Anda di halaman 1dari 46

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 23 September 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

BLOK INDERA KHUSUS

LAPORAN TUTORIAL MODUL 1


BLOK INDERA KHUSUS
“SKENARIO 1”

TUTOR: dr. Sri Irmandha K, Sp.M, M.Kes


DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3 PBL
ANDI HERAWATI (11020160021)

RAHMI UTAMI (11020170024)

ANDI ANITA NUR FADHILAH (11020170027)

MOH. YUSRIL (11020170052)

MUH. FADIL ASRAR (11020170055)

NURUL FITRIANA IBRAHIM (11020170084)

SITI ALZAVIRA CHAIRUNNISA (11020170095)

TIARA PUTRI KALSUM (11020170098)

MUFTHIAR MUHTAR (11020170128)

NURUL FATIMAH (11020170132)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna
memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih baik.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. dr. A. Tenri Sanna, M.Kes, Sp.THT-KL, selaku Koordinator Blok dan dr. Sri
Irmandha K, Sp.M, M.Kes selaku Sekretoris Blok Indera Khusus

2. dr. Sri Irmandha K, Sp.M, M.Kes selaku tutor


3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan
dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 4 April 2019

Kelompok 3
 SKENARIO 1

Seorang pasien laki – laki berusia 25 tahun datang dengan keluhan mata kanan
merah yang tidak pernah berhenti sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya terkena
benda asing saat mengendarai motor. Setelah itu mata merah dan berair. Sudah
berobat ke puskesmas namun tidak sembuh. Saat ini penglihatan sangat menurun
sejak 1 minggu terakhir dan mata hitam tampak memutih disertai nyeri yang
hebat pada mata. VOD : 1/300 dan VOS: 6/6.

 KATA SULIT :

 KATA KUNCI :

1. Laki – laki berusia 25 tahun

2. Keluhan mata kanan tidak pernah berhenti 3 minggu yang lalu

3. Awalnya terkena benda asing saat mengendarai motor

4. Benda asing masuk sehingga mata merah dan berair

5. Kadang pasien tidak sembuh setelah berobat ke puskesmas

6. Penglihatan menurun sejak 1 minggu terakhir

7. Mata hitam tampak memutih disertai nyeri hebat pada mata

8. Tanda Vital : VOD : 1/300, VOS : 6/6

 PERTANYAAN :

1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi pada kornea!

2. Bagaimana fisiologi penglihatan?

3. Bagaimana patomekanisme mata merah dan berair?


4. Apa saja penyakit yang menimbulkan mata merah?

5. Mengapa pada skenario mata hitam tampak memutih disertai nyeri? Apa
hubungannya dengan keluhan sekarang?

6. Bagaimana langkah – langkah diagnosis sesuai skenario?

7. Apa saja diagnosis banding yang sesuai skenario?

8. Bagaimana pencegahan dan promotif yang sesuai skenario?

 PEMBAHASAN :

1. Jelaskan anatomi, fisiologi dan histologi pada kornea!

Jawab :

Anatomi Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya dan
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini
disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di
pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.

Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

1) Epitel

Epitel kornea mempunyai lapisan sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel
basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Epitel ini sangat peka terhadap sentuhan
sehingga berfungsi sebagai proteksi.
2) Membran Bowman

Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang


merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.

3) Stroma

Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas lamel
yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen
ini bercabang.

4) Membran Descemet

Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang


stroma kornea. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, kuat tetapi sangat lentur.

5) Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan


tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi
stroma kornea.

Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Fungsi utama kornea adalah untuk memfokuskan dan
mengontrol masuknya cahaya ke mata. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif
pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme
dehidrasi ini endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau
fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma
kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan
pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam
menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan
keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi
larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma
yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme,
seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur

Referensi :

Yustina Elisa. 2015. Anatomi Mata. Universitas diponegoro

Histologi Bola Mata

LAPISAN - LAPISAN BOLA MATA


1) Tunika fibrosa

Tunika fibrosa merupakan lapisan terluar bola mata, terdiri dari kornea di bagian
anterior, dan sklera dibagian posterior. Kornea merupakan struktur avaskular
yang bening menutupi iris, dan berbentuk lengkung yang membantu
mengfokuskan cahaya. Permukaan luarnya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
dengan permukaan rata, yang berkesinambungan dengan epitel konjungtiva bulbi.
Kornea sangat kaya dengan persarafan. Sklera (bagian putih mata) merupakan
lapisan jaringan ikat padat yang menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali
kornea. Sklera memberikan bentuk bola mata, menjadikannya kaku, dan
melindungi dalaman mata. Pada permukaan posteriornya terdapat foramen
optikum, yang mengelilingi nervus optikus (nervus kranialis II). Pada tautan
antara sklera dan kornea terdapat sinus venosus sklera yaitu kanalis Schlemm.

2) Tunika vaskulosa

Tunika vaskulosa merupakan lapisan tengah bola mata, dan terdiri dari tiga
bagian, dari posterior ke anterior: koroid, korpus siliaris, dan iris. Koroid
merupakan bagian posterior tunika vaskulosa, kaya dengan vaskularisasi, dan
menutupi sebagian besar permukaan dalam sklera. Lapisan ini memasok bahan
nutrisi ke permukaan posterior retina. Melanosit menghasilkan pigmen melanin
dan memberikan warna coklathitam pada koroid. Ke arah anterior, koroid beralih
menjadi korpus siliaris yang merupakan bagian tunika vaskulosa yang paling
tebal. Korpus siliaris meluas dari ora serata (margo anterior retina) ke daerah
tepat di posterior tautan sklerokorneal. Pada korpus siliaris terdapat prosesus
siliaris dan muskulus siliaris. Prosesus siliaris merupakan tonjolan/lipatan pada
permukaan dalam korpus siliaris dimana sel-sel epitelnya menyekresi humor
akueus. Muskulus siliaris merupakan otot polos berbentuk pita sirkular yang
mengubah bentuk lensa untuk penglihatan jauh atau dekat. Iris ialah bagian
berwarna bola mata yang berbentuk donat gepeng. Iris terletak di antara kornea
dan lensa, dilekatkan pada bagian luarnya ke prosesus siliaris. Iris terdiri dari
serat otot polos sirkular dan radial, dan lubang di tengahnya disebut pupil. Fungsi
iris untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke bagian posterior bola mata
melalui pupil. Pada rangsangan cahaya terang, serat saraf parasimpatis
merangsang otot polos sirkular (muskulus sfingter/konstriktor pupilae) untuk
berkontraksi dan menyempitkan ukuran pupil (konstriksi). Pada cahaya redup,
serat saraf simpatis merangsang otot polos radial (muskulus dilatator pupilae)
untuk berkontraksi dan memperbesar ukuran pupil (dilatasi). Respons-respons ini
bersifat refleks viseral. Otot-otot intrinsik mata yaitu muskuli siliaris, sfingter
pupilae, dan dilatator pupilae; ketiga-tiganya berasal dari ektoderm.

3) Tunika nervosa

Lapisan bola mata yang paling dalam yaitu retina, melapisi 3/4 posterior bola
mata dan merupakan awal jalur penglihatan. Dengan oftalmoskop, melalui pupil
dapat terlihat bayangan retina yang diperbesar serta pembuluh darah yang
berjalan pada permukaan anteriornya. Retina merupakan satu-satunya tempat di
dalam tubuh dimana pembuluh darah dapat diamati secara langsung dan
dievaluasi kelainan patologiknya, antara lain pada hipertensi dan diabetes
mellitus. Selain pembuluh darah, terdapat beberapa struktur lain yang dapat
diamati; diskus optikus (blind spot, bintik buta), tempat keluarnya nervus optikus
dari bola mata, serta arteri dan vena sentralis retina yang berjalan bersama nervus
optikus. Retina terdiri dari epitel pigmen (bagian non-visual) dan bagian neural
(bagian visual). Epitel pigmen merupakan selapis sel epitel yang mengandung
pigmen melanin, terletak di antara koroid dan bagian neural retina. Melanin pada
koroid dan epitel pigmen menyerap cahaya sehingga dapat mencegah pantulan
dan penyebaran cahaya di dalam bola mata. Dengan demikian, bayangan yang
terlihat jelas. Pada individu albino, kekurangan pigmen melanin terdapat di
seluruh bagian tubuh, termasuk mata. Retina terdiri atas 10 lapisan, dari luar ke
dalam: epitel pigmen, lapisan batang dan kerucut, membran limitans eksterna,
lapisan inti luar, lepisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lappisan pleksiform
dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf, dan membran limitans interna.
Bagian neural retina merupakan hasil penonjolan otak. Bagian ini memproses
data sebelum dihantarkan oleh impuls saraf ke hipotalamus, kemudian ke korteks
visual primer. Terdapat tiga lapisan utama neuron retina yang dipisahkan oleh
dua zona dimana terjadi sinaps, yaitu lapisan sinaps luar dan dalam. Ketiga
lapisan ini (searah dengan input visualnya) ialah: lapisan-lapisan sel fotoreseptor,
sel bipolar, dan sel ganglion. Juga terdapat sel horisontal dan sel amakrin yang
membentuk jalur lateral untuk mengatur sinyal yang dihantarkan sepanjang jalur
sel fotoreseptor ke sel bipolar dan ke sel ganglion. Fotoreseptor dikhususkan
untuk transduksi gelombang cahaya menjadi potensial reseptor. Terdapat dua
jenis fotoreseptor yaitu sel batang (rod, bacili) dan kerucut (cone, coni).
Pemberian nama berdasarkan bentuk segmen luar sel fotoreseptor yang terletak di
antara tonjolan-tonjolan sel epitel pigmen yang berbentuk jari. Masing-masing
retina mempunyai 6 juta sel kerucut dan 120 juta sel batang. Sel batang berfungsi
untuk penglihatan hitam putih pada cahaya remang-remang; juga untuk
membedakan bayangan gelap atau terang dan melihat bentuk dan pergerakan. Sel
kerucut berfungsi untuk penglihatan warna dan ketepatan penglihatan pada
cahaya terang. Sebagai contoh: pada cahaya bulan kita tidak dapat membedakan
warna karena hanya sel batang yang bekerja. Sel kerucut umumnya terpusat pada
fovea sentralis yaitu lekukan kecil di tengah makula lutea yang terletak tepat pada
sumbu penglihatan. Fovea sentralis merupakan daerah dengan ketajaman
penglihatan tertinggi karena padatnya sel kerucut pada daerah tersebut. Sel batang
tidak ditemukan pada fovea dan makula dan jumlahnya meningkat kearah tepi
retina. Oleh karena itu kita bisa melihat cukup baik pada malam hari kecuali bila
melihat langsung ke obyek tertentu. Dari sel-sel fotoreseptor informasi diteruskan
ke sel bipolar melalui lapisan sinapsis luar (lapisan pleksiform luar) dan
kemudian ke sel ganglion melalui lapisan sinapsis dalam (lapisan pleksiform
dalam). Akson sel ganglion meluas ke posterior, ke diskus optikus, dan keluar
dari bola mata sebagai nervus optikus. Pada daerah ini tidak terdapat sel kerucut
maupun batang; kita tidak dapat melihat bayangan pada bintik buta. Dalam
keadaan normal, adanya bintik buta ini tidak disadari.

Referensi :

Mescher. 2013. Histologi mata. Jurnal biomedik

2. Bagaimana fisiologi penglihatan?

Jawab :

Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan difokuskan pada
retina. Cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan di retina
menjadi bayangan yang sangat kecil.

Cahaya masuk ke mata direfraksikan atau dibelokkan ketika melalui kornea dan
bagian- bagian lain dari mata (aqueous humor, lensa, dan vitreous humor).
Bagian- bagian tersebut mempunyai kepadatan yang berbeda-beda sehingga
cahaya yang masuk dapat difokuskan ke retina. Cahaya yang masuk melalui
kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian
tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar
bila intensitas cahaya kecil, misalnya saat berada di tempat gelap. Apabila berada
di tempat terang atau intensitas cahaya tinggi maka pupil akan mengecil.
Pengatur perubahan pupil tersebut adalah iris yang merupakan cincin otot yang
berpigmen dan tampak dalam aqueous humor. Setelah melalui pupil dan iris,
maka cahaya sampai ke lensa.

Ketika kita melihat benda pada jarak lebih dari 6 m (20 ft), lensa akan memipih
hingga ketebalan sekitar 3,6 mm. Sedangkan ketika kita melihat sesuatu pada
jarak kurang dari 6 m, lensa akan menebal hingga 4,5 mm pada pusatnya dan
membelokkan cahaya (refraksi) dengan lebih kuat. Perubahan ketebalan lensa
tersebut dikenal dengan lens accommodation (akomodasi lensa) (Saladin, 2008).
Selain daya akomodasi, lensa juga berfungsi untuk memfokuskan bayangan agar
jatuh tepat di retina.

Bila cahaya sampai ke retina, maka sel- sel batang dan sel- sel kerucut (sensitif
terhadap cahaya) akan meneruskan sinyal- sinyal cahaya tersebut ke otak melalui
saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik,
nyata, lebih kecil, tetapi pada persepsi otak terhadap benda tetap tegak, karena
otak mempunyai mekanisme menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal (tegak).

Referensi :

Guyton, A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

3. Bagaimana patomekanisme mata merah dan berair?

Jawab :
Mata merah paling sering terjadi akibat pelebaran pembuluh darah di bagian
anterior mata. Diagnosis dapat dibantu oleh diferensiasi antara injeksi siliaris dan
konjungtiva. Injeksi siliar terjadi melibatkan cabang-cabang A. ciliaris anterior
dan dapat mengindikasikan inflamasi kornea, iris, dan badan siliar. Injeksi
konjungtiva terutama melibatkan pembuluh darah konjungtiva posterior; oleh
karena pembuluh darah ini terletak lebih superfisial dibandingkan arteri siliaris,
injeksi konjungtiva, menyebabkan mata tampak lebih merah, kemerahan dapat
“bergerak” bersama konjungtiva, dan akan hilang dengan pemberian obat-obat
vasokonstriktor. Injeksi episklera akibat pelebaran pembuluh darah episklera
umumnya disebabkan oleh peristiwa auto imun – atau kondisi inflamatorik
sistemik apapun di tubuh.

Banyak kondisi yang dapat dikaitkan dengan mata merah, termasuk


konjungtivitis, blepharitis, canaliculitis, cedera kornea, dacryocystitis, episcleritis,
scleritis, iritis, keratitis, sindrom mata kering (DES; juga disebut sebagai
keratoconjunctivitis sicca [KCS]), glaukoma, perdarahan, infeksi bakteri atau
virus, atau trauma.
Air mata melewati empat proses yaitu produksi dari aparatus atau sistem
sekretori lakrimalis, distribusi dengan berkedip, evaporasi dari permukaan okular,
dan drainase melalui aparatus ekskretori lakrimalis. Kelainan salah satu saja dari
keempat proses ini dapat menyebabkan mata kering (Kanski et al., 2011). Sistem
lakrimal terdiri dari 2 sistem, yaitu :

1. Sistem sekresi
2. Sistem ekskresi
Sekresi air mata diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu air mata basal, air mata
emosional dan air mata refleks. Air mata basal disekresi dan disebarkan secara
terus menerus oleh mata dan berfungsi untuk melembabkan mata. Air mata
refleks adalah air mata yang dihasilkan dari reaksi sakit, stimulus eksternal atau
benda asing. Air mata basal sangat penting untuk kesehatan mata namun air mata
refleks lebih banyak disekresi

Sekresi kelenjar lakrimal dipengaruhi reflek lakrimasi yang dipicu oleh iritasi
pada permukaan bola mata. Reseptor sensori merespon kondisi permukaan bola
mata pada kornea dan konjungtiva. Reseptor ini selanjutnya akan mengirimkan
sinyal aferen ke sistem saraf pusat yang kemudian akan memberikan impuls
eferen berupa parasimpatis dan simpatis pada kelenjar lakrimal. Kondisi emosi
seseorang juga dapat memicu reflek lakrimasi dan menghasilkan sekresi air mata
dalam jumlah yang banyak, dimana penting untuk melarutkan material asing
seperti debu, alergen dan toksin pada permukaan bola mata

Referensi :

S. Sitorus, Rita. Sitompul, Ratna. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama.
FKUI. Jakarta

PUTRI, AMBHARI PARAMASTRYA .2017. Hubungan Lama Pemakaian


Kontrasepsi Progestin Metode Suntik Terhadap Kualitas Air Mata
DenganPemeriksaan Schirmer I diPuskesmas Dampit Periode Januari 2017.
Bachelors Degree (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang.

Robert H Graham. 2019. Red Eye. Department of Ophthalmology, Mayo Clinic,


Scottsdale, Arizona. www.emedicine.medscape.com

4. Apa saja penyakit yang menimbulkan mata merah?

Jawab :
Penyakit-penyakit yang menyebabkan mata merah yang disertai penurunan visus
dan tanpa disertai penurunan visus

Mata Merah dengan Penurunan Mata Merah tanpa Penurunan


Visus Visus
 Keratitis  Pterigium

 Ulkus Kornea  Pseudopterigium

 Glaukoma akut  Pinguekula

 Uveitis  Hematoma subkonjungtiva

 Iridosiklitis  Episkleritis

 Skleritis  Konjungtivitis

 Endoftalmitis

Referensi :

A.K. Khurana. 2015. Comprehensive Ophtalmology 6th Edition.

Buku Ajar Oftalmologi. Fakultas Kedokteran UI. Edisi 17. Hal. 87

5. Mengapa pada skenario mata hitam tampak memutih disertai nyeri? Apa
hubungannya dengan keluhan sekarang?

Pupil adalah lubang kecil berwarna hitam. Didepan pupil ada kornea
dibelakangnya terdapat lensa. Warna putih pada pupil dapat berhubungan dengan
gangguan pada kornea dan lensa. Selain itu, gangguan penglihatan dapat
berhubungan dengan retina dan saraf mata.
Warna putih pada daerah hitam mata dapat disebabkan oleh berbagai macam
kondisi seperti :

a) Katarak traumatik : paling sering disebabkan oleh trauma benda asing


pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Lensa mata menjadi putih
segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humour aquous dan kadang – kadang vitreus masuk ke
dalam struktur lensa, apabila sudah sangat parah dapat menimbulkan
kebutaan.
b) Pterigium : selaput yang tumbuh menutupi sklera dan bahkan sampai
menutupi kornea dan pupil.
c) Keratitis neurotropik : disfungsi nervus trigeminus karena trauma,
terdapat edema epitel bebercak difus. Dengan hilangnya sensasi kornea
menimbulkan gangguan penglihatan, adanya kemerahan pada mata, atau
peningkatan sekret konjungtiva.
d) Ulkus kornea infeksi : ulkus sentral merupakan ulkus infeksi yang terjadi
sekunder akibat kerusakan pada epitel kornea.
e) Uveitis : peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, proses autoimun,
atau trauma pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih dan gejala
minimal meskipun telah terjadi infeksi yang berat.
Ketika terjadi kerusakan jaringan pada mata, maka respon tubuh adalah dengan
mengeluarkan sel-sel radang seperti prostaglandin menambah kepekaan
nosireseptor, sinyal nyeri yang didapat dari nosireseptor tersebut kemudian
disalurkan ke saraf afferen melalui serabut saraf alfa, dengan perantara
substansia, rangsangan nyeri dikirim ke thalamus dan kemudian memicu respon
tubuh terhadap nyeri yang dirasakan pada mata.

Referensi :
1. Vaughan & asbury : oftalmologi umum / Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher ;
alih bahasa, Brahm U. Pendit : editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto. Ed
17. Jakarta : EGC. 2009

2. Sherwood Lauralee, 2012, fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta :
EGC

3. Ilyas sidarta, Yulianti Rahayu, 2015, Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta :
FKUI.

6. Bagaimana langkah – langkah diagnosis sesuai skenario?

 Anamnesis tambahan :
- Apakah terdapat penurunan ketajaman penglihatan ?
- Apakah adanya nyeri apabila melihat cahaya terang ?
- Apakah terdapat gambaran halo pada saat melihat ?
- Apakah ada cairan eksudat pada mata ?
- Apakah ada riwayat penyakit terdahulu?
 Pemeriksaan :
- Inspeksi
Melihat adanya injeksi konjungtiva, injeksi siliar, dan injeksi episklera
- Pemeriksaan lapangan pandang
Uji konfrontasi : penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap
pemeriksa pada jarak 33 cm. Mata kanan pasien dengan mata kiri
pemeriksa saling berhadapan. Mata kiri pasien dan mata kanan
pemeriksa diminta untuk ditutup. Sebuah benda dengan jarak yang
sama digeser perlahan - lahan dari perifer lapang pandang ke tengah.
Bila pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan
ini bila pasien melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa
berarti lapang pandang pasien adalah normal.Syarat pada pemeriksaan
ini adalah lapang pandang pemeriksa adalah normal.
- Pemeriksaan pupil
Perhatikan ukuran pupil bila terlihat anisokoria berdirilah menjauhi
pasien dan gelapkan ruangan dan lihat melalui oftalmoskop. Lihat
reflek merah dari fundus okuli dan bandingkan ukuran pupil secara
langsung pada glaucoma. Pada glaucoma akut terlihat pupil lonjong,
asimetri pada trauma tembus mata dan osilasi abnormal pada sindrom
Adie tonik pupil.
Refleks pupil:
Refleks pupil langsung, mengecilnya pupil yang disinari. Mata disinari 3
detik dan akan terlihat konstriksi pupil. Bila tidak terdapat konstriksi
pada penyinaran ini sedang pupil sebelahnya berkonstriksi hal ini
terjadi pada parese iris karena trauma.
Refleks pupil tidak langsung, mengecilnya pupil yang tidak disinari.
Refleks ini terjadi akibat adanya dekusasi.
Refleks koklear, dengan rangsangan garpu nada akan terjadi midriasis
setelah miosis.
Refleks sinar, dengan rangsangan sinar kedua pupil mengecil.
Refleks orbicular, dengan rangsangan menutup kelopak dengan kuat
terjadi monocular miosis.
Refleks trigeminus, merangsang kornea akan terjadi midriasis yang
disusul dengan miosis.
- Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan
tonometer pada bola mata dinamakan tonometri. Pemeriksaan tekanan
bola mata, dapat juga secara palpasi, terlihat sangat rendah ataupun
sangat keras atau tinggi. Dikenal beberapa alat tonometer seperti, alat
tonometer schiotz dan tonometer aplanasi goldman.
- Pemeriksaan tajam penglihatan
Uji ini untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang
terjadi akibat kelainan refraksi atau kelainan organik media
penglihatan. Penderita duduk menghadap kartu snelen dengan jarak 6
meter. Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat
dengan jelas. Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang
kecil (pinhole atau lubang sebesar 0,75 mm). Bila terdapat perbaikan
tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti terdapat
kelainan refraksi. Bila terjadi pemunduran tajam penglihatan berarti
terdapat gangguan pada media penglihatan. Mungkin saja ini
diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan dalam badan kaca,
dan kelainan macula lutea.

Referensi :

Ilyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
Hal 31, 41, 43, dan 46.

7. Apa saja diagnosis banding yang sesuai skenario?

Jawab:

ULKUS KORNEA

A. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.

B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu
apakah mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan
kongenital. Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara
lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini
sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan
obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun
dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus
kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus
kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di
India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.

C. ETIOLOGI

I. Infeksi

a. Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies


Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P aeruginosa.
b. Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
c. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya Varicella-zoster, Variola, Vacinia
(jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.

II. Noninfeksi
a. Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
b. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen, salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas
dengan flurosein.
c. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
d. Obat - obatan
Obat - obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
e. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
f. Pajanan (exposure)
g. Neurotropik

D. PATOFISIOLOGI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui


cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada


kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.


Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini
menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral


a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva


b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan
epitel kornea.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat
penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Di samping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

1. Ketajaman penglihatan
2. Tes refraksi
3. Tes air mata
4. Pemeriksaan slit-lamp
5. Keratometri (pengukuran kornea)
6. Respon reflek pupil
7. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
8. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH). Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
H. TERAPI

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, antivirus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

 Sedatif, menghilangkan rasa sakit.


 Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
 Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
 Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis
yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
 Anti Viral
a) Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala,
sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
b) Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,
PAA, interferon inducer.
c) Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi
supuratif karena dapat menghalangi pengaliran sekret
infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang
diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih - putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan
jangan melakukan gerakan-gerakan.
Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
1) Iridektomi dari iris yang prolapse
2) Iris reposisi
3) Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
4) Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
5) Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah
berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas
irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1) Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2) Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3) Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

I. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi


kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek
yang sangat buruk bagi mata.

a. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk ke dalam
mata
b. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
c. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat


b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder

K. PROGNOSIS

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat


lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan
yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal
ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan
antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan


dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

Referensi :

1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000


2. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006
7. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes
Oftamologi. Jakarta:Penerbit Erlangga, 2006. hal. 5

GLAUKOMA AKUT

A. DEFINISI

Glaukoma akut (Acute Angle Closure–AAC) adalah suatu kondisi


dimana terjadi blok jalinan trabekular oleh iris perifer pada sudut bilik mata.
Blok ini dapat terjadi melalui mekanisme aposisi iris dengan jalinan
trabekular atau karena sinekia. Saat kondisi iris terdorong atau menonjol
kedepan maka outflow humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Jika penutupan sudut terjadi
secara mendadak, maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri
pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan muntah. Glaukoma
akut merupakan suatu keadaan darurat mata yang memerlukan penanganan
segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan
kebutaan. Pengobatan medikamentosa harus dimulai secepat mungkin untuk
menurunkan tekanan intraokular, sebelum terapi definitif iridektomi laser atau
bedah dilakukan. Diagnosa pasti glaukoma akut ditegakkan berdasarkan
gejala klinik dan hasil pemeriksaan gonioskopi yang menunjukkan sudut bilik
mata tertutup
B. EPIDEMIOLOGI

Statistik suatu studi oleh Qugley dan Broman (2006)


menunjukkan bahwa 21 juta orang akan mengalami glaukoma sudut
tertutup (kronis) / Chronic Angle Closure Glaucoma–CACG, dan 5,2 juta
diantaranya akan mengalami kebutaan bilateral akibat penyakit ini di tahun
2020. Sebagian besar kasus asimtomatis hingga mencapai tahap lanjut, namun
tidak jarang juga diantaranya dengan riwayat adanya serangan akut (AAC).
Insiden glaukoma sudut tertutup lebih banyak dijumpai pada ras Asia
dibandingkan dengan ras Kaukasian ataupun Afrika

C. FAKTOR RISIKO

Faktor demografis dan okular memegang peranan penting sebagai faktor


risiko dari glaukoma sudut tertutup, yaitu :

D. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebagian besar serangan akut pada glaukoma sudut tertutup bersifat


unilateral, namun 10% pasien dapat mengalami serangan akut bilateral.
1. Gejala
a) Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi
secara mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar daerah
inervasi cabang n. V
b) Mual, muntah dan lemas
c) Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis,
fotofobia yang terjadi pada semua kasus
d) Riwayat serangan akut sebelumnya
2. Slit - lamp biomikroskopi

a) Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah


konjungtiva.
b) Edema kornea
c) Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer
d) Flare dan sel akuos
e) Pupil mid-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya
f) Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100mmHg)
3. Gonioskopi

Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, dan


menunjukkan adanya kontak irido – korneal perifer. Pemeriksaan
gonioskopi kontra-lateral juga penting untuk dilakukan, umumnya pada
kasus glaukoma akut sudut tertutup primer ditemukan adanya gambaran
sudut tertutup laten pada mata sebelahnya.

4. Oftalmoskopi

Kelainan optic - disk dapat dievaluasi dengan menggunakan


oftalmoskop direk, slit-lamp biomikroskopi yang menggunakan lensa
+78 D, atau lensa kontak Goldmann dan oftalmoskop indirek.
Gambaran fundus pada glaukoma akut dapat ditemukan optik-
diskedema danhiperemis akibat gangguan pada aksoplasmik transport /
flow.

E. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa glaukoma akut dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik,


namun diagnosa banding berikut ini dapat dipertimbangkan:

1. Glaukoma sekunder sudut tertutup akut, karena intumesensi atau


dislokasilensa.
2. Glaukoma neovaskular
3. Glaukomatosiklitik krisis

4. Migrain, atau neuralgia migrain (cluster headache).

F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi medikamentosa
a) Karbonik Anhidrase Inhibitor
Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat
pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat
produksi humour akuos, ehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan
intraokular secara cepat. Asetazolamid dengan dosis inisial 2 x 250 mg
oral, dapat diberikan kepada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal
dan tidak terdapat kelainan lambung. Penambahan dosis maksimal
asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam untuk menurunkan
tekanan intraokular yang lebih rendah. Karbonik anhidrase inhibitor topikal
dapat digunakan sebagai inisial terapi pada pasien glaukoma akut dengan
emesis.
b) Beta Bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan
sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan
cara mengurangi produksi humor akuos. Timolol merupakan beta bloker
nonselektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang
yang dicapai dalam waktu 30 –60 menit setelah pemberian topikal. Beta
bloker tetes mata nonselektif sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian.
c) Miotik Kuat
Pilokarpin 2% atau 4% 4 x 1 tetes pemberian sebagai inisial terapi.
Penggunaannya tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam.
Hal ini karena muskulus sfingter pupil sudah mengalami iskemik sehingga
tidak dapat berespon terhadap pilokarpin.
d) Agenosmotik
Agen ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan intra okular dengan cepat,
pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis.
o Gliserin, dosis efektif 1 -1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan
tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan durasi
efek selama 5 -6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat menyebabkan
hiperglikemia dan dehidrasi. Kontraindikasi pada pasien DM dan pasien
dengan gagal ginjal.
o Mannitol, pemberian intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB
selama 30 menit. Mannitol dengan berat molekul yang tinggi, akan lebih
lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih efektif menurunkan tekanan
intraokular. Efek penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian
manitol intravena.
e) Steroid topical

2. Laser Peripheral Iridotomi (LPI)


Iridotomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan
blok pupil, iridotomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya
blok pupil pada mata yang beresiko, yang ditetapkan melalui evaluasi
gonioskopi. LPI tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis
iridis, karena dapat mengakibatkan perdarahan. Resiko perdarahan juga
meningkat pada pasien yang menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti
aspirin. Argon laser dan Nd : YAG laser sama - sama dapat digunakan
untuk iridektomi. Komplikasi yang dapat terjadi pasca tindakan laser
adalah corneal burn, kapsul anterior lensa robek, perdarahan
(biasanya tidak lama), tekanan intraokular meningkat pasca
tindakan dan inflamasi.
3. Bedah Iridektomi
Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan
tindakan laser iridotomi. Seperti :
a) Pada situasi iris tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema
kornea, hal ini sering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang
berlangsung 4 – 8 minggu.
b) Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang
luas.
c) Pasien yang tidakkooperatif.
d) Tidak tersedianya peralatan laser
4. Ekstraksi lensa
Terdapat beberapa studi yang membuktikan efektivitas ekstraksi lensa
dalam menurunkan dan mengontrol tekanan intraokular pasien dengan
Primary Angle Closure Glaucoma (PACG). Ekstraksi lensa sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus PACG terutama yang disertai dengan
hyperopia atau kondisi lensa yang cembung di anterior (anteriorly vaulted
lens)
G. PROGNOSIS

Prognosis baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat


terapi yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut,
dimana lapangan pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan
midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan
menyebabkan sinekia sudut tertutup permanen danbahkan menyebabkan
kebutaan permanen dalam 2-3 hari.

Referensi :

1.Rojanapongpun, P., Suwanpimolkul, O, Acute Intraocular Pressure Rise


Chapter 59 in Glaucoma Medical Diagnosis and Therapy, 2ndEd, Elsevier
Saunders, 2015, page 598-604

2.American Academy Of Ophthalmology: Acute Primary Angle Closure Glaucoma


in Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2016-2017, page106-108

3.Kanski. JJ, Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical


Ophthalmology A Systemic Approach, 7th Ed, Butterworth-Heinemann Elsevier,
2011, Page348-353

4.Khurana A.K, Acute Primary Angle Closure Glaucoma, Chapter 9, in


Comprehensive Ophthalmology, 4th Ed, New Delhi, New Age International
Limited Publisher, 2007,225-231.
5.Lim Arthur, Acute Primary Closed Angle Glaucoma Mayor Global Blinding
Problem in Acute Glaucoma, Singapore University Press, University of
Singapore, 2002, page1-17.

6.American Academy of Ophthalmology: Surgery of Angle Closure Glaucoma in


Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2016 -2017, page160-162.

7.Leung, CK, Primary Acute Angle Closure and Chronic Angle Closure
Glaucoma, Chapter 17 in Color Atlas & Synopsis of Clinical Ophthalmology
Will’s Eye Institute : Glaucoma, 2ndEd, Philadelphia, Lippincot Williams
&Wilkins, 2012, page 270-276

8.Stamper, RL., Lieberman, M.F., Drake, M.V, Primary Angle-Closure Glaucoma,


Chapter 15 in Becker - Shaffer’s: Diagnosis and Therapy of the Glaucomas,
8thEdition, Mosby 2009, page197-204

9.Ritch Robert MD, Angle-Closure Glaucoma: Clinical Types, Chapter 38 in The


Glaucomas Clinical Science, Second Edition, Mosby,1996,page821-824.

10. Ulrich, G, Schuman, JS, Epstein, DL, Conner, IP, Acute Angle Closure
Glaucoma: Diagnosis and Treatment Chapter 23 in Chandler and Grant’s
Glaucoma, 5thEdition, Slack Incorporated, 2013, page 255-268

11. Noecker J Robert, Glaucoma, Angle - Closure, Acute, available at


http://emedicine.medscape.com/article/1206956-overview, Updated: May
20,2008.

12.Seagig South East Asia Glaucoma Interest Group, Acute Primary Angle
Closure Glaucoma in Asia Pacific Glaucoma Guidelines, SecondEdition,2008,
page29-4113. Asian Pacific Glaucoma Society, Asia Pacific Glaucoma Guidelines
3rdEd, Kugler Publications, 2016, page 33-54

KERATITIS
A. DEFINISI
Kornea adalah selaput bening mata yang merupakan bagian selaput
mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan. Kornea
merupakan jendela untuk melihat dunia dan cahaya yang masuk ke mata
pertama kali akan melewati struktur ini. Berbagai keluhan bisa terjadi pada
kornea termasuk terbentuknya ulkus/tukak kornea. Ulkus tersebut bisa
terdapat pada sentral kornea dan berpengaruh sekali pada visus atau bisa
terdapat di tepi kornea dan tidak terlalu berpengaruh pada visus. Ulkus dapat
terjadi dari berbagai macam kondisi seperti benda asing seperti sepotong
rumput, pasir atau lumpur yang masuk kedalam mata, kekurangan produksi
air mata dan kegagalan palpebra menutup sempurna pada saat tidur. Penyakit
ini pada umumnya dapat menyebabkan penurunan penglihatan sehingga
mengganggu kualitas kehidupan. Pada beberapa kasus ulkus kornea dapat
menimbulkan gejala sisa, misalnya tebentuknya jaringan parut yang
mengganggu fungsi penglihatan.
Komplikasi yang ditimbulkan ulkus kornea seperti terbentuknya
jaringan parut menyebabkan penyakit ini perlu mendapatkan penanganan
khusus dan secepat mungkin. Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka
gejala dan komplikasinya semakin berat. Pengobatan yang diberikan
disesuaikan dengan penyebab terjadinya ulkus. Penyulit yang mungkin timbul
antara lain infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi kornea
(pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Faktor yang dapat menyebabkan ulkus kornea secara umum antara lain :
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal).
b. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.
c. Kelainan - kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,
exposure - keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma), keratitis
karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis
virus.
d. Kelainan - kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-
Jhonson, sindrom defisiensi imun.
e. Obat - obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti kortikosteroid,
IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Berdasarkan etiologinya ulkus kornea disebabkan oleh :

a. Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah


streptokokus pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus
kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
b. Virus : herpes simplek, zooster, variola
c. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
d. Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal),
TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)

C. PATOFISIOLOGI
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan
pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada
jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek
atau trauma pada kornea, maka badan kornea, dan sel-sel lain yang terdapat
pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai
injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea. Ulkus
kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau
terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin
dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui
membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior
(COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah
kekeruhan di cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam
COA). Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman. Karena kornea pada
ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar dan disebut
keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai
membrana Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang
disebut Descemetocele atau mata lalat. Bila peradangan hanya di permukaan
saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh dengan tidak meninggalkan
sikatrik.
Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan
yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu
bercak putih yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak
putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi
bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya perforasi membahayakan
mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan
dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan berakhir dengan ptosis bulbi.
Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir ke luar dan iris
mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada luka kornea yang
perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui
lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel .
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
1. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat.
2. Irregular silindris, merupakan komplikasi lain yang mungkin dari infeksi
ini adalah penyembuhan stroma tidak merata, sehingga silindris tidak
teratur.
3. Kornea perforasi. Ini merupakan salah satu komplikasi yang paling
ditakuti dari keratitis bakteri karena dapat mengakibatkan endoptalmitis
sekunder dan panopthalmitis, dan kemungkinan kehilangan mata.
4. Prolaps iris.
5. Sikatrik kornea.
6. Katarak.
7. Glaukoma sekunder.

E. DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia)
dan peningkatan pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat
ringan. Pada kornea akan tampak bintik nanah yang berwarna kuning
keputihan. Kadang ulkus terbentuk di seluruh permukaan kornea dan
menembus ke dalam. Pus juga bisa terbentuk di belakang kornea. Semakin
dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin berat.
Gejala lainnya adalah: gangguan penglihatan, mata merah, mata terasa
gatal, kotoran mata. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi
mungkin akan meninggalkan serat - serat keruh yang menyebabkan
pembentukan jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan. Penegakan
diagnosis dari ulkus kornea juga ditemukan tes fluoresin positif disekitar
ulkus. Diagnosis banding ulkus kornea antara lain keratitis, endoftalmitis dan
sikatrik kornea.
F. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang
lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini,
apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan
antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi

G. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara : migrasi sel-sel epitel sekeliling
ulkus disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva.
Ulkus superfisial yang kecil akan sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang
lebih besar dan dalam biasanya akan mengakibatkan munculnya pembuluh darah
untuk mensuplai sel-sel radang. Leukosit dan fibroblas menghasilkan jaringan
granulasi dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan.
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pengobatan pada ulkus kornea
bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi
reaksi radang dengan steroid. Secara umum ulkus diobati sebagai berikut: Tidak
boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari. Diperhatikan
kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder. Debridemen sangat membantu
penyembuhan. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi
lokal kecuali bila keadaan
berat. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat
terang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah
1-2 minggu. Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila
dengan pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan

Referensi :
Wirata G. 2017. Ulkus Kornea.Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Hal 2,3,8-10.

8. Bagaimana pencegahan dan promotif yang sesuai skenario?

Jawab :

Penyakit mata, gangguan penglihatan dan kebutaan dapat membuat kualitas


hidupnya menurun. Banyaknya penduduk yang mengalami kebutaan dan
dampak dari kebutaan itu sendiri menjadi alasan pemerintah mengeluarkan
keputusan yang menyatakan bahwa kebutaan sebagai bencana nasional dan
kemudian mengambil kebijakan yang berupalangkah-langkah
penanggulangannya. Dikatakan bencana nasional karena dampak yang
mengikuti kebutaan ini dinilai cukup merugikan bagi diri sendiri, orang lain
maupun negara. Tujuan utama adanya upaya kesehatan mata dan pencegahan
kebutaan adalah mencegah terjadinya penyakit, mengobati, dan
menyembuhkan penderita, serta mencegah timbulnya cacat mata. Beberapa
metode penanggulangannya, yakni dengan upaya preventif dengan pemberian
red palm oil, promotif dengan diadakannya penyuluhan tentang pentingnya
menjaga kesehatan mata, kuratif dengan dibangunnya beberapa rumah sakit
khusus mata dan peningkatan fasilitas dan sarana kesehatan khusunya
kesehatan mata, serta upaya rehabilitatif yang bertujuan agar penderita dapat
mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Upaya tersebut
merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Selama tujuh belas tahun semenjak ditetapkannya sebagai bencana nasional
juga upaya penanggulangannya pada tahun 1967, didapati kenyataan bahwa
upaya tersebut kurang berhasil dan hasil yang diperoleh tidak seperti yang
diharapkan. Sampai dengan tahun 1980, yang merupakan batas akhir dalam
penulisan ini, orang yang sakit mata dan pada akhirnya mengalami kebutaan
masih saja ada, bahkan tetap tinggi jumlahnya. Ini terlihat dari prevalensi
kebutaan di Indonesia yang berkisar 1,2 persen dari jumlah penduduk
Indonesia.

Referensi:

Di I, Pada S, Pemerintahan M, Soekotjo W. Table of Contents.

Anda mungkin juga menyukai