Anda di halaman 1dari 126

KULIAH PENGAYAAN PSPD ANAK

RESPIROLOGI
TB, PNEUMONIA, ASMA

Sri Sudarwati, dr, Sp.A(K)


Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Unpad – RS Dr.Hasan Sadikin
TUBERKULOSIS ANAK
Mengapa TB pada anak penting ?

 TB anak merupakan 10-15% dari seluruh kasus TB di


Indonesia
 Anak berisiko tinggi untuk:
• Berkembang menjadi sakit setelah terinfeksi
• Menderita sakit TB berat (meningitis TB, TB milier)
 Infeksi laten TB pada anak
 Jika tidak diobati dengan benar akan menjadi
kasus TB di masa dewasanya, yang merupakan
sumber penularan baru.
Epidemiologi TB pada anak

• Sebagian besar kasus terjadi pada anak umur < 5 tahun

• Sebagian besar penyakit terjadi dalam 2 tahun setelah


kontak dengan sumber penularan

• Sebagian besar kasus TB pada anak adalah TB paru,


bukan ekstra paru
– Sebagian besar BTA negatif atau tidak dilakukan
pemeriksaan BTA sputum
– BTA positif biasanya ditemukan pada anak yang lebih
tua
Tuberkulosis

lymphadenitis

lymphangitis

primary focus
Ghon focus
Konsep sakit dan infeksi pada TB

Kontak dengan
penderita TB

Sehat Terinfeksi Sakit TB


(infeksi laten TB)
•Gejala (-) •Gejala (+)
•PPD (-) •Gejala (-) •PPD (+/-)
•Rontgen (-) •PPD (+) •Rontgen (+/-)
•BTA /kultur (-) •Rontgen (-) •BTA /kultur (+/-)
•BTA /kultur (-)
Kalender Perjalanan Penyakit Tuberkulosis Primer

Komplex Primer
Sebagian besar
sembuh sendiri TB Tulang
(3-24 bulan) Erosi Bronkus
(3-9 bulan) (dalam 3 tahun)

Pleural effusion Meningitis TB Ginjal


(3-6 bulan) TB Milier (setelah 5 tahun)
(dalam 12 bulan)
INFEKSI

HIPERSENSITIVITAS KEKEBALAN DIDAPAT

TES TUBERKULIN POSITIF

2 -12 Minggu 1 tahun


(6-8 minggu)
Risiko tertinggi untuk

Komplikasi Lokal dan Diseminasi Risiko menurun


7
Diagnosis: tantangan utama
• Konfirmasi bakteriologis (BTA sputum & kultur MTB):
– Kesulitan pengumpulan dahak pada anak
– Hasil : < 15% BTA (+);
30%–40% kultur (+)

Cruz AT, et al. Pediatr Respir Rev 2007;8:107-117.


Eamranond P, Jaramaillo E. Int J Tuberc Lung Dis 2001;5:594-603. [12, 13].
Diagnosis TB anak
Didasarkan pada 4 hal, yaitu:

1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala klinis yang khas TB
3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin
positif atau kontak erat dengan pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif TB.
Pendekatan diagnosis TB anak
1. Anamnesis yang teliti
a. gejala TB
b. riwayat kontak dg pasien TB paru dewasa
atau TB paru BTA positif
2. Pemeriksaan fisik
- status gizi
- tanda TB ekstra paru
3. Uji tuberkulin
4. Foto Rontgen dada
5. Konfirmasi bakteriologi jika memungkinkan
6. Pemeriksaan penunjang terkait TB ekstra paru
7. Tes HIV
Anamnesis
a. Gejala TB
• Batuk > 2 minggu, non-remitting, tidak membaik
dengan antibiotika atau anti asma (sesuai
indikasi), sebab lain sudah disingkirkan
• Demam > 2 minggu, tidak membaik dengan
antibiotika atau anti malaria (sesuai indikasi)
• Berat badan tidak naik atau turun dalam 2 bulan
terakhir, yang tidak membaik dengan asupan
nutrisi yang optimal
• Lesu dan tidak aktif
GEJALA TB PADA ANAK

Batuk > 2 minggu


Penurunan berat badan atau berat badan menetap
Demam dengan/tanpa keringat malam
Lesu dan tidak aktif

Terutama jika gejala menetap (> 2 minggu) dan tidak


membaik dengan pengobatan (misalnya antibiotika untuk
batuk dan demam, anti-malaria untuk demam, pemberian
nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan).
b. Riwayat kontak erat dengan penderita TB paru
dewasa atau TB paru BTA positif
Tanyakan hal-hal berikut:
 seberapa erat kontaknya dengan sumber penularan
 BTA sumber penularan: positif/negatif ?
Kapan kontak terjadi ?
 sakit TB biasanya berkembang dlm 2 th setelah
kontak
Jika sumber penularan tidak dapat diidentifikasi, selalu
tanyakan apakah ada yang batuk lama. Jika ya,
anjurkan orang tersebut untuk pelacakan TB
Sistem Skoring
0 1 2 3
Kontak tidak jelas - Laporan BTA (+)
atau tidak ortu, BTA
ada (-)
PPD Negatif - - positif
Berat badan Normal BB/U < 80% BB/U < -
60%
Demam Tidak ada > 2 minggu - -
Batuk Tidak ada >2 minggu - -
Pembesaran Tidak ada multipel , >1cm, nyeri (-) - -
KGB
Pembengkak Tidak ada Bengkak - -
an Sendi
Rontgen dada Normal Sugestif - -

Total score: ________


Skor > 6

Beri OAT
2 bulan terapi, evaluasi

Respons (+) Respons (-)

Terapi diteruskan (evaluasi cara


Terapi teruskan penyediaan dan pemberian obat, bentuk
sediaan obat)
Rujuk ke RS pro evaluasi
Diskusi kasus 1
Ibu Tuti, BTA (+++)
Anak: Beta, 4 tahun
• Gejala TB (-)
• Status gizi baik
• Pemeriksaan fisik dan Rontgen dada: normal
• Mantoux test: 15 mm
• BTA sputum tidak dilakukan

Berapa skor Beta ?


Apa diagnosis Beta ?
Skor Beta

• Kontak BTA (+) = 3


• PPD/Mantoux (+) = 3 Total skor =6
• Gejala klinis (-) Diagnosis: ILTB
• Foto toraks normal
Kasus Aditya

Bapak Pratama, pasien TB paru BTA negatif


Anak: Aditya, 10 tahun
• Kontak serumah
• Batuk 2 bulan, tidak membaik dg antibiotika
• Lesu, nafsu makan kurang
• BB/U < 80%
• Rontgen dada: sugestif TB
• Mantoux test: 5 mm
• BTA sputum (+/+/-)

Berapa skor Aditya ?


Apa diagnosis Aditya ?
Skor Aditya

• Kontak BTA (-) = 2


• PPD/Mantoux (-) = 0 Total skor =5
Diagnosis: TB paru
• BB/U = 1
BTA (+)
• Batuk > 2 minggu = 1
• Foto toraks = 1
Rapid assessment of child TB - Indonesia
• Puskesmas  dokter umum
– Jumlah kasus sedikit
– Masalah:
• Fasilitas uji tuberkulin dan Ro dada tidak ada
• Tenaga kesehatan tidak percaya diri

• RS Daerah/RS Swasta  dokter spesialis anak


– Jumlah kasus banyak
– Kecenderungan overdiagnosis
– Dasar terapi: LED, jumlah limfosit
ALUR DIAGNOSIS
TB ANAK (BARU)
Anak dengan satu atau lebih gejala khas TB:
· Batuk ≥ 2 minggu
ALUR DIAGNOSIS · Demam ≥ 2 minggu
TB ANAK 2016 · BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
· Malaise ≥ 2 minggu
(1) Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi
yang adekuat
 

Pemeriksaan mikroskopis/
tes cepat molekuler (TCM) TB

Spesimen tidak dapat


Positif Negatif
diambil

Ada akses foto Tidak ada akses foto


TB anak rontgen toraks rontgen toraks dan uji
terkonfirmasi dan/atau uji tuberkulin
bakteriologis tuberkulin*)

Terapi OAT
ALUR
DIAGNOSIS
TB ANAK
2016 Ada akses foto
Tidak ada akses foto
rontgen toraks
rontgen toraks dan uji
(II) dan/atau uji
tuberkulin
tuberkulin*)

Berkontak dengan Tidak ada/ tidak


pasien TB paru jelas berkontak
dewasa dengan pasien TB
paru dewasa

Observasi gejala
selama 2 minggu

Menetap Menghilang

TB anak klinis
Bukan TB

Terapi OAT
ALUR
DIAGNOSIS
TB ANAK
2016 Ada akses foto rontgen Tidak ada akses foto
toraks dan/atau uji rontgen toraks dan uji
(III) tuberkulin tuberkulin

Skoring sistem

Skor ≥6 Skor <6

Uji tuberkulin Uji tuberkulin DAN


ATAU kontak TB paru
kontak TB paru dewasa (-)
dewasa (+)  
  Observasi gejala
selama 2 minggu,

TB anak klinis
Menetap Menghilang
Terapi OAT
Bukan TB
BEBERAPA JENIS TB ANAK YANG BOLEH LANGSUNG
DIDIAGNOSIS DAN DIBERI OAT:

• Skrofuloderma
• TB Milier
• Gambaran Kavitas pada foto toraks
• Suspek meningitis TB (klinis), tetapi belum
memungkinkan lumbal punksi
UPAYA PENINGKATAN TEMUAN KASUS
TB ANAK
• Penegakan diagnosis di fasyankes
• Investigasi Kontak
• Integrasi program
– TB – HIV : semua pasien HIV diperiksa TB
– TB – KIA : MTBS
– TB – GIZI

• Pencatatan dan pelaporan


 dokter praktek swasta/RS Swasta
• Negatif
• Positif Status HIV
• Tidak diketahui
• Sensitif
• Resistan (monoresistan, poliresistan, multidrugs resistant Hasil uji
(MDR), extensive drugs resistant (XDR), resistan rifampisin kepekaan
(RR)
• Baru
• Pernah diobati sebelumnya Riwayat
pengobatan
• Riwayat pengobatan tidak diketahui
• Paru
Lokasi
• Ekstraparu
Klasifikasi pasien TB:
Berdasar riwayat pengobatan
1. Pasien baru
– belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis)

2. Pasien yang pernah diobati


pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
a. Pasien kambuh: pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini sakit TB lagi
b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat : pernah diobati
dan dinyatakan lost to follow up
d. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui


Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Mono resistan Resistan thd salah satu OAT lini pertama
(TB MR)
Poli resistan Resistan thd lebih dari satu jenis OAT lini
(TB PR) pertama selain Isoniazid dan Rifampisin
Resistan Rifampisin Resistan terhadap Rifampisin dengan atau
(TB RR) tanpa resistensi terhadap OAT lain
Multi drug resistan Resistan Isoniazid dan Rifampisin
(TB MDR)
Extensive drug TB MDR yang juga resistan terhadap:
resistan (TB XDR) - salah satu OAT golongan fluorokuinolon
dan
- minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
Pencatatan dan pelaporan
terkait tatalaksana TB pada anak

TB.06 DAFTAR TERDUGA TB

TB.05 FORM PERMOHONAN PERMINTAAN BAKTERIOLOGIS TB

TB.01 KARTU PENGOBATAN PASIEN TB


berisi identitas pasien dan PMO, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang diberikan, daftar kontak, dan lain-lain
TB.02 KARTU IDENTITAS PASIEN TB
untuk pasien, berisi tanggal perjanjian kunjungan
TB.03 FORM REGISTER TB FASKES
berisi rekap seluruh pasien yang dilaporkan
Formulir TB.01 (depan)
Formulir TB.01 (belakang)
Kasus
• Ibu BTA positif, punya anak umur 2 tahun
dengan gizi buruk dan batuk lama
– Apa yang akan anda lakukan terhadap anak
tsb jika tinggal di daerah dg akses terbatas?
– Apa yang akan anda lakukan terhadap
anak tsb jika tinggal di daerah dg akses
baik?
Akses terbatas:

-Batuknya berapa lama, apakah terus menerus?


-Adakah demam >2 minggu?
-Adakah pembengkakan sendi?
-Adakah gejala saluran cerna atau perut membesar?
-Adakah pembesaran KGB coli?
-Adakah kejang atau penurunan kesadaran?
-Apakah sudah mendapat imunisasi BCG?
- Anak batuk sudah 2 bulan (> 2 minggu) terus
menerus, tidak ada predileksi waktu, siang dan
malam batuk.
- Ibu BTA positif
- Anak dengan gizi buruk

Skor = 6
Pemeriksaan penunjang pada TB anak

• Pemeriksaan bakteriologis
– BTA sputum
– Kultur
– Tes cepat molekular (TCM)
• Uji tuberkulin (PPD Test/Mantoux Test)
• Foto toraks
BTA dan kultur sputum

• BTA (+) pada anak dengan sakit TB: 10-15%


• Kultur (+) pada anak dengan sakit TB : 30%
• Masalah: pengambilan sputum pada anak sulit
dilakukan
– Cara: bilas lambung, induksi sputum
Kebijakan Penggunaan Xpert MTB/RIF di
Indonesia
Sebagai alat diagnosis cepat untuk terduga:
• TB Resistan Obat
• TB pada ODHA
• TB pada anak
• TB dengan hasil BTA negatif setelah pemeriksaan
mikroskopis
• TB ekstraparu
• TB dengan komorbiditas
• TB di rutan/lapas
• TB kasus baru
UJI TUBERKULIN
Prosedur Uji Tuberkulin
(cara Mantoux)

• Aspirasi larutan PPD


sebanyak 0,1 cc
menggunakan spuit
tuberkulin ukuran 3/8
inchi, jarum ukuran 26-27

• Ganti jarum
Prosedur Uji Tuberkulin
(cara Mantoux)

• Bersihkan kulit
permukaan lengan
bawah kiri bagian dalam
(volar/fleksor) dengan
alkohol, + 5-10 cm dari
lipatan siku, biarkan
hingga kering.
Prosedur Uji Tuberkulin
(cara Mantoux)

• Suntikkan secara
intradermal, lubang
jarum mengarah ke
atas (bevel terlihat oleh
mata kita).
• Sudut jarum 10-15°
terhadap permukaan
lengan (hampir datar)
Prosedur Uji Tuberkulin
(cara Mantoux)

• Jika penyuntikan
dilakukan dengan
benar, akan timbul
gelembung putih
pucat (wheal) yang
padat/keras,
berdiameter 6-10 mm.
METODE PEMBACAAN
METODE SOKAL
• Gunakan ballpoint untuk
menyusuri indurasi, mulai dari
luar indurasi sampai
menemukan tepinya
• Beri tanda pada tepi tsb
• Lakukan juga dari tepi kontra
lateralnya, sehingga didapatkan
kedua tepi indurasi transversal
kemudian diukur dalam
milimeter
Interpretasi

POSITIF:
 jika diameter indurasi > 10mm
 Anak imunokompromais: diameter indurasi > 5 mm

HASIL TUBERKULIN POSITIF MENUNJUKKAN


ADANYA BUKTI INFEKSI, BUKAN SAKIT
ANAK DENGAN HASIL TUBERKULIN POSITIF TIDAK
SELALU SAKIT TB
FOTO TORAKS
Foto Toraks untuk TB Anak

• Foto Toraks tidak dapat digunakan sebagai


satu-satunya dasar diagnosis TB Anak
• Posisi standar: AP dan Lateral kanan
• Lateral  menentukan lokasi abnormalitas
yang terlihat pada posisi AP

49
TUBERKULOSIS PARU
Gambaran foto toraks yang menyokong diagnosis
TB Anak sangat bervariasi dapat berupa:

• Limfadenopati hilus atau paratrakeal


• Atelektasis
• Konsolidasi
• Gambaran Milier
• Lesi Gohn periferal
• Efusi pleura
• Kalsifikasi
• Kavitas
• Emphisema obstruktif

50
Konsolidasi  Pneumoni Lobaris

51
Limfadenopati Hilus

52
Efusi pleura

53
Atelektasis Lobus Medius

54
Gambaran Milier

55
Kavitas

56
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan LED dan jumlah limfosit
– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis TB pada
anak
– Tidak digunakan untuk evaluasi terapi

• Pemeriksaan serologi: TB-DOT, IgG TB, PAP TB, ICT


TB, Mycodot, ELISA, A60, 38kD, dsb
– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis TB pada
anak
Surat Edaran Direktur Jenderal BUK Kemenkes bulan Februari 2013
tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan
diagnosis TB
Konfirmasi diagnosis
(dg menemukan kuman M. tuberculosis)
pada anak adalah tidak mudah,

tetapi

kita bisa mendiagnosis TB pada anak


secara klinis dengan yakin, dengan
melakukan pemeriksaan klinis yang teliti
Tatalaksana TB Anak
TUJUAN
• Menyembuhkan
• Mencegah kematian atau kecacatan
TUJUAN
• Mencegah kekambuhan
& • Mencegah terjadinya resistansi obat
PRINSIP • Mencegah transmisi TB & reservasi
sumber infeksi

PRINSIP
1. OAT diberikan dalam paduan obat, tidak
boleh monoterapi.
2. Pengobatan setiap hari.
3. Pemberian gizi adekuat.
4. Mencari dan menatalaksana penyakit
penyerta
DOSIS & EFEK SAMPING OBAT
  Dosis harian Dosis  
Nama Obat (mg/kgBB/ maksimal Efek samping
hari)
(mg /hari)

Isoniazid 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,


(H) hipersensitivitis
Rifampisin 15 (10-20) 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
(R) trombositopenia, peningkatan enzim
hati, cairan tubuh berwarna oranye
kemerahan

Pirazinamid 35 (30-40) 2000 Toksisitas hepar, artralgia,


(Z) gastrointestinal
Etambutol 20 (15–25) 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
(E) berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Paduan Kategori Diagnostik
Fase Fase
Intensif Lanjutan
OAT TB paru BTA negatif 2HRZ 4HR
TB Kelenjar
Efusi pleura TB
TB paru BTA positif 2HRZE 4HR
TB paru dengan kerusakan luas
TB ekstraparu (selain TB
Meningitis dan TB
Tulang/sendi)
TB Tulang/sendi 2HRZE 10 HR
TB Millier
TB Meningitis
 Bayi <5 kg pemberian OAT secara terpisah (bukan
Kombinasi KDT)

Dosis Tetap  Dosis obat menyesuaikan kenaikan BB

(KDT)  Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan


Berat Badan ideal (sesuai umur).

 OAT KDT diberikan secara utuh (tidak boleh


Berat 2 bulan 4 bulan dibelah atau digerus)
badan RHZ (RH
(kg) 75/50/150 (75/50)  Obat dapat ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok
5–7 1 tablet 1 tablet (dispersable).
8 – 11 2 tablet 2 tablet  Obat ditelan saat perut kosong, atau paling
cepat 1 jam setelah makan
12 – 16 3 tablet 3 tablet
17 – 22 4 tablet 4 tablet  Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis
INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
23 – 30 5 tablet 5 tablet
>30 KDT dws    Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer,
maka semua obat tidak boleh digerus bersama
dan dicampur dalam satu puyer
Pada kondisi :
• TB meningitis,
• sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
• perikarditis TB.
• TB milier dengan gangguan napas yang berat,
• efusi pleura PEMBERIAN
• TB abdomen dengan ascites
KORTIKO
STEROID
Sering digunakan:
Prednison dosis 2 mg/kg/ hari, hingga 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat,
dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu.

Tappering ­off setelah 2 minggu pemberian, kecuali pada TB meningitis:


tappering off setelah 4 minggu.
Pemantauan pengobatan pasien TB Anak

• Pasien TB anak sebaiknya dipantau setiap 2 minggu


selama fase intensif, dan sekali sebulan pada fase
lanjutan
• Pada setiap kunjungan dievaluasi respon pengobatan,
kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek
samping obat.
• Pada pasien TB anak BTA positif: pemantauan sputum
harus dilakukan pada akhir bulan ke­2, ke­5 dan ke­6.
• Foto ulang Rontgen dada tidak rutin dilakukan
HASIL PENGOBATAN
Hasil pengobatan Definisi

  Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal


Sembuh pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.

  Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada


Pengobatan lengkap salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun
tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

  Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
  positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja
Gagal apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau
sedang dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow-up) terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.

 Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam
kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke kabupaten/kota lain
dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota
yang ditinggalkan.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak
teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan
penyebab kegagalan terapi.
Jika:
– anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif
atau > 2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan
gejala TB  beri pengobatan kembali mulai dari awal.
– anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif
atau <2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan
gejala TB  lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur, risiko
terjadinya TB resistan obat akan meningkat.
Pengobatan ulang TB pada anak
• Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang
kembali dengan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak
tersebut menderita TB.

• Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau


sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih
cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan.

• Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif,


maka anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh.

• Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB,


tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang. 
Tatalaksana efek samping obat
• Efek samping obat TB lebih jarang terjadi pada anak
dibandingkan dewasa.

• Pemberian etambutol untuk anak yang mengalami TB berat


tidak banyak menimbulkan gejala efek samping selama
pemberiannya sesuai dengan rentang dosis yang
direkomendasi.

• Efek samping yang paling sering adalah hepatotoksisitas,


yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampisin atau
pirazinamid. Pemeriksaan kadarenzim hati tidak perlu
dilakukan secara rutin pada anak yang akan memulai
pengobatan TB.
ANTI-TUBERCULOSIS DRUG-INDUCED HEPATOTOXICITY (ADIH)

1. Ditemukan ikterus , maka OAT harus diSTOP selanjutnya


dilakukan pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT, Bilirubin).
2. Bila pasien mengalami munta-muntah hebat, maka OAT
diSTOP kemudian dilakukan pemeriksaan SGOT SGPT dan
Bilirubin. Bila SGPT > 3x normal dan/atau kadar bilirubin >1,5
mg/dL maka OAT distop dulu.

Bila TB berat dan terjadi ADIH maka OAT yang boleh diberikan
hanya Streptomisin dan Etambutol sampai fungsi hati kembali
normal.
Selanjutnya pasien yang pernah ADIH tidak boleh diberikan PZA,
hanya boleh INH dan Rifampisin dengan cara re-introduksi yaitu
dimulai dengan Rif 1/3, 2/3, dosis penuh masing2 bertahap 2
hari dilanjutkan INH dengan cara bertahap pula.
Investigasi Kontak dan
Pencegahan
Definisi investigasi kontak

Kegiatan yang bertujuan untuk:


– Mengidentifikasi anak yang kontak erat
dengan penderita TB paru
– Memeriksa ada tidaknya sakit/infeksi TB
pada orang yang kontak tersebut
– Memberikan terapi yang sesuai
Mengapa investigasi kontak penting?

• ditujukan langsung pada kelompok berisiko


 meningkatkan temuan kasus baru (CDR)

• Menemukan kontak yang memiliki ILTB sehingga


mereka dapat diberikan pencegahan (INH profilaksis)

• kesempatan untuk memberikan edukasi


semua pasien TB yang merupakan kasus pertama
Kasus yang ditemukan di suatu rumah atau tempat-tempat
indeks lain (kantor, sekolah, tempat penitipan anak,
lapas/rutan, panti, dsb).

orang yang terpajan/berkontak dengan kasus indeks,


misalnya orang serumah, sekamar, satu asrama, satu
Kontak tempat kerja, satu kelas, atau satu
penitipan/pengasuhan

orang yang tinggal serumah minimal satu malam, atau


Kontak sering tinggal serumah pada siang hari dengan kasus
serumah indeks dalam 3 bulan terakhir sebelum kasus indeks
mulai mendapat obat anti tuberkulosis (OAT).

orang yang tidak tinggal serumah, tetapi sering


Kontak bertemu dengan kasus indeks dalam waktu yang
cukup lama, yang intensitas pajanan/berkontaknya
erat hampir sama dengan kontak serumah.
Mengapa anak menjadi prioritas pada
investigasi kontak?

Prevalensi infeksi TB pada anak kontak erat : 30-60%


 Anak berisiko tinggi untuk:
 menderita TB setelah terinfeksi
 menderita TB berat (meningitis TB atau TB milier)
 Anak dengan infeksi laten TB bisa menjadi kasus TB
pada masa dewasanya
Tata laksana pada anak kontak
Umur HIV Hasil Tata laksana
pemeriksan

Balita (-) ILTB PPINH

Balita (-) Terpajan PPINH


Semua umur (+) ILTB PPINH
Semua umur (+) Terpajan PPINH

> 5 th (-) ILTB observasi

> 5 th (-) Terpajan observasi


• Jika kasus indeks sensitif OAT, digunakan
Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP
INH)
• Dosis PP INH 10 mg/kg BB (maks 300 mg/hari).

PP INH • Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada


waktu yang sama dan saat perut kosong.

• Pada pasien dengan gizi buruk dan infeksi HIV,


diberikan Vitamin B6 10 mg untuk dosis INH ≤200
mg/hari

• Lama pemberian 6 bulan (1 bulan = 28 hari


pengobatan).
• Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun
kasus indeks meninggal atau BTA kasus indeks
sudah menjadi negatif.
• Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap
bulan.
PNEUMONIA PADA BALITA
PENDEKATAN MTBS

MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit)
=
IMCI
(Integrated Management of Childhood
Illness)
PENDEKATAN MTBS

Tanyakan keluhan utama:


Apakah anak menderita batuk atau sukar bernapas ?

JIKA YA LIHAT DAN DENGAR:


TANYAKAN: • Hitung napas dalam 1 menit.
Berapa lama? • Perhatikan, adakah tarikan dinding napas
ke dalam? Anak
• Dengar adanya stridor. hrs
tenang

Klasifikasikan BATUK atau SUKAR BERNAPAS


Depkes RI. Buku Bagan MTBS: Jakarta; 2008.
PENDEKATAN MTBS

Tabel 1. Klasifikasikan BATUK atau SUKAR BERNAPAS

Gejala Klasifikasi
Ada tanda bahaya umum, ATAU Pneumonia sangat berat
Tarikan dinding dada ke dalam, atau
ATAU Pneumonia berat
Stridor
Napas cepat Pneumonia
Tidak ada tanda-tanda Batuk bukan pneumonia
pneumonia atau penyakit
sangat berat

Depkes RI. Buku Bagan MTBS: Jakarta; 2008.


PENDEKATAN MTBS

MEMERIKSA TANDA BAHAYA UMUM

TANYAKAN:
• Apakah anak bisa minum atau menyusui?
• Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
• Apakah anak menderita kejang?

LIHAT:
• Apakah anak tampak letargis atau tidak sadar?

Depkes RI. Buku Bagan MTBS: Jakarta; 2008.


Derajat peny. berdasarkan klinik (WHO):

1. Bukan pneumonia

2. Pneumonia (tdk berat):


Batuk atau sesak napas dan napas cepat.

Napas cepat:
Usia < 2 bl : 60 x/mnt
Usia 2 – 12 bl : 50 x/mnt
Usia 1 – 5 th : 40 x/mnt
Auskultasi:
Crackle(+), suara napas ,
suara napas bronkial
3. Pneumonia berat :
Batuk/sesak napas disertai salah satu di
bawah ini:
• Retraksi dinding dada.
• NCH.
• Grunting (merintih).
4. Pneumonia sangat berat :
Batuk/sesak napas disertai salah satu di bawah ini:
• Sianosis sentral.
• Tdk bisa minum.
• Muntah.
• Kejang.
• Letargi.
• Kesad. me.
• Anggukkan kepala.
TERAPI PNEUMONIA BERAT
ANTIBIOTIK (NON HIV )

- Ampisilin 50 mg/kg atau


benzilpenicillin 50.000 U/kg IM atau
IV/6 jam (min 5 hari)
- Dan Gentamisin 7.5 mg/kg IM atau
IV sekali sehari (min 5 hari)

- Jika dalam 48 jam tidak membaik 


gentamisin + kloksasilin (50 mg/kg
IM/IV tiap 6 jam

- AB Lini kedua : Seftriakson (80


mg/kg IM /IV sekali sehari)
TERAPI SUPORTIF LAIN

Pastikan patensi Antipiretik jika


jalan napas demam tinggi

Status hidrasi :
- Atasi dehidrasi atau jika perlu
Jika didapatkan mengi
koreksi suhu
dapat diberikan
- Asupan ASI/oral jika
bronkodilator
memungkinkan
- Jika tidak bisa oral berikan / NGT
KOMPLIKASI

Jika dalam 48 – 72 jam klinis tidak


membaik/bahkan memburuk pikirkan komplikasi :
Lakukan pemeriksaan foto toraks
• Pneumatocele
• Parapneumonic effusion (termasuk empiema)
• Pneumotoraks / Pneumomediastinum
• Abses Paru
• Sepsis (Septic shock, penyebaran infeksi ke
organ lain seperti meningitis, peritonitis dll)
KOMPLIKASI

Abses Paru Pneumomediastinum


TERAPI PNEUMONIA (tidak berat)
RAWAT JALAN
• Edukasi pemberian asupan cairan yang cukup, perhitungkan juga
jika ada demam, small frequent feeding jika ada muntah

• ANTIBIOTIK :
- Berikan dosis pertama di fasyankes
- Oral :
a. High HIV infection rate: amoksisilin 40 mg/kg
per kali; 2x/hari (5hari)
b. Low HIV infection rate: amoksisilin 40 mg/kg
per kali; 2x/hari (3hari)

• Hindari pemberian obat yang tidak diperlukan seperti golongan


atropin, obat yang mengandung alkohol, ataupun kodein
PEMANTAUAN
• Edukasi untuk datang kontrol dalam 3
hari atau lebih cepat jika kondisi anak
memburuk
• Jika saat datang kontrol gejala klinis
belum membaik (demam, napas
cepat/sesak, kesulitan makan) sebaiknya
pasien dirawat untuk evaluasi lebih lanjut
• Jika didapatkan tanda-tanda pneumonia
berat  tata laksana seperti pneumonia
berat
IDENTIFIKASI
FAKTOR RISIKO
• Malnutrisi
• Defisiensi vitamin A, Zink
• Paparan Asap Rokok, polusi udara, polusi
biomass
• Imunisasi tidak lengkap
• Tidak diberikan ASI eksklusif
• Prematuritas, Berat Lahir Rendah
• Lingkungan rumah yang padat dan kotor
• Komorbid yang menurunkan pertahanan sistem
pernapasan ( Penyakit Jantung Bawaan, Kelainan
neuromuskular, Penyakit Defisiensi Imun)
PENCEGAHAN

• IMUNISASI
BCG
DPT- HIB
Pneumococcal (PCV)
Campak
MMR/MR
Influenza
PENCEGAHAN

• Asupan gizi seimbang

• Pemberian ASI
eksklusif

• Hindari paparan asap


rokok dan polusi udara

• Atasi komorbiditas
ASMA PADA ANAK
Definisi asma
Asma adalah
penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik
yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat bervariasi

Gejala asma

Batuk Wheezing Sesak napas Dada tertekan

Cenderung
Kronik &/
Reversibel memberat pada Ada pencetus
berulang
malam/ dini hari
Diagnosis

Anamnesis
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan penunjang

Dasar utama diagnosis adalah


anamnesis untuk menggali manifestasi klinis
dengan karakteristik yang khas
mengarah ke asma
Anamnesis
Batuk kronik berulang (BKB) dapat menjadi petunjuk awal
untuk membantu diagnosis asma

Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:


• Gejala timbul episodik/berulang
Episodisitas
• Intensitas gejala bervariasi, bahkan dalam 24 jam.
Variabilitas Malam hari lebih berat (nokturnal)

• Gejala membaik spontan / pemberian obat pereda


Reversibilitas
• Gejala timbul didahului faktor pencetus
Hiperreaktivitas
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Anamnesis

• Faktor pencetus
– Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,
suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,
penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan
– Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk
sari
– Infeksi respiratori akut karena virus
– Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan

• Riwayat alergi pada pasien atau riwayat asma dalam


keluarga
Pemeriksaan fisis

• Gejala relevan asma: • Tanda alergi:


– Tanpa gejala – Dermatitis atopik, rinitis
– Ada gejala: batuk, sesak, alergi
wheezing, ekspirasi – Allergic shiners,
memanjang geographic tongue

Allergic shiner Geographic tongue


Kriteria diagnosis asma anak > 5 tahun
Gejala Karakteristik
Wheezing , batuk, sesak  Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
napas, dada tertekan,  Gejala berfluktuasi intensitasnya dari waktu ke
produksi sputum waktu
 Gejala memberat pada malam atau dini hari
 Gejala timbul bila ada pencetus

Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi


Gambaran obstruksi FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)
saluran respiratori FEV1 / FVC ≤ 90%
Uji reversibilitas (pasca-
bronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%

Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13% 


Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR >15%

The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Alur diagnosis asma

• Outline :

• Lebih rinci pada slide selanjutnya


Alur diagnosis asma
Diagnosis banding
Gejala asma tidak patognomonik 
dapat merupakan gejala penyakit lain sehingga perlu
dipertimbangkan diagnosis banding

Infeksi dan kelainan imunologis Obstruksi mekanis


• Rinitis, rinosinusitis • Laringomalasia, trakeomalasia
• Chronic upper airway cough • Hipertrofi timus
syndrom • Aspirasi benda asing
• Infeksi respiratori berulang • Vascular ring, laryngeal web
• Bronkiolitis • Disfungsi pita suara
• Aspirasi berulang • Malformasi kongenital saluran
• Tuberkulosis respiratori

Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Diagnosis banding

Patologi bronkus Kelainan sistem organ lain

• Displasia • Penyakit refluks gastro-


bronkopulmonal esofagus (GERD)
• Bronkiektasis • Penyakit jantung bawaan
• Diskinesia silia primer • Gangguan neuromuskular
• Fibrosis kistik • Batuk psikogen

Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Klasifikasi

Berdasarkan umur
• Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita
• Asma usia sekolah (5-11 tahun)
• Asma remaja (12-17 tahun)

Dalam pedoman ini hanya dibedakan


asma anak dan asma balita

Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Klasifikasi
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
• Asma intermiten
• Asma persisten ringan
• Asma persisten sedang
• Asma persisten berat

Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala


dipakai sebagai dasar penilaian awal pasien.
Ini berubah dari PNAA sebelumnya yang membagi asma menjadi
asma episodik jarang, asma episodik sering, dan asma persisten

Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.Hamasaki Y,
Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi

Keterangan membuat klasifikasi


1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah
dibuat diagnosis kerja asma dan dilakukan tatalaksana
umum (penghindaran pencetus) selama 6 minggu
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak
kunjungan awal, tatalaksana dapat dilakukan sesuai
klasifikasi
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal
penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang
4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi
kekerapan, masukkan ke dalam klasifikasi lebih berat.
Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi

Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015 adalah:

PNAA 2004 PNAA 2015


Episodik Jarang Intermiten
Episodik Sering Persisten Ringan
Persisten Sedang
Persisten
Persisten Berat
Klasifikasi

Berdasarkan keadaan saat ini:


• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
• Serangan berat
• Ancaman gagal napas

Serangan asma adalah


episode perburukan yang progresif akut dari gejala-
gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan,
atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut
Tujuan tata laksana serangan asma

Mengatasi penyempitan saluran respiratori


secepat mungkin

Mengurangi hipoksemia

Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal


secepatnya

Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana


jangka panjang untuk mencegah kekambuhan
Penilaian derajat serangan asma

Asma serangan Asma serangan berat Serangan asma dengan


ringan-sedang ancaman henti napas

• Bicara dalam kalimat • Bicara dalam kata Kriteria asma derajat berat
• Lebih senang duduk • Duduk bertopang lengan terpenuhi ditambah
daripada berbaring • Gelisah dengan:
• Tidak gelisah • Frekuensi napas meningkat • Mengantuk
• Frekuensi napas • Frekuensi nadi meningkat • Letargi
meningkat • Retraksi jelas • Suara napas tak terdengar
• Frekuensi nadi meningkat • SpO2 (udara kamar) < 90%
• Retraksi minimal • PEF < 50% prediksi atau
• SpO2 (udara kamar): terbaik
90-95%
• PEF > 50% prediksi atau
terbaik
Pasien risiko tinggi
Pasien dengan riwayat:
• Serangan asma yang • Kunjungan ke UGD atau
mengancam nyawa dirawat di RS karena asma
• Intubasi karena serangan dalam setahun terakhir
asma • Tidak teratur berobat
• Pneumotoraks &/ sesuai rencana terapi
pneumomediastinum • Berkurangnya persepsi
• Serangan asma berlangsung tentang sesak napas
dalam waktu yang lama
• Penyakit psikiatrik atau
• Penggunaan steroid
masalah psikososial
sistemik (saat ini atau baru
berhenti) • Alergi makanan dengan
gejala yang berat
Tahapan tata laksana serangan asma

Di
rumah
Di ruang
rawat
Di UGD
Tata laksana serangan asma di rumah

• Oleh pasien atau keluarga dengan pendidikan


cukup dan riwayat terapi teratur
• Inhalasi agonis β2 kerja pendek 2 kali  respon
tidak baik  dokter

Tidak boleh tata laksana di rumah, harus segera


dibawa IGD, bila:
• Risiko tinggi
• Sesak berat
Tata laksana serangan asma di rumah (2)

Berikan inhalasi agonis β2 kerja pendek


Via nebuliser Via MDI + spacer
• Berikan agonis 2 kerja • Berikan serial agonis β2 kerja pendek
via spacer dengan dosis 2-4 semprot
pendek, lihat respons 
• Berikan 1 semprot diikuti 6-8 tarikan
gejala menghilang  cukup napas, kocok kanister, lalu berikan
diberikan satu kali semprotan berikutnya dengan siklus
• Jika gejala belum membaik yang sama
• Jika gejala membaik  inhalasi
dalam 30 menit  ulangi dihentikan.
pemberian sekali lagi • Jika gejala belum membaik dalam 30
• Jika dengan 2 kali pemberian menit  ulangi serial yang sama
dengan 2-4 semprot
agonis 2 kerja pendek via
• Jika gejala belum membaik dengan 2
nebuliser belum membaik  serial (2 x 2-4 semprot), segera bawa
segera bawa ke fasyankes ke fasyankes
Tata laksana serangan asma di UGD fasyankes primer
Tata laksana serangan asma di UGD rumah sakit
Keterangan untuk alur tata laksana serangan
asma di UGD

**Pilihan steroid untuk serangan asma


Nama Generik Sediaan Dosis
Metilprednisolon tablet 4 mg, tablet 8 mg 1-2mg/kgBB/hari, tiap 6 jam
Prednison tablet 5 mg 1-2 mg/kgBB/ hari, tiap 12 jam
Metilprednisolon suksinat injeksi vial 125 mg, vial 500 mg 30 mg dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam
1 – 2 mg/kg, tiap 12 jam, tidak melebihi 60
mg/hari
Hidrokortison-suksinat injeksi vial 100 mg  2-4 mg/kgBB/kali , tiap 6 jam

Deksametason injeksi ampul 4 mg/ml, 0,5−1 mg/kgBB – bolus, dilanjutkan 1


ampul 10 mg/ml mg/kgBB/hari diberikan tiap 6−8 jam
0,08 – 0,3 mg/kg/hari, tiap 6 – 12 jam

Betametason injeksi Ampul 6 mg/ml 0,05−0,1 mg/kg BB - tiap 6 jam


0,0175 – 0,25 mg/kg/hari, tiap 6 – 12 jam
*** Bila pulse oximetry tidak tersedia, oksigen tetap diberikan dengan monitor gejala dan tanda distres respirasi, termasuk
derajat kesadarannya
Tindak lanjut tata laksana
serangan asma di UGD

• Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang


dibawakan pulang:
– Agonis β2 kerja pendek (bila tersedia sangat dianjurkan
pemberian inhalasi daripada pemberian preparat oral)
– Steroid oral, 3-5 hari tanpa tappering-off
• Jika pasien dengan asma persisten, berikan obat pengendali.
Apabila pasien sebelumnya sudah diberi obat pengendali,
evaluasi dan sesuaikan ulang dosisnya
• Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien
dipulangkan, pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat
• Kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian
Tata laksana di ruang rawat sehari
• Oksigen yang telah diberikan saat pasien
masih di UGD tetap diberikan
• Setelah pasien dua kali nebulisasi dalam 1 jam
dengan respons parsial di UGD  teruskan
nebulisasi dengan agonis 2 + ipratropium
bromida setiap 2 jam
• Berikan steroid sistemik oral berupa
prednisolon/prednison hingga 3-5 hari
• Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka
pasien dipulangkan dan dibekali obat
Tindak lanjut tata laksana
serangan asma di UGD

• Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang


dibawakan pulang:
– Agonis β2 kerja pendek (bila tersedia sangat dianjurkan
pemberian inhalasi daripada pemberian preparat oral
berupa Salbutamol oral 0,1 mg/kgBB/dosis per 6 jam)
– Steroid oral, 3-5 hari tanpa tappering-off
• Jika pasien dengan asma persisten, berikan obat pengendali.
Apabila pasien sebelumnya sudah diberi obat pengendali,
evaluasi dan sesuaikan ulang dosisnya
• Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien
dipulangkan, pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat
• Kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian
Adrenalin
• Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat
digunakan adrenalin
• Epinefrin (adrenalin) IM diberikan sebagai terapi
tambahan pada asma yang berhubungan dengan
anafilaksis dan angioedema
• Dosis 10µ/kg (0.01 ml/kg adrenalin 1:1000),
dengan dosis maksimal 500µ (0.5 ml) secara
intramuskular (IM)
• Bila di Fasyankes tidak tersedia alat inhalasi,
maka Adrenalin boleh diberikan subkutan untuk
mengatasi serangan
Terima Kasih

126

Anda mungkin juga menyukai