Anda di halaman 1dari 21

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218029

**Pembimbing

Effectiveness of Phonophoresis Treatment in Carpal Tunnel Syndrome: A


Randomized Double-blind, Controlled Trial

Agatha La Marsha* dr. Freddy H Aritonang, Sp.S**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

Effectiveness of Phonophoresis Treatment in Carpal Tunnel Syndrome: A


Randomized Double-blind, Controlled Trial

Disusun Oleh

Agatha La Marsha

G1A217097

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi

Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Februari 2020

PEMBIMBING

dr. Freddy H Aritonang Sp.S

2
3
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
Clinical Scince Session ini dengan judul “Effectiveness of Phonophoresis
Treatment in Carpal Tunnel Syndrome: A Randomized Double-blind, Controlled
Trial”.Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Freddy H Aritonang, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Clinical Science Session ini dapat terselesaikan dengan
baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis.Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Clinical Science Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Februari 2020

Penulis

4
Efektivitas Phonophoresis pada Pengobatan Carpal Tunnel Syndrome: penelitian
acak tersamar ganda terkontrol
Jariya Boonhong, MD, Worakan Thienkul, MD
Abstrak
Objektif: Untuk menentukan dampak dari phonophoresis piroksikam (PH-P) dan
phonophoresis deksametason natrium fosfat (PH-Dex) pada carpal tunnel syndrome
(CTS) ringan sampai sedang, dan membandingkan masing-masing dengan
kelompok kontrol tanpa obat USG (USG ) terapi.
Rancangan: : penelitian acak tersamar ganda terkontrol
Tempat Penelitian: Departemen kedokteran rehabilitasi, rumah sakit universitas.
Peserta: Pasien dengan tanda dan gejala klinis dari CTS yang menjalani studi
elektrofisiologi untuk konfirmasi diagnosis CTS dan tingkat keparahan. Tiga puluh
tiga pasien, 50 tangan (52% dari pasien memiliki CTS bilateral, n = 17) dengan
CTS ringan sampai sedang secara acak dialokasikan ke dalam tiga kelompok studi:
PH-P, PH-Dex, atau USG.
Intervensi: Ketiga kelompok menerima 10 sesi dari frekuensi 1 MHz, 1,0 w / cm 2
intensitas gelombang USG dengan teknik, kontinu, di sisi telapak tangan di atas
area carpal tunnel 10 menit per sesi, dua sampai tiga kali per minggu selama 4
minggu, untuk total 10 sesi. Selama setiap sesi, pasien menerima 15 cm3 gel
penelitian menurut kelompok studi. Kelompok PH-P menerima 0,5% campuran
piroksikam gel (setara 20mg piroksikam). Kelompok PH-Dex menerima 0,4%
deksametason sodium campuran gel fosfat (setara 60 mg deksametason). Kelompok
USG menerima gel tanpa obat.
Hasil Pengukuran: Angket Carpal Tunnel Boston untuk keparahan gejala (BCTQ
SYMPT), Boston Carpal Tunnel Angket untuk status fungsional (BCTQ funct) dan
parameter elektrofisiologi pada nervus median termasuk latency sensorik distal
(DSL) dan distal latency motor (DML) dievaluasi sebelum pengobatan pertama dan
setelah pengobatan terakhir.
hasil: Setelah pengobatan, semua kelompok perlakuan (PH-P, PH-Dex, dan AS)
menunjukkan signifikansi perbaikan pebaikan pada BCTQ SYMPT ( P < . 001, -
0,74 0,73 [-1,12,-0,37], - 0,91 0,96 [ - 1,41, - 0,42], dan - 0.68 0,71 [ - 1,05, - 0,30],

5
masing-masing) dan funct BCTQ ( P < . 001, - 0.68 0.89 [ - 1.14, - 0,22], - 0,74
0.84 [ - 1,17, -0,30], dan - 0.80 0
[-1,22, - 0,37], masing-masing). Untuk BCTQ SYMPT, hanya PH-Dex
menunjukkan skor perbaikan atas MCID di 0,8 tingkat [-0,91 0,96]. Peningkatan
skor BCTQ funct
dari semua kelompok di atas Minimal Perbedaan Clincally Penting (MCID) sebesar
0,5 tingkat ( - 0.68 0,89, - 0,74 0,84 dan- 0.80 0.80, masing-masing) .suatu DSL
menurun pada semua kelompok tetapi perubahan secara statistik tidak signifikan (
P = . 70, - 0.11 0.34 [ - 0,28, 0,06], - 0,09 0,32 [ - 0,26, 0,07], dan - 0,14 0,29 [ -
0,29, 0,02], masing-masing). DML menunjukkan penurunan hanya di PH-DEX dan
kelompok USG tetapi secara statistik tidak signifikan ( P = . 68, 0,05 0,44 [ - 0,17,
0,27], - 0,09 0,51 [ - 0,34, 0,17], dan - 0,27 0,49 [ - 0,53, 0,01], masing-masing).
Semua hasil yang diukur secara statistik tidak berbeda di antara kelompok-
perbandingan BCTQ SYMPT, BCTQ funct, DSL, dan DML ( P = . 58, P = . 79, P
= . 20 dan P = . 39, masing-masing).
Namun, ada signifikansi peningkatan pada BCTQ SYMPT di antara kelompok
pembanding; hanya PH-DEX di atas level MCID, sedangkan PH-P dan USG tidak.
kesimpulan: Baik AS tanpa obat maupun perawatan phonophoresis (PH-Pand PH-
Dex) efektif untuk meningkatkan DSL dan DML pada CTS ringan sampai sedang.
Ketiga kelompok menunjukkan signifikansi perbaikan pada gejala klinis (BCTQ
SYMPT) dan status fungsional (BCTQ funct). Pada 1 frekuensi MHz dan 1,0 w /
cm2 intensitas gelombang ultrasound, tidak ada perbedaan statistik signifikan antara
phonophoresis dan US nondrug.
Tingkat Bukti: 1
Pengantar
Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah jebakan neuropati yang paling umum
dari ekstremitas atas. Sekitar 3% dari populasi memiliki CTS, dan lebih sering
terjadi pada wanita dan kelompok usia yang lebih tua. Hal ini menyebabkan nyeri,
mati rasa, dan / atau kesemutan pada distribusi saraf median termasuk ibu jari,
telunjuk, tengah, dan setengah dari jari manis. CTS terjadi ketika terowongan
menjadi menyempit atau ketika jaringan yang mengelilingi flexor tendon bengkak

6
dan menyebabkan tekanan pada saraf median. Jika tekanan pada saraf median terus
terjadi, dapat menyebabkan kerusakan saraf dan memperburuk gejala. diagnosis
dan pengobatan dini sangat penting untuk mencegah kerusakan saraf permanen.
CTS didiagnosis dengan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan studi konduksi saraf
(NCS). Pengobatan CTS tergantung pada tanda dan gejala klinis dan tingkat
keparahan oleh NCS.
Pengobatan konservatif dianjurkan untuk ringan sampai sedang CTS,
termasuk modifikasi aktifitas, sprint pergelangan tangan, dan topikal atau oral
antiinflamasi non-steroid (NSAID), modalitas fisik, atau steroid injeksi.
Pembedahan direkomendasikan untuk CTS berat. Untuk pengobatan konservatif,
saran tentang cara memodifikasi aktifitas dan sprint pergelangan tangan dapat
diguakan untuk pengobatan awal dan NSAID oral atau modalitas fisik adalah
pilihan pengobatan lebih lanjut jika managemen awal tidak berhasil.
Injeksi steroid biasanya digunakan sebagai pilihan terakhir akibat
komplikasis serius dan efek jangka pendeknya. Modalitas fisik seperti USG atau
phonoporesis rendah resiko, tidak nyeri dan sering mendapatkan hasil yang baik.
Ada pilihan alternative yang lain diantara terapi inisial dan metode yang lebih
invasive danpada pasien yang tidak dapat mentoleransi side efek dari medikasi oral.
Terapi USG sudah digunakan sebagai terapi pada banyak kondisi termasuk CTS.
USG mengkonversikan energy listrik menjadi gelombang suara. Gelobang yang
ditransmisikan ke kulit masuk ke jaringan yang dalam dan meningkatkan
temperature jaringan. Efek biofisikal dari USG pada CTS termasuk: (1) stimulasi
regenerasi saraf, (2) peningkatan konduksivitas saraf (3)menurunkan proses
inflamasi.
PH merupakan metode modifikasi yang menggunakan USG untuk
meningkatkan penyerapan kulit dari obat antiinflmasi topikal dari kulit ke dalam
target jaringan yang lebih dalam. Ini adalah teknik non-invasif dan resiko rendah.
Ini menggabungkan pengobatan USG dan obat antiinflamasi; Oleh karena itu,
peningkatan ekfek yang menguntungkan diharapkan. Ada banyak laporan tentang
dampaknya pada kondisi muskuloskeletal. Baru-baru ini, laporan pengobatan PH
pada pasien CTS telah menunjukkan hasil yang positif menggunakan berbagai obat-

7
obatan dan desain studi. Pada tahun 2011, percobaan secara acak double-blind
terkontrol dibandingkan efisiensi keampuhan dari USG dan PH ketoprofen di CTS
ringan sampai sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok PH
ketoprofen memiliki penurunan signfikansi Visual Analog Scale (VAS)
dibandingkan dengan kelompok USG. Namun, hasil lainnya termasuk status
fungsional, keparahan gejala, latency distal sensori, and latency distal motor tidak
berbeda secara signifikan.
Pada 2012 studi single tersamar membandingakan efisiensi dari pengobatan
konservatif dari 4 grup dari pasien CTS : (1) PH dengan kortikosteroid (PH-CS) (2)
PH dengan NSAID (PH- NSAID- gel doklofenak) (3) Injeksi kortikosteroid lokal
(LCSI) (4) sprint pergelangan volar. Hasil menunjjukan PH-CS terlihat peningkatan
yang nyata pada studi elktrofisologikal, kekuatan mengenggam, dan status
fungsional. Terdapat peningkatan yang signifikan pada kekuatan menggenggam,
tes pengboard dan intensitas nyeri pada grup PH-NSAID. Namun pasien yang
mendapat terapi USG tidak dimasukkan pada studi ini. Superioritas PH dibanding
USG tidak dapat dibuktikan.
Pada tahun 2013 studi random klinikal membandingkan efek PH dengan
tehnik iontophoresis pada pasien CTS. Kedua perawatan menggunakan dosis yang
sama dari 0,4% deksametason natrium fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode PH lebih efektif daripada iontophoresis dalam meningkatkan fungsi tangan
dan parameter elektrofisiologi. Meskipun banyak penelitian telah melaporkan
keuntungan pengobatan PH pada CTS, penentuan apakah PH lebih baik dari USG
standar masih tidak meyakinkan serta apakah NSAID atau deksametason natrium
fosfat lebih baik untuk PH. Selanjutnya, carpal tunnel mengandung saraf median
yang tertutupi dan carpal ligament yang melintang. Ligamentum ini adalah jaringan
ikat yang kuat dan tebal yang dapat menghalangi transmisi obat dengan metode PH.
Literatur yang ada masih terlalu terbatas untuk mengklarifikasi masalah ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas metode PH pada
CTS ringan sampai sedang. Penelitian ini dirancang untuk membandingkan efek
dari phonophoresis piroksikam (PH-P) dan phonophoresis deksametason natrium
fosfat (PH-Dex) dengan USG. Gejala klinis, fungsi tangan, dan hasil

8
elektrofisiologi dibandingkan antara pretreatment dan posttreatment dalam
kelompok dan antara kelompok. Bahan dan metode penelitian ini disetujui oleh
badan review institusional dari Fakultas Kedokteran Universitas Chulalongkorn.
Penelitian ini adalah acak, double-blind, threearm studi paralel. Informed consent
diperoleh dari semua peserta.
Peserta.
Pasien yang memiliki tanda-tanda klinis dan gejala CTS dikirim ke
electromyography (EMG) laboratorium di departemen rehabilitationmedicine
untuk studi elektrofisiologi untuk konfirmasi diagnosis dan grading keparahan.
Pasien dengan derajat CTS ringan sampai sedang yang bersedia untuk berpartisipasi
dalam studi yang terdaftar. Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: memiliki 2
Phonophoresis pada Carpal Tunnel Syndrome riwayat penyakit metabolik seperti
diabetes mellitus, gangguan tiroid, atau penyakit rematologi; memiliki fraktur
pergelangan tangan atau atrofi otot tenar; memiliki injeksi kortikosteroid, atau
terapi fisik atau medis pada bulan sebelumnya; memiliki kontraindikasi untuk terapi
ultrasound, hipersensitivitas terhadap NSAID, atau kortikosteroid. Obat lain atau
terapi fisik tidak diperbolehkan selama penelitian. Jadwal pengacakan itu
dihasilkan komputer dan disegel di buram, tamperproof dan amplop bernomor.
pasien yang terdaftar dialokasikan ke dalam tiga kelompok: (1) kelompok USG; (2)
kelompok PH-P; atau (3) kelompok PH-Dex.
Pada pasien dengan CTS bilateral, kedua tangan dimasukkan ke dalam
penelitian. Masing-masing tangan secara independen dimasukkan secara acak ke
dalam kelompok studi. Tangan kanan dialokasikan sebelum tangan kiri pada setiap
pasien. Beberapa pasien menerima dua perlakuan yang berbeda dan dicatat pada
kedua kelompok perlakuan (Gambar 1).
Gejala Keparahan dan Status Fungsional The Boston Carpal Tunnel Gejala Angket
(BCTQ) dikembangkan oleh Levine et al. Telah digunakan untuk menilai
keparahan gejala dan status fungsional CTS (BCTQ Symp dan BCTQ FUNC,
masing-masing). Hal ini sangat produktif (korelasi koefisien Pearson efisien, r =
0,91 dan r = 0.93 untuk simptom dan status fungsional, rmmasing-masing) dan
konsisten internal (Cronbach ’ s alpha 0.89 and 0.91, respectively).

9
Kuisioner mengandung dua subskala The: (1) BCTQ SYMPT dengan 11
pertanyaan; and (2) BCTQ FUNCT dengan 8 pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi
nilai 5 setiap poin. Skoring skala likert di indikasikan nyeri ringan atau tidak ada
kesulitan pada aktivitas dan 5 poin di indikasikan nyeri berat atau tidaak bisa
melakukan aktivitas sama sekali. Nilai pada setiap subskala direperentasikan
dengan nilai rata-rata dengan nilai tertinggi adalah 5.
Studi Electrophysical
Studi electrophysical dilakukan pada guideline American Association of
Electrodiagnostic Medicine (AAEM) dengan sinergi mendelec sistem EMG/EP
(software version 11, Oxford
Instruments plc, Abingdon, UK). Semua studi dilakukan pada ruangan dengan
temperature 25c dengan investigasi yang sama dengan squense random. Setiap
pasien dievaluasi dua kali, sebelum (pretreatment) dan setelah treatmen terakhir
(posttreatment). Studi electrodiagnostik mengandung studi konduksi nervus sensori
(SNCS) dan studi konduksi nervus motorik (MNSC) . Nervus median dan ulnaris
dievaluasi untuk mengkonfirmasi diagnosis dari CTS pada pretreatment, dimana
hanya nervus median yang dievaluasi pada posttreatment SNCS tampak dengan
menggunakan tekhnik antidromic pada nervus medianus pada pergelangan 13 cm
dari cincin elektroda pada digiti kedua. Latensi sensori distal (DSL) diukur pada
dasar defleksi inisial. DSL yang lebih besar dari 3.2 msec didefinisikan sebagai
abnormal atau pemanjangan. Jika nilai DSL diantara 2.8 dan 3.2 msec, index
sensorik kombinasi (CSI) digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Skor CSI
yang lebih besar dari 0.9 msec di konsiderasike sebagai keabnormalan. MNCS
ditampilkan dengan stimulasi pada pergelangan 8cm pada permukaan elektroda
yabg aktif yabg di letakkan pada otot abductor pollicis brevis (APB) . Latensi distal
motorik (DML) yang lebih dari 4.2 msec didefinisikan sebagai keabnormalan.
Derajat keparahan pada CTS diklasifikasikan dengan kriteria 1. CTS ringan,
prolong DSL dan DML normal 2. CTS moderat, prolong diantara DSL dan DML
dan 3 CTS berat, dengan abnormal DSL dan DML dengan absen dari aksi nervus
sensorik potensial (SNAP) atau amplituo yang rendah (<5mV) atau absen aksi
potensial compoun (CMAP).

10
Prosedur Treatment
Terapi USG dan Phonophoresis (PH) setiap pasien menerima 10 sesi treatment
USG, 10 menit per sesi, 3 sesi perminggu selama 2 minggu dan kemudian 2 sesi
per minggu selama 2 minggu. USG menggunakan sonoplus 491 dengan mode
kontinyu, tehnik stroking, intensitas frekuensi 1MHz dan 1.0 w/cm 2. USG
diletakkan pada kulit pada area CTS pada bagian telapak tangan. Setiap sesi pasien
meneri USG dengan 15cm2 gel studi yang di siapkan pada setiap grupnya
1. Grup yang meneri.a USG dengan gel nongel
2. Grup PH-P yang menerima campuran 0.5% piroxicam gel yang
mengandung 20mg dari obat piroxicam 11
3. Grup PH-Dex yang menerima campuran 0.4%dexamethasone sodium
phospate gel yang mengandung 60mg dexamethasone.
4. Gel studi (nondrug, gel piroxicam, dan gel dexamethasone) yang disiapkan
pada sebuah wadah container yang disisapkan farmasi dan dikirim ke terapis
yang disamarkan tipe gelnya, yang sesuai kepada grup studi terapi.
5. Pengukuran hasil
6. Semua pengukuran di lakukan 2 kali: pretratment ( sebelum treatment awal)
dan posttreatment (setelah treatment terakhir). Pengukuran di dilakukan
oleh 2 investigator yang disamarkan untuk mengalokasikan sequence dari
treatment dan yang dilakukan pengukuran secara independen. Keparahan
gejala dan skor status fungsional yang di gunakan dengan investigasi awal
dengan menggubakan BCTQ SYMP and BCTQ FUNC.
Studi elektrodiagnostik di tampilkan pada investigasi ke dua. Perbedaan
DSL dan DML diantara pretreatment dan posttreatment pada hasil awal yang di
jabarkan pada fungsi neurophysiological dari nervus.
Analisis statistik
Software SPSS 17.0 (SPSS, chicago IL) digunakan untuk analisis statitstik.
Data demografik ditampilkan sebagai mean, SD, hasil post treatment yang dia
analisa dengan model efek linear campuran, klaster pada paaien dan mengyesuaikan
perbedaan dari derajat keparahan per grup. Level signifikasi diatur pada P <0.05.
Ukuran sampel 15 tangan per grup telah dikalkulasikan di studi sebelumnya, q2

11
dengan deteksi 20% pemendekan dari mean DSL pada grup treatment ( mean dan
SD dari DSL [msec] adalah 3.17, 0.46, dan 3.24 0.57 pada pre dan post treatment
dan penurunan 30% pada mean DSL adalah 0.63msec) 90% kekuatan, dan 5% level
signifikansi.
Hasil
53 pasien dengan gejala dan simptom klisnis dari cts telah di skrining. tiga
puluh tiga pasien telah diikutkan dalam studi. Usia antara 30 dan 75 tahun. Mean
(SD) adalah 51.5 tahun. (10.5 tahun). Tidak ada pasien yang dikeluarkan dari studi
ini.
Tujuh belas pasien (52%) memiliki CTS bilateral daan 16 pasien (48%)
memiliki CTS unilateral. Dasar karakteristik dari ketiga grup tidak secara signifikan
dibedakan(table 1). Nilai DSL menurun pada semuagrup setelah terapi tetapi
perubahan tidak signifikan (P= .70, -0.22 0.34 [- 0.28, 0.06], - 0.09 0.32 [ - 0.26,
0.07], dan - 0.14 0.29 [ - 0.29, 0.02], diulangi). DML menunjukkan penurunan
hanya pada PH-DEX dan grup USG namun tidak secara signifikan ( P = . 68, 0.05
0.44 [ - 0.17, 0.27], - 0.09 0.51[ - 0.34, 0.17], dan 0.27 0.49 [ - 0.53, 0.01],masing-
masing) (tabel2)
Setelah terapi, semua grup terapi (PH-P, PH-Dex, dan USG) terlihat
perubahan yang signifikan di BCTQ SYMPTP < 001, - 0.74 0.73 - 1.12,-0.37], 0.91
0.96 - 1.41, - 0.42], dan - 0.68 0.71 - 1.05,-0.30], masing-masing) dan BCTQ
FUNCT ( P < 001, - 0.68 0.89 [ - 1.14,-0.22], - 0.74 0.84 [ - 1.17, - 0.30], dan - 0.80
0.80 [ - 1.22,-0.37],
masing masing). Pada BCTQ SYMPT hanya PH-Dex yang menunjukkan
peningkatan nilai diatas skor MCID pada level 0.8 ( - 0.91 0.96). walaupun
peningkatan BCTQ FUNCT dari semua grup yang diatas dari MCID pada level 0.5
( - 0.68 0.89, - 0.74 0.84 dan - 0.80 0.80, masing-masing) (Table 3).
Semua hasil yang diukur tidak berbeda secara statistik dalam perbandingan
antara kelompok BCTQ SYMPT, BCTQ FUNCT, DSL, dan DML (P = .58, P =
.79, P = .20, dan P =, 39, masing-masing). Namun ada perbedaan klinis yang
signifikan dalam peningkatan BCTQ SYMPT pada perbandingan antar kelompok;

12
hanya PH-DEX di atas Level MCID sedangkan PH-DEX dan USG tidak. Tidak ada
efek samping dari semua kelompok perlakuan.
Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi apakah efek PH lebih unggul
dari efek USG pada CTS ringan hingga sedang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis gel PH tidak lebih unggul
dari USG. USG dan kedua perawatan PH tidak meningkatkan parameter
electrophysiological (DSL dan DML).
Namun, mereka efektif dalam memperbaiki gejala dan skor fungsi yang
dievaluasi oleh BCTQ. Hasil penelitian ini terbatas pada tingkat CTS ringan hingga
sedang tetapi tidak bisa pada derajat berat. pada CTS berat direkomendasikan
operasi untuk tingkat keparahan ini dan tidak etis untuk bergabung dengan program
penelitian Menggunakan kedua gejala klinis dan elektrodiagnostik studi dianjurkan
untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan konservatif dalam CTS. Gejala
subyektif dan status fungsional bukan hasil kuantitatif dan tidak dapat digunakan
sebagai alternatif untuk hasil obyektif dari studi electrodiagnostic. Meski banyak
parameter digunakan untuk mengukur SNCS dan MNCS, tidak ada konsensus yang
lebih disukai seseorang.
DSL dan DML diterima secara umum sebagai parameter yang paling
sensitif pada SNCS dan MNCS, masing-masing. Dalam hal ini, baik pengukuran
subyektif dan obyektif termasuk BCTQ untuk keparahan gejala, BCTQ untuk status
fungsional, DSL, dan DML dievaluasi. Banyak masalah tentang pengukuran CTS
masih diperdebatkan. Sebuah studi sebelumnya melaporkan bahwa waktu
pemulihan neurofisiologis (waktu untuk menormalkan parameter NCS) lebih dari
3 bulan. Selanjutnya korelasi antara NCS dan gejala klinis setelah perawatan pada
level yang lemah (r <.4) .16 Heybeli et al tidak menemukan korelasi antara
peningkatan konduksi saraf dan Skor BCTQ. Hasil penelitian ini menunjukkan
perubahan signifikan pada gejala subjektif setelah perawatan tetapi tidak ada
perubahan signifikan dalam NCS. Periode tindak lanjut dari penelitian ini adalah 1
bulan setelah perawatan pertama, yang mungkin terlalu pendek untuk mendeteksi
pemulihan saraf konduksi, sedangkan pemulihan gejala klinis lebih cepat. Temuan-

13
temuan ini mungkin mendukung konsep periode waktu yang lebih lama dari waktu
pemulihan neurofisiologis dari gejala klinis. Korelasi antara NCS (DSL dan DML)
dan skor BCTQ dari penelitian ini juga pada level yang lemah (r <.4), sesuai dengan
laporan yang sebelumnya.13,16
Perbedaan waktu pemulihan gejala klinis dan NCS dapat menyebabkan
tingkat korelasi yang rendah. Skor BCTQ SYMPT dan BCTQ FUNCT
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada semua kelompok. Leite et al
melaporkan bahwa perbedaan klinis minimal penting (atau MCID) dari BCTQ
SYMPT dan BCTQ FUNCT adalah 0.8 dan 0,5, masing-masing. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan skor FUNGSI BCTQ dari ketiga kelompok
berada di atas level MCID (kisaran 0,68 hingga 0,80).
Sedangkan untuk BCTQ SYMPT, hanya PH-Dex yang menunjukkan skor
peningkatan di atas MCID (0,91). Perbaikan skor USG dan PH-P masing-masing
adalah 0,68 dan 0,74 (Tabel 3). Ada perbedaan pendapat antara signifikansi statistik
dan kepentingan klinis dalam hasil kami.
Perbaikan gejala BCTQ pada USG dan PH-P secara statistik signifikan
tetapi mereka tidak penting secara klinis. Secara umum, statistik dan kepentingan
klinis sangat penting dan harus dipertimbangkan bersama.
Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengklarifikasi perbedaan pendapat ini.
PH adalah metode yang menggunakan USG untuk meningkatkan penyerapan obat
perkutan (NSAID atau kortikosteroid) ke dalam jaringan target yang lebih dalam.
Telah dilaporkan efektif untuk pengobatan rasa sakit dan peradangan pada banyak
kondisi muskuloskeletal seperti osteoartritis lutut. Namun, struktur terowongan
karpal yang berisi saraf median berbeda dari daerah perawatan lainnya. Ini dibentuk
oleh tulang pergelangan tangan kecil yang disebut tulang karpal dan atap
terowongan yang disebut ligamentum karpal transversal (TCL), yang merupakan
pita kuat jaringan ikat. TCL atau fleksor retinakulum adalah pita serat yang berat
ketebalan 2,1 0,8 mm, mulai dari 1,3 hingga 3,0 mm. Obat topikal pengobatan PH
diharapkan untuk melewati TCL ke jaringan saraf yang meradang di dalam
terowongan. Hasil penelitian ini tidak mendukung bahwa obat topikal dikirim dari
kulit nmelalui jaringan ikat ke dalam terowongan karpal.

14
Ada laporan tentang kemanjuran USG dalam CTS ringan hingga sedang.
Piravej et al melaporkan bahwa USG dapat secara signifikan meningkatkan
parameter klinis tetapi tidak menunjukkan efek apa pun pada hasil NCS.
Ebenbichler et al melakukan studi lebih lama (7 minggu) USG pada CTS dan
melaporkan peningkatan yang signifikan pada kedua gejala subjektif dan studi
elektrodiagnostik setelah perawatan dan pada 6 bulan tindak lanjut. Tidak ada
kesimpulan tentang dosis yang tepat atau lamanya pengobatan dengan USG pada
CTS. Ulasan sistematis melaporkan bahwa studi periode pengobatan berkisar 2
hingga 8 minggu, frekuensi berkisar dari tiga hingga lima kali per minggu. Periode
pengobatan penelitian ini adalah 4 minggu, dengan frekuensi dua hingga tiga kali
per minggu, dalam kisaran studi lain.
Yildiz et al membandingkan USG dan PH ketoprofen dalam CTS. Mereka
menerapkan USG frekuensi 1 MHz dan intensitas 1 w / cm2 untuk pasien dengan
total 10 sesi dalam 2 minggu. Mereka tidak menemukan perbedaan dalam
parameter elektrofisiologis dan skor keparahan gejala dan status fungsional antara
USG dan ketoprofen PH. Di samping itu, Soyupek et al melakukan studi paralel
pada empat lengan untuk membandingkan efektivitas (1) PH menggunakan
kortikosteroid; (2) PH menggunakan NSAID; (3) injeksi steroid lokal; dan (4) belat.
5 Mereka menemukan peningkatan yang signifikan dalam NCS pada kelompok
kortikosteroid-PH, sedangkan yang paling banyak peningkatan intensitas nyeri
adalah di kelompok NSAID-PH.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa keduanya PH-P atau PH-Dex
lebih unggul dari USG standar, ada yang setuju dengan Yildiz et al tetapi tidak
setuju dengan Soyupek et al. Namun, parameter USG dalam studi Soyupek dan
Yildiz berbeda dari penelitian ini termasuk frekuensi 3 MHz versus 1 MHz dan
intensitas 1,5 vs 1,0 w / cm2. Perbedaan frekuensi dan intensitas dapat
mempengaruhi hasil pengobatan. Secara umum, frekuensi 1 MHz memberikan
gelombang yang lebih dalam dan intensitas 1,5 w / cm2 memberikan energi yang
lebih tinggi untuk jaringan target. Hasil yang lebih baik dari Soyupek studi harus
mempertimbangkan parameter yang digunakan dalam PH. Namun, masalah ini
telah diperdebatkan dan masih tidak meyakinkan. Studi lebih lanjut diperlukan.

15
Penelitian ini dibatasi oleh kurangnya tindak lanjut jangka panjang. Ini
adalah studi pertama yang dirancang sebagai studi paralel tiga grup untuk
membandingkan efek USG, PH-P (menggunakan NSAID), dan PH-Dex
(menggunakan kortikosteroid).
Kesimpulan
Studi ini mengungkapkan bahwa USG, PH-P, dan PH-Dex (menggunakan
Frekuensi 1 MHz dan intensitas 1,0 w / cm2) tidak efektif dalam meningkatkan
parameter elektrodiagnostik (DSL dan DML) dalam CTS ringan sampai sedang
tetapi tidak meningkatkan gejala klinis dan status fungsional tanpa perbedaan
statistik antara kelompok. PH tidak lebih unggul dari USG standar dalam
manajemen CTS.
Ucapan Terima Kasih
Penulis ingin menyampaikan penghargaan kepada Dana
Ratchadapiseksompotch dari Fakultas Kedokteran, Universitas Chulalongkorn
untuk dukungan keuangan dari penelitian ini. Nomor hibah adalah RA 57/114.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Nona Jittada Shoosanglertwijit,
kepala unit manufaktur, Departemen Farmasi, Rumah Sakit Memorial Raja
Chulalongkorn untuk mempersiapkan gel obat untuk penelitian ini.

16
Table 1
Baseline characteristics and data of the treatment groups
PH-P PH-Dex US (16 P value
(17 hands) (17 hands) hands)
Age (y) 52.1 ±9.8 51.4 ±10.6 51.1 ±11.6 .96*
Women (%) 16 (94) 17 (100) 15 (94) .58†
Dominant hand 10 (59) 8 (47) 8 (50) .78†
(%)
Symptom 13.7 ±14.8 10.1 ±8.9 5.4 ± 4.3 .09*
duration (mo)
BCTQ SYMPT 2.22 ± 0.83 2.22 ±0.89 2.02 ±0.53 .69*
BCTQ FUNCT 1.99 ±0.80 2.12 ±0.74 2.03 ± 1.00 .91*
DSL (msec) 3.36 ±0.91 3.24 ±0.53 3.63 ±0.71 .31*
DML (msec) 4.52 ± 1.35 4.74 ±1.11 5.09 ± 1.24 .43*
Bilateral hands 11 (65) 13(77) 10 (63) .65†
n (%)

17
Moderate 7 (41) 10 (63) 12 (75) .14
severity n (%)
BCTQ SYMPT = symptom severity scale of Boston Carpal Tunnel Syndrome
Questionnaire; BCTQ FUNCT = functional status scale of BCTQ;
DSL = distal sensory latency; DML = distal motor latency.
*One-way analysis of variance (ANOVA).
†McNemar test.

Table 2
The DSL and DML of PH-P, PH-Dex, and US groups at pretreatment and
posttreatment

PH-P PH-Dex US Time Group


(17 (17 (16
hands) hands) hands) df F P df F P
Distal sensory latency (DSL)
Pretreatment 3.36 ± 3.36 3.63
0.91 ±0.56 ±0.71
Posttreatment 3.24 ± 3.27 ± 3.50 ± 1 0.15 .70 2 1.64 .20
0.70 0.52 0.67
Changes -0.11 ± -0.09 ± -0.14 ±
0.34 0.32 0.29
(95% CI) (- 0.28, (-0.26, (-0.29,
0.06) 0.07) 0.02)
Distal motor latency (DML)
Pretreatment 4.52 4.82 ± 5.09 ±
±1.35 1.11 1.24
Posttreatment 4.57 4.73 ± 4.82 1 0.17 .68 2 0.95 .39
±1.31 1.00 1.26
Changes 0.05 ± -0.09 ± -0.27 ±
0.44 0.51 0.49
(95% CI) (-0.17, (-0.34, (-0.53,
0.27) 0.17) 0.01)

Table 3
The BCTQ score of PH-P, PH-Dex, and US groups at pretreatment and
posttreatment

PH-P PH-Dex US Time Group


(17 (17 (16
hands) hands) hands) df F P df F P
Symptom severity scale of BCTQ (BCTQ SYMPT)
Pretreatment 2.22 ± 2.22 ± 2.02 ±
0.83 0.89 0.53
Posttreatment 1.48 1.31 ± 1.35 1 36.04 .001 2 0.55 .58
±0.55 0.44 ±0.54

18
Changes -0.74 ± -0.91 ± -0.68 ±
0.73 0.96 0.71
(95% CI) (-1.12, - (-1.41, - (-1.05, -
0.37) 0.42) 0.30)
Functional status scale of BCTQ (BCTQ FUNCT)

Pretreatment 1.99 ± 2.12 ± 2.04


0.80 0.74 ±1.00
Posttreatment 1.31 ± 1.38 ± 1.24 1 27.03 .001 2 0.24 12.79
0.42 0.68 ±0.50
Changes -0.68 ± 0.74 ± --0.80 ±
0.89 0.84 0.80
(95% CI) (-1.14, - (-1.17, - (-1.22, -
0.22) 0.30) 0.37)

19
References
1. Atroshi I, Gummesson C, Johnsson R, Ornstein E, Ranstam J, Rosén I.
Prevalence of carpal tunnel syndrome in a general population. JAMA.
1999;282(2):153-158.
2. Aroori S, Spence RA. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J. 2008;77
(1):6-17.
3. Hong CZ, Liu HH, Yu J. Ultrasound thermotherapy effect on the recovery of
nerve conduction in experimental compression neuropathy. Arch Phys Med
Rehabil. 1988;69:410-414.
4. Yildiz N, Atalay NS, Gungen GO, Sanal E, Akkaya N, Topuz O. Comparison of
ultrasound and ketoprofen phonophoresis in the treatment of carpal tunnel
syndrome. J Back Musculoskelet Rehabil. 2011;24(1):39-47.
5. Soyupek F, Kutluhan S, Uslusoy G, Ilgun E, Eris S, Askin A. The ef ficacy of
phonophoresis on electrophysiological studies of the patients with carpal tunnel
syndrome. Rheumatol Int. 2012;32 (10):3235-3242.
6. Bakhtiary AH, Fatemi E, Emami M, Malek M. Phonophoresis of dexamethasone
sodium phosphate may manage pain and symptoms of patients with carpal tunnel
syndrome. Clin J Pain. 2013;29(4): 348-353.
7. Levine DW, Simmons BP, Koris MJ, et al. A self-administered questionnaire for
the assessment of severity of symptoms and functional status in carpal tunnel
syndrome. J Bone Joint Surg Am. 1993;75 (11):1585-1592.
8. Stevens JC. AAEM minimonograph #26: the electrodiagnosis of carpal tunnel
syndrome. American Association of Electrodiagnostic Medicine. Muscle Nerve.
1997;20(12):1477-1486.
9. Pongkanitanon P, Taechaarparkul V, Bunnag Y. Normal value of median nerve
at Chulalongkorn hospital. J Thai Rahabil. 1994;3 (3):25-29.
10. Robinson LR, Strakowski J, Kennedy DJ. Is the combined sensory [Robinson]
index routinely indicated for all cases of suspected carpal tunnel syndrome
undergoing electrodiagnostic evaluation? PM R. 2013;5(5):433-437.
11. Luksurapan W, Boonhong J. Effects of phonophoresis of piroxicam and
ultrasound on symptomatic knee osteoarthritis. Arch Phys Med Rehabil.
2013;94(2):250-255.
12. Piravej K, Boonhong J. Effect of ultrasound thermotherapy in mild to moderate
carpal tunnel
syndrome. J Med Assoc Thai. 2004;87 (suppl 2):S100-S106.

20
13. Heybeli N, Kutluhan S, Demirci S, Kerman M, Mumcu EF. Assessment of
outcome of carpal tunnel syndrome: a comparison of electrophysiological fi ndings
and a self-administered Boston questionnaire. J Hand Surg Br. 2002;27(3):259-264.
14. Basiri K, Katirji B. Practical approach to electrodiagnosis of the carpal tunnel
syndrome: a review. Adv Biomed Res. 2015;4:50.
15. El-Karabaty H, Hetzel A, Galla TJ, Horch RE, Lucking CH, Glocker FX. The
effect of carpal tunnel release on median nerve fl attening and nerve conduction.
Electromyogr Clin Neurophysiol. 2005;45(4):223-227.
16. Boonhong J, Somsud K. Correlation between nerve conduction study [NCS]
and clinical improvement in carpal tunnel syndrome [CTS]. Chula Med J.
2011;55(2):107-115.
17. Leite JC, Jerosch-Herold C, Song F. A systematic review of the psychometric
properties of the Boston carpal tunnel questionnaire. BMC Musculoskelet Disord.
2006;7:78.
18. Pacek CA, Chakan M, Goitz RJ, Kaufmann RA, Li ZM. Morphological analysis
of the transverse carpal ligament. Hand. 2010;5(2): 135-140.
19. Ebenbichler GR, Resch KL, Nicolakis P, et al. Ultrasound treatment for treating
the carpal tunnel syndrome: randomised "sham" controlled trial. BMJ.
1998;316(7133):731-735.
20. Page MJ, O ’ Connor D, Pitt V, Massy-Westropp N. Therapeutic ultrasound for
carpal tunnel syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2013;28(3):CD009601.
Disclosure J.B. Department of Rehabilitation Medicine, Faculty of Medicine,
Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand. Address correspondence to: J.
Boonhong, MD, Department of Rehabilitation Medicine, Faculty of Medicine,
Chulalongkorn University, 1873 Rama IV Road, Patumwan, Bangkok 10330,
Thailand; e-mail: jariya_boonhong@yahoo.com Disclosure: none W.T.
Department of Rehabilitation Medicine, Faculty of Medicine, Chulalongkorn
University, Bangkok, Thailand Disclosure: none
Submitted for publication February 8, 2019; accepted April 13, 2019.
J. Boonhong and W. Thienkul / PM R xx (2019) 1 – 7 7

21

Anda mungkin juga menyukai