Anda di halaman 1dari 52

PENATALAKSANAAN

HIV/AIDS
Alvina Widhani, Evy Yunihastuti

Divisi Alergi-Imunologi Klinik


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
UPT HIV RSCM
CURRICULUM VITAE

• Nama : dr. Alvina Widhani, SpPD, K-AI

• Pekerjaan : Staf Pengajar Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen IPD


FKUI/RSCM, Staf Medik UPT HIV RSCM

• Riwayat pendidikan

– S1 Kedokteran FKUI (2000-2006)

– Spesialis Penyakit Dalam FKUI (2007-2012)

– Konsultan Alergi Imunologi Klinik FKUI (2013-2016)


Annual New HIV Infections: by Risk Population in
Indonesia, 2000 – 2030 (AEM)

Source: Estimates & Projection of HIV/AIDS 2015-2030, MoH 2016


Perjalanan Penyakit HIV
Tes dan Konseling HIV

Konseling dan Tes Sukarela (KTS) = Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan
VCT (TIPK)
• Atas permintaan dan kesadaran  Atas inisiatif petugas kesehatan
klien  pemberian informasi tentang HIV
– Konseling pra tes sebelum tes;
– Informed consent  pengambilan darah untuk tes;
– Tes HIV  penyampaian hasil tes; dan
– Konseling pasca tes
 konseling pasca-tes
– Rujukan ke layanan PDP
 rujukan ke layanan PDP bagi yang
positif.
 Tidak dilakukan jika pasien menolak
secara tertulis
Permenkes RI no 21 tahun 2013
Indikasi TIPK
Epidemi -anak, remaja dan dewasa yang datang dengan tanda, gejala,
HIV atau kondisi medis yang patut diduga telah terjadi infeksi HIV,
terkonsen terutama TB dan IMS
trasi -asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin bayi yang
lahir dari ibu terinfeksi HIV
-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di
wilayah epidemik meluas atau anak dengan malnutrisi yang
tidak menunjukkan respons yang baik dengan pengobatan
nutrisi yang adekuat
-laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan
pencegahan HIV
Epidemi
HIV • semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan
meluas kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan
Permenkes RI no 21 tahun 2013
Prevalensi HIV di Indonesia 0,4%
sebagian besar: epidemi terkonsentrasi; Papua epidemi meluas(2,3%)

Range 0.06 – 0.68

Tanah Papua range 1.1 –


3.5

Kemenkes RI, 2012


Siapa yang sebaiknya diperiksa?
Gejala konstitusional:
 Demam berkepanjangan
 Fatig kronik
 Penurunan BB
 diare kronik
Gejala neurologis:
 Meningitis aseptik
 Meningitis karena jamur, parasit
 Demensia tanpa sebab
Kelainan mulut: Kelainan kulit:
 Kandidiasis oral •·Furunkulosis rekuren
 Hairy leukoplakia • Dermatitis seboroik berat
 Periodontitis agresif • Eksaserbasi psoriasis
 ulkus atau stomatitis aftosa berat •·Herpes zoster
berulang •·Sarkoma Kaposi
Siapa yang sebaiknya diperiksa?
Penyakit menular seksual: Pneumonia:
· Herpes simplex, Gonore · Pneumonia rekuren
· Klamidia, HPV · Pneumocystis pneumonia
· Sifilis, Kondiloma akuminata · Tuberkulosis
Kelainan hematologi: Infeksi jamur paru
· Anemia Limfadenopati yang tak ditemukan
· Neutropenia penyebabnya
· Trombositopenia Wanita hamil
· Limfopenia
Hepatitis:
· Hepatitis C
· Hepatitis B
Diagnosis
HIV pada
Dewasa dan
Anak >18
bulan

Permenkes RI no 87
tahun 2014
Penilaian dan tata laksana pasca diagnosis HIV
CD4 dan infeksi oportunistik
TUBERKULOSIS
Gambaran radiologis TB-HIV
(bakteriologis positif)

Nandipinto F. Dept Radiologi FKUI, 2014


Pemeriksaan GeneXpert (Xpert Mtb/Rif)
Alur diagnosis
TB paru pada ODHA
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 67 Tahun
2016.

Pemeriksaan tambahan pada


semua pasien TB yang
terkonfirmasi baik secara
bakteriologis maupun klinis
adalah pemeriksaan HIV dan gula
darah.

Pemeriksaan lain dilakukan sesuai


indikasi misalnya fungsi hati,
fungsi ginjal, dll)
Tata laksana TB-HIV
• pengobatan TB dimulai terlebih dahulu,  ARV sesegera mungkin dalam 8

minggu pertama pengobatan TB

• CD4<50 sel/mm3 : terapi ARV dalam 2 minggu pertama pengobatan TB

• OAT pada fase intnsif dan lanjutan diberikan setiap hari, tidak

direkomendasikan intermiten

• Jika rifampisin tetap akan digunakan bersama LPV/r, terutama pada

meningitis TB,  dosis LPV/r menjadi 2 kali dari dosis normal


Efek samping obat
setelah memulai OAT pd HIV
• Terjadi pada 20,3 % (50 dari 246 kasus baru TB-HIV)

6 2 4
6 peningkatan transaminase
reaksi alergi
mual
40 diare
pemanjangan PT/aPTT
others

Salwani D, dkk. Pokdisus Database 2008


Alergi obat setelah
pemberian OAT pada HIV

Concomitant drug
cotrimoxazole
(79.2%),
antitoxoplasma
(18.8%),
ARV (14.6%)

Widhani A. IAS 2013, Kuala Lumpur


PNEUMONIA PNEUMOCYSTIC
JIROVECII (PCP)
PCP
• CD4 < 200 sel/mm3, tanpa profilaksis kotrimoksasol
• Gejala: exertional dyspnea, malaise, batuk kering; kadang
hemoptisis, nyeri dada pleuritik, pneumotoraks
• Radiologi: tidak membantu, 39% tidak ada kelainan
• Sering menyertai infeksi lain, seperti TB
• Diagnosis: bronkoalveolar lavage (BAL) atau induksi sputum 
sulit dilakukan  umumnya klinisi mengobati langsung
berdasarkan klinis, LDH dapat meningkat
http://learningradiology.com/notes/chestnotes/pneumocytispage.htm
Penatalaksanaan

• Trimetoprim-sufametoxazol TMP SMX (kotrimoksasol) IV atau oral:


dosis TMP 15–20 mg dan SMX 75–100 mg/kgBB

• Alternatif: Primaquin 1x30 mg PO + klindamisin 3x600 mg

• Terapi kortikosteroid: pada PCP sedang berat (pO2 <70 mm Hg or


Alveolar-arterial O2 gradient ≥35 mm Hg) harus dalam 72 jam sejak
mulai terapi TMP SMX

Profilaksis sekunder:

• TMP-SMX 1 x 960 mg sd CD4 meningkat > 200 sel/mm3 dalam 2 kali


pemeriksaan berturut-turut
INFEKSI OPORTUNISTIK
SUSUNAN SARAF PUSAT
Diagnosis banding infeksi
susunan saraf pusat pada HIV
Manifestasi Penyebab utama
Space Toxoplasma, limfoma otal, PML, TB, cryptococcus, metastasis
occupying limfoma non-Hodgkin, gumma sifilis
lesion (SOL)
Ensefalitis TB, Varicella zoster, herpes simpleks, sifilis, HIV
Meningitis TB, cryptococcus, sifilis, bakteri, serokonversi HIV
Spastik TB, herpes simpleks, mielitis transversa akibat varisela, HTLV-1,
paraparesis toksoplasma atau sifilis
Poliradikulitis CMV, limfoma non-Hodgkin

Infeksi CNS berdasarkan kekerapan: toksoplasma, TB, cryptococcus


Ensefalitis toksoplasma
CD4 < 100 sel/mm3 tanpa profilaksis kotrimoksasol

CT scan kepala: lesi fokal,


hipodense, menekan
jaringan sekitarnya
(menimbulkan efek massa)

Pada pasien HIV positif bila didapatkan


suatu massa intrakranial yang
menimbulkan efek massa ke jaringan
sekitarnya ( SOL ) : sebagian besar
merupakan toksoplasma ensefalitis
Terapi ensefalitis toksoplasma
Fase akut (3-6 minggu)

• Pirimetamin loading 200 mg, dilanjutkan 3 x 25 mg,

• kombinasi dengan Klindamisin 4 x 600 mg

Fase lanjutan (profilaksis sekunder: sd CD4 > 200 sel/mm3 pada 2


kali pemeriksaan 3-6 bln)

• Pirimetamin dan klindamisin dosis separuh di atas

• Kotrimoksasol (TMP-SMX) 1 x 960 mg


Meningitis/ensefalitis TB
• Berdasarkan pemeriksaan cairan otak

• Diagnosis TB di tempat lain sangat membantu

Penatalaksanaan:

• Regimen OAT sama  dianjurkan memakai dosis rifampisin


lebih tinggi 15-20 mg/kg BB

• Lama pengobatan minimal 12 bulan


Meningitis kriptokokus
• Gejala tidak khas : kepala, demam, mual muntah, kebingungan,

hingga koma akibat peningkatan TIK

• Kadang disertai gejala paru dan kulit seperti moloskum

Terapi akut
Punksi lumbal
Amfoterisin B 0,7-1 mg/kg BB selama 14 hari+ fluconazol 800 mg
Lanjutan: fluconazol 800 mg selama 10 mgg
Terapi rumatan sd CD4 > 200 sel/mm3 3-6 bln:
Fluconazol 400 mg
TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)
Keberhasilan ART
Expected survival of a 20-year-old person living with HIV in a high income country

Era before ART Era of ART

Source: UNAIDS, gap report. Adapted from Lohse et al, 2007; Hoog et al. 2008; May et al, 2011; Hogg et al. 2013
Terapi ARV dulu
Terapi ARV sekarang
Kapan Mulai Memberikan Terapi ARV?
1. ODHA dengan infeksi oportunistik

Efek samping Sindrom pulih


Pengobatan dan obat infeksi imun
pencegahan infeksi
oportunistik
Pemberian terapi ARV
TB: 2-8 minggu setelah obat TB

Pedoman
Infeksi/kondisi yg terapinya adalah ARV WHO
lebih baru:
cepatjika
- CMV CD4 < 50: dalam waktu 2
- Cryptosporodiasis minggu
- PML
- Limfadenopati HIV/HIVAN/kardiomiopati HIV, etc

2. ODHA tanpa infeksi oportunistik:


Segera diberikan jika memenuhi indikasi setelah pasien SIAP
Indikasi memulai terapi ARV
• Jumlah CD4 < 350 sel/mm3
• HIV stadium WHO 3 dan 4 (dengan infeksi
oportunistik)
• Semua ibu hamil
• Semua ODHA dengan TB
• Semua ODHA dengan hepatitis B
• Semua ODHA yang pasangannya HIV negatif Dengan
(serodiskordan) memperhat
ikan
• Semua ODHA yang berisiko tinggi kesiapan
menularkan ke orang lain: LSL, PS, penasun

Pedoman terbaru: semua ODHA


HPTN 052: randomized clinical trial pasangan
serodiskordan immediate vs delayed ARV

Total HIV-1 Transmission Events: 39

Unlinked or TBD
Linked
Transmissions: 11
Transmissions: 28

One infection in immediate arm was soon after HAART


Immediate Delayed
ART: 1 ART: 27 • 96% reduction in HIV transmission

p < 0.001
Cohen et al NEJM 2011.
Terapi ARV tidak dapat mengeradikasi HIV

HIV infection is characterized by Antiretroviral therapy (ART) is capable of However, the virus
high levels of circulating viruses suppressing HIV to undetectable levels rebounds after
in the blood cessation of therapy

START STOP

ART
Circulating virus

Blips
Limit of detection

Time

Terapi ARV adalah pengobatan seumur hidup


Dimana HIV masih ada?
HIV reservoir
PENATALAKSANAAN PASIEN DALAM
TERAPI ARV
Paduan ART lini 1
pada dewasa

Mulai dengan salah satu paduan

Pilihan TDF + 3TC + EFV (kombinasi dosis tetap/KDT)

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP


AZT + 3TC + EFV
alternatif AZT + 3TC + NVP
AZT + 3TC + EFV400a
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV400a
a Belum direkomendasikan pada pengguna rifampisin dan ibu hamil
Waktu efek samping obat ARV

0-3 bulan 4-6 bln 6-12 bln >12 bln

AZT Anemia, mual Hiperpigmentasi Hiperpigmentasi kuku,


muntah kuku lipodistrofi

TDF Gangguan tubulus ginjal


osteopenia
NVP Alergi, hepatotoksik
hepatotoksik
EFV Alergi, hepatotoksik Toksisitas SSP Toksisitas SSP
hepatotoksik Toksisitas SSP ginekomastia
Toksisitas SSP
LPV/r diare Lipodistrofi, Lipodistrofi, dislipidemia
dislipidemia
Kegagalan Terapi
Dinilai minimal sudah ARV 6 bulan dengan kepatuhan
yang baik
Munculnya infeksi oportunistik baru
atau berulang
Gagal klinis
Dewasa: CD4 ↓ sampai < nilai awal;
CD4 persisten <100 sel/cc selama 1
thn; CD4 turun 50% dari nilai
Gagal imunologis tertinggi
Anak <5 thn:
CD4 persisten <200 sel/cc atau <10%
Gagal virologis
VL > 1000 kopi/cc
Pemantauan setelah pemberian ART
Pemantauan viral load

Viral load terbatas


Viral load rutin
Rekomendasi (Terduga gagal klinis atau
(Deteksi dini gagal virologis)
imunologis
Pemeriksaan viral load rutin
dilakukan pada bulan ke 6 dan
ke 12 setelah memulai ARV Pemeriksan viral load

dan berikutnya setiap 12


bulan (rekomendasi sesuai Viral load >1000 kopi/ml
kondisi, kualitas bukti sangat
rendah).
Evaluasi kepatuhan pengobatan

Ulang pemeriksaan viral load


setelah 3-6 bulan

Viral load Viral load


≤1000 kopi/ml >1000 kopi/ml

Pertahankan terapi ARV


Ganti ke terapi ARV lini kedua
lini pertama
Paduan ART lini 2
pada dewasa dan remaja

Regimen lini pertama yang


digunakan Pilihan regimen lini ke-2

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV AZT + 3TC + LPV/r


VHB AZT + 3TC + TDF + LPV/r
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP TB AZT + 3TC + LPV/r dosis ganda

AZT + 3TC + EFV

AZT + 3TC + NVP TDF + 3TC (atau FTC) + LPV/r


VHB AZT + 3TC + TDF + LPV/r
d4T + 3TC + EFV
TB TDF + 3TC (atau FTC) + LPV/r
d4T + 3TC + NVP dosis ganda
PP INH (IPT)
Pengobatan Pencegahan – INH
( PP-INH ) atau Isoniazid Preventive Therapy (IPT)

• Tujuan : mencegah ODHA menderita sakit TB


• Sasaran : semua pasien HIV
• Dilakukan pada semua pasien HIV di daerah
endemis TB
Kriteria pemberian IPT
1. Tidak sakit TB
2. Tidak ada kontraindikasi yaitu :
 Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT >3x batas atas
normal/ikterus),
 Neuropati perifer berat (mengganggu aktivitas),
 Riwayat alergi INH,
 Riwayat resistensi INH,
 Ketergantungan alkohol berat
Algoritma skrining TB dan profilaksis INH pada ODHA dewasa
Panduan Pengobatan
Isoniazid (INH)
Vitamin B6
 dosis 300 mg
25mg setiap hari
 setiap hari & atau
 selama 6 bulan 50mg 2 hari sekali
 Total 180 dosis.
Effect of IPT and ART in PLHIV

TB incidence rates per 100 PY


None IPT only ART only ART + IPT

Brazil1 4.0 1.3 1.9 0.8


South Africa2 7.1 5.2 4.6 1.1

1 Golub et al, AIDS 2007; 21: 1441-8;


2 Golub et al, AIDS 2009; 23: 631-6
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai