak.
Kriteria Spiegel bersifat lebih tegas karena hanya terdapat 2 kriteria aja,
yaitu normal dan BV positif,sehingga lebih memudahkan dalam
menentukan perlu atau tidaknya dilakukan terapi.Jika pada pengecatan
Gram menunjukkan predominasi (3+ - 4+) Lactobacillus, dengan atau tanpa
morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan normal. Jika pada pengecatan
Gram menunjukkan flora campuran meliputi bakteri Gram positif, bakteri
Gram negatif,atau bakteri Gram variabel dan morfotipe Lactobacillus
menurun atau tidak ada (0-2+), diinterpretasikan infeksi BV. Setiap
morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan dibawah mikroskop dengan
pembesaran objektif 100 kali kemudian dijumlahkan (darirerata 10 lapangan
pandang). Skoring untuk morfotipe kuman terdiri atas 4 kelas,yaitu 1+ jika
ditemukan sebanyak < 1 per lapangan pandang; 2+ jika ditemukansebanyak
1-5 per lapangan pandang; 3+ jika ditemukan sebanyak 6-30 per
lapanganpandang; dan 4+ jika ditemukan sebanyak >30 per lapangan
pandang.
3. Kriteria Nugent
Kriteria Nugent atau juga dikenal sebagai skor Nugent merupakan
metode diagnosis infeksi BV dengan pendekatan berdasarkan jumlah
bakteri yang ada sekret vagina. Kriteria Nugent merupakan modifikasi dari
metode Spiegel dalam penghitungan jumlah kuman pada preparat basah
sekret vagina. Kriteria Nugent dinilai dengan adanya gambaran
Lactobacillus, Gardnerella vaginalis danMobiluncus spp. (skor dari 0
sampai 4 tergantung pada ada atau tidaknya pada preparat). Kuman batang
Gram negatif/Gram variable kecil (Garnerella vaginalis) jika lebih dari 30
bakteri per lapangan minyak imersi (oif) diberi skor 4; 6-30 bakteri per oif
diberi skor 3; 1-5 bakteri per oif diberi skor 2; kurang dari 1 per oif diberi
skor 1; dan jika tidak ada diberi skor 0.Kuman batang Gram-positif besar
(Lactobacillus) skor terbalik, jika tidak ditemukan kuman tersebut pada
preparat diberi skor 4; kurang dari 1 per oif diberi skor 3; 1-5 per oif diberi
skor 2; 6-30 per oif diberi skor 1; dan lebih dari 30 per oif diberi skor 0.
Kuman batang Gram berlekuk-variabel (Mobiluncus sp.) , jika terdapat
lima atau lebih bakteri diberi skor 2 , kurang dari 5 diberi skor 1 , dan jika
tidak adanya bakteri diberi skor 0. Semua skor dijumlahkan hingga
nantinya menghasilkan nilai akhir dari 0 sampai 7 atau lebih. Kriteria
untuk infeksi BV adalah nilai 7 atau lebih tinggi; skor 4-6 dianggap
sebagai intermediate, dan skor 0-3 dianggap normal.
4. Kriteria Amsel
Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4
kriteria berikut:
a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen.
Keluhan yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah adanya
gejala cairan vagina yang berlebihan, berwarna putih yang berbau amis
dan menjadi lebih banyak setelah melakukan hubungan seksual. Pada
pemeriksaan spekulum didapatkan cairan vagina yang encer, homogen,
dan melekat pada dinding vagina namun mudah dibersihkan. Pada
beberapa kasus, cairan vagina terlihat berbusa yang mana gejala hampir
mirip dengan infeksi trikomoniasis sehingga kadang sering keliru dalam
menegakan diagnosis.
b. pH cairan vagina yang lebih dari
pH vagina ditentukan dengan pemerikasaan sekret vagina yang diambil
dari dinding lateral vagina menggunakan cotton swab dan dioleskan pada
kertas strip pH.(2,5,7). Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari
penderita BV mempunyai pH cairan vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas
tidak tinggi karena PH juga dapat meningkat akibat pencucian vagina,
menstruasi atau adanya sperma. pH yang meningkat akan meningkatkan
pertumbuhan flora vagina yang abnormal.
c. Whiff test Positif
Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10% pada sekret vagina,
pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah penentesan tercium bau amis.
Diduga meningkat pH vagina menyebabkan asam amino mudah
teruraidan menegeluarkan putresin serta kadaverin yang berbau amis
khas. Bau amis ini mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan
spekulum, dan ditambah bila cairan vagina tersebut kita tetesi KOH
10% . Cara ini juga memberikan hasil yang positif terhadap infeksi
trikomoniasis.
d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis
Menemukan clue cells di dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat
esensial pada kriteria Amsel. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina
yang dikelilingi oleh bakteri Gram variabel coccobasilli sehingga yang
pada keadaan normal sel epitel vagina yang ujung-ujungnya tajam,
perbatasanya menjadi tidak jelas atau berbintik. Clue cells dapat
ditemukan dengan pengecatan gram sekret vagina dengan pemeriksaan
laboratorium sederhana dibawah mikroskop cahaya. Jika ditemukan
paling sedikit 20% dari lapangan pandang.
5. GasLiquid Chromatography(GLC)
GLC merupakan salah satu metode diagnosis infeksi BV secara tidak
langsung, yaitu dengan cara mendeteksi adanya hasil metabolisme mikro
organisme sekret vagina. Pada infeksi BV salah satu gejala yang menjadi
karakteristik yang khas yaitu didapatkan bau amis pada sekret vagina. Bau ini
berhubungan dengan adanya hasil matabolisme bakteri yaitu diamin, putresin
dan kadaverin.Pada infeksi BV juga didapatkan tingginya konsentrasi asam
suksinat yang merupakan hasil metabolisme dari bakteri anaerob.
Laktobasilus juga merupakan flora dominan pada kondisi normal yang
menghasilkan asam laktat.
8. Penatalaksanaan
Dengan terapi alternative clindamycin oral 300 mg dua kali sehari selama 7
hari.
Referensi:
1. Nicola L. Intravaginal Practices, Bakterial Vaginosis and HIV Infection in
Woman Individual Participant Data Metanalysis 2014.
2. Robinson D.T. The Future of Bacterial Vaginosis Related Research. Int J
Obstect Gynecol; 67:21-23.
B. SERVISITIS
1. Definisi
Servisitis adalah infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering
terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi
karena hubungan seksual.Servisitis adalah infeksi pada mulut rahim.
Servisitis yang akut sering di jumpai pada infeksi hubungan seksual
sedangkan yang bersifat menahun di jumpai pada sebagian besar wanita
yang pernah melahirkan. Servisitis adalah radang dari selaput lender canalis
cervixalis.
Servisitis/ Endoservisitis adalah inflamasi mukosa dan submukoasa
serviks yang dapat terjadi ketika organism mencapai akses ke kelenjar
servikal setelah berhubungan seksual, aborsi, manipulasi intrauterine, atau
persalinan. Secara histologic dapat dilihat infiltrasi sel-sel peradangan akut
kadang nekrosis sel.
2. Epidemiologi
WHO(World Health Organization) memperkirakan terdapat 140 juta
kasus dilaporkan di Amerika Serikat dengan prevalensi tertinggi terjadi pada
wanita di usia 15-24 tahun pada tahun 2007. CDC juga memperkirakan
bahwa lebih dari 19 juta kasus IMS baru terjadi setiap tahunnya, dan hampir
setengah dari mereka berusia 15-24 tahun. Kelompok perilaku berisiko tinggi
IMS adalah usia 20-24 tahun dimana pada usia ini aktivitas seksual tinggi.
3. Jenis-jenis servisitis
a. Servisitis spesifik
Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang di sebabkan
oleh kuman yang tergolong penyakit akibat hubungan seksual, beberapa
kuman pathogen tersebut antara lain, Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealytikum, Trichomonas vaginalis, Spesies Candida,
Neisseria gonorrhoeae, herpes simpleks II (genitalis), dan salah satu tipe
HPV, di antara pathogen tersebut Clamydia trachomatis adalah yang
tersering dan merupakan penyebab pada hamper 40% kasus servisitis
yang di temukan di klinik menular seksual sehingga jauh lebih sering dari
pada gonorrhea. Infeksi servik oleh Herpes perlu di perhatikan karena
organism ini dapat di tularkan pada bayi saat persalinan melalui jalan
lahir yang kadang-kadang menyebabkan infeksi Herpes sistematik serius
yang mungkin fatal.
b. Servisitis non-spesifik
Servisitis non-spesifik relative lebih banyak di jumpai karena kuman
yang ringan sering di temukan sampai derajat tertentu pada hamper setiap
multipara. Beberapa pengaruh predisposisi servisitis non-spesifik antara
lain : trauma pada waktu melahirkan, pemakaian alat pada prosedur
ginekologi, hiperestrinisme, hipoestrinisme, sekresi berlebihan kelenjar
endoserfiks, alkalinisasi mucus serviks, eversi congenital mukosa
endoserviks.
4. Etiologi
- Clamydia trachomatis
- Trichomonas vaginalis
5. Patofisiologi
7. Diagnosis
Diagnosis dari servisitis ditegakkan melalui (Wilson, 2009):
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan klinis:
Inspekulo serviks untuk melihat adanya discharge mukopurulen,
eritema, ulserasi, edema, pembengkakan ektopik, leukoplakia.
Gambar 2.1 Discharge normal (Indriatmi, 2009
3. Pemeriksaan laboratorium :
- Pap Smear
Pemeriksaan pap smear dilakukan dengan mengambil mukus dari
serviks penderita sesuai prosedur, mukus diusap di object glass,
difiksasi basah atau kering, kemudian dilakukan pewarnaan
Papanicolaou. Pengambilan swab serviks dilakukan ketika wanita
yang akan diperiksa tidak dalam keadaan menstruasi dan tidak
melakukan coitus minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.
Gambar 2.3
8. Penatalaksanaan
CDC merekomendasikan rejimen berikut untuk pengobatan servisitis
klamidia :
Referensi :
1. Prawirowihardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kandungan Sarwono
Prawirowihardjo. Edisi 4. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirowihardjo. Hal 225-226
2. Biggs WS, Williams RM. Common gynecologic infections. Prim Care.
2009;36:33-51. [PubMed]
C. TRICHOMONIASIS
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Patogenesis
Dalam kondisi normal, pH vagina berada di kisaran 3,8 dan 4,4 yang
disebabkan oleh adanya asam laktat yang dihasilkan oleh lactobacillus
Döderlein. Lactobaciilus ini dalam hidupnya menggunakan suplai glikogen
yang terdapat pada sel-sel vagina. Jadi, dalam pemeriksaaan sitologi vagina
normal tidak terdapat bakteri atau mikroorganisme lain kecuali lactobacillus
Döderlein.
4. Gejala Klinis
5. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan melalui hal-hal berikut ini :
- Gejala klinis
- Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis secara langsung dilakukan dengan cara
membuat sediaan dari sekret dinding vagina dicampur dengan satu tetes
garam fisiologis di atas gelas objek dan langsung dapat dibaca di bawah
mikroskop. Atau apabila tidak dapat langsung dibaca, dapat mengirimkan
gelas objek yang telah dioleskan sekret vagina tersebut dalam tabung yang
telah berisi garam fisiologis. Pemberian beberapa tetes KOH 10-20% pada
cairan vagina yang diperiksa, dapat menimbulkan bau yang tajam dan amis
pada 75% wanita yang positif trichomoniasis dan infeksi bakterial
vaginosis, tetapi tidak pada mereka yang menderita vulvovaginal
kandidiasis. Untuk menyingkirkan bakterial vaginosis dari infeksi
trichomoniasis dapat diketahui dengan memeriksa konsentrasi
- Kultur
Selain pemeriksaan secara klinis dan mikroskopik langsung, cara lain
yang dapat dilakukan adalah dengan kultur, terutama pada mereka yang
sedikit jumlah organisme Trichomonas vaginalis-nya, seperti pada pria atau
pun wanita penderita trichomoniasis kronik.
6. Terapi
Metronidazole adalah antibiotik pilihan pertama dan yang paling baik
untuk kasus- kasus trichomoniasis, meskipun kini telah hadir sejumlah
turunannya seperti tinidazole, ornidazole, memorazole, tioconazole,
dll.Pengobatan trichomoniasis dengan menggunakan metronidazole pertama
kali diperkenalkan oleh Cosar dan Julou yang mendemonstrasikan aktivitas in
vitro metronidazole terhadap Trichomonas vaginalis.
7. Pencegahan
Pencegahan infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
dapat dilakukan dengan penyuluhan dan pendidikan terhadap pasien dan
masyarakat umumnya tentang infeksi ini serta diagnosis dan penanganan yang
tepat pada pasangan penderita trichomoniasis.Pemakaian kondom dapat
dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencegah tertularnya pasangan seksual
terhadap infeksi ini.
Referensi :
a. Non-Farmakologi :
- Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
- Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
- Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang
dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH
daerah kewanitaan tersebut
- Jaga berat badan Ideal
b. Farmakologi :
Tatalaksana vaginosis bakterialis
- Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari selama 7 hari
- Metronidazol pervagina 2 x sehari selama 5 hari
- Krim klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama 7 hari
2. Trikomoniasis
Terapi pilihan untuk trikomoniasis adalah obat golongan
nitromidazole ( metronidazole,tinidazole, ornidazole, carnidazole dan
nimorazole). Centre for disease control and preventiob (CDC)
merekomendasikan metronidazole dan tinidazol untuk pengobatan
trikominiasis. Pemberian metronidazol dosis tinggi dan lama akan
meningkatkan risiko efej samping yang meliputi mual, muntah, nyeri
kepala, rash, mulut kering, dan rasa kecap metalik. Efek samping yang berat
dapat terjadi eosonifilia, leukopenia, palpitasi, bingung, dan neuropati
perifer.
Referensi :
1. Elmia Kursani, H.M. (2015). Faktor-factor yang Mempengaruhi
Terjadinya Flour Albus (Keputihan) pada Remaja Putridi SMA PGRI
Pekanbaru Tahun 2013. Jurnal Maternity and Neonatal Volume 2 No 1
2. Babic M, Hukic M. Candida Albicans and Non Alcans Species As
Etiological Agent of Vaginitis in Pregnant and Non Pregnant Women.
Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 16
3. Ramayanti. Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis yang Disebabkan
oleh Infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi RSU
Dr.Kariadi Semarang. Bag. Obstetri & Ginekologi FK Unpad.
Referensi :
Badaryati, Emi. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Pencegahan dan Penanganan Keputihan Patologis Pada Siswi Slta atau
Sederajat di KotaBanjarbaruTahun 2012. Depok: FKM UI. Halaman 10.
"Sesungguhnya keputihan itu (al Wadii) yang keluar setelah kencing, maka
cucilah kemaluannya, berwudhu dan tidak perlu mandi." (HR. Ibnu Al
Mundzir)
- Wadi: Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau
setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga
berat. Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia
wajib untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana
kencing dan madzi.