Anda di halaman 1dari 10

DERMATOFITOSIS

Ilmu Penyakit Dalam Hewan Kecil

Disusun Oleh :

Nama NIM
Sriwisanta Sidauruk 1502101010094
Rendy Franata Tarigan 1502101010137
Dievi Chairani 1502101010211
Heriyawan 1602101010007
Nurhajimah 1602101010008
Yana Zein 1602101010014
Evi Srinita Harahap 1602101010017
Annezha Vania Frima 1602101010025
Roby Luksmana 1602101010027
A`dila Quraisyi 1602101010035
Nailul Husna 1602101010043
Mira Ayu Lestari 1602101010050
Rahmawati 1602101010051
Shinta Sawitri 1602101010054
Yola Alifa 1602101010085
Deci Aryani 1602101010079
Zakyah Fitri 1602101010096
Langga Mora 1602101010104
Bagus Dwijayanti 1602101010106
Puti Ratu Loemayang 1602101010110
Harlin Yuliana Arimbi 1602101010118
Safitri Rimadhanti 1602101010120

Fakultas Kedokteran Hewan


Universitas Syiah Kuala
2019
1. Pengertian
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita.Dermatofita ialah jamur yang menjadi parasit kulit
,meliputi Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofitosis dibagi atas beberapa bentuk.
Pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh paraspesialis kulit ialah yang
berdasarkan lokasi, yaitu tineakapitis, tineabarbe, tineakruris, tineapedisetmanum,
tineaunguium, dan tineakorporis.
Mortalitas penyakit rendah, namun demikian kerugian ekonomis dapat terjadi
karena kerusakan kulit dan rambut atau bobot badan turun karena hewan menjadi
tidak tenang serta adanya risiko zoonosis yang ditimbulkan oleh M. canis. Kejadian
dermatofitosis pada anjing dan kucing yang diakibatkan ketiga genus zoophytic ini
telah dilaporkan di seluruh belahan dunia. Kejadian dermatofitosis oleh M. canis pada
kucing dilaporkan lebih tinggi disbanding pada anjing.

2. Etiologi

Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton,


Microsporum, dan Epidermophyton,2,5,6 yang dikelompokkan dalam kelas
Deuteromycetes. Dari ketiga genus tersebut telah ditemukan 41 spesies, terdiri dari 17
spesies Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2 spesies Epidermophyton. 2,5,9 Dari
41 spes ies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada manusia, 5
spesies Microsporum menginfeksi kulit dan rambut, 11 spesies Trichophyton
meninfeksi kulit, rambut dan kuku, 1 spesies Epidermophyton menginfeksi hanya
pada kulit dan jarang pada kuku. 5,6,8,10 Spesies terbanyak yang menjadi penyebab
dermatofitosis di Indonesia adalah: Trichophyton rubrum (T. rubrum), berdasarkan
penelitian di RS Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta tahun 1980. 1 Pada penelitian
yang dilakukan di Surabaya pada 2006–2007ditemukan spesies terbanyak yang
berhasil dikultur adalah M. audiouinii (14,6%), T. rubrum (12,2%), T.
mentagrophytes (7,3%).

3. Epidemiologi

Berbagai spesies dari tiga genus kapang ini dapat menginfeksi kulit, bulu/rambut
dan kuku/tanduk dalam berbagai intensitas infeksi. Hampir semua jenis hewan dapat
diserangnya, dan penyakit ini secara ekonomis sangat penting.Secara umum penyakit
yang disebabkan oleh kapang ini menginfeksi hewan domestik, khususnya hewan
ternak, anjing, kucing, hewan peliharaan kecil seperti hamster dan kelinci percobaan
bahkan semua mamalia dan burung. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara
kontak langsung dengan lesi pada tubuh hewan, yaitu kontak dengan kulit atau bulu
yang terkontaminasi ringworm maupun secara tidak langsung melalui spora dalam
lingkungan tempat tinggal hewan. Kapang mengambil keuntungan dari hewan dengan
mengurangi kapasitas kekebalan tubuh atau sistem imum hewan.

Infeksi oleh kapang ini dinamakan ringworm (dermatophyte) karena diduga


penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan
pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti
cincin. Nama dermatofit (dermatophyte) merupakan jenis kapang penyebab
kerusakan di kulit karena zat keratin yang terdapat di kulit diperlukan untuk
pertumbuhannya . karena Indonesia yang berada di daerah tropis dengan kelembaban
tinggi merupakan daerah yang cocok bagi tumbuhnya berbagai jenis jamur.

4. Patogenesis dan cara penularan

Dermatomikosis menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi dan juga


berkoloni pada lapisan kulit, kuku, dan rambut yang telah mati. Mereka juga memicu
kehancuran sel-sel yang hidup dengan mengaktifkan sistem imun. Meskipun jamur
yang terlibat dalam infeksi kutaneus dan sub-kutaneus hidup di tanah, penyakit yang
mereka timbulkan tidak sama dengan infeksi jamur superfisial lainnya karena
infeksinya membutuhkan lesi terlebih dahulu pada lapisan kulit yang lebih dalam.
Kebanyakan dermatomikosis tinggal menetap pada lapisan dermis dan hipodermis
sehingga sangat jarang menyebabkan infeksi yang sistemik.
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung
Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut-rambut yang
mengandung jamur baik dari manusia atau dari bianatang, dan tanah. Penularan tak
langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau
pakaian, debu, atau air.

5. Tanda atau gejala klinis Dermatomikosis

Anjing dan kucing yang terkena dermatomikosis menunjukkan beberapa gejala


seperti adanya

1. Lesi/area kemerahan pada kulit, kerak kulit,


2. Rambut rontok dan disertai gatal.
3. Lesi/area tersebut biasanya terdapat pada bagian daun telinga, tengkuk dan
leher, wajah, ekor dan kaki.
4. Beberapa gejala klinis yang terlihat adalah anjing mengalami
dermatomikosis pada bagian tubuh yang terdapat lesi.
5. sedangkan tanda klinis yang terlihat seperti adanya alopesia anular pada
daerah daun telinga, kaki depan, kaki belakang, leher dan kelopak mata.
6. Sisik ditemukan di bagian kaki depan, kaki belakang dan perut. Krusta di
bagian kaki belakang. Makula terdapat pada daerah kaki depan dan kaki
belakang. Hiperkeratosis pada kaki belakang.
Keterangan :

c) alopesia, d) makula, e) hiperkeratosis, f) sisik,g) krusta

6. Diagnosis

Diagnosis terhadap dermatofitosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil


anamnesa bersama klien untuk memperoleh informasi mengenai pasien yang akan
ditangani, gambaran klinis, dan didukung dengan pemeriksaan laboratorium panjang
yaitu pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan menggunakan larutan KOH 10-
20% dan kultur untuk menentukan spesies jamur penyebab.

Diagnosis klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis ataupun


kultur. Meskipun pemeriksaan mikroskopis dapat memberikan bukti adanya infeksi
jamur dalam beberapa menit, namun tidak dapat mengidentifikasi spesies jamur dan
pada pemeriksaan mikroskopis dapat mendapatkan hasil negatif palsu, serta kultur
jamur harus dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi dermatofita secara klinis.
Bahan untuk pemeriksaan kulit diperoleh dari kerokan kulit dengan
menggunakan ujung pisau yang tumpul kemudian ditetesi larutan KOH 10-
20%,sesudah dipanaskan diatas api bunsen kemudian dilihat dibawah mikroskop.
Pada pengamatan akan terlihat adanya hifa( sebagai dua garis sejajar), bersepta,dan
bercabang, juga spora yang berderet. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara
kultur untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
menanamkan bahan klinis pada media buatan yang dianggap paling baik saat
iniadalah media agar dekstrosa sabouraud. Pada media SDA dapat ditambahkan
antibiotik( kloramfenikol saja) atau ditambah klorheksimid. Kedua zat tersebut untuk
menghindari dari kontaminasi bakteri maupun jamur kontaminan.

7. Diferensial diagnosa

Diagnosis banding manifestasi kulit awal meliputi:

1. Dermatitis kontak alergi akut,


2. fotodermatitis,
3. Erupsi cahaya polimorfik,
4. LE sistemik,
5. Kulit subakut LE (SCLE),
6. Dermatitis seboroik,
7. Lichen planus,
8. Psoriasis,
9. Selulit orbital,
10. Limfoma sel t kulit,
11. Kulit dermatitis atopic

8. Pengobatan
Pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur untuk
bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin
foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai
dengan tinea unguium, pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-
kadang memerlukan antijamur per-oral, misalnya griseofulvin, itrakonazol, atau
terbenafin.

Bentuk klinik akut yang disertai selulitis memerlukan pengobatan


antibiotik, misalnya penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau spiramisin dengan
dosis yang adekuat (Madani, 2000).

A. Terapilokal

1. Lesi-lesi yang meradang akut yang bervesikula dan bereksudat harus


dirawat dengan kompres basah secara terbuka secara berselang-selang.(4-
6 kali sehari) atau terus, menerus. Vesikula harus dikempeskan
tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Haloprogin atau tolnalfat, arutan atau cream dioleskan 3 kali sehari
akan menyebabkan involusi dari sebagian besar lesi skuama
superfisial dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal memerlukan terapi lokal dengan obat-
obatan yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat.Obat-
obat antifungal topikal antara lain :
a. Golongan imidazol yaitu klotrimazol, mikonazol, ekonazol,
ketokonazol, itrakonazol, oksikonazol, dan sulkonazol.
b. 2.Golongan alilamin yaitu naftitin dan terbinafin.
c. -h;3.Golongan benzilamin yaitu butenafin
d. 4.Golongan lainnya yaitu asam undesilenat, tolnaftat,
haloprogin dan siklopiroksolamin .
B. Terapi sistemik

Obat-obat antifungal sistemik antara lain griseofulvin, ketokonazol,


itrakonazol,flukonazol, dan terbinafin.Pemberian Griseofulvin merupakan antibiotik
yang diberikan secara oral yang diperoleh dari spesies Penicilliumtertentu. Obat
ini tidak berpengaruh terhadap bakteri atau jamur yang mengakibatkan mikosis
sistemik tetapi menekan dermatofites tertentu.Setelah pemberian per oral,
griseofulvin disebarkan seluruh tubuh.

Obat terakumulasi di epidermis dan jaringan keratinisasi lainnya (rambut


dan kuku). Keratin merupakan sumber nutrisi utama untuk dermatofites, dan
degradasi keratin oleh jamur ini mengakibatkan dicernakannya obat. Dalam
organisme, griseofulvin diduga berinteraksi dengan mikrotubula dan mengganggu
fungsi mitosis gelendong, menimbulkan penghambatan pertumbuhan.Griseofulvin
bermanfaat secara klinik untuk mengobati infeksi dermatofita pada kulit, rambut,
dan kuku yang disebabkan oleh spesies Trichopyton, Epidermophyton, dan
Microsporum.

Obat ini tidak berpengaruh terhadap kandidiasis superfisial atau


kandidiasis sistemik atau setiap mikosis sistemik lainnya. Biasanya diperlukan
terapi oral selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.Pengobatan terdiri
atas pembuangan tuntas struktur epitel yang terinfeksi dan yang mati serta
pemberian bahan kimia antijamur secara topikal. Pengobatan berlebihan sering
menyebabkan dermatofitid. Harus dilakukan usaha-usaha untuk mencegah reinfeksi.
Bila daerah serangan luas, pemberian griseofulvin secara oral selama 1-4 minggu
terbukti efektif. Infeksi kuku memerlukan pengobatan griseofulvin selama
beberapa bulan dan kadang-kadang dilakukan pembedahan buangan kuku. Sering
terjadi kekambuhan infeksi kuku (Jawezt, 1996).

Pengobatan secara sistemik dan topikal untuk infeksi jamur dermatofitosis


diberikan griseofulvin dan salep ketoconazole 2%. Griseofulvin merupakan obat
antifungal yang bersifat fungistatik, yang bekerja dengan cara menghambat mitosis
sel jamur berikatan dengan protein mikrotubular (Wientarsih et al., 2012). Cara
mengaplikasikan griseofulvin diberikan peroral satu tablet sehari dan dapat diberikan
dengan mencampurkan obat tersebut dengan makanan. Sedangkan salep
ketoconazole 2% merupakan obat antifungal azole (imidazole). Mekanisme kerjanya
sama dengan obat antifungal azole lain, yaitu menghambat sintesis ergosterol pada
dinding sel fungi. Efektif membunuh dermatofita dan varietes fungi sistemik seperti
Histoplasma, Blastomyces dan Coccidioides (Wientarsih et al., 2012). Ketoconazole
2% dapat dioleskan ke bagian lesi-lesi. Anjing dimandikan dengan sulfur untuk
membantu penyembuhan. Terapi suportif yang diberikan vi-sorbid yang merupakan
multivitamin dan cod liver oil untuk membantu regenerasi rambut serta menjaga
kesehatannya.

9. Pencegahan Dermatofitosis rambut :

a. Menjaga kelembaban (pada ras rambut panjang)


b. Menjaga kebersihan (kulit, kuku,telinga)
c. Menjaga nutrisi hewan
d. Pada kitten yang masih menyusu,sering muncul lesi jamur di kepala dan
mulut akibat tumpahan air susu saat proses laktasiu. Jamur sangat
menyukai nutrient dan kelembaban yang dihasilkan oleh air susu.
Solusinya sebelum dan sesudah menyusui , bersihkan puting induk serta
kepala dan mulut kitten menggunakan air hangat.
Daftar pustaka

Adzima,V ., Jamin,F dan Abrar,M. (2013). Isolasi dan identifikasi kapang penyebab
dermatofitosis pada anjing di kecamatan syiah kuala banda aceh. J Medika
Veterinaria,7 (1) : 46.
Dourmshev, L. 2009. Dermatomyiositis. Medical university of sofia, Eropa.
Effendi, C. dan Setiawati,w. (2017). Solusi Permasalahan Kucing. Penerbit Penebar
Swadaya, Jakarta.
Jawetz,E.,Melnick,J.L.,Adelberg,E.A.1996.Mikrobiologi Kedokteran edisi ke
20.EGC,Jakarta
Kurniati., Rosita,Cita. ( 2008 ). Etiopatogenesis deratoikosis.Jurnal Kesehatan,
20(3): 243-257.
Madani,A.F.2000. Ilmu Penyakit Kulit.Hipokrates,Jakarta
Wibinoso, W.H., Putu, A.S.P. (2017). Dermatofitosis pada anjing lokal. Indonesia
Medicus Veterinus.6(2) : 130-137.
Wientarsih,L.,Noviyanti,L.,Prasetyo,B.F.,Madyastuti,R.2012. Penanggulanan Obat
Hewan-Hewan Kecil.Techno Medica Press : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai