Disusun Oleh:
SOFYAN HAJI SYARIF,S.Ked
10542 0123 09
Pembimbing:
dr. H. Andi Alamsyah Makmur, Sp.KK, M.Si.
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, november 2016
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat, kesehatan,
dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini dengan
judu Drugs eruption type makula papullar. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Namun berkat
bantuan, saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini
dapat terselesaikan.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam
kepada H. Andi dr Alamsyah Makmur, Sp.KK, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan
dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasusini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan kasus ini.Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kusta atau dikenal juga dengan nama lepra dan Morbus Hansen merupakan
penyakit yang telah menjangkit manusia sejak lebih dari 4000 tahun yang lalu. Kata lepra
merupakan terjemahan dari bahasa Hebrew, zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa
penyakit kulit lainnya. Kusta juga dikenal dengan istilah kusta yang berasal dari bahasa India,
kushtha. Nama Morbus Hansen ini sesuai dengan nama yang menemukan kuman, yaitu Dr.
Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 18741
Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang terutama mengenai kulit, saluran
pernapasan atas dan sistem saraf perifer. Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan penyebab baru yaitu
Mycobacterium lepramatosis. Kusta dahulu dikenal dengan penyakit yang tidak dapat
sembuh dan diobati, namun sejak tahun 1980, dimana program Multi Drug Treamtment
(MDT) mulai diperkenalkan, kusta dapat didiagnosis dan diterapi secara adekuat, tetapi
sayangnya meskipun telah dilakukan terapi MDT secara adekuat, risiko untuk terjadi
kerusakan sensorik dan motorik yaitu disabilitas dan deformitas masih dapat terjadi sehingga
gejala tangan lunglai, mutilasi jari. Keadaan tersebut yang membuat timbulnya stigma
terhadap penyakit kusta2 Meskipun 25 tahun terakhir banyak yang telah dikembangkan
mengenai kusta, pengetahuan mengenai patogenesis, penyebab, pengobatan, dan pencegahan
lepra masih terus diteliti.2
Prevalensi kusta di dunia dilaporkan hanya <1 per 10.000 populasi (sesuai dengan
target resolusi WHO mengenai eliminasi kusta). Paling banyak terjadi pada daerah tropis dan
subtropis. 86% dilaporkan terjadi di 11 negara, Bangladesh, Brazil, China, Congo, Etiopia,
India, Indonesia, Nepal, Nogeria, Filipina, Tanzania. Namun prevalensi lepra berkurang sejak
dimulai adanya MDT pada tahun 1982. Pada pertengahan tahun 2000, jumlah penderita kusta
terdaftar di Indonesia sebanyak 20.7042 orang, banyak ditemukan di Jawa Timur, Jaa Barat,
Sulawesi Selaran, dan Irian Jaya.1,2
Kusta lebih banyak didapatkan pada laki-laki daripada wanita, dengan perbandingan
2:1, dengan insidensi usia puncak 10-20 tahun dan 30-50 tahun, jarang terjadi pada bayi.
Faktor predisposisinya adalah penduduk pada area yang endemik, memiliki kerentanan lepra
dalam darah, kemiskinan (malnutrisi), dan kontak dengan affected armadillos3.
Kusta pada umumnya memberikan morfologi yang khas yaitu lesi yang diawali
dengan bercak putih, bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan
meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita akan mengeluh kesemutan/ baal pada bagian
tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang berlanjut pada kekakuan sendi.
Rambut alis pun dapat rontok.4
Berikut akan dilaporkan kasus mengenai Kusta pada pasien yang berobat ke Balai
Pengobatan Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Makassar :
BAB II
LAPORAN KASUS
Resume :
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun diantar oleh ibunya ke Balai pengobatan
Kulit dan Kelamin dengan keluhan timbul bercak-bercak putih di lengan kanan atas (1 lesi )
dan lengan kiri atas (2 lesi ) yang berbatas tegas dan berukuran dari lentikular sampai
numular. Bercak putih tersebut muncul sejak pasien berusia 5 tahun. Dari pengamatan ibunya
bahwa awalnya bercak putih tersebut muncul di lengan kanan atas dan berukuran kurang dari
1 cm tetapi lama kelamaan bercak putih tersebut bertambah lebar dan juga muncul di lengan
kiri atas (2 lesi ). Pasien tidak merasakan gatal. Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Pasien tidak mempunyai alergi makanan apapun. Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan
yang sama (+) yaitu nenek. Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan bahwa bercak putih
hipopigmentasi berjumlah 3 lesi, kelainan kulit yang mati rasa (+), penebalan saraf ulnaris
kanan (+),gangguan fungsi saraf (-),pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (+).
Status Presens :
Status Dermatology
Diagnosis banding
1 Vitiligo
2 Pitiriasis Versikolor
3 Piritiasis Alba
Diagnosis
1 Terapi sistemik
Minum di depan petugas :
R/ Rifampicin 450 mg tab / Bulan (300 mg + 150 mg )
R/ Dapson 50 mg tab No I
1 dd I
Yang di bawah pulang :
R/ Dapson 50 mg tab No XXVIII
1 dd I
Prognosis :
BAB III
PEMBAHASAN
Kusta atau morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Kuman penyebab adalah Mycobacterium
leprae yang ditemukan oleh G.A.HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia 2
Kuman ini bersifat obligat intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro ,
berbentuk basil Gram positif dengan ukuran 3 -8m x 0,5m, bersifat tahan asam dan
alkohol.Kuman ini memunyai afinitas terhadap makrofag dan sel Schwann, replikasi yang
lambat di sel Schwann menstimulasi cell-mediated immune response , yang menyebabkan
reaksi inflamasi kronik.5
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa lesi berjumlah kurang dari 5, penebalan
saraf tepi hanya 1 saraf , tidak ada gangguan fungsi saraf maka menurut WHO (1981 ) di
klasifikasikan kedalam Kusta tipe Pausibasiler (PB). Hal tersebut juga sesuai dengan
kepustaakan lainnya bahwa Jumlah lesi 5 buah atau kurang. Bercak kulit umumnya
hipopigmentasi,kadang-kadang eritem; permukaan kering dan berskuama dengan gangguan
sensibilitas, distribusi asimetris, dan hanya mengenai 1 cabang saraf. Pada pemeriksaan
bakterioskopis (slit skin smear) tidak ditemukan kuman.7
Sebenarnya M.leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih
berat, bahkan dapat sebaliknya.12 Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang memicu timbulnya
reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh
karena itu penyakit kusta dapat disebut penyakit imunologik. 5,12
Kusta bukanlah penyakit yang sangat menular. Sarana utama penularan adalah dengan
penyebaran aerosol dari sekret hidung yang terinfeksi pada mukosa hidung dan mulut
terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui kontak langsung melalui kulit utuh,
meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan.5. Masa inkubasi kusta adalah 6 bulan
sampai 40 tahun atau lebih. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid
dan 10 tahun untuk kusta lepromatosa. 5
Daerah yang paling sering terkena kusta adalah saraf perifer dangkal, kulit, selaput
lendir saluran pernapasan bagian atas, ruang anterior dari mata, dan testis. Daerah-daerah
tersebut cenderung bagian dingin dari tubuh. Lesi awal yang paling umum adalah daerah mati
rasa pada kulit,atau lesi kulit terlihat. 10 Kerusakan jaringan tergantung pada sejauh mana
imunitas diperantarai sel diungkapkan, jenis dan luasnya penyebaran bacillary dan perkalian,
penampilan yang merusak jaringan komplikasi imunologi (yaitu, reaksi lepra), dan
pengembangan kerusakan saraf dan gejala sisa.5
Klasifikasi
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri berbagai tipe, yaitu :2
TT : tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : tuberkuloid indefinite
BT : borderline tuberculoid
BB : Mid borderline
Bl : borderline lepromatous
Li : lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil. Jadi tidak
mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa
100%. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti
campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran 50% tuberkuloid dan
50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih
banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat beralih
tipe, baik ke arah TT maupun ke arah LL. 2
Menurut WHO (1981), lepra dibagi 2 menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar
(PB). Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+,
yaitu tipe LL,BL, dan BB pada klasifikasi Ridley-Joping. Pausibasilar mengandung sedikit
basil dengan IB kurang dari 2+, yaitu tipe TT,BT, dan I. 2
Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO ( 1995 ) 2
PB MB
1 Lesi kulit - 1-5 lesi - > 5 lesi
(makula datar, papul - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi lebih
- Distribusi tidak simetris
yang meninggi, simetris
- Hilangnya sensasi jelas
- Hilangnya sensasi
nodus)
kurang jelas
2 Kerusakan saraf - Hanya satu cabang saraf - Banyak cabang
(menyebabkan saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan
otot yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta MultiBasilar (MB) 2
Lesi
Nodus
BTA
Lesi
Jumlah Satu atau dapat Beberapa atau satu Satu atau beberapa
beberapa dengan lesi satelit
BTA
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
1 N.ulnaris2
2 N. medianus2
Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari
tengah
3 N. radialis2
4 N. poplitea lateralis2
5 N. tibialis posterior2
Claw toes
6 N. fasialis2
7 N. trigeminus2
Pada kasus ini telah di lihat dari keadaan pasien di dapatkan hasil bahwa pada pasien ini tidak
terdapat kerusakan saraf apapun.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON. 11 Pertama tama harus
ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu
menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4 lesi lain
yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan cuping
telinga tanpa menghiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut karena pada cuping
telinga biasanya didapati banyak M. leprae2
Pada kasus ini telah di lakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan tahan asam dan
hasil yang di dapatkan adalah Bakteri Tahan Asam positif (+)
Diagnosis Banding
Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, ptiriasis versikolor,
ptiriasis alba. Pada lesi papul, granuloma annulare, lichen planus. Pada lesi plak, tinea
korporis, ptiriasis rosea, psoriasis. Pada lesi nodul, acne vulgaris, neurofibromatosis. Pada
lesi saraf, amyloidosis, diabetes, trachoma2
Pada kasus ini diferential diagnosis lebih mengarah kepada vitiligo, ptiriasis versikolor, dan
pitiriasis alba. Sesuai dengan kepustakaan bahwa pada vitiligo berupa makula berwarna putih
dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa centimeter,bulat atau lonjong dengan
batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula
hipomelanotik selain makula apigmentasi.2
Pada pitiriasis versikolor kelainan kulit sangat superfisial dan di temukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni bentuk tidak teratur,batas jelas
sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat dengan lampu wood.Bentuk
papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada
kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia menderita penyakit tersebut.Kadang-kandang
penderita merasakan gatal ringan yang merupakan alasan berobat.2
Pada pitirasis alba sering di jumpai kelainan kulit biasanya pada anak-anak berumur 3-16
tahun. (30-40 %). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat,oval atau plakat yang
tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama yang halus. Setelah
eritma menghilang, lesi yang di jumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak
biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara -2 cm. Pada anak-anak lokasi
kelainan pada muka (50-60 % ), paling sering di mulut dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat juga
di jumpai pada ektremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong,paha atas,pungung, dan
ekstensor lengan tanpa keluhan.2
Penatalaksanaan
Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden
penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk
mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan
pengobatan penderita.5 Pengobatan antibakteri untuk kusta sangat efektif, dengan
tingkat kambuhan yang rendahsehingga perlu di lakukan selama berbulan-bulan.10
(50-70 kg)
(5-14 th)
PB dengan lesi 2 5.Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9)
bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti
minum obat.
Rifampicin Dapson
MB (BB, BL, LL) dengan lesi > 5 .Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan
selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan RFT/=Realease
From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara
pasif untuktipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun.
Komplikasi
Komplikasi umum dari kusta timbul dari cedera saraf perifer, insufisiensi vena, atau
jaringan parut. Sekitar seperempat sampai sepertiga dari pasien yang baru didiagnosis dengan
penyakit kusta memiliki, atau akan akhirnya memiliki, beberapa kecacatan kronis sekunder
ireversibel cedera saraf, biasanya dari tangan atau kaki, atau dari keterlibatan mata. Keratitis
paparan dapat menyebabkan dari berbagai faktor termasuk mata kering, ketidakpekaan
kornea, dan lagophthalmos. Keratitis ini dan lesi ruang anterior (termasuk keterlibatan iris,
sclera atau saraf kornea) dapat menyebabkan kebutaan. Insufisiensi vena, sekunder endotel
keterlibatan katup vena dalam, menyebabkan stasis dermatitis dan ulkus kaki. Penghancuran
sendi dapat terjadi karena hilangnya sensasi nyeri pelindung. Hasil keterlibatan saraf simpatik
penurunan hidrosis, menyebabkan kering telapak tangan dan kaki. Ini dalam kombinasi dari
siklus berulang cedera kulit dan hasil nyeri pelindung di hiperkeratosis, fissuring dan
superinfeksi bakteri. Kerusakan hidung di LL adalah akibat jaringan parut, yang telah
menggantikan tulang dan tulang rawan.9
Prognosis
Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan
bergantung pula pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang pasien dapat
mengalami kelumpuhan bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun.1
Lampiran Status
Identitas Pasien
Nama : N.A
Umur : 7 tahun
Agama : Islam
Anamnesis : Alloanamnesis
Keluhan utama : Timbul bercak putih di lengan atas kanan dan kiri
Anamnesis terpimpin :
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun diantar oleh ibunya ke Balai pengobatan
kulit dengan keluhan timbul bercak-bercak putih di lengan kanan atas (1 lesi ) dan lengan
kiri atas (2 lesi ) yang berbatas tegas dan berukuran dari lentikular sampai numular. Bercak
putih tersebut muncul sejak pasien berusia 5 tahun. Dari pengamatan ibunya bahwa awalnya
bercak putih tersebut muncul di lengan kanan atas dan berukuran kurang dari 1 cm tetapi
lama kelamaan bercak putih tersebut bertambah lebar dan juga muncul di lengan kiri atas (2
lesi ). Pasien tidak merasakan gatal. Pasien belum pernah berobat sebelumnya. Pasien tidak
mempunyai alergi makanan apapun. Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama
(+) yaitu nenek. Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan bahwa bercak putih hipopigmentasi
berjumlah 3 lesi, kelainan kulit yang mati rasa (+), penebalan saraf ulnaris kanan
(+),gangguan fungsi saraf (-),pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (+).
DAFTAR PUSTAKA