Pembimbing:
dr. Dwi Budi Darmawati, Sp. PD-KR
KT: Mual, Muntah, BAB cairpucat seperti dempul, nafsu makan menurun,
Badan berubah warna menjadi kuning, BAK pekat seperti teh, demam
RPS: Pasien datang dengan ke IGD dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri
dirasakan di kanan atas menjalar ke selruh lapang abdomen. Nyeri seperti di tusuk
tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri bertambah berat beberapa menit setelah
makan. Nyeri timbul dengan durasi kurang lebih 20 menit. Pasien merasa mual sampai
muntah lebih dari 2 kali/hari, isi muntah cairan. Pasien tidak nafsu makan. Badan
berubah kuning kurang lebih sejak 1 minggu SMRS, bab terakhir tadi malam, cair
dengan warna bab pucat seperti dempul. Buang air kecil pekat seperti teh sejak 1
minggu SMRS. Demam diakui, bengkak bengkak disangkal. Sebelum dibawa ke rs pasien
minum obat penurun panas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan/Operasi
Pasien belum pernah mondok sebelumnya
Normocephale, distribusi
rambut merata & mudah
dicabut. Wajah simetris,
edema (-)
BB : 47 Kg
TB : 158 Cm
TD : 70 / 50 mmHg
Nadi : 120 x / menit
• KU : Tampak sakit sedang Respirasi : 28 x / menit
• KS : Composmentis Suhu : 36,3 0C
(GCS E4 M6 V5) Saturasi : 97 %
HIDUNG MATA
Napas cuping hidung (-), Deviasi septum (-), Edema palpebral (-). Pupil isokor 3
Mukosa hiperemis -/-, Sekret -/- mm/ 3 mm, refleks cahaya
langsung +/+, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik +/+
LEHER
MULUT
USG Abdomen
Kesan:
• Cholelithiasis (Suggestive Calcium Bilirubinat) dan hydrops VF
(Ukuran LK 4,1 x 11,66 cm )
• Sludge VF
• Hepatomegali ringan dan simple cyst lobus dextra hepar
• Cholestasis intrahepatal bilateral (diameter IHBD 1,36 cm)
• Vu tak terisi cairan tak valid dinilai
• Sonography tak tampak kelainan pada morfologi ren bilateral, lien,
pancreas dan uterus
• Tak tampak lymphadenopathy para - aortici
Diagnosis
Non Farmakologi
Edukasi
Tirah Baring
Diet rendah lemak
Motivasi Rujuk ke Bedah
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam: dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Analisa
Pada pembahasan kasus ini diketahui bahwa seorang wanita usia 60 tahun datang dengan
keluhan nyeri di perut bagian kanan atas kurang lebih 5 hari SMRS.
Pada pasien nyeri dirasakan muncul bertahap, menjalar ke punggung dan hilang
timbul dengan durasi nyeri 30 menit.
Nyeri yang muncul bertahap dan kemudian berubah makin hebat biasanya
disebabkan oleh sumbatan yang muncul sedikit demi sedikit dan adanya proses
radang. Nyeri yang menjalar ke pinggang dan ke arah belikat (skapula) merupakan
gejala yang khas pada nyeri bilier. Nyeri yang bersifat hilang timbul merupakan nyeri
kolik diakibatkan oleh adanya spasme (kontraksi) yang berjeda dari otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi
usus, batu ureter, batu empedu).
Adanya keluhan pasien berupa nyeri di perut kanan atas yang muncul secara
perlahan dari ringan sampai nyeri bertambah berat, serta penjalaran ke punggung
dan hilang timbul dapat dicurigai bahwa terdapat kelainan pada organ berongga di
perut kanan atas salah satunya yakni kandung empedu.
Terapi
Definisi
Diagnosis
Epidemiologi
Etiologi
Cholelitiasis
Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang
terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu
dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat
menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa.
Epidemiologi
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam
kelompok risiko tinggi yang disebut ”4 Fs” : forty (usia
diatas 40 tahun lebih berisiko), female (perempuan lebih
berisiko), fertile (paritas), fatty (obesitas).
Pembentukan batu empedu adalah multifaktorial. Studi
sebelumnya telah mengindentifikasi jenis kelamin
perempuan, bertambahnya usia, kegemukan, riwayat
keluarga dengan batu empedu, etnis, jumlah kehamilan
merupakan faktor risiko batu empedu.
Faktor Resiko
Umur
Setelah usia 40 tahun risiko terjadi batu empedu 4 hingga 9
kali lipat. usia tua memiliki paparan panjang untuk banyak
faktor kronis seperti hiperlipidemia, konsumsi alkohol, dan
DM. Hal ini akan menyebabkan penurunan motilitas kandung
empedu dan terbentuknya batu empedu.
Dislipidemia
Penurunan level High density lipoprotein (HDL) merupakan salah
satu risiko terjadinya batu empedu. Kolesterol bilier utamanya
berasal dari HDL – C. Penurunan konsentrasi HDL – C dikaitkan
dengan resistensi insulin. Penelitian lain menyebutkan bahwa
peningkatan kadar Trigliserida (TG) menyebabkan penurunan
kontraksi dari kandung empedu yang berakibat pembentukan batu
empedu.
Faktor Resiko
Diabetes melitus
Hiperglikemia menghambat sekresi bile dari hati dan dapat
menggangu kontraksi dari kantung empedu serta menpunyai
efek terhadap molititas dari kandung empedu hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya batu empedu
Etiologi
Perubahan susunan empedu : kolesterol cepat mengendap
(terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak
absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. )
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain.
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Terapi
Konservatif ......
Untuk penatalaksanaan konservatif dapat diberikan obat yang dapat menekan
sintesis dan sekresi kolesterol, serta menginhibisi absorbsi kolesterol di usus.
Ursodiol merupakan jenis obat yang paling sering digunakan. Ursodiol (asam
ursodeoksikolat) diindikasikan untuk batu empedu radiolusens yang
berdiameter kurang dari 20 mm pada pasien yang tidak dapat menjalani
kolesistektomi. Obat ini memiliki sedikit efek inhibitorik pada sintesis dan
sekresi asam empedu endogen ke dalam cairan empedu dan nampaknya
tidak mempengaruhi sekrresi fosfolipid ke dalam cairan empedu. Setelah
pemberian dosis berulang, obat akan mencapai kondisi seimbang setelah
kurang lebih 3 minggu. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB
terbagi dalam 2-3 dosis harian. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan
dan umumnya berhasil bila batu berukuran kecil dan murni merupakan batu
kolesterol, serta memiliki angka kekambuhan sebesar 50 % dalam 5 tahun.
Terapi
operatif......
Sebaiknya tidak dilakukan terapi bedah untuk batu empedu asimptomatik.
Terdapat beberapa indikasi untuk melakukan kolesistektomi pada batu empedu
asimpomatik, antara lain adalah:
Pasien dengan batu empedu besar yang berdiameter lebih dari 2 cm
Pasien dengan kandung empedu yang nonfungsional atau nampak mengalami
kalsifikasi (porcelain gallbladder) pada pemeriksaan pencitraan dan pada pasien
yang berisiko tinggi mengalami karsinoma kandung empedu
Pasien dengan cedera medula spinalis atau neuropati sensorik yang
mempengaruhi abdomen
Pasien dengan anemia sel sabit, dimana kita akan sulit membedakan antara
krisis yang menyebabkan nyeri dengan kolesistitis
KOMPLIKASI
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus.
Kebanyakan pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik.