Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PBL MODUL ”MATA MERAH”

INDRA KHUSUS

TUTOR PEMBIMBING:
dr. Dwi Pratiwi

Disusun oleh :
Kelompok 14
Andi Ayulia Mulfawati 110 2016 0010
Indra Aprianto 110 2016 0029
M. Arif Munandar K 110 2016 0030
Andi Mufida Gunawan 110 2016 0031
Noor Qadriyanti. R 110 2016 0090
Rhizky Shasqia Putri Nur 110 2016 0091
Dinda Permatasari 110 2016 0094
Miftahul Jannah Ali 110 2016 0154
Hartina Burhan 110 2016 0155
Ema Magfirah 110 2016 0156

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2016
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
mlaporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga kami dapat
untuk menyelesaikan pembuatan laporan PBL kami sebagai bagian dari
mata kuliah blok Special Sense dengan judul “MATA MERAH” .
Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan kami
ini, supaya laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada tutor pembimbing kami dr. Dwi Pratiwi yang telah membimbing
kami dalam menulis laporan ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 28 September 2018


SKENARIO 4:
Nn S, berumur 24 tahun menderita mata merah pada mata kanannya sejak 3 hari
yang lalu. Disertai keluhan ada benjolan bening. Riwayat keluhan yang sama dan
sembuh sendiri. VODS: 6/6, konjungtiva hiperemis, nodul (+).

Klasifikasi Kata Sulit


VODS6
1. VOD : Vision oculi sinistra. 2.VOS : Vision oculi destra.

Kata Kunci :
1. Nn S, berumur 24 tahun
2. Menderita mata merah pada mata kanannya sejak 3 hari yang lalu
3. Keluhan ada benjolan bening
4. Riwayat keluhan yang sama dan sembuh sendiri
5. VODS: 6/6, konjungtiva hiperemis, nodul (+)

Pertanyaan :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
2. Bagaimana patofisiologi mata merah yang terjadi pada skenaario ?
3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
4. Apa yang menyebabkan benjolan bening pada mata ?
5. Bagaimana Langkah-Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan pada scenario ?
6. Apa saja differensial diagnose berdasarkan keluhan pada scenario ?
7. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada scenario ?
8. Bagaimana prespektif islam yang sesuai dengan scenario ?
Pertanyaan & Jawaban :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
2. Bagaimana patofisiologi mata merah yang terjadi pada skenaario ?
3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
4. Apa yang menyebabkan benjolan bening pada mata ?
5. Bagaimana Langkah-Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang
yang perlu dilakukan pada scenario ?
6. Apa saja differensial diagnose berdasarkan keluhan pada scenario ?
7. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada scenario ?
8. Bagaimana prespektif islam yang sesuai dengan scenario ?

Jawaban :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
 Anatomi dan Fisiologi Sklera
1.1 Anatomi
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan
kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,
kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera
merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan
berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah
pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena
terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.
Gambar 1. Anatomi Mata

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari
nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima
rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus
koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh
darah yang melekat pada sklera.
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada
bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,
untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan
menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus
oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.
Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan
1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar
melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm
pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau
akuator.
Gambar 2. Sklera
Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:
 Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan
merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera.
 Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari
sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas
foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk
menuju ke otak.
1.2 Histologi

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-
berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-
16 µm dan lebar 100-140 µm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan
endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.
1.3. Fisiologi
Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra
okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan
pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.
Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan
vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada
sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera
dan jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan
socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa
penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan
episklera.1
Fungsi komponen-komponen utama mata.

Struktur Fungsi
Palpebra Penutup untuk melindungi bagian anterior mata
dari gangguan lingkungan dan membantu
menyebarkan air mata
Air mata Sebagai pelumas, pembersih, dan mengandung
lisozim (mematikan bakteri)
Kelenjar lakrimal Produksi air mata
Bulu mata Menangkap kotoran halus di udara sebelum
masuk ke mata
Konjungtiva membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris),
mengandung kelenjar lakrimal aksesorius
Kornea Berperan besar dalam kemampuan refraksi mata
Sclera Selubung jaringan ikat protektif, membentuk
bagian putih mata yang terlihat; di sebelah
anterior membentuk kornea
Cairan aqueous Cairan encer jernih yang terus-menerus dibentuk
dan membawa nutrien bagi kornea dan lensa
Iris Mengubah-ubah ukuran pupil dengan kontraksi;
berperan menentukan warna mata
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Koroid Berpigmen untuk mencegah pembuyaran berkas
sinar di mata; mengandung pembuluh darah
yang memberi makan retina; di sebelah anterior
membentuk badan siliaris dan iris
Badan siliaris Menghasilkan humor aquosus dan mengandung
otot siliaris
Otot siliaris Penting dalam akomodasi
Lensa Berperan dalam variasi kemampuan refraksi
selama akomodasi
Ligamentum Penting dalam akomodasi, menggantung lensa
suspensorium ke badan siliaris
Vitreus humor Bahan setengah cair mirip gel yang membantu
mempertahankan bentuk bulat mata
Retina Mengandung fotoreseptor (sel kerucut dan sel
batang)
Sel batang Berperan dalam penglihatan hitam-putih dan
malam serta memiliki sensitivitas tinggi
Sel kerucut Berperan dalam ketajaman penglihatan,
penglihatan warna, dan penglihatan siang hari
Sel ganglion Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di
retina; membentuk nervus optikus
Sel bipolar Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di
retina
Fovea Daerah dengan ketajaman tertinggi
Macula lutea Memiliki ketajaman tinggi karena banyak
mengandung sel kerucut
Diskus optikus Jalan keluar nervus optikus dan pembuluh darah
Nervus optikus Bagian pertama jalur penglihatan ke otak4

1.3.1 Mata sebagai media refraksi


Secara optik mata dapat berfungsi sebagai sebuah kamera.cahaya yang masuk ke
mata akan dibelokkan oleh media refraksi yang ada pada mata. Sistem lensa mata
terdiri atas empat perbatasan refraksi:
1. Perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. Perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aqueous
3. Perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa mata
4. Perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.
Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aqueous 1,33; lensa
kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.
1.3.2 Mekanisme Akomodasi
Akomodasi adalah kemampuan untuk
menyesuaikan kekuatan lensa. Kemampuan
ini diatur olel otot siliaris yang memiliki dua
set serat otot polos yang terpisah serat
meridional dan serat sirkular. Bila serat
meridional ini berkontraksi, insersi perifer dari ligamen lensa tadi akan tertarik ke
medial ke arah tepi kornea, sehingga mengurangi regangan ligamen terhadap
lensa. Pada waktu serat sirkular berkontraksi terjadi gerak seperti sfingter,
mengurangi diameter lingkaran pelekatan ligamen; hal ini juga menyebabkan
tarikan ligamen terhadap kapsul lensa berkurang. Kontraksi ini akan
mengendurkan ligamen kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung,
akibat sifat elastisitas alami kapsul lensa.
Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamentum suspensorium menegang, dan
ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif.
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang
dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III dan nukleus saraf III. Perangsangan
saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serat otot siliaris.
1.3.3 Cairan dan Tekanan intraocular
Humor aqueous adalah cairan yang mengalir bebas, sedangkan humor vitreus
adalah sebuah massa dari gelatin. Humor aqueous hampir seluruhnya terbentuk
sebagai sekresi aktif dari lapisan epitel prosesus siliaris. Humor aqueous mengalir
melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior. Dari sini, cairan mengalir ke
bagian depan lensa dan ke dalam sudut antara kornea dan iris, kemudian melalui
retikulum trabekula, dan akhirnya masuk ke dalam kanalis Schlemm, yang
kemudian dialirkan ke dalam vena ekstraokular.
Tekanan intraokular normal rata-rata sekitar 15 mm Hg, dengan kisaran
antara 12 sampai 20 mm Hg. Besarnya tekanan ini ditentukan terutama oleh
tahanan terhadap aliran keluar humor aqueous dari kamera okuli anterior ke dalam
kanalis Schlemm.
1.3.4 Fototransduksi
Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian)
1. Segmen luar, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata, mendeteksi
rangsang cahaya.
2. Segmen dalam, yang terletak ditengah fotoreseptor, mengandung perangkat
metabolik sel.
3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata,
menghadap ke sel bipolar. Bagian ini bervariasi dalam laju pelepasan
neurotransmitternya.
Sel batang dan kerucut diaktifkan ketika fotopigmennya menyerap secara
differensial berbagai panjang gelombang cahaya. Fotopigmen terdiri dari opsin,
suatu protein membrane, dan retinal, suatu turunan vitamin A. selama
fototransduksi, absorpsi cahaya oleh retinal menyebabkan perubahan biokimia di
fotopigmen yang melalui serangkaian tahap, menghiperpolarisasi fotoreseptor
sehingga menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmitter. Pemrosesan lebih
lanjut di retinal oleh sel bipolar dan ganglion akhirnya mengubah sinyal yang
diinduksi cahaya ini menjadi perubahan laju perambatan potensial aksi di jalur
visual yang keluar dari mata.
Sel kerucut memperlihatkan ketajaman yang tinggi tetapi hanya dapat digunakan
untuk melihat pada siang hari karena sensitivitasnya yang rendah terhadap cahaya.
Perbedaan rasio stimulasi ketiga jenis sel kerucut oleh panjang gelombang yang
berbeda menghasilkan penglihatan warna.
Sel batang hanya memberi gambaran kabur dalam bayangan abu-abu, tetapi
karena sangat peka terhadap cahaya, sel ini dapat digunakan untuk penglihatan
malam.
Pesan visual ditransmisikan melalui jalur kompleks yang menyilang dan tak-
menyilang ke korteks visual di lobus oksipital otak untuk perosesan konseptual.

2. Bagaimana patofisiologi mata merah yang terjadi pada skenario ?


 Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar.
Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang
sebelumnya Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah
konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada
keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, pada iritis dan
glaukoma kaut kongestif, pembuluh darah arteri perikornea yang terletak
lebih dalam akan melebar
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
- Arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi
- Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang:
 Arteri episklera masuk kedalam bola mata dengan arteri siliar
posterior longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau
pleksus siliar, yang akan memperdarahi iris dan badan siliar.
 Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
 Arteri episklera yang terletak diatas sklera, merupakan bagian
arteri siliar anterior yang memberikan perdarahan ke dalam bola
mata.
Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah diatas mata akan
terjadi mata merah. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat
juga terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah diatas dan
darah tertimbun dibawah jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut sebagai
perdarahan subkonjungtiva.2

3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
 Mata merah dengan penuruna visus karena terjadinya gangguan pada
vaskularisasi mata. Biasanya terjadi pada kornea.
Contoh :
A. Mata merah dengan penurunan visus3
 Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang kornea biasanya
diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial(mengenai epitel) dan profunda(epitel-stroma).
Gejala klinis: mata merah, nyeri ringan sampai berat, fotophobia, lakrimasi,
blefarospasme, lesi di kornea menyebabkan visus menurun.
Etiologi:
a. Virus
Virus yangmenyebabkan infeksi virus pada kornea termasuk virus
pada saluran nafas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam.
Virus herpes simplex dapat menyebabkan keratitis, demikian juga virus herpes
zoster. Kelainan pada kornea didapatkan sebagai keratitis pungtata superfisial
memberikan gambaran infiltrat bentuk titik-titik pada dataran depan kornea yang
dapat terjadi pada penyakit seperti herpes simplex, herpes zoster, infeksi virus dan
trakoma.
Pada herpes simplex gejala berupa terbentuk pembuluh darah halus pada
mata, visus menurun, jaringan parut dan glaucoma. Pengobatannya berupa
antiviral (IDU) tidak digunakan lebih dari 2 minggu karena bersifat toksik.
Viradabine, arabinose A, asiklovir.
(keratitis herpes simpleks)
Herpes zoster biasanya mengenai orang usia lanjut. Gejala yang terlihat
adalah mata merah, visus menurun, pada kelopak mata kana terlihat vesikel dan
infiltrate kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi
trigeminus, daerah yang terkena tidak melewati garis median.pengobatan berupa
antiviras topical&sistemik. Antibiotic diberikan pada keratitis ulseratif.

(keratitits herpes zoster)


b. Bakterial
Setiap bakteri seperti staphylococcus, pseudomonas, hemophillus,
streptococci dan enterrobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis bacterial,
dengan factor predisposisi pemakaian kontak lens, trauma, kontamitasi obat tetes.
Pada keratitis bacterial terdapat keluhan mata lengket setiap bangun pagi,
photofobia, mata erah, lakrimasi, dan visus menurun. Pengobatan diberikan
antobiotik(siprofloksasin, ofloksasin)
c. Jamur
Keratitis jamur lebih jarang ditemukan dibandingkan keratitis
bacterial. Dimulai dengan suatu traupa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan
bagian tumban. Kebanyakan jamur disebabkan oleh fusarium, filamentous, yeast,
Candida, Apergillus. Keluhan utama timbul setelah 5 hari atau 3 minggu
kemudian. Gejalanya: mata pasien terlihat infiltrate kelabu, disertasi hipopion,
peradangan. Ditemukan juga gambaran satelit pada kornea dan lipatan descment.
Pengobatan berupa Amfoterisin B topical, flukonazol oral.
Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap
kerokan kornea, Tes schemer, Differensial blood cell.
Terapi: antibiotic(gentamin) air mata buatan, sikloplegik.
 Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian peermukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, herpes
simplex. Gejala klinis nya berupa flare, mata merah, fotofobia, visus menurun,
dan kekeruhan berwarna putih. Pemeriksaan penunjang berupa keratometri, slit-
lamp, biopsy kornea, fluorescein (+),dan apusan dengan KOH(oleh jamur).
Pengobatan berupa atropine tetes mata(untuk melebarkan pupil, mengistirahatkan
iris, sedative, mencegah sinekia), antibiotic, antivirus, antijamur, antiinflamasi.
 Endoftalmitis
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bota mata, akibat
infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Penyebabnya
merupakan kuman dan jamur. Gejala klinis berupa kelopak mata merah, bengkak,
kornea keruh, pus, rasa skait, konjungtiva memerah. Pemeriksaan penunjangnya
berupa asirasi cairan viteus. Pengobatan berupa antibiotic topical, siklopegik,
kortikosteroid.
 Uveitis anterior
Radang uvea dapat mengeni hanya bagian depan jaringan uvea atau
selaput pelang(iris) dan keadaan ini disebut iritis. Bila mengenai tengah uvea
makan disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut
uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata disebut
koroiditis.Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan
siliar, biasanya unilateral dengan onset akut. Gejala klinis berupa mata sakit,
merah, sukar melihat dekat, flare, fotofobia, gejala pernapasan. Pengobatan
berupa steroid tetes mata (deksametasone, betametason, prednisolone),
sikloplegik.
 Glaucoma akut
Kelainan mata glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra
ocular oleh karena meningkatnya produksi humor aquos,terdapat tahanan di
trabekula mesmwer, dan tekanan di v. episklera. Gejalanya berupa: nyeri hebat,
mual, muntah, mata merah, lingkaran pelangi, dan visus menurun.
Penatalaksanaan berupa timolol, asetazolamid,pilokrapin, indektomi.

 Mata merah tanpa penurunan visus disebabkan karena tidak adanya


gangguan vaskularisasi pada mata tetapi terjadi gangguan di bagian lain.
Misalnya pada konjungtiva dan episklera.
Contoh :
B. Mata merah visus normal3
 Blefaritis
Radang yang terjadi pada kelopak dan tepi kelopak. Disebabkan oleh
infeksi dan alergi berjalan kronis atau menahun. Gejala umum dari blefaritis
adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiforia.
Blefaritis biasanya disertai konjungtivitis dan keratitis. Pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan mikrobiologi. Diberikan terapi diksisiklin 100 mg dan
eritromisin 100 mg.
 Sklerits-episkleritis
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang
terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera
mungkin disebabkan penyakit sistemik seperti TB, RA, SLE, dan lain-lain.
Episkleritis mengenai satu mata dan teruama pada wanita usia pertengahan
dengan bawaan penyakin reumatik. Gejala berupa mata merasa kering, dengan
sakit yang ringan, rasa mengganjal.perjalanan penyakit biasanya episode akut dan
terdapat riwayat berulang.
Sklerits biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik
seperti pasca herpes, sifilis dan gout. Gejala biasa terjadi pada wanita lebih
banyak disbanding pria dengan usia 50-60 tahun. Yang terkena biasanya kedua
mata(biltaretal) dengan keluhany nyeri menyebar ke dahi, alis dan dagu. Ada
lakrimasi, fotofobia, dengan visus menurun. Terapi berupa NSAID, indometasin,
ibuprofen, stafiloma.
 Entropion
Merupakan keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebral kea rah dalam hingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan
kornea atau disebut trikiasis. Gejala berupa spasme dan terapi berupa bedah
plastik.
 Ektropion
Merupakan kelainan posisi kelopak mata dimana tepi kelopak mata
membeber atau mengarah keluah hingga kelopak atau konjungtiva langung
berhubungan dengan dunia luar. Merupakan kelainan kongenital, paralitik,
spasme, atonik, senil, mekanik. Pengobatan bedah plastik.
 Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri disebabkan oleh bakteri (gonokok,
staphylococcus aureus, epidermidids, streptococcus pneumonia, hemophillus
influenza) gejala berupa lakrimasi, rasa berpasir, bilateral, secret encer-
mukopurulen, mudah menular, palpebral lengket dipagi hari, fotophobia, tidak ada
limfadenopati. Terapi berupa antibiotic dan steroid tipikal.
 Konjungtivitis viral
Disebabkan adenovirus tipe 3,4,7, terutama mengenai anak-anak yang
disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, dan
bersifat epidemik. Didapatkan sekret cair, ada edema dan fotofobia. Pengobatan
berupa asikovir, air mata buatan, providone iodine.
 Konjungtivitis alergi
Berupa reaksi alergi dengan gejala mata merah, bengkak, gatal,
biasanya ada rhinitis, edema palpebral, dan konjungtiva berwarna pinkish atau
milky. Pengobatan berupa pemberian epinefrin, astrigen, sodium kromolin,
antihistamin dan steroid sistemik.

4. Apa yang menyebabkan benjolan bening pada mata?


 Apabila ada keluhan mata merah, dicurigai adanya paparan benda asing
baik itu virus,jamur,bakteri maupun alergi yang terkena pada mata,
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi berupa dilatasi pembuluh darah,
reaksi inflamasi di ikuti dengan peningkatan massa jaringan akibat edem,
inilah yang menimbulkan benjolan.4
Secara umum benjolan pada bagian putih mata disebabkan oleh berbagai kondisi
diantaranya:
 Pinguecula
Pinguecula merupakan benjolan berwarna kekuningan pada konjungtiva.
Pinguecula timbul sebagai akibat dari paparan sinar UV dari matahari,
ataupun, polusi, udara: seperti,debu.
 Pterygium
Pterygium merupakan selaput berbentuk segitiga dan berwarna kemerahan
yang timbul dari sisi luar mata dan dalam perjalanannya dapat mencapai
bagian hitam pada mata. Pterygium, seperti pinguecula timbul akibat
paparan sinar UV dari matahari atau polusi udara,debu.
 Kista pada konjungtiva
Kista pada konjungtiva memberikan tampilan layaknya benjolan bening
pada bagian putih mata (sklera). Pada kista konjungtiva biasa tidak ada
gejala yang dikeluhkan kecuali,terdapatnya,benjolanpadamata.
 Kelainan akibat kekurangan vitamin A yang menyebabkan timbulnya
benjolan yang disebut Bitot’s spot
5. Bagaimana Langkah-Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan pada scenario ?
 Anamnesis5
1. Beri salam/ memperkenalkan diri dengan cara yang sopan.
2. Tanyakan identitias penderita.
3. Tanyakan keluhan utama.
4. Tanyakan lebih detil hal yang berhubungan dengan keluhan utama misal;
lamanya, serta gejala penyerta bila ada seperti gatal, berair, penglihatan
menurun, sekret, nyeri, panas, fotofobia, halo (sepertimelihat pelangi),
seperti ada benda asing, sulit menutup mata, sulit membuka mata saat
bangun tidur, terbangun pada malam hari, dan lai-lain.
5. Tanyakan kelainan mata yang pernah diderita.
6. Tanyakan riwayat penyakit yang lain seperti diabetes, hipertensi, thiroid,
influensa, TB, trauma, alergi, dan lainnya.
7. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga/ lingkungan.

 Melakukan Pemeriksaan Visus


1. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke
bawah.
2. Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensa coba
sampai didapatkan visus yang maksimal. Besarnya lensa coba yang
digunakan menunjukkan besarnya kelainan refraksi.

 Melakukan pemeriksaan segmen antrior bola mata


1. Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi senter 45-
60o dari temporal mata yang akan diperiksa, dimulai pada mata kanan.
2. Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak
mata, lebar fisura palpebra, posisi bola mata.
3. Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva palpebra
superior dan inferior, konjungtiva bulbi, kornea, kamera okuli anterior,
iris, pupil, lensa, dan vitreus anterior.
4. Periksalah refleks pupil direk dan indirek.
 Melakukan pemeriksaan bola mata dengan metode palpasi
1. Kedua jari telunjuk berada pada palpebra superior. Ibu jari, kelingking, jari
manis, dan jari tengah memfiksasi didaerah tulang sekitar orbita.
2. Besarnya tekanan dilambangkan dengan Tn, Tn-1, Tn-2, Tn+1, Tn+2.

 Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan Tonometer


Schiotz
1. Anestesi topikal dengan menggunakan tetes mata Pantocain 0,5%.
2. Gunakan beban tonometer yang terendah, 5,5 gr.
3. Desinfeksi indentesi dengan alkohol 70%, biarkan sampai kering.
4. Penderita diminta melihat ke atas dengan melihat lurus pada jari penderita
yang diposisikan di atas mata yang akan diperiksa.
5. Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala
yang ditunjukkan.
6. Sesuaikan hasil pembacaan dengan tabel yang tersedia (satuan mmHg).
7. Teteskan antibiotik topikal setelah pemeriksaan.

 Melakukan pemeriksaan segmen posterior


1. Persiapkan alat untuk pemeriksaan segmen posterior bola mata (direct
ophthalmoscope). Ruangan dibuat setengah gelap, penderita diminta
melepas kacamata dan pupil dibuat midriasis dengan tetes mata mydriatil.
2. Sesuaikanlah lensa oftalmoskop dengan ukuran kaca mata penderita.
3. Mata kanan pemeriksa memeriksa mata kanan penderita, mata kiri
pemeriksa memeriksa mata kiri penderita.
4. Mintalah penderita untuk melihat satu titik di belakang pemeriksa.
5. Arahkan ke pupil dari jarak 25-30 cm oftalmoskop untuk melihat refleks
fundus dengan posisi/cara pegang yang benar.
6. Periksa secara seksama dengan perlahan maju mendekati penderita kurang
lebih 5 cm.
7. Sesuaikan fokus dengan mengatur ukuran lensa pada oftalmoskop.
8. Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari papil N. optik, arteri
dan vena retina sentral, area makula, dan retina perifer.

 Melakukan pemeriksaan tes obat tetes


1. Untuk membedakan skleritis dan episkleritis. Episkleritis dapat membaik
dengan etes mata sedangkan skleritis tidak membaik dengan tetes mata.

6. Apa saja differensial diagnose berdasarkan keluhan pada scenario ?


 Episkleritis6
o Definisi
Adalah proses peradangan local yang terbatas pada jaringan episklera.
Perjalanan penyakit bersifat akut, ringan, self-limiting, namun sering mengalami
rekurensi.
o Epidemiologi
Sulit ditentukan karena penyakit ini bersifat self-limiting dan terkadang
asimptomatik sehingga pasien tidak memaksakan diri. Episkleritis cenderung
mengenai orang muda, khasnya decade ketiga atau keempat biasanya terjadi
pada umur 20-50 tahun; mengenai wanita tiga kali lebih sering dibandingkan pria;
bersifat dua pertiga kasus; tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak, dan tidak ada
predileksi terhadap jenis kelamin tertentu.
o Patofisiologi
Berhubungan dengan fibrola mengespresikan HLA, meskipun belum
dipahami dengan baik. Pada penyakit episkleritis,penyakit sistemik yang
mendasari hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien. Beberapa penyakit
sistemik yang berkaitan dengan episkleritis adalah rheumatoid artritis, systemic
lupus erythematosus (SLE), vasklulitis, gout, atopi, serta infeksi mikroorganisme
dan parasite pada tubuh.
o Manifestasi Klinis
Pasien dengan episkleritis
umumnya mengeluhkan mata
merah tanpa iritasi (iritasi ringan)
di daerah mata yang terpapar, dan
keluhan tidak nyaman/ sensasi
benda asing hingga nyeri ringan.
Serangan hanya berlangsung
singkat dengan onset akut, dan akan berhenti dengan sendirinya (dalam hitiungan
hari sampai minggu). Sifat self-limited ini yang membuat episkleritis jarang
membutuhkan obat.
Episkleritis muncul dalam dua bentuk klasik. Serangan pada bentuk
pertama atau episkleritis simple biasanya berlangsung selama 5-10 hari dengan
resolusi sempurna dalam 2-3 minggu. Bentuk ini mempunyai kecendurungan
untuk kambuh dengan angka rekurensi mencapai 60%. Rekurensi pertama
biasanya terjadi dalam 2 bulan setelah serangan pertama. Rekurensi tersebut akan
terus terjadi hingga 3-6 tahun kemudian dengan penurunan frekuensi rekurensi
setlah 3-4 tahun. Peradangan pada episkleritis simple biasanya bersifat sedang-
berat dan tidak berkaitan dengan penyakit sistemik. Pada bentuk kedua atau
episkleritis nodular,episode serangan lebih panjang dengan lebih nyeri,dengan
interval antatr serangan yang tidak teratur.
o Pemeriksaan
Pemeriksaan yang biasa dilakukan dengan pemeriksaan Oftamologi.
Pasien dengan gambaran seperti dibawah ini biasanya menpunyai keterlibatan
penyakkit sistemik.

(A) Pada pemeriksaan oftamologik, Adanya dilatasi dan kongesti pembuluh


darah episklera yang superficial
(B) Pada pemeriksaan oftamologik, didapatkan tajam penglihatan baik,terlihat
inflamasi yang terlokalisir pada episklera berupa edema dan
inflamasi,dengan injeksi merah muda serta dilatasi pembuluh darah
episklera superficial.
Pada peradangan episklera tidak melibatkan jaringan dan pembuluh darah
sclera dan konjungtiva subtarsal,tetapi konjuntiva di atas lapisan episklera yang
meradang dapat terkena. Injeksi episklera yang berwarna merah muda
membedakan episkleritis dari skleritis yang memiliki injeksi yang berwarna
merah kebiruan. Jika pembuluh darah peisklera ini diekan dan digerakkan dengan
lidi kapas,akan tampak bahwa pembuluh darah dapat digerakkan dan dengan tetes
matafenilefrin 10%, injeksi pada episkleritis akan berkurang. edema kelopak mata
dan khemosis dapat terjadi pada kasus beat akibat ekstravasasi cairan pembuluh
darah di daerah terinflamasi. Bentuk episkleritis antara lain konjungtivitis,
hematoma subkonjungtiva, pletirgium teriritasi, dan skleritis.
Epskleritis jarang memnimbulkan komplikasi,tetapi jika terjadi berdekatan
dengan kornea, dapat terbentuk infiltrate di kornea perifer bahkan edema kornea.
Hal ini bias membuat permukaan perifer atau bahkan edema kornea. Hal ini bias
membuat perifer kornea menjadi lebih tipis dan dapa timbul vaskularisasi baru
(neoaskularisasi ).
o Tata laksana
Dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan,kelainan ini juga besifat jinak
penatalaksanaan yang diberikan jika tidak disertai dengan penyakit sistemik
berikan air mata buatan penyejuk setiap 4-6 jam hingga kemerahan mereda .
Namun beberapa pasien ini dapat terganggu oleh rasa nyeri yan ditimbulkan. Pada
pasien yang disertai kelainan sistemik dapat diberikan NSAID oral atau topical.
Sebagian besar pasien membutuhkan edukasi lebih bahwa kondisi kelainan mata
tersebut tidak mengancam penglihatan dan dapat diobati dengan pemberian
lubrikan topical saja. Pengunaan kortikosteroid topical dibatasi pada kondiss yang
ringan dan self limitng. pada kasus berat yang tidak berespon terhadap terapi
lubrikan dan NSAID, dapat diberikan kortikosteroid jangka pendek. Sangat
penting untuk tidak memberikan terapi berlebihan pada episkleritis karena akan
menimbulkan komplikasi, atau dapat diobati berdasarkan kausa yang ada.
o Komplikasi
Efek samping pemberian kortikosteroid yang berlebihan :
a. Katarak
b. Hipertensi ocular
c. Keratitis herpetic
d. Steroid-induced glaucoma.

 SKLERITIS7,8,9
o Definisi
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
mengisyaratkan adanya vaskulitis.
o Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat
insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien
yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya
adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit
ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan
insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak
terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama
terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
o Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah
katarak.
o Patofisiologis
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang
mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan
penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara
umum merupakan faktor
predisposisi dari skleritis. Proses
inflamasi bisa disebabkan oleh
kompleks imun yang
berhubungan dengan kerusakan
vaskular (reaksi hipersensitivitas
tipe III dan respon kronik
granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
post kapiler dan respon imun sel perantara.
o Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan menjadi:
1) Episkleritis
a. Simple Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi
pada usia muda yang berpotensi mengalami rekurensi. Gejala
klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata,
disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat
pelebaran pembuluh darah baik difus maupun segmental.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai
usia dekade 40-an.
b. Nodular Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama
dengan bentuk simple scleritis. Sekitar 30% penyebab skleritis
nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5%
dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis
rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus
dan 3% dihubungkan dengan gout.
2) Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis
anterior sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap
tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk
spesifik dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit
khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu
inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular
lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
3) Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan
skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan
penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya
perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina,
perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi
kelopak mata bawah.
o Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.
o Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan
penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun
riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan
penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri
adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi
yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf
akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat,
nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang
malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai
sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh
perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang
menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.
Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya
penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat
menyebabkan skleritis seperti :
a. Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat
b. Penyakit infeksi
c. Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)
d. Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
e. Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid
dan ibandronate.
f. Post pembedahan pada mata
g. Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,
penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.
h. Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung
dan responnya terhadap pengobatan.
o Pemeriksaan Fisik Sklera
1. Daylight Sklera
Bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan yang
berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat
muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat
yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya
proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa
menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang
dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti
secara bertahap dengan jaringan granulasi meninggalkan uvea yang kosong
atau lapisan tipis dari konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi
anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan
sklera edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat
jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada
jaringan dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai
kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru
dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum
pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan
intraokular dan fundus.
o Pemeriksaan Labaratorium
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan
pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau
menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis.
Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :
• Hitung darah lengkap dan laju endap darah
• Kadar komplemen serum (C3)
• Kompleks imun serum
• Faktor rematoid serum
• Antibodi anti 12
• Rata-rata Sedimen Eritrosit
• Tes serologis
• HBs Ag
o Pemeriksaan Radiologi
Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam
menentukan penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :
• Foto thorax
• Rontgen sinus paranasal
• Foto lumbosacral
• Foto sendi tulang panjang
• Ultrasonography ( Scan A dan B)
• CT-Scan
• MRI
o Penatalaksanaan
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah
obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat
mereda diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam
1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera
dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral
yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu
sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang
berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g
setiap minggu.
Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat
bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid
topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk
terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi
spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses
penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau
efek dari invasi langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi
sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi
kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis
Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.
Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma
langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah
digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur
semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberia
kemoterapi.
Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila
terapi diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini
jarang timbul gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit.
o Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis
bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera
atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi
neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.
o Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan
buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun.Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
lebih respon terhadap tetes mata steroid.

 Konjungtivitis10
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Jumlah agen-agen yang patogen dan
dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien
yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.
o Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan
mata merah, sekret pada mata.
o Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanyadisebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis.
Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis
bakteri subakut adalah H influenzadan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik
paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu
mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar
ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.
o Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
sepertistreptococci, staphylococcidan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut
dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan padaflora normal dapat terjadi
karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan
salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotic. Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan
epitelyangmeliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh
lakrimasi dan berkedip.Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.
o Gejala Klinis (AOA, 2008)
- Injeksi konjungtiva
- Sekret bakteri lebih purulen
- Edema pada kelopak mata
- Tidak ada gangguan visus
- Khas: kelopak mata saling melekat pada pagi hari waktu bangun tidur
o Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada
pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan
seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakityang
sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan
obatobatkemoterapi, riwayat pekerjaanyang mungkin ada hubungannya
denganpenyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat
penggunaan lensa-kontak.
o Konjungtivitis virus
Konjungtivitis virus dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus.
Konjungtivitis ini dapat menyebabkan cacat atau dapat sembuh sendiri,
serta dapat lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.
o Etiologi dan faktor risiko
Konjungtivitis ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, namun
adenovirus adalah yang terbanyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex
virus adalah yang paling membahayakan.Selain itu penyakit ini juga dapat
disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie
A24), poxvirus, dan human immunodeficiencyvirus. Penyakit ini sering terjadi
pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalui di
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus(fomites)dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.
o Gejala Klinis
Pada keratokonjungtivitis epidemic yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan
kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltratesubepitel kornea
atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan.
Biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala
infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Padakonjungtivitis
Herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya
mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertaikeratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika
akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirusdan coxsackie virusmemiliki
gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis.
o Diagnosis
Diagnosis difokuskan padagejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik
maupun okular, keparahan dan frekuensi gejala,faktor-faktor resiko dan keadaan
lingkungan sekitaruntuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010).
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah
hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus
sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan.
o Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtivayang diperantarai
oleh sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada
alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.

o Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis
alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya
dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis
atopic dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan factorrisiko pada
konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Konjungtivitis
alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan olehalergi tepung
sari, rumput, bulu hewan,dan disertai dengan rinitis alergi serta timbulpada waktu-
waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema
dan rhinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopik, sedangkan konjungtivitis papilar raksasa pada
penggunaan lensa-kontak atau mata buatan dari plastik.
o Gejala Klinis
Pada konjungtivitisalergi musimandan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan
utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva,dan sering
ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitisvernal sering
mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva
tampak putih susu dan banyak papila halus dikonjungtiva tarsalis inferior. Sensasi
terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan
yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian
palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasusyang
berat ketajaman penglihatan menurun. Sedangkan pada konjungtivitis papilar
raksasa dijumpai tanda dan gejala yang miripkonjungtivitis vernal.
o Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien sertaobservasi
padagejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.Gejala yang
paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang
mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.
o Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi.Penyakit ini ditandai dengan adanya
bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan
keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioidesimmitis walaupun jarang.
o Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi
Thelaziacaliforniensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosomahaematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang.
o Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat
menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan
oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau
menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian
substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan.
o Konjungtivitis lain Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan
parasit, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan
penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid.Terapi pada
konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan
pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya. Konjungtivitis juga
bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA,
2008).
o Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan slit-lamp (Biomicroscopy) Adalah pemeriksaan yang
menggunakan mikroskop berdaya rendah dikombinasikan dengan sumber
cahaya intensitas tinggi yang dapat difokuskan untuk bersinar dalam sinar
tipis. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai, terutama kelopak mata,
kornea, konjungtiva, sklera, dan iris. Pemeriksaan dilakukan dari luar lalu
di lanjutkan kedalam. Prosedur yang dilakukansebagaiberikut:
1. Pasien menempelkan dagu dan dahi pada sandaran mikroskop yang ada
di depannya yang berfungsi untuk menjaga kepala tetap stabil selama
pemeriksaan
2. Pewarnakuning (fluorescein) digunakan untuk membantu memeriksa
kornea dan lapisan air mata. Cairan ini akan di teteskan atau dengan
menyentuhkan strip kertas berwarna ke sklera. Saat berkedip, air mata
berfungsi sebagai pembilas dari pewarna tersebut.
3. Kemudian tetskan midriatikum yang berfungsi untuk memperluas
(membesar) diameter pupil. Midriatikum bekerja selama kurang lebih 15
sampai 20 menit. Nilaistrukturmata yang terlihat. 4. Pemeriksaan slit-lamp
kemudian diulang menggunakan lensa kecil yang lain diadakan dekat
dengan mata, sehingga bagian belakang mata dapat diperiksa. Indikasi
dilakukan pemeriksaan slit-lamp :
1. katarak
2. traumakornea
3. dry eye syndrome
4. degenerasi macula
5. Penyumbatan pembuluh retina
6. Retinitis pigmentosa
7. uveitis setelah pemeriksaan, pasien dapat mengeluhsilau (sensitivitas
cahaya meningkat) karena efek dari midriatikum. Selain itu, dapat juga
meningkatkan tekanan mata dengan mual dan nyeri.
b. Pemeriksaan anteriortanpa slit-lamp
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai mata dan adneksanya dengan
menggunakan pencahayaan yang cukup (tanpa slit-lamp). Yang dinilai
adalah :
 konjungtiva: adakah tanda inflamasi? Atau adanya pendarahan? Adakah
secret?
 Kornea: kejernihan ,refleksi mata
 Bilik mata anterior :apakah intak?
 Iris dan pupil? Apakah bentuknya normal?
 Lensa: kejernihan
c. Mikrobiologi test
Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan dengan mengkultur bakteri yang
berasal dari discharge mata. Pemeriksaan ini berfungsi untuk identifikasi
bakteri penyebab keluhan dan dapat menentukan antibiotik yang sesuai.
Pemerksaan mikrobiologi dilakukan pada penyakit dengan indikasi infeksi
pada mata yang tidak membaik dengan pengobatan sebelumnya yang
diberikan. Prosedur yang dilakukan:
1. Pemeriksa menggunakan cotton swab steril
2. Swab diusapkan pada permukaan mata atau pada konjungtiva untuk
mendapatkan discharge atau pus
3. Usapkan pada media tanam untuk identifikasi bakteri dan media
sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang sesuai. Normalnya, tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Jarang ditemukan resiko tindakan
pada pemeriksaanini, kadang ditemukan nyeri yang dapat tergantung pula
pada sensitivitas nyeri seseorang.
o Penatalaksanaan Konjungtivitis
Konjungtivitis Bakteri
Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan
agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh
diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
o Penatalaksanaan Konjungtivitis
Konjungtivitis Virus
Virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya
sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran
infeksi (James, 2005).
o Penatalaksanaan
Konjungtivitis Alergi
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal
dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem
imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis
walaupun jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa
loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia
solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan
yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis,
seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa
nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu
penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang
seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet
yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan
penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit,
konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit
autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis
yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian
penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010). Konjungtivitis juga bisa
terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun
masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).
o Prognosis
Konjungtivitis Alergi
Karena konjungtivitis alergi umumnya akan hilang dengan mudah, prognosisnya
baik. Komplikasinya sangat jarang, dengan ulkus kornea atau keratoconus jarang
terjadi. Meskipun konjungtivitis alergi mungkin sering terulang kembali,namun
jarang menimbulkan kebutaan.
Konjungtivitis virus
Kebanyakan kasus konjungtivitis virus adalah akut, jinak dan self-limiting
disease, meskipun infeksi kronik ada. Infeksi biasanya sembuh spontan sekitar 2-4
minggu.Infiltrat subepitelial mungkin tertinggal beberapa bulan dan jika berada di
aksis penglihatan, akan menyebabkan penurunan visus. Komplikasi meliputi:
keratitis pungtata dengan infiltrat subepitel, ulserasi kornea dengan kerato
konjungtivitis, dan infeksi kronis. Keratitis epitel dapat menyertai konjungtivitis
virus.
Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri sangat baik selama tidak ada gejala sisa dan kornea tidak
terkena. Komplikasi berkembang pada pathogen seperti, Chlamydia trachomatis
atau N gonorrhoeae. Komplikasi berlanjut bias terjadi: sepsis dan meningitis
dikarenakan N gonorrhoeae. Infeksi Chlamidia pada bayi barulahir bias mengarah
ke pneumonia dan atau otitis media.6

7. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada scenario ?


 Penangan Awal
Terapi suportif seperti kompres dingin, dekongestan dan air mata buatan
(artificial tears).Pasien dengan risiko tinggi infeksi sekunder diberikan
antibiotik.
 Penatalaksanaan lanjutan
Tujuan terapi lanjutan adalah untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan
kualitas hidup, mengurangi morbiditas, dan mencegah komplikasi.
NSAID
NSAID menghambat sintesis prostaglandin, dan penghambatan ini menghasilkan
vasokonstriksi, penurunan permeabilitas pembuluh darah, leukositosis, dan tidak
ada efek yang diinduksi steroid pada tekanan intraokular (IOP). Namun, agen ini
tidak memiliki efek yang menguntungkan secara signifikan pada TIO. Mereka
adalah analgesik kuat dan potensi miaseasis pupil. Mereka juga secara signifikan
mengurangi fotofobia pada pasien dengan operasi kornea atau lecet kornea
Obat anti-inflamasi nonsteroid sistemik (NSAID) dapat diberikan sampai
peradangan ditekan. NSAID yang digunakan dalam pengobatan termasuk
flurbiprofen (100 mg tid), indometasin (100 mg setiap hari awalnya dan turun
menjadi 75 mg setiap hari), dan naproxen (220 mg hingga 6 kali per hari).
Tanggapan terhadap NSAID berbeda, dan NSAID yang efektif pada satu pasien
mungkin tidak efektif pada 80% lainnya. Agen-agen ini harus diberikan dengan
makanan untuk mencegah efek samping gastrointestinal.
Pasien yang tidak merespon atau yang memiliki respons tidak lengkap terhadap
terapi lokal dan NSAID sistemik setelah satu bulan dapat diobati dengan
kortikosteroid oral selama setidaknya satu bulan dalam dosis pengurangan. Sekitar
20% pasien dengan nodular memerlukan pengobatan kortikosteroid oral. Pasien
dengan episcleritis sekunder untuk penyebab infeksi memerlukan terapi antibiotik
yang tepat.
Aktivitas
Kacamata hitam mungkin berguna untuk pasien yang sensitif terhadap cahaya.
Kortikosteroid
Memiliki sifat anti-inflamasi dan menyebabkan efek metabolik yang mendalam
dan bervariasi. Kortikosteroid mengubah respon imun tubuh untuk rangsangan
beragam 82%.
1. Dexamethasone ophthalmic (Maxidex)
Menekan respon inflamasi ke berbagai agen dan mungkin menunda
penyembuhan. Digunakan untuk kondisi inflamasi responsif steroid dari
konjungtiva palpebra dan bulbar, kornea, dan segmen anterior bola mata; ketika
bahaya yang melekat dari penggunaan steroid diterima. Durasi pengobatan akan
bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa minggu, menurut esponse
terapeutik.
2. Prednisolone acetate 1% (Pred Forte, Omnipred, Pred Mild)
Suspensi ophthalmic steril yang merupakan agen anti-inflamasi topikal untuk
mengobati peradangan responsif steroid konjungtiva palpebra dan bulbar serta
kornea dan segmen anterior. Kocok dengan baik sebelum digunakan. Jangan
hentikan terapi sebelum waktunya.11

8. Bagaimana prespektif islam yang sesuai dengan scenario ?


 Salah satu ajaran mulia dalam islam adalah menundukkan pandangan
bahkan ia diperintahkan Allah ‘azza wa jalla kepada orang-orang yang beriman
dari hamba-hambanya, dan inimenunjukkan mulianya apa yang diperintahkan,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Katakanlah kepada laki- laki yang beriman, “Hendaklah mereka menundukkan


pandanganya, dan menjaga kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
(QS : An Nuur [24] :30).

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutan


menundukkan pandangan dari pada menjaga kemaluan, maka hal ini menunjukan
pentingnya menundukkan pandangan sebagai sarana untuk membersihkan hati
dari penyakit-penyakityang dapat merasuk ke dalamnya.
 Fungsi mata: melihat dan penyempurnaan indera pendengaran
 Tujuan : petunujuk dalam kegelapan, melihat ayat-ayat Allah
 Hukum Taklifi :
a. Wajib : melihat mushaf al quran,buku-
buku yang bermanfaat, membedakan yanghalal dan yang
haram.
b. Haram : memandang wanita dengan syahwatc.
c. Sunnah : melihat muka dan telapak tangan calon istri
yang diduga kuat lamarnyaakan diterima, membaca buku-buku
yang bermanfaat, melihat ulama dan orang tua untuk
menghormati.
d. Makruh : melihat secara berlebihan sesuatu yang tidak ada man
faatnya.
e. Mubah : mendadak tanpa sengaja melihat lawan jenis, pasanga
n suami-istrimelihat tubuh pasanganya, melihat sesama jenis
(aurat)
 Terapi : penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan
meminta pertolongan Allah, berwudhu, memperbaharui taubat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Referensi: Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2008. 118-20
2. Lidia Putri. Jurnal Mata Merah. 2018. Universitas Of Muhammadiyah.
Jakarta
3. Riordan-Eva P & Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 17th edition. New York: McGraw-Hill, 2007.
4. Ref: Ilyas,Ssidarta ilmu penyakit mata edisi revisi ; Jakarta : balai penerbit
FK UI , 2014 hal 110-123
5. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata ed. 5. Jakarta :
Penerbit FKUI. Penuntun CSL FK UNHAS
6. Juandy, A. (2017). buku ajar oftamologi (1 ed.). jakarta: badan penerbit
FKUI. Riordan-Eva, P., & P.Whitcher, J. (2015). Vaughan dan Asbury
Oftamologi Umum. Jakarta: buku kedokteran EGC.
7. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J,
Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73
8. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of
Ocular Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America:
Library of Congress Catalog. 1988; 111-6
9. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2008. 118-20
10. Corwin, Elizabeth J. 2002. Patofisiologis Jakarta : EGC.
11. CONJUNCTIVITIS BAKTERIAL TREATMENT IN KOTA KARANG
VILLAGE. Ramadhanisa A. Faculty of Medicine, Universitas
Lampung.2014. Red eye. Robert H Graham, MD. Emedicine. 2017

Anda mungkin juga menyukai