Anda di halaman 1dari 23

Referat

TUBERKULOSIS KUTIS

Oleh:
Kemas Muhammad Alwan Dwiputra, S.Ked
04084821921087

Pembimbing:
dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV

BAGIAN/KSM DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
TUBERKULOSIS KUTIS

Oleh:
Kemas Muhammad Alwan Dwiputra, S.Ked
04084821921087

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 6 - 22 Juli
2020.

Palembang, Juli 2020


Pembimbing,

dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................................i
Halaman Pengesahan .............................................................................................. ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Daftar Gambar .........................................................................................................iv
Daftar Tabel .............................................................................................................v
Pendahuluan .............................................................................................................1
Etiopatogenesis ........................................................................................................2
Manifestasi Klinis ....................................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................................9
Diagnosis Banding .................................................................................................13
Tatalaksana .............................................................................................................13
Prognosis ................................................................................................................15
Pencegahan .............................................................................................................16
Komplikasi .............................................................................................................16
Kesimpulan ............................................................................................................16
Daftar Pustaka ........................................................................................................17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram evolusi TB .................................................................................... 3


Gambar 2. Primary inoculation tuberkulosis ................................................................. 5
Gambar 3. TB milliaris .................................................................................................. 5
Gambar 4. Skrofuloderma pada region klavikula ......................................................... 6
Gambar 5. TB kutis Verukosa ....................................................................................... 6
Gambar 6. TB kutis orifisialis ....................................................................................... 7
Gambar 7. Lupus Vulgaris ............................................................................................ 7
Gambar 8. Eritema Induratum ....................................................................................... 8
Gambar 9. Papulonecrotic tuberculid ........................................................................... 8
Gambar 10. Liken Skrofulosorum ................................................................................. 9
Gambar 11. TST Positif................................................................................................. 10
Gambar 12. M. tuberkulosis .......................................................................................... 11
Gambar 13. Granuloma well-formed ............................................................................ 12

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gambaran histopatologi masing-masing bentuk TB kutis .........................12


Tabel 2. Dosis OAT .................................................................................................14
Tabel 3. Dosis OAT kombinasi dosis tetap kategori 1.............................................15

v
TUBERKULOSIS KUTIS
Kemas M. Alwan Dwiputra, S.Ked
Pembimbing: dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV
Kelompok Staff Medik/ Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) kutis adalah TB pada kulit disebabkan Mycobacterium tuberculosis
(M. tuberculosis) atipikal.1 Tahun 2016 terdapat 6,3 juta kasus baru TB dilaporkan, terjadi
peningkatan dari 6,1 juta pada tahun 2015. Diperkirakan sebanyak 10,4 juta orang menderita
TB pada tahun 2016. Lima negara terbanyak penderita TB yaitu India, Indonesia, Cina,
Filipina, dan Pakistan. Pada penelitian yang dilakukan WHO menemukan seluruh kasus infeksi
TB di dunia, menunjukkan bentuk TB ekstrapulmoner sebanyak 14%, 1-2% diantaranya
bentuk TB kutaneus.2,3
Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan Robert Koch tahun 1882.
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab TB kutis paling sering.4 Bakteri ini
berbentuk batang panjang, nonmotil, aerob, bervirulensi rendah, tidak membentuk spora, dan
memiliki selubung lipofilik (asam mikolat) menyebabkan bakteri resisten terhadap asam
alkohol dan zat bakterisida. Mycobacterium berkembang biak secara interselular dan
ditemukan dalam jumlah besar dalam jaringan. M. tuberculosis bisa menjadi aktif dalam
jaringan pejamu. Apabila terjadi infeksi bakteri M. tuberculosis, maka bakteri akan masuk ke
jaringan dan melakukan multiplikasi interselular. 1,4
Prinsip pengobatan TB kutis sama dengan TB paru. Untuk mencapai hasil baik
dibutuhkan syarat-syarat yaitu pengobatan secara teratur tanpa terputus agar tidak terjadi
resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi. Prognosis penyakit ini cukup bervariasi,
tergantung jenis infeksi kulit, jumlah inokulum, tingkat infeksi ekstrakutaneus, usia, imunitas,
dan terapi. Prognosis baik apabila diberikan terapi adekuat.1,3 Komplikasi TB kutis dapat
berupa infeksi bakteri sekunder dan kaki gajah.5
Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI IV), dokter umum harus
mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan penatalaksaan penyakit secara mandiri dan
tuntas serta melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan. Pustaka
ini akan membahas mengenai penyakit TB kutis dalam hal patogenesis, klasifikasi, manifestasi
klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, Tatalaksana, prognosis serta
komplikasi.
1
ETIOPATOGENESIS
Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan Robert Koch tahun 1882 yang
terdiri dari M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. microti, dan M. canetti. M. tuberculosis
termasuk dalam golongan Schizomycetes, golongan Actinomycetales, famili
Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis merupakan
patogen interselular menginfeksi manusia sebagai inang utama.4,5,6
Menurut klasifikasi Runyon (1959) bakteri tersebut dibagi menjadi empat golongan,
fotokromogen, skotokromogen, nonfotokromogen, dan rapid growers.1,3 Komponen utama
dari M. tuberculosis ialah protein, polisakarida dan lipoid. Reaksi akut kulit dari tuberculin
dikarenakan adanya polisakarida. Protein adalah antigen paling penting pada M. tuberculosis
dan dapat memicu respons imun sel T dan reaksi alergi lainnya, termasuk respons imun seluler
hiperreaktif onset lambat. Lipoid menyebabkan nekrosis kaseosa pada lesi TB. Basil dari TB
kutis menyebar melalui inokulasi langsung atau limfatik atau penyebaran secara hematogen.
Setelah infeksi, yang pertama kali diaktifkan pada jaringan yang terinfeksi ialah makrofag,
untuk eliminasi basil. Kemudian makrofag akan melepskan kemokin dan sitokin yang
selanjutnya akan menghasilkan monosit, limfosit, neutrophil dan sel dendrit. Setelah limfosit
T aktif, terjadi pembentukan granuloma. Respons imun dari TB kutis hampir sama dengan
tuberculosis sistemik. Sebagai tambahan pada respons imun langsung dari basil, terdapat pula
respons imun hiperaktif untuk membentuk lesi tuberkulid tanpa ditemukannya basil.5
Faktor yang sangat berperan dalam penyebaran TB kutis adalah usia, kesehatan, faktor
lingkungan dan khususnya sistem kekebalan tubuh.1 Berdasarkan asal bakteri dan jalur infeksi,
tuberculosis kutis dapat endogen maupun eksogen. Mekanisme endogen adalah sekunder dari
infeksi yang sudah ada di tubuh, dan penyebaran dapat langsung ke organ terdekat, limfatik,
atau hematogen. Mekanisme eksogen merupakan inokulasi langsung dari basil ke kulit individu
yang rentan.5 Terdapat 6 macam cara infeksi M. tuberculosis yaitu penjalaran langsung ke kulit
dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit TB misalnya skrofuloderma, inokulasi
langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis misalnya
TB kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen seperti TB kutis miliaris, penjalaran secara
limfogen pada lupus vulgaris, dan penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang
penyakit tuberkulosis misalnya lupus vulgaris, serta bakteri langsung masuk ke kulit apabila
terdapat kerusakan kulit dan resistensi lokalnya telah menurun contohnya pada TB kutis
verukosa.1
Hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinis adalah sifat bakteri. Respons imun tubuh
saat bakteri ini masuk kedalam tubuh ataupun saat bakteri ini sudah berada didalam tubuh serta

2
jumlah dari bakteri tersebut. Respons imun yang berperan pada infeksi M. tuberkulosis adalah
respons imunitas selular.7
Apabila terjadi infeksi bakteri M. tuberkulosis, maka bakteri ini akan masuk ke jaringan
dan melakukan multiplikasi interselular. Hal ini akan memicu terjadinya reaksi jaringan
ditandai datang dan berkumpulnya sel leukosit dan sel mononuklear serta terbentuknya
granuloma epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseosa ditengahnya. Granuloma yang
terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening
(KGB) disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila KGB pecah timbul
skrofuloderma.1 Dapat dilihat diagram evolusi TB pada (Gambar 1).8

Gambar 1. Diagram evolusi TB.8

KLASIFIKASI
Tuberkulosis kutis menurut modifikasi Pilssburry yaitu TB kutis sejati, tuberkulid, serta
bentuk granuloma dan ulseronodulus.9
a. TB kutis sejati
TB kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberculosis chancre)
Tuberkulosis kutis sekunder
1. Tuberkulosis kutis miliaris

3
2. Skrofuloderma
3. Tuberkulosis kutis verukosa
4. Tuberkulosis kutis gumosa
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
6. Lupus vulgaris
b. Tuberkulid
1. Bentuk papul
2. Lupus miliaris diseminatus fasiei
3. Tuberkulid papulonekrotika
4. Liken skrofuloderma
c. Bentuk granuloma dan ulseronodulus
1. Eritema nodosum
2. Eritema induratum.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis TB kutis bervariasi. Manifestasi klinis dapat menyerupai beragam
kondisi penyakit kulit dan membuat diagnosis menjadi tantangan besar bagi dokter kulit dalam
praktik sehari-hari.4 Dibawah ini merupakan manifestasi klinis TB kutis.
Tuberkulosis kutis sejati
- Inokulasi TB primer (Tuberculosis chancre)
Lesi primer dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen (chancre), dinding
bergaung dan disekitarnya livide dengan masa tunas 2-3 pekan (Gambar 2). Limfangitis
dan limfadenitis timbul beberapa pekan hingga beberapa bulan setelah lesi primer, pada
waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif. Lesi primer, limfangitis dan limfadenitis
disebut kompleks primer. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya. Predileksi
tuberculosis chancre di wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limfadenopati
regional. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena trauma.1,3

4
Gambar 2. Primary inoculation tuberkulosis, nodul ulserasi yang besar pada paha kanan disertai limfadenopati
inguinal.Tuberkulin positif terlihat pada tangan kiri penderita.3

Tuberkulosis kutis sekunder


1. Tuberkulosis kutis miliaris
Tuberkulosis kutis miliaris terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
imunokompromais. Fokus infeksi TB kutis miliaris terdapat pada paru-paru atau selaput
otak. Reaksi terhadap tuberkulin negatif. Manifestasi klinis dapat berupa ruam eritema
berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang menyeluruh (Gambar
3)1,4

Gambar 3. TB kutis miliaris4

2. Skrofuloderma
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran perkontinuitatum dari organ di bawah
kulit yang telah diserang oleh penyakit tuberkulosis, yang berasal dari kelenjar getah
bening, dan juga berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu, tempat predileksinya pada
tempat-tempat yang banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, yang tersering
ialah pada leher, kemudian disusul di ketiak dan yang terjarang pada lipat paha.1,4
Gambaran klinis dimulai dengan satu atau beberapa nodul indolen, keras dan

5
dalam, dan melekat dengan kulit diatasnya. Setelah beberapa pekan lesi menjadi
kemerahan, melunak dan mengalamai supurasi. Bila pecah terbentuk sinus atau ulkus tepi
tidak teratur, terdapat fistel, sikatriks, dan jembatan kulit (skin bridges).1,4 Pada (Gambar
4) menunjukan skrofuloderma regio klavikula.4

Gambar 4 Skrofuloderma pada region klavikula4

3. Tuberkulosis kutis verukosa


Tuberkulosis kutis verukosa merupakan TB kutis sejati sekunder yang terjadi
akibat inokulasi eksogen atau autoinokulasi dari sputum penderita TB paru aktif. Oleh
karena itu daerah terpajan biasanya pada tungkai bawah dan kaki.4
Gambaran klinis TB kutis verukosa sangat khas, biasanya berbentuk bulan sabit
akibat penjalaran serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jalur diikuti
penyembuhan di jalur yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikular di atas kulit
eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks ditunjukan pada Gambar 5 TB
kutis verukosa di regio manus. Selain menjalar secara serpiginosa, juga dapat menjalar ke
perifer sehingga terbentuk sikatriks ditengah.4

Gambar 5 TB kutis verukosa pada dorsum manus4

4. Tuberkulosis kutis orifisialis


Lokasi TB kutis orifisial di sekitar orifisium. Pada TB paru dapat terjadi ulkus di
6
mulut, bibir atau sekitarnya akibat berkontak langsung dengan sputum. Pada TB saluran
cerna, ulkus dapat ditemukan disekitar anus akibat berkontak langsung dengan feses yang
mengandung bakteri tuberkulosis. Dinding ulkus bergaung, kemerahan, hemoragik,
purulen dan sekitarnya livide (Gambar 6).4

Gambar 6 TB. kutis orifisialis pada bibir4

5. Lupus vulgaris
Lupus vulgaris adalah bentuk TB kutis pasca primer kronis progresif yang terjadi
pada individu dengan derajat imunitas sedang atau berat.4 Lupus vulgaris merupakan
bentuk tersering pada bagian yang sering terpajan misalnya wajah dan ekstremitas.
Gambaran klinis umum yaitu, nodus eritematosa kelompok berubah warna menjadi kuning
pada penekanan (apple jelly colour). Nodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat
destruktif, sering terjadi ulkus (Gambar 7).4 Pada waktu terjadi involusi terbentuk
sikatriks. Bila mengenai muka tulang rawan hidung dapat menyebabkan kerusakan.
Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di
tempat lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa.4

Gambar 7(A) Brownish-plaque pada lupus vulgaris, (B) plak lupus vulgaris yang luas menginvasi daerah
pipi, rahang, dan telinga.4

6. Eritema induratum
Eritema induratum berbentuk lesi yang lembut, eritem atau keunguaan, nodul
subkutan berukuran 1-2 cm. Lesi dapat terjadi secara spontan, dengan atau tanpa ulkus
7
selama beberapa bulan dan sembuh dengan jaringan parut. Gambaran klinis mirip dengan
nodular flebitis granulomatosa. Lesi biasa terjadi di kedua tungkai dan paha (Gambar 8).4

Gambar 8. Eritema induratum di tungkai4

7. Papulonecrotic tuberculid
Predileksi penyakit ini pada bagian ekstensor di ekstremitas, bokong, dan trunkus,
tapi lesi dapat menyebar. Distribusinya simetris dengan efloresensi terdiri atas papul merah
pucat atau kehitaman yang tersebar, dengan penurunan pada bagian tengah papul. Terdapat
krusta yang sulit dilepaskan dan terbentuk seperti ulkus. Pada involusi spontan dapat
meninggalkan bekas.4
Gambaran histopatologi berupa nekrosis berbentuk baji pada dermis atau meluas
ke epidermis. Terdapat peradangan pada sekitar daerah nekrotik tidak spesifik, tetapi
biasanya tuberkuloid. Terdapat keterlibatan pembuluh darah yakni vaskulitis granuloma
memicu terjadinya trombosis dan oklusi lengkap pembuluh darah.4 Pada (Gambar 9)
menunjukkan papulonecrotic tuberculid.4

Gambar 9. Papulonecrotic tuberculid di kedua tungkai dan lengan atas4

8
8. Liken skrofulosorum
Pada liken skrofulosorum lesi biasanya tidak menunjukkan gejala, teraba keras,
berukuran 0,5 – 3 mm, papul biasanya sewarna kulit atau bisa menjadi kekuningan atau
coklat kemerahan berbentuk perifolikular yang terkadang ditutupi oleh skuama. 4 Dapat
juga ditemui krusta atau pustul kecil. Lesi likenoid berkelompok menjadi bentuk kasar,
bergabung membentuk plak diskoid.4 Predileksi tersering pada perut, dada, punggung, dan
ekstremitas atas (Gambar 10).4

Gambar 10. Liken skrofulosorum4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis TB meliputi deteksi, identifikasi spesies, dan sensitivitas obat. Selain
gambaran klinis, kriteria histopatologis termasuk granuloma tipe TB dengan/ tanpa nekrosis
kasus, dengan tes kulit TB positif atau TB dikonfirmasi di jaringan lain, dan pengobatan
empiris yang berhasil setelah 1 pekan. Kultur dan isolasi (melalui media Lowenstein-Jensen
atau PCR) digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.9
Kultur adalah metode yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk diagnosis
TB. Waktu untuk mendeteksi pertumbuhan bakteri kisaran antara 14 hingga 30 hari dan dapat
diperpanjang hingga 60 hari. Identifikasi spesies dilakukan dengan teknik molekular dan
metode fenotipik atau analisis biokimia. Kultur untuk mikobakteri diindikasikan jika ada
kecurigaan TB atau mikobakteriosis non-tuberkulosis.5.10

Tuberculin Skin Test (TST)


Tes tuberkulin atau Mantoux ialah inokulasi intradermal dari purified protein
derivative (PPD) M. tuberculosis yang menguji respons imum selular tubuh terhadap agen
ini.1 Purified protein derivative (PPD) terdiri dari protein polisakarida dan beberapa lemak.
Agen ini harus disimpan pada suhu 4-8 oC, sehingga tuberkulin dapat tetap aktif selama 6
bulan.10 Tuberculin Skin Test dapat mengidentifikasi individu yang terinfeksi
9
Mycobacterium Tuberculosis. Pembacaan hasil dilakukan setelah 48-72 jam ketika ukuran
undurasi dapat dihitung. 1,11 Pada (Gambar 11) menunjukan hasil TST positif.11

Gambar 11. TST positif11

Indurasi berukuran 5 mm atau lebih, sebagai hasil positif pada pasien HIV, individu
dengan riwayat kontak penderita TB, atau pada individu yang temuan radiologisnya
menunjukkan TB, dan pada anak-anak penderita TB.6 Indurasi yang berukuran lebih dari 10
mm, dikatakan positif pada pengguna obat-obatan injeksi, pasien HIV, individu yang
bertempat tinggal prevalensi TB tinggi, kelompok individu yang bekerja dilingkungan
dengan resiko tinggi TB, dan pada individu predisposisi TB. Indurasi yang berukuran 1-4
mm dinilai negatif.11
Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada anak-anak usia dibawah 2 bulan, ibu hamil,
pasien diabetes melitus, gagal ginjal, atau imunosupresif. Positif palsu dapat terjadi pada
individu yang telah divaksin, sebagian anak diatas usia 1 tahun, dan infeksi yang bersamaan
dari mikrobakterium atipikal.6 Sensitifitas dari TST kisaran 33-96% dan spesifisitas 62,5%
dengan batas indurasi 10 mm. Pada populasi yang belum pernah mendapatkan vaksin,
sensitifitasnya lebih tinggi, kisaran 97%.6

Pulasan Bakteri Tahan Asam (BTA) dari kulit


Teknik pulasan asam Ziehl-Neelsen memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan
biakan bakteri. Bakteri tahan asam memiliki kandungan senyawa dari peptidoglikan dan lipid
kompleks yang disebut asam mikolat yang membangun struktur dinding selnya, sehingga
impermiabel terhadap bermacam prosedur pulasan.8 Prinsip pulasan ini adalah memberikan
warna merah pada bakteri tahan asam. Jika ditemukan hasil yang basah dan eksudat pada
lapangan pandang menunjukkan bahwa terdapat banyak bakteri, dapat terjadi pada TB kutis
10
primer, skrofuloderma, TB orifisialis, atau TB abses metastatis. Hasil positif bila ditemukan
100 bakteri per millimeter. Hasil pulasan BTA TB kutis adalah tipe multibasiler dan
pausibasiler (Gambar 12).9 Kasus dengan jumlah bakteri sedikit, sering ditemukan hasil
negatif.6

Gambar 12. M. tuberculosis9

Biakan atau kultur M. tuberculosis


Biakan atau kultur merupakan gold standard dalam menentukan adanya infeksi aktif
dari TB, sekaligus menemukan subspesies mikobakterium dan menentukan antibiotik yang
cocok. Sensitifitas biakan lebih rendah dibandingkan spesifisitasnya, dengan persentase
masing-masing 80-85% dan 98,5% pada TB paru. Jika biakan didapat dari kulit semata, maka
sensitifitasnya semakin menurun, sekitar 23%. Penggunaan media biakan radiometrik dapat
meningkatkan nilai positif sekitar 75% untuk kasus TB kutis, namun media biakan ini tidak
dapat diakses semua orang. Waktu yang diperlukan untuk melihat adanya bakteri adalah sekitar
14-30 hari, dan bisa lebih lama sampai 8 pekan.10
Pemeriksaan Histopatologis
Semua presentasi klinis TB kulit menunjukkan gambaran histopatologis yang mirip,
terdiri dari limfosit, histiosit epiteloid, dan giant cell. Perbedaan histopatologis tersebut
diakibatkan variasi kemampuan pejamu membentuk proses granuloma. Secara umum,
histopatologis TB kutis dibagi menjadi 3 kelompok yaitu granuloma well-formed tanpa
nekrosis kaseosa, granuloma intermediate-formed dengan nekrosis kaseosa, dan granuloma
dengan nekrosis kaseosa (Gambar 13).11

11
Gambar 13. Granuloma well-formed tanpa nekrosis kaseosa pada Lupus Vulgaris (kiri), granuloma
dengan nekrosis kaseosa pada skrofuloderma11

Sediaan didapatkan dari biopsi kulit. Masing-masing lesi memberikan gambaran


histopatologis berbeda. Berikut adalah gambaran histopatologis TB kutis (Tabel 1):

Tabel 1. Gambaran histopatologi masing-masing bentuk TB kutis11


Kelompok Tipe TB kutis Gambaran histopatologis
histopatologis
Granuloma well- Lupus vulgaris Tuberkel granuloma dengan hiperplasia pseudoepiteliomatus,
formed tanpa nekrosis akantosis, papilomatosis, giant cell Langhans
kaseosa Liken Granuloma epiteloid dikelilingi limfosit di superfisial dermis
skrofulosorum dekat adneksa
Granuloma TB verukosa kutis Hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis. Tuberkel
intermediate-formed granuloma dengan nekrosis kaseosa ditemukan di dermis.
dengan nekrosis TB kutis primer Tuberkel granuloma dikelilingi infiltrat neutrofil dengan BTA
kaseosa yang banyak
TB miliaris Tuberkel granuloma dengan nekrosis kaseosa, infiltrat radang,
banyak limfosit dan sel plasma, serta terdapat mikro abses
TB Tuberkel granuloma dengan nekrosis kaseosa di dermis bagian
periorifisialis dalam
Tuberkulid Nekrosis kaseosa di dermis, infiltrat granuloma, perivascular
papulonekrotik edema atau nekrosis folikular
Granuloma dengan Scrofuloderma Nekrosis kaseosa massif dengan pembentukan abses
nekrosis kaseosa TB abses dan Ulkus sentral dengan nekrosis kaseosa yang sangat banyak,
gumma dikelilingi giant cell dan makrofag

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)


Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi fragmen Deoxyribonucleic acid (DNA) M.
tuberculosis sehingga digunakan pada TB kutis dengan jumlah bakteri sedikit dan tidak
terdeteksi pemeriksaan mikroskop pulasan Ziehl-Neelsen dan pemeriksaan kultur.
12
Pemeriksaan PCR juga cocok digunakan pada pasien immuno-compromised (infeksi HIV).
Pemeriksaan sangat spesifik sehingga dapat membedakan antigen M. Tuberculosis dengan
mikobakterium lain. Penggunaan PCR diutamakan sebagai pelengkap penilaian
kilinikopatologis. Pada tes ini sampel DNA M. tuberculosis diambil dari jaringan segar atau
darah.12 Polymerase Chain Reaction menunjukkan sensitivitas dan spesifitas 100% pada
multibasiler. Sedangkan pada pausibasiler, menunjukkan sensitivitas dan spesifitas 55%.12

Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi mendeteksi antibodi yang terbentuk akibat infeksi TB.
Pemeriksaan QFT-G menggunakan antigen protein M. tuberculosis yaitu ESAT-6 dan CFP-
10. Pemeriksaan ini diukur kadar IFN-γ yang terbentuk setelah 16-24 jam sebagai respons
terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan lain lebih sensitif adalah T-SPOTR yang mengukur
IFN-γ yang diproduksi sel limfosit T.7 Diagnosis lesi ini bisa sulit, karena menyerupai banyak
kondisi dermatologis lain yang sering dipertimbangkan. Selain itu, konfirmasi mikrobiologis
buruk, meskipun ada kemajuan ilmiah, seperti lebih sering menggunakan reaksi berantai
polimerase.12

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding TB kutis primer adalah sifilis dan sporotrikosis. Pada TB kutis
verukosa diagnosis bandingnya adalah veruka, lupus vulgaris hiperkeratotik, blastomycosis,
dan liken planus hiperkeratotik. Lupus vulgaris memiliki diagnosis banding sarkoidosis dan
diskoid lupus eritomatous. Diagnosis banding skrofuloderma adalah sporotrikosis dan
hidradenitis supuratif. Diagnosis banding TB orifisialis adalah ulkus aphthous. Pada liken
skrofuloderma diagnosis bandingnya adalah liken planus dan liken nitidus. Diagnosis banding
pepulonekrotik tuberkulid adalah pitiriasis likenoides dan prurigo.11

TATALAKSANA
Tatalaksana pada TB kutis sama dengan tatalaksana TB pada organ lain atau ekstra paru
(kecuali TB meningoensefalitis).13
Nonfarmakologis
Penderita dievaluasi setiap 2 pekan pada 1 bulan pertama. Evaluasi yang dilakukan
berupa respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
penyakit. Evaluasi klinis meliputi: keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik, dan efek samping
obat. Evalusi keteraturan berobat ialah diminum atau tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini
13
maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat
yang diberikan kepada penderita dan keluarga. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan
timbulnya masalah resistensi.13,14
Farmakologis
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Prinsip pengobatan TB yang adekuat harus memenuhi kriteria sebagai berikut: pengobatan
diberikan dalam bentuk OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat (Tabel 2) untuk
mencegah terjadinya resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, diawasi secara teratur
sampai selesai pengobatan, pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.13,14
Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari dimaksudkan secara efektif menurunkan
jumlah bakteri yang ada dalam tubuh pasien. Tahap awal ini pasien diberikan obat setiap hari
selama 2 bulan. Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh
sisa bakteri yang masih ada dalam tubuh khususnya bakteri persisten sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pada tahap ini obat diberikan 3 kali sepekan
selama 4 bulan.14

Tabel 2. Dosis OAT bagi pasien dewasa14


OAT Dosis
Harian 3x / pekan
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 ( 8-12) 900
Rifampisin (R) 10 ( 8-12) 600 10 ( 8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000-
*pemberian streptomisin untuk pasien yang berusia >60 tahun atau pasien dengan berat badan <50 kg

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC)
berdasarkan Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis adalah sebagai berikut:15
Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR) 3
Kategori 2 : 2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR)3 E 3
Kategori anak : 2 (HRZ) / 4 (HR) atau 2 HRZE (S) / 4-10 HR

14
Tabel 3. Dosis OAT kombinasi dosis tetap (KDT) Kategori 115
Berat Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Badan Tiap hari selama 56 hari 3 kali sepekan selama 16 pekan
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Untuk tatalaksana pasien TB kutis ataupun semua TB ekstra pulmonal, digunakan dosis
panduan OAT kategori 1. OAT disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT) seperti pada (Tabel 3). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis
obat dalam satu tablet. Dosinya disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien anak,
OAT-KDT terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Tujuan dari OAT-KDT ini
adalah untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai
tuntas.13 Intervensi bedah diperlukan dalam tatalaksana TB kutis tipe Lupus Vulgaris (LV), TB
kutis verukosa, dan beberapa kasus skrofuloderma.16 Tatalaksana TB kutis mengikuti pedoman
pengobatan untuk penyakit ekstrapulmoner dengan terapi multidrug standar dengan lama
pengobatan tergantung pada jenis tuberkulosis kulit.17

PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit TB kutis bergantung pada status imun pejamu, tipe lesi, usia
pasien, dan luas lesi. Prognosis juga dipengaruhi oleh diagnosis yang cepat, tepat dan akurat.
Pada inokulasi TB primer; tanpa pengobatan, dapat sembuh dalam waktu 12 bulan,
dengan meninggalkan sisa jaringan parut. Tuberkulosis yang disebabkan imunisasi BCG
bergantung pada status imunitas pejamu.18 Tuberkulosis orifisialis mempunyai prognosis
buruk, karena pasien telah memiliki gangguan organ interna yang berat sebelum terjadi
manifestasi di kulit. Tuberkulosis kutis miliaris juga memiliki prognosis buruk, karena pasien
dari awal telah memiliki gangguan yang berat seperti HIV/AIDS, keganasan, dan
imunosupresif. TB kutis umumnya memberikan respons baik dengan terapi kombinasi, respons
klinis terjadi pada pekan ke 4 sampai 6. Pada lupus vulgaris respons muncul lebih cepat
dibandingkan dengan skrofuloderma.19 Pengobatan lupus vulgaris dengan isoniazid saja telah
menghasilkan tingkat kesembuhan yang tinggi. Kemoterapi kombinasi direkomendasikan
untuk pasien dengan penyakit ekstrakutan dan lesi kulit multipel dan bagi mereka yang
mengalami imunosupresi berat. Pembedahan, yang dapat mencakup biopsi dan debridemen
eksisi, juga dapat berperan sebagai minor peran pembantu dalam pengobatan. Sebagian besar
bentuk TB kulit merespons kemoterapi dan membawa prognosis yang baik.20

15
PENCEGAHAN
Efektivitas vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) di India masih diragukan
untuk pencegahan TB kutis. Tetapi beberapa literatur vaksinasi BCG dikatakan efektif
untuk pencegahan penyakit paru dan ekstra paru termasuk TB kutis. Identifikasi secara
dini dan tatalaksana TB paru secara adekuat dibutuhkan untuk mencegah penularan M.
Tuberculosis. Penting meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan serta nutrisi yang
baik.18,20

KOMPLIKASI
Tuberkulosis kutis dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu: jaringan parut,
kerusakan kartilago, gangrene, sepsis, multipel metastasis abses TB, kegagalan adrenal
akut, arteritis Takayasu, fenomena tromboemboli, konjungtivitis pustular dan gangguan
penglihatan atau buta permanen. 21
TB kutis verukosa yang tidak diterapi bertahun-tahun dapat menyebabkan infeksi bakteri
sekunder dan elephantiasis apabila lesi luas mengenai ekstremitas. Lupus vulgaris dapat terjadi
transformasi maligna berupa karsinoma sel skuamosa berkisar 0,5-10,5% dan terjadi setelah
25-30 tahun perjalanan penyakit. Banyak juga didapatkan laporan mengenai terjadinya
keganasan seperti sel basal karsinoma pada kasus lanjut.10

SIMPULAN
Tuberkulosis kutis merupakan infeksi disebabkan M. Tuberculosis, M. bovis, dan
BCG bergantung pada imunitas individu, faktor lingkungan, dan jenis inokulasi. Berdasarkan
bentuk infeksi dan status imunologis pejamu, TB kutis dikelompokkan berdasarkan
penyebaran eksogen dan endogen. Diagnosis TB kutis berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes tuberkulin,
pemeriksaan BTA, kultur, histopatologis, serologis, dan PCR. Tatalaksana TB kutis pada
prinsipnya sama dengan TB ekstra paru lainnya yaitu kombinasi 4 macam OAT terdiri dari
tahap intensif dan lanjutan. Prognosis TB kutis baik jika terapi adekuat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases. In : Andrew’s Dissease of
The Skin Clinical Dermatology. 13th ed. Elsevier.2019.p.324-335.
2. World Health Organization. Global tuberculosis report. 2015, 20th Ed. Geneva (Swiss):
World Health Organization; 2015.
3. Wresti I. Dalam: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin:
tuberkulosis kutis. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI.2017.p64-72
4. Sethi A. Tuberculosis and infection with atypical mycobacteria. In : Kang, S, Amagai M,
Bruckner AL, et al. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th Edition. New York : Mc Grow Hill
Education; 2019. p. 2858-75
5. Chen, Q., Chen W., Hao F. Cutaneous tuberculosis : a great imitator. Clinics In
Dermatology. 2019;37(3); p192-199
6. Sonthalia, S, Singal A. Cutaneous tuberculosis. In : A Comprehensive Approach to
Dermatologic Infectious Diseases. 1st Edition. Jaypee rothers Medical Pub. 2015. p. 267-
294
7. Zuniga, J, Garcia DT, Mendoza TS, et al. Cellular and humoral mechanisms involved in
the control of tuberculosis. Clin Dev Immunol. 2012; p. 1-18
8. Sanchez, AT, Bonifaz A. Cutaneous tuberculosis : a review of the current literature. Curr
Trop Med. 2018; p.67-76
9. Susilawati TN, Larasati R. A recent update of the diagnostic methods for tuberculosis and
their applicability in Indonesia: a narrative review. Med J Indones. 2019; 28(3); p 284-91
10. Santos JB, Figueiredo AR, Ferraz CE, Oliveira MH, Silva PG, Medeiros PG. Cutaneous
tuberculosis: epidemiologic, etiopathogenic and clinical aspects: part I. An Bras
Dermatol. 2014;89(2):219-28.
11. Santos JB, Ferraz CE, Silva PG, Figueirida AR, Oliveira MH, et al. Cutaneous
Tuberculosis: diagnosis, histopatology, and treatment-Part II. An Bras Dermatol. 2014;
89(4): 545-55.
12. Dias MF, Quaresma MV, Nery JO, Filho FB, Nascimento LH, et al. Update on cutaneous
tuberculosis. An Bras Dermatol. 2014; 89(6): 925-38.
13. Indah M, Tuberkulosis. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;
2018. p 1-8

17
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2010-2014. Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2011. p 1-31
15. Yates VM. Mycobacterial infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C,editors. Rook's Textbook of Dermatology. 9th ed. Victoria: Blackwell; 2016. p.27.5-32.
16. Zyl, LV, Plessis JD, Viljoen J. Cutaneous tuberculosis overview and current treatment
regimens. Elsevier. 2014; 95(6); p.629-638
17. Istiantoro YH, Setiabudy R. Tuberkulostatik dan leprostatik. In: Farmakologi Dan Terapi
Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2019. p 613- 20.
18. Hill MK, Sanders CV. Cutaneous tuberculosis. Microbiol Spectr. 2017;5(1):1-7.
19. Chakrabortty R, Rahman MA, Ferdousi KR, Paul BK. Cutaneous tuberculosis: an
update. Mymensingh Med J. 2016;25(2):385-391
20. Paredes, CF, Marcos LA, Martinez AH, et al. Cutaneus mycoabcterial infections. Clin
Microbiol Rev. 2019; 32(1); p. 1-20
21. Ramarao S, Greene J, Casanas, B, Carrington M, Rice J, Kass J. Cutaneous manifestation
of tuberculosis. Infect Dis Clin Pract. 2012;20(6):376-383

18

Anda mungkin juga menyukai