Anda di halaman 1dari 22

Wrap-up Problem Based Learning

Skenario 1
Blok Panca Indera

MATA MERAH
Di susun oleh :

ANGGI PRASETYO 1102009031

Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI, Jakarta
Semester VI
SKENARIO 1

MATA MERAH

Amir 26 tahun mengeluh mata kiri merah dan pandangan kabur. Gejala ini dirasakan sejak 1
minggu yang lalu setelah membantu orangtuanya panen padi. Semula, mata hanya tampak merah
dan terasa lengket saat bangun pagi, semakin lama bertambah berat dengan munculnya bercak
putih di media refrakta bagian kornea disertai fotophobi, foreign body sensation, dan
lakrimasi.

Pada pemeriksaan ophtalmology:


Mata kanan : VOD 6/6, lain-lain dalam batas normal
Mata kiri : tampak kotor dan banyak sekret
VOS 6/40 pinhole tak maju
- Palpebra : spasme
- Konjungtiva : hyperemia, terdapat konjungtiva injeksi dan prekonjungtiva
injeksi/injeksi siliar
- Kornea : tampak lesi putih keabu-abuan, permukaan kasar, batas
tidak tegas, bentuk satelit
- COA tidak ada kelainan, pupil/iris tidak ada kelainan, lensa
tidak ada kelainan.

Setelah mendapatkan terapi, pasien diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai tuntunan ajaran Islam.

2
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan anatomi mata


1.1. Menjelaskan makroanatomi mata
1.2. Menjelaskan mikroanatomi (histologi) mata (media refrakter)

2. Memahami dan menjelaskan fisiologi mata


2.1. Menjelaskan fungsi komponen mata
2.2. Menjelaskan proses penglihatan

3. Memahami dan menjelaskan mata merah


3.1. Menjelaskan mata merah dengan visus normal
3.2. Menjelaskan mata merah dengan visus menurun

4. Memahami dan menjelaskan konjungtivitis dan keratitis


4.1. Menjelaskan konjungtivitis
4.2. Menjelaskan keratitis

5. Memahami dan menjelaskan ajaran Islam tentang indera mata

3
1. ANATOMI MATA
1.1. Makroanatomi Mata
Mata tertanam di dalam korpus adiposum orbital, tetapi dipisahkan dari korpus
adiposum ini oleh selubung fascial bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan, dari
luar ke dalam: tunika fibrosa, tunika vaskulosa (uvea) yang berpigmen, dan tunika
nervosa. Isi bola mata adalah media refraksi: humor aquosus, korpus vitreum, dan
lensa.

Gambar 1.1 Anatomi bola mata, potongan horizontal


4
a. Humor aquosus adalah cairan bening yang mengisi kamera anterior dan kamera
posterior bulbi. Diduga cairan ini merupakan sekret dari prosesus siliaris, dari sini
mengalir ke dalam kamera anterior melalui pupil dan mengalir keluar melalui celah
yang ada di angulus iridokornealis masul ke dalam kanalis Schlemmi. Hambatan
aliran keluar humor aquosus mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular, yang
disebut glaukoma. Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan degeneratif pada
retina, yang berakibat kebutaan.
Fungsi humor aquosus ini adalah untuk menyokong dinding bola mata dengan
memberi tekanan dari dalam, sehingga menjaga bentuk bola matanya. Cairan ini
juga memberi makanan pada kornea dan lensa dan mengangkut hasil-hasil
metabolisme. Fungsi ini penting karena kornea dan lensa tidak mempunyai
pembuluh darah.

b. Korpus vitreum mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel yang
transparan. Kanalis hyaloideus adalah saluran sempit yang berjalan melalui korpus
vitreum dari diskus nervi optici ke permukaan posterior lensa. Pada janin, saluran
ini berisi arteri hyaloidea, yang menghilang beberapa saat sebelum lahir.
Fungsi korpus vitreum adalah sedikit menambah daya pembesaran mata, juga
menyokong permukaan posterior lensa dan membantu meletakkan pars nervosa
retina ke pars pigmentosa retina.

c. Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh kapsula
transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreum, serta
dikelilingi prosesus siliaris.
Lensa terdiri atas (1) kapsula elastis, yang membungkus struktur; (2) epitel
kuboid, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae lentis, yang
dibetuk oleh epitel kuboid pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian
terbesar lensa.
Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. siliaris berkontraksi
dan menarik korpus siliaris ke depan dan dalam, sehingga serabut-serabut radial
ligamentum suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa yang
elastis menjadi lebih bulat.

1.2. Mikroanatomi (Histologi) Mata (Media Refrakter)


Isi bola mata adalah media refraksi: kornea, aquos humor, lensa, dan korpus vitreus.

Sklera
Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan mempertahankan bentuk ukuran bola
mata. Berkas serat kolagen yang gepeng pada sklera sebagian besar terletak sejajar
permukaan, tetapi berkas saling menyilang di segala arah, dengan jaring-jaring halus
serat elastik di antara berkas, juga sejumlah substansi dasar, dan sejumlah kecil
fibroblas yang gepeng/pipih dan bercabang-cabang. Lapisan paling luar, jaringan
episkleralis, merupakan cabang fibroelastik jarang yang di luar melanjutkan diri dengan
jaringan fibrosa padat kapsula Tenon, dengan dibatasi oleh jaringan longgar (ruang
Tenon). Tendo otot ekstraokular berjalan melalui kapsula untuk berinsersi ke sklera.
Bola mata dapat berputar oleh karena ruang ini dan karena lemak orbital.

5
Antara skleranya sendiri dengan koroid terdapat suatu lapisan tipis, lamina fuska
(lapis gelap), dengan berkas kolagen kecil, sejumlah besar serat elastik, dan melanosit.
Di posterior, sklera ditembusi serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa. Sklera
mengandung pembuluh darah, terutama pada limbus, dan beberapa serat saraf elastis.

Kornea
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak
melengkung secara uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan ‘hasil’
indeks refraksi dan radius lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa.
Secara anatomis, kornea mempunyai dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah
peralihan dengan lebar sekitar 1 mm pada tepi kornea). Sementara kornea asli bersifat
avaskular, limbus mempunyai pembuluh darah dan limf. Kornea asli, secara
histologik, terdiri dari lima lapisan:
∗ Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah,
kemudian tiga atau empat lapisan sel polihedral (sel ‘sayap’), dan satu atau dua
lapisan sel permukaan yang gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir
saraf bebas, dan mempunyai daya regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya
terjadi dalam lapisan basal.
∗ Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 μm,
tak berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel
dengan serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir
dengan tegas/mendadak pada limbus.
∗ Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya),
bersifat tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan
serat lebar, seperti pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-
sudut yang berbeda. Lamel saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara
lamel yang berdampingan. Fibroblas berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang
ramping, terletak antara lamel.
∗ Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam
substansi propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung
serabut kecil dengan periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang
amat teratur. Secara kimiawi, materinya adalah kolagen.
∗ Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu
lapis sel kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks
tautan, permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik.
Vesikula ini mentransportasikan cairan dan larutan.
Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan
difusi pembuluh perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.
Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal
hanya 1 mm, antara kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau
lebih lapisan dan melanjutkan diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti
dengan tiba-tiba, membran Descemet menipis dan memecah dan melanjutkan diri
menjadi trabekula ligamen pektinata, dan stroma kornea menjadi kurang teratur dan
secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang khas menjadi kurang
teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi yang baik.

6
Lensa
Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada
anterior. Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub
posterior. Garis yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah
ekuator. Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan
sklerotik dengan bertambahnya usia. Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini
ditahan (dan lensa menggepeng) karena tegangan pada zonula. Secara struktural,
terdapat tiga komponen:
∗ Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 μm pada permukaan
anterior, tetapi hanya 5-6 μm pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen,
agaknya merupakan membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung
glikoprotein dan kolagen tipe IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke
badan siliar sebagai ligamen suspensorium/penyokong.
∗ Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat
epitel subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak
di luar dalam hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk
kompleks jungsional dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi
dan beralih menjadi serat lensa, lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan
penambahan serat ini. Dengan memanjangnya sel kapsul pada ekuator, ujung
anteriornya bergeser di bawah epitel lensa dengan ujung posterior di bawah kapsul di
bagian posterior.
∗ Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing
berbentuk sebagai prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara
konsentris dan sejajar permukaan lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang
lebih muda mengandung inti dan beberapa organel. Di bagian tengah, dalam inti
lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak homogen. Serat yang
berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang terdiri dari juluran sitoplasma
yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan desmosom bercak.

Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari
humor aqueus dan badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma
serat lensanya sangat tidak permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh
ligamen suspensorium, disebut zonula, yang terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri
dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke ekuator lensa, sehingga meliputi
lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat zonular memecah menjadi serat yang lebih
halus yang menyatu dengan kapsul lensa.

Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang
memenuhi ruang antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar
dengan lekukan pada bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini
melekat pada epitel siliar, terutama sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar
mengandung glikosaminoglikans yang terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan
serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut ini lebih padat pada bagian perifer
dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan berjalan anteroposterior.

7
Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula mengandung arteri hyaloidea pada
masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan
merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan pemeliharaan
kolagen dan asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada membran
limitans interna. Badan vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.

2. FISIOLOGI MATA
2.1. Fungsi Komponen Mata
a. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika fibrosa. Bagian posterior
tunika fibrosa adalah sklera opaque yang berisi jaringan ikat fibrosa putih.
∗ Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat perlekatan
untuk otot ekstrinsik
∗ Kornea adalah perpanjangan anterior yang transparan pada sklera di bagian
depan mata. Bagian ini mentransmisi cahaya dan memfokuskan berkas cahaya.

b. Lapisan tengah bola mata disebut tunika vaskular (uvea), dan tersusun atas
koroid, badan siliaris, dan iris.
∗ Lapisan koroid adalah bagian yang sangat terpigmentasi untuk mencegah
refleksi internal berkas cahaya. Bagian ini juga sangat tervaskularisasi untuk
memberikan nutrisi pada mata, dan elastik sehingga dapat menarik ligamentum
suspensori.
∗ Badan siliaris, suatu penebalan di bagian anterior lapisan koroid, mengandung
pembuluh darah dan otot siliaris. Otot melekat pada ligamentum suspensori,
tempat perlekatan lensa. Otot ini penting dalam akomodasi penglihatan, atau
kemampuan untuk mengubah fokus dari objek berjarak jauh ke objek berjarak
dekat di depan mata.
∗ Iris, perpanjangan dari sisi anterior koroid, merupakan bagian mata yang
berwarna bening. Bagian ini terdiri dari jaringan ikat dan otot radialis serta
sirkularis, yang berfungsi untuk mengendalikan diameter pupil.
∗ Pupil adalah ruang terbuka yang bulat pada iris yang harus dilalui cahaya untuk
dapat masuk ke interior mata.

c. Lensa adalah struktur bikonveks yang bening tepat di belakang pupil. Elastisitasnya
sangat tinggi, suatu sifat yang akan menurun seiring proses penuaan.

d. Rongga mata. Lensa memisahkan interior mata menjadi dua rongga: rongga
anterior dan rongga posterior.
∗ Rongga anterior terbagi menjadi dua ruang.
- Ruang anterior terletak di belakang kornea dan di depan iris; ruang posterior terletak di depan
lensa dan di belakang iris.
- Ruang tersebut berisi aqueous humor, suatu cairan bening yang diproduksi oleh prosesus
siliaris untuk mencukupi kebutuhan nutrisi lensa dan kornea. Aqueous humor mengalir ke
saluran Schlemm dan masuk ke sirkulasi darah vena.

8
- Tekanan intraokular pada aqueous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata.
Jika aliran aqueous humor terhambat, tekanan akan meningkat dan mengakibatkan kerusakan
penglihatan, suatu kondisi yang disebut glaukoma.
∗ Rongga posterior terletak di antara lensa dan retina dan berisi vitreus humor,
semacam gel transparan yang juga berperan untuk mempertahankan bentuk bola
mata dan mempertahankan posisi retina terhadap kornea.

e. Retina, lapisan terdalam mata, adalah lapisan tipis dan transparan. Lapisan ini
terdiri dari lapisan terpigmentasi luar, dan lapisan jaringan saraf dalam.
∗ Lapisan terpigmentasi luar pada retina melekat pada lapisan koroid. Lapisan
ini adalah lapisan tunggal sel epitel kuboid yang mengandung pigmen melanin
dan berfungsi untuk menyerap cahaya berlebih dan mencegah refleksi internal
berkas cahaya yang melalui bola mata. Lapisan ini juga menyimpan vitamin A.
∗ Lapisan jaringan saraf dalam (optikal), yang terletak bersebelahan dengan
lapisan terpigmentasi, adalah struktur kompleks yang terdiri dari berbagai jenis
neuron yang tersusun dalam sedikitnya sepuluh lapisan terpisah.
- Sel batang dan kerucut adalah reseptor fotosensitif yang terletak berdekatan dengan lapisan
terpigmentasi.
- Neuron bipolar membentuk lapisan tengah dan menghubungkan sel batang dan sel kerucut ke
sel-sel ganglion.
- Sel ganglion mengandung akson yang bergabung pada regia khusus dalam retina untuk
membentuk saraf optik.
- Sel horizontal dan sel amakrin merupakan sel lain yang ditemukan dalam retina, sel ini
berperan menghubungkan sinaps-sinaps lateral.
- Cahaya masuk melalui lapisan ganglion, lapisan bipolar, dan badan sel batang dan kerucut untuk
menstimulasi prosesus dendrit dan memicu impuls saraf. Kemudian impuls saraf menjalar
dengan arah terbalik melalui kedua lapisan sel saraf.
∗ Bintik buta (diskus optik) adalah titik keluar saraf optik. Karena tidak ada
fotoreseptor pada area ini, maka tidak ada sensasi penglihatan yang terjadi pada
saat cahaya jatuh ke area ini.
∗ Lutea makula adalah area kekuningan yang terletak agak lateral terhadap pusat.
∗ Fovea adalah pelekukan sentral makula lutea yang tidak memiliki sel batang dan
hanya mengandung sel kerucut. Bagian ini adalah pusat visual mata; bayangan
yang terfokus di sini akan diinterpretasikan dengan jelas dan tajam oleh otak.

2.2. Proses Penglihatan

9
Berkas-berkas cahaya dari
separuh kiri lapangan
pandang jatuh di separuh
kanan retina kedua mata.
Demikian sebaliknya,
berkas-berkas cahaya dari
separuh kanan lapangan
pandang jatuh di separuh
kiri retina kedua mata.
Tiap-tiap saraf optikus
keluar dari retina
membawa informasi dari
kedua belahan retina yang
dipersarafi. Informasi ini
dipisahkan sewaktu kedua
saraf optikus tersebut
bertemu di kiasma
optikus. Di dalam kiasma
optikus, serat-serat dari
separuh medial kedua
retina bersilangan ke sisi
yang berlawanan, tetapi
serat-serat yang dari
separuh lateral tetap di
sisi yang sama. Berkas-
berkas serat yang telah
Gambar 2.1 Traktus optikus direorganisasi dan
meninggalkan kiasma
optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap traktus optikus membawa informasi
dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial retina yang lain. Dengan
demikian, persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua mata yang yang
membawa informasi dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap traktus
optikus menyampaikan ke belahan otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh
lapangan pandang dari sisi yang berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk
informasi dalam jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di
korpus atau nucleus genikulatum, serat-serat dari bagian nasal retina dan temporal
retina yang lain bersinaps di sel-sel yang axonnya membentuk traktus
genikulokalkarina. Traktus ini menuju ke lobus oksipitalis korteks serebrum (area
Brodmann 17).

3. MATA MERAH
3.1. Mata Merah dengan Visus Normal
Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Tidak Kotor/Belek
a. Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pteregium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian

10
sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang, dan bila terjadi iritasi,
maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua
mata. Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan
diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
b. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari,
debu, dan angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian
nasal. Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
c. Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah
rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan). Dapat juga terjadi akibat trauma
langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutup perforasi jaringan bola
mata yang terjadi.
d. Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti
tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi
toksik, alergik, atau bagian dari infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara
spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama
perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit reumatik.
e. Skleritis biasanya disebabkan oleh kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering
disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadang-
kadang disebabkan oleh tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis,
hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Skleritis biasanya terlihat bilateral dan
juga sering terdapat pada perempuan.

Mata Merah dengan Penglihatan Normal dan Kotor atau Belek


Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuknya sekret. Sekret merupakan
produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret
konjungtivitis dapat bersifat:
∗ Air, kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus atau alergi
∗ Purulen, oleh bakteria atau klamidia
∗ Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok
∗ Lengket, oleh alergi atau vernal
∗ Seros, oleh adenovirus
Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dengan
pewarnaan Giemsa, maka akan didapat dugaan kemungkinan penyebab sekret seperti
terdapatnya:
∗ Limfosit—monosit—sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin
disebabkan oleh virus
∗ Neutrofil oleh bakteri
∗ Eosinofil oleh alergi
∗ Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia
∗ Sel raksasa multinuklear oleh herpes

11
∗ Sel Leber—makrofag raksasa oleh trakoma
∗ Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye
∗ Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia

3.2. Mata Merah dengan Visus Menurun


a. Keratitis. Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang
terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial/profunda. Keratitis dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi
alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun.
Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.
b. Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva. Kelainan ini dapat terjadi pada penyakit yang mengakibatkan
defisiensi komponen lemak air mata, defisiensi kelenjar air mata, defisiensi
komponen musin, akibat penguapan yang berlebihan, atau karena parut pada kornea
atau menghilangnya mikrovil kornea. Pasien akan mengeluh mata gatal, seperti
berpasir, silau, penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang
berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi
kornea.
c. Tukak (ulkus) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang. Tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun,
dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Staphylococcus
aureus, H. influenzae, dan M. lacunata.
d. Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi
kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan
perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren
sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga
penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan
alergi terhadap toksin ankilostoma. Penyakit ini lebih sering terdapat pada wanita
usia pertengahan.
e. Glaukoma akut. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya
merupakan glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intraokular meningkat mendadak. Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata
sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui
pupil, sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui
sudut bilik mata (mekanisme blokade pupil). Biasanya terjadi pada usia lebih
daripada 40 tahun. Pada glaukoma primer sudut tertutup akut, terdapat anamnesa
yang khas sekali berupa nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung
beberapa jam dan hilang setelah tidur sebentar. Melihat palangi (halo) sekitar lampu
dan keadaan ini merupakan stadium prodromal. Terdapat gejala gastrointestinal
berupa enek dan muntah yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada
serangan glaukoma akut.

12
Tabel 3.1 Mata merah dengan visus normal ataupun turun
Gejala Konjungtivitis akut Iritis akut Glaukoma akut
Sakit Nihil Sedang Sangat hebat
Pegal Tidak Mencolok Mencolok
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Visus Tak dipengaruhi, kecuali Berkurang sedikit (<N) Berkurang mencolok (<<
bentuk sekresi pada N)
permukaan kornea (N)
Sakit Membakar & gatal; tak Cukup hebat pada mata & Hebat pada mata &
sakit sungguh-sungguh; cabang pertama n. V sepanjang seluruh n. V
rasa benda asing
Serangan Perlahan Biasanya perlahan Mendadak
Tanda Absen Ringan Mual dan muntah
konstitusional
muntah
Sekret (+) (-) (-)
Kotoran Jernih, mukous, atau Berair Refleks air
mukopurulen
Purulen Pembesaran umum Merah di sekeliling kornea Menebal di sekeliling
konjungtiva Kongesti siliar kornea
Kongesti superfisial sirkumkorneal dalam Kongesti siliar, episkleral,
konjungtiva merah pucat transparan dan konjungtival kemotik
Injeksi Superfisial berkurang ke Siliar dalam mengitari Siliar – dalam
arah kornea kornea berkurang ke arah
fornik
Kornea Jernih; tapi dapat berwarna Deposit pada endotel Suram & tak sensitif
dengan fluoresin bila kornea (keratik presipitat) Edema epitel
epitel kornea di- dapat hadir
Tak terlibat Dapat terisi sel-sel, Dangkal
Bilik depan kekeruhan yang
melayang, eksudat
Suar/fler - -/+ ++ -/+
Iris Tak dikenal Gambaran iris tak tegas Kongesti, terdorong ke
atau muddy; mungkin depan, abu-abu-hijau
terdapat sinekia posterior warna berubah
bengkak, suram warna
berubah
Pupil Normal Mengecil; iregular sinekia Dilatasi; kadang lonjong,
posterior sinekia imobil
Visus Baik, kecuali tertutup Sedang, kabur Buruk
kotoran (belek) Tinggi sangat keras (sangat
Tensi Normal Biasanya normal atau renda pegal)
Tidak terkena (pegal), normal sedikit
Penyulit sistemik Nihil Sedikit Lemah dan muntah

13
Tabel 3.2 Perbandingan keadaan umum pada tiap-tiap kondisi mata merah
Kondisi Sakit Fotofobia Visus Injeksi
1 Konjungtivitis Ringan/sedang Tak ada; ringan Suram ringan Kelopak dan mata
karna kotoran
2 Episkleritis Sedang Tak ada Normal Pembuluh-
pembuluh dalam
sklera, sering
lokal
3 a. Ulkus kornea Tak ada sampai Bervariasi Biasanya menurun Difus
karena hebat sering
bakteri/jamur
b. Ulkus kornea Rasa benda asing Sedang Menurun ringan Ringan-sedang
karena virus
4 Luka bakar Sedang Hebat Menurun Sedang
kornea non-
alkali (UV
atau lain-lain)
5 Uveitis Ringan-sedang Ringan-sedang Normal atau Dekat limbus
menurun sedang
6 Glaukoma akut Hebat atau ringan Hebat atau ringan Menurun karena Difus
edema kornea
7 Selulitis orbita Tak ada hebat Tak ada hebat Normal atau Difus dengan
menurun kemosis
8 Endoftalmitis Hebat Sedang-mencolok Menurun secara Hebat
mendadak

Tabel 3.3 Diagnosis banding mata merah


Gejala Glaukoma Konjungtivitis
Uveitis akut Keratitis
subyektif akut Bakteri Virus Alergi
1. * Visus +++ +/++ +++ - - -
2. * Rasa nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
3. * Fotofobia + +++ +++ - - -
4. * Halo ++ - -- - - -
5. Eksudat - - -/+++ +++ ++ +
6. Gatal - - - - - ++
7. Demam - - - - -/++ -
* Gejala subyektif berat dan harut diobati oleh dokter ahli mata.

14
4. KONJUNGTIVITIS & KERATITIS
4.1. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata.
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan
bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum
contagiosum.
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih
nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil,
folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti adanya benda
asing, dan adenopati preaurikular.
Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel
pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal.

Konjungtivitis Bakteri
Pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret mata, dan iritasi mata. Organisme
penyebab tersering adalah Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan
Haemophilus. Kondisi ini biasanya sembuh sendiri meski obat tetes mata antibiotik
spektrum luas akan mempercepat kesembuhan. Apusan konjungtiva untuk kultur
diindikasikan bila keadaan ini tidak menyembuh.
Oftalmia neonatorum, yaitu konjungtivitis yang terjadi pada 28 hari pertama
kehidupan neonatus, merupakan penyakit yang mudah dikenali. Apusan untuk kultur
harus dilakukan. Selain itu, penting untuk memeriksa kornea untuk menyingkirkan
ulserasi.
Organisme penyebab tersering adalah:
∗ Konjungtivitis bakteri (biasanya Gram positif).
∗ Neisseria gonorrhoea. Pada kasus berat dapat menyebabkan perforasi kornea.
Penisilin topikal dan sistemik masing-masing diberikan untuk mengobati penyakit
lokal dan sistemik.
∗ Herpes simpleks, yang dapat menyebabkan parut kornea. Antivirus topikal
digunakan untuk mengobati keadaan ini.
∗ Klamidia. Penyakit ini dapat menyebabkan konjungtivitis kronis dan parut kornea
yang dapat mengancam penglihatan. Salep tetrasiklin topikal dan eritromisin
sistemik masing-masing digunakan untuk mengobati penyakit lokal dan sistemik.

Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis ini dibedakan dari konjungtivitis bakteri berdasarkan:
∗ Sekret berair dan purulen terbatas;
∗ Adanya folikel konjungtiva dan pembesaran kelenjar getah bening preaurikular;
∗ Selain itu mungkin juga terdapat edema kelopak dan lakrimasi berlebih.
Konjungtivitis ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri namun sangat
menular. Organisme penyebab tersering adalah adenovirus dan, yang lebih jarang,
Coxsackie dan pikornavirus. Adenovirus juga dapat menyebabkan konjungtivitis yang
berhubungan dengan pembentukan pseudomembran pada konjungtiva. Serotipe
adenovirus tertentu juga menyebabkan keratitis pungtata yang menyulitkan. Terapi
15
untuk konjungtivitis ini tidak diperlukan, kecuali terdapat infeksi bakteri sekunder.
Pasien harus diberikan instruksi higiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi
(misal menggunakan handuk yang berbeda). Terapi keratitis masih kontroversial.
Penggunaan steroid mengurangi gejala dan menyebabkan hilangnya opasitas kornea,
namun inflamasi ulangan (rebound inflammation) sering terjadi ketika steroid
dihentikan.

Infeksi Klamidia
Berbagai serotipe Chlamydia trachomatis yang merupakan organisme intraselular
obligat menyebabkan dua bentuk infeksi mata.
a. Keratokonjungtivitis inklusi. Penyakit ini merupakan penyakit yang ditularkan
secara seksual dan dapat berlangsung kronis (hingga 18 bulan), kecuali diterapi
dengan adekuat. Pasien datang dengan konjungtivitis folikular mukopurulen dan
terjadi mikropanus (vaskularisasi dan parut kornea superfisial perifer) yang
berhubungan dengan parut subepitel. Uretritis dan servisitis sering terjadi.
Diagnosis dikonfirmasi dengan deteksi antigen klamidia, menggunakan
immunofluoresensi atau dengan identifikasi badan inklusi khas dari apusan
konjungtiva atau spesimen kerokan dengan pewarnaan Giemsa. Konjungtivitis
inklusi diobati dengan tetrasiklin topikal dan sistemik. Pasien harus dirujuk ke
klinik penyakit menular seksual.
b. Trakoma merupakan penyebab infektif kebutaan tersering di dunia, meski tidak
sering terjadi di negara maju. Lalat rumah merupakan vektor penyakit ini dan
penyakit mudah berkembang dengan higiene yang buruk dan penduduk yang padat
di iklim kering dan panas. Tanda penting penyakit ini adalah fibrosis
subkonjungtiva yang disebabkan oleh reinfeksi yang sering terjadi pada kondisi
tidak higienis. Kebutaan dapat terjadi karena parut kornea akibat keratitis dan
trikiasis berulang. Trakoma diobati dengan tetrasiklin atau eritromisin oral atau
topikal. Azitromisin, sebagai alternatif, hanya memerlukan sekali pemakaian.
Entropion dan trikiasis membutuhkan koreksi bedah.

Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis:
a. Akut (konjungtivitis demam hay). Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang
diperantarai IgE terhadap alergen yang tersebar di udara (biasanya serbuk sari).
Gejala dan tanda antara lain: rasa gatal, injeksi dan pembengkakan konjungtiva
(kemosis), serta lakrimasi.
b. Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE. Sering
mengenai anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun.
Gejala dan tanda antara lain: rasa gatal, fotofobia, lakrimasi, konjungtivitis papilar
pada lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk membentuk cobblestone
raksasa), folikel dan bintik putih pada limbus, lesi pungtata pada epitel kornea, plak
oval opak yang pada penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian atas epitel
kornea.

4.2. Keratitis

16
Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti
bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat,
namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka
atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering
juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus, dan jamur dapat
menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simpleks tipe 1
(HSV-1). Selain itu, penyebab lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap
cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata
yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain,
kekurangan vitamin A, dan penggunaan lensa kontak yang kurang.
Gejala keratitis antara lain: keluar air mata yang berlebihan, nyeri, penurunan
tajam penglihatan, radang pada kelopak mata (bengkak, merah), mata merah, sensitif
terhadap cahaya (fotofobia).
Pengobatan antibiotik, anti-jamur, dan antivirus dapat digunakan tergantung
mikroorganisme penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi
bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat
diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser
terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat
membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti-
jamur, dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat
ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter. Pengobatan yang tidak baik atau salah
dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat kortikosteroid topikal dapat menyebabkan
perburukan kornea pada pasien dengan keratitis akibat HSV. Pasien dengan keratitis
dapat menggunakan tutup mata untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing,
dan bahan iritatif lainnya. Kontrol yang baik ke dokter mata dapat membantu
mengetahui perbaikan dari mata.
Pencegahan. Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan disinfektan
pembersih yang steril untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan
tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak. Pemeriksaan mata rutin ke
dokter mata disarankan karena kerusakan kecil di kornea dapat terjadi tanpa
sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak
bila mata menjadi merah atau iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya untuk
diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap
3 bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu. Makan makanan
bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di tempat yang
potensial berbahaya bagi mata dapat mengurangi risiko terjadinya keratitis. Kacamata
dengan lapisan anti-ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata dari sinar
UV.

Keratitis Superfisial
Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisial antara lain adalah:

17
a. Keratitis pungtata superfisialis adalah suatu keadaan dimana sel-sel pada
permukaan kornea mati. Penyebabnya bisa berupa infeksi virus, bakteri, mata
kering, sinar ultraviolet (sinar matahari, sinar lampu, sinar dari las listrik), iritasi
akibat pemakaian lensa kontak jangka panjang, iritasi atau alergi terhadap obat tetes
mata, efek samping obat tertentu (misalnya vidabirin).
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa mata yang terasa nyeri, berair, merah,
peka terhadap cahaya (fotofobia), dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika
penyebabnya adalah sinar UV, maka gejala-gejala biasanya muncul agak lambat
dan berlangsung selama 1-2 hari. Jika penyebabnya virus, maka kelenjar getah
bening di depan telinga akan membengkak dan nyeri bila ditekan. Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal, dan mengeluarkan
kotoran.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman
penglihatan, tes refraksi, tes air mata, pemeriksaan slit-lamp, respon refleks pupi,
keratometri (pengukuran kornea), pewarnaan fluoresensi kornea.
Pengobatan. Keratitis pungtata superfisialis biasanya berakhir dengan
penyembuhan sempurna. Jika penyebabnya virus, tidak perlu diberikan pengobatan
khusus dan penyembuhan biasanya terjadi dalam waktu 3 minggu. Jika
penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Jika penyebabnya adalah mata
kering, diberikan salep dan air mata buatan. Jika penyebabnya adalah sinar UV atau
lensa kontak, diberikan salep antibiotik dan obat untuk melebarkan pupil. Jika
penyebabnya adalah reaksi obat-obatan, maka sebaiknya pemakaian obat
dihentikan.
b. Keratitis pungtata superfisial. Membuktikan gambaran seperti infiltrat halus
bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial
berwarna hijau bila diwarnai fluoresense.
c. Keratitis pungtata subepitel. Keratitis yang terkumpul di daerah membran
Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa
terlihatnya kelainan konjungtiva ataupun tanda akut.

Keratitis Intersitisial
Keratitis ini ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Keratitis interstisial
dapat terjadi akibat alergi atau infeksi Spirochaeta ke dalam stroma kornea. Keratitis
interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi,
disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa. Biasanya akan memberi keluhan sebagai
fotofobia, lakrimasi, dan penurunan visus. Pada keratitis ini, keluhan akan bertahan
seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea
seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan sebukan pembuluh darah
ke dalam, sehingga memberi gambaran merah kusam yang disebut sebagai salmon
patch.

Keratitis Profunda

18
Bentuk-bentuk klinis keratitis profunda antara lain: (1) keratitis interstisialis leutik atau
keratitis sifilis kongenital, (2) keratitis sklerotikans. Berdasarkan penyebab, dapat
dibedakan antara lain:
a. Keratitis bakterial. Spesies bakteri seperti Staphylococcus, Streptococcus,
Pseudomonas, dan Enterobactericeae dapat menyebabkan keratitis bakterial.
b. Keratitis jamur. Biasanya dimulai dari suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting
pohon. Jamur pada keratitis ini adalah Fusarium, Curvularia, Cephalocheparium.
Keluhan baru akan timbul 5 hari sampai 3 minggu. Pada mata akan terlihat infiltrat
dengan hifa dan satelit bila terletak di dalam stroma, biasanya disertai dengan cincin
endotel dan plaque hipopion.
c. Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk:
∗ Keratitis dendritik merupakan keratitis superfisial yang membentuk infiltrat pada
permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang. Disebabkan HSV yang
biasa bermanifestasi dalam bentuk keratitis dengan gejala ringan disertai
sensibilitas kornea yang hipoestesi.
∗ Keratitis diskiformis mempunyai kekeruhan infiltrat bulat dan lonjong di dalam
jaringan kornea. Merupakan keratitis profunda superfisial yang terjadi karena
infeksi HSV.
d. Keratitis herpes zoster memberi gambaran pada ganglion Gaseri V. Bila yang
terkena cabang oftalmik, maka akan terlihat gejala herpes zoster pada mata. Gejala
tidak akan melampaui garis meridian kepala. Biasanya mengenai orang tua.
e. Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus
tipe 8. Ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada
konjungtiva tarsal yang dapat membuat jaringan parut.
f. Keratitis dimmer/numularis. Biasanya keratitis dengan ditemukan infiltrat yang
bundar di tepinya berbatas tegas sehingga memberi gambaran halo pada petani
sawah.

Keratitis Alergika
a. Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang pada kornea dan konjungtiva yang
merupakan reaksi imun yang mungkin cell-mediated pada jaringan yang sudah
sensitif terhadap antigen. Gambaran karakteristiknya adalah terbentuk papul pada
kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea yang berupa
benjolan berbatas tegas berwarna putih keabu-abuan dengan atau tanpa
neovaskularisasi yang menuju benjolan tersebut.
b. Keratitis fasikularis. Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang
menjalar dari limbus ke arah kornea. Biasanya berupa tukak kornea akibat flikten
yang menjalar ke daerah sentral disertai fasikulus pembuluh darah.
c. Keratokonjungtivitis vernal merupakan penyakit rekuren dengan peradangan
tarsus dan konjungtiva bilateral. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, akan
tetapi didapatkan pada musim panas. Pada kelopak yang dikenai terutama kelopak
atas sedang konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi yang kadang
berbentuk coble stone.
d. Keratitis lagoftalmus terjadi akibat kelopak mata tidak dapat menutup dengan
sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.

19
e. Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis karena kelainan saraf trigeminus,
sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

Keratitis Ulserativa Perifer


Keratitis ulserativa perifer adalah suatu peradangan dan ulserasi (pembentukan ulkus)
pada kornea yang sering kali terjadi pada penderita penyakit jaringan ikat (misalnya
artritis reumatoid).
Penyebab keratitis ulserativa perifer biasanya disebabkan oleh:
∗ penyakit non-infeksi: artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, sarkoidosis,
rosasea, arteritis sel raksasa, penyakit peradangan saluran pencernaan, kelainan
metabolisme, blefaritis, keratitis marginalis, pemakaian lensa kontak, cedera mata
karena bahan kimia, trauma, ataupun pembedahan;
∗ penyakit infeksi: tuberkulosis, sifilis, hepatitis, disentri basiler keratitis (karena virus,
bakteri, jamur, maupun akantamoeba).
Faktor risiko utama terjadinya penyakit ini adalah penyakit jaringan ikat dan
penyakit pembuluh darah.
Gejala yang timbul dapat berupa gangguan penglihatan, peka terhadap cahaya
(fotofobia), dan penderita merasa ada benda asing di matanya. Gejala lainnya adalah
mata berair, peradangan konjungtiva dan episklera.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata serta
pemeriksaan fisik.
Pengobatan lokal bertujuan untuk mencegah/mengurangi kerusakan kornea,
sedangkan pengobatan sistemik diberikan untuk mengatasi penyebabnya. Untuk
mengatasi penyebabnya, diberikan steroid sistemik dan obat penekan sistem kekebalan
(immunosupresan); obat tersebut juga efektif dalam mengontrol peradangan mata dan
sistemik. Immunosupresan yang diberikan biasanya adalag siklofosfamid. Jika diduga
penyebabnya adalah penyakit infeksi, maka diberikan antibiotik.
Beberapa teknik pembedahan yang dilakukan untuk mengatasi keratitis ulserativa
perifer:
∗ Perekat jaringan (misalnya lem sianoakrilat) digunakan pada ancaman perforasi yang
berukuran kurang dari 1-2 mm.
∗ Prosedur tektonik, yaitu keratoplasti, keratoplasti penetrasi, dan pencangkokan
bercak korneoskleral.

5. AJARAN ISLAM TENTANG INDERA MATA


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): “Hendaklah mereka
menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan
mereka….” (An-Nur: 30)

Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena
terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya
dari melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan
pandangannya dari melihat laki-laki.

20
Allah juga melanjutan firmannya yang menganjurkan para wanita untuk menjaga
paandangannya yaitu:
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan
sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)

-oOo-

21
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
James, Bruce. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi, Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC
Netter, Frank H. & Carlos A.G. Machado. 2003. Interactive Atlas of Human Anatomy, Version
3.0. New York: Icon Learning Systems LLC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai