Anda di halaman 1dari 127

Estimasi dan Proyeksi

HIV AIDS
di Indonesia
tahun 2019-2024

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL 4

DAFTAR GAMBAR 5

KATA PENGANTAR 6

DAFTAR KONTRIBUTOR 7

1 PENDAHULUAN 8

2 TUJUAN 9

3 METODOLOGI 10
3.1. Pendekatan Pemodelan 10
3.2. Tantangan Metodologi 13
3.3. Perangkat Lunak (Software) yang Digunakan 14
3.3.1. Asian Epidemic Model (AEM) Versi 4.15 15
3.3.2. Spectrum Versi 5.84 16

3.4. Sumber Data 16


3.4.1. Data Demografi 16
3.4.2. Data Perilaku dan Epidemiologi 17
3.4.3. Estimasi Populasi Kunci 17

3.5. Proses Proyeksi – AEM 18


3.5.1. Lembar Populasi 18
3.5.2. Lembar Heteroseksual 19
3.5.3. Lembar Pengguna Napza Suntik (Penasun) 28
3.5.4. Lembar Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) 30
3.5.5. Lembar Waria 37
3.5.6. Lembar Epidemi 43
3.5.7. Lembar Kerja Prevalensi HIV 44
3.5.8. Lembar Orang Dewasa yang menerima ART 45

3.6. Proses Proyeksi – Spectrum 46

1
4 HASIL 48
4.1. Prevalensi HIV di kalangan Populasi usia ≥ 15 tahun di 48
Indonesia, 2019-2024
4.2. Jumlah ODHA populasi kunci, 2019-2024 49
4.3. Jumlah infeksi baru di kalangan anggota populasi kunci, 50
2019-2024
4.4. Total jumlah ODHA, infeksi baru dan kematian akibat AIDS 52
4.5. Cakupan ART di kalangan ODHA dewasa 53
4.6. HIV di kalangan anak 54
4.7. Kebutuhan ART di kalangan anak 55
4.8. Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) 56

5 REFERENSI 58

6 LAMPIRAN 60
Lampiran 1: Prosedur yang digunakan untuk membuat estimasi 60
nasional parameter kunci tahun 2019 dan tren dari
waktu ke waktu untuk input AEM

Lampiran 2: Data 63

Lampiran 3: Inventori Input Data ke Lembar Kerja AEM – 67


Pembaruan Data Epidemi 2014, 2016 dan 2020

Lampiran 4: Nilai Parameter yang Digunakan dalam Pemodelan 97


AEM Final setelah Fitting

2
Estimasi dan
Lampiran 5: Estimasi danProyeksi
Proyeksi ODHA,
ODHA, Infeksi
Infeksi HIV Baru,
HIV Baru, 109
Kematian akibat
Kematian akibatAIDS
AIDS
dandan Kebutuhan
Kebutuhan ART ART
untukuntuk
Orang Dewasa dan Anak berdasarkan Jenis Kelamin
Orang Dewasa dan Anak berdasarkan Jenis
di Indonesia,
Kelamin 2019-2024
di Indonesia, (hasil Spectrum)
2019-2024 (hasil Spectrum)

Estimasi dan
Lampiran 6: Estimasi danProyeksi
Proyeksi ODHA,
ODHA, Infeksi
Infeksi HIV Baru,
HIV Baru, 109
Infeksi HIV
Infeksi HIV Baru,
Baru, Kematian
Kematian akibatdanAIDS dan
akibat AIDS
Kebutuhan ART untuk Orang Dewasa usia
Kebutuhan ART untuk Orang Dewasa usia≥≥15
15 tahun
berdasarkan
tahun Jenis Jenis
berdasarkan Kelamin di Indonesia,
Kelamin 2019-2024
di Indonesia,
(hasil Spectrum)
2019-2024 (hasil Spectrum)

Estimasi dan
Lampiran 7: Estimasi danProyeksi
Proyeksi ODHA,
ODHA, Infeksi
Infeksi HIV Baru,
HIV Baru, 110
Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART untukuntuk
Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART
Anak usia
Anak usia0-14
0-14tahun
tahunberdasarkan
berdasarkan Jenis
Jenis Kelamin
Kelamin di di
Indonesia, 2019-2024
Indonesia, 2019-2024 (hasil
(hasil Spectrum)
Spectrum)

Estimasi dan
Lampiran 8: Estimasi danProyeksi
Proyeksi ODHA,
ODHA, Infeksi
Infeksi HIV Baru,
HIV Baru, 110
Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART untukuntuk
Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART
Orang
Orang Dewasa usia≥ ≥1515
Dewasausia tahun di Papua
tahun dandan
di Papua Non-Non-
Papua, 2019-2024
Papua, 2019-2024 (hasil
(hasil AEM)
AEM)

Infeksi HIV
Lampiran 9: Infeksi HIV Baru
BarudidiKelompok
KelompokOrang
OrangDewasa
Dewasa Usia ≥
Usia 111
≥ 15 tahun berdasarkan Populasi Berisiko di 32
15 tahun berdasarkan Populasi Berisiko di 32 Provinsi
(Non-Papua),
Provinsi tahun 1990-2030
(Non-Papua), (hasil AEM)
tahun 1990-2030 (hasil
AEM)
Infeksi HIV
Lampiran 10: Infeksi HIV Baru
BarudidiKelompok
KelompokOrang
OrangDewasa
Dewasa Usia ≥
Usia 111
≥1515tahun
tahun berdasarkan Populasi
PopulasiBerisiko
Berisikodi Tanah
di Tanah
Papua tahun 1990-2030 (hasil
Papua tahun 1990-2030 (hasil AEM) AEM)

Estimasi dan
Lampiran 11: Estimasi danProyeksi
Proyeksi ODHA,
ODHA, Infeksi
Infeksi HIV Baru,
HIV Baru, 112
Kematian akibat
Kematian akibatAIDS
AIDSdandan Kebutuhan
Kebutuhan ART ART
untukuntuk
Kaum Muda
Kaum Muda(Usia(Usia 15-14
15-14 tahun)tahun)
menurutmenurut
Jenis Jenis
Kelamin di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)
Kelamin di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

Grafik Hasil
Lampiran 12: Grafik Hasil Kerja
Kerja AEM
AEM 112

3
Estimasi dan Proyeksi HIV AIDS di Indonesia tahun 2019-2024
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Estimasi Terkini Jumlah Populasi Kunci, 2019 18
Tabel 3.2 : WPS Umum 2011-2019 – Non-Papua 20
Tabel 3.3 : WPS Umum 2011-2019 – Papua 20
Tabel 3.4 : WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Non-Papua 22
Tabel 3.5 : WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Papua 23
Tabel 3.6 : Pelanggan WPS – Non-Papua 26
Tabel 3.7 : Pelanggan WPS – Papua 26
Tabel 3.8 : Populasi yang Melakukan Seks Kasual– Non-Papua 27
Tabel 3.9 : Populasi yang Melakukan Seks Kasual – Papua 27
Tabel 3.10: Suami/Istri dan Pasangan Tetap– Non-Papua 28
Tabel 3.11: Perilaku Menyuntik Penasun Laki-Laki – Non-Papua 29
Tabel 3.12: Perilaku Seksual Penasun Laki-Laki – Non-Papua 30
Tabel 3.13: Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) Umum – Non-Papua 31
Tabel 3.14: Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) Kelompok 1 & 2 – Non-Papua 33
Tabel 3.15: Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) yang Mengunjungi Pekerja 34
Seks – Non-Papua
Tabel 3.16: Pekerja Seks Laki-Laki – Non-Papua 36
Tabel 3.17: Waria Umum – Non-Papua 37
Tabel 3.18: Perilaku Seksual Waria– Non-Papua 38
Tabel 3.19: Hubungan Waria – Pelanggan – Non-Papua 39
Table 3.20: Waria yang Melakukan Seks Kasual – Perilaku Seksual – 40
Non-Papua
Tabel 3.21: Hubungan Pekerja Seks Waria – Pasangan untuk mereka 41
yang memiliki pasangan kasual - Non-Papua
Tabel 3.22: Waria dengan Pasangan Tetap – Perilaku Seksual – 42
Non-Papua
Tabel 3.23: Hubungan Pekerja Seks Waria dengan Pasangan Tetap – 43
Non-Papua
Tabel 3.24: Prevalensi HIV Populasi Kunci – Non-Papua 44
Tabel 3.25: Prevalensi HIV Populasi Kunci dan Populasi Umum – Papua 44
Tabel 3.26: Jumlah Orang Dewasa yang Menerima ART – Non-Papua 45
Tabel 3.27: Jumlah Orang Dewasa yang Menerima ART – Papua 45

Tabel 4.1 : Estimasi dan Proyeksi ODHA menurut Populasi Kunci di 49


Indonesia, Tahun 2019-2024 (hasil AEM)
Tabel 4.2 : Estimasi dan Proyeksi Infeksi HIV Baru menurut Populasi 50
Kunci di Indonesia, Tahun 2019-2024 (hasil AEM)

4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1: Alur Pemodelan Epidemi HIV di Indonesia Tahun 12
2015-2030

Gambar 4.1: Estimasi dan Proyeksi Prevalensi HIV di Kelompok 48


Populasi Usia ≥ 15 Tahun di Indonesia, Tahun 2019-
2024 (hasil AEM)

Gambar 4.2: Perbandingan Infeksi Baru dari Pemodelan 52


Matematika HIV Tahun 2016 & 2020, 2000-2030
(hasil AEM)

Gambar 4.3: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Kematian Akibat AIDS 53


dan Infeksi HIV Baru di Kelompok Populasi Usia ≥ 15
Tahun di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

Gambar 4.4: Estimasi dan Proyeksi ODHA dan Kebutuhan ART di 54


Kelompok Populasi Usia ≥ 15 Tahun di Indonesia,
2019-2024 (hasil Spectrum)

Gambar 4.5: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Kematian Akibat AIDS 55


dan Infeksi HIV Baru di Kelompok Anak Usia 0-14
Tahun di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

Gambar 4.6: Estimasi dan Proyeksi ODHA dan Kebutuhan ART di 56


Kelompok Anak Usia 0-14 Tahun di Indonesia, 2019-
2024 (hasil Spectrum)

Gambar 4.7: Estimasi dan Proyeksi Prevalensi HIV di Kelompok Ibu 57


Hamil di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

Gambar 4.8: Estimasi dan Proyeksi Kebutuhan Layanan PPIA di 57


Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

5
Kata Pengantar
Estimasi dan proyeksi epidemi HIV AIDS diperlukan untuk menggambarkan
kebutuhan layanan untuk program pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan serta menilai potensi infeksi HIV baru dan kematian akibat AIDS
yang dapat dicegah, dan menentukan investasi yang dibutuhkan dalam respon
pengendalian HIV AIDS.

Estimasi dan Proyeksi HIV AIDS di Indonesia pada tahun 2019-2024 merupakan
pembaruan dari laporan Estimasi dan Proyeksi HIV AIDS 2015-2020 yang
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan dipublikasikan pada tahun 2017.
Buku ini menjelaskan situasi yang komprehensif dan dapat dipahami mengenai
jumlah orang dengan HIV AIDS, infeksi HIV baru, dan kematian akibat AIDS di
Indonesia.

Hasil pemodelan pada tahun 2019-2024 menunjukan perkiraan sebanyak


545.188 orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2019 dan 503.257 pada tahun
2024. Perkiraan jumlah infeksi baru mengalami penurunan sebesar 31.817 tahun
2019 menjadi 25.788 tahun 2024, sedangkan perkiraan kematian akibat AIDS
meningkat dari 30.652 tahun 2019 menjadi 36.436 tahun 2024.

Laporan tertulis estimasi dan proyeksi HIV AIDS ini telah mendapat masukan dari
berbagai pihak. Metodologi estimasi dan hasilnya telah ditinjau oleh sekelompok
ahli dan dipresentasikan kepada pemangku kepentingan. Dengan keterbatasan
yang ada dalam perhitungan estimasi dan proyeksi ini merupakan hasil terbaik
yang bisa didapat dengan data yang tersedia pada saat perhitungan dilakukan.

Kami menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada semua pihak atas


perhatian, bantuan dan kontribusi dalam persiapan dan implementasi kegiatan
estimasi dan proyeksi.

Semoga buku ini bermanfaat dalam program pengendalian HIV AIDS, tidak
hanya untuk Kementerian Kesehatan, tetapi juga untuk semua mitra kerja
pengendalian HIV AIDS.

Jakarta, Juni 2020


Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dr. Achmad Yurianto


NIP 196203112014101001

6
Daftar
Kontributor
Kelompok Kerja
Sugeng Wiyana, SKM, MPH – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
dr. Feby Mayangsari – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
Dinasti Mularsih, SKM – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
Eva Muzdalifah, SKM – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
Diana Wijayaningrum, SKM – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
dr. Mondastri Korib Sudaryo, MSc, DSc – Universitas Indonesia
Lely Wahyuniar – UNAIDS Indonesia
Leonita Agustine – UNAIDS Indonesia
Tiara Nisa – WHO Indonesia
Nurhayati – WHO Indonesia
Siti Sulami – FHI360 Indonesia

Konsultan/Penulis
Wiwat Peeratanapokin
Robert Magnani
Dede Mahmuda

Kontributor/Pengulas
Nurjannah, SKM, M.Kes – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
dr. Lanny Luhukay – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
dr. Ann Natalia Umar – Subdit HIV AIDS dan PIMS Kementerian Kesehatan
Stuart David Watson – UNAIDS Indonesia
Keith Sabin – UNAIDS Geneva
Daniel Low-Beer – WHO Geneva
Jinkou Zhao – Global Fund
Taoufik Bakkali – UNAIDS RST Asia Pasifik
Ye Yu Shwe – UNAIDS RST Asia Pasifik
Patrick Nadol – FHI360 Regional
Tim Brown – East-West Center University of Hawaii
Aang Sutrisna – Konsultan Estimasi Populasi Kunci HIV

7
Pendahuluan

1. Pendahuluan
Pemerintah Indonesia mengakui bahwa mengetahui
epidemi merupakan prasyarat keberhasilan pengendalian
HIV. Hal ini merupakan sarana untuk mendukung
perencanaan program dan menilai kemajuan dalam
menahan dan akhirnya mengakhiri HIV AIDS di
Indonesia. Kementerian Kesehatan secara berkala
memperbarui proyeksi epidemiologis resmi tentang HIV
dan AIDS. Pembaruan dilakukan pada tahun 2008, 2012
dan 2016.

Dokumen ini disiapkan untuk memperbarui data


epidemi dengan mempertimbangkan data baru
yang telah tersedia, terutama Survei Terpadu
Biologis dan Perilaku (STBP) 2018/19 di
kelompok Populasi Kunci, estimasi terkini
populasi kunci rentan terinfeksi HIV yang
disusun oleh Kementerian Kesehatan pada akhir
2019 / awal 2020, dan data program Kemenkes
dari tahun 2015-2019.

Laporan ini merupakan versi terkini dari laporan


pendahuluan yang dirilis bulan Februari 2020. Hasil-hasil
yang disajikan dalam laporan ini adalah hasil-hasil yang
sudah direvisi dari yang dipaparkan dalam laporan
pendahuluan berdasarkan kajian cermat terkait isu-isu
metodologis utama yang ditemui di laporan sebelumnya
oleh kelompok kerja nasional-internasional dan
perhitungan ulang parameter utama terpilih dilakukan
setelah kajian tersebut.

8
Tujuan

2. Tujuan
Tujuan utama pemodelan epidemi HIV di Indonesia tahun 2020
adalah untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang
situasi epidemi HIV saat ini dan proyeksi yang dapat digunakan
oleh para pemangku kepentingan untuk tujuan kebijakan dan
perencanaan serta memperbaiki Program AIDS Nasional di
Indonesia. Model epidemi juga akan berfungsi sebagai referensi
untuk mengevaluasi efektivitas berbagai program pengendalian
HIV dan AIDS yang sudah berjalan dan juga akan memperkuat
program advokasi dan membangun komitmen yang lebih besar di
antara para pemangku kepentingan yang terlibat langsung atau
tidak langsung.

Tujuan laporan ini adalah untuk (1) memberikan


dokumentasi terperinci mengenai metode yang
digunakan dalam melakukan pembaruan data
epidemiologi 2020 dan (2) mendiseminasikan
data hasil pembaruan.
Perlu ditekankan bahwa proyeksi setelah tahun 2019 yang
disajikan dalam laporan ini adalah proyeksi "baseline". Artinya,
proyeksi didasarkan pada asumsi tidak ada perbaikan lebih lanjut
dalam respons nasional Indonesia terhadap HIV dan AIDS
setelah tahun 2019 – skenario “bisnis seperti biasa”. Tujuan
utama dari proyeksi ini adalah untuk mengantisipasi di mana
Indonesia akan berada di tahun-tahun mendatang berkaitan
dengan indikator yang diproyeksikan tanpa adanya perbaikan
kebijakan dan program lebih lanjut. Proyeksi baseline juga
berguna untuk menilai potensi dampak perubahan kebijakan dan
program di masa depan melalui perbandingan skenario alternatif
dengan proyeksi baseline.

9
Metodologi

3. Metodologi
Sebuah Kelompok Kerja (Pokja) kecil
dibentuk oleh Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Kementerian Kesehatan pada Januari 2020
untuk melakukan pemodelan epidemiologi
yang diperlukan untuk menghasilkan
proyeksi epidemiologi terkini.
Pokja ini bertugas memperbarui pemodelan HIV AIDS
sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2016 dengan
memasukkan data baru dan melakukan kembali proyeksi
epidemiologi. Anggota Pokja terdiri dari staf Kementerian
Kesehatan, staf dari organisasi pemangku kepentingan
utama Indonesia, staf yang berbasis di Indonesia dari mitra
pembangunan internasional dan konsultan internasional
yang dilibatkan oleh mitra pembangunan untuk membantu
memperbarui proyeksi epidemi.

3.1. Pendekatan Pemodelan


Pendekatan pemodelan yang digunakan dalam pembaruan
2020 dalam banyak hal sama dengan yang digunakan
dalam pembaruan epidemiologi HIV sebelumnya di
Indonesia. Langkah-langkah dasarnya adalah:

10
Metodologi

 Mengkaji data baru yang tersedia sejak pembaruan


terakhir sehubungan dengan informasi yang mereka
berikan tentang level dan tren parameter-parameter
utama;

 Memasukkan data baru ke dalam Asian Epidemic


Model (AEM) dan menyesuaikan dengan parameter
yang dimasukkan dalam pembaruan sebelumnya
sesuai kebutuhan agar konsisten dengan data
terbaru;

 Menjalankan AEM dan menilai “kecocokan” hasil


pemodelan sehubungan dengan seberapa baik tren
yang diproyeksikan dalam prevalensi HIV sesuai
dengan data yang tersedia, dan melakukan
penyesuaian yang diperlukan untuk membuat
model tersebut sesuai secara memadai;

 Mengekspor informasi yang dipilih dari AEM ke


Spectrum AIDS Impact Model (AIM) dan
menggunakan perangkat lunak (Software) AIDS
untuk menghasilkan estimasi terkait dengan
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA); dan

 Membuat penyesuaian akhir sesuai kebutuhan


berdasarkan hasil AIM Spectrum untuk
membuatnya konsisten dengan hasil AEM.

11
Metodologi

Alur Pemodelan Epidemi HIV di Indonesia


GAMBAR 3.1. Tahun 2015-2030

Struktur

Sumber : UNAIDS

Mengingat perbedaan dalam epidemi HIV di Tanah Papua


dibandingkan dengan daerah-daerah lain di negara ini, proyeksi
epidemi terkini untuk Tanah Papua dan non-Papua disiapkan
terpisah, seperti yang dilakukan dalam pembaruan epidemi
sebelumnya. Hasil Papua dan non-Papua kemudian digabungkan
menjadi satu kumpulan hasil untuk Indonesia secara keseluruhan.

12
Metodologi

3.2. Tantangan Metodologi

Beberapa tantangan metodologi penting Meskipun hal ini meningkatkan


harus diatasi dalam melakukan pembaruan “keterwakilan” sampel kabupaten
data epidemi tahun 2020. dalam STBP 2018/19, namun keadaan
ini mengurangi akurasi perubahan
Salah satu tantangan utama mana yang dapat diukur dari waktu ke
waktu di kabupaten “sentinel”.
yang dihadapi adalah untuk
menggambarkan tren dari
waktu ke waktu secara akurat
dan secara bersamaan
menghasilkan estimasi yang
mewakili atau menggambarkan Dalam pembaruan data epidemi 2016,
situasi HIV di seluruh Indonesia sebuah proses diperkenalkan untuk
memperoleh estimasi nasional dari
pada tahun 2019. data yang dikumpulkan di beberapa
kabupaten berdasarkan metode
Tugas ini rumit oleh karena adanya fakta pengambilan sampel non-probabilitas.
bahwa sumber utama data untuk melacak Proses ini selanjutnya disempurnakan
epidemi di Indonesia adalah survei dalam pembaruan data epidemi 2020
surveilans berkala yang relatif hanya untuk mencerminkan fakta bahwa data
dilakukan di sejumlah kabupaten (yaitu, tersedia dari lebih banyak kabupaten
Survei Terpadu Biologis dan Perilaku - yang belum “diikutkan” dalam
STBP). Tugas ini semakin kompleks dalam pendekatan surveilans yang digunakan
pembaruan epidemi 2020 dengan adanya untuk memilih kabupaten di STBP
fakta bahwa strategi pengambilan sampel sebelum 2018-2019. Rincian tentang
dalam STBP 2018/19 diubah dari prosedur yang digunakan untuk
pendekatan "surveilans" menjadi menghasilkan estimasi final 2019 atas
pendekatan "survei nasional". Sementara parameter biologis dan perilaku utama,
banyak STBP sebelumnya berfokus pada serta tren dari waktu ke waktu,
pengukuran perubahan-perubahan dari disajikan dalam Lampiran 1.
waktu ke waktu di sub-kumpulan
kabupaten di mana HIV dan AIDS
dianggap sebagai yang paling aktif, sampel
kabupaten-kabupaten untuk STBP 2018/19
adalah sampel probabilitas yang dipilih
menggunakan teknik pengambilan sampel
stratified, multi-stage cluster sampling.

13
Metodologi

Tantangan lainnya terkait dengan masalah penggunaan


metodologi estimasi populasi kunci 2019 dan data STBP 2018-
19 yang memberikan input utama pada proses modeling.

Masalah ini dibahas secara lebih rinci di Lampiran 2 dalam laporan ini. Masalah ini
membutuhkan kajian metodologis dan revisi beberapa data input utama pada
pemodelan AEM. Estimasi dan proyeksi yang disajikan dalam laporan ini dibuat
berdasarkan revisi input parameter.

3.3. Perangkat Lunak (Software) yang Digunakan

Sebagian besar pekerjaan pemodelan dilakukan dengan


menggunakan software Asian Epidemic Model (AEM). Namun,
untuk melakukan proyeksi PPIA dan ART untuk anak
digunakan paket software Spectrum AIM.

Keputusan untuk menggunakan Spectrum didasarkan pada kemampuan estimasi


yang lebih disempurnakan dari Spectrum AIM vs AEM untuk program PPIA dan ART
tersebut. Ketika peningkatan cakupan PPIA dan ART pada anak dipandang sebagai
prioritas strategis dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) 2020-2024 untuk HIV,
dirasakan adanya kompleksitas tambahan dengan menggunakan dua paket
perangkat lunak. Konsistensi antara hasil AEM dan Spectrum AIM dipastikan dengan
mengimpor angka kejadian dari proyeksi AEM ke Spectrum AIM untuk menghitung
proyeksi yang berkaitan dengan PPIA dan anak.

14
Metodologi

3.3.1. Asian Epidemic Model (AEM) Versi 4.15

AEM memiliki enam lembar kerja utama


(Populasi, Heteroseksual, Penasun, LSL, Waria,
Epidemi dan Prevalensi HIV) untuk input data,
dan beberapa lembar kerja tambahan untuk
mengakomodasi hasil perhitungan dan
penyesuaian yang dibuat dalam program AEM.
Perhitungan AEM mempertimbangkan pemisahan
berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan).

Pemodelan AEM digunakan untuk menghasilkan


estimasi dan proyeksi 2019 hingga tahun 2030
dengan parameter berikut:

 Jumlah kumulatif dan total orang yang hidup


dengan HIV setiap tahun serta jumlah
kematian terkait AIDS;

 Distribusi ODHA menurut usia dan tahun;

 Jumlah infeksi HIV baru dan jumlah ODHA


untuk setiap populasi kunci (WPS, LSL,
Pekerja Seks Laki-laki, Penasun, Waria,
Pelanggan), di antara populasi umum
(berdasarkan jenis kelamin), dan di antara
anak (berdasarkan jenis kelamin); dan

 Jumlah infeksi baru dan total infeksi saat ini


berdasarkan rute atau mode penularan.

15
Metodologi

3.3.2. Spectrum Versi 5.84

Rangkaian perangkat Spectrum mencakup


semua model kebijakan "terkait" berikut:
Proyeksi Demografis (DemProj), Keluarga
Berencana (FamPlan), Model Dampak AIDS
(AIDS Impact Model / AIM), Sumber Daya untuk
Kesadaran Dampak Populasi pada software
Pengembangan (RAPID), Lives Saved Tool
(LiST), GOALS, dan Resource Needs Model.
Kami menggunakan software DemProj dan AIM
untuk perhitungan data epidemi ini.

3.4. Sumber Data


Kelompok Kerja menggunakan seperangkat data di bawah ini untuk membuat
estimasi nasional HIV AIDS untuk 2019 dan proyeksinya hingga 2030:

3.4.1. Data Demografi

Data demografis yang digunakan dalam pembaruan pemodelan 2020 terdiri


dari besaran populasi dan estimasi distribusinya dari Badan Pusat Statistik
Indonesia (BPS), diperbarui dengan menggunakan data dari Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, yang juga dilakukan oleh BPS.

16
Metodologi

3.4.2. Data Perilaku dan Epidemiologi

Sumber data berikut dikonsultasikan mengenai pengaturan parameter


perilaku dan epidemiologi kunci:

 Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) di kelompok Penasun,


WPS, Laki-Laki Berisiko Tinggi, Waria dan LSL, Kementrian Kesehatan
Indonesia: 2007, 2009, 2011, 2013, 2015 dan 2018/19.
 STBP Populasi Umum di Tanah Papua: 2006 dan 2013.
 Laporan Kasus AIDS, Kementerian Kesehatan RI 2016-2019.
 Data program HIV AIDS hingga 2019.

Lampiran 3 mendokumentasikan sumber data dan nilai-nilai spesifik yang


dimasukkan ke dalam perhitungan pembaruan data epidemi 2020 serta
untuk dua pembaruan sebelumnya.

3.4.3. Estimasi Populasi Kunci

Data estimasi jumlah populasi kunci yang digunakan dalam pembaruan


epidemi 2020 diperbarui pada akhir 2018 / awal 2019 oleh Kelompok Kerja
yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dan selanjutnya disesuaikan
oleh Kelompok Kerja Gabungan Nasional/ Internasional bulan April – Juni
2020. Hasil yang ditunjukkan pada tabel di bawah merupakan jumlah
estimasi yang sudah disesuaikan dari Kelompok Kerja Gabungan Nasional/
Internasional. Rincian metodologi yang digunakan dalam menyesuaikan
hasil estimasi bisa ditemukan di laporan terpisah mengenai topik ini 1

1
UNAIDS dan Kemenkes. Laporan Akhir: Kajian Sistematis Input Data Utama pada Pembaruan Data Epidemi HIV 2020 di
Indonesia. 2020 (Juni). Jakarta: UNAIDS

17
Metodologi

TABEL 3.1. Estimasi Terkini Jumlah Populasi Kunci, 2019

Populasi Tahun Estimasi Titik Batas Bawah Batas Atas


2015 226.791 128.114 364.313
WPS
2019 277.624 91.505 339.400
2015 754.310 648.641 866.840
LSL
2019 502.986 157.802 988.174
2015 38.928 13.038 89.640
Waria
2019 34.695 11.856 46.087
2015 33.492 14.016 88.812
Penasun
2019 34.517 16.925 52.669

Pelanggan 2015 5.254.663 4.415.788 6.167.873


WPS 2019 4.688.216 1.545.165 5.731.306

3.5. Proses Proyeksi - AEM


Proses pemodelan AEM dimulai dengan memperbarui input data ke dalam
lembar kerja AEM seperti dijelaskan di bawah ini. Asumsi dan data dari
pembaruan sebelumnya dibiarkan utuh kecuali ditunjukkan di bawah ini.
Perlu dicatat bahwa untuk “menyesuaikan” proyeksi AEM dengan data yang
diamati tentang prevalensi HIV, seringkali perlu untuk mengubah beberapa
input parameter. Angka-angka yang dilaporkan pada bagian selanjutnya
dari laporan ini adalah angka-angka yang awalnya dimasukkan ke dalam
AEM sebelum fitting. Nilai akhir yang digunakan dalam model “fit” dalam
AEM tertera dalam Lampiran 4.

3.5.1. Lembar Populasi

Lembar Populasi diisi dengan data demografis seperti populasi berusia 15


tahun ke atas berdasarkan jenis kelamin di 32 provinsi non-Papua dan dua
provinsi Tanah Papua. Seperti telah disebutkan sebelumnya, semua data
demografi yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

18
Metodologi

3.5.2. Lembar Heteroseksual

Lembar ini berisi data tentang risiko seksual dan perilaku pencarian
tentang kesehatan di kalangan (1) Wanita Pekerja Seks (WPS), (2)
Pelanggan WPS dan (3) populasi umum wanita berusia 15-49 tahun.
Sumber data dan asumsi yang digunakan untuk mengisi lembar
heteroseksual didokumentasikan di bawah ini:

Wanita Pekerja Seks (WPS)


Persentase Wanita Dewasa yang Menjual Seks
Parameter ini diestimasikan dari beberapa kegiatan perhitungan estimasi
jumlah populasi kunci yang telah dilakukan selama ini. Perhitungan-
perhitungan ini menghasilkan estimasi jumlah WPS di negara itu, yang
dibagi dengan estimasi jumlah wanita usia reproduksi.

Persentase WPS yang berada dalam


kategori intensitas "tinggi" dan "rendah"
Untuk pembaruan data epidemi 2020, parameter ini diestimasikan secara
eksklusif dari data STBP. AEM memodelkan WPS yang terdiri atas dua
kelompok: WPS risiko tinggi dan rendah. Konsep-konsep ini
dioperasionalkan dalam istilah WPS "Langsung" dan "Tidak Langsung".
WPS "Langsung" (WPSL) mengacu pada wanita yang menjual seks
sebagai sumber mata pencaharian utama mereka, sementara WPS
"Tidak Langsung" (WPSTL) memiliki mata pencaharian lain tetapi menjual
seks untuk menambah pendapatan mereka. WPSL biasanya ditemukan di
rumah bordil, "lokalisasi" dan beberapa panti pijat, sementara WPSTL
ditemukan di bar, bar karaoke dan tempat hiburan lainnya. Data STBP
sebelumnya menunjukkan bahwa WPSL cenderung memiliki jumlah
pelanggan yang lebih banyak dan menggunakan kondom lebih sering
daripada WPSTL, dan dengan demikian secara umum terpapar risiko
penularan HIV yang lebih besar.

19
Metodologi
Mengingat tren lokalisasi ditutup oleh pemerintah daerah, sehingga memaksa
WPS untuk mengejar pelanggan melalui cara lain dan di tempat yang berbeda,
keputusan diambil selama perhitungan estimasi jumlah populasi kunci 2016 untuk
menghilangkan perbedaan antara WPS Langsung dan WPS Tidak Langsung.
Dengan demikian, estimasi jumlah 2016 dan 2019 adalah untuk semua WPS.

Namun demikian, karena aplikasi optimal AEM membedakan antara WPS terkait
dengan tingkat paparan risiko dan STBP terus mengajukan pertanyaan tentang
lokasi di mana WPS memulai perdagangan mereka, perbedaan antara WPSL
dan WPSTL dipertahankan dalam pembaruan data epidemi 2020, WPSL
berkaitan dengan "WPS Intensitas Tinggi " dan WPSTL berkaitan dengan "WPS
Intensitas Rendah”. STBP 2018/19 menunjukkan bahwa proporsi WPS yang
masuk dalam Kelompok 1, kategori risiko yang lebih tinggi, adalah 27%, terus
mengalami pengurangan jangka panjang. Parameter di bawah ini dimasukkan ke
dalam AEM secara terpisah untuk WPS intensitas tinggi dan rendah.

TABEL 3.2. WPS Umum 2011-2019 – Non-Papua

Wanita Pekerja
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Seks - Umum
Persentase wanita
usia 15-49 tahun 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38%
yang menjual seks
Persentase wanita
pekerja seks di 41,5% 39,3% 37,2% 35,0% 32,8% 30,7% 28,5% 26,3% 24,2%
kelompok 1
Peralihan dari
kelompok 1 ke 2 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
setiap tahun

TABEL 3.3. WPS Umum 2011-2019 – Papua

Wanita Pekerja
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Seks - Umum
Persentase wanita
usia 15-49 tahun 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77%
yang menjual seks
Persentase wanita
pekerja seks di 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9%
kelompok 1
Peralihan dari
kelompok 1 ke 2 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
setiap tahun

20
Metodologi

Tiga parameter berikut ini ditetapkan


berdasarkan level dan tren yang diamati
dalam rangkaian STBP dari 2007 hingga
2020.

 Rata-rata jumlah pelanggan per hari WPS


 Hari kerja per minggu
 Rata-rata durasi menjual seks

Dua parameter pertama tetap tidak berubah dari


pembaruan epidemi sebelumnya untuk WPS
"Intensitas Tinggi", sementara tren sedikit penurunan
terjadi dalam STBP terakhir di antara "WPS
Intensitas Rendah" dimasukkan ke dalam AEM. Tren
sedikit kenaikan dalam rata-rata durasi menjual seks
terjadi di kedua kelompok WPS dan dimasukkan ke
dalam AEM. Nilai-nilai yang dimasukan dalam AEM
untuk Non-Papua (dan Papua) untuk tahun 2011-
2019 ditunjukkan pada Tabel 3.4 dan 3.5 di bawah
ini.

21
Metodologi

TABEL 3.4. WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Wanita Pekerja Seks
kelompok 1 (WPS1) / 104,7 100,3 95,7 90,9 86,0 80,9 75,8 70,5 65,1
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per
hari – wanita pekerja 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
seks kelompok 1
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7
seks kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan
59,4% 60,8% 62,3% 63,7% 65,1% 65,0% 64,9% 64,7% 64,6%
pelanggan – WPS
kelompok 1
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 3,7 3,8 3,8 3,9 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0
(tahun)
Prevalensi IMS di
kalangan wanita pekerja 36,8% 35,8% 34,8% 33,8% 32,8% 31,9% 31,0% 30,1% 29,2%
seks kelompok 1

Wanita Pekerja Seks


kelompok 2 (WPS2) / 147,6 154,7 161,7 168,8 175,8 182,9 189,9 197,0 204,0
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per hari
- wanita pekerja seks 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
kelompok 2
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,8 5,7 5,5 5,6 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8
seks kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
44,6% 46,5% 48,4% 50,2% 52,1% 52,0% 51,9% 51,8% 51,7%
pelanggan – WPS
kelompok 2

Rata-rata durasi menjual


3,3 3,5 3,7 3,8 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0
seks di kelompok 2 (tahun)

Prevalensi IMS di kalangan


wanita pekerja seks 12,9% 12,5% 12,2% 11,8% 11,5% 11,5% 11,5% 11,5% 11,5%
kelompok 2

22
Metodologi

TABEL 3.5. WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Wanita Pekerja Seks
kelompok 1 (WPS1) / 1,5 1,5 1,6 1,6 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per
hari – wanita pekerja 0,8 0,7 0,6 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
seks kelompok 1
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,5 5,7 5,9 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6
seks kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan
57,% 60,0% 62,0% 64,1% 66,2% 66,2% 66,2% 66,2% 66,2%
pelanggan – WPS
kelompok 1
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 6,0 6,0 6,0 7,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0
(tahun)
Prevalensi IMS di
kalangan wanita pekerja 27,9% 25,1% 22,2% 19,4% 16,5% 16,5% 16,5% 16,5% 16,5%
seks kelompok 1

Wanita Pekerja Seks


kelompok 2 (WPS2) / 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,3 5,4
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per
hari - wanita pekerja 0,5 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
seks kelompok 2
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,5 5,7 5,9 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6
seks kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
55,3% 56,5% 57,7% 58,9% 60,1% 60,1% 60,1% 60,1% 60,1%
pelanggan – WPS
kelompok 2
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 2 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8
(tahun)
Prevalensi IMS di
kalangan wanita pekerja 18,8% 16,9% 15,0% 13,0% 11,1% 11,1% 11,1% 11,1% 11,1%
seks kelompok 2

23
Metodologi

Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan

Estimasi nasional persentase WPS frekunsi tinggi dan rendah menggunakan


kondom pada hubungan seksual terakhir dihitung sebagai rata-rata yang
dibobotkan berdasarkan data dari 6 survei STBP yang dilakukan antara 2007
dan 2018/19. Untuk kota-kota/kabupaten yang ada di data STBP 2009
dan/atau 2013 (namun tidak ada di 2015), level dan tren dari 2007 hingga
2015 diestimasikan dengan melakukan ekstrapolasi dan ekstrapolasi balik
dari data STBP yang ada dengan mempertimbangkan bahwa tren data
kota/kabupaten untuk tiga putaran STBP (2007, 2011 dan 2015) tersedia.
Level dan tren untuk kota/kabupaten dengan data STBP tiga putaran
tersebut diestimasikan langsung dari data STBP.

Estimasi prevalensi HIV untuk kabupaten-kabupaten yang tidak mempunyai


data STBP diasumsikan untuk memiliki level dan tren di kota/kabupaten yang
lebih kecil yang datanya tersedia. Estimasi nasional selanjutnya dihitung
dengan membobotkan estimasi sub-kelompok berdasarkan jumlah populasi
kunci dan menjumlahkannya untuk menghasilkan angka nasional. Estimasi
kabupaten mengenai jumlah WPS berfrekuensi tinggi dan rendah diperoleh
dari estimasi populasi kunci yang terkini yang dijadikan pembobot. Hal ini
dilakukan terpisah untuk kabupaten non-Papua dan Tanah Papua, dan
selanjutnya dua set estimasi digabungkan dan dibobotkan berdasarkan
estimasi populasi kunci. Nilai-nilai input diperlihatkan pada Tabel 3.4 dan 3.5
di atas.

24
Metodologi

Prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) di Kalangan WPS


Estimasi nasional mengenai persentase WPS frekuensi tinggi dan rendah
dengan Infeksi Menular Seksual (IMS) dihitung sebagai rata-rata
menggunakan data dari enam survei STBP yang dilakukan antara 2007 dan
2018/19. Gonore dipilih sebagai "indeks" IMS karena sensitivitasnya terhadap
pengambilan risiko seksual. Estimasi prevalensi gonore dari kota-kota besar
(yaitu yang tercakup dalam STBP 2007, 2011 dan 2015 dirata-rata dengan
estimasi dari kota-kota kecil yang dicakup dalam STBP 2009 dan 2013, dan
nilai rata-rata untuk WPS frekuensi tinggi dan rendah dimasukkan ke dalam
AEM. Estimasi dihitung secara terpisah untuk Papua dan non-Papua. Nilai
input ditunjukkan pada Tabel 3.4 dan 3.5 di atas.

Pelanggan WPS
Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang mengunjungi
pekerja seks setahun terakhir
Seperti halnya WPS, parameter ini diestimasi dari beberapa perhitungan
estimasi jumlah populasi kunci yang telah dilakukan selama ini.
Perhitungan-perhitungan ini menghasilkan estimasi jumlah laki-laki yang
telah mengunjungi pekerja seks setahun terakhir, yang kemudian dibagi
dengan estimasi jumlah laki-laki pada usia reproduksi.

Rata-rata durasi menjadi pelanggan


Data parameter ini tidak tersedia untuk Indonesia. Dengan demikian
ditetapkan angka tujuh (7) tahun berdasarkan data dari Thailand.

Persentase laki-laki dewasa yang disunat


Untuk non-Papua, angka 80% digunakan dalam Laporan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Untuk Papua, kami
menggunakan data dari STBP Populasi Umum Papua 2006 dan 2013
sebagai estimasi parameter untuk Tanah Papua (16,7%).

25
Metodologi

TABEL 3.6. Pelanggan WPS – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Pelanggan Wanita
Pekerja Seks / populasi 4,277 4,325 4,370 4,413 4,452 4,490 4,527 4,559 4,590
(dalam ribuan)
Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang
mengunjungi Wanita 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5%
Pekerja Seks setahun
terakhir
Rata-rata durasi
7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
membeli seks (tahun)
Persentase laki-laki
80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80%
dewasa yang disunat

TABEL 3.7. Pelanggan WPS – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Pelanggan Wanita
Pekerja Seks / populasi 100 101 103 104 105 105 106 107 107
(dalam ribuan)
Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang
mengunjungi Wanita 8,6% 8,5% 8,5% 8,4% 8,3% 8,2% 8,2% 8,1% 8,0%
Pekerja Seks setahun
terakhir
Rata-rata durasi
5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0
membeli seks (tahun)
Persentase laki-laki
16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7%
dewasa yang disunat

Populasi yang melakukan seks kasual


Untuk tiga parameter di bawah ini, informasi dari beberapa sumber
dipertimbangkan, tetapi jika tidak ada data langsung, estimasi parameter
didasarkan pada asumsi yang kuat.

Persentase laki-laki dan wanita yang melakukan


seks kasual setahun terakhir
Persentase penggunaan kondom dalam seks kasual
Rata-rata jumlah kontak seksual setahun terakhir

Nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam AEM tertera dalam Tabel 3.8 dan
3.9 di bawah ini.

26
Metodologi

TABEL 3.8. Populasi yang Melakukan Seks Kasual – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Persentase laki-laki
yang melakukan seks 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8%
kasual setahun terakhir
Persentase wanita yang
melakukan seks kasual 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0%
setahun terakhir
Persentase
penggunaan kondom 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2%
dalam seks kasual
Rata-rata jumlah kontak
seksual setahun 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0
terakhir (laki-laki)

TABEL 3.9. Populasi yang Melakukan Seks Kasual – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Persentase laki-laki
yang melakukan seks 22,5% 18,8% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0%
kasual setahun terakhir
Persentase wanita yang
melakukan seks kasual 7,5% 6,3% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
setahun terakhir
Persentase
penggunaan kondom 19,8% 23,5% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1%
dalam seks kasual
Rata-rata jumlah kontak
seksual setahun 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
terakhir (laki-laki)

Hubungan seksual dengan suami/istri dan pasangan tetap


Untuk dua parameter di bawah ini, tidak ada data baru yang tersedia untuk
pembaruan data 2020, dan dengan demikian estimasi parameter non-Papua dari
pembaruan epidemi 2016 dipertahankan.

Jumlah kontak seksual dengan suami/istri atau pasangan tetap


Persentase penggunaan kondom dengan suami/istri atau pasangan tetap

Untuk Papua, kami menggunakan data dari STBP Populasi Umum Papua 2013
untuk menetapkan parameter ini. Jumlah kontak seksual dengan suami/istri atau
pasangan tetap per minggu adalah 1,2 dan persentase penggunaan kondom
dengan suami/istri atau pasangan tetap adalah 3,4%, menggunakan data
penggunaan kondom dalam hubungan suami istri dari STBP Papua 2013.

27
Metodologi

Prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) pada populasi orang dewasa


Tidak ada data andal yang tersedia tentang prevalensi IMS pada populasi umum di
Indonesia. Sebagai input ke dalam AEM, prevalensi gonore yang diamati di antara
Penasun digunakan sebagai proksi untuk prevalensi IMS populasi umum (0,8%)
untuk non-Papua. Untuk Papua, di mana data IMS untuk Penasun tidak tersedia,
kami menyesuaikan estimasi nasional prevalensi IMS gonore dengan rasio
prevalensi sifilis populasi umum Laki-Laki dan wanita di Papua/non-Papua untuk
menghasilkan estimasi prevalensi gonore untuk populasi umum Papua.

TABEL 3.10. Suami/Istri dan Pasangan Tetap– Non-Papua

Hubungan seksual
dengan suami/istri 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
atau pasangan tetap
Jumlah kontak seksual
dengan suami/istri atau
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
pasangan tetap (per
minggu)
Persentase
penggunaan kondom
1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3%
dengan suami/istri atau
pasangan tetap
Prevalensi IMS di
0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8%
populasi dewasa

3.5.3. Lembar Pengguna Napza Suntik (Penasun)

Lembar ini hanya diisi untuk mengestimasikan dan memproyeksikan dalam


pemodelan non-Papua dan dibiarkan kosong untuk pemodelan Tanah Papua. Jumlah
wanita penasun di Indonesia dianggap cukup kecil sehingga mereka tidak akan
memiliki dampak besar pada epidemi HIV di Indonesia, dan karenanya tidak
diperhitungkan dalam pembaruan data epidemi.

Perilaku Menyuntik Penasun Laki-Laki


Persentase populasi laki-laki dewasa yang menyuntikkan napza
Parameter ini diestimasikan dalam pembaruan jumlah populasi kunci 2019. Ini
memberikan numerator parameter, yang kemudian dibagi dengan estimasi jumlah
laki-laki usia 15-19 tahun (lihat Tabel 3.11).

28
Metodologi
Enam (6) parameter berikut tetap tidak berubah dari nilai-nilai yang
digunakan dalam pembaruan data epidemi 2016.

Persentase penasun laki-laki dalam jaringan berisiko tinggi


Mortalitas penasun (angka kematian kasar per tahun dalam%)
Persentase penyuntikan yang dibagi bersama (di antara mereka
yang berbagi)
Jumlah penyuntikan per hari
Rata-rata durasi perilaku menyuntik (dalam tahun)
Peralihan dari berbagi (sharing) menjadi tidak berbagi (non-
sharing) jarum suntik per tahun
Persentase penasun yang berbagi jarum suntik

Parameter ini diperbarui berdasarkan data dari STBP 2018/19. Lihat Tabel
3.11 untuk estimasi 2015 dan estimasi parameter yang diperhalus
(smoothed) dari 2011 hingga 2019.

TABEL 3.11. Perilaku Menyuntik Penasun Laki-Laki – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Penasun Laki-Laki –
Perilaku Menyuntik / 73,8 74,3 61,0 47,4 33,5 33,8 34,0 34,3 34,5
populasi
Persentase laki-laki usia 15-
0,11% 0,11% 0,09% 0,07% 0,05% 0.05% 0.05% 0.05% 0.05%
49 tahun yang penasun
Persentase penasun laki-
laki dalam jaringan risiko 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0%
tinggi
Kematian penasun (angka
kematian kasar per tahun 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
dalam %)
Persentase peasun laki-laki
42,0% 37,2% 32,4% 27,7% 22,9% 19,8% 16,6% 13,5% 10,4%
yang berbagi jarum suntik
Persentase penyuntikan
yang dibagi bersama (di 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0%
antara mereka yang berbagi)
Jumlah penyuntikan per
1,6 1,6 1,6 2,0 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3
hari
Rata-rata durasi perilaku
14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0
menyuntik (dalam tahun)
Peralihan dari berbagi
menjadi tidak-berbagi jarum 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0%
suntik per tahun

29
Metodologi
Perilaku Seksual Penasun Laki-Laki
Tujuh parameter berikut tidak berubah sejak pembaruan data epidemi
2016 - lihat Tabel 3.12 di bawah ini.
Persentase penasun laki-laki yang mengunjungi wanita pekerja seks
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks kelompok 1
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks kelompok 2
Persentase penggunaan kondom dengan suami/istri atau pasangan tetap
Jumlah kontak dengan pasangan tetap (per minggu)

TABEL 3.12. Perilaku Seksual Penasun Laki-Laki – Non-Papua

Penasun Laki-Laki –
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perilaku Seksual
Persentase penasun laki-
laki yang mengunjungi 24,2% 22,0% 19,8% 17,7% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5%
WPS
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 55,8% 56,3% 56,8% 57,4% 57,9% 57,9% 57,9% 57,9% 57,9%
kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 44,6% 45,1% 45,5% 45,9% 46,3% 46,3% 46,3% 46,3% 46,3%
kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4%
suami/istri atau
pasangan tetap
Jumlah kontak dengan
pasangan tetap (per 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
minggu)

3.5.4. Lembar Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL)

Lembar ini mengumpulkan data yang terkait dengan jumlah dan perilaku
berisiko serta perilaku pencarian kesehatan oleh LSL di provinsi non-
Papua. Oleh karena tidak ada data memadai tentang LSL di Papua maka
LSL di Papua tidak dimasukkan dalam pembaruan data epidemi. Ukuran
populasi LSL di Papua dengan demikian diatur ke angka nol dalam AEM.

30
Metodologi
LSL Umum
Persentase laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual sejenis
Numerator untuk parameter ini disediakan oleh pembaruan data estimasi
jumlah populasi kunci 2019. Denominatornya adalah estimasi jumlah laki-laki
usia 15-19 tahun di 2019 dari proyeksi populasi resmi BPS. Lihat Tabel 3.13.

Persentase LSL yang berada dalam kategori risiko "lebih tinggi"


dan "lebih rendah" (Kategori risiko 1 dan 2)
Seperti halnya WPS, AEM membagi LSL menjadi dua kelompok: LSL dengan
risiko yang lebih tinggi dan lebih rendah. LSL "yang dapat dijangkau",
kadang-kadang merujuk pada LSL "terlihat", adalah mereka yang sering
mengunjungi lokasi umum untuk mencari dan bertemu pasangan seks, dan
dengan demikian dapat dihubungi melalui penjangkauan tatap muka dan
dapat "ditangkap" dalam kegiatan pemetaan populasi kunci. Tempat-tempat
yang sering mereka kunjungi adalah lokasi-lokasi yang cenderung ditangkap
dalam pemetaan populasi kunci. Kelompok LSL ini telah digunakan dalam
pembaruan data epidemi sebelumnya sebagai proksi untuk LSL berisiko
tinggi (misalnya LSL Kelompok 1 di AEM). LSL “Tidak Terjangkau” adalah
LSL yang cenderung tidak ditemukan di lokasi publik tersebut dan cenderung
mencari pasangan seks melalui internet atau melalui jaringan pribadi dan
digunakan sebagai proksi untuk LSL Kelompok 2 di AEM (misalnya LSL risiko
lebih rendah). Proporsi LSL yang termasuk dalam dua kategori ini
diestimasikan dari pertanyaan dalam STBP 2918/19. Lihat Tabel 3.13.
Peralihan antara kategori risiko "lebih tinggi“ dan "lebih rendah"
(persentase)
Tidak ada data baru yang tersedia untuk parameter ini, dan dengan demikian
tetap tidak berubah dari pembaruan data epidemi terakhir (10%).

TABEL 3.13. Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) Umum – Non-Papua

Lelaki Seks dengan


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Lelaki – Umum
Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang
memiliki perilaku 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7%
hubungan seksual
sejenis
Persentase LSL di
66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0%
kelompok berisiko 1
Peralihan dari LSL
kelompok 1 ke 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0%
kelompok 2

31
Metodologi

Perilaku Berisiko LSL


Tiga parameter berikut tidak berubah sejak pembaruan data epidemi 2016
untuk kedua kategori LSL - lihat Tabel 3.14 di bawah ini.
Persentase melakukan seks anal dalam setahun terakhir - LSL
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (di kalangan mereka
yang melakukan seks anal) - LSL
Rata-rata durasi perilaku hubungan seksual sejenis (tahun) – LSL
Persentase LSL dengan pasangan wanita

Data STBP 2018/19 menunjukkan penurunan berkelanjutan dalam


persentase LSL risiko tinggi yang berhubungan seksual dengan pasangan
wanita maupun laki-laki, meskipun sedikit, mencapai 25,7% pada 2019.
Tren 2007-2019 diperhalus berdasarkan data STBP selama tahun-tahun
tersebut.
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan LSL
Data STBP 2018/19 menunjukkan peningkatan berkelanjutan dalam
persentase LSL yan menggunakan kondom saat berhubungan seks anal.
Data 2018/19 menunjukkan bahwa persentase ini telah meningkat menjadi
69,0% pada 2019 di antara kedua kelompok LSL. Tren 2007-2019 diperhalus
berdasarkan data STBP selama tahun-tahun tersebut.

Prevalensi IMS di kalangan LSL


Prevalensi IMS (gonore) di kalangan LSL yang dapat dijangkau pada tahun
2015 diestimasikan dari STBP 2015 sebagai rata-rata yang dibobotkan dari
angka prevalensi LSL yang dapat dijangkau di kota / kabupaten yang lebih
besar dan lebih kecil, dengan estimasi jumlah populasi kunci tahun 2016
yang digunakan sebagai angka pembobot. Prosedur ini menghasilkan
estimasi untuk 2019 sebesar 18% bagi LSL Kelompok 1 dan 6,1% bagi LSL
Kelompok 2.

32
Metodologi

Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL)


TABEL 3.14. Kelompok 1 & 2 – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Lelaki Seks dengan
Lelaki kelompok 1 309,3 312,8 316,1 319,2 322,0 324,8 327,4 329,7 332,0
(LSL1) / populasi
Persentase LSL yang
melakukan seks anal 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7%
setahun terakhir - LSL1
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir (di
kalangan mereka yang 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
melakukan seks anal) -
LSL1
Rata-rata durasi perilaku
hubungan seksual 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0
sejenis (tahun) - LSL1
Persentase LSL1 dengan
40,2% 39,1% 38,0% 33,2% 28,5% 27,8% 27,1% 26,4% 25,7%
pasangan wanita
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal 55,5% 58,3% 61,2% 64,1% 67,0% 67,5% 68,0% 68,5% 69,0%
dengan LSL1
Prevalensi IMS di
18% 18% 18% 18% 18% 18% 18% 18% 18%
kalangan LSL1
Lelaki Seks dengan
Lelaki kelompok 2 159,3 161,1 162,8 164,4 165,9 167,3 168,6 169,9 171,0
(LSL2) / populasi
Persentase LSL yang
melakukan seks anal 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3%
setahun terakhir – LSL2
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir (di
kalangan mereka yang 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
melakukan seks anal) –
LSL2
Rata-rata durasi perilaku
hubungan seksual 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0
sejenis (tahun) – LSL2
Persentase MSM2
48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8%
dengan pasangan wanita
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal 53,5% 56,3% 59,1% 61,9% 64,7% 65,1% 65,6% 66,1% 66,6%
dengan LSL2
Prevalensi IMS di
6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1%
kalangan LSL2

33
Metodologi

LSL mengunjungi pekerja seks


Delapan (8) parameter tidak mengalami perubahan dari yang digunakan dalam
pembaruan data epidemi terakhir. Lihat Tabel 3.15 untuk nilai input AEM.
Persentase LSL yang dapat dijangkau yang mengunjungi pekerja seks
laki-laki
Persentase LSL yang tidak terjangkau yang mengunjungi pekerja seks
laki-laki
Rasio frekuensi mengunjungi WPS (LSL yang tidak terjangkau / LSL
yang dapat dijangkau
Persentase LSL yang dapat dijangkau yang mengunjungi wanita
pekerja seks
Persentase LSL yang tidak dapat dijangkau yang mengunjungi wanita
pekerja seks
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pekerja
seks laki-laki
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks
kelompok 1 (WPS1)
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks
kelompok 2 (WPS2)

Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) yang


TABEL 3.15. Mengunjungi Pekerja Seks – Non-Papua

LSL mengunjungi
pekerja seks (laki- 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
laki dan wanita)
Persentase LSL1 yang
mengunjungi pekerja 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7%
seks laki-laki
Persentase LSL2 yang
mengunjungi pekerja 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7%
seks laki-laki
Rasio frekuensi
mengunjungi pekerja
seks laki-laki 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
(kelompok 2 /
kelompok 1)
Persentase LSL1 yang
10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2%
mengunjungi WPS
Persentase LSL2 yang
10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2%
mengunjungi WPS

34
Metodologi

... 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Persentase
penggunaan kondom
dalam seks anal 55,5% 58,3% 61,2% 64,1% 67,0% 67,5% 68,0% 68,5% 69,0%
dengan pekerja seks
laki-laki
Persentase
penggunaan kondom
59,4% 60,8% 62,3% 63,7% 65,1% 65,0% 64,9% 64,7% 64,6%
dengan WPS kelompok
1 (WPS1)
Persentase
penggunaan kondom
44,6% 46,5% 48,4% 50,2% 52,1% 52,0% 51,9% 51,8% 51,7%
dengan WPS kelompok
2 (WPS2)

Berdasarkan data STBP 2015 yang mengindikasikan angka penggunaan


kondom yang naik lebih banyak atau lebih sedikit dibandingkan dengan
putaran STBP sebelumnya, nilai-nilai untuk tiga parameter ditetapkan untuk
mencerminkan tren ini (meskipun tren hanya sedikit mengalami peningkatan):

Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pekerja


seks laki-laki
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks
kelompok 1 (WPS1)
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks
kelompok 2 (WPS2)

Pekerja Seks Laki-Laki


Tidak ada perubahan yang dilakukan pada delapan (8) parameter berikut dari
yang digunakan dalam pembaruan data epidemi terakhir, oleh sebab itu tidak
mengalami perubahan. Lihat Tabel 3.16 untuk nilai input AEM.
Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang menjual seks
Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun)
Peralihan dari LSL1 menjadi Pekerja Seks Laki-Laki
Peralihan dari LSL2 menjadi Pekerja Seks Laki-laki
Persentase Pekerja Seks Laki-Laki yang melaporkan seks anal dengan
pelanggan setahun terakhir
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (untuk Pekerja Seks Laki-
Laki yang melakukan anal seks)
Persentase Pekerja Seks Laki-Laki yang mengunjungi WPS setahun
terakhir
Persentase Pekerja Seks Laki-Laki dengan pasangan tetap wanita
dalam setahun terakhir

35
Metodologi

TABEL 3.16. Pekerja Seks Laki-Laki – Non-Papua

Pekerja Seks Laki-


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Laki

Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03%
menjual seks
Rata-rata durasi
menjual seks (dalam 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7
tahun)
Peralihan dari LSL1
menjadi Pekerja Seks 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0%
Laki-Laki
Peralihan dari LSL2
menjadi Pekerja Seks 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
Laki-Laki
Persentase Pekerja
Seks Laki-Laki yang
melaporkan seks anal 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0%
dengan pelanggan
setahun terakhir
Jumlah kontak seks
anal seminggu terakhir
(untuk pekerja seks 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52
laki-laki yang
melakukan seks anal)
Prevalensi IMS di
kelompok pekerja seks 24,0% 24,4% 24,8% 25,6% 26,5% 26,5% 26,5% 26,5% 26,5%
laki-laki
Persentase pekerja
seks laki-laki yang
23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2%
mengunjungi WPS
setahun terakhir
Persentase pekerja
seks laki-laki dengan
48,6% 44,4% 40,2% 40,7% 41,2% 41,2% 41,2% 41,2% 41,2%
pasangan tetap wanita
setahun terakhir

Prevalensi IMS di kalangan Pekerja Seks Laki-Laki


Prevalensi IMS (gonore) di antara Pekerja Seks Laki-Laki pada tahun 2019
diestimasikan dari STBP 2018/19 menjadi 26,5%, terus mengalami sedikit
peningkatan dari waktu ke waktu.

36
Metodologi

3.5.5. Lembar Waria

Populasi Waria - umum


Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang waria
Parameter ini dihitung dengan menggunakan estimasi jumlah populasi dari
pembaruan data 2019 sebagai numerator dan estimasi resmi BPS tentang
jumlah laki-laki usia 15-40 tahun sebagai denominator. Ini menghasilkan
estimasi 0,05% untuk 2019 (Tabel 3.17).

Tidak ada perubahan yang dilakukan pada tiga (3) parameter berikut dari yang
digunakan dalam pembaruan data epidemi terakhir, dan oleh sebab itu tidak
mengalami perubahan. Lihat Tabel 3.17 untuk nilai input AEM.

Persentase waria yang menjual seks


Persentase waria yang melakukan seks kasual tetapi bukan menjual seks
Persentase waria yang hanya memiliki pasangan tetap

TABEL 3.17. Waria Umum – Non-Papua

Populasi Waria –
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Umum

Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05%
waria
Persentase waria yang
75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9%
menjual seks
Persentase waria yang
melakukan seks kasual
10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0%
tetapi bukan menjual
seks
Persentase waria yang
hanya memiliki 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1%
pasangan tetap

37
Metodologi

Pekerja Seks Waria – Perilaku Seksual


Tidak ada perubahan yang dilakukan pada enam (6) parameter berikut dari
yang digunakan dalam pembaruan data epidemi 2016. Lihat Tabel 3.18 untuk
nilai input AEM.

Persentase pekerja seks waria yang melakukan seks anal dengan


pelanggan
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir dengan pelanggan (bagi
mereka yang melakukan seks anal)
Persentase kontak seks anal dengan pelanggan yang reseptif
Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun)
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pelanggan
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pelanggan
IMS anal (%) di kalangan waria yang menjual seks

TABEL 3.18. Perilaku Seksual Waria– Non-Papua

Pekerja Seks Waria –


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perilaku Seksual

Persentase pekerja
seks waria yang
95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
melakukan seks anal
dengan pelanggan
Jumlah kontak seks
anal seminggu terakhir
dengan pelanggan 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0
(bagi mereka yang
melakukan seks anal)
Persentase kontak
seks anal dengan
90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
pelanggan yang
reseptif
Rata-rata durasi
menjual seks (dalam 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8
tahun)
Persentase
penggunaan kondom
75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0%
dalam seks anal
dengan pelanggan
IMS anal (%) di
kalangan waria yang 26,8% 23,4% 20,1% 17,0% 13,9% 13,9% 13,9% 13,9% 13,9%
menjual seks

38
Metodologi

Hubungan Pekerja Seks Waria – Pelanggan


Tidak ada perubahan yang dilakukan pada empat (4) parameter berikut dari
yang digunakan dalam pembaruan data epidemi 2016. Lihat Tabel 3.19 untuk
nilai input AEM.

Persentase pelanggan waria yang laki-laki heteroseksual berisiko


rendah
Persentase pelanggan waria yang juga pelanggan WPS
Persentase pelanggan waria yang LSL
Persentase pelanggan waria yang penasun laki-laki

TABEL 3.19. Hubungan Waria – Pelanggan – Non-Papua

Hubungan Pekerja
Seks Waria – 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pelanggan
Persentase pelanggan
waria yang laki-laki
81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
heteroseksual berisiko
rendah
Persentase pelanggan
waria yang juga 7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan WPS
Persentase pelanggan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
waria yang LSL
Persentase pelanggan
waria yang penasun 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
laki-laki

Waria yang melakukan Seks Kasual – Perilaku Seksual


Jumlah waria yang berhubungan seksual dengan Pasangan
Kasualnya tetapi tidak menjual seks
Parameter ini diestimasi dengan mengalikan persentase waria yang
melaporkan melakukan hubungan seksual dengan pasangan kasualnya tetapi
tidak menjual seks dalam STBP 2015 dikalikan estimasi jumlah populasi waria
di Indonesia dari pembaruan data jumlah populasi kunci 2016.

STBP 2015 tidak memberikan bukti adanya kebutuhan untuk mengubah enam
(6) parameter berikut dari yang digunakan dalam pembaruan data epidemi
terakhir, oleh sebab itu tidak mengalami perubahan. Lihat Tabel 3.20 untuk nilai
input AEM.

39
Metodologi

Persentase waria dengan pasangan seks kasualnya yang melakukan


seks anal
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (untuk waria yang
berhubungan seks anal dengan pasangan kasualnya)
Persentase kontak seks anal yang reseptif
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal untuk mereka yang
memiliki pasangan kasual
IMS anal (%) di kalangan waria yang memiliki pasangan kasual
Persentase peralihan tahunan dari waria yang melakukan seks kasual
menjadi waria yang hanya bersama pasangan tetap

Waria yang Melakukan Seks Kasual – Perilaku


TABEL 3.20. Seksual – Non-Papua

Waria yang
Melakukan Seks
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kasual – Perilaku
Seksual
Persentase waria
dengan pasangan seks
95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
kasualnya yang
melakukan seks anal
Jumlah kontak seks
anal seminggu terakhir
(untuk waria yang
1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
berhubungan seks anal
dengan pasangan
kasualnya)
Persentase kontak
90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
seks anal yang reseptif
Persentase
penggunaan kondom
dalam seks anal untuk 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3%
mereka yang memiliki
pasangan kasual
IMS anal (%) di
kalangan waria yang
8,92% 7,80% 6,69% 5,66% 4,63% 4,63% 4,63% 4,63% 4,63%
memiliki pasangan
kasual
Persentase peralihan
tahunan dari waria
yang melakukan seks
20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0%
kasual menjadi waria
yang hanya bersama
pasangan tetap

40
Metodologi

Hubungan Pekerja Seks Waria – Pasangan untuk mereka


yang memiliki pasangan kasual
STBP 2015 tidak memberikan bukti adanya kebutuhan untuk mengubah
empat (4) parameter berikut dari yang digunakan dalam pembaruan data
epidemi terakhir, oleh sebab itu tidak mengalami perubahan. Lihat Tabel
3.21 untuk nilai input AEM.
Persentase pasangan seks anal yang merupakan laki-laki heteroseksual
risiko rendah
Persentase pasangan seks anal yang juga pelanggan wanita pekerja seks
Persentase pasangan seks anal yang LSL
Persentase pasangan seks anal yang penasun Laki-Laki (dihitung dari 3
baris sebelumnya)

Hubungan Pekerja Seks Waria – Pasangan untuk mereka


TABEL 3.21. yang memiliki pasangan kasual - Non-Papua

Hubungan Pekerja
Seks Waria –
Pasangan untuk
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
mereka yang
memiliki pasangan
kasual
Persentase pasangan
seks anal yang
merupakan laki-laki 81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
heteroseksual risiko
rendah
Persentase pasangan
seks anal yang juga
7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan wanita
pekerja seks
Persentase pasangan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
seks anal yang LSL
Persentase pasangan
seks anal yang 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
penasun Laki-Laki

Waria dengan Pasangan Tetap – Perilaku Seksual


Jumlah waria dengan pasangan tetap saja

Parameter ini diestimasi dengan mengalikan persentase waria yang


melaporkan memiliki pasangan tetap tetapi tidak menjual seks atau memiliki
pasangan kasual di STBP 2015 dikalikan estimasi jumlah populasi waria di
Indonesia dari pembaruan jumlah populasi kunci 2016.

41
Metodologi

Tidak ada perubahan yang dilakukan pada lima (5) parameter berikut dari
yang digunakan dalam pembaruan epidemi 2016. Lihat Tabel 3.22 untuk nilai
input AEM.

Persentase waria dengan pasangan tetap yang melakukan seks anal


Jumlah kontak seks anal dengan pasangan tetap seminggu terakhir
(untuk waria yang melakukan seks anal dengan pasangan tetap)
Persentase kontak seks anal dengan pasangan tetap yang reseptif
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pasangan tetap
IMS anal (%) di antara waria yang hanya memiliki pasangan tetap

Waria dengan Pasangan Tetap – Perilaku


TABEL 3.22. Seksual – Non-Papua

Waria dengan
Pasangan Tetap – 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perilaku Seksual
Persentase Waria
dengan pasangan tetap
95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
yang melakukan seks
anal
Jumlah kontak seks
anal dengan pasangan
tetap seminggu
terakhir (untuk waria 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
yang melakukan seks
anal dengan pasangan
tetap)
Persentase kontak seks
anal dengan pasangan 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
tetap yang reseptif
Persentase
penggunaan kondom
18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8%
dalam seks anal
dengan pasangan tetap
IMS anal (%) di antara
waria yang hanya
4,46% 3,90% 3,35% 2,83% 2,31% 2,31% 2,31% 2,31% 2,31%
memiliki pasangan
tetap

42
Metodologi

Hubungan Pekerja Seks Waria –Pasangan Tetap


(jumlah hingga 100%)
Tidak ada perubahan yang dilakukan pada empat (4) parameter berikut dari
yang digunakan dalam pembaruan data epidemi 2016. Lihat Tabel 3.23 untuk
nilai input AEM.
Persentase pasangan seks anal yang merupakan laki-laki heteroseksual
risiko rendah
Persentase pasangan seks anal yang juga pelanggan wanita pekerja seks
Persentase pasangan seks anal yang LSL
Persentase pasangan seks anal yang penasun laki-laki (dihitung dari 3
baris sebelumnya)

Hubungan Pekerja Seks Waria dengan


TABEL 3.23. Pasangan Tetap – Non-Papua

Hubungan Pekerja
Seks Waria – 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pasangan Tetap
Persentase pasangan
seks anal yang
merupakan laki-laki 81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
heteroseksual risiko
rendah
Persentase pasangan
seks anal yang juga
7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan wanita
pekerja seks
Persentase pasangan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
seks anal yang LSL
Persentase pasangan
seks anal yang 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
penasun laki-laki

3.5.6. Lembar Epidemi


Lembar ini berisi data yang terkait dengan IMS dan HIV AIDS. Data-data ini
umumnya sangat terbatas dan sulit diakses. Oleh karena itu data seperti
distribusi IMS berdasarkan kelompok usia dan kemungkinan penularan dari ibu
ke anak diambil dari negara Asia Tenggara lainnya (Thailand). Data kesuburan
berdasarkan kelompok umur diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2017, sedangkan data tentang kemungkinan penularan HIV
dari populasi berisiko tinggi dan tahun awal epidemi adalah hasil penyesuaian
modeling dengan data surveilans HIV yang ada.

43
Metodologi

3.5.7. Lembar Kerja Prevalensi HIV


Lembar ini berisi data prevalensi HIV populasi berisiko tinggi di 32 provinsi non-
Papua (dalam agregat) dan Tanah Papua. Data-data yang berasal dari survei
STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015 dan 2018/19. Data prevalensi HIV populasi
umum juga tersedia untuk Tanah Papua tahun 2006 dan 2013.

Estimasi prevalensi 2019 untuk semua populasi kunci dihasilkan sebagai rata-
rata terbobot (weighted average) dari estimasi prevalensi HIV tingkat kabupaten
dari STBP 2018/19, di mana pembobotnya adalah estimasi jumlah populasi
kabupaten untuk berbagai populasi kunci. Untuk kabupaten yang tidak mengarah
ke estimasi dari STBP 2018/19, nilai rata-rata dari kabupaten yang lebih kecil
dimasukkan dan membobot estimasi jumlah populasi yang relevan. Estimasi
prevalensi sub-nasional yang sudah dibobot kemudian dikumpulkan untuk
menghasilkan estimasi nasional. Prosedur ini dijelaskan secara lebih rinci dalam
Lampiran 1. Nilai input AEM untuk non-Papua ditunjukkan pada Tabel 3.24. Untuk
Papua, data prevalensi dikumpulkan dalam STBP 2018/19 hanya untuk pekerja
seks langsung di Kota Jayapura, hanya satu dari 40 kabupaten di provinsi Papua
dan Papua Barat. Oleh karena data ini dianggap tidak “mewakili” Tanah Papua,
maka data tersebut tidak digunakan dalam pembaruan epidemi tahun 2020.
Sebagai gantinya, digunakan nilai terbaru yang ditunjukkan pada Tabel 3.25.

TABEL 3.24. Prevalensi HIV Populasi Kunci – Non-Papua

2007 2009 2011 2013 2015 2019


WPS Langsung 5,94% 5,97% 6,03% 6,11% 6,13% 2,20%

WPS Tidak Langsung 2,19% 2,22% 2,26% 1,60%

Pengguna Napza Suntik 36,06% 33,93% 32,36% 31,47% 28,79% 14,70%

Lelaki Seks dengan Lelaki 3,22% 4,75% 6,36% 13,23% 20,25% 21,90%

Pekerja Seks Laki-Laki 7,55% 6,38% 15,44% 12,96% 30,71% 25,27%

Waria 12,70% 12,70% 12,70% 12,70% 12,70% 12,70%

Prevalensi HIV Populasi Kunci dan


TABEL 3.25. Populasi Umum – Papua

2006 2007 2009 2011 2013 2015


WPS Langsung 17,70% 17,91% 17,57% 16,72% 15,92%

WPS Tidak Langsung 7,00%

Populasi Umum Laki-Laki 2,90% 2,30%

Populasi Umum Wanita 1,80% 2,20%

44
Metodologi

3.5.8. Lembar Orang Dewasa yang menerima ART


Lembar ini mengumpulkan data tentang jumlah orang dewasa yang menerima
ART, secara total dan menurut populasi kunci. Sumber input data ke dalam AEM
adalah catatan program Kementerian Kesehatan. Nilai input dari 2009-2019
ditunjukkan pada Tabel 3.26 dan 3.27 di bawah ini.

TABEL 3.26. Jumlah Orang Dewasa yang Menerima ART – Non-Papua

Jumlah orang
dewasa yang 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
menerima ART
Laki-Laki 10.154 12.421 14.956 18.266 21.721 27.513 34.536 44.224 53.299 63.960 77.193

Wanita 4.785 6.112 7.663 9.779 11.628 16.288 20.446 23.964 28.334 33.149 38.307

TOTAL 14.939 18.533 22.619 28.044 33.349 43.801 54.982 68.188 81.633 97.109 115.500

TABEL 3.27. Jumlah Orang Dewasa yang Menerima ART – Papua

Jumlah orang
dewasa yang 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
menerima ART
Laki-Laki 267 417 693 978 1.279 2.005 2.484 2.858 2.650 3.160 3.288

Wanita 267 417 714 1.113 1.539 2.441 3.025 3.672 3.599 4.315 4.461

TOTAL 534 834 1.407 2.091 2.818 4.446 5.509 6.530 6.249 7.475 7.749

45
Metodologi

3.6. Proses Proyeksi - Spectrum


Hasil AEM yang diperoleh seperti dijelaskan di atas kemudian digunakan
sebagai input untuk rangkaian software Spectrum untuk memproyeksikan
beberapa konsekuensi dari insiden HIV dan estimasi prevalensi AEM.
Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, dua (2) model kebijakan Spectrum
digunakan: Demographic Projection (DemProj) dan AIDS Impact Model (AIM).

Proyeksi demografis dalam Spectrum mengandalkan data Proyeksi Penduduk


Indonesia dari Badan Pusat Statistik untuk 2000-2025. Sumber input data
demografis ke dalam modul Spectrum DemProj adalah sebagai berikut:
 Jumlah dan komposisi populasi: Data demografis yang sama yang
digunakan dalam AEM dimasukkan ke dalam AIM.

 Harapan hidup diestimasikan dari tabel model umur yang dimasukkan ke


dalam modul Spectrum DemProj.

 Nilai untuk Angka Kesuburan Khusus Umur atau Age Specific Fertility
Rate (ASFR), Angka Kesuburan Total atau Total Fertility Rate (TFR) dan
Rasio Jenis Kelamin dari Kelahiran atau Sex Ratio of Births (SRB)
semuanya berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012 dan Proyeksi Penduduk Indonesia Badan Pusat Statistik
2000-2025.

 Migrasi internasional: Nilai untuk parameter ini ditetapkan berdasarkan


data dari Buku Proyeksi Penduduk BPS 2000-2025.

Data terkait epidemiologi HIV dan AIDS yang digunakan dalam modul
Spectrum AIM diturunkan sebagai berikut:
 Prevalensi HIV di kalangan populasi orang dewasa (15-49 tahun)
menggunakan output dari dua modul AEM (Papua dan Non-Papua) yang
telah dikompilasi.

 Tahun-tahun awal epidemi menggunakan output dari modul AEM Non-


Papua. Modul ini dipilih karena berisi data yang lebih komprehensif
tentang populasi berisiko tinggi daripada Papua dan juga penyesuaian
prevalensi HIV dari hasil surveilans di antara beberapa populasi kunci
yang terkena dampak.

 Perkembangan HIV menjadi AIDS yang membutuhkan ART dan kematian


ODHA karena tidak menerima pengobatan ART ditetapkan, mengikuti
rekomendasi dari UNAIDS, berdasarkan waktu median dari infeksi awal
hingga kematian akibat AIDS tanpa ART. Untuk orang dewasa
diasumsikan 10 tahun (9,6 tahun untuk Laki-Laki dan 10,4 tahun untuk
wanita) dan untuk anak diasumsikan ada perkembangan yang lebih cepat
menuju kematian.

46
Metodologi

 Distribusi usia HIV dan AIDS menurut tahun menggunakan angka-angka


yang disediakan oleh modul AEM-Spectrum untuk negara dengan
epidemi HIV terkonsentrasi pada populasi tertentu.

 Rasio Jenis Kelamin orang dengan HIV dan AIDS dihitung dari distribusi
kasus AIDS yang dilaporkan ke KemKes.

 Rasio Total Tingkat Kesuburan wanita yang terinfeksi HIV dan tidak
terinfeksi HIV menggunakan angka yang disediakan oleh modul
Spectrum AIM.

 Jumlah orang yang hidup dengan HIV (ODHA) yang menerima terapi
antiretroviral diperoleh dari Sub-Direktorat Kesehatan, data pemantauan
AIDS & IMS dari 2005-2015.

Setelah semua data yang diperlukan dimasukkan ke dalam software AIM


Spectrum, AIM menghitung estimasi indikator-indikator utama dampak
epidemi HIV dan membuat proyeksinya. Estimasi tersebut sangat menarik
untuk pembaruan data epidemi HIV 2016.
 Prevalensi HIV untuk populasi usia 15-49 tahun
 Jumlah ODHA, termasuk anak
 Jumlah infeksi baru, termasuk anak
 Cakupan program PPIA
 Cakupan ART, termasuk anak

Perhitungan AIM Spectrum kemudian dibandingkan dengan yang dari AEM,


dan penyesuaian yang dibuat untuk estimasi AIM Spectrum menyebabkan
datanya konsisten dengan estimasi parameter dari AEM. Telah disetujui
bahwa beberapa angka estimasi dan proyeksi dari modul AIM Spectrum tidak
akan dimasukkan dalam laporan ini, seperti dampak epidemi HIV pada
epidemi tuberkulosis dan jumlah anak yang menjadi yatim piatu karena AIDS.
Alasan untuk ini adalah bahwa (1) perhitungan indikator-indikator ini dalam
software Spectrum didasarkan pada studi epidemiologi di Afrika dan (2)
beberapa data yang diperlukan tidak tersedia di Indonesia.

47
Hasil

4. Hasil
4.1. Prevalensi HIV di kalangan Populasi usia
≥ 15 tahun di Indonesia, 2019-2024

Berdasarkan data dan asumsi yang dijelaskan di atas,


estimasi proyeksi AEM menunjukkan bahwa prevalensi
HIV di kalangan populasi usia 15 tahun ke atas adalah
0,27% pada tahun 2019 dan akan turun sedikit menjadi
0,23% pada tahun 2024 (Gambar 4.1).

Estimasi dan Proyeksi Prevalensi HIV di


GAMBAR 4.1. Kelompok Populasi Usia ≥ 15 Tahun di
Indonesia, Tahun 2019-2024 (hasil AEM)

48
Hasil

4.2. Jumlah ODHA populasi kunci, 2019-2024


Tabel 4.1 menampilkan estimasi AEM 2019 dan proyeksi
hingga tahun 2024 dari jumlah orang yang hidup dengan
HIV (ODHA) secara total dan menurut sub-kelompok
populasi. Jumlah ODHA secara keseluruhan diproyeksikan
turun dari 528.268 pada 2019 menjadi 488.822 pada 2024,
penurunan 7,5% dibandingkan dengan jumlah yang
diestimasi pada tahun 2019. Peningkatan jumlah ODHA
diproyeksikan hanya untuk dua sub-kelompok populasi -
LSL dan Pekerja Seks Laki-Laki. Tren yang meningkat
juga diproyeksikan untuk dua sub-kelompok populasi ini
dalam Pembaruan Data Epidemi 2016. Namun, sementara
proyeksi 2016 menunjukkan peningkatan jumlah ODHA di
kalangan wanita non-populasi kunci, pembaruan data 2020
memproyeksikan bahwa jumlah mereka akan turun 6,4%
dari 2019 hingga 2024.

Estimasi dan Proyeksi ODHA menurut


TABEL 4.1. Populasi Kunci Usia ≥ 15 tahun di Indonesia,
Tahun 2019-2024 (hasil AEM)
Jumlah ODHA
Populasi Kunci
2019 2020 2021 2022 2023 2024
WPS 6.861 6.446 6.044 5.661 5.298 4.960
Pelanggan WPS 69.675 64.416 59.343 54.576 50.179 46.176
Laki-laki Risiko Tinggi
yang Berhubungan Seks
70.678 72.377 73.834 75.081 76.184 77.189
dengan Laki-laki
(LSL Kelompok 1)
Laki-laki Risiko Tinggi
yang Berhubungan Seks
16.915 17.740 18.438 19.025 19.533 19.981
dengan Laki-laki
(LSL Kelompok 2)
Pengguna Napza Suntik
6.174 5.623 5.371 5.156 4.966 4.800
(Penasun)
Waria 4.389 4.294 4.175 4.040 3.899 3.759
Pekerja Seks Laki-Laki 5.122 5.156 5.210 5.273 5.338 5.403
Laki-Laki Non-Populasi
159.748 160.035 158.827 156.515 153.448 149.850
Kunci
Wanita Non-Populasi
188.706 189.009 187.641 184.915 181.151 176.704
Kunci
Total 528.268 525.096 518.883 510.243 499.999 488.822

49
Hasil
4.3. Jumlah infeksi baru di kalangan anggota
populasi kunci, 2019-2024
Estimasi jumlah infeksi HIV baru pada tahun 2019 adalah
28.842, turun tajam dari proyeksi jumlah infeksi baru pada
tahun itu dalam Pembaruan Data Epidemi 2016 (45.147)
(Tabel 4.2). Sebagian besar dari infeksi baru ini (88,9%)
diproyeksikan akan terjadi pada empat (4) sub-populasi:
wanita Non-Populasi Kunci (37,0%), LSL (25,1%),
Pelanggan WPS (15,6%) dan laki-laki non-populasi kunci
(11,2%). Estimasi proporsi infeksi baru pada populasi kunci
(vs non-populasi kunci) pada 2019 adalah 55,1%, turun
secara signifikan dari angka 61,6% yang diproyeksikan
untuk tahun 2019 dalam Pembaruan Data Epidemi 2016.

Estimasi dan Proyeksi Infeksi HIV Baru menurut


TABEL 4.2. Populasi Kunci Usia ≥ 15 tahun di Indonesia,
Tahun 2019-2024 (hasil AEM)
Jumlah Infeksi HIV Baru
Populasi Kunci
2019 2020 2021 2022 2023 2024
WPS Risiko Lebih Tinggi
558 482 450 422 396 371
(WPS Kelompok 1)
WPS Risiko Lebih Rendah
769 710 662 619 579 543
(WPS Kelompok 2)
Pelanggan WPS 5.384 4.777 4.467 4.183 3.915 3.664
Laki-laki Risiko Tinggi
yang Berhubungan Seks
6.871 6.663 6.748 6.848 6.938 7.019
dengan Laki-laki (LSL
Kelompok 1)
Laki-laki Risiko Tinggi
yang Berhubungan Seks
420 403 406 410 414 417
dengan Laki-laki (LSL
Kelompok 2)
Pengguna Napza Suntik
397 244 325 344 349 350
(Penasun)
Waria 187 161 157 154 152 150
Pekerja Seks Laki-Laki 1.297 1.266 1.288 1.309 1.327 1.342
Laki-Laki Non-Populasi
2.799 2.698 2.631 2.554 2.465 2.370
Kunci
Wanita Non-Populasi
10.159 9.327 8.801 8.321 7.875 7.468
Kunci
Total 28.842 26.730 25.933 25.166 24.410 23.695

Infeksi HIV baru diproyeksikan menurun antara 2019 dan 2024 di antara
semua sub-kelompok populasi kecuali LSL dan Pekerja Seks Laki-Laki
(Tabel 4.2). Estimasi jumlah infeksi HIV baru tiap tahun untuk kedua
kelompok ini diproyeksikan kira-kira stabil selama periode referensi ini.

50
Hasil

Gambar 4.2 membandingkan Oleh karena itu, hasil pemodelan


tingkat yang diproyeksikan 2020 dianggap memberikan
gambaran yang lebih akurat
dan distribusi infeksi HIV
tentang status epidemi pada suatu
baru hingga tahun 2030 titik waktu tertentu, termasuk
menurut sub-kelompok proyeksi untuk tanggal referensi di
populasi pada pembaruan masa mendatang. Karena fitur ini
data epidemi 2016 dan 2020. dalam AEM, tidaklah tepat untuk
Seperti yang dapat diamati, secara langsung membandingkan
perbedaan utama antara hasil hasil pemodelan yang dilakukan
pembaruan data epidemi 2016 dan pada titik waktu yang berbeda.
2020 menyangkut (1) tingkat infeksi Sebagai ilustrasi, anggaplah
baru setiap tahun dan (2) jumlah seseorang ingin menjawab
infeksi baru yang diproyeksikan pada pertanyaan “seberapa banyak
tahun 2030, tanggal target global jumlah infeksi HIV baru turun
untuk mengakhiri HIV dan AIDS antara 2015 dan 2019?” Tidaklah
sebagai ancaman kesehatan tepat untuk membandingkan
masyarakat. Pengamatan umum estimasi jumlah infeksi baru pada
bahwa infeksi HIV baru saat ini 2015 dari Pembaruan Data
sedang dan diproyeksikan akan Epidemi 2016 (45.147) dengan
terus terkonsentrasi secara tidak Pembaruan Data Epidemi 2020
proporsional di kalangan LSL dan yang menyajikan estimasi jumlah
perempuan non-populasi kunci tidak infeksi baru pada 2019 sebanyak
berubah di dua rangkaian hasil 28.842 karena AEM telah
pembaruan data epidemi. memperbaiki estimasi sebelumnya
berdasarkan pada data terbaru.
Berdasarkan pada data baru yang Sebaliknya, angka yang lebih tepat
tersedia untuk pembaruan data untuk 2015 adalah estimasi revisi
epidemi (yaitu, 2020), AEM sekitar 37.000 dari Pembaruan
menyesuaikan estimasi parameter Data Epidemi 2020.
kunci dari pemodelan epidemi
sebelumnya agar konsisten dengan
data terbaru berdasarkan pada
asumsi bahwa data terbaru
memberikan informasi tentang
evolusi epidemi HIV yang tidak
tersedia dalam pemodelan
sebelumnya.

51
Hasil

Perbandingan Infeksi Baru


GAMBAR 4.2. dari Pemodelan Matematika HIV
Tahun 2016 & 2020, 2000-2030 (hasil AEM)

4.4. Total jumlah ODHA, infeksi baru dan


kematian akibat AIDS
Gambar 4.3 menunjukkan dalam satu gambar proyeksi
AEM untuk jumlah ODHA, infeksi baru dan kematian
terkait AIDS dari tahun 2019 hingga 2024. Jumlah ODHA
usia lebih dari 15 tahun diproyeksikan telah memuncak
dengan jumlah 527.912 ODHA tahun 2019. Sebagaimana
hasil pengamatan, penurunan jumlah ODHA didorong oleh
perbedaan yang semakin besar antara jumlah infeksi baru
dan jumlah kematian akibat AIDS. Sementara jumlah
tahunan infeksi HIV baru diproyeksikan akan terus
menurun antara tahun 2019 dan 2024, jumlah kematian
terkait AIDS diproyeksikan akan terus meningkat selama
periode ini. Peningkatan lebih lanjut dalam cakupan ART
dan kepatuhan minum obat akan diperlukan untuk
membalikkan tren ini.

52
Hasil

Estimasi dan Proyeksi ODHA, Kematian Akibat AIDS


GAMBAR 4.3. dan Infeksi HIV Baru di Kelompok Populasi Usia ≥ 15
Tahun di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

4.5. Cakupan ART di kalangan ODHA dewasa


Jumlah orang berusia ≥ 15 tahun yang membutuhkan ART
diperkirakan 527.912 orang pada 2019. Ini secara
substansial lebih tinggi daripada angka proyeksi 2019 dari
pembaruan data epidemi 2016 yaitu 136.150 orang.
Perbedaannya adalah hasil dari adopsi kebijakan "test and
treat all" oleh Kemenkes. Estimasi kebutuhan ART
diproyeksikan turun sedikit menjadi 486.565 pada tahun
2024 yang mencerminkan baik proyeksi penurunan jumlah
ODHA dan peningkatan cakupan ART. Namun, proyeksi
“baseline” cakupan ART ini masih membuat Indonesia jauh
tertinggal dalam hal cakupan ART dibandingkan negara-
negara sekitar dan belum pada jalurnya untuk mencapai
target Kemenkes yaitu cakupan pengobatan untuk 90%
ODHA pada tahun 2027.

53
Hasil

Estimasi dan Proyeksi ODHA dan Kebutuhan ART di


GAMBAR 4.4. Kelompok Populasi Usia ≥ 15 Tahun di Indonesia,
2019-2024 (hasil Spectrum)

4.6. HIV di kalangan anak


Proyeksi jumlah anak yang hidup dengan HIV dan AIDS
tahun 2019 diproyeksikan menjadi 17.276 pada tahun
2019 dan menurun menjadi 16.692 pada tahun 2024
(Gambar 4.5). Bersamaan dengan itu, jumlah tahunan
infeksi baru di antara anak dan kematian anak terkait AIDS
diproyeksikan menurun yang mencerminkan sedikit
menurunnya prevalensi HIV populasi umum dan dampak
dari upaya program PPIA. Penurunan jumlah kematian
terkait AIDS di kalangan anak diproyeksikan akan mulai
menurun pada tahun 2019 dalam proyeksi pembaruan
data epidemi 2016.

54
Hasil

Estimasi dan Proyeksi ODHA, Kematian Akibat AIDS


GAMBAR 4.5. dan Infeksi HIV Baru di Kelompok Anak Usia 0-14
Tahun di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

4.7. Kebutuhan ART di kalangan Anak


Kebutuhan ART di kalangan anak yang hidup dengan HIV
diestimasikan mencapai 17.276 pada tahun 2019 dan
diproyeksikan menurun menjadi 16.692 pada tahun 2024
(Gambar 4.6), yang mencerminkan penurunan dalam
proyeksi jumlah anak yang hidup dengan HIV dan AIDS.
Namun, tingkat cakupan ART di kalangan anak dan jumlah
anak yang menjalani ART diproyeksikan akan sedikit
menurun selama periode 2019-2024. Cakupan ART anak
diproyeksikan dalam proyeksi awal (baseline) menjadi
hanya 25,3%.

55
Hasil

Estimasi dan Proyeksi ODHA dan Kebutuhan ART di


GAMBAR 4.6. Kelompok Anak Usia 0-14 Tahun di Indonesia, 2019-
2024 (hasil Spectrum)

4.8. Program Pencegahan Penularan HIV


dari Ibu ke Anak (PPIA)
Prevalensi HIV di kalangan ibu hamil diestimasikan
0,21% pada tahun 2019 dan menurun menjadi 0,15%
pada tahun 2024. Estimasi ini jauh lebih rendah dari
0,33% pada tahun 2019 yang diproyeksikan dalam
pembaruan data epidemi 2016.

56
Hasil

Estimasi dan Proyeksi Prevalensi HIV di Kelompok


GAMBAR 4.7. Ibu Hamil di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8, jumlah wanita


hamil yang HIV positif diproyeksikan menurun secara
substansial (sekitar 26%) antara tahun 2019 dan 2024. Di
bawah asumsi dasar tidak ada kenaikan jumlah wanita hamil
yang menerima layanan PPIA, tingkat cakupan PPIA akan
meningkat menjadi 24% pada tahun 2024 tetapi masih jauh
dari tingkat yang dicapai oleh negara-negara sekitar.

Estimasi dan Proyeksi Kebutuhan Layanan PPIA di


GAMBAR 4.8. Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)

57
Referensi

5. Referensi
1. Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2004. Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku 2002-2003
di Indonesia. Jakarta: s.n., 2004.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Laporan Hasil


Studi Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi di Kalangan WPS,
Indonesia 2005. Jakarta: Kemenkes, 2005.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Situasi Perilaku


Berisiko Infeksi HIV di Indonesia, Hasil Survei Surveilans Perilaku
2004-2005. Jakarta: s.n., 2005.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman


Surveilans Sentinel HIV, Surveilans HIV Generasi Kedua. Jakarta:
Kemkes, 2006.

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Perilaku Berisiko


dan Prevalensi HIV di Tanah Papua. 2006. Direktorat Jenderal P2PL,
2007.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Survei Ril


Terpadu Biologi dan Perilaku 2007. Jakarta: Kemkes, 2007.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Survei


Terpadu Biologi dan Perilaku. Direktorat Jenderal P2PL, 2008.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Model Matematika


Epidemi HIV di Indonesia 2008-2014. Direktorat Jenderal P2PL, 2008.

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Estimasi Populasi


Paling Berisiko HIV 2009. Direktorat Jenderal P2PL, 2010.

58
Referensi

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Laporan Hasil


Survei Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi di kalangan WPS di
Kupang, Samarinda, Pontianak, Yogyakarta, Timika, Makassar dan
Tangerang 2006-2007. Jakarta: Kemkes, 2009.

11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Hasil


Survei Terpadu Biologi dan Perilaku 2009. Jakarta: Kemkes, 2011.

12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Hasil


Survei Terpadu Biologi dan Perilaku 2011. Jakarta: Kemkes, 2011.

13. World Health Organization. 2011. Pedoman Surveilans HIV Generasi


Kedua: pembaruan: Ketahui Epidemi Anda. Jenewa: WHO, 2011.

14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. 2012 Estimasi


Populasi Kunci. Jakarta: Kemkes, 2013.

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Laporan Hasil


Survei Terpadu Biologi dan Perilaku 2013. Jakarta: Kemkes, 2014.

16. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Surveilans


Terpadu Biologi & Perilaku (STBP) di Populasi Umum di Tanah Papua,
2013 (Slide PowerPoint).

17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Hasil Survei


Terpadu Biologi dan Perilaku 2015 (Slide PowerPoint)

18. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Draf Laporan


Estimasi Populasi Kunci 2015.

19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. 2018-2019 Survei


Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP). Jakarta: Kemkes.

59
Lampiran

6 . Lampiran
Lampiran 1: Prosedur yang digunakan untuk
membuat estimasi nasional parameter
kunci tahun 2019 dan tren dari waktu
ke waktu untuk input AEM
STBP di Indonesia dari tahun 2007-2015 dirancang sebagai
mekanisme surveilans untuk melacak tren indikator utama di
kota / kabupaten tertentu tempat epidemi HIV dianggap paling
aktif. Desain ini kurang optimal untuk menghasilkan estimasi
nasional yang sebenarnya karena hanya menampilkan data dari
sedikit kota / kabupaten yang dipilih secara sengaja. Namun
demikian, estimasi nasional adalah yang diinginkan untuk
pembaruan data epidemi 2016, dan karenanya pendekatan
estimasi dirancang untuk memungkinkan hal ini dilakukan
sementara pada saat yang sama tetap mempertahankan
mekanisme surveilans yang dimulai dengan STBP 2007.

Strategi pengambilan sampel untuk STBP 2018/19 diubah untuk


memberikan estimasi nasional secara lebih langsung dengan
menggunakan metode sampling probabilitas. Pendekatan ini
memiliki keuntungan memberikan dasar statistik yang lebih kuat
untuk menghitung estimasi nasional, meskipun mekanisme
surveilans telah dipahami secara bersama. Dengan demikian
tantangan untuk pembaruan data epidemi 2020 adalah untuk
merancang pendekatan estimasi yang memaksimalkan
kegunaan data yang tersedia untuk menghasilkan estimasi
nasional yang valid dari parameter utama untuk tahun 2019 dan
mempertahankan sebanyak mungkin kemampuan untuk
melacak tren dari waktu ke waktu.

60
Lampiran

Untuk melakukan ini, digunakan versi modifikasi pendekatan estimasi


dalam pembaruan data epidemi 2016. Pendekatan umum untuk
memperoleh estimasi nasional parameter AEM utama untuk setiap
populasi kunci dalam pembaruan 2016 adalah demi menghasilkan
estimasi terpisah untuk (1) kota / kabupaten tempat data tersedia -
terutama kota / kabupaten yang lebih besar yang telah menjadi fokus
utama upaya pengendalian HIV hingga saat ini, dan (2) kota / kabupaten
tempat data STBP tidak tersedia - terutama kota / kabupaten yang lebih
kecil yang belum dianggap sebagai salah satu kabupaten dengan risiko
tertinggi, dan sebagian besar belum ditargetkan untuk mendapat
dukungan dana GFATM (perhatikan, bahwa beberapa - meskipun
minoritas - kota / kabupaten dalam kelompok ini memang menjadi
penerima dana GFATM). Estimasi parameter rata-rata untuk kota /
kabupaten yang lebih kecil tempat data STBP tersedia digunakan
sebagai pengganti data aktual untuk kota / kabupaten yang tidak memiliki
data STBP. Estimasi nasional kemudian dihitung dengan membobot
estimasi sub kelompok dengan estimasi jumlah populasi kunci dari
pembaruan estimasi tahun 2016 dan menjumlahkannya untuk
menghasilkan angka nasional. Hal ini dilakukan secara terpisah untuk
provinsi non-Papua dan untuk Tanah Papua (dua provinsi), dan dua set
data estimasi kemudian digabungkan.

Prosedur tersebut diilustrasikan di bawah ini dalam indikator “Proporsi


Waria Menggunakan Kondom pada Hubungan Seksual Komersial
Terakhir.” Data STBP tersedia untuk total sembilan (9) kota / kabupaten
pada tahun 2015 (tahun-tahun saat data IBBS tersedia, ditandai dengan
warna kuning). Lima (5) di antaranya berasal dari kota / kabupaten
terbesar yang menjadi fokus paling awal upaya pengendalian HIV di
Indonesia dan tersedia tiga (3) putaran data STBP- tahun 2007, 2011 dan
2015. Data STBP juga tersedia untuk empat (4) kota / kabupaten yang
lebih kecil (2009 dan 2013) yang berada di antara “gelombang” kedua
untuk perhatian prioritas dimulai dengan GFATM Round 9. Estimasi tahun
2015 dari data STBP 2015 ditunjukkan pada kolom “2015” pada tabel.
Estimasi 2015 untuk kota / kabupaten di mana data STBP tidak tersedia
(diberi label "Sisa" dalam tabel) dihitung dengan mengambil rata-rata dari
empat kota / kabupaten lebih kecil. Estimasi nasional untuk tahun 2015
diperoleh dengan mengambil estimasi parameter yang ditunjukkan untuk
tahun 2015, membobotnya dengan estimasi jumlah populasi waria yang
ditampilkan di kolom paling kanan tabel, dan menjumlahkannya untuk
menghasilkan estimasi nasional.

61
Lampiran

Ilustrasi Perhitungan Estimasi Nasional


TABEL A1.1. Proporsi Waria Menggunakan Kondom
Saat Hubungan Seksual Komersial Terakhir

Penggunaan Kondom (Hubungan Seks Terakhir) Estimasi


Kabupaten
2007 2009 2011 2013 2015 (Provinsi)
Jakarta 85,00 86,95 88,89 78,32 67,74 1.103
Kota/Kabupaten Kota/Kabupaten

Kota Bandung 82,00 79,65 77,30 82,59 87,88 4.073


Terbesar

Kota Semarang 68,00 55,16 42,31 34,86 27,40 3.806


Kota Malang 69,00 67,45 65,90 68,37 70,84 3.898
Kota Surabaya 86,00 86,09 86,18 87,64 89,09 370
Kota Palembang 30,86 30,86 46,43 62,00 73,71 1.612
Lebih Kecil

Kota Pontianak 62,61 77,19 83,10 89,00 89,00 1.303


Kota Makassar 47,37 58,40 75,70 93,00 93,00 1.852
Kota Samarinda 30,01 35,47 43,74 52,00 54,50 704
Lainnya 42,71 50,48 62,24 74,00 77,55 20.207
Rata-Rata
53,70 57,25 63,57 71,27 73,43 38.928
Pembobotan

Pembaruan data epidemi 2016 mendapat manfaat dari rangkaian data


yang lebih lama dari kabupaten-kabupaten utama yang dihasilkan dari
STBP 2015 untuk menilai kembali tren parameter-parameter utama
secara lebih formal selama periode 2007-2015 (catatan: 2007 adalah
STBP skala besar pertama yang dilakukan di Indonesia). Tren antara
tanggal-tanggal ini secara matematis “dipermudah” untuk mengurangi
“kerumitan” dalam data yang dihasilkan dari fakta bahwa ukuran
sampel kabupaten populasi kunci dalam setiap putaran STBP adalah
sederhana. Untuk kota / kabupaten yang data STBP 2009 dan / atau
2013 tersedia (tetapi tidak tersedia tahun 2015), level dan tren dari
2007 hingga 2015 diestimasi dengan mengekstrapolasi dan
mengekstrapolasi kembali data STBP yang tersedia dengan
mempertimbangkan tren di kota / kabupaten di mana tiga putaran data
STBP (2007, 2011 dan 2015) tersedia. Estimasi prevalensi HIV untuk
provinsi yang tidak memiliki data STBP maka prevalensinya
diasumsikan mendekati tingkat dan tren di kota / kabupaten lebih kecil
yang sedikitnya tersedia beberapa data.

62
Lampiran
Prosedur yang digunakan dalam pembaruan data epidemi 2020
berbeda dengan yang digunakan dalam pembaruan 2016 untuk dua
hal. Pertama, karena lebih banyak kabupaten yang datanya tersedia
dibandingkan dengan STBP sebelumnya, tingkat estimasi parameter
yang diestimasi untuk kabupaten yang masuk dalam kategori “sisa”
diambil sebagai rata-rata kabupaten baru untuk STBP tahun 2018 / 19,
bukan dari kabupaten-kabupaten yang telah dimasukkan dalam STBP
2009 dan 2013. Alasan untuk ini adalah kabupaten-kabupaten baru
dalam STBP 2018/19 merupakan kabupaten-kabupaten yang lebih kecil
yang dianggap kurang terkena dampak epidemi HIV dan dengan
demikian lebih cenderung untuk mencirikan kabupaten-kabupaten yang
tersisa itu masuk dalam kategori “sisa”. Perbedaan kedua adalah
karena lebih sedikit kabupaten yang pengukuran di tiga atau lebih titik
waktu bisa tersedia, perlu untuk mempertimbangkan semua kabupaten
tersebut secara agregat dalam penilaian tren terlepas dari jumlah
populasi kuncinya.

Lampiran 2: Data
Lampiran ini menyediakan informasi dan pembahasan lebih lanjut
tentang isu-isu yang diuraikan sebelumnya mengenai (1) hasil estimasi
jumlah populasi 2019 dan (2) STBP 2018/19.

Estimasi Jumlah Populasi Kunci

Seperti yang disebutkan sebelumnya dalam laporan, estimasi jumlah


populasi kunci 2019 lebih rendah daripada yang dihasilkan tahun 2016,
terutama dalam jumlah LSL dan pelanggan WPS. Proporsi estimasi
laki-laki yang LSL dari perhitungan estimasi 2019 adalah 0,4%, jauh
lebih rendah dari kisaran 1,2% hingga 3,3% di negara-negara Asia
Tenggara yang dilaporkan dalam meta-analisis global yang dilakukan
oleh Ca’ceres et al (2006). 2
Dalam hal metodologi, pendekatan regresi digunakan dalam
pembaruan 2019, mirip dengan yang digunakan dalam empat (4)
putaran sebelumnya untuk pembaruan jumlah populasi kunci. Variabel
outcome dalam regresi adalah jumlah populasi untuk berbagai
kelompok populasi kunci. Variabel independen atau prediktor adalah
faktor tingkat kabupaten yang dianggap secara statistik terkait dengan
jumlah populasi kunci. Ini termasuk pemetaan data (berbasis hotspot)
dari 90 kabupaten, data program untuk semua kabupaten, dan
karakteristik masyarakat dari Survei Potensi Desa 2018. Rata-rata R-
squared untuk berbagai kelompok populasi kunci adalah sekitar 0,60,
menunjukkan variabel prediktor "menjelaskan" rata-rata sekitar 60%
dari varians dalam variabel outcome. Ini adalah tingkat "ujian
kecocokan" yang dapat diterima dari model regresi untuk keperluan
penyusunan estimasi jumlah populasi kunci.
2Ca´ceres C, K Konda, M Pecheny, A Chatterjee, R Lyerla. Estimating the number of men who

63
have sex with men in low- and middle-income countries. Sex Transm Infect 2006;82(Suppl III):iii3–
iii9. doi: 10.1136/ sti. 2005.019489
Lampiran
Perbedaan utama antara pembaruan 2019 dan perhitungan estimasi
putaran sebelumnya adalah bahwa pada putaran sebelumnya pertama-
tama dihasilkan estimasi tingkat nasional dan kemudian didistribusikan
ke tingkat sub-nasional dalam penyusunan estimasi lanjutan. Dalam
pembaruan tahun 2019, estimasi tingkat kabupaten dihasilkan lebih
dahulu dan kemudian dikumpulkan hingga ke tingkat nasional. Ini
mungkin telah memasukkan beberapa "kerumitan" ke dalam estimasi,
tetapi tidak jelas bahwa perbedaan ini dengan sendirinya memainkan
peran utama dalam menjelaskan perbedaan hasil antara estimasi 2016
dan 2019.

Salah satu sumber bias yang mungkin adalah pendekatan berbasis


"hotspot" yang digunakan dalam kegiatan pemetaan yang dilakukan
untuk memberikan data input perhitungan estimasi. Dalam estimasi
jumlah WPS, banyak area hotspot / hiburan telah ditutup selama 5-10
tahun terakhir, dan akibatnya WPS telah menggunakan cara lain untuk
mencari pelanggan. Dalam estimasi jumlah LSL, karena sentimen anti-
LGBT terjadi dalam beberapa tahun terakhir, ada kemungkinan bahwa
jumlah LSL yang mengunjungi hotspot telah menurun. Dengan
demikian, harapan yang mungkin diterapkan adalah jumlah WPS dan
LSL yang terdeteksi dengan pendekatan pemetaan berbasis hotspot
akan lebih rendah pada 2019 daripada yang diperoleh dalam pemetaan
estimasi sebelumnya karena proporsi yang lebih tinggi dari anggota
“tersembunyi” kedua populasi kunci ini. Namun, jumlah pemetaan 2019
dalam banyak kasus lebih tinggi pada 2019 daripada 2016. Hal ini akan
mendapat manfaat dari pemeriksaan data yang lebih mendekati.

Mungkin masalah utama dengan estimasi jumlah 2019 adalah faktor


"inflasi" yang diterapkan pada estimasi awal untuk setiap populasi kunci
untuk memperhitungkan fakta bahwa beberapa bagian dari populasi
kunci masing-masing disembunyikan dan karenanya tidak
diperhitungkan dalam pemetaan pra-estimasi. Faktor-faktor inflasi yang
akan digunakan diestimasi dari data STBP pada proporsi masing-
masing kelompok populasi kunci yang (1) telah dicapai oleh petugas
penjangkauan pada tahun sebelum survei dan (1) telah dites untuk HIV
pada tahun lalu. Populasi kunci yang belum terjangkau oleh seorang
petugas penjangkau atau dites untuk HIV dianggap “tersembunyi”.
Selain potensi bias dalam estimasi STBP 2018/19 yang digunakan
untuk menghitung faktor-faktor inflasi (lihat di bawah untuk pembahasan
lebih lanjut), ada cara-cara alternatif untuk mengoperasionalkan konsep
penilaian prestasi populasi kunci “tersembunyi”. Misalnya, proporsi
populasi kunci yang tidak pergi ke tempat-tempat umum untuk mencari
pasangan seks / pelanggan. Mengingat pentingnya faktor inflasi untuk
estimasi jumlah akhir, akan lebih bijaksana untuk mengeksplorasi
masalah ini lebih lanjut sebelum menyelesaikan estimasi parameter
dalam pembaruan data epidemi 2020.

64
Lampiran

Pengamatan terakhir pada topik estimasi jumlah populasi kunci


adalah metode alternatif untuk estimasi jumlah populasi kunci yang
bisa digunakan untuk setidaknya melakukan analisis sensitivitas
estimasi 2019 yang tidak dieksplorasi (mungkin karena kendala
waktu). Di antaranya adalah (1) penggunaan metode "Pengali
(Multiplier)" berdasarkan pada STBP dan data program dan (2)
estimasi langsung untuk LSL dan Penasun berdasarkan pada data
STBP / RDS. Oleh karena ada beberapa masalah dalam
implementasi RDS (lihat di bawah untuk perincian lebih lanjut),
implementasi keseluruhan alternatif kedua tidak akan mungkin
dilakukan. Namun, RDS diimplementasikan dengan baik di beberapa
lokasi, dan estimasi alternatif untuk lokasi tersebut dapat digunakan
untuk mendapatkan alasan umum tentang kemungkinan estimasi
populasi kunci yang rendah dalam perhitungan estimasi jumlah
populasi 2019. Misalnya, estimasi untuk Jakarta berdasarkan data
RDS menunjukkan estimasi jumlah populasi untuk LSL yang 29%
lebih tinggi dari estimasi regresi.

STBP 2018/19

Beberapa masalah patut mendapat perhatian yang terkait dengan


STBP 2018/19. Satu hal, yang telah disebutkan sebelumnya
dalam laporan ini, adalah bahwa satu dari 40 kabupaten di Tanah
Papua dimasukkan dalam survei. Ini adalah hasil dari
penggunaan sampling PPS (probability-proportional-to size).
Sementara pengambilan sampel probabilitas dengan PPS
sepenuhnya sesuai untuk survei nasional (dan faktanya ini
adalah kaidah ilmu pengetahuan), mengingat pentingnya Tanah
Papua dalam skenario nasional tentang HIV dan AIDS,
pendekatan pengambilan sampel bertingkat (stratified sampling)
dapat menghindari masalah ini dengan memastikan bahwa
sampel dengan ukuran yang cukup dipilih untuk “mewakili” Tanah
Papua (ini juga bagian dari ilmu pengetahuan). Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, ketersediaan data STBP hanya untuk
satu kabupaten (Kota Jayapura) yang jauh dari “perwakilan”
Tanah Papua sangat membatasi kemampuan perhitungan
pembaruan data epidemi 2020 untuk secara bermakna
memperbarui situasi epidemi di bagian penting negara ini.

65
Lampiran

Masalah kedua menyangkut “penanganan” data untuk WPS dan Waria


yang dikumpulkan menggunakan metode sampling TLS (time location
sampling). TLS adalah prosedur pengambilan sampel dua tahap di
mana sampel “hotspot” atau lokasi lain tempat KAP berkumpul dipilih
pada tahap pertama pemilihan sampel dan pemilihan sampel tahap
kedua berdasarkan pada pencapaian ukuran sampel target yang telah
ditentukan sebelumnya atau perekrutan untuk jangka waktu yang telah
ditentukan sebelumnya (misalnya, empat jam) di semua lokasi sampel.
Pada prinsipnya, jika (1) kerangka pengambilan sampel lokasi di
kabupaten sampel selesai, (2) lokasi / hotspot dipilih PPS, dan (3)
target ukuran sampel diwujudkan pada tahap akhir pemilihan sampel
atau rekrutmen di setiap lokasi dilakukan tepat untuk jangka waktu yang
ditentukan sebelumnya, hasil survei akan menjadi bobot sendiri dan
tidak akan membutuhkan pembobotan sebelum analisis. Jika tidak, data
harus dibobot untuk menghasilkan estimasi yang tidak bias. Dalam
praktiknya, perhatian utama adalah kelengkapan kerangka pengambilan
sampel hotspot atau lokasi lain tempat populasi kunci berkumpul. Ini
khususnya merupakan masalah di Indonesia mengingat penutupan
“lokalisasi,” yang akan mengurangi proporsi semua WPS yang dapat
ditemukan di lokasi sampel. Masalah ini dapat diatasi dengan
membobot estimasi kabupaten berdasarkan pada estimasi jumlah
populasi WPS dan Waria.

Masalah terakhir menyangkut penggunaan RDS di 2018/19 serta STBP


sebelumnya. Dalam STBP 2018/19, dua populasi kunci diambil
sampelnya menggunakan RDS: LSL dan Penasun. Dua hal terkait
implementasi dan satu hal terkait analisis telah diidentifikasi sebagai
masalah. Pertama, sistem manajemen "Kupon" yang digunakan dalam
RDS tampaknya telah diimplementasikan secara tidak terduga, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk menghubungkan perekrutan
dan perekrut selama analisis (suatu hal yang penting dalam RDS).
Kedua, tampaknya pengambilan sampel mungkin telah dihentikan
terlalu dini di banyak lokasi, sehingga rantai rekrutmen tidak mencukupi.
Memiliki rantai rekrutmen yang cukup panjang sangatlah penting agar
estimasi RDS mencapai "keseimbangan.” Jika keseimbangan tidak
tercapai, estimasi RDS akan menjadi bias. Ketiga, software khusus
untuk menganalisis data RDS (mis., RDS Analyst atau RDSAT) tidak
digunakan, kondisi ini menghasilkan potensi bias yang lain. Dalam
RDS, perlu untuk membobot data dengan kebalikan dari ukuran
jaringan responden survei. Kegagalan untuk melakukan ini
menghasilkan estimasi yang bias. Intinya adalah bahwa data RDS
untuk LSL dan Penasun yang dikumpulkan untuk STBP 2018/19 pada
dasarnya adalah sampel "bola salju" tanpa dasar statistik yang formal
untuk analisis dan cenderung menghasilkan estimasi yang bias.

66
Lampiran

Perlu dicatat bahwa (1) pembobotan TLS tidak dilakukan pada dua
STBP sebelumnya (yaitu, pada 2013 dan 2015) dan (2) software RDS
tidak digunakan dalam analisis data RDS dalam STBP 2015. Dengan
demikian, analisis ulang data STBP 2018/19 saja tidak akan dengan
sendirinya menyelesaikan masalah bias terkait tren. Implikasi dari tidak
mengambil tindakan lebih lanjut adalah bahwa interpretasi data tren
STBP akan memerlukan asumsi yang agak kuat bahwa setiap bias
yang ada telah konstan dari waktu ke waktu (yaitu, di seluruh putaran
STBP).

Mengamati masalah-masalah di atas, pertimbangan mungkin diberikan


untuk membentuk kelompok kerja teknis kecil untuk meninjau data dan
menyarankan (dan jika memungkinkan) tindakan korektif untuk
meminimalkan dampak bias yang disebutkan di atas, dengan
penekanan pada memastikan gambaran yang mungkin paling akurat
untuk tren dari waktu ke waktu. Jika waktu dan sumber daya
memungkinkan, perlu dipertimbangkan juga untuk mengumpulkan
beberapa data tambahan untuk melengkapi data yang sudah tersedia.

Lampiran 3: Inventori Input Data ke Lembar Kerja AEM – Pembaruan Data


Epidemi 2014, 2016 dan 2020

Perilaku Heteroseksual dan IMS


Input perilaku ke AEM untuk populasi heteroseksual

No Kategori
1 Wanita Pekerja Seks / populasi (ribuan)
• Baseline 2014:
Input AEM: 2007 = 208,7; 2009 = 215,2; 2011 = 221,6; 2013 = 227,8; dan
2015 = 234,1

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: Non Papua = persentase wanita usia 15-49 tahun yang
menjual seks → 0,33%; populasi wanita usia 15-49 tahun di 2030 →
73.730.400; Papua = persentase wanita usia 15-49 tahun yang menjual seks
→ 0,19%; populasi wanita usia 15-49 tahun di 2030 → 1.346.000
Perhitungan: Populasi WPS untuk Non Papua =
0,33%*73.730.400/1000=243,4; untuk Papua = 0,19%*1.346.000/1000=2,5

67
Lampiran
Input AEM: Non Papua masukkan angka populasi tahun 2030 = 243,4; dan
sisanya → 1975 – 2025 salin rekat transpose (copy paste transpose) dari
lembar kerja populasi AEM; dan 2030, 2035, 2040, 2045 & 2050 lakukan salin
rekat satu per satu; 2007 = 206,8; 2009 = 211,9; 2011 = 216,6; 2013 = 220,9;
2015 = 224,7; dan 2030 = 243,4; Papua masukkan angka populasi tahun 2030
= 2,5; dan sisanya→1975 – 2025 salin rekat transpose (copy paste transpose)
dari lembar kerja populasi AEM; dan 2030, 2035, 2040, 2045 & 2050 lakukan
salin rekat satu per satu; 2007 = 1,8; 2009 = 1,9; 2011 = 1,9; 2013 = 2,0; 2015
= 2,1; dan 2030 = 2,5;
Sumber data: Sensus 2010; Data Demografi Spectrum (Indonesia Spectrum
AEM Sep16.PJNZ).

• Baseline 2019:
Non Papua → 2019: 269.027
Papua → 2019: 9.239
Sumber data: estimasi populasi kunci 2019, Kementerian Kesehatan

I Wanita Pekerja Seks – Umum

1 Persentase wanita usia 15-49 tahun yang menjual seks


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: WPS (langsung & tidak langsung) → 214.054; populasi
wanita Non-Papua usia 15-49 tahun → 62.225.596
Perhitungan: 214.054/62.225.596 = 0,34%; 0,35% (2011)

Input AEM: 0,33% (semua tahun)


Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2009.

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: total populasi WPS Non Papua 2015 → 224.691;
populasi wanita usia 15-49 tahun di 2015 → 68.064.500; total populasi WPS
Papua di 2015 → 2.100; populasi wanita usia 15-49 tahun di 2015 →
1.130.900;
Perhitungan: persentase wanita usia 15-49 tahun yang menjual seks di Non-
Papua = 224.691/68.064.500 = 0,33%; Papua = 2.100/1.130.900 = 0,19%;

Input AEM: Non Papua = 0,33% (semua tahun); Papua = 0,19% (semua
tahun).
Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2015; Data Populasi
AEM.

• Baseline 2019:
Non Papua → 2019: 269.027 / 69.942.400 = 0,38%; membuat 0,38% dari awal
(1970)
Papua → 2019: 9.239 / 1.207.500 = 0,77%; 0,77% dari awal (1970)
Sumber data: Estimasi Populasi Kunci 2019, Kemkes

68
Lampiran
2 Persentase wanita wanita pekerja seks di kelompok 1 (frekuensi lebih
tinggi)
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: WPS Langsung → 106.011; WPS (langsung & tidak
langsung) → 214.054
Perhitungan: 106.011/214.054 = 49,53%

Input AEM: 49,53% (2009); 54% (2011)


Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2009.

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: total populasi WPS Non Papua 2015 → 224.691; total
WPS Langsung (total estimasi per provinsi*bobot WPS Langsung per provinsi)
Non Papua→ 73.894; total populasi WPS Papua 2015→2.100; total WPS
Langsung (total estimasi per provinsi*bobot WPS Langsung per provinsi)
Papua→793;
Perhitungan: 74.686/226.791 = 32,9%; 793/2.100 = 37,7%;

Input AEM: Non Papua = 32,9% (semua tahun); Papua = 37,7%


Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2015; Data Pemetaan,
KPA 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: 24,2%
Papua: 18,9%
Sumber data: STBP 2018-19, Kemkes
3 Peralihan dari kelompok 1 ke kelompok 2 setiap tahun
• Baseline 2014:
Data tidak tersedia. Gunakan data default dari Proyeksi Baseline Thailand
Input AEM = 1% (Semua tahun)

• Baseline 2016:
Asumsi: menjaga keseimbangan jumlah WPS
Input AEM = 1% (Semua tahun)

• Baseline 2019:
Tidak berubah
Asumsi: menjaga keseimbangan jumlah WPS
Input AEM = 1% (Semua tahun)

II Wanita Pekerja Seks kelompok 1 (WPS1) / populasi (dalam ribuan)

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: total populasi WPS di 2015 → 224,7; persentase WPS di
kelompok 1 tahun 2015 → 32,9%
Perhitungan: 2015 → 224,7*32,9% = 73,9

• Baseline 2019:
Data yang diperoleh:
Total populasi WPS di 2019 → Non Papua 269,0; Papua 9,2;
Persentase WPS di kelompok 1 tahun 2019 → Non Papua 24,2%; Papua 18,9%
Perhitungan: 2019 Non Papua 269,0*24,2% = 65,1; Papua 9,2*18,9% = 1,7

69
Lampiran
1 Jumlah pelanggan per hari – WPS kelompok 1
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2002 → 1,7; SSP 2004 → 1,9; STBP 2009 → 2,1
(pelanggan per minggu: 8; # hari kerja per minggu: 3,8. # pelanggan per hari:
8/3,8 = 2,1; Rata-rata = (1,7+1,9+2,1)/3 = 1,9); STBP 2011 Papua →1,7
(pelanggan per minggu:9 #hari kerja per minggu: (23/30*7) = 5,4 #pelanggan per
hari: 9/5,4 =1,7; Rata-rata = (1,7+1,9+2,1+1,7)/4 =1,9); STBP 2011 Non Papua →
1,7 (pelanggan per minggu:9 #hari kerja per minggu: (23/30*7) = 5,4 #pelanggan
per hari: 9/5,4 =1,7; Rata-rata = (1,7+1,9+2,1+1,7)/4 =1,9).

Input AEM = 1,9 (Semua tahun)


Sumber data: SSP 2002, 2004, STBP 2009, 2011

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: jumlah pelanggan per minggu (Rata-rata) / hari kerja per
minggu.
Perhitungan: 2007→ 9,72/6,1 = 1,5; 2009 →8,099/6,1 = 1,3; 2011→8,79/5,4 =
1,6; 2013→6,21/5,6 = 1,1; 2015→8,9/5,4 = 1,6.

Input AEM = 1,5 (semua tahun) rata-rata dari 2007 sampai 2015
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 1,5 (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 0,8 mulai dari 2015
2 Jumlah hari kerja per minggu – WPS kelompok 1
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2004 = jumlah hari kerja per bulan → 22; jumlah bulan
per tahun → 8,6; jumlah minggu per tahun → 52; jumlah hari per minggu → 8,6 x
22/52 = 3,6. STBP 2009 = jumlah hari kerja per bulan → 25; jumlah bulan per
tahun → 8; jumlah minggu per tahun → 52; jumlah hari per minggu → 8 x 25/52 =
3,8. Rata-rata = (3,6+3,8)/2 = 3,7.
STBP 2011= jumlah hari kerja per bulan → 23,33; jumlah hari per bulan → 30;
jumlah hari per minggu → 23,33/30*7 = 5,4. Rata-rata 3,6+3,8+5,4)/3 = 4,3.
STBP 2011 Non-Papua= jumlah hari kerja per bulan → 23,27; jumlah hari per
bulan → 30; jumlah hari kerja per minggu → 23,27/30*7 = 5,4. Rata-rata
(3,6+3,8+5,4)/3 = 4,3. STBP 2011 Papua = jumlah hari kerja per bulan → 23,8;
jumlah hari per bulan → 30; jumlah hari kerja per minggu → 23,8/30*7 = 5,5.
Rata-rata (3,6+3,8+5,5)/3 = 4,3.

Input AEM: 4,3 (semua tahun)


Sumber data: SSP 2004, STBP 2009, STBP 2011

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: 2007 = Non Papua → 6,1 (mean); 6,25 (median); Papua
→6,24 (mean); 6,5 (median); 2009 per bulan = Non Papua → 24,61 (mean); 26
(median); Papua → 24,44 (mean); 26 (median); 2011 = Non Papua → 5,4; Papua
→ 5,5; 2013 = Non Papua → 5,64 (mean); 5,75 (median); Papua → 5,93 (mean);
6,25 (median); 2015 = Non Papua → 5,42; Papua → 5,63.

Input AEM: 5,7 (semua tahun) rata-rata dari 2007 sampai 2015
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 5,7 (semua tahun)

70
Papua: tidak berubah, tetap 5,6 mulai dari 2015
Lampiran
3 Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan – WPS kelompok 1
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: meningkatnya penggunaan kondom sebagai dampak dari
promosi kondom di tempat kerja (konsensus nasional bulan Agustus 2008);

Input AEM: 1986 = 5%; 1990 = 5%; 1993 = 13%; 1996 = 36%; 2000 = 41%; 2003
= 58%; 2007 = 67%; 2009 = 60%; 2011 = 73,6%; 2011 = 67,3%.
Sumber data: DHS Indonesia 1985 (% penggunaan kondom untuk KB); survei
rumah tangga (konsensus nasional bulan Agustus 2008); SSP 1996; SSP 2000 di
3 kota; SSP 2002 & 2004 (hubungan seks terakhir) di 13 kota; STBP 2007
(hubungan seksual terakhir); STBP 2009 (hubungan seksual terakhir); IBBS 2011
(hubungan seksual terakhir) - Non Papua; IBBS 2011 (hubungan seksual
terakhir) - Papua.

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: angka yang dibobotkan untuk penggunaan kondom pada
hubungan seksual terakhir oleh WPS Langsung Non Papua = 2007 → 56.4984;
2015 →72.3801;
Perhitungan: 2007 → 56.4984*0,95 = 53,7%; 2015 → 72.3801*0,8 = 57,9%
#interpolasi 2007 sampai 2015 dan 2005 → 45,0%

Input AEM: 2005 = 45,0%; 2007 = 53,7%; 2009 = 54,7%; 2011 = 55,8%; 2013 =
56,8%; 2015 = 57,9%
Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2015; IBBS 2007, 2009,
2011, 2013, 2015;

• Baseline 2019:
Non Papua: 64,6% in 2019; interpolasi dari 65,1% di 2015 sampai 2019
Papua: 66,2% asumsi sama tingkatannya dengan tahun 2015
Sumber data: STBP, Kemkes

4 Rata-rata durasi menjual seks di kelompok 1 (tahun)


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2004 = % WPS yang bekerja <12 bulan→27,75%;
Durasi → 1/27,75% = 3,6; STBP 2009 = % WPS yang bekerja <12 bulan →35%;
Durasi →1/35% = 2,9; Rata-rata durasi → 3,6+2,9/2 = 3,25; STBP 2011 = %
WPS yang bekerja <12 bulan →33,63%; Durasi→ 1/33,63% = 2,97; Rata-rata
durasi →3,6+2,9+2,97/3=3,16; STBP 2011 Non Papua → 1/34,29% = 2,92; STBP
2011 Papua →1/27,82% = 3,59.

Input AEM = 3,16 (Semua tahun)


Sumber data: SSP 2004; STBP 2009, 2011

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: menjual seks hingga saat wawancara di kelompok 1 (tahun)
(Median)*2 = 2007 Non Papua→1*2 = 2; Papua→2*2 = 4; 2009 Non Papua→1*2
= 2; Papua→2*2 = 4; 2011 Non Papua → 3*2 = 6; Papua →3*2 = 6; 2013 Non
Papua→2*2 = 4; Papua→3*2 = 6; 2015 Non Papua→2*2 = 4; Papua→4*2 = 8.
Perhitungan: 2007 = 3,3 (baseline 2014) diinterpolasi hingga 2015 = 4 (2*2).

Input AEM: 2007 = 3,3; 2009 = 3,5; 2011 = 3,7; 2013 = 3,8; 2015 = 4,0
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2016:
Non Papua: tidak berubah, tetap 4,0 sama dengan 2015
Papua: tidak berubah, tetap 8,0 sama dengan 2015

71
Lampiran
5 Prevalensi IMS di kalangan WPS kelompok 1
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh:
Dihitung dari penyesuaian →% WPS yang terinfeksi NG dan atau CT di area
survei Pulau Jawa; Studi RTI 2003 & 2005 di 7 kota tidak termasuk Papua (%
WPS Langsung yang terinfeksi NG dan atau CT); studi RTI di 12 kota, tidak
termasuk Papua (% WPS Langsung yang terinfeksi NG).

Input AEM: 2003 = 39%; 2007 = 32%; 2009 = 37%; 2011 = 51,13%; 2011 =
57,11%
Sumber data: Survei di kalangan WPS; konsensus nasional di bulan Agustus
2008; STBP 2009, 2011 Papua & Non Papua.

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: gonore besar; gonore kecil
Perhitungan: rata-rata antara gonore besar dan gonore kecil

Input AEM: 2000 = 60%; 2007 = 36,8%; 2009 = 36,8%; 2011 = 36,8%; 2013 =
32,4%; 2015 = 28,0%
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: 29,2% (STBP)
Papua: tidak berubah, tetap 16,5% sama dengan 2015

III Wanita Pekerja Seks kelompok 2 (WPS2) / populasi (dalam ribuan)

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: total populasi WPS 2015 → 224,7; persentase WPS di
kelompok 2 di 2015 → 67,1%
Perhitungan: 2015 →224,7*67,1% = 150,8

• Baseline 2019:
Non Papua: 143,4
Papua: 5,4
Sumber data: proporsi berdasarkan STBP 2018-19
1 Jumlah pelanggan per hari – WPS kelompok 2
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: pelanggan per minggu
Perhitungan: rata-rata jumlah pelanggan per hari dari 4 survei di 2002, 2004,
2007 dan 2009 di kalangan WPS Tidak Langsung;
Catatan: hari kerja/bulan→ 22; bulan kerja/tahun→ 9; hari kerja/minggu →
(9x22)/52 minggu = 3,8 hari/minggu.

 SSP 2002/2003 (3,5 pelanggan per minggu /3,8 hari per minggu) = 0,92
pelanggan/hari)

 SSP 2004/2005 (4,2 pelanggan per minggu /3,8 hari per minggu) = 1,11
pelanggan/hari)

 STBP 2007 (3,29 pelanggan per minggu /3,8 hari per minggu) = 1,84
pelanggan/hari)

 STBP 2009 (4 pelanggan per minggu /4,5 hari per minggu) = 0,88;
72
rata-rata = (0,92+1,11+1,84+0,88)/4 = 1,19
Lampiran

 STBP 2011: #3 pelanggan per minggu #23 hari kerja per bulan, #hari
kerja per minggu (23/30*7)=5,37 #pelanggan per hari (3/5,37)=0,84; Rata-
rata = (0,92+1,11+1,84+0,88+0,84)/5 = 1,12

 STBP 2011 (WPSTL Non Papua): #3,3 pelanggan per minggu #23,21 hari
kerja per bulan, #hari kerja per minggu (23,21/30*7)= 5,42; #pelanggan
per hari (3,3/5,42)=0,61

 STBP 2011 (WPSTL Papua): #2,06 pelanggan per minggu #24,33 hari
kerja per bulan, #hari kerja per minggu (24,33/30*7)=5,67; #pelanggan per
hari (3,3/5,67)= 0,58; Rata-rata = (0,92+1,11+0,88+0,61)/4 = 0,88

Input AEM = 1,12 (Semua tahun)

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: jumlah pelanggan per minggu (Mean) / jumlah hari kerja
per minggu.
Perhitungan: 2007→ 4,72/6,2 = 0,8; 2009 →4,166/6,5 = 0,6; 2011→3,3/5,8 =
0,6; 2013→3,81/5,5 = 0,7; 2015→3,95/5,7= 0,7

Input AEM: 2007 = 0,8; 2009 = 0,6; 2011 = 0,6; 2013 = 0,7; 2015 = 0,7
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 0,7 sama dengan 2015
Papua: tidak berubah, tetap 0,5 sama dengan 2015

2 Jumlah hari kerja per minggu – WPS kelompok 2


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2004 = jumlah hari kerja per bulan →22; jumlah
bulan per tahun →8,6; jumlah minggu per tahun →52;
Perhitungan: jumlah hari kerja per minggu = 8,6x26/52 = 3,6;
IBBS 2009 = jumlah hari kerja per bulan →26; jumlah bulan per tahun →9;
jumlah minggu per tahun →52;
Perhitungan: jumlah hari kerja per minngu = 9x26/52 = 4,5; Rata-rata =
(3,6+4,5)/2 = 4,05.
STBP 2011: jumlah pelanggan per minggu → 3; jumlah hari kerja per bulan
→23; jumlah hari kerja per minggu (23/30*7) = 5,37; Rata-rata =
(3,6+4,5+5,37)/3=4,49
STBP 2011 Non Papua = Rata-rata (3,6+4,5+5,42)/3 = 4,51; STBP 2011
Papua = Rata-rata (3,6+4,5+5,67)/3 =4,59;
STBP 2007 = jumlah hari kerja →25; jumlah minggu tidak bekerja →7;
minggu /total minggu bekerja →49; total minggu→52;
Perhitungan: 25/30*7*49/52; STBP 2011 = perhitungan sama.

Input AEM: 4,49 (Semua tahun); diperbarui: 2007 = 5; 2011 = 2,7


Sumber data: SSP 2004, STBP 2007, STBP 2009, STBP 2011

73
Lampiran

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: 2007 Non Papua (Mean) = 6,24; Papua (Mean) = 6,55;
2009 jumlah hari yang digunakan per bulan di daerah Non Papua (Mean) =
26,22; perhitungan: 26,22/jumlah per minggu →4 = 6,555; Papua (Mean) =
25,83; perhitungan: 25,83/jumlah per minggu →4 = 6,457; 2011 jumlah hari
yang digunakan per bulan di daerah Non Papua (Mean) = 23,21;
perhitungan: 23,21/jumlah per minggu →4 = 5,8025; Papua (Mean) = 24,33;
perhitungan: 24,33/jumlah per minggu →4 = 6,0825; 2013 Non Papua (Mean)
= 5,5; Papua (Mean) = 6,05; 2015 jumlah hari yang digunakan per bulan di
daerah Non Papua (Mean) = 23,19; perhitungan: 23,19/jumlah per minggu→4
= 5,7975; Papua (Mean) = 25,09; perhitungan: 25,09/jumlah per minggu→4 =
6,2725.

Input AEM: 2007 = 6,24; 2009 = 6,6; 2011 = 5,8; 2013 = 5,5; 2015 = 5,8
Sumber data: STBP 2007; STBP 2009; STBP 2011; STBP 2013; STBP 2015

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 5,8 sama dengan 2015
Papua: tidak berubah, tetap 5,6 sama dengan 2015

3 Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan – WPS kelompok 2


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: DHS Indonesia 1985→% penggunaan kondom untuk
KB; Meningkatnya penggunaan kondom sebagai dampak promosi kondom di
tempat kerja →konsensus nasional bulan Agustus 2008; survei rumah tangga
→konsensus nasional bulan Agustus 2008.

Input AEM: 1986 = 5%; 1990 = 5%; 1993 = 13%; 1996 = 36%; 2000 = 38%;
2003 = 55%; 2007 = 68%; 2009 = 63%; 2011 = 60,7%; 2011 = 62,3%; 2011 =
57,74%; 2011 = 37,37%; 2011 = 31,92%.

Sumber data: SSP 1996, SSP 2000 di 3 kota, SSP 2002 & 2004 (hubungan
seks terakhir) di 13 kota; STBP 2007 (hubungan seks terakhir), STBP 2009
(hubungan seks terakhir), STBP 2011 (hubungan seks terakhir), STBP 2011
(hubungan seks terakhir Non-Papua), STBP 2011 (hubungan seks terakhir
Papua), STBP 2011 (week consistent Non-Papua), STBP 2011 (minggu
konsisten Papua).

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: persentase penggunaan kondom dengan pelanggan
WPS1→53,7%*0,8 = 42,96%; Catatan: semua tahun % penggunaan kondom
WPS1* dengan 0,8

Input AEM: 2007 = 42,96%; 2011 = 44,6%; 2015 = 46,3%


Sumber data:

• Baseline 2019:
Non Papua: 51,7% di 2019; interpolasi dari 52,1% di 2015 hingga 2019
Papua: diasumsikan pada tingkat yang sama dengan tahun 2015 yaitu 60,1%

74
Lampiran
4 Rata-rata durasi menjual seks di kelompok 2 (tahun)
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2004 = % WPS bekerja <12 bulan) → 34,9%;
perhitungan: 1/34,9% = 2,9
STBP 2009 = % WPS bekerja <12 bulan)→ 44%; perhitungan: 1/44% = 2,27;
Rata-rata = (2,9+2,27)/2 = 2,59
STBP 2011 = % WPS bekerja <12 bulan)→37,86%; perhitungan:
1/37,86%=2,64

Input AEM: 2,64 (Semua tahun)

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: menjual seks hingga saat wawancara di kelompok 2
(tahun) (Median)*2 = 2007 Non Papua→1*2 = 2; Papua→1*2 = 2; 2009 Non
Papua→1*2 = 2; Papua→0*2; 2011 Non Papua → 2*2 = 4; Papua →2*2 = 4;
2013 Non Papua→2*2 = 4; Papua→1*2 = 2; 2015 Non Papua→2*2 = 4;
Papua→2*2 = 4.
Perhitungan: 2007 = 2,666 (baseline 2014) interpolasi hingga 2015 = 4 (2*2).

Input AEM: 2007 = 2,6666; interpolasi hingga 2015 = 4,0


Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 4,0 sama dengan 2015
Papua: tidak berubah, tetap 2,8 sama dengan 2015
5 Prevalensi IMS di kalangan WPS kelompok 2
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: Studi RTI 2003 di 7 kota dengan kasus Gonore dan atau
Klamidia; Studi RTI 2005; STBP 2007 (NG); STBP 2009 (NG); STBP 2011
(CTNG), non-Papua; STBP 2011 (CTNG), non-Papua; Rata-rata: STBP 2013.
Rata-rata IMS 19+18+20+17=18%

Input AEM: 2003 = 35%; 2005 = 31%; 2007 = 13,91%; 2009 = 22%; 2011 =
49,52%; 2011 = 39,6%; diperbarui→ 2013 = 18%, tetapi diinterpolasi dari
2010-2013 (30%-18%).
Sumber data:

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: menggunakan angka gonore besar di 2011 →18,65%;
jumlah prevalensi IMS di kalangan WPS kelompok 1 di 2013→ 32,4%; jumlah
prevalensi IMS di kalangan WPS kelompok 1 di 2011→ 36,8%; jumlah
prevalensi IMS di kalangan WPS kelompok 1 di 2015→ 28,0%;
Perhitungan: di 2007 menggunakan data 2011 = 18,65%; di 2009
menggunakan data 2011 = 18,65%; 2011 menggunakan angka gonore besar
STBP 2011 = 18,65%; 2013 = 32,4%*18,65%/36,8% = 16,4%; 2015 =
28,0%*18,65%/36,8% = 14,15%;

Input AEM: 2007 = 18,65%; 2009 = 18,65%; 2011 = 18,65%; 2013 = 16,4%;
2015 = 14,15%
Sumber data: STBP 2007, 2009, 2011, 2013, 2015.

• Baseline 2019:
Non Papua: 11,5%
Papua: 11,1%
75
Lampiran

IV Pelanggan WPS

Pelanggan WPS / populasi (dalam ribuan)


Hasil Estimasi Populasi Kunci tahun 2016 digunakan sebagai input untuk
parameter ini. Perhitungan nasional adalah 5.254.663 pelanggan (95% CI =
4.415.788 – 6.167.873)

Input to AEM: 2015 non-Papua: 5.195.579; 2015 Papua: 59.084

• Baseline 2019:
Non Papua: 3.839.630
Papua: 120.020
Sumber data: Jumlah Populasi Kunci 2019

1 Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang mengunjungi WPS setahun


terakhir
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: pelanggan = 3.241.244; populasi laki-laki berusia 15-49
tahun Non-Papua = 59.379.236
Perhitungan: 3.241.244/59.379.236 = 5% Non-Papua

Input AEM: 5% (Semua tahun); 2011 = 11,7


Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi, Kemkes 2009.

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: pelanggan WPS Non Papua→6.264.328; populasi laki-
laki berusia 15-49 tahun (2015)→ 68.727.200
Perhitungan: 6.264.328/68.727.200 = 9,1%

Input AEM: 9,1% (semua tahun)


Sumber data:

• Baseline 2019:
Non Papua: 5,4% (jumlah estimasi/total laki-laki berusia 15-49 tahun)
Papua: 9,0 (jumlah estimasi/total laki-laki berusia 15-49 tahun)
2 Rata-rata durasi membeli seks (tahun)
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: data tidak tersedia, menggunakan data default dari
proyeksi baseline Thailand untuk mengurangi epidemi, untuk membuat pola
berbeda mengenai WPS Langsung dan WPS Tidak Langsung.

Input AEM: 10,0 (Semua tahun); diperbarui = 7%

• Baseline 2016:
Input AEM: menggunakan baseline 2014 = 7,0 (semua tahun)
Asumsi:

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 7,0 (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 5,0 (semua tahun)

76
Lampiran
3 Persentase laki-laki dewasa yang disunat
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: data asumsi 80% laki-laki dewasa muslim (SDKI 2007),
asumsi semua laki-laki dewasa muslim dikhitan

Input AEM: 80% (Semua tahun)

• Baseline 2016:
Input AEM: menggunakan baseline 2014 = 80% (semua tahun)
Asumsi:

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 80% (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 16,7% (semua tahun)

Populasi yang melakukan Seks Kasual

V.I Laki-Laki yang melakukan seks kasual / populasi (ribuan)


• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: persentase laki-laki yang melakukan seks kasual
setahun terakhir →6,8%; populasi laki-laki berusia 15-49 tahun di 2030→
75.411.300.
Perhitungan: populasi laki-laki yang melakukan seks kasual di 2030 =
6,8%*75.411.300/1000 = 5.158

Input AEM: masukkan angka tahun 2030 = 5.158; dan sisanya → 1975 –
2025 salin rekat transpose (copy paste transpose) dari lembar populasi AEM;
dan 2030, 2035, 2040, 2045, & 2050 salin rekat (copy paste) satu per satu.
2007 = 1.779, 2009 = 1.822, 2011 = 4.516, 2013 = 4.615, 2015 = 4.701 dan
2030 = 5.158
Sumber data: Sensus 2010; Data Demografi Spectrum (Indonesia Spectrum
AEM Sep16.PJNZ).

• Baseline 2019:
Non Papua: 4.847.000
Papua: 201.000
V.II Wanita yang melakukan seks kasual / populasi (ribuan)
• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: persentase wanita yang melakukan seks kasual setahun
terakhir →2,0%; populasi wanita berusia 15-49 tahun di 2030→ 73.730.400.
Perhitungan: populasi wanita yang melakukan seks kasual di 2030 =
2,0%*73.730.400/1000 = 1.475

Input AEM: masukkan angka tahun 2030 = 1.475; dan sisanya → 1975 –
2025 salin rekat transpose (copy paste transpose) dari lembar populasi AEM;
dan 2030, 2035, 2040, 2045, & 2050 salin rekat (copy paste) satu per satu.
2007 = 626, 2009 = 642, 2011 = 1.312, 2013 = 1.338, 2015 = 1.361 dan 2030
= 1.475
Sumber data: Sensus 2010; Data Demografi Spectrum (Indonesia Spectrum
AEM Sep16.PJNZ).

• Baseline 2019:
Non Papua: 1.399.000
Papua: 60.000
77
Lampiran

1 Persentase laki-laki yang melakukan seks kasual setahun terakhir


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh:
Perhitungan: proporsi laki-laki berisiko tinggi yang mengunjungi pekerja seks
disesuaikan dengan proporsi laki-laki berisiko tinggi dalam populasi laki-laki
usia 15-49 tahun→5%; % laki-laki yang melakukan seks kasual → 5% x 0,565
= 2,83%

Input AEM: 2009 = 2,83%


Sumber data: STBP 2009

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 1975 – 2009 = 2,8%; 2010 = 4,8%; 2011 – 2050 = 6,8%

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 6,8%
Papua: tidak berubah, tetap 15,0%
2 Persentase wanita yang melakukan seks kasual setahun terakhir
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: data diberikan dari pertemuan konsensus nasional bulan
Agustus 2008

Input AEM: 2007 = 0,3%

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 1975 – 2009 = 1%; 2010 = 1,5%; 2011 – 2050 = 2,0%

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 2,0%
Papua: tidak berubah, tetap 5,0%

3 Persentase penggunaan kondom dalam seks kasual


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: 2002 = SSP di 13 kota →1%; 2004 = SSP di 13 kota
→17%; 2007 = STBP 10 kota; tidak ada peningkatan program kondom di
Indonesia dan ketersediaan kondom yang terbatas →18,2%;
Catatan: Data yang diperoleh adalah % penggunaan kondom saat hubungan
seks kasual di kalangan laki-laki berisiko tinggi
Input AEM: 2002 = 1%; 2004 = 17%; 2007 = 18,2%

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 1975 – 2002 = 1%; 2003 = 9%; 2004 = 17%; 2005 = 17,4%; 2006
= 17,8%; 2007 – 2050 = 18,2%

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 18,2%
Papua: tidak berubah, tetap 27,1%

78
Lampiran

4 Rata-rata jumlah kontak seksual setahun terakhir (laki-laki)


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SSP 2004 di 13 kota (data diberikan oleh Kemkes).
Rata-rata jumlah kontak seksual di kalangan laki-laki pekerja = 2

Input AEM: 2004 = 2

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 12,0 (semua tahun)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 12,0 (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 6,0 (semua tahun)

Suami/Isti dan Pasangan Tetap

VI Hubungan seksual dengan suami/istri atau pasangan tetap

1 Jumlah kontak seksual dengan suami/istri atau pasangan tetap (per


minggu)
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: data tidak tersedia. Menggunakan data default dari
proyeksi baseline Thailand.

Input AEM: 1,0 (Semua tahun)

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 1,0 (semua tahun)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 1,0 (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 1,5 (semua tahun)

2 Persentase penggunaan kondom dengan suami/istri atau pasangan


tetap
• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: SDKI 2003

Input AEM: 2003 = 1,3%

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: tidak berubah menggunakan baseline 2014
Input AEM: 1,3% (semua tahun)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 1,3% (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 3,4% (semua tahun)

79
Lampiran

3 Prevalensi IMS di kalangan populasi dewasa


• Baseline 2014:
Data yang diperoleh: asumsinya dari kasus IMS yang dilaporkan di kalangan
dewasa, data diberikan oleh Kemkes.

Input AEM: 2003 = 0,2%

• Baseline 2016:
Data yang diperoleh: asumsinya dari prevalensi IMS Gonore pada Penasun
sama dengan populasi umum
Input AEM: gonore besar Penasun = 0,8% (semua tahun)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 0,8% (semua tahun)
Papua: tidak berubah, tetap 3,0% (semua tahun)

Perilaku dan IMS Lelaki Seks dengan Lelaki


Input data perilaku ke AEM untuk LSL

No Kategori

Lelaki Seks dengan Lelaki - Umum

Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang berhubungan seks sesama


jenis
2014 : Tidak ada input data
2016 : Fitting → #Jumlah Populasi : 754.310 #Data spectrum untuk laki-laki
berusia 15-49 tahun di 2015 : 68.727.200 → Data yang diperoleh:
754.310/68.727.200 = 0,0109
Input AEM : 1,1%

Sumber Data : Jumlah estimasi LSL 2015


: Data Sensus 2010
: Spectrum File

• Baseline 2019:
Non Papua: estimasi/total laki-laki berusia 15-49 tahun = 0,7% (semua tahun)
Persentase LSL di kelompok berisiko 1
2015: 27,7% berdasarkan #LSL yang sudah dikontak oleh petugas
penjangkau setahun terakhir, yang dipakai sebagai indikator proksi untuk
“keterjangkauan”.

• Baseline 2019:
Non Papua: 66% (STBP)

Peralihan dari LSL kelompok 1 ke kelompok 2


Estimasi (10%) berdasarkan data regional

• Baseline 2019:
Non Papua: 3%
80
Lampiran

Lelaki Seks dengan Lelaki kelompok 1 (MSM1) / populasi

Persentase melakukan seks anal setahun terakhir - LSL1


• Baseline 2014
Berdasarkan STBP 2011 dan 2013

• Baseline 2016
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014

• Baseline 2020
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014

Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (di kalangan mereka yang
melakukan seks anal) - LSL1
• Baseline 2014
Berdasarkan STBP 2011 dan 2013

• Baseline 2016
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014

• Baseline 2020
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014

Rata-rata durasi perilaku seksual sesama jenis (tahun) - LSL1


• Baseline 2014
Berdasarkan STBP 2011 dan 2013

• 2016 Baseline
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014

• 2020 Baseline
Tidak berubah – angka tetap dari baseline 2014
Persentase LSL1 dengan pasangan wanita
2014 : Tidak ada input data
2016 : Fitting → IBBS #2007 : 50,0% #2009 : 50,0% #2011 : 40,2% #2013 :
38,0% #2015 : 28,5%
: 1975 – 2006 menggunakan data 2007
: 2016 – 2050 menggunakan data 2015

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: 25,7%
Sumber data: STBP 2018-19

81
Lampiran
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan LSL1
2014 : Tidak ada input data
2016 : Proporsi penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir LSL,
2007: Proporsi per provinsi dari (STBP 2007*estimasi populasi LSL/100)
#Total proporsi: 349.007; #Total jumlah estimasi LSL: 754,310 → Data yang
diperoleh: 349.007/754.310*100 = 46,26%
: Proporsi penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir LSL,
2009: Proporsi per provinsi dari (STBP 2009*jumlah estimasi LSL/100) #Total
proporsi: 398.695; # Total jumlah estimasi LSL: 754,310 → Data yang
diperoleh: 398.695/754.310*100 = 52,85%
: Proporsi penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir LSL,
2011: Proporsi per provinsi dari (STBP 2011*jumlah estimasi LSL/100) # Total
proporsi: 455.135; # Total jumlah estimasi LSL: 754,310 → Data yang
diperoleh: 455.135/754.310*100 = 60,33%
: Proporsi penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir
LSL, 2013: Proporsi per provinsi dari (STBP 2013*jumlah estimasi LSL/100)
#Total proporsi: 517.385; #Total jumlah estimasi LSL: 754,310 → Data yang
diperoleh: 517.385/754.310*100 = 68,59%
: Proporsi penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir
LSL, 2015: Proporsi per provinsi dari (STBP 2015*jumlah estimasi LSL/100)
#Total proporsi: 561.392; # jumlah estimasi LSL: 754,310 → Data yang
diperoleh: 561.392/754.310*100 = 74,42%
Input AEM : 2007: 46,3%; 2009: 52,85%; 2011: 60,3%; 2013: 68,6%; 2015:
74,42%

Sumber Data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013
: Jumlah Estimasi Populasi Berisiko Tinggi. Kemkes 2015

• Baseline 2019:
Non Papua: 69,0%
Sumber data: STBP 2018-19
Prevalensi IMS di kalangan LSL1
2014 : Tidak ada input data
2016 : STBP Gonore 2007: 19,7; 2009: 17; 2011: 20,8; 2013: 21,1; 2015: 12,7
→ Data yang diperoleh : Rata-rata (19,7; 17; 20,8; 21,1; 12,7) = 18,26%
Input AEM : 18,26%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: 18% - asumsinya memiliki tingkat yang sama dengan tahun-
tahun sebelumnya

Lelaki Seks dengan Lelaki kelompok 2 (MSM2) / populasi

Persentase yang melakukan seks anal setahun terakhir – LSL2


Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (di kalangan yang


melakukan seks anal) – LSL2
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
82
Lampiran
Rata-rata durasi perilaku seks sesama jenis (tahun) – LSL2
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Persentase LSL2 dengan pasangan wanita


• Baseline 2019:
Non Papua: 48,8% (semua tahun)
Data source: STBP 2018-19
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan LSL2
• Baseline 2019:
Non Papua: 66,6% (semua tahun)
Sumber data: STBP 2018-19
Prevalensi IMS di kalangan LSL2
2014 : Tidak ada input data
2016 : #Prevalensi IMS di kalangan LSL1/5 (asumsi oleh Bapak Wiwat)
#18,3/5 = 3,7%
Input AEM : 3,7%

Sumber data : Prevalensi IMS di kalangan LSL1


: STBP 2007, 2011, 2015
: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: 6,1% (semua tahun)

LSL mengunjungi pekerja seks (Laki-Laki dan wanita)

Persentase LSL1 yang mengunjungi pekerja seks Laki-Laki


• Baseline 2019:
Non Papua: 11,7% (semua tahun)
Sumber data: STBP 2018-19
Persentase LSL2 yang mengunjungi pekerja seks Laki-Laki
• Baseline 2019:
Non Papua: 8,7% (semua tahun)
Sumber data: STBP 2018-19
Rasio frekuensi mengunjungi pekerja seks laki-laki (kelompok 2 /
kelompok 1)
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase LSL1 mengunjungi wanita pekerja seks
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Persentase LSL2 yang mengunjungi wanita pekerja seks


Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pekerja seks laki-
laki
• Baseline 2019:
Non Papua: 69,0%

83
Lampiran
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks kelompok
1 (WPS1)
2014 : Tidak ada input data
2016 : Use #Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan – WPS
kelompok 1
Input AEM : 57,9%

• Baseline 2019:
Non Papua: 64,6%
Persentase penggunaan kondom dengan wanita pekerja seks kelompok
2 (WPS2)
2014 : Tidak ada input data
2016 : Penggunaan #Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan
- WPS kelompok 2
Input AEM : 46,3%

• Baseline 2019:
Non Papua: 51,7%

Pekerja Seks Laki-Laki

Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang menjual seks


2014 : Tidak ada input data
2016 : #Jumlah estimasi LSL 2016 : 208.878 #LSL yang menjual seks
setahun terakhir dan memiliki pasangan 10 orang atau lebih sebulan terakhir
(STBP): 9,6% #Proyeksi jumlah laki-laki berusia 15-49 tahun di 2015 :
68.727.200 → #20.878*9,6% = 20,043 #20,043/68.727.200 = 0,0003
Input AEM : 0,03%

Sumber data : Jumlah estimasi LSL 2016


: Jumlah Proyeksi 2015
: STBP 2007, 2011, 2015
: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 0,03% (semua tahun)
Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun)
2014 : Tidak ada input data
2016 : #Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun) – Median 2011: 6; 2013:
3; 2015: 4 → Rata-rata (6,3,4)*2 = 8,7
Input AEM : 8,7

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 8,7 (semua tahun)
Peralihan dari LSL1 ke Pekerja Seks Laki-Laki
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Peralihan dari LSL2 ke Pekerja Seks Laki-Laki

84
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Lampiran
Persentase Pekerja Seks Laki-Laki yang melaporkan seks anal dengan
pelanggan setahun terakhir
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (untuk Pekerja Seks Laki-
Laki dengan seks anal)
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Prevalensi IMS di kalangan pekerja seks laki-laki
2014 : Tidak ada input data
2016 : Prevelansi IMS #2007: 13,4% #2009: 17,1% #2011: 24,0% #2013:
24,8% #2015: 26,5%
: 1975 – 2006 menggunakan data 2007
: 2016 – 2050 menggunakan data 2015
Input AEM : 2007: 13,4%; 2009: 17,1%; 2011: 24,0%; 2013: 24,8%; 2015:
26,5%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 26,5% sama dengan 2015
Persentase pekerja seks laki-laki mengunjungi wanita pekerja seks
setahun terakhir
2014 : Tidak ada input data
2016 : #Persentase pekerja seks laki-laki mengungungi wanita pekerja seks
setahun terakhir #2007: 16,56 #2009: 29,79 → Rata-rata (16,56; 29,79)/100 =
0,23175
Input AEM : 23,17%

Sumber data : STBP 2007


: STBP 2009

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 23,2% sama dengan 2015
Persentase pekerja seks laki-laki dengan pasangan tetap wanita setahun
terakhir
2014 : Tidak ada input data
2016 : STBP #2007: 72,5% #2009: 65,2% #2011: 48,6% #2013: 40,2%
#2015: 41,2%
: 1975 – 2006 menggunakan data 2007
: 2016 – 2050 menggunakan data 2015
Input AEM : 2007: 72,5%; 2009: 65,2%; 2011: 48,6%; 2013: 40,2%; 2015:
41,2%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 41,2% sama dengan 2015

85
Lampiran
Perilaku Pengguna Napza Suntik
Input data perilaku ke AEM untuk Penasun dan Penasun Pekerja Seks
Penasun Laki-Laki – Perilaku Menyuntik / populasi

Persentase laki-laki berusia 15-49 tahun yang menggunakan napza


suntik
2014 : Jumlah Estimasi Populasi Berisiko Tinggi. Kemkes & KPAN 2006
: Jumlah Estimasi Populasi Berisiko Tinggi. Kemkes 2009 → Data yang
diperoleh: # Penasun: 105.784; #populasi laki-laki non-Papua berusia 15-49
tahun: 59.379.236 → Perhitungan: 105.784/59.379.236 = 0,18%
0,30% (2006); 0,18% (2009)
2016 : #Jumlah Estimasi Penasun 2012: 74.326 #Proyeksi Jumlah Laki-Laki
Usia 15-49 tahun di 2012: 66.764.400 → #74.326/66.764.400 = 0,00111
: #Jumlah Estimasi Penasun 2015: 33.492 #Proyeksi Jumlah Laki-Laki
Usia 15-49 tahun di 2015: 68.727.200 → #33.492/68.727.200 = 0,0005
Input AEM: 2012: 0,11%; 2015: 0,05%

Sumber Data : Jumlah Estimasi Penasun 2012


: Jumlah Estimasi Penasun 2016
: Data Sensus 2010
: Spectrum File

• Baseline 2019:
Non Papua: jumlah estimasi/total jumlah laki-laki usia 15-49 tahun = 0,05%
Sumber data: Jumlah estimasi populasi kunci 2019; interpolasi dari 2015
sampai 2019
Persentase penasun laki-laki dalam jaringan berisiko tinggi
2014 : 50% (1975-2006) → Merujuk pada prevalensi HIV di kalangan
penasun selama 2004-2006
: Interpolasi 2006-2009: 74% (2009)
: 36,4% (2011) → STBP 2011
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan ke dalam kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Kematian Penasun (jumlah kematian kasar per tahun dalam %)
2014 : 1,0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Menggunakan data
default dari Proyeksi Baseline Thailand
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan ke dalam kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Persentase penasun laki-laki yang berbagi jarum suntik
2014 : 60% (2002) → SSP 2002-2003; 56% (2007) → STBP 2007
: Pembaruan 39*1,2=45,1% (2007); Pembaruan 25*1,2=35% (2009) →
STBP 2007 (sering dan selalu berbagi napza seminggu terakhir) dikalikan
dengan 1,2 (sama hingga 2009) perhatikan angka penyesuaiannya karena
kita membutuhkan angka setahun terakhir jadi kita buat lebih tinggi 20%
: 13,3% (2011) → STBP 2011 (Penyuntikan hari terakhir)

86
Lampiran
2016 : Berbagi jarum suntik seminggu terakhir → 0,20012 (2015), Asumsi
penasun di Indonesia 1,2; Berbagi jarum suntik setahun terakhir →
0,20012*1,2 = 0,2401
: 2007 – 2013 menggunakan baseline 2014
Input AEM : 24,0% (2015)

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: 10,4%
Sumber data: STBP 2018-19
Persentase penyuntikan yang dibagi bersama (di antara mereka yang
berbagi)
2014 : 70% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Menggunakan data default
dari Proyeksi Baseline Thailand
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Jumlah penyuntikan per hari
2014: 2 (2007, STBP 2007); 1,89 (2009, STBP 2009); 1,6 (2011, STBP 2011)
→ Hari terakhir penyuntikan
2016 : #Rata-rata data set yang lebih besar 2007: 2; 2011: 1,6; 2015: 1,69;
2009: = rata-rata (1,6; 2) = 1,8; 2013 : =rata-rata (1,69;1,6) = 1,645
: # Rata-rata data set yang lebih kecil 2009: 1,89; 2013: 3; 2007 = 2009:
1,89; 2011: = rata-rata (3; 1,89) = 2,445; 2015 = 2013 : 3
: #Rata-rata Nasional (=rata-rata (data set lebih besar, data set lebih
kecil)
→2007 : (=rata-rata (2; 1,89) = 1,945
→2009 : (=rata-rata (1,8; 1,89) = 1,845
→2011 : (=rata-rata (1,6, 2.445) = 2,0225
→2013 : (=rata-rata (1,645, 3) = 2,3225
→2015 : (=rata-rata (1,69, 3) = 2,345
: #Jumlah penyuntikan per hari 2007 : 2; 2009 : 1,9; 2011 : 1,6
(menggunakan data set lebih besar 2011, karena angka nasional terlalu
tinggi); 2013 : 1,6 (menggunakan data set lebih besar 2013, karena angka
nasional terlalu tinggi); 2015 : 2,3
Input AEM : 2007 : 2; 2009 : 1,9; 2011 : 1,6; 2013 : 1,6; 2015 : 2,3

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 2,3 sama dengan 2015
Rata-rata durasi perilaku menyuntik (dalam tahun)
2014 : 10,0 (Semua tahun) → Asumsinya adalah dua kali lipat STBP 2007
dan STBP 2009
: 7,00 (2011) → STBP 2009
2016 : menggunakan baseline 2014 → 2007: 10,8; 2009: 12,4; 2011: 14,0;
2013: 14,0; 2015: 14,0

87
Lampiran
Sumber data : AEM 2014

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 14,0 sama dengan 2015
Peralihan dari perilaku berbagi ke non-berbagi jarum suntik per tahun
2014 : 10% (2004, SSP 2004); 20% (2007) → STBP 2007. Data dari
konsensus nasional di 2008
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah

Pengguna Napza Suntik Laki-Laki – Perilaku Seksual

Persentase penasun laki-laki yang mengunjungi WPS


2014 : 34% (2009) → STBP 2009
2016 : STBP 2015: 15,5%; 2011 : 24,2% (menggunakan baseline 2014);
Interpolasi dari 2011-2015
Input AEM : 15,5%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Persentase penggunaan kondom dengan WPS kelompok 1
2014 : 67% (2007) → STBP 2007. Asumsinya sama dengan jumlah
pelanggan; 60% (2009, STBP 2009)
2016 : Penggunaan #Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan –
WPS kelompok 1
Input AEM : 57,9% (2015)

Data Source : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Persentase penggunaan kondom dengan WPS kelompok 2
2014 : 68% (2007) → STBP 2007. Asumsinya sama dengan jumlah
pelanggan; 63% (2009, STBP 2009)
2016 : Penggunaan #Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan –
WPS kelompok 2
Input AEM : 46,3% (2015)

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah

88
Lampiran
Persentase penggunaan kondom dengan suami/istri atau pasangan
tetap
2014 : 14% (2007) → STBP 2007. Data diberikan oleh Kemkes; 33% (2009,
STBP 2009 Hubungan Seksual Terakhir)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah
Jumlah kontak dengan pasangan tetap (per minggu)
2014 : 1 (Semua tahun) → dikutip dari rekomendasi regional.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah

Penasun Wanita – Perilaku Menyuntik / populasi (ribuan)


Persentase wanita usia 15-49 tahun yang menyuntik napza
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penasun wanita dalam jaringan berisiko tinggi
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penasun wanita yang berbagi jarum suntik
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase semua yang berbagi jarum suntik (di kalangan yang berbagi
jarum suntik)
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah penyuntikan per hari
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Rata-rata durasi penyuntikan (dalam tahun)
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Peralihan dari berbagi ke non-berbagi jarum suntik per tahun
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Pengguna Napza Suntik Wanita – Perilaku Seksual

Persentase yang pasangan tetapnya juga penasun


Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penggunaan kondom dengan pasangan atau pasangan tetap
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah kontak dengan pasangan tetap (per minggu)
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

WPS penasun kelompok 1 (WPS penasun 1) / populasi (ribuan)

Persentase WPS di kelompok 1 yang menyuntik napza


2014 : 1% (Semua tahun) → STBP 2007. Data diberikan oleh Kemkes.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

89
Lampiran

Persentase WPS penasun di kelompok 1 dalam jaringan berisiko tinggi


2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase WPS penasun di kelompok yang berbagi jarum suntik
2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penyuntikan yang dibagi bersama (di antara mereka yang
berbagi)
2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah penyuntikan per hari untuk WPS penasun di kelompok 1
2014 : 2 (2007) → STBP 2007 (2). Asumsi bahwa perilaku menyuntik tidak
berbeda antara penasun laki-laki dan wanita.
: 1.898 (2009) → STBP 2009 (1.898). Asumsi bahwa perilaku menyuntik
tidak berbeda antara penasun laki-laki dan wanita.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Rata-rata durasi WPS penasun di kelompok 1
2014 : 5,0 (2007, STBP 2007); 5,0 (2009, STBP 2007)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan – WPS penasun di
kelompok 1
2014 : 58% (2003, SSP 2002); 67% (2007, STBP 2007); 60% (2009, STBP
2009 Diwakili oleh perilaku heteroseksual di kalangan pekerja seks langsung)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
WPS penasun kelompok 2 (WPS penasun 2)/ populasi (ribuan)
Persentase WPS di kelompok 2 yang menyuntik napza
2014 : 2% (Semua tahun) → SSP 2004. Konsensus nasional di 2008.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase WPS penasun di kelompok 2 dalam jaringan berisiko tinggi
2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

90
Lampiran
Persentase WPS penasun di kelompok 2 yang berbagi jarum suntik
2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penyuntikan yang dibagi bersama (di antara mereka yang
berbagi)
2014 : 0% (Semua tahun) → Data tidak tersedia. Asumsi 0% karena jumlah
populasi sangat kecil.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah penyuntikan per hari untuk WPS penasun di kelompok 1
2014 : 2 (2007) → STBP 2007 (2). Asumsi bahwa perilaku menyuntik tidak
berbeda antara penasun laki-laki dan wanita.
: 1.898 (2009) → STBP 2009 (1.898). Asumsi bahwa perilaku menyuntik
tidak berbeda antara penasun laki-laki dan wanita.
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Rata-rata durasi WPS penasun di kelompok 2
2014 : 5,0 (2007, STBP 2007); 5,0 (2009, STBP 2009)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penggunaan kondom dengan pelanggan – WPS penasun di
kelompok 2
2014 : 58% (2003, SSP 2002); 67% (2007, STBP 2007); 60% (2009, STBP
2009 Diwakili oleh perilaku heteroseksual di kalangan pekerja seks langsung)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

Populasi Waria
Input data perilaku ke AEM untuk Waria

Populasi Waria – Umum

Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang waria


2014 : 0,60%
2016 : #Jumlah estimasi penasun 2015 : 38,928 #Proyeksi jumlah laki-laki
berusia 15-49 tahun di 2015 : 68,727,200 → #38.928/68.727.200 = 0,0006
Input AEM : 0,06% (2015)
Sumber data : Jumlah estimasi penasun 2015
: Sensus data 2010
: Spectrum File
• Baseline 2019:
Non Papua: jumlah estimasi/total laki-laki berusia 15-49 tahun = 0,05%
(semua tahun)
Sumber data: Estimasi Populasi Berisiko Tinggi 2019

91
Lampiran
Persentase waria yang menjual seks
2014 : 95% (Konsensus)
2016 : STBP #2007: 87,0% #2009: 63,0% #2011: 80,76% #2013: 80,0%
#2015: 68,9% →Rata-rata (87,0; 63,0; 80,76; 80,0; 68,9)/100 = 75.932/100 =
0,75932
Input AEM : 75,9%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 75,9% sama dengan 2015
Persentase waria yang melakukan seks kasual namun bukan menjual
seks
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase waria yang hanya memiliki pasangan tetap (dihitung dari 2
baris sebelumnya)
2014 : Tidak ada input data
2016 : Fitting →1-Persentase waria yang menjual seks; Persentase waria yang
melakukan seks kasual namun bukan pekerja seks
Input AEM : 14,1% (Semua tahun)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 14,1% (semua tahun)
Pekerja Seks Waria – Perilaku Seksual
Persentase pekerja seks waria yang melakukan seks anal dengan
pelanggan
2014 : 95% (Konsensus)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 95% (semua tahun)
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir dengan pelanggan (bagi
yang melakukan seks anal)
2014 : 3,47 (Semua tahun) → Rata-rata mean jumlah pelanggan per minggu
untuk seks anal dari STBP
: 2,6 (2013)4 (2011); 3,89 (2009); 3,1 (2007)= 3,47 (semua tahun)
2016 : STBP #2007: 2 #2009: 2 #2011: 5 #2013: 4 #2015: 2 → Rata-rata (2, 2,
5, 4, 2) = 3
Input AEM : 3 (2015)

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013

• Baseline 2019:

92
Non Papua: tidak berubah, tetap 3,0 sama dengan 2015
Lampiran
Persentase kontak seks anal dengan pelanggan yang reseptif
2014 : 90% (Semua tahun) (Konsensus, sebagain besar waria adalah reseptif
namun sekitar 10% penetratif)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 90% (semua tahun)
Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun)
2014 : 20 (Semua tahun) → STBP (rata-rata tahun – tahun mulai) x 2 = (32-19)
x 2=20an (disesuaikan dengan memotong 0-1 tahun). Setelah fitting
2016 : STBP - Rata-rata durasi menjual seks (dalam tahun) (median) #2007:
10 #2009: 9 #2011: 11 #2013: 9 #2015: 13 → Rata-rata (10, 9, 11, 9, 13)*2 =
10,4*2 = 20,8
Input AEM : 20,8

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013
• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 20,8 (semua tahun)
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pelanggan
2014 : 15 (Semua tahun)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

• Baseline 2019:
Non Papua: 75% (STBP 2018-19)
IMS anal (%) di kalangan waria yang menjual seks
2014 : Tidak ada input data
2016 : STBP #2007: 26,8% #2009: 26,8% #2011: 26,8% #2013: 20,1% #2015:
13,9%
: 1990 – 2007 : 50%
: setelah 2015 : 13,9%
Input AEM : 2007: 26,8%; 2009: 26,8%; 2011: 26,8%; 2013: 20,1%; 2015:
13,9%

Sumber data : STBP 2007, 2011, 2015


: STBP 2009, 2013
• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 13,9% sama dengan 2015
Hubungan Pekerja Seks Waria –Pelanggan (dijumlahkan hingga 100%)
Persentase pelanggan waria yang laki-laki heteroseksual berisiko rendah
2014 : 45% (Semua tahun) __> STBP
2016 : Fitting → 80,0% (2005); 82,5% (2010) → Asumsi oleh Bapak Wiwat
Input AEM : 80,0% (2005); 82,5% (2010)

• Baseline 2019:
Non Papua: 82,5%
93
Lampiran
Persentase pelanggan waria yang juga pelanggan WPS
2014 : 30% (Semua tahun)
2016 : Fitting → 5,0% (2005); 10,0% (2010) → Asumsi oleh Bapak Wiwat
Input AEM : 5,0% (2005); 10,0% (2010)

• Baseline 2019:
Non Papua: 10%
Persentase pelanggan waria yang LSL
2014 : 20% (Semua tahun)
2016 : Fitting → 10,0% (2005); 2,5% (2010) → Asumsi oleh Bapak Wiwat
Input AEM : 10,0% (2005); 2,5% (2010)

• Baseline 2019:
Non Papua: 2,5%
Persentase pelanggan waria yang penasun laki-laki (dihitung dari 3 baris
sebelumnya)
2014 : 20% (Semua tahun)
2016 : Fitting → 1 – Dijumlahkan (Persentase pelanggan waria yang laki-laki
heteroseksual berisiko rendah; Persentase pelanggan waria yang juga
pelanggan WPS; Persentase pelanggan waria yang LSL) di tahun yang sama
Input AEM : 5,0% (2015)

• Baseline 2019:
Non Papua: tidak berubah, tetap 5.0%
Waria yang melakukan seks kasual - Perilaku Seksual
Persentase waria dengan pasangan seks kasualnya yang melakukan
seks anal
2014 : 95% (Semua tahun)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah kontak seks anal seminggu terakhir (untuk waria yang melakukan
seks anal dengan pasangan seks kasualnya)
2014 : 0,6 (Semua tahun)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 1,2 (STBP 2018-19)
Persentase kontak seks anal yang reseptif
2014 : 90% (Semua tahun)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal bagi mereka yang
memiliki pasangan kasual
2014 : 37 (2007-2011) → STBP 2007, 2009, 2011, 2013; 55% (2013) →
Gunakan rata-rata dari 2007-2011; 46% (2007); 31% (2009); 34% (2011)
Rata-rata = 37
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 56,3% (STBP 2018-19)
94
Lampiran
IMS anal (%) di kalangan waria yang memiliki pasangan kasual
2014 : 15% (Semua tahun) → STBP
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 4,63% (STBP 2018-19)
Persentase peralihan tahunan dari waria yang melakukan seks kasual
menjadi waria yang memiliki pasangan tetap saja
2014 : 5% (Asumsi perpindahan rendah)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 20,0% (asumsi)
Hubungan Pekerja Seks Waria –Pasangan/Pelanggan bagi mereka yang
memiliki pasangan kasual (dijumlahkan menjadi 100 %)
Persentase pasangan seks anal yang merupakan laki-laki heteroseksual
berisiko rendah
2014 : 45% (Semua tahun) → Asumsi sama dengan Pekerja Seks Waria –
Cara Mengejar Pelanggan (dijumlahkan menjadi 100%)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 82,5%
Persentase pasangan seks anal yang juga pelanggan WPS
2014 : 30% (Semua tahun) → Asumsi sama dengan data Hubungan Pekerja
Seks Waria – Pelanggan (dijumlahkan menjadi 100%)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019: 10%
Persentase pasangan seks anal yang LSL
2014 : 20% (Semua tahun) → Asumsi sama dengan data Hubungan Pekerja
Seks Waria –Pelanggan (dijumlahkan menjadi 100%)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 2,5%
Persentase pasangan seks anal yang penasun laki-laki (dihitung dari 3
baris sebelumnya)
2014 : 5%
2016 : Fitting → 1 – Penjumlahan (Persentase pasangan seks anal yang
merupakan laki-laki heteroseksual berisiko rendah; Persentase pasangan seks
anal yang juga pelanggan WPS; Persentase pasangan seks anal yang LSL) di
tahun yang sama
Input AEM : 5,0% (2015)
2019: tidak berubah, tetap 5,0%
Waria dengan Pasangan Tetap – Perilaku Seksual
Persentase waria dengan pasangan tetap yang melakukan seks anal
2014 : 95%
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Jumlah kontak seks anal dengan pasangan tetap seminggu terakhir
(untuk waria yang melakukan seks anal dengan pasangan tetap)
2014 : 0,30%
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019: 0,6 (semua tahun)
95
Lampiran

Persentase kontak seks anal dengan pasangan tetap yang reseptif


2014 : 90%
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
Persentase penggunaan kondom dalam seks anal dengan pasangan
tetap
2014 : Asumsi 1/3 dengan persentase penggunaan kondom dalam seks anal
dengan pasangan kasual. Hubungan Waria Pekerja Seks - Pelanggan
(dijumlahkan menjadi 100%)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019: 18,8%
IMS anal (%) di kalangan waria yang hanya mempunyai pasangan tetap
2014 : 7,5 (Semua tahun)
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019: 2,31%
Hubungan Pekerja Seks Waria –Pasangan Tetap (dijumlahkan hingga
100%)
Persentase pasangan seks anal yang merupakan laki-laki heteroseksual
berisiko rendah
2014 : 45% → Asumsinya ½ dengan pasangan kasual
2016 : Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 82,5%
Persentase pasangan seks anal yang juga pelanggan WPS
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini
2019 : 10%
Persentase pasangan seks anal yang LSL
Tidak ada data yang dimasukkan untuk kategori ini

2019 : 2,5%
Persentase pasangan seks anal yang penasun laki-laki (dihitung dari 3
baris sebelumnya)
2014 : Tidak ada input data
2016 : Fitting → 1 – Dijumlahkan (Persentase pasangan seks anal yang laki-
laki heteroseksual berisiko rendah; Persentase pasangan seks anal yang juga
pelanggan WPS; Persentase pasangan seks anal yang LSL) di tahun yang
sama.
Input AEM : 5,0% (2015)
2019 : tidak berubah, tetap 5,0%

96
Lampiran

Lampiran 4: Nilai Parameter yang Digunakan dalam Pemodelan AEM


Final setelah Fitting

TABEL A3.1. WPS Umum 2011-2019 – non-Papua

Wanita Pekerja Seks -


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Umum
Persentase wanita usia
15-49 tahun yang 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38%
menjual seks
Persentase wanita
pekerja seks di 41,5% 39,3% 37,2% 35,0% 32,8% 30,7% 28,5% 26,3% 24,2%
kelompok 1
Peralihan dari
kelompok 1 ke 2 setiap 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
tahun

TABEL A3.2. WPS Umum 2011-2019 – Papua

Wanita Pekerja Seks -


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Umum
Persentase wanita usia
15-49 tahun yang 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77% 0,77%
menjual seks
Persentase wanita
pekerja seks di 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9% 18,9%
kelompok 1
Peralihan dari
kelompok 1 ke 2 setiap 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
tahun

97
Lampiran

TABEL A3.3. WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Wanita Pekerja Seks
kelompok 1 (WPS1) /
104,7 100,3 95,7 90,9 86,0 80,9 75,8 70,5 65,1
populasi (dalam
ribuan)
Jumlah pelanggan per hari
– wanita pekerja seks 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
kelompok 1
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7
seks kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan
59,4% 60,8% 62,3% 63,7% 65,1% 65,0% 64,9% 64,7% 64,6%
pelanggan – WPS
kelompok 1
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 3,7 3,8 3,8 3,9 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0
(tahun)
Prevalensi IMS di kalangan
wanita pekerja seks 36,8% 35,8% 34,8% 33,8% 32,8% 31,9% 31,0% 30,1% 29,2%
kelompok 1

Wanita Pekerja Seks


kelompok 2 (WPS2) /
147,6 154,7 161,7 168,8 175,8 182,9 189,9 197,0 204,0
populasi (dalam
ribuan)
Jumlah pelanggan per hari
– wanita pekerja seks 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
kelompok 2
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,8 5,7 5,5 5,6 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8
seks kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
44,6% 46,5% 48,4% 50,2% 52,1% 52,0% 51,9% 51,8% 51,7%
pelanggan – WPS
kelompok 2
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 3,3 3,5 3,7 3,8 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0
(tahun)
Prevalensi IMS di kalangan
wanita pekerja seks 12,9% 12,5% 12,2% 11,8% 11,5% 11,5% 11,5% 11,5% 11,5%
kelompok 2

98
Lampiran

TABEL A3.4. WPS Kelompok 1 & Kelompok 2 – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Wanita Pekerja Seks
kelompok 1 (WPS1) / 1,5 1,5 1,6 1,6 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per
hari – wanita pekerja 0,8 0,7 0,6 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
seks kelompok 1
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,5 5,7 5,9 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6
seks kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan
57,9% 60,0% 62,0% 64,1% 66,2% 66,2% 66,2% 66,2% 66,2%
pelanggan – WPS
kelompok 1
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 6,0 6,0 6,0 7,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0
(tahun)
Prevalensi IMS di
kalangan wanita pekerja 27,9% 25,1% 22,2% 19,4% 16,5% 16,5% 16,5% 16,5% 16,5%
seks kelompok 1

Wanita Pekerja Seks


kelompok 2 (WPS2) / 6,4 6,6 6,7 6,9 7,0 7,1 7,3 7,4 7,5
populasi (dalam ribuan)
Jumlah pelanggan per
hari – wanita pekerja seks 0,5 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
kelompok 2
Jumlah hari kerja per
minggu - wanita pekerja 5,5 5,7 5,9 5,8 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6
seks kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
55,3% 56,5% 57,7% 58,9% 60,1% 60,1% 60,1% 60,1% 60,1%
pelanggan – WPS
kelompok 2
Rata-rata durasi menjual
seks di kelompok 1 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8
(tahun)
Prevalensi IMS di
kalangan wanita pekerja 18,8% 16,9% 15,0% 13,0% 11,1% 11,1% 11,1% 11,1% 11,1%
seks kelompok 2

99
Lampiran

TABEL A3.5. Pelanggan WPS – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Pelanggan Wanita
Pekerja Seks / populasi 4.277 4.325 4.370 4.413 4.452 4.490 4.527 4,559 4.590
(dalam ribuan)
Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang
mengunjungi Wanita 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5% 6,5%
Pekerja Seks setahun
terakhir
Rata-rata durasi
7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0 7,0
membeli seks (tahun)
Persentase laki-laki
80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80%
dewasa yang disunat

TABEL A3.6. Pelanggan WPS – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Pelanggan Wanita
Pekerja Seks / populasi 100 101 103 104 105 105 106 107 107
(dalam ribuan)
Persentase laki-laki
usia 15-49 tahun yang
mengunjungi Wanita 8,6% 8,5% 8,5% 8,4% 8,3% 8,2% 8,2% 8,1% 8,0%
Pekerja Seks setahun
terakhir
Rata-rata durasi
5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0
membeli seks (tahun)
Persentase laki-laki
16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7% 16,7%
dewasa yang disunat

TABEL A3.7. Populasi yang Melakukan Seks Kasual – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Persentase laki-laki
yang melakukan seks 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8% 6,8%
kasual setahun terakhir
Persentase wanita yang
melakukan seks kasual 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0% 2,0%
setahun terakhir
Persentase penggunaan
kondom dalam seks 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2% 18,2%
kasual
Rata-rata jumlah kontak
seksual setahun 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0
terakhir (laki-laki)

100
Lampiran

TABEL A3.8. Populasi yang Melakukan Seks Kasual – Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Persentase laki-laki
yang melakukan seks 22,5% 18,8% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0% 15,0%
kasual setahun terakhir
Persentase wanita yang
melakukan seks kasual 7,5% 6,3% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
setahun terakhir
Persentase penggunaan
kondom dalam seks 19,8% 23,5% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1% 27,1%
kasual
Rata-rata jumlah kontak
seksual setahun 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
terakhir (laki-laki)

TABEL A3.9. Pasangan dan Pasangan Tetap – Non-Papua

Hubungan seksual
dengan suami/istri atau 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
pasangan tetap
Jumlah kontak seksual
dengan suami/istri atau
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
pasangan tetap (per
minggu)
Persentase penggunaan
kondom dengan
1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3% 1,3%
suami/istri atau
pasangan tetap
Prevalensi IMS di
0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8% 0,8%
populasi dewasa

101
Lampiran

TABEL A3.10. Perilaku Menyuntik Penasun Laki-Laki – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Penasun Laki-Laki –
Perilaku Menyuntik / 73,8 74,3 61,0 47,4 33,5 33,8 34,0 34,3 34,5
populasi
Persentase laki-laki usia
15-49 tahun yang 0,11% 0,11% 0,09% 0,07% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05%
penasun
Persentase penasun laki-
laki dalam jaringan risiko 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0% 55,0%
tinggi
Kematian penasun (angka
kematian kasar per tahun 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%
dalam %)
Persentase peasun laki-
laki yang berbagi jarum 42,0% 37,2% 32,4% 27,7% 22,9% 19,8% 16,6% 13,5% 10,4%
suntik
Persentase penyuntikan
yang dibagi bersama (di
72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0% 72,0%
antara mereka yang
berbagi)
Jumlah penyuntikan per
1,6 1,6 1,6 2,0 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3
hari
Rata-rata durasi perilaku
14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0
menyuntik (dalam tahun)
Peralihan dari berbagi
menjadi tidak-berbagi 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0%
jarum suntik per tahun

TABEL A3.11. Perilaku Seksual Penasun Laki-Laki – Non-Papua

Penasun Laki-Laki –
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perilaku Seksual
Persentase penasun laki-
laki yang mengunjungi 24,2% 22,0% 19,8% 17,7% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5%
WPS
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 55,8% 56,3% 56,8% 57,4% 57,9% 57,9% 57,9% 57,9% 57,9%
kelompok 1
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 44,6% 45,1% 45,5% 45,9% 46,3% 46,3% 46,3% 46,3% 46,3%
kelompok 2
Persentase penggunaan
kondom dengan
42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4% 42,4%
suami/istri atau
pasangan tetap
Jumlah kontak dengan
pasangan tetap (per 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
minggu)

102
Lampiran

TABEL A3.12. Lelaki Seks dengan Lelaki Umum – Non-Papua

Lelaki Seks dengan


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Lelaki – Umum
Persentase laki-laki usia
15-49 tahun yang
memiliki perilaku 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7% 0,7%
hubungan seksual
sejenis
Persentase LSL di
66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0% 66,0%
kelompok berisiko 1
Peralihan dari LSL
kelompok 1 ke 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0% 3,0%
kelompok 2

TABEL A3.13. Lelaki Seks dengan Lelaki Kelompok 1 & 2 – Non-Papua

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019


Lelaki Seks dengan
Lelaki kelompok 1 309,3 312,8 316,1 319,2 322,0 324,8 327,4 329,7 332,0
(LSL1) / populasi
Persentase LSL yang
melakukan seks anal 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7% 72,7%
setahun terakhir - LSL1
Jumlah kontak seks
anal seminggu terakhir
(di kalangan mereka 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
yang melakukan seks
anal) - LSL1
Rata-rata durasi
perilaku hubungan
22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0
seksual sejenis (tahun)
- LSL1
Persentase LSL1
dengan pasangan 40,2% 39,1% 38,0% 33,2% 28,5% 27,8% 27,1% 26,4% 25,7%
wanita
Persentase
penggunaan kondom
55,5% 58,3% 61,2% 64,1% 67,0% 67,5% 68,0% 68,5% 69,0%
dalam seks anal
dengan LSL1

103
Lampiran
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Lelaki Seks dengan Lelaki
kelompok 2 (LSL2) / 159,3 161,1 162,8 164,4 165,9 167,3 168,6 169,9 171,0
populasi
Persentase LSL yang
melakukan seks anal 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3% 36,3%
setahun terakhir – LSL2
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir (di
kalangan mereka yang 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
melakukan seks anal) –
LSL2
Rata-rata durasi perilaku
hubungan seksual sejenis 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0 22,0
(tahun) – LSL2
Persentase MSM2 dengan
48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8% 48,8%
pasangan wanita
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal 53,5% 56,3% 59,1% 61,9% 64,7% 65,1% 65,6% 66,1% 66,6%
dengan LSL2
Prevalensi IMS di kalangan
6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1% 6,1%
LSL2
Lelaki Seks dengan Lelaki yang
TABEL A3.14. Mengunjungi Pekerja Seks – non-Papua
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
LSL mengunjungi pekerja
11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7%
seks (laki-laki dan wanita)
Persentase LSL1 yang
mengunjungi pekerja 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7% 8,7%
seks laki-laki
Persentase LSL2 yang
mengunjungi pekerja 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
seks laki-laki
Rasio frekuensi
mengunjungi pekerja
10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2%
seks laki-laki (kelompok 2
/ kelompok 1)
Persentase LSL1 yang
10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2% 10,2%
mengunjungi WPS
Persentase LSL2 yang
55,5% 58,3% 61,2% 64,1% 67,0% 67,5% 68,0% 68,5% 69,0%
mengunjungi WPS
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal
59,4% 60,8% 62,3% 63,7% 65,1% 65,0% 64,9% 64,7% 64,6%
dengan pekerja seks laki-
laki
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7% 11,7%
kelompok 1 (WPS1)
Persentase penggunaan
kondom dengan WPS 44,6% 46,5% 48,4% 50,2% 52,1% 52,0% 51,9% 51,8% 51,7%
kelompok 2 (WPS2)
104
Lampiran

TABEL A3.15. Pekerja Seks Laki-Laki – Non-Papua

Pekerja Seks Laki-Laki 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Persentse laki-laki usia
15-49 tahun yang menjual 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03% 0,03%
seks
Rata-rata durasi menjual
8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7 8,7
seks (dalam tahun)
Peralihan dari LSL1
menjadi Pekerja Seks 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 25,0%
Laki-Laki
Peralihan dari LSL2
menjadi Pekerja Seks 0.0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%
Laki-Laki
Persentase Pekerja Seks
Laki-Laki yang
melaporkan seks anal 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0% 82,0%
dengan pelanggan
setahun terakhir
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir (untuk
2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52 2,52
pekerja seks laki-laki yang
melakukan seks anal)
Prevalensi IMS di
kelompok pekerja seks 24,0% 24,4% 24,8% 25,6% 26,5% 26,5% 26,5% 26,5% 26,5%
laki-laki
Persentase pekerja seks
laki-laki yang
23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2% 23,2%
mengunjungi WPS
setahun terakhir
Persentase pekerja seks
laki-laki dengan pasangan
48,6% 44,4% 40,2% 40,7% 41,2% 41,2% 41,2% 41,2% 41,2%
tetap wanita setahun
terakhir

TABEL A3.16. Waria Umum – Non-Papua

Populasi waria – Umum 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Persentase laki-laki usia
0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05%
15-49 tahun yang waria
Persentase waria yang
75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9% 75,9%
menjual seks
Persentase waria yang
melakukan seks kasual 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0% 10,0%
tetapi bukan menjual seks
Persentase waria yang
hanya memiliki pasangan 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1% 14,1%
tetap

105
Lampiran

TABEL A3.17. Perilaku Seksual Waria – Non-Papua

Pekerja Seks Waria –


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perilaku Seksual
Persentase pekerja seks
waria yang melakukan
95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
seks anal dengan
pelanggan
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir
dengan pelanggan (bagi 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0
mereka yang melakukan
seks anal)
Persentase kontak seks
anal dengan pelanggan 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
yang reseptif
Rata-rata durasi menjual
20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8
seks (dalam tahun)
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0% 75,0%
dengan pelanggan
IMS anal (%) di kalangan
26,8% 23,4% 20,1% 17,0% 13,9% 13,9% 13,9% 13,9% 13,9%
waria yang menjual seks

TABEL A3.18. Hubungan Waria –Pelanggan – Non-Papua

Hubungan Pekerja Seks


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Waria – Pelanggan
Persentase pelanggan
waria yang laki-laki
81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
heteroseksual berisiko
rendah
Persentase pelanggan
waria yang juga 7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan WPS
Persentase pelanggan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
waria yang LSL
Persentase pelanggan
waria yang penasun laki- 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
laki

106
Lampiran
Waria yang Melakukan Seks Kasual –
TABEL A3.19.
Perilaku Seksual – Non-Papua
Waria yang Melakukan
Seks Kasual – Perilaku 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Seksual
Persentase waria dengan
pasangan seks kasualnya 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
yang melakukan seks anal
Jumlah kontak seks anal
seminggu terakhir (untuk
waria yang berhubungan 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
seks anal dengan
pasangan kasualnya)
Persentase kontak seks
90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
anal yang reseptif
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal
56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3% 56,3%
untuk mereka yang
memiliki pasangan kasual
IMS anal (%) di kalangan
waria yang memiliki 8,92% 7,80% 6,69% 5,66% 4,63% 4,63% 4,63% 4,63% 4,63%
pasangan kasual
Persentase peralihan
tahunan dari waria yang
melakukan seks kasual 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0% 20,0%
menjadi waria yang hanya
bersama pasangan tetap

Hubungan Waria-Pasangan bagi yang


TABEL A3.20.
Memiliki Pasangan Kasual – Non-Papua
Hubungan Pekerja Seks
Waria – Pasangan untuk
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
mereka yang memiliki
pasangan kasual
Persentase pasangan
seks anal yang merupakan
81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
laki-laki heteroseksual
risiko rendah
Persentase pasangan
seks anal yang juga
7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan wanita pekerja
seks
Persentase pasangan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
seks anal yang LSL
Persentase pasangan
seks anal yang penasun 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
Laki-Laki

107
Lampiran

Waria dengan Pasangan Tetap -


TABEL A3.21. Perilaku Seksual – Non-Papua

Waria dengan Pasangan


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tetap – Perilaku Seksual
Persentase Waria
dengan pasangan tetap
95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0% 95,0%
yang melakukan seks
anal
Jumlah kontak seks anal
dengan pasangan tetap
seminggu terakhir
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
(untuk waria yang
melakukan seks anal
dengan pasangan tetap)
Persentase kontak seks
anal dengan pasangan 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0% 90,0%
tetap yang reseptif
Persentase penggunaan
kondom dalam seks anal 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8% 18,8%
dengan pasangan tetap
IMS anal (%) di antara
waria yang hanya 4,46% 3,90% 3,35% 2,83% 2,31% 2,31% 2,31% 2,31% 2,31%
memiliki pasangan tetap

Hubungan Waria Pekerja Seks dengan


TABEL A3.22. Pasangan Tetap – non-Papua

Hubungan Pekerja Seks


2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Waria – Pasangan Tetap
Persentase pasangan
seks anal yang
merupakan laki-laki 81,1% 81,3% 81,4% 81,6% 81,8% 82,0% 82,1% 82,3% 82,5%
heteroseksual risiko
rendah
Persentase pasangan
seks anal yang juga
7,1% 7,5% 7,9% 8,2% 8,6% 8,9% 9,3% 9,6% 10,0%
pelanggan wanita
pekerja seks
Persentase pasangan
6,8% 6,3% 5,7% 5,2% 4,6% 4,1% 3,6% 3,0% 2,5%
seks anal yang LSL
Persentase pasangan
seks anal yang penasun 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0% 5,0%
laki-laki

108
Lampiran

Lampiran 5: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Infeksi HIV Baru, Kematian


akibat AIDS dan Kebutuhan ART untuk Orang Dewasa dan
Anak berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia, 2019-2024
(hasil Spectrum)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ODHA
Laki-Laki 341.305 339.304 334.954 329.084 322.508 315.695
Perempuan 203.883 203.771 201.536 197.752 192.959 187.562
Total 545.188 543.074 536.490 526.836 515.467 503.257
Infeksi HIV Baru
Laki-Laki 18.871 17.650 17.364 17.050 16.696 16.367
Perempuan 12.946 11.907 11.216 10.578 9.970 9.422
Total 31.817 29.557 28.580 27.628 26.666 25.788
Kematian Akibat AIDS
Laki-Laki 19.350 18.602 20.642 21.837 22.187 22.100
Perempuan 11.302 11.535 12.954 13.861 14.267 14.336
Total 30.652 30.137 33.597 35.698 36.454 36.436
Kebutuhan ART
Laki-Laki 332.466 330.327 325.908 320.084 313.692 307.158
Perempuan 195.446 195,199 192.896 189.155 184.538 179.407
Anak 17.456 17.657 17.668 17.436 16.981 16.403
Total 545.368 543.182 536.471 526.674 515.211 502.968

Lampiran 6: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Infeksi HIV Baru, Infeksi HIV
Baru, Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART untuk
Orang Dewasa usia ≥ 15 tahun berdasarkan Jenis Kelamin
di Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ODHA
Laki-Laki 332.466 330.327 325.908 320.084 313.692 307.158
Perempuan 195.446 195.199 192.896 189.155 184.538 179.407
Total 527.912 525.525 518.803 509.238 498.230 486.565
Infeksi HIV Baru
Laki-Laki 17.311 16.158 15.950 15.730 15.473 15.237
Perempuan 11.460 10.485 9.870 9.320 8.804 8.345
Total 28.771 26.644 25.820 25.050 24.276 23.582
Kematian Akibat AIDS
Laki-Laki 18.174 17.454 19.549 20.770 21.160 21.126
Perempuan 10.184 10.443 11.914 12.846 13.288 13.408
Total 28.358 27.897 31.463 33.616 34.448 34.534
Kebutuhan ART
Laki-Laki 332.466 330.327 325.908 320.084 313.692 307.158
Perempuan 195.446 195.199 192.896 189.155 184.538 179.407
Total 527.912 525.525 518.803 509.238 498.230 486.565

109
Lampiran
Lampiran 7: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Infeksi HIV Baru, Kematian
akibat AIDS dan Kebutuhan ART untuk Anak usia 0-14
tahun berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia, 2019-2024
(hasil Spectrum)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ODHA
Laki-Laki 8.839 8.977 9.046 9.000 8.816 8.537
Perempuan 8.438 8.573 8.640 8.597 8.421 8.155
Total 17.276 17.550 17.687 17.597 17.237 16.692
Infeksi HIV Baru
Laki-Laki 1.560 1.492 1.413 1.320 1.224 1.130
Perempuan 1.486 1.421 1.346 1.258 1.166 1.077
Total 3.046 2.913 2.760 2.578 2.390 2.207
Kematian Akibat AIDS
Laki-Laki 1.176 1.148 1.094 1.066 1.027 974
Perempuan 1.118 1.092 1.040 1.015 978 927
Total 2.294 2.240 2.134 2.082 2.005 1.901
Kebutuhan ART
Laki-Laki
Perempuan
Total 17.456 17.657 17.668 17.436 16.981 16.403

Lampiran 8: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Infeksi HIV Baru, Kematian


akibat AIDS dan Kebutuhan ART untuk Orang Dewasa usia
≥ 15 tahun di Papua dan Non-Papua, 2019-2024
(hasil AEM))
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ODHA
Papua 57.051 55.408 53.503 51.436 49.282 47.097
Non-Papua 471.217 469.689 465.380 458.807 450.717 441.725
Total 528.268 525.096 518.883 510.243 499.999 488.822
Infeksi HIV Baru
Papua 2.534 2.351 2.196 2.054 1.923 1.804
Non-Papua 26.307 24.379 23.738 23.112 22.487 21.891
Total 28.842 26.730 25.933 25.166 24.410 23.695
Kematian Akibat AIDS
Papua 3.893 3.994 4.100 4.121 4.078 3.989
Non-Papua 25.864 25.907 28.047 29.685 30.577 30.883
Total 29.756 29.902 32.147 33.806 34.654 34.872
Kebutuhan ART
Papua 57.100 55.448 53.534 51.457 49.293 47.099
Non-Papua 471.683 470.130 465.787 459.172 451.036 441.996
Total 528.783 525.578 519.321 510.629 500.329 489.095

110
Lampiran

Lampiran 9: Infeksi HIV Baru di Kelompok Orang Dewasa Usia ≥ 15


tahun berdasarkan Populasi Berisiko di 32 Provinsi
(Non-Papua), tahun 1990-2030 (hasil AEM)

Lampiran 10: Infeksi HIV Baru di Kelompok Orang Dewasa Usia ≥ 15


tahun berdasarkan Populasi Berisiko di Tanah Papua
tahun 1990-2030 (hasil AEM)

111
Lampiran
Lampiran 11: Estimasi dan Proyeksi ODHA, Infeksi HIV Baru,
Kematian akibat AIDS dan Kebutuhan ART untuk Kaum
Muda (Usia 15-14 tahun) menurut Jenis Kelamin di
Indonesia, 2019-2024 (hasil Spectrum)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ODHA
Laki-Laki 42.853 39.424 36.912 35.200 34.112 33.440
Perempuan 32.063 29.401 27.181 25.419 24.054 22.976
Total 74.916 68.825 64.093 60.618 58.166 56.416
Infeksi HIV Baru
Laki-Laki 8.918 8.245 8.087 7.954 7.822 7.713
Perempuan 6.987 6.353 5.959 5.625 5.322 5.059
Total 15.905 14.597 14.046 13.579 13.145 12.772
Kematian Akibat AIDS
Laki-Laki 716 647 625 614 606 602
Perempuan 613 568 553 543 533 522
Total 1.330 1.216 1.178 1.157 1.139 1.123
Kebutuhan ART
Laki-Laki 42.853 39.424 36.912 35.200 34.112 33.440
Perempuan Grafik
Lampiran 12: 32.063
Hasil 29.401
Kerja AEM27.181 25.419 24.054 22.976
Total 74.916 68.825 64.093 60.618 58.166 56.416

Lampiran 12: Grafik Hasil Kerja AEM

Fitting AEM Non-Papua

112
Lampiran

Fitting AEM Papua

Prevalensi HIV pada Orang Dewasa Usia 15+,


1990-2030 (hasil AEM)

113
Lampiran

Jumlah ODHA Dewasa Usia 15+,


1990-2030 (hasil AEM)

Infeksi HIV Baru pada Orang Dewasa Usia 15+,


1990-2030 (hasil AEM)

114
Lampiran

Prevalensi HIV Menurut Sub-Populasi,


1990-2030 (hasil AEM)

Jumlah ODHA Menurut Sub-Populasi,


1990-2030 (hasil AEM)

115
Lampiran

Infeksi HIV Baru Menurut Sub-Populasi,


1990-2030 (hasil AEM)

Proporsi Infeksi HIV Baru Menurut


Kelompok Risiko, 2000-2030 (hasil AEM)

116
Lampiran

Proporsi ODHA Menurut Kelompok Risiko


Tahun 2019 (hasil AEM)

Pelanggan Penasun
WPS 1% Pekerja Seks
13% Laki-laki
1%

LSL
17%
Wanita Non-
Populasi Waria
Kunci 1%
36%
Laki-laki
Non-
Populasi
WPS Kunci
1% 30%

Proporsi Infeksi HIV Baru Menurut


Kelompok Risiko Tahun 2019 (hasil AEM)

Pelanggan
WPS
19%
Wanita Non-
Penasun
Populasi
1%
Kunci
35% Pekerja Seks
Laki-laki
4%

Laki-laki WPS LSL


Non- 5% 25%
Populasi
Kunci Waria
10% 1%

117

Anda mungkin juga menyukai