Anda di halaman 1dari 6

Patgoenesis dan Patofisiologi

Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita terdiri dari epitel vagina,
cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi dari endoserviks berupa mukus, sekresi dari
saluran yang lebih atas dalam jumlah yang relatif bervariasi serta mengandung
mikroorganisme terutama Lactobacillus.1 Lactobacillus mempunyai peranan penting dalam
menjaga pH vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis dengan cara :
1. Mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat sehingga pH
vagina tetap dalam keadaan asam (pH : 3,8 – 4,5)
2. Memproduksi hydrogen peroxide (H2O2) sebagai bacterial antagonism
3. Memproduksi bacteriocins (antimicrobial peptides).2
Apabila terjadi ketidakseimbangan suasana flora vagina normal yang dapat
disebabkan oleh penurunan fungsi dari Lactobacillus maka akan terjadi peningkatan aktivitas
dari mikroorganisme yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina sehingga proliferasi
dari organisme tersebut akan menghasilkan produk metabolisme yang akan menginkatkan pH
dari vagina.1
Bacterial Vaginosis (BV) diketahui sebagai vaginitis nonspesifik adalah penyebab
paling sering dari vaginitis.2,3 Ciri utamanya, yaitu berkurangnya laktobasil penghasil H2O2,
mengakibatkan peningkatan pH ekosistem vagina yang mengakibatkan pertumbuhan bakteri
anaerob fakultatif. Bakteri spesifik yang sering ditemukan pada pasien dengan BV, yaitu:
Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Bacteroides sp., Peptostreptococcus sp.,
Fusobacterium sp., dan Prevotella sp. 2 Bakteri ini menghasilkan produk metabolit seperti
amin, yang akan menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Selain itu,
amin juga menyebabkan timbulnya bau pada vaginal discharge/ fluor albus dari vaginosis
bacterial.2,3
Pada klamidiasis, chlamydia trachomatis merupakan organisme intraseluler
berkembang melalui 3 stadium yaitu badan elementer, badan inisial dan badan intermedier.
Badan elementer masuk ke dalam sel dengan cara fagositosis. Dalam waktu 8 jam badan
elementer berkembang menjadi badan inisial yang tidak infeksius dan 4 jam berikutnya badan
inisial membelah menjadi badan intermedier dan kemudian menjadi badan elementer yang
siap menginfeksi sel lainnya. Pematangan badan inisial dan elementer diikuti dengan
peningkatan sintesis DNA dan RNA. Pada waktu sel hospes pecah, badan elementer keluar
dan menimbulkan infeksi pada sel hospes baru. Organisme ini lebih menginfeksi sel-sel
skuamokolumner yaitu pada zona transisi serviks.4
Pada Gonore, gonokokus mempunyai pili, ini akan melekat pada mukosa epitel dan
akan menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada
vagina wanita sebelum pubertas. Pada masa pra pubertas, epitel vagina dalam keadaan belum
berkembang (sangat tipis) sehingga mudah terjadi vaginitis gonore. Sedangkan, pada masa
reproduktif, lapisan selaput lendir vagina menjadi matang dan tebal dengan banyak glikogen
dan basil Doderlein. Basil Doderlein akan memecahkan glikogen sehingga menghasilkan
suasana asam yang tidak menguntungkan bakteri gonokokus. 5,6
Pada trichomonas vaginitis, trichomonas vaginalis masuk ke dalam vagina melalui
hububngan seksual, kemudian menyerang epitel squmosa vagina dan mulai bermultiplikasi
secara aktif. Hal ini menyebabkan suplai glikogen untuk lactobacillus menjadi berkurang
bahkan menjadi tidak ada sama sekali Selain itu juga bakteri ini akan membunuh
lactobacillus dan bakteri lainnya. akibatknya jumlah lactobacillus doderlein menjadi sedikit
dan dapat hilang sama sekali sehingga produksi asam lamktat menurun. Akibat kondisi ini,
pH vagina akan meningkat antara 5,0-5,5. pada suasana basa seperti ini mengakibatkan
trichomonas vaginalis dan bakteri lainnya dapat berkembang biak dengan cepat.7,8,9
Pada kandidiasi vagina, terdapat dua faktor virulensi jamur kandida yaitu dinding sel
dan sifat dismorfik kandida. Dinding sel berperan penting dalam virulensi karena merupakan
bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel kandida mengandung 80-
90% karbohidrat, yang terdiri dari b-glukan, khitin, mannoprotein mempunyai sifat
imunisupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu, kandida
tidak hanya menempel,namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil
membantu kandida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukosa. Faktor
virulensi lain berupa sifat dismorfik kandida yaitu kemampuan kandida berubah bentuk
menjadi pseudohifa. Bentuk utama kandida adalah bentuk ragi (spora) dan bentuk pseudohifa
(hifa, miselium, filamen). Dalam keadaan patogen bentuk hifa mempunyai virulensi lebih
tinggi dibandingjan bentuk spora karena ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis
oleh sel makrofag.10

Gejala Kllinis
Leukorrhea Fisiologi
Secara umum, individu tidak memiliki keluhan hanya merasa tidak nyaman dengan
keluarnya cairan/ sekret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal dan tidak ada nyeri
saat berkemih maupun senggama.6

Cycle Type of Discharge Causes

1-7 Menstrual bleeding begins and ends (your Lining of uterus sheds
period)
because pregnancy didn’t
occur.

8-13 Small amounts of creamy discharge (usually Pre-ovulation, estrogen


white)
hormone rises.

14-16 Increased amounts of cloudy to clear, discharge Ovulation occurs


may have stringy consistency

17-28 Small amounts of thicker discharge or none at all Post-ovulation


Leukorrhea Patologi
Bakterial Vaginosis
Pada pasien yang menderita BV akan mengeluh adanya vaginal discharge yang
ringan / sedang berwana abu-abu dan berbau amis (fishy). Bau dirasakan lebih menusuk
setelah senggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah
vagina atau sekitar vagina membuat rasa gatal dan terbakar yang relatif ringan. Nyeri
abdomen, nyeri saat berhubungan atau saat berkemih jarang terjadi. Sekitar 50% penderita
BV bersifat asimtomatik.5,6

Klamidiasis
Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30%-50% kasus dan dapat menetap
selama beberapa tahun. Penderita mengeluh keluar cairan purulen dari vagina, bercak darah
atau pendarahan pasca senggama. Pada pemeriksaan serviks, tampak erosi, rapuh dan
terdapat cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau`.5
Gonorea
Sebagian besar wanita dengan gonorea memiliki gejala yang asimtomatik. Jika
memiliki gejala, biasanya gejalanya ringan dan tidak spesifik. Gejalanya antara lain disuria,
kadangkadang poliuria, kadang timbul rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan
dalam didapatkan labia mayora dapat bengkak, merah dan nyeri tekan. Kadang kelenjar
bartholini ikut meradang dan terasa nyeri saat berjalan / duduk. Pada uretra, didapatkan
orifisium uretra eksternum tampak merah, edema dan ada sekret mukopurulen. Sedangkan,
pada pemeriksaan serviks, tampak merah dengan erosi dan sekret purulent.5

Trichomoniasis
Trikomoniasis pada wanita, dapat bersifat akut dan kronik. Pada kasus akut, terlihat
sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak
(malodorous), berbusa, rasa gatal dan dapat disertai disuria. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang
tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry apperance dan
disertai dispareunia, pendarahan pascakoitus dan pendarahan intermenstrual. Bila sekret,
banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Pada
kasus kronik, gejala lebih ringan dan biasanya sekret vagina tidak berbusa.5

Kandidiasi Vagina
Keluhan yang menonjol adalah rasa gatal, terbakar/ panas sering kali disertai dengan
iritasi vagina, disuria (nyeri saat berkemih) atau keduanya. Cairan vagina yang keluar
berwarna putih seperti susu yang bergumpal-gumpal (“cottage cheeselike”), tidak berbau dan
pH sekret vagina.5

Daftar Pustaka
1. Egan ME, Lipsky MS. Diagnosis of Vaginitis. Am Fam Physician. 2000; 62(5):1095-
104
2. Mills BB. Vaginitis: Beyond the Basics. Obstet Gynecol Clin N Am. 2017; 44:159-77
3. Girerd PH. Bacterial Vaginosis. 2018. [Cited 2020 July 8], Available from
https://emedicine.medscape.com/article/254342-overview
4. Qureshi S. Chlamydia (Chlamydial Genitourinary Infections). 2018. [Cited 2020 July
8], Available from https://emedicine.medscape.com/article/214823-overview
5. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa Penyakit
pada Alat Genital Wanita. Ilmu Kandungan. 2011. Edisi ketiga. Cetakan pertama.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo. Hal. 221-226
6. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in
Adults and Children. USA: Elsevier Mosby; 2006.p.829-833
7. Kreger JN., Alderete JF. Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis. in: Holmes KK.,
Mardh P., Sparling PF. Sexually Transmitted Disease. International Edition. New
York.Mc-Graw Hill. 1999 : 587-598
8. Candiani GB, Carneri ID, Macchi L, Bisbini P,. trichomoniasis. Milan. Grafiche
Ricordi, 1973 : 7-17,33-50
9. Cook GC. Trichomonal Infection In : manson's Tropical Disease 20th ed. london.
ELBS&WB Saunders. 1996 : 1315-17
10. Bramono Kusmarinah, 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 7. Badan
Penerbit FKUI, Jakarta.
11. Vander, Barbara: Trichomonas Vaginalis Infection. [Cited 2020 July 8], Available at:
http://cid.oxfordjournals.org/content/44/1/23.full, 2016.

Anda mungkin juga menyukai