Anda di halaman 1dari 42

REFARAT

MORBUS HANSEN OLEH


Aulianissa Pujiasari I4061202060
Pembimbing :
dr. Lindayani Halim, Sp.KK
PENDAHULUAN
• Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae

DEFINISI (M.leprae)
• Bisa menyebabkan komplikasi reaksi hipersensitivitas yang berulang yang
disebut dengan reaksi kusta.

• Suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang


REAKSI KUSTA merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau antigen-antibody
(respon humoral) dengan akibat merugikan penderita, terutama pada saraf
tepi yang menyebabkan gangguan fungsi (kecacatan).

KOMPLIKASI • Komplikasi utama dari reaksi kusta adalah kerusakan saraf perifer.

PENGOBATAN • Kortikosteroid merupakan obat pilihan


02
TINJAUAN
PUSTAKA
MORBUS HANSEN

DEFINISI ETIOLOGI
Kusta merupakan penyakit infeksi
Kuman penyebab adalah
yang kronik, dan penyebabnya
Mycobacterium leprae. M. leprae
ialah Mycobacterium leprae yang
berbentuk kuman dengan ukuran 3-8
bersifat intraselular obligat.
μm x 0,5 μm, tahan asam dan alcohol
serta positif-Gram

1. Agusni I, Menaldi SL. Beberapa prosedur diagnosis baru pada penyakit kusta. Dalam: Syamsoe Daili ES, Menaldi SL, lsmiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI ; 2003. h. 59-65.
2. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
3. Widasmara D. 2018. Penyakit Kusta Sebuah Perspektif Klinis. Malang: UB Press. 2018: h.1-17.
EPIDEMIOLOGI

PRAVELENSI MDT
Prevalensi kusta di Prevalensi lepra
dunia dilaporkan berkurang sejak dimulai
hanya <1 per 10.000 adanya Multi Drug Therapy
populasi (MDT) pada tahun
1982.
TROPIS DAN
INDONESIA
SUB TROPIS
Sebanyak 86% dilaporkan JENIS Banyak ditemukan di
Jawa Timur, Jawa
terjadi di 11 negara, KELAMIN Barat, Sulawesi Selatan,
Bangladesh, Brazil, China, Kusta lebih banyak didapatkan pada dan Irian Jaya.
Congo, Etiopia, India, laki-laki daripada wanita, 1. Goldsmith LA, Kats SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th Ed. Mc Graw Hill:
Indonesia, Nepal, dengan perbandingan 2:1, dengan 2. USA. 2012: 2253-2263.
Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi.
Nogeria, Filipina, insidensi usia puncak 10-20 tahun Kusta. Dalam: Djuanda, Adhi dkk. (ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 5 Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2007; 73-88.
Tanzania. dan 30-50 tahun 3. Menaldi, SL SW, Bramono K, dan Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan
Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI:2016.
ETIOPATOLOGI
INTERAKSI MYCOBACTERIUM LEPRAE DAN SEL SCHWANN

M.leprae hampir secara khusus menginfeksi makrofag dan sel Schwann. Berbagai mekanisme yang
dimediasi reseptor, serupa dengan invasi makrofag, dapat memainkan peran penting dalam invasi
sel Schwann oleh mikobakteria. Reseptor tersebut antara lain reseptor Fc, reseptor complemen,
fibronectin binding protein, dan reseptor mannose. Meskipun demikian, mekanisme-mekanisme ini
tidak hanya terikat pada sel Schwann saja sehingga tidak menjelaskan mengapa M.leprae secara
spesifik berada di jaringan saraf.

1. Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: pathogenesis updated. International Journal of Dermatology 1999; 38 : 321-34
2. Spiering E, De Boer T, Zulianello L. Novel mechanism in the pathogenesis of leprosy nerve damage : The Role of Schwann cells, T cells, and Mycobacterium Leprae. International Journal of Leprosy. 2000;
78 :349-53
3. Widasmara D. 2018. Penyakit Kusta Sebuah Perspektif Klinis. Malang: UB Press. 2018: h.1-17.
4. Scollard.DM, Adam L.B, Gillis T.P. et al. The continuing challenges of leprosy. Clinical microbiology reviews. Apr 2006 ; p.338-381
ETIOPATOLOGI
IMUNOPATOGENESIS REAKSI KUSTA TIPE I DAN KERUSAKAN SARAF
Sel Schwann manusia dapat memproses dan
mempresentasikan M.leprae kepada Sel T CD4
sitotoksik spesifik sehingga terjadi proliferasi sel
T dan produksi IFN-γ yang dapat mengaktivasi
makrofag untuk memfagositosis M.leprae.
Antigen dari basil kusta yang telah mati ini
bereaksi dengan sel limfosit, sehingga
menyebabkan perubahan yang cepat dalam
respon imun (CMI). Terjadi inflamasi akut yang
disebabkan oleh peningkatan mendadak dalam
hipersentivitas seluler yang menyebabkan
peningkatan mendadak dalam transformasi
limfosit. Kerusakan jaringan disebabkan oleh
produk makrofag yang diaktifkan seperti seperti
enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediate,
oksida nitrat, dan sitokin proinflamasi.
ETIOPATOLOGI
IMUNOPATOGENESIS REAKSI KUSTA TIPE II (ENL) DAN KERUSAKAN
SARAF
Reaksi tipe II atau eritema nodosum leprosum
(ENL) terjadi pada penyakit kusta lepromatosa
dan borderline lepromatosa dan biasanya
muncul pada masa akhir pengobatan dimana
sebagian besar atau seluruh basil telah mati
menjadi berbentuk granular sehingga banyak
sekali partikel basil yang berada dalam sirkulasi.
Banyak penelitian akhir-akhir ini yang
mempelajari peranan tumor necrosis factor- α
(TNF-α) pada petogenesis reaksi ini. Hal ini
dikarenakan adanya kadar TNF yang tinggi pada
peredaran darah pada sebagian penderita yang
mengalami reaksi tipe 2. TNF ini bias
menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan
jaringan, mengaktifkan makrofag, memacu
makrofag memproduksi IL-1 dan IL-6.
KLASIFIKASI (Ridley and Jopling)
01 02 03
Tuberculoid Indefinite dan
Tuberculoid Polar Mid Borderline
Tuberkuloid 100%, tipe
Borderline Tuberculoid
Tipe borderline atau campuran, lebih
yang stabil banyak tuberkuloidnya, Tipe-tipe
campuran ini adalah tipe yang labil,
berarti dapat beralih tipe 05
04 Lepromatosa Indefinite dan
Lepromatosa Polar Borderline Lepromatous
Tipe borderline atau campuran, lebih
Lepramatosa 100%, tipe banyak lepromatosanya, Tipe-tipe
yang stabil campuran ini adalah tipe yang labil, berarti
dapat beralih tipe
1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
KLASIFIKASI (WHO)

Menurut WHO (1981), lepra dibagi 2


menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar
(PB). Multibasilar berarti mengandung
banyak basil dengan indeks bakteri (IB)
lebih dari 2+, yaitu tipe LL, BL, dan BB pada
klasifikasi Ridley-Joping. Pausibasilar
mengandung sedikit basil dengan IB
kurang dari 2+, yaitu tipe TT, BT, dan I

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
GAMBARAN KLINIS MULTIBASILAR

LL BL

BB
GAMBARAN KLINIS PAUSIBASILAR

BT

TT
GEJALA KLINIS
INKUBASI
Masa inkubasinya 2– 40 tahun (rata-rata 5-7
tahun). Onset terjadi perlahan dan tanpa rasa
nyeri

PRODORMAL
Gejala yang timbul biasanya tidak dikenali sampai
lesi ke kutan tejadi. 90% pasien biasanya
mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah
rasa baal, hilangnya sensori suhu dan sensasi
raba.
PERUBAHAN SARAF TEPI
Pembesaran saraf tepi yang asimetris, kerusakan sensorik
pada lesi kulit, kelumpuhan nervus trunkus (tanpa tanda
inflamsi), kerusakan sensorik dengan pola stocking-glove,
acral distal symmetric anethesia
1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
DEFORMITAS PADA SARAF TEPI
● Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
NERVUS ● Clawing jari manis dan kelingking
ULNARIS ● Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot
lumbrikalis medial

● Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk


dan jari tengah
NERVUS ● Tidak mampu aduksi ibu jari
MEDIANUS ● Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah
● Ibu jari kontraktur
● Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk


NERVUS ●
● Tangan gantung (wrist drop)
RADIALIS ● Tidak mampu ekstensi jari jari atau pergelangan tangan
1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
DEFORMITAS PADA SARAF TEPI
NERVUS ● Anestesia tungkai bawah bagian lateral dan dorsum pedis
POPLITEA ● Kaki gantung (foot drop)
● Kelemahan otot peroneus
LATERALIS
NERVUS ● Anestesia telapak kaki
TIBIALIS ● Claw toes
● Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
POSTERIOR
Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
NERVUS ●
● Cabang bukal, mandibular, dan servikal menyebabkan
FASIALIS kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

NERVUS ● Anestesia pada kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata

1.
FASIALIS ● Alopasia pada alis dan bulu mata
Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PEMERIKSAAN
FISIK
SENSORIK

Letak Nyeri
1. Lesi
Ujung tajam dan
2. Telapak tangan
tumpul pada jarum
dan kaki (stoking-
glove anesthesia

Raba Suhu
Tabung reaksi panas
Menggunakan
dan dingin (20o dan
kapas
40o C)

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
OTONOM

Tes Gunawan Tes Motoris


Tes keringat Voluntary muscle test
dengan tinta pada nervus ulnaris,
nervus medianus,
nervuas radialis dan
nervus peroneus

Tes Pilokarpin

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PEMERIKSAAN
SARAF TEPI

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PEMERIKSAAN SARAF TEPI
NERVUS AURICULARIS MAGNUS

Pasien menoleh ke kanan/kiri semaksimal


mungkin, maka saraf yang terlibat akan
terdorong oleh otot-otot di bawahnya sehingga
dapat terlihat pembesaran saraf. Dua jari
pemeriksa diletakkan di atas persilangan
jalannya saraf dengan arah otot. Bila ada
penebalan, maka akan teraba jaringan seperti
kabel atau kawat. Bandingkan kanan dan kiri
dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan nyeri
atau tidaknya.
PEMERIKSAAN SARAF TEPI
NERVUS ULNARIS, MEDIANUS, RADIALIS
Tangan yang diperiksa rileks, sedikit fleksi dan
diletakkan di atas satu tangan pemeriksa.
Tangan pemeriksa meraba sulcus nervi (ulnaris,
radialis dan medianus) dan merasakan adanya
penebalan atau tidak. Bandingkan kanan dan
kiri dalam hal besar, bentuk, serat, lunak, dan
ULNARIS nyeri atau tidaknya.

RADIALIS MEDIANUS
PEMERIKSAAN SARAF TEPI
NERVUS PERONEUS COMUNIS

Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung,


diraba di sebelah lateral dari capitulum fibulae,
dan merasakan ada penebalana atau tidak.
Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar,
bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.
PEMERIKSAAN SARAF TEPI
NERVUS TIBIALIS POSTERIOR

Meraba maleolus medialis kaki kanan dan kiri


dengan kedua tangan, meraba bagian posterior
dan mengurutkan ke bawah ke arah tumit.
Bandingkan kanan dan kiri dalam hal besar,
bentuk, serat, lunak, dan nyeri atau tidaknya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

BAKTERIOLOGIK HISTOPATOGIK SEROLOGIK


Ziehl Neelsen
Sel Virchow atau sel MLPA, ELISA, ML
Sediaan dari kerokan
lepra atau sel busa /foam Dipstick test, ML Flow
jaringan kulit atau
cells test
usapan mukosa hidung

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
DIAGNOSIS BANDING
TIPE I (MAKULA HIPO TIPE BT, BB, BL
PIGMENTASI) (INFILTRAT MERAH TAK
Tinea Versikolor, Vitiligo, BERBATAS TEGAS)
Pityriasis Rosea, atau Selulitis, Erysipelas atau Psoriasis.
Dermatitis Seboroika atau
dengan liken simpleks kronik.

TIPE LL (BENTUK
TIPE TT (MAKULA
NODULA)
ERITEMATOSA DENGAN Lupus Eritematous Sistemik,
Dermatomiositis, atau Erupsi Obat
PINGGIR MENINGGI )
Tinea Korporis, Psoriasis,
Lupus Eritematosus tipe
Diskoid atau Pityriasis Rosea
1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
DIAGNOSIS BANDING

PSORIASIS TINEA CIRCINATA DERMATITIS


Bercak merah berbatas Bercak meninggi, sering SEBOROIK
tegas, dengan sisik meradang, mengandung Lesi di darah sebore
berlapis-lapis vesikel/krusta (berminyak) dengan sisik
kuning berminyak, gatal
kronis, residif, tidak ada
rasa baal
DIAGNOSIS BANDING

VITILIGO PITIRIASIS
PITIRIASIS ALBA
Pigmen kulit hilang total,
VERSIKOLOR
Punggung tampak lesi Makula bentuk
warna kulit sangat putih berupa plak hipopigmentasi bundar/oval dengan
dengan skuama halus dan sisik, rasa raba normal
berbatas tegas
PENGOBATAN
TIPE PB
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal
yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka
dinyatakan RFT (released from treatment)

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PENGOBATAN
TIPE MB
Mengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang
diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24
dosis makadinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif.

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
REGIMEN MDT

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
REAKSI KUSTA
TIPE I
Delayed hypersensitivity reaction yang disebabkan oleh
hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading) seperti
halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV.

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
REAKSI KUSTA
TIPE II
Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran
lesi lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau plakat, ukuran bernacam-macam, pada
umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah,
lengan, dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah
kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum.

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PERBEDAAN REAKSI
KUSTA

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PENGOBATAN REAKSI KUSTA
● Tanpa Neuritis : -
● Neuritis akut : Prednison tablet 40mg/ hari, diturunkan
REAKSI TIPE I perlahan
● Pengobatan harus dilakukan secepatnya

● Prednison tablet 15-30 mg/hari (bila reaksi ringan tidak perlu


diberikan
Talidomid (Obat pilihan pertama namun tidak ada di
REAKSI TIPE II ●
Indonesia)
(ENL) ● Klofazimin 300mg/hari selama 2-3 bulan (bila ada perubahan
akan diturunkan bertahap bersamaan dengan penurunan
dosis prednisone )

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
RELAPS
Relaps adalah kembalinya penyakit secara aktif pada pasien yang sesungguhnya telah
menyelesaikan pengobatan yang telah ditentukan dan karena itu pengobatannya telah
dihentikan oleh petugas kesehatan yang berwenang

● Meluasnya lesi yang telah ada, menebal, eritematosaatau


terjadinya infiltrate pada lesi yang sebelumnya telah
GEJALA ●
menghilang atau terbentuknya lesi baru
Penebalan atau kekakuan saraf, atau adanya saraf baru yang
KLINIS terkena
● Ditemukannya bakteri di tempat yang sebelumnya negative
dan atau positif di lesi baru

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
PENCEGAHAN CACAT
Ajarkan
Mengenali dan perawatan
Diagnosis tanda reaksi kulit sehari
dini kusta kusta hari

1 2 3 4 5

Pemberian Mengenali
pengobatan MDT gangguan
yang cepat dan saraf
tepat
1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
REHABILITASI
Cacat tubuh : Operasi dan
Fisioterapi

Terapi psikologik

Kekaryaan
KOMPLIKASI

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Program Penyakit Kusta ; Jakarta. 2012.
PROGNOSIS
BERGANTUNG ● Luas lesi dan tingkat stadium penyakit
PADA ● Kepatuhan pasien terhadap pengobatan

PASIEN ● Penurunan kualitas hidup


DAPAT ● Kelumpuhan
● Kematian
MENGALAMI

1. Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010: h.73-88
03 KESIMPULAN
Klasifikasi bentuk penyakit
kusta yang banyak dipakai
Kusta merupakan penyakit dalam bidang penelitian
yang di sebabkan oleh kuman adalah klasifikasi menurut Menurut WHO dibagi menjadi
Ridley dan Jopling yang Multibasiler dan Pausibasiler.
Mycobacterium leprae.
mengelompokkan penyakit
kusta menjadi 5 kelompok

Penatalaksanaan kusta
Diagnosis Kusta dilakukan dengan terapi regimen Multi
berdasarkam pemeriksaan Rejimen ini terdiri atas
kombinasi obat-obat DDS, Drug Treatment mulai
klinis, bakteriologis, dan diterapkan untuk mencegah
histopatologis. Rifampisin, dan Klofazimin.
timbulnya kecacatan.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai