PENDAHULUAN
tumbuhan yang tidak berklorofil, oleh karena itu harus hidup sebagai saprofit atau
parasit. Di dalam alam terdapat kira-kira 200.000 spesises jamur, yang tidak semua
bersifat pathogen. Dari jumlah tersebut, hanya ± 100 spesies saja yang patogen bagi
manusia1.
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema marginatum,
Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin. yang termasuk golongan
dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat
bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang
lain1.
Indonesia termasuk daerah yang baik bagi pertumbuhan jamur karena beriklim
panas dan lembab. Dalam keadaan demikian ditambah higiene yang kurang sempurna,
infestasi jamur kulit cukup banyak.1 Menurut Rippon infeksi jamur dibagi menjadi tiga
yaitu infeksi kulit superfisial (pitiriasis versikolor, piedra dan tinea nigra), infeksi
kutan (dermatofitosis, kandidiasis kutis dan mukosa), dan infeksi subkutan (misetoma,
1
superficial sehingga hanya ada dua infeksi jamur meliputi dermatomikosis
Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20-25% populasi sehingga menjadi bentuk
infeksi yang tersering. Di Indonesia angka yang akurat mengenai insidensi mikosis
bervariasi dari yang terendah 2,93% (Semarang) hingga yang tertinggi 27,6%
versicolor1.
spp. Ketiga genus jamur ini bersifat mencerna keratin atau zat tanduk yang merupakan
jaringan mati dalam epidermis ( Tinea korporis, Tinea kruris, Tinea manus et pedis ),
rambut ( Tinea kapitis ), kuku ( Tinea unguinum ). 3,4 Oleh karena satu spesies
tergantung dari bagian tubuh yang dikenai, dan sebaliknya berbagai jenis dermatofita
dapat menyebabkan kelainan yang secara klinis sama apabila mengenai bagian tubuh
yang sama, maka dari itu klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada regio
kausatif lebih rasional.3 Kali ini yang akan dibahas adalah mengenai Tinea Kruris.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengandung zat tanduk) yang disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada
daerah kruris (sela paha, perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya.3 Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada bagian tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini
menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
3
2.2 EPIDEMIOLOGI
2,93% (Semarang) yang terendah sampai 27,6% (Padang) yang tertinggi. Laki-laki
pasca pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita, biasanya mengenai usia 18-25
Paling banyak mengenai daerah tropis karena tingkat kelembapannya yang tinggi
dan dapat memicu pengeluaran keringat yang banyak menjadikan faktor predisposisi
penyakit ini. Higiene dan sanitasi yang tidak dijaga dengan baik juga mempengaruhi
pertumbuhan infeksi jamur dermofita. Untuk faktor keturunan tidak ada hubungannya
2.3 ETIOLOGI
dan Trichophyton rubrum. Selain itu juga dapat disebabkan oleh Trichophyton
Berikut karakteristik dari dermatofita yang umum menyebabkan tinea kruris secara
4
Gambar 2.2. Karakteristik Dermatofita
2.4 PATOGENESIS
Tinea kruris biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau binatang yang
perabotan, dan sebagainya. Tinea kruris umumnya terjadi pada pria. Maserasi dan
oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga
memudahkan infeksi, selain itu dapat pula terjadi akibat penjalaran infeksi dari bagian
tubuh lain3.
a) Perlekatan jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang di
5
b) Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang
juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
penderita dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau
negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel
yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menyembuh4 .
Penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa plakat berbatas tegas terdiri atas
bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfik). Bentuk lesi yang beraneka ragam ini
dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun. Kelainan yang dilihat
dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema,
skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya
6
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan
central healing (gambar 2.3) . Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat
garukan7.
Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit
yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas
2.6 DIAGNOSIS
berupa lesi berbatas tegas dan peradangan dimana pada tepi lebih nyata daripada
7
2.6.1 ANAMNESIS
Dari anamnesis, penderita dengan Tinea kruris mengeluh gatal dan kemerahan
di daerah lipat paha, sekitar ano-genital, sering bertambah berat sewaktu berkeringat
sehingga digaruk kemudian timbul erosi dan infeksi sekunder. Gatal di derah lipat
paha, sekitar ano-genital, sering bertambah berat sewaktu tidur sehingga digaruk
kemudian timbul erosi dan infeksi sekunder.3 Riwayat pasien sebelumnya adalah
pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak
lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif
berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan
penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis5,7.
Kelainan kulit yang tampak pada Tinea kruris pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau
dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah.
Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya),
Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit
sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Keluhan sering bertambah
sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder. 5 Pada
infeksi akut, ruam biasanya basah dan eksudatif. Pada infeksi kronik, permukaannya
8
2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
sediaan langsung dari kerokan bagian tepi lesi dengan KOH dan kultur. Kadang –
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel , pinggir gelas, atau selotip → taruh di obyek glass → tetesi
KOH 10-20 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada
9
b.Pemeriksaan kultur jamur
membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang rendah, harga
yang lebih mahal dan biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan tidak
spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada sediaan langsung.
Metode dengan kultur jamur menurut Summerbell dkk. di Belanda pada tahun 2005
bahwa kultur jamur untuk onikomikosis memiliki sensitivitas sebesar 74,6%. Garg
dkk. pada pada tahun 2009 di India melaporkan sensitivitas kultur jamur pada
dermatofitosis yang mengenai kulit dan rambut sebesar 29,7% dengan spesifisitas
standar yakni tersedia beberapa varian untuk kultur. Media kultur diinkubasi pada
suhu kamar 26°C (78,8°F) maksimal selama 4 minggu, dan dibuang bila tidak ada
pertumbuhan4.
c.Punch biopsy
jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver,
10
2.7 DIAGNOSIS BANDING
2.7.1 Eritrasma
ketiak. Effloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi
merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. batas lesi tegas, jarang disertai infeksi,
flouresensi merah bata yang khas dengan sinar wood. Pemeriksaan dengan lampu
bercak merah pada lipatan kulit, meluas, disertai bintik-bintik merah kecil
disekitarnya dengan keluhan sangat gatal dan rasa panas seperti terbakar.
11
Gambar 2.6. Tampak lesi kandidiasis intertrigenosa yang mengenai
skrotum dan daerah inguinal
dan atau vulva. Ditandai dengan keputihan menggumpal seperti susu yang
tidak berbau dan disertai rasa gatal dan panas pada kemaluan dan daerah
sekitarnya. Pada dinding vagina ditemukan eritema dan edema disertai duh
gumpalan keju. Dan pada vulva dan lipatan paha didapatkan maserasi,
2.7.4 Psoriasis
Penyakit peradangan kulit kronik residif ditandai oleh plak eritema batas
tegas dengan skuama tebal keperakan, kasar dan berlapis, disertai fenomena
bercak lilin, tanda Auspitz dan fenomena Koebner. Bercak merah bersisik
tebal, kumat-kumatan, kadang gatal, dapat disertai nyeri sendi, dan dapat
dicetuskan oleh adanya stres psikologis, kelelahan, infeksi. Tipe vulgaris: plak
12
eritema batas tegas ditutupi skuama tebal keperakan yang kasar dan berlapis
pada daerah predileksi ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit
2.8 PENATALAKSANAAN
memberikan respon yang sama terhadap terapi anti jamur sistemik dan topikal yang
ada8.
a. Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, sangat berguna terhadap kasus-
13
b. Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk
salep, Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep8.
griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g
untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25 mg per
minggu agar tidak residif Griseofulvin berikatan dengan sel prekursor keratin
sehingga secara bertahap diganti dengan jaringan yang tidak terinfeksi dan sangat
2. Derivat Azol: diberikan jika pada beberapa kasus sudah resisten terhadap
14
ini merupakan komponen vital dari dinding sel jamur. Obat antifungi ini telah
sehari untuk dewasa atau 3-6 mg/kgBB sehari untuk anak-anak lebih dari 2 tahun8.
2.8.3 NON-MEDIKAMENTOSA
mengatasi penyakit dan pencegahannya. Berikut edukasi yang dapat diberikan kepada
pasien8.
a. Untuk mencegah infeksi berulang, daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap
c. Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu ketat untuk mencegah kelembaban
mandi,
15
2.9 PROGNOSIS
sosial budayanya, tetapi pada umumnya baik. Selain itu faktor kelembapan dan
BAB III
KESIMPULAN
16
3.1. KESIMPULAN
Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan pada kulit lipat
paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Penegakan diagnosis ditegakkan
berdaraskan gejala klinis tinea kruris yang khas adalah gatal yang meningkat saat
polimorfik, dan tepi lebih aktif. Terdapatnya hifa pada sediaan mikroskopis dengan
secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
17
2. Barankin, B. dan Freiman, A., 2006. Derm Notes: Clinical Dermatology Pocket
Guide. China: FA Davis Company, p.169-70.
3. Wolff K, dan Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology, 8th ed, New York: Mc Graw Hill. p.336-9.
4. Sterry, W., Paus, R., dan Burgdorf, W., 2006. Thieme Clinical Companions:
Dermatology. Jerman: Georg Thieme Verlag KG, p.375-377.
5. William D,Timothy G, Dirk M, George C. 2006. Andrews' diseases of the skin :
clinical dermatology. 10th ed, New York: Mc Graw Hill.
6. Djuanda, Adhi. Dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Wiederkehr M. Tinea Cruris. Available at: www.emedicine.com
/DERM/topic42.htm. Akses: 11 Januari 2017.
8. Panduan praktek klinis SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah.2016.
18