Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

Seorang Wanita dengan Penyakit Kolesistitis kalkulus Akut

Nadia Dwi Pangestika


30101407258

Pembimbing:
dr. Dwi Budi Darmawati, Sp. PD-KR

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RST dr. Soedjono Magelang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Identitas Pasien
Anamne
sis
KU: nyeri perut sebelah kanan atas

KT: Mual, Muntah, BAB cairpucat seperti dempul, nafsu makan menurun,
Badan berubah warna menjadi kuning, BAK pekat seperti teh, demam

RPS: Pasien datang dengan ke IGD dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri
dirasakan di kanan atas menjalar ke selruh lapang abdomen. Nyeri seperti di tusuk
tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri bertambah berat beberapa menit setelah
makan. Nyeri timbul dengan durasi kurang lebih 20 menit. Pasien merasa mual sampai
muntah lebih dari 2 kali/hari, isi muntah cairan. Pasien tidak nafsu makan. Badan
berubah kuning kurang lebih sejak 1 minggu SMRS, bab terakhir tadi malam, cair
dengan warna bab pucat seperti dempul. Buang air kecil pekat seperti teh sejak 1
minggu SMRS. Demam diakui, bengkak bengkak disangkal. Sebelum dibawa ke rs pasien
minum obat penurun panas.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riw. Kencing manis : disangkal


Riw. Hipertensi : disangkal
Riw, Asma : disangkal
Riw. transfusi : disangkal.
Riw. Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riw. Hipertensi : disangkal
Riw. Kencing manis : disangkal
Riw. Peny. Ginjal : disangkal
Riw. Hepatitis : disangkal

Riwayat Pengobatan/Operasi
Pasien belum pernah mondok sebelumnya

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal di rumah beserta anak-anaknya. Pasien menggunakan biaya
umum.
KEPALA

Normocephale, distribusi
rambut merata & mudah
dicabut. Wajah simetris,
edema (-)
BB : 47 Kg
TB : 158 Cm

TD : 70 / 50 mmHg
Nadi : 120 x / menit
• KU : Tampak sakit sedang Respirasi : 28 x / menit
• KS : Composmentis Suhu : 36,3 0C
(GCS E4 M6 V5) Saturasi : 97 %
HIDUNG MATA

Napas cuping hidung (-), Deviasi septum (-), Edema palpebral (-). Pupil isokor 3
Mukosa hiperemis -/-, Sekret -/- mm/ 3 mm, refleks cahaya
langsung +/+, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik +/+

LEHER

Tidak ada pembesaran KGB,


tidak ada peningkatan JVP.

MULUT

Edema (-). Mukosa normal, Gigi-geligi


tanggal (+), caries (-), Tonsil T1-T1,
Uvula ditengah
• Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
kanan-kiri. tidak terdapat spider nevi
• Palpasi : sterm fremitus +/+
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : SDV (+/+) ronkhi -/-, wheezing
-/-

• Inspeksi : iktus cordis terlihat,


• Palpasi : iktus cordis teraba
• Perkusi :
- Batas kanan atas jantung di
parasternal kanan ICS II
- Batas kanan bawah jantung di linea
parasternal kanan ICS IV
- Batas kiri bawah jantung linea
midclavicula sinistra ICS IV
- Pinggang Jantung di linea
parasternal kiri ICS II
• Auskultasi : bunyi jantung I-II murni
regular, murmur -/-, gallop -/-
• Inspeksi : datar, tidak terdapat jejas.
• Auskultasi : bising usus (+) normal
• Perkusi : timpani, shifting dullness (-), area
troube (+)
• Palpasi : Supel, nyeri tekan kanan atas (++),
nyeri seluruh lapang abdomen (+),
hepatomegaly (+) (hepar teraba 1 jari di
bawah arcus costa dextra, konsistensi
kenyal, tepi tajam), nyeri ketok CVA (-)

Edema ext. superior -/- ,Akral hangat ext.


superior +/+ ext. inferior +/+. Sianosis ext.
superior -/- ext. inferior -/-. CRT < 2 detik.
DAFTAR MASALAH

Anamnesis Pemeriksaan Fisik


1) nyeri perut sejak 5 hari SMRS
2) Nyeri dirasakan di kanan atas menjalar ke 14) Keadaan umum sakit sedang
punggung kanan. 15) TD : 70 / 50 mmHg
3) Nyeri seperti di tusuk tusuk. 16) Nadi : 120 x / menit
4) Nyeri dirasakan hilang timbul
17) Respirasi : 28 x / menit
5) Nyeri bertambah berat beberapa menit setelah
makan 18) Sklera ikterik
6) Durasi nyeri kurang lebih 20 menit 19) NT abdomen kuadran kanan atas
7) Mual 20) NT seluruh lapang abdomen
8) Muntah lebih dari 2 kali/hari, isi muntah cairan 21) Hepatomegali 1 jari dibawah
9) Tidak nafsu makan arcus costa dextra
10) Badan berubah kuning kurang lebih sejak 1 minggu 22) Murphy sign (+)
SMRS
11) BAB terakhir tadi malam cair dengan warna bab
pucat seperti dempul
12) Buang air kecil pekat seperti teh sejak 1 minggu
SMRS
13) demam
Assessment

Cholelithiasis (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12, 14,18,19,21)


Kolesistitis akut (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13, 14,18,19,21)
Hepatitis (1,2, 3, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 18,19,21)
Planning Diagnostik
• Darah lengkap
• SGOT/SGPT
• Hbsag
• Anti hcv
• Bilirubin direct dan total
• Ur/Cr
• USG abdomen
• GDS
Px LAB
Tanggal
25 Mei 2018
di RST dr.
Soedjono
Magelang
25 Mei 2018
25 Mei 2018

USG Abdomen
Kesan:
• Cholelithiasis (Suggestive Calcium Bilirubinat) dan hydrops VF
(Ukuran LK 4,1 x 11,66 cm )
• Sludge VF
• Hepatomegali ringan dan simple cyst lobus dextra hepar
• Cholestasis intrahepatal bilateral (diameter IHBD 1,36 cm)
• Vu tak terisi cairan tak valid dinilai
• Sonography tak tampak kelainan pada morfologi ren bilateral, lien,
pancreas dan uterus
• Tak tampak lymphadenopathy para - aortici
Diagnosis

Kolesistitis kalkulus akut


Renal Failure
Plannin
Farmakologi
Kausatif
g
Simptomatik
Inj sistenol 2 x 1 Inj. Ceftazidim 2x1
Inj. Ranit 2x1 Urdafalk 2x1
Hepamax 3x1
Diaform 3xII Suportif
Infus Asering + Dopamin IV 12 tpm
Infus Dio 20 tpm

Non Farmakologi
Edukasi
Tirah Baring
Diet rendah lemak
Motivasi Rujuk ke Bedah
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam: dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Analisa
Pada pembahasan kasus ini diketahui bahwa seorang wanita usia 60 tahun datang dengan
keluhan nyeri di perut bagian kanan atas kurang lebih 5 hari SMRS.

Nyeri abdomen yaitu sensasi subjektif tidak


menyenangkan yang terasa di setiap regio
abdomen. Adanya nyeri abdomen perlu di
anamnesis meliputi lokasi dari nyeri tersebut,
lokasi nyeri perut sangat penting
untuk menentukan lokasi organ yang terkena,
beberapa lokasi nyeri abdomen yang
berhubungan dengan organ penyebab antara
lain abdomen kanan atas berhubungan dengan
kandung empedu, hati, duodenum, pankreas.
Nyeri ulu hati berhubungan dengan lambung,
pankreas, duodenum, kolon.
Nyeri perut kiri atas
biasanya berhubungan dengan limpa, kolon,
ginjal, pankreas.
Setelah mengetahui lokasi nyerinya perlu diketahui kapan timbulnya (mendadak atau
perlahan lahan), berapa lama nyeri tersebut terjadi
serta perjalaran nyeri juga turut membantu. 

Pada pasien nyeri dirasakan muncul bertahap, menjalar ke punggung dan hilang
timbul dengan durasi nyeri 30 menit.

Nyeri yang muncul bertahap dan kemudian berubah makin hebat biasanya
disebabkan oleh sumbatan yang muncul sedikit demi sedikit dan adanya proses
radang. Nyeri yang menjalar ke pinggang dan ke arah belikat (skapula) merupakan
gejala yang khas pada nyeri bilier. Nyeri yang bersifat hilang timbul merupakan nyeri
kolik diakibatkan oleh adanya spasme (kontraksi) yang berjeda dari otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi
usus, batu ureter, batu empedu).
Adanya keluhan pasien berupa nyeri di perut kanan atas yang muncul secara
perlahan dari ringan sampai nyeri bertambah berat, serta penjalaran ke punggung
dan hilang timbul dapat dicurigai bahwa terdapat kelainan pada organ berongga di
perut kanan atas salah satunya yakni kandung empedu.

Menurut pasien nyeri dirasakan semakin


memberat beberapa menit setelah makan.
Hal ini dapat dikaitkan dengan fisiologis dari
kandung empedu yakni menyimpan cairan
empedu yang kemudian kandung empedu
akan berkontraksi sehingga empedu dapat
disekresikan ke usus halus ketika makanan
masuk ke dalam duodenum. Apabila di
dalam kandung empedu tersebut terdapat
endapan (batu) maka ketika terjadi kontraksi
akan merangsang saraf dikandung empedu
tersebut sehingga timbul nyeri yang
memberat setelah makan.
Selain nyeri perlu juga mengevaluasi mengenai keluhan lain pada pasien ini
berupa perubahan warna kulit dan matanya menjadi warna kuning, buang air
kecil yang berwarna pekat seperti teh serta buang air besar pasien juga
berwarna pucat dan demam. Serangan kolik biasanya disertai dengan adanya
perasaan mual sampai muntah. Penyebab tersering terjadinya kolik bilier
yakni disebabkan karena adanya endapan batu empedu yang menyebabkan
terhambatnya aliran empedu ke usus halus sehingga empedu atau bilirubin
menjadi menumpuk dan bahkan terjadi hidrops vf (pembesaran kandung
empedu). Adanya penumpukan dan hidrops tersebut menyebabkan bilirubin
menumpuk di sirkulasi darah terikat oleh jaringan kulit dan mukosa sehingga
timbul ikterik.
Demam pada pasien dapat menjadi indikasi
bahwa sedang terjadi proses peradangan.
Sumbatan yang terjadi pada kandung
empedu akan menyebabkan penumpukan
cairan empedu sehingga kandung empedu
menjadi terdistensi. Saat kandung empedu
menjadi sesak, aliran darah dan sistem
limfatik terganggu, dapat menyebabkan
iskemia mukosa dan nekrosis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
suhu 37 derajat celcius, sklera ikterik pada
kedua mata, nyeri tekan epigastrik, nyeri
tekan abdomen kuadran kanan atas (+),
hepar teraba 1 jari di bawah arcus costa
dextra (hepatomegali ringan), murphy sign
(+). Dari anamnesis dan pemeriksaan yang
telah dilakukan maka diagnosis mengarah
pada 3 kemungkinan yakni cholelithiasis,
kolesistitis akut calculus, hepatitis viral akut.
Kemudian diagnosis dikuatkan melalui pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan Lab darah didapatkan peningkatan leukosit menjadi 33,2.
Peningkatan sedikit SGOT/SGPT menjadi 38/61. Pemeriksaan bilirubin mengalami
peningkatan yakni bilirubin total 13,9 Bilirubin direk 3,68. Pemeriksaan HbsAg
nonreaktif. Pada USG abdomen didapatkan adanya cholelithiasis (suggestive
calcium bilirubinat) dan hydrops VF (Ukuran LK 4,1 x 11,66 cm), sludge VF,
Hepatomegali ringan dan simple cyst lobus dextra hepar, Cholestasis intrahepatal
bilateral (diameter IHBD 1,36 cm).
Dapat disimpulkan bahwa diagnosa Kolesistitis akut kalkulus dapat ditegakkan.
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam
dan leukositosis sangat sugestif.
DASAR TEORI
Komplikasi

Terapi

Definisi

Diagnosis

Epidemiologi
Etiologi
Cholelitiasis
Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang
terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu
dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat
menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa.
Epidemiologi
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam
kelompok risiko tinggi yang disebut ”4 Fs” : forty (usia
diatas 40 tahun lebih berisiko), female (perempuan lebih
berisiko), fertile (paritas), fatty (obesitas).
Pembentukan batu empedu adalah multifaktorial. Studi
sebelumnya telah mengindentifikasi jenis kelamin
perempuan, bertambahnya usia, kegemukan, riwayat
keluarga dengan batu empedu, etnis, jumlah kehamilan
merupakan faktor risiko batu empedu.
Faktor Resiko
Umur
Setelah usia 40 tahun risiko terjadi batu empedu 4 hingga 9
kali lipat. usia tua memiliki paparan panjang untuk banyak
faktor kronis seperti hiperlipidemia, konsumsi alkohol, dan
DM. Hal ini akan menyebabkan penurunan motilitas kandung
empedu dan terbentuknya batu empedu.

Jenis Kelamin dan Paritas


Pada wanita usia reproduksi, risiko cholelithiasis adalah 2-3 kali
lebih tinggi dari pada laki-laki. Peningkatan kadar estrogen
diketahui untuk meningkatkan ekskresi kolesterol dalam empedu
dengan menyebabkan supersaturasi kolesterol. Selama kehamilan,
selain peningkatan kadar estrogen, fungsi pengosongan kandung
empedu menurun, sehingga menimbulkan endapan empedu dan
batu empedu
Faktor Resiko
Obesitas
Orang dengan obesitas terjadi peningkatan sintesis dan
ekskresi kolesterol dalam empedu.

Dislipidemia
Penurunan level High density lipoprotein (HDL) merupakan salah
satu risiko terjadinya batu empedu. Kolesterol bilier utamanya
berasal dari HDL – C. Penurunan konsentrasi HDL – C dikaitkan
dengan resistensi insulin. Penelitian lain menyebutkan bahwa
peningkatan kadar Trigliserida (TG) menyebabkan penurunan
kontraksi dari kandung empedu yang berakibat pembentukan batu
empedu.
Faktor Resiko
Diabetes melitus
Hiperglikemia menghambat sekresi bile dari hati dan dapat
menggangu kontraksi dari kantung empedu serta menpunyai
efek terhadap molititas dari kandung empedu hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya batu empedu
Etiologi
Perubahan susunan empedu : kolesterol cepat mengendap
(terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak
absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. )

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan


supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan
pengendapan unsur tersebut.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan


sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus
Patofisiologi
(1) pembentukan empedu yang supersaturasi,
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan
semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi
bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut
dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair
oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang
berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,
merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007).

(2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan


Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi
yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau
partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan

(3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.


Klasifikasi
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol
2. Batu pigmen
• Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat) disebut juga batu lumpur
atau batu pigmen, komponen utama  kalsium bilirubinat. Berwarna coklat,
coklat tua, lunak, mudah dihancurkan. faktor stasis dan infeksi saluran
empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.
• Batu pigmen hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Banyak ditemukan pada pasien
denagna hemolisis kronik atau sirosis hati. Terdiri dari derivat polymerized
bilirubin.
3. Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20- 50%
kolesterol.
Gejala Klinis
•Asimtomatik (50%)
Kurang dari 25% pasien asimtomatik  merasakan gejala yang membutuhkan intervsi
setelah periode 5 tahun
•Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pasca prandial kuadran
kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit
setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh
batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan
dengan serangan kolik biliaris
Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
 Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

 Batu saluran empedu


Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah
kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
 Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase
serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain.
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
 
Terapi
Konservatif ......
Untuk penatalaksanaan konservatif dapat diberikan obat yang dapat menekan
sintesis dan sekresi kolesterol, serta menginhibisi absorbsi kolesterol di usus.
Ursodiol merupakan jenis obat yang paling sering digunakan. Ursodiol (asam
ursodeoksikolat) diindikasikan untuk batu empedu radiolusens yang
berdiameter kurang dari 20 mm pada pasien yang tidak dapat menjalani
kolesistektomi. Obat ini memiliki sedikit efek inhibitorik pada sintesis dan
sekresi asam empedu endogen ke dalam cairan empedu dan nampaknya
tidak mempengaruhi sekrresi fosfolipid ke dalam cairan empedu. Setelah
pemberian dosis berulang, obat akan mencapai kondisi seimbang setelah
kurang lebih 3 minggu. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB
terbagi dalam 2-3 dosis harian. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan
dan umumnya berhasil bila batu berukuran kecil dan murni merupakan batu
kolesterol, serta memiliki angka kekambuhan sebesar 50 % dalam 5 tahun.
Terapi
operatif......
Sebaiknya tidak dilakukan terapi bedah untuk batu empedu asimptomatik.
Terdapat beberapa indikasi untuk melakukan kolesistektomi pada batu empedu
asimpomatik, antara lain adalah:
 Pasien dengan batu empedu besar yang berdiameter lebih dari 2 cm
 Pasien dengan kandung empedu yang nonfungsional atau nampak mengalami
kalsifikasi (porcelain gallbladder) pada pemeriksaan pencitraan dan pada pasien
yang berisiko tinggi mengalami karsinoma kandung empedu
 Pasien dengan cedera medula spinalis atau neuropati sensorik yang
mempengaruhi abdomen
 Pasien dengan anemia sel sabit, dimana kita akan sulit membedakan antara
krisis yang menyebabkan nyeri dengan kolesistitis
KOMPLIKASI
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus.
Kebanyakan pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik.

Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau


pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda
deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan
atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh
pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam
atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000
sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 μmol/L (5mg/dl)] pada 45 %
pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum
(biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya
meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan
lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase
dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan
menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi
kandung empedu dipertimbangkan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan
sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang pada
kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya
batu empedu membantu penegakkan diagnosis.
T.H.A.N.K
Y.O.U

Anda mungkin juga menyukai