INDRA KHUSUS
TUTOR PEMBIMBING:
dr. Dwi Pratiwi
Disusun oleh :
Kelompok 14
Andi Ayulia Mulfawati 110 2016 0010
Indra Aprianto 110 2016 0029
M. Arif Munandar K 110 2016 0030
Andi Mufida Gunawan 110 2016 0031
Noor Qadriyanti. R 110 2016 0090
Rhizky Shasqia Putri Nur 110 2016 0091
Dinda Permatasari 110 2016 0094
Miftahul Jannah Ali 110 2016 0154
Hartina Burhan 110 2016 0155
Ema Magfirah 110 2016 0156
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
mlaporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga kami dapat
untuk menyelesaikan pembuatan laporan PBL kami sebagai bagian dari
mata kuliah blok Special Sense dengan judul “MATA MERAH” .
Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan kami
ini, supaya laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada tutor pembimbing kami dr. Dwi Pratiwi yang telah membimbing
kami dalam menulis laporan ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Kata Kunci :
1. Nn S, berumur 24 tahun
2. Menderita mata merah pada mata kanannya sejak 3 hari yang lalu
3. Keluhan ada benjolan bening
4. Riwayat keluhan yang sama dan sembuh sendiri
5. VODS: 6/6, konjungtiva hiperemis, nodul (+)
Pertanyaan :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
2. Bagaimana patofisiologi mata merah yang terjadi pada skenaario ?
3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
4. Apa yang menyebabkan benjolan bening pada mata ?
5. Bagaimana Langkah-Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan pada scenario ?
6. Apa saja differensial diagnose berdasarkan keluhan pada scenario ?
7. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada scenario ?
8. Bagaimana prespektif islam yang sesuai dengan scenario ?
Pertanyaan & Jawaban :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
2. Bagaimana patofisiologi mata merah yang terjadi pada skenaario ?
3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
4. Apa yang menyebabkan benjolan bening pada mata ?
5. Bagaimana Langkah-Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang
yang perlu dilakukan pada scenario ?
6. Apa saja differensial diagnose berdasarkan keluhan pada scenario ?
7. Bagaimana penatalaksanaan awal dan lanjutan pada scenario ?
8. Bagaimana prespektif islam yang sesuai dengan scenario ?
Jawaban :
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologis dari organ yang terkait ?
Anatomi dan Fisiologi Sklera
1.1 Anatomi
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan
kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,
kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera
merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan
berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah
pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena
terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.
Gambar 1. Anatomi Mata
Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari
nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima
rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus
koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh
darah yang melekat pada sklera.
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada
bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea,
untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan
menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus
oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.
Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan
1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar
melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm
pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau
akuator.
Gambar 2. Sklera
Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:
Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan
merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera.
Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari
sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas
foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk
menuju ke otak.
1.2 Histologi
Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-
berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-
16 µm dan lebar 100-140 µm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan
endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.
1.3. Fisiologi
Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra
okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan
pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.
Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan
vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada
sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera
dan jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan
socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa
penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan
episklera.1
Fungsi komponen-komponen utama mata.
Struktur Fungsi
Palpebra Penutup untuk melindungi bagian anterior mata
dari gangguan lingkungan dan membantu
menyebarkan air mata
Air mata Sebagai pelumas, pembersih, dan mengandung
lisozim (mematikan bakteri)
Kelenjar lakrimal Produksi air mata
Bulu mata Menangkap kotoran halus di udara sebelum
masuk ke mata
Konjungtiva membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris),
mengandung kelenjar lakrimal aksesorius
Kornea Berperan besar dalam kemampuan refraksi mata
Sclera Selubung jaringan ikat protektif, membentuk
bagian putih mata yang terlihat; di sebelah
anterior membentuk kornea
Cairan aqueous Cairan encer jernih yang terus-menerus dibentuk
dan membawa nutrien bagi kornea dan lensa
Iris Mengubah-ubah ukuran pupil dengan kontraksi;
berperan menentukan warna mata
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Koroid Berpigmen untuk mencegah pembuyaran berkas
sinar di mata; mengandung pembuluh darah
yang memberi makan retina; di sebelah anterior
membentuk badan siliaris dan iris
Badan siliaris Menghasilkan humor aquosus dan mengandung
otot siliaris
Otot siliaris Penting dalam akomodasi
Lensa Berperan dalam variasi kemampuan refraksi
selama akomodasi
Ligamentum Penting dalam akomodasi, menggantung lensa
suspensorium ke badan siliaris
Vitreus humor Bahan setengah cair mirip gel yang membantu
mempertahankan bentuk bulat mata
Retina Mengandung fotoreseptor (sel kerucut dan sel
batang)
Sel batang Berperan dalam penglihatan hitam-putih dan
malam serta memiliki sensitivitas tinggi
Sel kerucut Berperan dalam ketajaman penglihatan,
penglihatan warna, dan penglihatan siang hari
Sel ganglion Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di
retina; membentuk nervus optikus
Sel bipolar Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di
retina
Fovea Daerah dengan ketajaman tertinggi
Macula lutea Memiliki ketajaman tinggi karena banyak
mengandung sel kerucut
Diskus optikus Jalan keluar nervus optikus dan pembuluh darah
Nervus optikus Bagian pertama jalur penglihatan ke otak4
3. Jelaskan mata merah dengan penurunan visus dan dan yang tidak
mengalami penurunan visus ?
Mata merah dengan penuruna visus karena terjadinya gangguan pada
vaskularisasi mata. Biasanya terjadi pada kornea.
Contoh :
A. Mata merah dengan penurunan visus3
Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang kornea biasanya
diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial(mengenai epitel) dan profunda(epitel-stroma).
Gejala klinis: mata merah, nyeri ringan sampai berat, fotophobia, lakrimasi,
blefarospasme, lesi di kornea menyebabkan visus menurun.
Etiologi:
a. Virus
Virus yangmenyebabkan infeksi virus pada kornea termasuk virus
pada saluran nafas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam.
Virus herpes simplex dapat menyebabkan keratitis, demikian juga virus herpes
zoster. Kelainan pada kornea didapatkan sebagai keratitis pungtata superfisial
memberikan gambaran infiltrat bentuk titik-titik pada dataran depan kornea yang
dapat terjadi pada penyakit seperti herpes simplex, herpes zoster, infeksi virus dan
trakoma.
Pada herpes simplex gejala berupa terbentuk pembuluh darah halus pada
mata, visus menurun, jaringan parut dan glaucoma. Pengobatannya berupa
antiviral (IDU) tidak digunakan lebih dari 2 minggu karena bersifat toksik.
Viradabine, arabinose A, asiklovir.
(keratitis herpes simpleks)
Herpes zoster biasanya mengenai orang usia lanjut. Gejala yang terlihat
adalah mata merah, visus menurun, pada kelopak mata kana terlihat vesikel dan
infiltrate kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi
trigeminus, daerah yang terkena tidak melewati garis median.pengobatan berupa
antiviras topical&sistemik. Antibiotic diberikan pada keratitis ulseratif.
SKLERITIS7,8,9
o Definisi
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
mengisyaratkan adanya vaskulitis.
o Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat
insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien
yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya
adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit
ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan
insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak
terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama
terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.
o Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah
katarak.
o Patofisiologis
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang
mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan
penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara
umum merupakan faktor
predisposisi dari skleritis. Proses
inflamasi bisa disebabkan oleh
kompleks imun yang
berhubungan dengan kerusakan
vaskular (reaksi hipersensitivitas
tipe III dan respon kronik
granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
post kapiler dan respon imun sel perantara.
o Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan menjadi:
1) Episkleritis
a. Simple Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi
pada usia muda yang berpotensi mengalami rekurensi. Gejala
klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata,
disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat
pelebaran pembuluh darah baik difus maupun segmental.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan sering mengenai
usia dekade 40-an.
b. Nodular Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama
dengan bentuk simple scleritis. Sekitar 30% penyebab skleritis
nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5%
dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis
rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus
dan 3% dihubungkan dengan gout.
2) Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis
anterior sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap
tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk
spesifik dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit
khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu
inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular
lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
3) Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan
skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan
penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya
perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina,
perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem
makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi
kelopak mata bawah.
o Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.
o Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan
penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun
riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan
penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri
adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi
yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf
akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat,
nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang
malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai
sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh
perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang
menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.
Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya
penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat
menyebabkan skleritis seperti :
a. Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat
b. Penyakit infeksi
c. Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)
d. Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata
e. Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic acid
dan ibandronate.
f. Post pembedahan pada mata
g. Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,
penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya.
h. Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung
dan responnya terhadap pengobatan.
o Pemeriksaan Fisik Sklera
1. Daylight Sklera
Bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan yang
berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat
muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat
yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya
proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa
menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang
dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti
secara bertahap dengan jaringan granulasi meninggalkan uvea yang kosong
atau lapisan tipis dari konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi
anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan
sklera edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat
jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada
jaringan dalam episklera.
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai
kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru
dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum
pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan
intraokular dan fundus.
o Pemeriksaan Labaratorium
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan
pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau
menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis.
Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :
• Hitung darah lengkap dan laju endap darah
• Kadar komplemen serum (C3)
• Kompleks imun serum
• Faktor rematoid serum
• Antibodi anti 12
• Rata-rata Sedimen Eritrosit
• Tes serologis
• HBs Ag
o Pemeriksaan Radiologi
Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam
menentukan penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :
• Foto thorax
• Rontgen sinus paranasal
• Foto lumbosacral
• Foto sendi tulang panjang
• Ultrasonography ( Scan A dan B)
• CT-Scan
• MRI
o Penatalaksanaan
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah
obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat
mereda diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam
1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera
dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral
yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu
sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang
berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g
setiap minggu.
Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat
bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid
topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk
terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi
spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses
penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau
efek dari invasi langsung mikroba.
Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi
sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi
kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis
Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.
Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma
langsung terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah
digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur
semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberia
kemoterapi.
Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila
terapi diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini
jarang timbul gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit.
o Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis
bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera
atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi
neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.
o Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan
buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun.Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
lebih respon terhadap tetes mata steroid.
Konjungtivitis10
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini
adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Jumlah agen-agen yang patogen dan
dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien
yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.
o Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan
mata merah, sekret pada mata.
o Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanyadisebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis.
Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis
bakteri subakut adalah H influenzadan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik
paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu
mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar
ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.
o Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
sepertistreptococci, staphylococcidan jenis Corynebacterium. Perubahan pada
mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut
dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan padaflora normal dapat terjadi
karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan
salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotic. Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan
epitelyangmeliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh
lakrimasi dan berkedip.Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.
o Gejala Klinis (AOA, 2008)
- Injeksi konjungtiva
- Sekret bakteri lebih purulen
- Edema pada kelopak mata
- Tidak ada gangguan visus
- Khas: kelopak mata saling melekat pada pagi hari waktu bangun tidur
o Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada
pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan
seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakityang
sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan
obatobatkemoterapi, riwayat pekerjaanyang mungkin ada hubungannya
denganpenyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat
penggunaan lensa-kontak.
o Konjungtivitis virus
Konjungtivitis virus dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus.
Konjungtivitis ini dapat menyebabkan cacat atau dapat sembuh sendiri,
serta dapat lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.
o Etiologi dan faktor risiko
Konjungtivitis ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, namun
adenovirus adalah yang terbanyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex
virus adalah yang paling membahayakan.Selain itu penyakit ini juga dapat
disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie
A24), poxvirus, dan human immunodeficiencyvirus. Penyakit ini sering terjadi
pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalui di
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus(fomites)dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.
o Gejala Klinis
Pada keratokonjungtivitis epidemic yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan
kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltratesubepitel kornea
atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan.
Biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala
infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Padakonjungtivitis
Herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya
mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertaikeratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika
akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirusdan coxsackie virusmemiliki
gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis.
o Diagnosis
Diagnosis difokuskan padagejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik
maupun okular, keparahan dan frekuensi gejala,faktor-faktor resiko dan keadaan
lingkungan sekitaruntuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010).
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah
hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus
sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan.
o Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtivayang diperantarai
oleh sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada
alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.