PEMBIMBING :
dr. Euis Nana Resna, Sp. KK Hansen
DISUSUN OLEH :
- Tasha Amalia (406202050)
- Stephanie Natasha Indrika (406202069)
- Cindy Rachmadewi Ariyanto (406202075)
- Intan Dwi Wahyu Fitriyani (406202083)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
PERIODE 6 SEPTEMBER – 2 OKTOBER 2021
RSUD CIBINONG JAWA BARAT
Definisi
Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. McGrawHill-Education; 2018.
Etiolog
i patogen
Bakteri
❏ Mycobacterium leprae
[Gerhard Armaurer Hansen,
Norwegia 1873]
manusia
Lastória JC, de Abreu MAMM. Leprosy: review of the epidemiological, clinical, and etiopathogenic aspects - Part 1. An Bras Dermatol. 2014;89(2):205–18.
Wisnu M, Daili S, Menaldi S. Kusta. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th Ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2019.
.
Epidemiologi
➢ Kasus kusta secara global per 10.000 penduduk turun perlahan.
➢ Penurunan angka prevalensi dari > 5 juta kasus pada pertengahan 1890-an menjadi <
20.000 kasus pada akhir 2016.
➢ Brazil adalah salah satu dari lima negara teratas dengan prevalensi kusta tertinggi.
➢ Di Indonesia pada tahun 2017 kasus kusta sebesar 0,70 per 10.000 penduduk.
➢ Kasus baru pada laki-laki sebesar 9.872 dan perempuan 6.048 kasus.
➢ Laki-laki memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari perempuan.
Klasifikasi Morbus
Hansen
KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM
Wisnu MI, Daili, SE, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2019. p. 87 – 102.
Patogenesis Morbus
Hansen
4 jalur yang digunakan M. lepíae
untuk mencapai sel Schwann:
● Filamen saraf telanjang
(naked neíve filamenīs) di
epidermis
● Masuknya M. lepíae ke
epidermis sebagai lokasi awal
sebelum menyebar ke sel
Schwann lainnya
● Fagositosis M. lepíae
oleh makrofag dermis
yang kemudian
menginvasi
perineurium
● Melalui darah→kapiler-kapiler
intraneural, sel-sel endotel
Patogenesis Morbus
Hansen
Morbus hansen tuberkuloid
→ respon sel Th-1 yang
kuat dengan produksi
sitokin IL-2, TNF-α, IFN-
γ, dan IL-12
Morbus hansen
lepromatosa
→ respon Th-2 dengan
produksi sitokin IL-4,
IL-5, IL-10, dan kadar
antibodi yang tinggi.
Gejala
Tiga tanda kardinal:
Klinis
1. Bercak hipopigmentasi atau eritematosa berupa makula ataupun plak yang
mati rasa terhadap raba suhu dan nyeri, dapat bersifat total atau sebagian
Wisnu IM, Daili SS, Menaldi SL. Kusta. In: Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th
ed. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2016. P.88-93.
Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta multibasilar
(MB)
Wisnu IM, Daili SS, Menaldi SL. Kusta. In: Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th
ed. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2016. P.88-93.
Gangguan saraf
tepi:
- Tipe ke arah lepromatosa → bilateral dan menyeluruh
Kerusakan saraf motorik dan sensorik lebih berat pada tibe tuberkuloid meskipun
memiliki imunitas yang adekuat → M.leprae menyerang sel Schwann di
selubung saraf → pembentukkan granuloma → proses inflamasi granulomatosa
→ atrofi → fungsi saraf menurun secara progresif
Wisnu IM, Daili SS, Menaldi SL. Kusta. In: Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2016. P.88-93.
Fischer M. Leprosy - an overview of clinical features, diagnosis, and treatment. J Dtsch Dermatol Ges. 2017 Aug;15(8):801-827. doi: 10.1111/ddg.13301. PMID: 28763601.
Saraf-saraf yang
terlibat
● N. auricularis
magnus
● N. ulnaris
● N. medianus
● N. radialis
● N. poplitea lateralis
● N. tibialis posterior
● N. fasialis
Wisnu IM, Daili SS, Menaldi SL. Kusta. In: Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta:
Badan penerbit FKUI; 2016. P.88-93.
Reaksi
kusta
Fischer M. Leprosy - an overview of clinical features, diagnosis, and treatment. J Dtsch Dermatol Ges. 2017 Aug;15(8):801-827. doi: 10.1111/ddg.13301. PMID:
28763601.
Diferensial Diagnosis:
Lesi Kulit
Kusta
Diferensial Diagnosis Gangguan saraf Diferensial Diagnosis
Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Lisitawan Y, Siswati AS, Triwahyudi D, et al. Panduan praktek klinis bagi dokter
spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia; 2017. 80–
Diferensial diagnosis: Reaksi
Kusta
Jenis reaksi Diferensial Diagnosis
Kusta relaps, selulitis, urtikaria, erisipelas, dan gigitan
Reaksi reversal serangga
Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Lisitawan Y, Siswati AS, Triwahyudi D, et al. Panduan praktek klinis
bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia; 2017. 80–100 p.
Bhushan K, Kar HK. IAL Textbook of Leprosy. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2017.
Diferensial diagnosis: Fenomena
Lucio
Fenomena Lucio Reaksi tipe 2 dengan fenomena vaskulonekrotikan
Hanya terjadi pada kusta tipe lepromatosa difus, tanpa riwayat
Terjadi pada kusta dengan lesi plak dan nodular
nodus
Lebih sering terjadi setelah bulan pertama pengobatan
Terjadi pada pasien kusta yang tidak/belum diobat
MDT
Lesi berupa bercak eritematosa berukuran 0,5 hingga 1 cm
Lesi berupa nekrosis luas dan dalam
yang dalam beberapa waktu menjadi ulserasi
Sensasi nyeri seperti terbakar Nyeri iskemik
Biasanya tidak disertai demam Disertai demam
Tidak melibatkan saraf Dapat disertai neuritis
Vaskulitis leukositoklastik superfisial dan dalam, nekrosis
Vaskulitis leukositoklastik superfisial dan nekrosis
dalam; berhubungan dengan ENL
Tidak respon dengan talidomid Respons dengan talidomid
Resolusi dalam 15 hari Resolusi lambat
Jaringan parut hipokrom berukuran kecil dengan tepi
Jaringan parut hipertrofik besar
hiperkrom
Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Lisitawan Y, Siswati AS, Triwahyudi D, et al. Panduan praktek klinis
bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia; 2017. 80–100 p.
Diferensial diagnosis: Kusta
relaps
● Eritema nodosum leprosum (relaps bentuk papul dan
nodul)
● Resistensi obat
● Reaktivasi
● Reaksi reversal (late reversal reaction)
Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Lisitawan Y, Siswati AS, Triwahyudi D, et al. Panduan praktek klinis
bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia; 2017. 80–100 p.
Kaimal S, Thappa D. Relapse in leprosy. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2009;75(2):126–35.
Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2019.
TATALAKSAN
NON-MEDIKAMENTOSA
A MEDIKAMENTOSA
a. Dapson
Dosis harian 100 mg atau 1-2 mg/kg. Efek samping :“Dapsone hypeísensiīiviīy
syndíome” (demam dan cuīaneous íash → melibatkan organ dalam (terutama
paru-paru).
a. Klofazimin (Lampren)
Dosis :50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3x100 mg setiap
minggu. Efek samping: kulit kering, hiperpigmentasi, kekuningan pada sklera (mirip
ikterus), nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, vomitus, dan penurunan berat
badan.
TATALAKSANA MDT -
c. Rifampicin WHO
Sifat: sangat bakterisidal. Rifampicin diberikan 1x per bulan, anak-anak: 450 mg
Dewasa: 6 0 0 mg
Adveíse effecī → kemerahan pada wajah & leher, pruritus dan cuīaneous íash,
penurunan nafsu makan, nausea, vomitus, diare, malaise, purpura, dan epistaksis.
Efek samping → hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndíome,
dan erupsi kulit.
ALTERNATIF
OBAT
A. Tidak bisa
Rifampicin
ALTERNATIF
OBAT
B. Tidak bisa Klofazimin → klofazimin dalam MDT 12 bulan diganti --> ofloksasin
4 0 0 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan atau rifampisin
6 0 0 mg/bulan, ofloksaksin 4 0 0 mg/bulan selama 24 bulan.
tipe MB: tetap melanjutkan pengobatan MDT tanpa dapson selama 12 bulan.
tipe PB: dapson → klofazimin (dosis sama dengan MDT tipe MB selama 6
bulan)
TATALAKSANA REAKSI KUSTA
a. TIPE
MDT harus 1 dimulai atau dilanjutkan
segera
b. Terapi reaksi kusta tipe 1 ringan → aspirin atau parasetamol selama
beberapa minggu
c. Terapi reaksi kusta tipe 1 berat dan neuritis akut → kortikosteroid (prednisolon)
TATALAKSANA REAKSI KUSTA
TIPE 2
a.Reaksi kusta tipe 2 ringan → obat analgetik dan
antiinflamasi (aspirin 6 0 0 mg setiap 6 jam setelah makan
dan NSAID lainnya)
b.Reaksi kusta tipe 2 sedang --> antimalaria (klorokuin),
antimonial (stibophen) dan kolkisin
TATALAKSANA REAKSI KUSTA
TIPE
C. Reaksi kusta tipe 2 dibagi menjadi dua → reaksi tipe 2 episode pertama dan
2 berat,
episode ulangan (ENL kronik).
o Reaksi tipe 2 episode pertama:
- Prednison (sebagai pilihan pertama) :(40-60 mg) tapering off 5-10 mg
setiap minggu selama 6-8 minggu atau lebih.
- Kombinasi prednisolon dan klofazimin
§ 300 mg/hari selama 1 bulan
§ 200 mg/hari selama 3-6 bulan
§ 100 mg/hari selama gejala masih ada
TATALAKSANA REAKSI KUSTA TIPE 2 EPISODE
PERTAMA
- Talidomid (sebagai pilihan terakhir) → dosis awal 400 mg atau 4 x100 mg
selama 3-7 hari → penurunan dosis dalam 3-4 minggu atau diturunkan
perlahan-lahan jika rekurensi terjadi, yaitu:
§ 100 mg pagi hari + 200 mg malam hari selama 4 minggu
§ 1x200 mg malam hari selama 4 minggu
§ 1x100 mg malam hari selama 4 minggu
§ 50 mg setiap hari atau 100 mg selang sehari, malam hari,
selama 8-12 minggu
TATALAKSANA REAKSI TIPE 2 EPISODE
ULANGAN (ENL KRONIK)
- Pilihan pertama: prednisolon + klofazimin. Dosis klofazimin t:
§ 300 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan
§ 200 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan
§ 100 mg selama gejala dan tanda masih ada.
Ditambah dengan:
- Prednisolon 30 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan:
§ 25 mg/hari selama 2 minggu
§ 20 mg/hari selama 2 minggu
§ 15 mg/hari selama 2 minggu
§ 10 mg/hari selama 2 minggu
§ 5 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dihentikan.
TATALAKSANA REAKSI TIPE 2 EPISODE
ULANGAN (ENL KRONIK)
- Pilihan kedua = talidomid. Dosisnya:
§ 2x200 mg selama 3-7 hari, kemudian
dilanjutkan
§ 100 mg pagi hari + 200 mg malam hari
selama 4 minggu
§ 200 mg malam hari selama 4 minggu
§ 100 mg malam hari selama 4 minggu
§ 100 mg setiap malam atau selang sehari,
malam hari selama 8-12 minggu atau lebih.
TATALAKSANA FENOMENA
LUCIO
a. Terapi kusta dengan MDT
- Segera mulai, bila pasien belum mendapatkan terapi
kusta
- Tetap dilanjutkan, bila pasien sedang dalam terapi kusta
- Tidak perlu diberikan lagi, bila pasien sudah selesai terapi
b. Kortikosteroid dosis tinggi (mulai dari 1 mg/kgBB)
--> diturunkan secara perlahan dalam hitungan bulan
c. Talidomid dosis tinggi dan waktu yang lama
TATALAKSANA RELAPS
KUSTA
Pada pasien yang sensitif terhadap MDT WHO: