Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus
Disusun oleh:
Desti Cahyanti
30101407161
Pembimbing:
dr. Djoko Heru S., Sp.M
Disusun Oleh :
SKLERA
Sklera merupakan bagian bola mata yang putih seolah-olah tidak mengandung
pembuluh darah. Sklera disusun oleh serat-serat kolagen tipe 1 yang diselang-selingi
oleh jala-jala serat elastin. Susunan seperti ini membentuk struktur bola mata yang
kokoh, disokong oleh tekanan intraokular yang berasal dari humor akwaeus yang
terletak di sebelah depan lensa dan badan vitreus yang terletak di belakang lensa. Di
bagian belakang sklera ditembus oleh serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa
(Gb-1). Sklera mengandung pembuluh darah terutama pada limbus (tempat pertautan
sklera dan kornea)
KORNEA
Kornea merupakan bagian tunika fibrosa yang transparan, tidak mengandung
pembuluh darah, dan kaya akan ujung-ujung serat saraf. Kornea berasal dari
penonjolan tunika fibrosa ke sebelah depan bola mata.
Limbus
Limbus merupakan tempat pertemuan antara tepi kornea dengan sklera. Pada
tempat ini terdapat lekukan atau sudut akibat perbedaan kelengkungan kornea dan
sklera. Bagian luarnya diliputi epitel konjungtiva bulbi yang merupakan epitel
berlapis silindris dengan lamina propria di bawahnya.
Kanal Schlemm
Merupakan suatu pembuluh berbentuk cincin yang melingkari mata tepat
anterior dan eksternal skleral spur. Di sebelah luar dibatasi oleh jaringan sklera dan di
dalam oleh lapisan jaringan trabekula yang lebih dalam. Lumen kanal ini di batasi
oleh selapis sel endotel. Kanal ini akan meneruskan diri ke dalam pleksus sklera dan
akhirnya bermuara pada pleksus vena sklera. Di bagian posterior taji sklera, pada
korpus siliaris terdapat otot polos, muskulus siliaris yang berfungsi untuk mengatur
akomodasi mata.
Khoroid
Khoroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan
sel-sel pigmen sehingga tampak bewarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan
penyambung jarang yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin, sel-sel
fibroblas, pembuluh darah dan melanosit.
Badan Siliaris
Korpus siliaris (badan siliaris) adalah struktur melingkar yang menonjol ke
dalam mata terletak di antara ora serrata dan limbus. Korpus siliar disusun oleh
jaringan penyambung jarang yang mengandung serat-serat elastin, pembuluh darah
dan melanosit. Badan siliaris membentuk tonjolan-tonjolan pendek seperti jari yang
dikenal sebagai prosessus siliaris. Dari prosessus siliaris muncul benang-benang
fibrillin yang akan berinsersi pada kapsula lensa yang dikenal sebagai zonula zinii.
Iris
Iris merupakan bagian yang paling depan dari lapisan uvea. Struktur ini
muncul dari badan siliar dan membentuk sebuah diafragma di depan lensa. Iris juga
memisahkan bilik mata depan dan belakang. Celah di antara iris kiri dan kanan
dikenal sebagai pupil.
Lensa Mata
Lensa terdiri atas 3 lapisan yaitu kapsul lensa, epitel subkapsul dan serat-serat
lensa. Kapsul lensa merupakan lamina basal yang umumnya disusun oleh serat-serat
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul ini elastik, jernih dan kompak. Epitel
subkapsul hanya terdapat pada permukaan anterior lensa tepat di bawah kapsul lensa.
Epitelnya terdiri atas selapis sel kuboid. Di sebelah dalam dari epitel subkapsul
terdapat serat-serat lensa yang di bentuk dari sel-sel yang kehilangan inti dan organel
sel lainnya. Serat-serat ini kemudian diisi dengan protein lensa kristalin (crystallins).
Adanya kristalin ini akan meningkatkan index refraksi lensa. Lensa digantung ke
korpus siliaris oleh penggantung lensa yang dikenal sebagai zonula Zinii.
Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar jernih yang mengisi ruang vitreus
(ruang antara lensa dan retina). Korpus vitreus disusun hampir seluruhnya oleh air
(99%) dan mengandung elektrolit, serat-serat kolagen dan asam hialuronat. Korpus
vitreus melekat pada seluruh permukaan retina. Badan vitreus berfungsi untuk
memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.
Ruang-ruang mata
Ada 2 ruang mata yaitu kamera okuli anterior dan posterior. Kamera okuli
anterior merupakan suatu ruangan yang dibatasi di sebelah depan oleh sisi belakang
kornea dan di sebelah belakang dibatasi oleh lensa, iris dan permukaan depan badan
siliar. Batas lateralnya adalah sudut iris atau limbus yang ditempati oleh trabekula
yang merupakan tempat penyaluran humor akweus ke kanal schlemm.
Kamera okuli posterior adalah ruangan yang dibatasi di sebelah depan oleh iris
dan disebelah belakang oleh permukaan depan lensa dan zonula Zinii serta diperifer
oleh prosessus siliaris. Kedua ruangan mata ini terisi oleh humor akweus, yaitu suatu
cairan encer yang disekresi sebagian oleh epitel siliar dan oleh difusi dari kapiler
dalam prosessus siliaris. Cairan ini mengandung materi yang dapat berdifusi dari
plasma darah, tetapi mengandung kadar protein yang rendah.
RETINA
Retina merupakan lapisan terdalam bola mata, mengandung sel-sel
fotoreseptor yaitu sel-sel batang dan kerucut. Lempeng optik (optik disk) yang
terletak di dinding belakang bola mata merupakan tempat keluarnya nervus optikus.
Serat-serat saraf di daerah ini akan bertumpuk membentuk suatu tonjolan yang
disebut papila nervus optikus. Daerah ini tidak mengandung sel-sel fotoreseptor,
tidak peka terhadap cahaya, sehingga di sebut juga sebagai bintik buta (blind spot).
Kira-kira 2,5 mm lateral dari bintik buta terdapat daerah berpigmen kuning yang
dikenal sebagai Makula lutea (bintik kuning. Bagian tengah makula lutea dikenal
sebagai fovea sentralis yang merupakan daerah penglihatan yang paling peka. Fovea
sentralis merupakan suatu sumur dangkal berbentuk bulat terletak 4 mm ke arah
temporal dari lempeng optik dan sekitar 0,8 mm di bawah meridian meridian
horizontal. Cekungan ini disebabkan tidak adanya lapisan dalam retina, pada retina di
daerah ini. Sel penglihat pada lantai fovea terdiri dari hanya kerucut yang tersusun
rapat dan berukuran lebih panjang di bandingkan dengan yang dibagian perifer retina.
2. Gambarkan dan Jelaskan lintasan pengelihatan (visual pathway)!
Cahaya yang merupakan bentuk radiasi elektromagnet yang dibentuk oleh suatu
partikel dengan energi yang disebut foton. Panjang gelombang cahaya yang dapat diterima
oleh reseptor cahaya yaitu 400-700 nanometer. Cahaya bersifat memancarkan gelombang ke
segala arah dan dapat dibiaskan oleh medium yang dilewatinya. Suatu proses penglihatan
awalnya dimulai dari cahaya yang masuk ke dalam mata. Karena adanya iris, tidak seluruh
cahaya yang merambat ke mata masuk ke dalam rongga mata. Selain itu, terdapat juga celah
yang dibentuk oleh serat otot pada iris yang disebut pupil.
Otot sirkuler menyebabkan konstriksi pada pupil sedangkan serat otot radial
menyebabkan dilatasi pada pupil. Perubahan dari diameter pupil sangat berpengaruh terhadap
masuknya cahaya yang akan mencapai retina. Cahaya yang masuk juga mengalami refraksi
sehingga cahaya tersebut dapat menjadi bayangan yang akurat pada retina. Datangnya cahaya
dari suatu arah akan direfraksikan menuju suatu titik dibelakang lensa. Titik tersebut akan
jelas jika jatuh tepat pada retina, dan seluruh titik yang jatuh pada retina akan membentuk
bayangan yang terbalik. Ketika suatu cahaya jatuh pada pigmented layer dari retina, cahaya
tersebut akan diserap dan dicegah agar tidak mengalami pemantulan cahaya melalui neural
layer. Cahaya tersebut kemudian ditangkap oleh sel kerucut dan sel batang yang menduduki
pigmented layer. Setelah itu, sel batang dan sel kerucut memberi gambaran terang dan warna
dari bayangan. Bayangan tersebut akan diubah menjadi impuls dan dilanjutkan ke sel
ganglion menuju saraf optik.
Impuls pada saraf optik akan melewati optic chiasm yang merupakan persilangan
yang berada pada circle of Willis pada otak. Sebagian impuls dari saraf optik masing-masing
bola mata akan bersilangan pada optic chiasm. Kemudian impuls akan menuju lateral
geniculate nuclei yang berada pada ujung optic tract. Setelah itu, impuls kemudian
dilanjutkan geniculocalcarine tract. Geniculocalcarine tract ini juga disebut sebagai optic
radiation karena fungsinya sebagai penyebar impuls ke bagian dari white matter pada otak.
Terakhirnya, impuls tersebut akan sampai pada primary visual cortex (striate cortex) pada
area 17 Brodmann.
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena aqueous, dan
vena episklera.
1. Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90 % humor aquos
melewati bagian ini. Terdiri dari 3 bagian:
1. Uvea meshwork
2. Corneoscleral meshwork
3. Juxtacanalicular meshwork
4. Sebutkan pembagian klinis katarak beserta gejala dan tandanya pada tiap
stadium!
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, letak kelainan pada lensa maupun
berdasarkan stadiumnya.
BERDASARKAN USIA :
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak :
Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
polaris
Lentikular, yang termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat
selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus atau
hepatosplenomegali. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak
ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan
katarak kongenital dengan diabetes melitus, kalsium dan fosfor.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain dan saat
terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung
pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila
terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau
suatu leukokoria. Penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat
rangsangan. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi
katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris
(amblyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuria, diabetes melitus, hipoparatiroidism,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina dan
megalokornea.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak
kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total,
operasi dapat dilakukan usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi
liliar, ekstraksi dengan aspirasi.
b. Katarak Juvenil
Katarak yang terjadi sesudah usia > 3 bulan tetapi kurang dari 9 tahun. katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih
terjadi perkembangan serat-serat lensa. Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan
disebut sebagai soft cataract. Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu bagian dari
penyakit keturunan lain.
c. Katarak Senilis
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia di
atas 60 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
BERDASARKAN LETAK
a. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus.Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai
coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.Pandangan jauh lebih dipengaruhin daripada
pandangan dekat, bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik, sulit menyetir pada malam
hari.Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
b. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks, biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape
opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM, dengan
keluhan yang paling sering yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, disertai penglihatan
merasa silau.
c. Katarak Subkapsular
Biasanya dimulai dengan kekeruhan yang sedikit persis di bawah kapsul, biasa di
bagian belakang sehingga akan sangat mengganggu cahaya yang masuk melalui lensa ke retina
dan umumnya terjadi pada dua mata walaupun mungkin ada satu mata yang lebih parah
dibanding mata yang lain dan sangat mengganggu pada saat membaca. Katarak jenis ini
keluhannya paling banyak.
Subkapsularis Posterior
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak
subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak
kortikal dan katarak nuklear. Biasanya timbul pada usia sekitar 40-60 tahun dan
progresivitasnya cepat, bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes
obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan
membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
Subkapsular Anterior
Pasca glaukoma akut, intoksikasi amiodarone, pemakaian miotik terlalu lama,
dan Wilson’s disease.
BERDASARKAN ETIOLOGI
a. Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan
proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering.
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu peradangan dan hasil degenerasi atau
degenerasi lensa yang tertinggal sesudah suatu operasi katarak ekstra kapsular atau sesudah
suatu trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi epitel
yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan
traksi ke arah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih
di tengah dan membentuk gambaran cincin. Pada pinggir cincin ini tertimbun serabut lensa
epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang beproliferasi dan membesar sehingga
tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara ini mungkin akan menghilang dalam
beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya.
Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio katarak sekunder,
kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh.
b. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular,
iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah
mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes
melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa
intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontrasepsi dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah
bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear.Dapat
berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.Ada 2 bentuk yaitu bentuk yang
disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola
mata.
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi
retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan pada badan
kaca.Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus,
sehingga sering terlihat nukleus lensa tetap jernih.Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina
memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kalainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak
subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disimanata pungtata
subkapsularis anterior (katarak Vogt).
c. Katarak Traumatik
Katarak traumatika dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul. Pada
trauma tajam, langsung terjadi pembentukan nukleus katarak sehingga tampak lensa berwarna
putih.
Pada trauma tumpul, katarak tidak terjadi seketika namun perlahan-lahan. Terjadi proses
penebalan ( imatur menjadi matur) dan tidak langsung terbentuk nukleus.
BERDASARKAN STADIUM :
a. Stadium insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan terutama
terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji yang samar terutama mengenai
korteks anterior, sedangkan aksis relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a
wheel yang nyata bila pupil dilebarkan.
b. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama terdapat di bagian
posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar
dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian
posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi,
sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks
pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,akibat bayangan iris
pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).
c. Stadium matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang
melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada bayangan iris, shadow
test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow test membedakan stadium matur dari
imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika, oleh karena pada katarak
polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan
melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja.
Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya
dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu per tak hingga.
d. Stadium hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga nukleus lensa
turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini
terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian
yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Uji banyangan iris memberikan gambaran pseudopositif.
Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga
isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang dibawahnya terdapat nukleus
lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
Tabel 1. Perbandingan Katarak Berdasarkan Stadium
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih
dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat
gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan saraf optik
akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang.
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat
gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat adanya variasi diurnal.
Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal,
dan provokasi steroid.
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan
di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan aquoeus humor
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.3Mulai timbulnya gejala glaukoma
primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai
akhirnya berlanjut dengan kebutaan.
2. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital primer,
yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera anterior; (2) anomali
perkembangan segmen anterior - sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger.
Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal;(3) berbagai kelainan lain, termasuk
aniridia, sindrom Sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital.
Pada keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan
ekstraokular lain.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada 6
bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus. 3
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
pengurangan kilau kornea. Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda kardinal.
Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini
dan terpenting. Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel,
robekan membran Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera anterior serta edema dan
kekeruhan lensa.
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan
atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya
atau pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain
atau penyakit sistemik yang menyertainnya, seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik dan
fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis/sindrom eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai
prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan bilik
mata depan post-operasi katarak, blok pupil post-operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang
lama.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah
penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan perdarahan ke dalam
mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula,
sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut,yang semuanya
meningkatkan glaukoma sekunder.
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena korpus
siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan
intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat
oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang
terlibat dalam proses peradangan yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana
sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata
buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit
berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik.
6. Sebutkan pembagian secara klini berdasarkan letak anatomis dari uveitis beserta
gejala dan tandanya!
a. Uveitis anterior
Uveitis anterior inflamasi di iris dan badan siliar. Inflamasi di iris saja disebut
iritis sedangkan bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka disebut iridosiklitis.
Uveitis anterior akut umumnya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik dapat
melibatkan kedua mata. Uveitis anterior akut dapat disebabkan oleh trauma, pasca-
operasi, dan reaksi hipersensitivitas. Frekuensi uveitis anterior kronik lebih jarang dan
umumnya asimtomatik namun dapat menimbulkan komplikasi seperti katarak dan
glaukoma. Uveitis anterior pada anak meningkatkan komplikasi strabismus, keratopati,
katarak, edema makular, dan glaukoma yang mengganggu penglihatan serta memicu
ambliopia sehingga perlu diterapi secara agresif.
Gejala klinis uveitis anteror dapat berupa mata merah, nyeri, fotofobia, dan
penurunan tajam penglihatan. Uveitis anterior menyebabkan spasme otot siliar dan sfingter
pupil yang menimbulkan nyeri tumpul/berdenyut serta fotofobia. Jika disertai nyeri hebat,
perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. Spasme sfingter pupil mengakibatkan miosis
dan memicu sinekia posterior. Penurunan tajam penglihatan terutama akibat kekeruhan
cairan akuos dan edema kornea walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edema kornea.
Tanda uveitis anterior akut adalah injeksi siliar akibat vasodilatasi arteri siliaris
posterior longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahi iris serta badan siliar. Di
bilik mata depan terdapat pelepasan sel radang, pengeluaran protein (cells and flare) dan
endapan sel radang di endotel kornea (presipitat keratik). Presipitat keratik halus
umumnya akibat inflamasi nongranulomatosa dan presipitat keratik kasar berhubungan
dengan inflamasi granulomatosa.
b. Uveitis Intermediet
Uveitis intermediet adalah peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis
dan uveitis posterior. Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia 30-40 tahun dan anak.
Penyebabnya sebagian besar idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis
(7,4%), dan lyme disease (0,6%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis, Toxoplasma, Candida, dan sifilis.
c. Uveitis Posterior
Uveitis posterior adalah peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan
sekitar seperti vitreus, retina, dan nervus optik. Infeksi paling sering disebabkan oleh
T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ, cytomegalovirus (CMV), dan HIV. Pada kasus
non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot
choroidopathy, sarkoidosis, dan neoplasma. Uveitis posterior timbul secara akut dan
perlahan. Pasien mengeluh penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan
fotofobia. Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema makula,
kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan atrofi nervus optik.
Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena menurunkan
tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik.
Untuk myopia ringan-sedang, diberikan koreksi penuh yang harus dipakai terus
menerus baik untuk penglihatan jauh maupun dekat. Untuk orang dewasa, di
mana kekuatan miopianya kira-kira sama dengan derajat presbiopianya
mungkin dapat membaca dengan menanggalkan kacamatanya.
Pada myopia tinggi, mungkin untuk penglihatan jauh diberikan pengurangan
sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh) untuk mengurangi efek
prisma dari lensa yang tebal. Untuk penderita > 40 tahun, harus dipikirkan
derajat presbiopianya, sehingga diberikan kacamata dengan koreksi penuh untuk
jauh, untuk dekatnya dikurangi dengan derajat presbiopianya
Makulopati
Type 1
Fundus hipertensif dengan atau tanpa retinopati, tidak ada sklerose, dan
terdapat pada orang muda. Pada funduskopi: arteri menyempit dan pucat, arteri
meregang dan percabangan tajam, perdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada atau
tidak ada.
Type 2
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose senile, terdapat pada
orang tua Funduskopi: pembuluh darah tampak mengalami penyempitan, pelebaran
dan sheating setempat. Perdarahan retina ada atau tidak ada. Tidak ada edema papil.
Type 3
Fundus dengan retinopati hipertensi dengan arteriosklerosis, terdapat pada orang
muda. Funduskopi: penyempitan arteri, kelokan bertambah, fenomena crossing,
perdarahan multiple, cotton wool patches, macula star figures
Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam)
dan papilledema
Type 4
Funduskopi: edema papil, cotton wool patches, hard eksudat, dan star figure
exudates yang nyata. Pada hipertensi yang progresif.
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtiva ini
dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi atupun infeksi pada jaringan konjungtiva.
Injeksi konjungtival mempunyai sifat:
Melebarnya pembuluh darah perikorneal (a. Siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea,
radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis maupun panoftalmitis. Injeksi siliar
mempunyai sifat:
20. Sebutkan
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal: 46-47. 2009
2. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika. 2000
3. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Binarupa Aksara. 1983
4. Wisnujono S, dkk. Pterigium dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. 1994
5. Lang GK. Gareis O, Lang GE, Recker D, Wagner P. Ophthalmology: A pocket textbook
atlas. 2nd ed. New York: Thieme. 2006. pp: 69,70,72
6. Shock JP, Richard AH, MD. Lensa. Dalam : Whitcher John P, Paul Riordan Eva, editor.
Oftalmologi Umum; edisi ke-17. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC, 2010 : 169-
177.
7. Sulistyowi, Anny. Stabilitas Visu Koreksi Pasca Operasi Katarak Senilis Secara Masal.
Semarang, 2001. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
8. Chaurasia SS, et al, 2015. Nanomedicine Approches For Corneal Diseases.
9. Edelhauser HF. 2005. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The
eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby.
10. Liesegang TJ,Deutsch TA. 2009. External Disease and Cornea. Section 8, AAO, San
Fransisco
11. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco
2008-2009. p. 179-90
12. Elsevier Saunders. 2014.
13. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2 nd edition.
Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.