Anda di halaman 1dari 57

CASE REPORT SESSION

LEPROSY / MORBUS
HANSEN
Raihan Zafira 130112160583
Safira Nadifa 130112160561
Preseptor: R.M. Rendy Ariezal E dr., Sp. DV
KETERANGAN UMUM
Nama : An. C
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Purwakarta
Pekerjaan : Pelajar
Suku bangsa : Sunda
Agama : Islam
Anak ke-/jumlah saudara : Anak ke-5 dari 5 bersaudara
Tanggal pemeriksaan : 13 Oktober 2017
Anamnesis
Keluhan Utama : Bercak putih yang terasa baal di pipi kanan.
Anamnesis Khusus
Sejak 6 bulan sebelum masuk rumak sakit, bercak putih yang telah ada sebelumnya pada pipi
kanan semakin bertambah luas dan baal. Keluhan pertama kali timbul sejak 3 tahun yang lalu, berupa
bercak putih seukuran kancing baju di pipi kanan, tidak terasa nyeri dan tidak gatal. Karena
keluhannya, pasien diawa ke dokter umum dan diberi salep antijamur, terdapat perbaikan. Sejak 2
tahun yang lalu, bercak putih pada pipi kanan pasien tampak makin membesar dan tepinya semakin
memerah. Pasien tetap diberikan salep yang sama, tetapi tidak ada perbaikan.
Anamnesis Khusus
Pasien tinggal serumah dengan nenek, orangtua dan 4 orang saudara kandung. Terdapat
riwayat keluhan yang sama pada salah satu saudara kandung pasien (anak ke-3), keluhan
saudara kandung pasien muncul 5 hari setelah keluhan baal dirasakan pasien. Keluhan baru
pertama kali dirasakan pasien dan saudaranya. Riwayat keluhan yang sama pada orang-orang
di sekitar rumah pasien disangkal. Pasien lahir dan besar di Purwakarta dan tidak pernah
bepergian ke daerah lain.
Riwayat kerontokan rambut, alis, dan bulu mata disangkal. Riwayat suara parau,
penebalan cuping telinga disangkal. Kesulitan menutup mata disangkal. Keluhan jari-jari
tangan sulit diluruskan disangkal. Pemendekan jari-jari tangan dan jari-jari kaki disangkal.
Riwayat mimisan dan perubahan bentuk hidung disangkal.
Anamnesis Khusus
Pasien mandi dua kali sehari, menggunakan sabun batang “Lifebuoy” dan air pam,
menggunakan handuk dan pakaian sendiri. Pasien mengganti pakaian bersih dua kali sehari.
Keluhan gatal saat berkeringan disangkal. Riwayat bersin-bersin di pagi hari atau asma pada
pasien dan keluarga disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
◦ Keadaan Umum : Kompos mentis, tampak sakit ringan
◦ Tanda Vital
Tensi: tidak dilakukan BB : 23 kg
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : afebris
◦ Status Generalis
◦ Kepala :facies leonina (-), alopecia (-)
◦ Alis & bulu mata : madarosis (-/-)
◦ Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), lagoftalmus (-/-)
◦ Hidung : hidung pelana/ saddle nose (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
◦ Telinga : pembesaran cuping telinga (-/-)
◦ Mulut : bibir mencong (-)
◦ Laring : suara parau (-)
PEMERIKSAAN FISIK
◦ Leher : pembesaran KGB (-), penebalan saraf aurikularis magnus kanan (+),kiri (-),
nyeri tekan (-).
◦ Toraks:
◦ Jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-)
◦ Paru : Bentuk dan gerak simetris. VBS kanan = kiri. Rh (-/-), Wh (-/-)
◦ Abdomen: Datar, lembut. Tidak teraba pembesaran hepar dan lien. Bising usus normal
◦ Ektremitas atas:
◦ Penebalan saraf ulnaris kanan dan kiri (-)
◦ Kontraktur (-)
◦ Claw hand (-)
◦ Drop hand (-)
◦ Pseudomutilasi (-)
◦ Ektremitas bawah:
◦ Penebalan saraf peroneus lateralis kanan dan kiri (-)
◦ Kontraktur (-)
◦ Claw toes(-)
◦ Drop foot(-)
◦ Pseudomutilasi (-)
Status Dermatologikus
◦ Distribusi : regional
◦ Lokasi : a/r zigomatikus dekstra
◦ Karakteristik Lesi :
-Lesi multipel, diskret, bentuk annular inkomplet dengan ukuran terkecil 3,5cm x 2 cm sampai terbesar 9cm x 5cm
dan ukuran 3 dimensi terkecil 1cm x 0,8cm x 0,2cm sampai ukuran terbesar 7 cm x 0,8cm x 0,3cm, batas tegas, tepi
menimbul, kering.
- Efloresensi : - makula hipopigmentasi, plak eritem, dan krusta sanguinolenta.
Foto Klinis
Pemeriksaan Fisik (Status Neurologikus)

◦ Tes sensoris :
Raba : sensibilitas kulit daerah lesi terganggu
Nyeri : sensibilitas kulit daerah lesi terganggu
Suhu : tidak dilakukan
Gloves-stocking pattern anestesi: (-)
◦ Pemeriksaan saraf superfisial :
Terdapat penebalan N. aurikularis magnus kanan, tidak dapat penebalan n. ulnaris dan n. peroneus lateralis
kanan dan kiri, nyeri tekan (-).
◦ Fungsi motorik: dalam batas normal
Usulan Pemeriksaan

◦ Pemeriksaan apus sayat kulit pada kedua cuping telinga dan pada lesi untuk pemeriksaan
BTA: (tidak dilakukan)
DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
◦ Morbus hansen tipe Pausibasiler
◦ Pityriasis versicolor
◦ Pityriasis alba
◦ Tinea fasialis

Diagnosis Kerja
Morbus hansen tipe Pausibasiler
Penatalaksanaan Umum
◦ Penjelasan mengenai penyakitnya yang disebabkan oleh suatu bakteri bernama Mycobacterium leprae
yang biasanya ditularkan dari kontak langsung dengan pasien yang menderita kusta dalam jangka waktu
yang lama. Penyebab penyakit ini pada sebagian besar orang tidak menyebabkan penyakit. Penyakit
biasanya dapat terjadi saat daya tahan tubuh menurun seperti kelelahan atau asupan gizi yang buruk.
◦ Pengobatan memerlukan waktu yang lama yaitu 6 bulan dan membutuhkan kepatuhan pasien meminum
obat secara teratur sampai dinyatakan sembuh.
◦ Menjelaskan kepada pasien bahwa reaksi kusta tetap dapat timbul saat pengobatan atau setelah
pengobatan.
◦ Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat resiko terjadinya luka, dan
daerah yang luka merupakan tempat masuk bakteri, sehingga hindari luka.
Penatalaksanaan Umum
◦ Selalu menggunakan lotion atau pelembab agar kulitnya tidak semakin kering.
◦ Memberitahukan pada pasien bahwa penggunaan Rifampicin menyebabkan warna buang air kecil
berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir.
◦ Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai
bercak-bercak kemerahan, maka harus segera mencari pertolongan ke saranan pelayanan kesehatan.
2. Khusus:
◦ MDT PB
> Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan petugas)
-Rifampisin 10-15 mg/kg = 230-345 mg/hari ~ 300mg/bulan (1x300 mg caps)
-DDS (diaminodifenil sulfon) = 1-2 mg/kgBB = 23-46mg/hari (1 tab 25 mg)
>Pengobatan harian : hari ke-2-28 ; 1 tab DDS 25 mg
- Durasi pemberian obat selama 6-9 bulan (satu blister)
PROGNOSIS

◦ Quo ad vitam : ad bonam


◦ Quo ad functionam : ad bonam
◦ Quo ad sanationam : dubia ad bonam
MORBUS HANSEN
Morbus Hansen (Kusta)
◦ Definisi:
penyakit kronis, menular, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama,
kemudian selanjutnya dapat menyerang kulit, lalu menyebar ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.
Etiologi
◦ Mycobacterium Leprae

Bakteri tahan asam, batang, ukuran 1-8 μm, lebar 0.2-0.5 μm


Berkelompok
Hidup dalam sel terutama yang bersuhu dingin
Tidak dapat dikultur
◦ Masa Tunas
Masa membelah diri 12-21 hari
Masa tunas 2-5 tahun

◦ Cara penularan
Saluran pernafasan dan kulit
Pathogenesis pada imunitas rendah

Respon tubuh LL : kelumpuhan


M.leprae masuk ke
mengeluarkan sistem imunitas
dalam tubuh
makrofag selular

Makrofag tidak
Kuman dapat
mampu
Merusakan Jaringan bermultiplikasi
menghancurkan
dengan bebas
kuman
Patogenesis pada Imuntias Tinggi

Respon tubuh makrofag sanggup


M.leprae masuk ke TT : imunitas
mengeluarkan menghancurkan
dalam tubuh seluler tinggi
makrofag kuman

Merusak saraf dan Bersatu menjadi sel makrofag berubah


fagositosis
jaringan datia langhan menjadi epitoloid
Gambaran klinis:
• Predileksi lesi kulit
Bagian tubuh yang relatif lebih dingin : muka, hidung (mukosa) telinga, anggota tubuh, dan bagian
tubuh yang terbuka.
Predileksi Kerusakan Saraf Tepi  yang lebih superfisial dan suhu relatif
lebih dingin
•N. Fasialis : lagoftalmus
•N. Aurikularis magnus
•N. Radialis : tangan lunglai (drop wrist)
•N. Ulnaris : anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagian
jari IV
•N.medianus : anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I, II, III, dan
sebagian jari IV  kerusakan n.ulnaris dan n. Medianus dapat
menyebabkan jari kitting (claw toes) dan tangan cakar (claw hand)
•N. Peroneus komunis : kaki semper (drop foot)
•N. Tibialis posterior : mati rasa telapak kaki dan jari kitting (claw toes)
 
Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang
 Mata : gangguan visus, kebutaan
 Hidung : epistaksis, hidung pelana
 Tulang dan sendi : absorbsi, mutilasi, arthritis
 Lidah : ulkus, nodus
 Larings : suara parau
 Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atropi
 Kelenjar limfe : limfadenitis
 Rambut : alopecia, madarosis
 Ginjal : glomerulonefritis, amiloidosis ginjal, pielonefritis, nefritis
interstitial
Manifestasi penyakit penyakit kusta aktif
• Kulit : lesi membesar, jumlah bertambah, ulserasi, eritematosa, infiltrat
atau nodus
• Saraf : nyeri, gangguan fungsi bertambah, jumlah saraf yang terkena
bertambah
Tanda sisa penyakit kusta
• Kulit : atropi, keriput, non-repigmentasi, bulu hilang
• Saraf : mati rasa persisten, paralisis, kontraktur, dan atrofi otot
 
Klasifikasi

• Klasifikasi Internasional Madrid


– Indeterminate (I)
– Tuberkuloid (T)
– Borderline-dimorphoud (B)
– Lepromatosa (L)

• Klasifikasi Ridley-Jopling
– Tuberkuloid (TT)
– Borderline tuberkuloid (BT)
– Mid-borderline (BB)
– Borderline lepromatosa (BL)
– Lepromatosa (LL)
• Klasifikasi WHO
– Pausibasilar (PB)
Kusta type I,TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria ridley dan jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
– Multibasilar (MB)
Kusta tipe LL,BL, BB, sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling
atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
Bagan Diagnosis WHO
Tanda PB MB
Lesi kulit (makula - 1-5 lesi - > 5 lesi
datar, papul yang - - distribusi lebih
meninggi, nodus) hipopigmentasi/eritema simetris
- distribusi tidak - hilangnya sensasi
simetris kurang jelas
- hilangnya sensasi
yang jelas
Kerusakan saraf - hanya satu cabang - banyak cabang saraf
(menyebabkan saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersaafi oleh
saraf yang terkena)
Diagnosis:
Didasarkan pada penemuan tanda kardinal:
◦ Bercak kulit mati rasa (mati rasa total atau sebagian)
◦ Penebalan syaraf tepi
Dapat disertai nyeri dan gangguan fungsi syaraf yang terkena:
- gangguan fungsi sensoris:mati rasa
- gangguan fungsi motoris: paresa atau paralisa
- gangguan fungsi otonom:kulit kering,retak,edema
◦ Ditemukan basil tahan asam(BTA)
Bahan pemeriksaan dari cuping telinga/lesi kulit
Kriteria Diagnosis
◦ Anamnesis
◦ Pemeriksaan fisik
◦ Pemeriksaan penunjang
Anamnesis
◦ Tanda kardinal
◦ Makula yang hip/anestesi
◦ Penebalan saraf tepi
◦ Ditemukan BTA
◦ Ada tanda khas kusta: facies leonina, madarosis, lagoftalmus, saddle nose, ginekomastia, atrofi otot, kontraktur,
pseudomutilasi
◦ Selain hal tersebut, perlu ditanyakan tentang:
◦ Asal daerah atau pernah tinggal di daerah endemis
◦ Pengobatan yang sudah pernah didapat
◦ Ada/tidak adanya sumber penularan
Pemeriksaan fisik
◦ Pemeriksaan umum
◦ Menilai kesehatan penderita secara umum
◦ Mencari kelainan yang merupakan kontraindikasi pengobatan
◦ Pemeriksaan khusus
◦ Dilakukan di tempat yang terang dan tertutup
◦ Pemeriksaan secara regioner dengan memakai gambar skema dan memakai kode standar
◦ Pemeriksaan status dermatologikus
◦ Pemeriskaan status neurologikus
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan laboratorium
◦ Pemeriksaan bakterioskopis
◦ Pemeriksaan histopatologis
◦ Pemeriksaan imunologis
Diagnosis Banding
◦ Lesi hipopigmentasi ◦ Penebalan saraf tepi
◦ Vitiligo ◦ Familial hypertrophic interstitial neuritis
◦ Morfea ◦ Recutrrent or chronic progressive polyneuritis
◦ Pitiriasis alba
◦ Pitiriasis versikolor ◦ Regional anesthesia tanpa penebalan saraf
◦ Siringomieli
◦ Lesi menimbul dan berwarna
◦ Granuloma anulare ◦ Tabes
◦ Lupus vulgaris ◦ Neuropati perifer
◦ Lupus eritematosus ◦ Histeria
◦ Tinea korporis
◦ Psoriasis
◦ Pitiriasis rosea
◦ Sifilis
Reaksi Kusta
◦ Suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita MH yang terjadi dalam perjalanan
penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap antigen basil yang menimbulkan
gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.
◦ Tipe reaksi kusta
◦ Tipe 1: disebabkan oleh hipersensitivitas seluler
◦ Tipe 2: disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
Manifestasi Klinis Reaksi Kusta Tipe 1
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada menjadi Lesi yang ada menjadi
eritematosa eritematosa, timbul lesi baru yang
kadang-kadang disertai panas dan
malaise
Saraf Membesar, tidak nyeri, fungsi Membesar, nyeri, fungsi
tidak terganggu, berlangsung terganggu, berlangsung lebih dari
kurang dari 6 minggu 6 minggu
Kulit dan saraf bersama-sama Lesi yang telah ada menjadi Lesi kulit eritematosa disertai
eritematosa, nyeri pada saraf ulserasi atau edema pada
berlangsung kurang dari 6 minggu tangan/kaki. Saraf membesar,
nyeri, dan fungsi terganggu.
Berlangsung sampai 6 minggu
atau lebih
Manifestasi Klinis Reaksi Kusta Tipe 2
Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Timbul sedikit nodus yang Banyak nodus yang nyeri dan
beberapa diantaranya terjadi mengalami ulerasi disertai demam
ulserasi. Disertai demam ringan tinggi dan malaise
dan malaise
Saraf Saraf membesar tetapi nyeri dan Saraf membesar, nyeri, dan fungsi
fungsinya tidak terganggu terganggu
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penurunan visus, dan
merah disekitar limbus
Testis Lunak, tidak ada nyeri Lunak, nyeri, dan membesar
Kulit, saraf, mata, dan testis Gejalanya seperti tersebut di atas Gejala seperti tersebut di atas
bersama-sama disertai keadaan sakit yang keras
dan nyeri yang sangat
Penatalaksanaan
◦ Penatalaksanaan umum
◦ Penjelasan tentang penyakit
◦ Mencari/melakukan pemeriksaan kontak
◦ Penatalaksanaan khusus
◦ Pengobatan berdasarkan jenis MH (PB/MB)
◦ Pengobatan alternatif
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Penatalaksanaan umum
◦ Mengatasi neuritis
◦ Mencegah kerusakan mata
◦ Membunuh kuman penyebab
◦ Mengatasi nyeri
Penatalaksanaan Reaksi Kusta
◦ Pengobatan
◦ Obat antikusta terus dilanjutkan
◦ Istirahat atau imobilisasi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Pemberian obat antireaksi
◦ Reaksi ringan
◦ Aspirin 600-1200 mg/hari tau analgetka lain (parasetamol)
◦ Talidomid 400 mg/hari diturunkan sampai 50 mg/hari (kasus khusus)
◦ Reaksi berat
◦ Rawat di rumah sakit
◦ Reaksi tipe 1 harus segera diberi kortikosteroid
◦ Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid, dan kortikosteroid
sendiri-sendiri atau bersama-sama
◦ Pemberian pentoksifilin 400 mg/hari
Pemberian kortikosteroid
◦ Dosis dimulai antara 30-80 mg/hari
◦ Sebaiknya digunakan sebagai dosis tunggal di pagi hari
◦ Pengobatan prednison
◦ 2 minggu I : 40 mg/hari
◦ 2 minggu II : 30 mg/hari
◦ 2 minggu III : 20 mg/hari
◦ 2 minggu IV : 15 mg/hari
◦ 2 minggu V : 10 mg/hari
◦ 2 minggu VI : 5 mg/hari
Indeks Bakteri (IB)
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid

• BI 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lp


• BI 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
• BI 2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
• BI 3+ bila 1-10 BTA dalam 1 LP
• BI 4+ bila 11-100 BTA rata rata dalam 1 LP
• BI 5+ bila 101-1000 BTA/LP
• BI 6+ bila > 1000 BTA dalam 1 LP

BI seseorang adalah BI rata rata semua lesi yang dibuat sediaan


Indeks Morfologi:

Proporsi kuman yang hidup di antara seluruh kuman

Rumus: Jumlah Kuman Utuh


X 100% = IM
Jumlah Kuman Diperiksa

•Syarat perhitungan MI:


- jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
- BI +1 tidak usah dibuat MI nya
Kegunaan :
◦ Membantu menentukan diagnosis penyakit
◦ Membantu menentukan klasifikasi tipe penyakit kusta sebelum pengobatan
◦ Membantu menilai respon pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan end point pengobatan pada pasien MB
◦ Menentukan prognosis
◦ Memperkirakan kepentingan epidemiologis
Penatalaksanaan
• Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah :
-Rifampisin 600 mg sebulan sekali, dibawah pengawasan
-Dapson 100 mg/hari
- Selama 6 bulan

◦ Rejimen PB dengan lesi tunggal (ROM) :


-Rifampisin 600 mg
-Ofloksasin 400 mg
-Minosiklin 100 mg
Diberikan dalam dosis tunggal
• Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dari 5 buah :
-Rifampisin 600 mg sebulan sekali, di bawah pengawasan
-Klofazimin 300 mg sebulan sekali, di bawah pengawasan
-Dapson 100 mg/hari swakelola
-Klofazimin 50 mg/hari swakelola
-Selama 1 Tahun
KOMPLIKASI
Dapat berupa:
◦ Komplikasi akibat reaksi
◦ Komplikasi akibat kerusakan syaraf
◦ Disebabkan karena penyebaran basil(invasi masif kuman)
◦ Akibat relaps
◦ Komplikasi akibat imunitas menurun
CACAT KUSTA
◦ Jenis cacat kusta
a)cacat primer: yg disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit
-cacat fungsi saraf sensorik, motorik, otonom
-cacat pada jaringan lain:tendon, ligamen, tulang etc
b)cacat sekunder:terjadi akibat cacat primer
-luka trauma, kontraktur.
Derajat cacat kusta (WHO)
◦ Cacat pada tangan dan kaki
tingkat 0: tidak ada anestesi dan kelainan anatomis
tingkat 1:ada anestesi tanpa kelainan anatomis
tingkat 2:kelainan anatomis
◦ Cacat pada mata
tingkat 0:tiada kelainan mata
tingkat 1:kelainan mata tetapi visus sedikit berkurang
tingkat 2:lagolftalmus, visus sgt terganggu
Pencegahan cacat pada kusta
 Tujuan:
-mencegah timbulnya cacat (disability atau deformitas
-mencegah cacat yang telah terjadi tidak menjadi >berat
◦ Upaya pencegahan cacat primer:
-oleh karena kecacatan kusta adalah akibat gangguan araf perifer maka pemeriksaan saraf perifer →fxn
sensorik,motorik,otonom
◦ Upaya pencegahan cacat sekuder:
-perawatan diri sendiri utk mencegah luka
-latihan fisioterapi
-perawatan mata, tangan dan/atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot
-bedah rekonstruksi, septik
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai