Anda di halaman 1dari 24

Journal Reading

Tinea Capitis: An Updated Review

Oleh:
Muhamad Adi Ma’ruf
NIM. 2230912310063

Pembimbing:
Dr. dr. Dwiana Savitri, Sp.KK, FINSDV, FAADV

SMF/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM-RSUD MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN

Juli, 2023
Tinea Capitis: Tinjauan yang Diperbarui

Alexander K.C. Leung1, Kam L. Hon, Kin F. Leong, Benjamin Barankin and Joseph M. Lam

Abstrak: Latar belakang: Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang umum dan terkadang sulit
diobati pada kulit kepala. Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi terbaru
tentang evaluasi, diagnosis, dan pengobatan tinea kapitis. Metode: Pencarian di PubMed
dilakukan melalui Clinical Queries menggunakan kata kunci “tinea capitis”. Strategi
pencarian termasuk meta-analisis, uji coba terkontrol secara acak, uji klinis, studi observasi,
dan review. Pencarian dibatasi untuk literature berbahasa Inggris. Informasi yang diambil dari
pencarian di atas digunakan dalam penyusunan artikel ini. Paten dicari menggunakan istilah
kunci "tinea capitis" di www.freepatentsonline.com. Hasil: Tinea capitis paling sering
disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Microsporum canis. Insidensi puncak adalah
antara usia 3 dan 7 tahun. Tinea capitis non-inflamasi biasanya muncul sebagai penskalaan
halus dengan bercak bersisik tunggal atau ganda dari alopesia sirkular (bercak abu-abu); difus
atau berupa patch, halus, putih, sisik kulit kepala yang melekat menyerupai ketombe secara
umum dengan kerontokan rambut halus; atau bercak tunggal atau ganda pada area alopesia
yang berbatas tegas dengan sisik halus, bertabur rambut patah di permukaan kulit kepala,
mengakibatkan munculnya "titik hitam". Varian inflamasi dari tinea capitis termasuk kerion
dan favus. Dermoskopi adalah alat yang sangat sensitif untuk diagnosis tinea kapitis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung dengan preparat basah
kalium hidroksida dan biakan jamur. Hal ini dilakukan sebagai konfirmasi mikologi tinea
kapitis sebelum memulai rejimen pengobatan. Terapi antijamur oral (terbinafine, griseofulvin,
itrakonazol, dan flukonazol) dianggap sebagai gold standard untuk tinea kapitis. Paten terbaru
terkait dengan pengelolaan tinea capitis juga dibahas. Kesimpulan: Tinea kapitis
membutuhkan pengobatan antijamur sistemik. Meskipun terapi antijamur topikal memiliki
efek samping yang minimal, agen antijamur topikal saja (terapi tunggal) tidak
direkomendasikan untuk pengobatan tinea kapitis karena agen ini tidak menembus akar
folikel rambut jauh di dalam dermis. Terapi antijamur topikal, bagaimanapun, dapat
digunakan untuk mengurangi transmisi spora dan dapat digunakan sebagai terapi tambahan
untuk antijamur sistemik. Terapi kombinasi dengan antijamur topikal dan oral dapat
meningkatkan angka kesembuhan.

Kata kunci: Alopesia, titik hitam, favus, dermatofita, flukonazol, griseofulvin, itrakonazol,
kerion, terbinafine.
1. PENDAHULUAN

Tinea capitis, juga dikenal sebagai kurap pada kulit kepala (ringworm of the scalp),

mengacu pada infeksi jamur pada kulit kepala, bulu mata, dan alis, paling sering disebabkan

oleh salah satu dermatofita yang termasuk dalam dua genera: Trichophyton dan Microsporum.

Agen penyebab utama adalah Trichophyton tonsurans (T. Tonsurans) dan Microsporum canis

(M. canis). Tinea kapitis sering muncul dengan area alopecia yang pruritus dan bersisik. Tinea

capitis adalah infeksi dermatofita yang paling umum pada anak-anak di seluruh dunia.

Pencarian di PubMed dilakukan melalui Clinical Queries menggunakan kata kunci

"tinea capitis". Strategi pencarian termasuk meta-analisis, uji coba terkontrol secara acak, uji

klinis, studi observasi, dan review. Pencarian dibatasi untuk literatur berbahasa Inggris.

Informasi yang diambil dari pencarian di atas digunakan dalam penyusunan artikel ini. Paten

dicari menggunakan istilah kunci "tinea capitis" di www.freepatentsonline.com.

2. ETIOLOGI

Dermatofita dikelompokkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), atau

geofilik (tanah). Infeksi jamur antropofilik pada kulit kepala adalah yang paling umum.

Contoh jamur antropofilik antara lain T. tonsurans, T. soundanense, T. schoenleinii, T.

violaceum, T. rubrum, Microsporum audouinii, dan Epidemophyton floccosum. Infeksi jamur

zoofilik pada kulit kepala biasanya didapat melalui kontak langsung dengan hewan yang

terinfeksi, terutama kucing dan anjing liar, serta anak kucing, anak anjing, dan kelinci

peliharaan. Contoh jamur zoofilik antara lain M. canis, M. nanum, M. distorsitum, M.

ferrugineum, M. nanum, T. mentagrophytes var. interdigitale, T. equinum, dan T. verrucosum.

M. gypseum adalah jamur geofilik yang jarang menyebabkan tinea capitis. Spesies jamur yang

bertanggung jawab berbeda-beda sesuai dengan wilayah geografis dan dapat berubah seiring
waktu. Saat ini, T. tonsurans merupakan penyebab tinea kapitis yang paling sering di Amerika

Serikat, Inggris, Brasil, Jamaika, dan sebagian Eropa Barat, sedangkan M. canis merupakan

penyebab paling umum di Amerika Selatan, Eropa Selatan dan Tengah, Afrika, Timur

Tengah, dan Asia Barat. Di Asia Tengah dan Selatan, T. verrucosum adalah agen penyebab

yang paling umum. Di Cina, T. violaceum adalah agen utama diikuti oleh T. verrucosum.

3. EPIDEMIOLOGI

Tinea kapitis terjadi di seluruh dunia tetapi lebih sering diamati pada individu keturunan

Afrika dibandingkan dengan orang Kaukasia dan Hispanik. Kondisi ini biasanya ditemukan

pada anak-anak praremaja dengan kejadian puncak antara usia 3 dan 7 tahun. Tinea kapitis

jarang terlihat pada orang dewasa dan jarang terlihat pada bayi dan orang lanjut usia. Di

Amerika Serikat, prevalensi anak prapubertas berkisar antara 3 sampai 8%. Diduga,

peningkatan prevalensi pada anak-anak prapubertas disebabkan rendahnya produksi sebum,

yang mengakibatkan penurunan asam lemak dan peningkatan pH kulit kepala, sehingga

memudahkan kolonisasi dan infeksi selanjutnya oleh dermatofita. Pada kelompok usia anak,

tinea kapitis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Namun, dalam satu

penelitian yang dilakukan di China, rasio perempuan terhadap laki-laki kira-kira 3:1. Pada

orang dewasa, tinea kapitis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Faktor

predisposisi termasuk kebersihan yang buruk, paparan rumah tangga, lingkungan hidup yang

padat, status sosial ekonomi yang lebih rendah, infeksi jamur yang menyertai, berbagi benda

yang terkontaminasi (misalnya, sisir, sikat, bantal, atau topi), partisipasi dalam olahraga

dengan kontak fisik yang dekat, lingkungan yang hangat, lembab, dan defisiensi imun.

Rambut pendek juga merupakan faktor predisposisi karena spora jamur dapat mengakses kulit

kepala dengan lebih mudah.


4. PATOGENESIS

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak erat dengan orang yang terinfeksi, pembawa

tanpa gejala, hewan (khususnya, hewan peliharaan), tanah, atau benda yang terkontaminasi

(misalnya, sikat, sisir, topi, bantal). Penularan spora jamur di antara anggota keluarga adalah

rute yang paling umum; anak-anak sering terinfeksi oleh spora yang ditumpahkan oleh kontak

rumah tangga.

Glikoprotein mannan di dinding sel jamur mendorong perlekatan jamur ke stratum

korneum kulit kepala yang mengandung keratin. Jamur dapat menyerang kulit kepala karena

enzim yang dihasilkan seperti keratinase dan protease yang mencerna keratin dan

memfasilitasi penetrasi jaringan keratin. Penskalaan dihasilkan dari peningkatan pergantian

epidermis setelah peradangan. Dari tempat inokulasi di kulit kepala, jamur tumbuh secara

sentrifugal di sepanjang bidang stratum korneum. Jamur juga dapat menyebar dari stratum

korneum ke folikel rambut dan ke rambut. Kemudian menembus selubung luar folikel rambut

dan menyerang batang rambut.

Tergantung pada tempat pembentukan artrokonidia dan jenis invasi rambut, tinea kapitis

dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu infeksi endothrix, ectothrix, dan favus. Pada

infeksi endothrix, hifa diubah menjadi artrokonidia (spora jamur) di dalam batang rambut.

Infeksi endotriks ditandai dengan artrokonidia di dalam batang rambut tanpa merusak

kutikula, seringkali tampak seperti "kantong kelereng". Hal ini menyebabkan kerusakan

rambut dengan mudah di dekat ostia folikel, sehingga menimbulkan penampilan "titik hitam".

Infeksi endotriks disebabkan oleh jamur antropofilik, terutama T. tonsurans, T. soudanense,

dan T. Violaceum. Rambut yang terkena tidak berpendar dengan sinar ultraviolet lampu

Wood. Pada infeksi ectothrix, hifa dan artrokonidia ditemukan pada permukaan batang

rambut. Kutikula dihancurkan oleh jamur. Rambut yang terinfeksi biasanya berpendar dengan
sinar ultraviolet lampu Wood. Agen penyebab termasuk M. canis, T. verrucosum, M.

audouinii, M. gypseum, M. distorsitum, M. ferrugineum, dan M. nanum. Favus (juga dikenal

sebagai tinea favosa) paling sering disebabkan oleh T. schoenleinii. Di favus, kedua hifa

jamur tersusun sejajar dengan batang rambut dan artrokonidia, berada di dalam batang

rambut. Ruang udara di dalam batang rambut terlihat secara khas. Rambut yang terinfeksi

menjadi rapuh dan mudah patah. Secara umum, dermatofita zoofilik menginduksi peradangan

yang lebih parah daripada dermatofita antropofilik.

Kerion adalah varian peradangan dari tinea capitis yang disebabkan oleh respon imun

dramatis terhadap jamur dermatofita, paling sering M. canis dan, lebih jarang, oleh T.

tonsurans, T. violaceum, T. mentagrophytes, T. verrucosum, M. gypseum, dan Aspergillus

protuberus.

5. HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologi tinea kapitis non-inflamasi meliputi artrokonidia dan/atau hifa

di dalam atau di sekitar batang rambut, jamur yang tersebar jarang di stratum korneum, dan

infiltrasi mononuklear perifollicular di dermis. Multinucleated Giant Cell mungkin ada di

dermis sepanjang folikel rambut yang mengalami degenerasi jika folikel rambut terganggu.

Gambaran histopatologis kerion termasuk infiltrasi inflamasi perifollicular dengan spongiosis

dan infiltrat neutrofil, limfosit, dan sel plasma pada tahap awal dan bekas luka fibrotik pada

tahap selanjutnya.

6. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi tinea kapitis kira-kira beberapa minggu. Tinea kapitis non-inflamasi

biasanya muncul sebagai skuama halus dengan plak bersisik tunggal atau multipel dari
alopesia sirkular (bercak abu-abu) (gambar 1 & 2); difus atau menyerupai plak, halus, putih,

sisik kulit kepala yang melekat menyerupai ketombe umum dengan kerontokan rambut halus

(gambar 3); atau plak tunggal atau multipel pada area alopesia berbatas tegas dengan sisik

halus, bertabur rambut patah di permukaan kulit kepala, menghasilkan munculnya "titik

hitam" (gambar 4a & 4b). Rambut patah sering terjadi akibat kerapuhan batang rambut akibat

infeksi endothrix. Eritema pada kulit kepala mungkin ada tetapi mungkin sulit dinilai pada

pasien kulit hitam. Gatal pada kulit kepala sering terjadi pada berbagai manifestasi tinea

kapitis dan penyakit awal dapat terbatas pada gatal dan scaling. Tinea kapitis juga dapat

muncul sebagai deskuamasi kulit kepala yang persisten. Pasien dengan tinea kapitis mungkin

memiliki papula eritematosa, sisik, fisura, atau plak di atas heliks, antiheliks, dan regio

retroauricular, yang disebut sebagai “ear sign”. Bulu mata dan alis mungkin juga terlibat.

Limfadenopati regional (cervical/suboksipital) sering ditemukan.

Gambar 1. Bercak abu-abu bersisik kering dari alopecia dengan tunggul rambut patah terlihat
pada kulit kepala seorang anak dengan tinea capitis

Gambar 2. Tampilan close-up dari "Gray patch" yang ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 3. Difus, halus, dan sisik berwarna putih yang melekat menyerupai ketombe dengan rambut rontok halus

(a) (b)
Gambar 4. (a) Tinea capitis muncul sebagai bercak bulat alopecia dengan sisik halus, bertabur rambut patah di garis kulit,
menghasilkan penampilan "titik hitam". (b) Fluoresensi hijau kuning pada rambut yang terinfeksi M. canis dengan
pemeriksaan lampu Woods pada anak dengan tinea kapitis

Varian radang tinea capitis termasuk kerion (kerion celsi) dan favus (tinea favus).

Kerion adalah reaksi inflamasi parah yang dihasilkan dari reaksi hipersensitivitas yang

dimediasi sel-T yang intens terhadap dermatofita penyebab. Kondisi ini paling sering terlihat

pada anak-anak antara usia 5 dan 10 tahun. Awalnya, kerion dapat muncul sebagai folikulitis

supuratif yang menyakitkan. Seiring waktu, kerion biasanya berkembang menjadi alopecia

difus dan tidak merata dengan pustula yang tersebar atau folikulitis tingkat rendah; lesi

indurasi yang sangat menyakitkan; atau plak edematous boggy seperti carbuncle yang nyeri

dan supuratif dengan pustula dan krusta tebal atau nodul yang sering dikaitkan dengan
drainase purulen dan alopesia (gambar 5). Lesi biasanya soliter dan terjadi di daerah oksipital

kulit kepala. Limfadenopati regional yang menyakitkan sering muncul.

Gambar 5. Plak besar, eritematosa, seperti rawa, dan lunak dengan alopecia terlihat pada kulit kepala verteks anak dengan
kerion

Favus pada awalnya ditandai dengan eritema perifollicular, yang kemudian berkembang

menjadi krusta folikuler (scutula) kuning atau berwarna madu, cekung atau berbentuk cangkir,

dikelompokkan dalam patch seperti sarang lebah, serta rambut kusut di kulit kepala. Pada

favus, rambut yang terinfeksi tampak kuning. Bau yang tidak enak mungkin ada.

Limfadenopati regional yang menyakitkan sering muncul. Favus paling sering terlihat pada

anak-anak keturunan Afrika, Timur Tengah, dan Mediterania.

Tinea kapitis pada orang dewasa memiliki gambaran klinis polimorfik dan atipikal.

Dalam sebuah penelitian terhadap 82 orang dewasa Korea dengan tinea capitis, 22 (26,8%)

pasien mengalami pustula, 21 (25,6%) pasien mengalami scaling seperti dermatitis seboroik,

19 (23,2%) pasien dengan bercak abu-abu, 18 (22,0%) pasien dengan kerion celsi, dan 2

(2,4%) pasien dengan titik hitam. Perlu diperhatikan bahwa pada lansia dengan rambut

beruban, batang rambut yang patah tidak tampak sebagai “titik hitam”.

7. DIAGNOSIS

Diagnosis tinea capitis harus dicurigai pada anak dengan scaling kulit kepala yang tidak

rata, halus, putih, melekat, lesi pruritus di kulit kepala, alopecia atau penipisan rambut kulit
kepala, eritema kulit kepala, atau munculnya "titik hitam" di kulit kepala, terutama jika

terdapat limfadenopati serviks atau oksipital. Plak edematous supuratif dengan pustula dan

krusta tebal atau nodul menunjukkan kerion, sedangkan krusta folikel kuning atau berwarna

madu, berbentuk cangkir, dikelompokkan dalam patch seperti sarang lebah (scutula)

menunjukkan favus.

Pemeriksaan lampu Woods akan menunjukkan fluoresensi rambut berwarna hijau terang

sampai hijau kuning (Gambar 4) yang terinfeksi oleh M. canis dan M. audouinii dan

fluoresensi rambut berwarna biru muda atau kusam/abu-hijau yang terinfeksi oleh T.

schoenleinii. Di sisi lain, rambut yang terinfeksi oleh T. tonsurans, penyebab paling umum

dari tinea capitis di Amerika Utara, tidak berfluoresensi.

Dermoskopi (trikoskopi) adalah alat yang berguna, praktis, cepat, noninvasif, hemat

biaya, dan sangat sensitif untuk diagnosis tinea kapitis. Beberapa penulis menyarankan

dermoskopi untuk digunakan sebagai alternatif diagnosis mikrobiologis. Temuan dermoscopic

tipikal termasuk sisik perifollicular putih, rambut patah, rambut dystrophic, rambut seperti

pembuka botol, rambut kuncir, rambut zigzag, rambut koma, rambut seperti kode morse

(rambut seperti kode batang), rambut selubung keputihan, rambut seperti pegangan telepon;

dan titik hitam. Selain itu, skuama dan keratosis/skuama folikuler umumnya terlihat pada tinea

kapitis non-inflamasi dan kerak rambut berbentuk V dan pustula folikuler terutama terlihat

pada tinea kapitis inflamasi. Telah disarankan bahwa dermoskopi dapat digunakan untuk

memantau respons terhadap pengobatan karena hilangnya kelainan dermoskopi yang terkait

dengan tinea kapitis merupakan penanda kesembuhan klinis. Demikian juga, mikroskop

confocal reflektansi dapat digunakan untuk mengidentifikasi dermatofita dan konidia pada

permukaan rambut karena reflektansinya yang tinggi. Prosedurnya non-invasif dan hasilnya

dapat diperoleh dalam beberapa menit.


Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan basah kalium hidroksida dari kerokan

kulit kepala dari batas aktif lesi atau titik hitam atau rambut patah yang pendek. Setetes 10

sampai 20% kalium hidroksida, dengan atau tanpa dimetil sulfoksida, ditambahkan ke

spesimen. Spesimen kemudian dipanaskan dengan lembut untuk mempercepat penghancuran

sel skuamosa jika tidak ditambahkan dimetil sulfoksida. Kalium hidroksida melarutkan

jaringan epitel, meninggalkan hifa septate yang mudah divisualisasikan dan spora jamur.

Spora M. canis akan terlihat melapisi batang rambut sedangkan spora T. tonsurans akan

terlihat di dalam batang rambut. Di favus, hifa dan ruang udara terlihat di dalam batang

rambut.

Kultur jamur adalah standar emas untuk mendiagnosis dermatofitosis. Namun, kultur

jamur mahal dan butuh 7 hingga 14 hari untuk mendapatkan hasilnya. Dalam praktiknya,

biakan jamur biasanya tidak dilakukan, kecuali diagnosisnya diragukan atau jika infeksinya

parah, tersebar luas, atau resisten terhadap pengobatan. Media kultur yang paling umum

adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Hasil negatif palsu dapat terjadi jika pengobatan

antijamur telah dimulai sebelum mendapatkan biakan atau jika biakan diambil dari kerion.

8. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding tinea kapitis meliputi dermatitis seboroik, alopesia areata, pityriasis

amiantacea, dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, erupsi obat, alopesia triangular

kongenital, trikotilomania, alopesia traksi, telogen effluvium, effluvium anagen, sindrom

loose-anagen, psoriasis, pedikulosis kapitis, lupus eritematosus kulit diskoid atau subakut,

lichen simplex chronicus, lichen planopilaris , pioderma, folikulitis bakterial, trichorrhexis

nodosa, monilethrix, pili torti, sindrom Netherton, sifilis sekunder, dan histiositosis sel
Langerhans. Diagnosis banding sangat luas, karena dermatofita penyebab yang berbeda dapat

meniru penyakit unik.

Diagnosis banding tinea kapitis inflamasi meliputi pityriasis amiantacea, folikulitis

bakterial, impetigo, pioderma, abses piogenik, dermatosis pustular erosif, psoriasis pustular,

histiositosis sel Langerhans, dissecting cellulitis, dan folikulitis decalvans.

9. KOMPLIKASI

Kerontokan rambut tidak merata atau total tidak enak dilihat dan memalukan secara

sosial dan mungkin berdampak signifikan pada harga diri anak dan efek buruk pada kualitas

hidup. Dalam sebuah penelitian terhadap 184 anak, usia 6 hingga 12 tahun dengan tinea

capitis, 127 (58,2%) anak mengalami dampak psikososial ringan hingga berat. Favus dan

kerion yang tidak dirawat atau dirawat secara tidak tepat dapat menyebabkan alopesia jaringan

parut permanen. Infeksi bakteri sekunder merupakan komplikasi potensial. Reaksi

dermatofitosis, juga dikenal sebagai reaksi id, eksim diseminata, atau autoeczematisasi, dapat

terjadi sehubungan dengan infeksi jamur terutama setelah memulai pengobatan antijamur

sistemik. Pasien yang terkena sering berkembang luas, pruritus intens, eritematosa, papula

bersisik, makulopapula, papulovesikel atau pustula. Lesi ini tidak memiliki jamur. Jarang,

eritema nodosum dan annular centrifugum dapat terjadi terutama yang berhubungan dengan

kerion. Sangat jarang, penyakit sistemik disebarluaskan telah dilaporkan pada individu

immunocompromised.

10. TATALAKSANA

Agen antijamur oral seperti terbinafine, griseofulvin, itrakonazol, dan flukonazol adalah

obat pilihan. Durasi pengobatan yang biasa adalah 4 sampai 6 minggu kecuali untuk
griseofulvin yang mungkin memerlukan 6 sampai 12 minggu pengobatan. Beralih ke agen

alternatif harus dipertimbangkan jika tidak ada perbaikan klinis yang diamati setelah durasi

pengobatan yang direkomendasikan. Tinjauan Cochrane 2017 terhadap 25 uji coba terkontrol

acak (n = 4, 449) menilai efek agen antijamur sistemik untuk pengobatan tinea capitis pada

anak-anak menunjukkan bahwa terbinafine dan griseofulvin efektif. Itraconazole dan

fluconazole adalah alternatif tetapi bukan pilihan optimal untuk infeksi Trichophyton. Hasil

tinjauan Cochrane 2017 dikonfirmasi oleh tinjauan sistematis yang lebih baru yang mencakup

21 uji coba terkontrol secara acak dan 17 uji klinis dengan total 4.856 anak. Terbinafine

terbukti lebih efektif melawan spesies Trichophyton sedangkan griseofulvin lebih efektif

melawan spesies Microsporum.

Di Inggris, griseofulvin adalah satu-satunya agen antijamur oral berlisensi untuk

pengobatan tinea capitis pada anak-anak. Griseofulvin, bagaimanapun, tidak tersedia di

Kanada dan negara-negara Eropa tertentu (misalnya, Portugal, Yunani, Belgia, dan Turki).

Griseofulvin terakumulasi dalam keratin rambut, membuat keratin baru kebal terhadap invasi

jamur. Obatnya bersifat fungistatik, yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghentikan

pembelahan sel pada metafase, dan merusak sintesis dinding sel jamur. Penyerapan

griseofulvin dapat ditingkatkan bila obat diberikan bersamaan dengan makanan berlemak.

Efek samping griseofulvin terjadi pada sekitar 20% kasus meliputi sakit kepala, mual, muntah,

fotosensitifitas, ruam kulit, dan yang lebih jarang, leukopenia, granulositopenia, dan

hepatotoksisitas. Obat harus dihindari pada wanita hamil dan dikontraindikasikan pada pasien

dengan porfiria, lupus eritematosus, dan penyakit hati berat. Terbinafine lebih disukai

daripada griseofulvin di Kanada dan Amerika Serikat. Terbinafine bekerja pada membran sel

jamur dengan menghambat squalene epoxidase dan bersifat fungisida. Obat ini hanya tersedia

dalam bentuk tablet, dan karenanya tidak memungkinkan untuk individualisasi dosis. Selain
itu, penyerapan obat dapat terganggu saat dihancurkan atau ditaburkan ke dalam saus apel

atau buah-buahan. Efek samping terbinafine jarang terjadi dan meliputi sakit kepala,

ketidaknyamanan gastrointestinal, gangguan pengecapan, ruam kulit, peningkatan enzim hati,

dan, yang lebih jarang, pansitopenia, reaksi mirip penyakit serum, lupus eritematosus, Drug

Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS), sindrom Steven-Johnson,

gagal hati, dan pankreatitis. Itraconazole lebih disukai daripada griseofulvin di sebagian besar

negara Eropa. Obat ini bersifat fungistatik dan bekerja dengan menghalangi sintesis

ergosterol, komponen utama membran sel jamur. Obat ini tersedia sebagai larutan oral atau

kapsul. Penyerapan obat dapat ditingkatkan bila obat diberikan bersamaan dengan makanan

berlemak. Efek samping itrakonazol termasuk sakit kepala, pusing, kantuk, peningkatan enzim

hati, dan, lebih jarang, gagal jantung. Obat tersebut telah terbukti aman dan efektif untuk

digunakan pada bayi. Flukonazol adalah agen terapi alternatif yang efektif untuk tinea kapitis.

Obatnya bersifat fungistatik, yang bekerja dengan mencegah konversi lanosterol menjadi

ergosterol. Obat ini tersedia sebagai suspensi oral atau tablet. Efek samping flukonazol

termasuk sakit kepala, gangguan pencernaan, ruam kulit, peningkatan enzim hati, dan, yang

lebih jarang, hepatotoksisitas, reaksi seperti penyakit serum, sindrom Steven-Johnson,

perpanjangan interval QT, dan Torsades de pointes.

Steroid oral dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan tinea kapitis inflamasi berat

seperti kerion untuk mengurangi respon inflamasi dan risiko alopesia permanen. Terapi

steroid sistemik harus digunakan bersamaan dengan terapi antijamur oral. Steroid topikal pada

kulit kepala harus dihindari selama pengobatan tinea kapitis. Untuk perawatan kerion,

pengangkatan kerak secara hati-hati dengan menggunakan kompres basah dapat

dipertimbangkan. Drainase bedah kerion tidak boleh dilakukan meskipun mirip dengan abses

bakteri. Antibiotik harus diberikan untuk infeksi bakteri sekunder.


Meskipun terapi antijamur topikal memiliki efek samping yang minimal, agen antijamur

topikal saja tidak direkomendasikan untuk pengobatan tinea kapitis karena agen ini tidak

menembus akar folikel rambut, yang terletak jauh di dalam dermis. Terapi antijamur topikal,

bagaimanapun, dapat digunakan untuk mengurangi transmisi spora dan dapat digunakan

sebagai terapi tambahan untuk antijamur sistemik. Agen fungisida topikal seperti

sertaconazole dapat diterapkan pada lesi sekali sehari selama seminggu. Terapi kombinasi

dengan antijamur topikal dan oral dapat meningkatkan angka kesembuhan. Shampo antijamur

(misalnya, selenium sulfida, ketoconazole, ciclopirox, povidone-iodine, zinc pyrithione)

setidaknya dua kali seminggu selama dua hingga empat minggu dapat digunakan sebagai

tindakan tambahan untuk mengurangi pelepasan spora jamur dan mengurangi risiko

penyebaran infeksi ke orang lain.

11. PENCEGAHAN

Semua anggota rumah tangga harus diperiksa dan diobati secara bersamaan jika

ditemukan tinea capitis. Orang tua teman sekelas, dan teman bermain harus diberitahu agar

anaknya dapat diperiksa dan diobati bila perlu. Berbagi fomites dan partisipasi dalam olahraga

kontak harus dicegah. Pembersihan fomit yang tepat seperti sisir, sikat, dan topi diperlukan.

Dianjurkan bagi anggota rumah tangga untuk menggunakan sampo antijamur pada saat yang

sama selama perawatan pasien untuk mencegah penularan “ping pong” antar anggota

keluarga.

12. PROGNOSIS

Prognosis tinea kapitis non-inflamasi sangat baik dengan pengobatan dini dan tepat.

Pasien dengan tinea kapitis inflamasi berat seperti kerion dan favus berisiko mengalami
alopecia permanen. Meskipun demikian, sebagian besar rambut rontok sering tumbuh

kembali.

13. CONCLUSION

Tinea capitis adalah infeksi jamur yang paling umum pada anak-anak antara usia 3 dan 7

tahun. Infeksi ini sangat menular dan paling sering disebabkan oleh dermatofita yang

termasuk dalam dua genera: Trichophyton dan Microsporum. Diagnosis dan pengobatan dini

sangat penting, terutama pada radang tinea kapitis, untuk mencegah potensi komplikasi. Agen

antijamur oral seperti terbinafine, griseofulvin (tidak tersedia di Kanada), itrakonazol, dan

flukonazol harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama. Agen antijamur topikal saja

tidak dianjurkan karena penetrasi yang buruk dari agen ini jauh ke dalam akar folikel rambut.

Terapi kombinasi dengan antijamur topikal dan oral dapat meningkatkan angka kesembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Aboud AM, Crane JS. Tinea capitis. StatPearls [Internet] Stat-Pearls Publishing:
Treasure Island, FL 2019.
2. Elghblawi E. Idiosyncratic findings in trichoscopy of tinea capitis: Comma, zigzag hairs,
corkscrew, and Morse code-like hair. Int J Trichology 2016; 8(4): 180-3.
http://dx.doi.org/10.4103/ijt.ijt_92_15 PMID: 28442876.
3. Fuller LC, Barton RC, Mohd Mustapa MF, Proudfoot LE, Punjabi SP, Higgins EM.
British Association of Dermatologists‟ guidelines for the management of tinea capitis
2014. Br J Dermatol 2014; 171(3): 454-63. http://dx.doi.org/10.1111/bjd.13196 PMID:
25234064.
4. John AM, Schwartz RA, Janniger CK. The kerion: An angry tinea capitis. Int J
Dermatol 2018; 57(1): 3-9. http://dx.doi.org/10.1111/ijd.13423 PMID: 27696388.
5. Bennassar A, Grimalt R. Management of tinea capitis in childhood. Clin Cosmet
Investig Dermatol 2010; 3: 89-98. PMID: 21437064
6. Farooqi M, Tabassum S, Rizvi DA, Rahman A, Rehanuddin, Awan S, et al. Clinical
types of tinea capitis and species identification in children: An experience from Tertiary
Care Centres of Karachi, Pakistan. J Pak Med Assoc 2014; 64(3): 304-8. PMID:
24864605
7. Koch E, English JC III. Diffuse alopecia in an adolescent female: Tinea capitis. J Pediatr
Adolesc Gynecol 2014; 27(1): 45-7. http://dx.doi.org/10.1016/j.jpag.2013.07.003 PMID:
24588014.
8. Michaels BD, Del Rosso JQ. Tinea capitis in infants: Recognition, evaluation, and
management suggestions. J Clin Aesthet Dermatol 2012; 5(2): 49-59. PMID: 22468173
9. Schechtman RC, Silva ND. Quaresma, Bernardes Filho F, Buçard AM, Sodré CT.
Dermatoscopic findings as a complementary tool in the differential diagnosis of the
etiological agent of tinea capitis. An Bras Dermatol 2015; 90(3)(Suppl 1): S13-5.
http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20153787
10. Zampella JG, Kwatra SG, Blanck J, Cohen B. Tinea in tots: Cases and literature review
of oral antifungal treatment of tinea capitis in children under 2 years of age. J Pediatr
2017; 183: 12-18.e3. http://dx.doi.org/10.1016/j.jpeds.2016.12.042 PMID: 28088394
11. Brissos J, Gouveia C, Neves C, Varandas L. Remember kerion celsi. BMJ Case Rep
2013; 2013: bcr2013200594. http://dx.doi.org/10.1136/bcr-2013-200594 PMID:
24005974
12. Patel GA, Schwartz RA. Tinea capitis: Still an unsolved problem? Mycoses 2011; 54(3):
183-8. http://dx.doi.org/10.1111/j.1439-0507.2009.01819.x PMID: 20002884
13. Ziegler W, Lempert S, Goebeler M, Kolb-Mäurer A. Tinea capitis: Temporal shift in
pathogens and epidemiology. J Dtsch Dermatol Ges 2016; 14(8): 818-25.
http://dx.doi.org/10.1111/ddg.12885 PMID: 27509419
14. Treat JR. Tinea capitis. UpToDate Waltham, MA. (Accessed on November 11, 2019).
15. Veasey JV, Muzy GSC. Tinea capitis: Correlation of clinical presentations to agents
identified in mycological culture. An Bras Dermatol 2018; 93(3): 465-6.
http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20187435 PMID: 29924231
16. Brito-Santos F, Figueiredo-Carvalho MHG, Coelho RA, Sales A, Almeida-Paes R.
Tinea capitis by Microsporum audouinii: Case reports and review of published global
literature 2000-2016. Mycopathologia 2017; 182(11-12): 1053-60.
http://dx.doi.org/10.1007/s11046-017-0181-1 PMID: 28736794
17. Grigoryan KV, Tollefson MM, Olson MA, Newman CC. Pediatric tinea capitis caused
by Trichophyton violaceum and Trichophyton soudanense in Rochester, Minnesota,
United States. Int J Dermatol 2019; 58(8): 912-5. http://dx.doi.org/10.1111/ijd.14352
PMID: 30548845
18. Kechia FA, Kouoto EA, Nkoa T, Nweze EI, Fokoua DC, Fosso S, et al. Epidemiology
of tinea capitis among school-age children in Meiganga, Cameroon. J Mycol Med 2014;
24(2): 129-34. http://dx.doi.org/10.1016/j.mycmed.2013.12.002 PMID: 24746727
19. Keisham C, Sarkar R, Khurana N, Ghosh N, Garg VK, Manoj RK. Black dot tinea
capitis caused by Trichophyton rubrum in an adult female presenting with cicatricial
alopecia. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2015; 81(2): 224.
http://dx.doi.org/10.4103/0378-6323.152323 PMID: 25751361
20. Mapelli ET, Cerri A, Bombonato C, Menni S. Tinea capitis in the paediatric population
in Milan, Italy: The emergence of Trichophyton violaceum. Mycopathologia 2013;
176(3-4): 243-6. http://dx.doi.org/10.1007/s11046-013-9637-0 PMID: 23813120
21. Thakur R, Goyal R. Tinea capitis: Mixed or consecutive infection with white and violet
strains of Trichophyton violaceum: A diagnostic or therapeutic challenge. J Clin Diagn
Res 2015; 9(12): WD03-4. http://dx.doi.org/10.7860/JCDR/2015/14488.6859 PMID:
26814801
22. Khosravi AR, Shokri H, Vahedi G. Factors in etiology and predisposition of adult tinea
capitis and review of published literature. Mycopathologia 2016; 181(5-6): 371-8.
http://dx.doi.org/10.1007/s11046-016-0004-9 PMID: 27004946
23. Jiang Y, Zhan P, Al-Hatmi AMS, Shi G, Wei Y, van den Ende AHGG, et al. Extensive
tinea capitis and corporis in a child caused by Trichophyton verrucosum. J Mycol Med
2019; 29(1): 62-6. http://dx.doi.org/10.1016/j.mycmed.2019.01.007 PMID: 30799183
24. Kudava K, Kituashvili T, Sekania M, Galdava G. Some characteristics of tinea capitis.
Iran J Pediatr 2013; 23(6): 707-8. PMID: 24910754
25. Yin B, Xiao Y, Ran Y, Kang D, Dai Y, Lama J. Microsporum canis infection in three
familial cases with tinea capitis and tinea corporis. Mycopathologia 2013; 176(3-4):
259-65. http://dx.doi.org/10.1007/s11046-013-9685-5 PMID: 23918090
26. Hoarau G, Miquel J, Picot S. Kerion celsi caused by Microsporum gypseum. J Pediatr
2016; 178: 296. http://dx.doi.org/10.1016/j.jpeds.2016.07.042 PMID: 27567410
27. Chen X, Jiang X, Yang M, González U, Lin X, Hua X, et al. Systemic antifungal
therapy for tinea capitis in children. Cochrane Database Syst Rev 2016; (5): CD004685.
http://dx.doi.org/10.1002/14651858.CD004685.pub3 PMID: 27169520
28. Mirmirani P, Tucker LY. Epidemiologic trends in pediatric tinea capitis: A population-
based study from Kaiser Permanente Northern California. J Am Acad Dermatol 2013;
69(6): 916-21. http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2013.08.031 PMID: 24094452
29. Zaraa I, Hawilo A, Aounallah A, Trojjet S, El Euch D, Mokni M, et al. Inflammatory
tinea capitis: A 12-year study and a review of the literature. Mycoses 2013; 56(2): 110-
6. http://dx.doi.org/10.1111/j.1439-0507.2012.02219.x PMID: 22757767
30. Deng S, Bulmer GS, Summerbell RC, De Hoog GS, Hui Y, Gräser Y. Changes in
frequency of agents of tinea capitis in school children from Western China suggest slow
migration rates in dermatophytes. Med Mycol 2008; 46(5): 421-7.
http://dx.doi.org/10.1080/13693780701883730 PMID: 18608883
31. Tan CW, Foong AY, Liew HM, Koh MJ. A review of tinea capitis in a cohort of Asian
children. Ann Acad Med Singapore 2018; 47(4): 156-8. PMID: 29777246
32. Elghblawi E. Tinea capitis in children and trichoscopic criteria. Int J Trichology 2017;
9(2): 47-9. PMID: 28839385
33. Ely JW, Rosenfeld S, Stone MS. Diagnosis and management of tinea infections. Am
Fam Physician 2014; 90(10): 702-10.
34. Auchus IC, Ward KM, Brodell RT, Brents MJ, Jackson JD. Tinea capitis in adults.
Dermatol Online J 2016; 22(3)13030/qt4dm9s3fh PMID: 27136624
35. Chokoeva AA, Zisova L, Sotiriou E, Miteva-Katrandzhieva T. Tinea capitis: A
retrospective epidemiological comparative study. Wien Med Wochenschr 2017; 167(3-
4): 51-7. http://dx.doi.org/10.1007/s10354-016-0493-7 PMID: 27510759
36. Mandras N, Roana J, Cervetti O, Panzone M, Tullio V. A case report of tinea capitis in
infant in first year of life. BMC Pediatr 2019; 19(1): 65.
http://dx.doi.org/10.1186/s12887-019-1433-7 PMID: 30795738
37. Park SK, Park SW, Yun SK, Kim HU, Park J. Tinea capitis in adults: A 18-year
retrospective, Single-Centre Study in Korea. Mycoses 2019; 62(7): 609-16.
http://dx.doi.org/10.1111/myc.12916 PMID: 30980768
38. Mikaeili A, Kavoussi H, Hashemian AH, Shabandoost Gheshtemi M, Kavoussi R.
Clinico-mycological profile of tinea capitis and its comparative response to griseofulvin
versus terbinafine. Curr Med Mycol 2019; 5(1): 15-20.
http://dx.doi.org/10.18502/cmm.5.1.532 PMID: 31049453
39. Hambro CA, Yin NC, Yang C, Husain S, Silvers DN, Grossman ME. Trichophyton
rubrum tinea capitis in an HIV-positive patient with generalized dermatophytosis. JAAD
Case Rep 2016; 24(3(1)): 19-21.
40. Stein LL, Adams EG, Holcomb KZ. Inflammatory tinea capitis mimicking dissecting
cellulitis in a postpubertal male: A case report and review of the literature. Mycoses
2013; 56(5): 596-600. http://dx.doi.org/10.1111/myc.12082 PMID: 23582018
41. Yoo JY, Mendese GW, Loo DS. Black dot tinea capitis in an immunosuppressed man. J
Clin Aesthet Dermatol 2013; 6(5): 49-50. PMID: 23710273
42. Leung AK, Leung AA, Hon KL. Why does this boy have an itchy, scaly scalp with hair
loss? Tinea capitis. Consultant for Pediatricians 2017; e6.
http://www.consultant360.com/articles/why-does-boyhave- itchy-scaly-scalp-hair-loss
43. Hay RJ. Tinea capitis: Current status. Mycopathologia 2017; 182(1- 2): 87-93.
http://dx.doi.org/10.1007/s11046-016-0058-8 PMID: 27599708
44. Zhuang K, Ran X, Ran Y. Cover Image: Trichophyton violaceum destroys hair keratin
fibres in tinea capitis. Br J Dermatol 2017; 177(6): 1767-8.
http://dx.doi.org/10.1111/bjd.15984 PMID: 29313923
45. Lekkas D, Ioannides D, Apalla Z, Lallas A, Lazaridou E, Sotiriou E. Dermoscopy for
discriminating between Trichophyton and Microsporum infections in tinea capitis. J Eur
Acad Dermatol Venereol 2018; 32(6): e234-5. http://dx.doi.org/10.1111/jdv.14755
PMID: 29237094
46. Iwasa K, Ogawa K, Azukizawa H, Tanabe H, Iwanaga T, Anzawa K, et al. Revival of
favus in Japan caused by Trichophyton schoenleinii. J Dermatol 2019; 46(4): 347-50.
http://dx.doi.org/10.1111/1346-8138.14804 PMID: 30768822
47. Aldulaimi S, Lyttle M. Swelling and erythema of the scalp on a teenager. Am Fam
Physician 2016; 94(10): 836-42. PMID: 27929276
48. Das D, Das A, Das NK. Kerion. Indian Pediatr 2014; 51(5): 419-20. PMID: 24953594
49. Gorgievska-Sukarovska B, Skerlev M, Žele-Starčević L, Husar K, Halasz M. Kerion
celsi due to Microsporum canis with a dermatophytid reaction. Acta Dermatovenerol
Croat 2017; 25(2): 151-4. PMID: 28871931
50. Grijsen ML, de Vries HJC. Kerion. CMAJ 2017; 189(20): E725.
http://dx.doi.org/10.1503/cmaj.160665 PMID: 28536129
51. Jia J, Chen M, Mo X, Liu J, Yan F, Li Z, et al. The first case report of kerion-type scalp
mycosis caused by Aspergillus protuberus. BMC Infect Dis 2019; 19(1): 506.
http://dx.doi.org/10.1186/s12879-019-4144-7 PMID: 31182059
52. Lapergola G, Breda L, Chiesa PL, Mohn A, Giannini C. Kerion celsi caused by
Trichophyton tonsurans in a child. Lancet Infect Dis 2018; 18(7): 812.
http://dx.doi.org/10.1016/S1473-3099(18)30105-1 PMID: 29976531
53. Nakagawa H, Nishihara M, Nakamura T. Kerion and tinea capitis. IDCases 2018; 14:
e00418. http://dx.doi.org/10.1016/j.idcr.2018.e00418 PMID: 29988774
54. El-Taweel AE, El-Esawy F, Abdel-Salam O. Different trichoscopic features of tinea
capitis and alopecia areata in pediatric patients. Dermatol Res Pract 2014; 2014: 848763.
http://dx.doi.org/10.1155/2014/848763 PMID: 25024698
55. Zur RL, Shapero J, Shapero H. Barriers to treatment of tinea capitis in children living in
the Jane Finch community of Toronto. J Cutan Med Surg 2015; 19(5): 484-7.
http://dx.doi.org/10.1177/1203475415578051 PMID: 26271966
56. Betlloch-Mas I, Albares-Tendero MP, Soro-Martínez MP, Pérez- Crespo M. Persistent
desquamation of the scalp as a manifestation of tinea capitis in Sub-Saharan children. J
Immigr Minor Health 2015; 17(5): 1588-90. http://dx.doi.org/10.1007/s10903-014-
0055-2 PMID: 24917241
57. Agarwal U, Sitaraman S, Panse GG, Bhola K, Besarwal RK. Useful sign to diagnose
tinea capitis-„ear sign‟. Indian J Pediatr 2012; 79(5): 679-80.
http://dx.doi.org/10.1007/s12098-011-0571-1 PMID: 21975656
58. Sonthalia S, Khurana R. Kerion. Indian J Pediatr 2016; 83(1): 94-5.
http://dx.doi.org/10.1007/s12098-015-1760-0 PMID: 25947263
59. Feetham JE, Sargant N. Kerion celsi: A misdiagnosed scalp infection. Arch Dis Child
2016; 101(5): 503. http://dx.doi.org/10.1136/archdischild-2015-309756 PMID:
26893521
60. Feih J, Ledeboer NA, Peppard WJ. Photo quiz: A 5-year-old male with multiple pustules
covering the entire scalp. Inflammatory tinea capitis. J Clin Microbiol 2014; 52(4):
1027-312. PMID: 29950301
61. Razmi T M, De D, Vinay K. 'Corkscrews' on the patchy alopecia of a girl. Arch Dis
Child Educ Pract Ed 2019; 104(4): 205-6. PMID:
62. Dhaille F, Dillies AS, Dessirier F, Reygagne P, Diouf M, Baltazard T, et al. A single
typical trichoscopic feature is predictive of tinea capitis: A prospective multicentre
study. Br J Dermatol 2019; 181(5): 1046-51. http://dx.doi.org/10.1111/bjd.17866 PMID:
30844082
63. Nguyen J, Chapman LW, Smith J. Trichoscopic features of tinea capitis in a straight-
haired Hispanic woman. Dermatol Online J 2018; 24(11): pii: 13030/qt8cw0s639.
64. Richarz NA, Barboza L, Monsonís M, González-Enseñat MA, Vicente A. Trichoscopy
helps to predict the time point of clinical cure of tinea capitis. Australas J Dermatol
2018; 59(4): e298-9. http://dx.doi.org/10.1111/ajd.12830 PMID: 29767838
65. Brasileiro A, Campos S, Cabete J, Galhardas C, Lencastre A, Serrão V. Trichoscopy as
an additional tool for the differential diagnosis of tinea capitis: A prospective clinical
study. Br J Dermatol 2016; 175(1): 208-9. http://dx.doi.org/10.1111/bjd.14413 PMID:
26799530
66. Brasileiro A. Trichoscopic signs of tinea capitis: Association with dermatophyte or hair
type? Br J Dermatol 2019; 181(5): 893-4. [http://dx.doi.org/10.1111/bjd.18305 PMID:
31361332
67. Ekiz O, Sen BB, Rifaioğlu EN, Balta I. Trichoscopy in paediatric patients with tinea
capitis: A useful method to differentiate from alopecia areata. J Eur Acad Dermatol
Venereol 2014; 28(9): 1255-8. http://dx.doi.org/10.1111/jdv.12246 PMID: 23980908
68. Lacarrubba F, Verzì AE, Micali G. Newly described features resulting from high-
magnification dermoscopy of tinea capitis. JAMA Dermatol 2015; 151(3): 308-10.
http://dx.doi.org/10.1001/jamadermatol.2014.3313 PMID: 25471133
69. Liu ZH, Xia XJ, Zhi HL, Zhong Y, Sang B, Lv WW, et al. Combined and dynamic
trichoscopic signs for diagnosis and follow-up of inflammatory tinea capitis. Australas J
Dermatol 2019. Epub ahead of print http://dx.doi.org/10.1111/ajd.13127 PMID:
31573672
70. Mapelli ET, Gualandri L, Cerri A, Menni S. Comma hairs in tinea capitis: A useful
dermatoscopic sign for diagnosis of tinea capitis. Pediatr Dermatol 2012; 29(2): 223-4.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1525-1470.2011.01598.x PMID: 22011204
71. Michelle V, Shilpa K, Leelavathy B, Asha GS. Telephone handle hair: A novel
trichoscopic finding in black dot tinea capitis. Int J Trichology 2019; 11(4): 181-3.
http://dx.doi.org/10.4103/ijt.ijt_25_19 PMID: 31523114
72. Neri I, Starace M, Patrizi A, Balestri R. Corkscrew hair: A trichoscopy marker of tinea
capitis in an adult white patient. JAMA Dermatol 2013; 149(8): 990-1.
http://dx.doi.org/10.1001/jamadermatol.2013.4352 PMID: 23783798
73. Pinheiro AM, Lobato LA, Varella TC. Dermoscopy findings in tinea capitis: Case report
and literature review. An Bras Dermatol 2012; 87(2): 313-4.
http://dx.doi.org/10.1590/S0365-05962012000200022 PMID: 22570042
74. Souissi A, Ben Lagha I, Toukabri N, Mama M, Mokni M. Morse code-like hairs in tinea
capitis disappear after successful treatment. Int J Dermatol 2018; 57(12): e150-1.
http://dx.doi.org/10.1111/ijd.14224 PMID: 30264392
75. Tang J, Ran X, Ran Y. Ultraviolet dermoscopy for the diagnosis of tinea capitis. J Am
Acad Dermatol 2017; 76(2S1): S28-30.
76. Vastarella M, Gallo L, Cantelli M, Nappa P, Fabbrocini G. An undetected case of tinea
capitis in an elderly woman affected by dermatomyositis: How trichoscopy can guide to
the right diagnosis. Skin Appendage Disord 2019; 5(3): 186-8.
http://dx.doi.org/10.1159/000495805 PMID: 31049345
77. Wang HH, Lin YT. Bar code-like hair: Dermoscopic marker of tinea capitis and tinea of
the eyebrow. J Am Acad Dermatol 2015; 72(1)(Suppl.): S41-2.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2014.05.063 PMID: 25500038
78. Aqil N. BayBay H, Moustaide K, Douhi Z, Elloudi S, Mernissi FZ. A prospective study
of tinea capitis in children: Making the diagnosis easier with a dermoscope. J Med Case
Reports 2018; 12(1): 383. http://dx.doi.org/10.1186/s13256-018-1914-6
79. Campos S, Brasileiro A, Galhardas C, Apetato M, Cabete J, Serrão V, et al. Follow-up
of tinea capitis with trichoscopy: A prospective clinical study. J Eur Acad Dermatol
Venereol 2017; 31(11): e478- 80. http://dx.doi.org/10.1111/jdv.14322 PMID: 28499060
80. Vazquez-Lopez F, Palacios-Garcia L, Argenziano G. Dermoscopic corkscrew hairs
dissolve after successful therapy of Trichophyton violaceum tinea capitis: A case report.
Australas J Dermatol 2012; 53(2): 118-9. http://dx.doi.org/10.1111/j.1440-
0960.2011.00850.x PMID: 22571559
81. Veasey JV, Meneses OMS, da Silva FO. Reflectance confocal microscopy of tinea
capitis: Comparing images with results of dermoscopy and mycological exams. Int J
Dermatol 2019; 58(7): 849- 51. http://dx.doi.org/10.1111/ijd.14241 PMID: 30229878
82. Baroni A, Ruocco E, Aiello FS, Faccenda F, Lo Schiavo A, Satriano RA, et al. Tinea
capitis mimicking tufted hair folliculitis. Clin Exp Dermatol 2009; 34(8): e699-701.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2230.2009.03435.x PMID: 19663859
83. Cranwell W, Sinclair R. Common causes of paediatric alopecia. Aust J Gen Pract 2018;
47(10): 692-6. http://dx.doi.org/10.31128/AJGP-11-17-4416 PMID: 31195774
84. Errichetti E, Stinco G. Dermoscopy as a useful supportive tool for the diagnosis of
pityriasis amiantacea-like tinea capitis. Dermatol Pract Concept 2016; 6(3): 63-5.
http://dx.doi.org/10.5826/dpc.0603a13 PMID: 27648387
85. Hon KL, Leung AK, Ng PC. Unusual loss of body hair in childhood: Trichotillomania
or alopecia. Adv Ther 2008; 25(4): 380-7. http://dx.doi.org/10.1007/s12325-008-0044-8
PMID: 18463804 [86]
86. Hon KL, Leung AK. Alopecia areata. Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov 2011;
5(2): 98-107. http://dx.doi.org/10.2174/187221311795399291 PMID: 21453266
87. Leung AK. Neonatal seborrheic dermatitis. West J Med 1985; 142(4): 558. PMID:
3160169
88. AK, Robson WL. Hair loss in children. J R Soc Health 1993; 113(5): 252-6.
http://dx.doi.org/10.1177/146642409311300509 PMID: 8230078
89. Leung AK, Fong JH, Pinto-Rojas A. Pediculosis capitis. J Pediatr Health Care 2005;
19(6): 369-73. http://dx.doi.org/10.1016/j.pedhc.2005.07.002 PMID: 16286223
90. Leung AK, Barankin B. Incidence of congenital triangular alopecia. An Bras Dermatol
2016; 91(4): 556. http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20165431 PMID: 27579765
91. Leung AKC, Barankin B, Leong KF. An 8-year-old child with delayed diagnosis of
Netherton syndrome. Case Rep Pediatr 2018; 2018: 9434916.
http://dx.doi.org/10.1155/2018/9434916 PMID: 29527381
92. Leung AKC, Lam JM, Leong KF. Childhood Langerhans cell histiocytosis: A disease
with many faces. World J Pediatr 2019; 15(6): 536-45.
http://dx.doi.org/10.1007/s12519-019-00304-9 PMID: 31456157
93. Shim WH, Jwa SW, Song M, Kim HS, Ko HC, Kim BS, et al. Dermoscopic approach to
a small round to oval hairless patch on the scalp. Ann Dermatol 2014; 26(2): 214-20.
http://dx.doi.org/10.5021/ad.2014.26.2.214 PMID: 24882977
94. Anane S, Chtourou O. Tinea capitis favosa misdiagnosed as tinea amiantacea. Med
Mycol Case Rep 2012; 2: 29-31. http://dx.doi.org/10.1016/j.mmcr.2012.12.005 PMID:
24432210
95. Chia C, Dahl MV. Kerion mimicking erosive pustular dermatosis in elderly patients.
Cutis 2013; 91(2): 73-7. PMID: 23513554
96. Magri F, Pranteda G, Federico A, Muscianese M, Pigliacelli F, D'arino A, et al. Kerion
mimicking an erosive pustular dermatosis of the scalp. G Ital Dermatol Venereol 2019;
154(1): 96-8. http://dx.doi.org/10.23736/S0392-0488.17.05673-5 PMID: 30616337
97. Miletta NR, Schwartz C, Sperling L. Tinea capitis mimicking dissecting cellulitis of the
scalp: A histopathologic pitfall when evaluating alopecia in the post-pubertal patient. J
Cutan Pathol 2014; 41(1): 2-4. http://dx.doi.org/10.1111/cup.12270 PMID: 24329904
98. Shastry J, Ciliberto H, Davis DM. Tinea capitis mimicking dissecting cellulitis in three
children. Pediatr Dermatol 2018; 35(1): e79-83. http://dx.doi.org/10.1111/pde.13343
PMID: 29265536
99. Tangjaturonrusamee C, Piraccini BM, Vincenzi C, Starace M, Tosti A. Tinea capitis
mimicking folliculitis decalvans. Mycoses 2011; 54(1): 87-8.
http://dx.doi.org/10.1111/j.1439-0507.2009.01761.x PMID: 19638002
100. Torok RD, Bellet JS. Tinea capitis mimicking dissecting cellulitis. Pediatr Dermatol
2013; 30(6): 753-4. http://dx.doi.org/10.1111/pde.12235 PMID: 24134312
101. Wobser M, Schmitt A, Bröcker EB, Trautmann A. Circumscribed inflammatory plaque
at the scalp: Follicular impetigo or tinea capitis? Klin Padiatr 2010; 222(1): 38-9.
http://dx.doi.org/10.1055/s-0029-1220707 PMID: 20084590
102. Fienemika AE, Okeafor CU. The identification and grading of the psychosocial impact
of tinea capitis in primary school children in a semi-urban area of Rivers State, Nigeria.
Niger Postgrad Med J 2017; 24(1): 20-4. http://dx.doi.org/10.4103/npmj.npmj_172_16
PMID: 28492205
103. Cheng N, Rucker Wright D, Cohen BA. Dermatophytid in tinea capitis: Rarely reported
common phenomenon with clinical implications. Pediatrics 2011; 128(2): e453-7.
http://dx.doi.org/10.1542/peds.2010-2757 PMID: 21727102
104. Payne LK. An 8-year-old with tinea capitis and secondary rash. Adv Emerg Nurs J
2012; 34(1): 24-31. http://dx.doi.org/10.1097/TME.0b013e31824353d9 PMID:
22313898
105. Leung AKC, Leong KF, Lam JM. Erythema nodosum. World J Pediatr 2018; 14(6):
548-54. http://dx.doi.org/10.1007/s12519-018-0191-1 PMID: 30269303
106. Chen S, Sun KY, Feng XW, Ran X, Lama J, Ran YP. Efficacy and safety of
itraconazole use in infants. World J Pediatr 2016; 12(4): 399-407.
http://dx.doi.org/10.1007/s12519-016-0034-x PMID: 27286691
107. Kakourou T, Uksal U. Guidelines for the management of tinea capitis in children.
Pediatr Dermatol 2010; 27(3): 226-8. http://dx.doi.org/10.1111/j.1525-
1470.2010.01137.x PMID: 20609140
108. Phillips TG, Slomiany WP, Allison R. Hair loss: Common causes and treatment. Am
Fam Physician 2017; 96(6): 371-8. PMID: 28925637
109. Chen X, Jiang X, Yang M, Bennett C, González U, Lin X, et al. Systemic antifungal
therapy for tinea capitis in children: An abridged cochrane review. J Am Acad Dermatol
2017; 76(2): 368- 74. http://dx.doi.org/10.1016/j.jaad.2016.08.061 PMID: 27816294
110. Gupta AK, Mays RR, Versteeg SG, Piraccini BM, Shear NH, Piguet V, et al. Tinea
capitis in children: A systematic review of management. J Eur Acad Dermatol Venereol
2018; 32(12): 2264-74. http://dx.doi.org/10.1111/jdv.15088 PMID: 29797669
111. Bar J, Samuelov L, Sprecher E, Mashiah J. Griseofulvin vs. terbinafine for paediatric
tinea capitis: When and for how long. Mycoses 2019; 62(10): 949-53.
http://dx.doi.org/10.1111/myc.12970 PMID: 31343780
112. Gupta AK, Drummond-Main C. Meta-analysis of randomized, controlled trials
comparing particular doses of griseofulvin and terbinafine for the treatment of tinea
capitis. Pediatr Dermatol 2013; 30(1): 1-6. http://dx.doi.org/10.1111/j.1525-
1470.2012.01866.x PMID: 22994156
113. Shemer A, Plotnik IB, Davidovici B, Grunwald MH, Magun R, Amichai B. Treatment
of tinea capitis - griseofulvin versus fluconazole - a comparative study. J Dtsch
Dermatol Ges 2013; 11(8): 737- 42. http://dx.doi.org/10.1111/ddg.12095 PMID:
23575220
114. Shemer A, Grunwald MH, Gupta AK, Lyakhovitsky A, Daniel CR III, Amichai B.
Griseofulvin and fluconazole reduce transmission of tinea capitis in schoolchildren.
Pediatr Dermatol 2015; 32(5): 696- 700. http://dx.doi.org/10.1111/pde.12653 PMID:
26215468
115. Coulibaly O, Thera MA, Koné AK, Siaka G, Traoré P, Djimdé AA, et al. A double-
blind randomized placebo-controlled clinical trial of squalamine ointment for tinea
capitis treatment. Mycopathologia 2015; 179(3-4): 187-93.
http://dx.doi.org/10.1007/s11046-014-9849-y PMID: 25515244
116. Chen C, Koch LH, Dice JE, Dempsey KK, Moskowitz AB, Barnes- Eley ML, et al. A
randomized, double-blind study comparing the efficacy of selenium sulfide shampoo
1% and ciclopirox shampoo 1% as adjunctive treatments for tinea capitis in children.
Pediatr Dermatol 2010; 27(5): 459-62. http://dx.doi.org/10.1111/j.1525-
1470.2010.01093.x PMID: 20735804
117. Greer DL. Successful treatment of tinea capitis with 2% ketoconazole shampoo. Int J
Dermatol 2000; 39(4): 302-4. http://dx.doi.org/10.1046/j.1365-4362.2000.00885.x
PMID: 10809984
118. Hazot, Y., Feiman, J.N.B., Tamarkin, D., Schuz, D., Caley, S.M., Hardas, B.
Hydroalcoholic foam formulations of naftifine. WO2017130058 (2017) &
US20190282501 (2019).
119. Hardas, B., Dalton, D. Topical compositions and methods for making and using same.
US20190160026 (2019).
120. Hardas, B., Dalton, D., Scheppler, P., Buch, A., Boderke, P. Topical compositions and
methods for making and using same. US99388 (2019).
121. Bhatt, V., Desai, N., Pillai, R. Stabilized efinaconazole compositions. US20170326240
(2017).
122. James, K.D. Jr., Laudeman, C.P., Malkar, N.B., Radhakrishnan, B. Antifungal agents
and uses thereof. US20170253635 (2017).
123. Li, X. Natural shampoo for removing dandruff, relieving itching and tinea capitis.
CN109199974 (2019).
124. Verrier J, Krähenbühl L, Bontems O, Fratti M, Salamin K, Monod M. Dermatophyte
identification in skin and hair samples using a simple and reliable nested polymerase
chain reaction assay. Br J Dermatol 2013; 168(2): 295-301.
http://dx.doi.org/10.1111/bjd.12015 PMID: 22913606

Anda mungkin juga menyukai