Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Nefropati Urat
Nata Pratama Hardjo Lugito
Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Gouty nephropathy atau chronic uric acid nephropathy atau nefropati urat kronik adalah suatu keadaan asam urat atau kristal urat terdeposit pada
parenkim dan lumen tubulus secara independen dan menyebabkan cedera langsung lewat mekanisme respons inflamasi kronik, serupa dengan
yang terjadi pada pembentukan mikrotofus pada bagian tubuh lain, yang berpotensi menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal ginjal kronik.
Penumpukan asam urat atau kristal urat terjadi karena hipersaturasi asam urat atau hiperurisemia. Hiperurisemia bisa terjadi akibat peningkatan
metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya. Hiperurisemia berhubungan dengan hipertensi, kelainan
vaskular dan gagal ginjal, namun mekanisme cedera ginjal langsung akibat hiperurisemia masih kontroversial. Hiperurisemia merupakan
faktor independen kelainan ginjal pada nefropati IgA, namun bukan prediktor penurunan fungsi ginjal. Jika hiperurisemia merupakan faktor
independen gagal ginjal, usaha untuk menurunkan kadar plasma asam urat akan menurunkan prevalensi gagal ginjal. Masih dibutuhkan studi
lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut.
Kata kunci: nefropati urat kronik, hiperurisemia, gagal ginjal

ABSTRACT
Gouty nephropathy or chronic uric acid nephropathy is a situation where uric acid or crystal is deposited on parenchyma and lumen of kidney
tubule independently, causing chronic inflammatory response via direct injury, similar to formation of microtophus in other organs, causing
interstitial fibrosis and finally kidney failure. Deposition of uric acid or crystal formed because of hypersaturation of uric acid or hyperuricaemia.
Hyperuricaemia is caused by increased uric acid metabolism, decreased urinary uric acid excretion or both. Hyperuricaemia is associated with
hypertension, vascular abnormality and kidney failure, direct injury mechanism theory is still controversial. Hyperuricaemia is an independent
factor in IgA nephropathy, but not as a predictor of kidney function decline. If hyperuricaemia is independent factor to kidney failure, efforts to
lower plasma uric acid will also lower kidney failure prevalence. Nata Pratama Hardjo Lugito. Gouty Nephropaty.
Key words: chronic uric acid nephropathy, hyperuricaemia, kidney failure

PENDAHULUAN
Hiperurisemia adalah keadaan peningkatan
kadar asam urat darah di atas normal. Secara
biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu
kelarutan asam urat di serum yang melewati
ambang batasnya. Batasan hiperurisemia
secara ideal yaitu kadar asam urat di atas
2 standar deviasi hasil laboratorium pada
populasi normal.1,2 Namun secara pragmatis
berdasarkan berbagai studi epidemologi
dapat digunakan patokan kadar asam urat >
7 mg/dL pada laki-laki, dan > 6 mg/dL pada
perempuan. Keadaan hiperurisemia akan
berisiko timbulnya arthritis gout, nefropati
urat, atau batu ginjal. Hiperurisemia bisa
terjadi akibat peningkatan metabolisme
asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin,
atau gabungan keduanya.1,3 Sedangkan gout
merupakan kelompok penyakit heterogen
Alamat korespondensi

330

sebagai akibat deposisi kristal monosodium


urat pada jaringan, akibat gangguan
metabolisme
berupa
hiperurisemia.
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi
artritis gout, akumulasi kristal di jaringan
yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan
nefropati urat.1
Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6 47,2%
yang bervariasi pada berbagai populasi.
Sedangkan prevalensi gout bervariasi antara 1
15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidens
gout 4,9% pada kadar asam urat darah > 9
mg/dL, 0,5% pada kadar 7 8,9 mg/dL, dan
0,1% pada kadar <7 mg/dL.1 Prevalensi gout
di Jawa Tengah bagian Utara sebesar 1,7% di
daerah rural dan 4,8% di daerah urban.4
Hiperurisemia

berhubungan

dengan

hipertensi, kelainan vaskular dan gagal ginjal,


namun mekanisme cedera ginjal langsung
akibat hiperurisemia masih kontroversial.
Hiperurisemia merupakan faktor independen
kelainan ginjal pada nefropati IgA, namun
bukan prediktor penurunan fungsi ginjal
menurut studi MDRD. Jika hiperurisemia
merupakan faktor independen gagal
ginjal, tentunya usaha untuk menurunkan
kadar plasma asam urat akan menurunkan
prevalensi gagal ginjal.
PEMBAHASAN
Metabolisme Asam Urat1-3,5,7
Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin.
Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid
(adenin, guanin dan hipoxantin) dipakai
kembali untuk membentuk AMP, IMP dan
GMP oleh adenine phosphoribosyltransferase

email: nata_pratama_hl@yahoo.com

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
(APRT)
dan
hypoxanthin
guanine
phosphoribosyltransferase (HGPRT). Hanya
10% sisanya diubah menjadi xantin kemudian
menjadi asam urat oleh xanthine oxidase (XO).
Kelarutan urat yang rendah, terutama asam
urat adalah alasan mengapa hiperurisemia
menimbulkan gout. Eksresi asam urat oleh
ginjal mencapai 10% jumlah yang difiltrasi,
sehingga pada hasil akhir urin kadarnya 10
20 x kadar plasma. Hiperurisemia terjadi pada
10% populasi di negara maju, 1 di antara 20
menderita gout (laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan), 90% pasien gout adalah
gout primer dengan predisposisi genetik.
Hiperurisemia primer terjadi karena ekskresi
ginjal baru dapat meningkat sesuai dengan
produksinya jika kadarnya dalam plasma dan
filtrat glomerularnya meningkat (hiperurisemia asimptomatik). Jika terjadi peningkatan
asupan purin, terjadi penumpukan kristal
monosodium urat. Peningkatan kadar asam
urat dalam urin menyebabkan terjadinya
batu saluran kemih. Alkohol, obesitas dan
beberapa obat seperti diuretik meningkatkan
metabolisme adenin nukleotida sehingga
memudahkan
terjadinya
penumpukan
kristal. Pada gout kronik, serangan berulang
menimbulkan kerusakan sendi, serta
penumpukan urat (tofus) pada daun telinga
dan ginjal (nefropati urat).
Obat urikosurik seperti benzbromaron dan
benziodaron meningkatkan ekskresi asam
urat sehingga menurunkan kadar plasmanya.
Sedangkan alopurinol adalah suatu anti xantin
oksidase (XO), menurunkan produksi asam
urat lewat blokade enzim tersebut.
Penanganan urat oleh ginjal 8
Kovarsky; Stone dan Simmonds menyimpulkan bahwa pengikatan urat in vivo
sangat rendah, antara 4 5% saja dan urat
tidak difiltrasi di glomerulus. Di tubulus,
sekitar 90% urat direabsorbsi, sehingga FEur
(Fractional Excretion of uric acid) mencapai
10% (Wyngaarden dan Kelley; Wortman).
Reabsorbsi pada laki-laki lebih tinggi (92%)
dibandingkan perempuan (88%), lebih
rendah pada anak-anak (70 85%). Hal ini
menjelaskan lebih tingginya kadar asam urat
plasma pada laki-laki dan jarangnya gout klasik
pada perempuan dan anak-anak. Ras juga
merupakan faktor yang mempengaruhi kadar
asam urat plasma. Laki-laki dan perempuan
Polinesia memiliki kadar asam urat plasma
lebih tinggi dibandingkan Kaukasia.

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Faktor endogen atau eksogen yang


mempengaruhi penanganan urat oleh
ginjal
Banyak
faktor
yang
memengaruhi
penanganan urat atau asam urat oleh ginjal
dan memengaruhi kadar urat plasma. Pada
beberapa kasus, hal ini nampaknya efek
langsung terhadap transporter urat, namun
pada kasus lainnya merupakan efek sekunder
akibat kontraksi atau ekspansi volume
plasma atau efek terhadap hemodinamik
ginjal. Beberapa obat memiliki efek bifasik
terhadap ekskresi urat, pada dosis rendah
meningkatkan retensi sedangkan pada dosis
tinggi bersifat urikosurik. Obat tersebut antara
lain salisilat, fenilbutazon dan inhibitor siklooksigenase lainnya, pirazinamid, probenesid,
dan nikotinat.
Faktor yang menurunkan klirens asam
urat
Beberapa agen fisiologis dan patologis dapat
menurunkan ekskresi urat dan menyebabkan
peningkatan kadar urat plasma, yang juga
dapat mencetuskan serangan akut gout
pada individu yang kadar urat plasma sudah
di batas atas karena penurunan proporsi
ekskresi urat terhadap LFG. Kontraksi
volume plasma karena asupan yang tak
adekuat, kehilangan cairan karena diare,
muntah atau diuretik dapat meningkatkan
reabsorbsi urat bersama senyawa lain di
tubulus proksimal seperti Na+ and HCO3.
Gout pada pasien yang mendapatkan
pengobatan kombinasi obat anti hipertensi
seperti diuretik mencapai 50% pasien baru
yang berobat untuk gout. Vasokonstriktor
ginjal seperti adrenalin, noradrenalin,
angiotensin dan beberapa inhibitor siklooksigenase menurunkan klirens urat.
Siklosporin juga merupakan vasokonstriktor
kuat dan menjadi salah satu faktor penyebab
peningkatan insidens hiperurisemia dan
gout pada resipien transplantasi. Senyawa
fisiologik yang menurunkan ekskresi urat
adalah asam organik seperti laktat, asetosetat
dan -hidroksi butirat; yang produksinya
meningkat pada status epileptikus dan
konsumsi alkohol berlebihan bersamaan
dengan asupan makanan tak adekuat.
Intoksikasi timbal kronik menyebabkan
penurunan ekskresi urat lewat mekanisme
yang belum dapat ditentukan. Obat-obat
pirazinamid dan etambutol serta obat
urikosurik benzbromaron menyebabkan
peningkatan kadar urat plasma.

Faktor yang meningkatkan klirens asam


urat
Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan ekskresi urat sebagai akibat
sekresi ADH (antidiuretic hormone) yang tak
sesuai, yang terjadi pada pasien dengan
keganasan, awal kehamilan. Obat urikosurik
seperti probenesid, sulfinpirazon dan
benzbromaron menurunkan kadar urat
plasma dengan meningkatkan ekskresi asam
urat. Hal tersebut dapat menimbulkan gagal
ginjal akut karena presipitasi asam urat pada
tubulus. Vitamin C dosis besar juga bersifat
urikosurik dan menyebabkan kristaluria atau
batu campuran antara oksalat dan urat. Obat
yang biasanya tak memengaruhi ekskresi urat
kadang juga menyebabkan urikosuria, seperti
radiokontras, warfarin dan kortikosteroid,
antibiotik, seperti ampisilin, serta asam amino,
seperti glisin.
Penyebab Hiperurisemia dan Gout1-3
Penyebab
hiperurisemia
dibedakan
menjadi penyebab primer pada sebagian
besar kasus, serta penyebab sekunder
dan idiopatik. Penyebab primer berarti
tidak ada penyakit atau penyebab lain,
berbeda dengan kelompok sekunder yang
didapatkan penyebab lain, baik genetik
maupun metabolik. Pada 99% kasus gout
dan hiperurisemia dengan penyebab primer,
ditemukan kelainan molekuler yang tidak
jelas meskipun diketahui adanya mekanisme
penurunan sekresi pada 80-90% dan produksi
berlebihan pada 10-20% kasus. Sedangkan
pada kelompok hiperurisemia dan gout
sekunder, terjadi melalui mekanisme produksi
berlebihan, seperti gangguan metabolisme
purin pada defisiensi enzim glucose-6phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase.
Hal yang sama juga terjadi pada keadaan infark
miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis
kronis, polisitemia, psoriasis, keganasan
mieloproliferatif
dan
limfoproliferatif;
yang meningkatkan pemecahan ATP dan
asam nukleat dari inti sel. Mekanisme
penurunan sekresi dapat ditemukan pada
keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi,
diabetes insipidus, alkoholisme, myxodema,
hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan
berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada
pemakaian obat seperti diuretik, salisilat
dosis rendah, pirazinamid, etambutol
dan siklosporin. Hiperurisemia diketahui
juga berkaitan dengan berbagai keadaan
gangguan metabolik seperti diabetes melitus,

331

TINJAUAN PUSTAKA
ginjalnya normal untuk umurnya dan tetap
normal. Pada spektrum lain ditemukan
pasien usia muda atau bahkan anak-anak
dari kedua jenis kelamin dengan gout familial
onset prekoks, yang mengalami penurunan
fungsi ginjal secara cepat, walaupun produksi
dan ekskresi asam uratnya normal bahkan
rendah. Lalu ditemukan pasien intoksikasi
timbal dan pasien dengan peningkatan
produksi asam urat dengan ekskresi asam
urat sangat meningkat dan pada ginjal terjadi
penumpukan kristal.8

Gambar 1 Penumpukan kristal urat pada media basa di interstitial ginjal menyebabkan terjadinya fibrosis dan atrofi6

hipertrigliseridemia,
obesitas,
sindrom
metabolik, dan hipotiroidisme. Sebaliknya
hiperurisemia diduga menjadi faktor risiko
hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner.
Definisi Nefropati Urat
Penyakit ginjal yang disebabkan oleh asam
urat atau penumpukan kristal urat, terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu nefropati asam urat akut,
nefropati urat kronik dan nefrolitiasis asam
urat.6,7,8 Dalam tinjauan pustaka ini, yang akan
dibahas adalah nefropati urat kronik.
Gouty nephropathy atau chronic uric acid
nephropathy atau nefropati urat kronik adalah
suatu keadaan asam urat atau kristal urat
terdeposit pada parenkim dan lumen tubulus
secara independen dan menyebabkan
cedera langsung pada ginjal selama suatu
periode waktu sehingga menyebabkan gagal
ginjal.6,7 Nefropati urat kronik adalah suatu
bentuk penyakit ginjal kronik yang diinduksi
oleh penumpukan monosodium urat pada
interstitial medula, yang menyebabkan
respons inflamasi kronik, serupa dengan
yang terjadi pada pembentukan mikrotofus
pada bagian tubuh lain, yang berpotensi
menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal
ginjal kronik.8
Nefropati urat kronik yang pada masa lalu
sering ditemukan pada pasien dengan
tophaceous gout, saat ini jarang ditemukan.
Namun demikian pasien penyakit ginjal kronik

332

dengan sedimen urin serta hiperurisemia yang


tak sesuai dengan derajat gangguan ginjalnya
memenuhi kriteria nefropati urat kronik. Studi
pada hewan menunjukkan bahwa pada
penyakit ginjal kronik terjadi hiperurisemia
ringan, yang terjadi lewat dua mekanisme
yang mengkompensasi penurunan efisiensi
ekskresi ginjal yaitu peningkatan ekskresi
asam urat usus dan penurunan produksi
karena penurunan aktivitas xantin oksidase.8
Peningkatan kadar urat plasma yang tidak
sesuai dengan derajat gangguan ginjal
didefinisikan sebagai berikut:8
Kadar urat plasma > 9 mg/dL (535 mol/L)
jika kadar kreatinin plasma 1,5 mg/dL (132
mol/L)
Kadar urat plasma > 10 mg/dL (595
mol/L) jika kadar kreatinin plasma 1,5 2,0
mg/dL (132 to 176 mol/L)
Kadar urat plasma > 12 mg/dL (714
mol/L) dengan gagal ginjal yang lebih berat
Sejarah Nefropati Urat Kronik
Istilah
nefropati
urat
kronik
serta
keberadaannya telah menjadi subjek
perdebatan selama bertahun-tahun. Salah
satu penyebab kebingungan adalah bahwa
di masa lalu beberapa varian pasien gout
digolongkan menjadi 1 kelompok. Pada
satu spektrum ditemukan pada laki-laki usia
pertengahan yang disebut gout primer,
yang produksi asam uratnya normal namun
mengalami peningkatan ekskresi asam urat
tergantung dari diet tinggi purin, fungsi

Foley dan Weinman (1984) serta Beck


(1986) menentang entitas nefropati urat
kronik. Namun, saat ini hubungan antara
hiperurisemia dan penyakit ginjal kronis tidak
diragukan lagi walaupun pola hubungannya
yang masih diperdebatkan. Gambar 2
menunjukkan kemungkinan pola hubungan
tersebut.6
Spektrum pasien gout meliputi yang saat ini
telah diketahui, terdiri dari:
Gout primer 8
Sekitar 3040 tahun yang lalu, penyakit dan
gagal ginjal merupakan hal yang umum
pada pasien laki-laki gout usia pertengahan
serta merupakan penyebab utama kematian.
Keterlibatan ginjal mencapai 100% dan antara
20 80% kematian disebabkan uremia.
Saat ini, setelah gout jarang dijumpai pada
gagal ginjal, ternyata gagal ginjal juga
menjadi jarang pada pasien gout primer atau
klasik, yang berusia 50 60 tahun. Fungsi
ginjal pasien hampir selalu normal untuk
usianya dan tetap stabil walaupun terdeteksi
abnormalitas sedimen urin dan proteinuria
ringan. Penurunan konsentrasi asam urat
mendekati normal tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit. Kelainan ginjal yang
ditemukan hanyalah FEur yang rendah (ratarata 5,4%) yang menunjukkan bahwa gout
primer adalah kelainan ginjal dengan dasar
kelainan genetik mayor.
Alasan tingginya prevalensi gagal ginjal
pada gout primer di masa lalu tidak jelas.
Diperkirakan kerusakan ginjal mengikuti
penyakit vaskular pada gout, atau adanya
penumpukan asam urat atau kristal urat
dalam ginjal. Demikian pula tidak mungkin
mencari penyebab penurunan mortalitas,
namun disimpulkan bahwa hal tersebut

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Faktor yang meningkatkan risiko perburukan fungsi ginjal pada pasien hipertensi primer12
Faktor risiko
Hipertensi berat (TD sistolik > 170 mmHg)
Hipertensi lama
Ras Afrika Amerika*
Hiperurisemia dan/atau gout*
Intoksikasi timbal kronik*
Obesitas dan/atau Sindrom Metabolik*
Diuretik*
Penurunan jumlah nefron
Usia lanjut
*Kondisi yang berhubungan dengan hiperurisemia

berhubungan dengan penurunan asupan


purin, pengobatan yang lebih efektif
dengan agen urikosurik dan alopurinol, serta
penurunan insidens intoksikasi timbal. Saat ini
tophaceous gout sudah jarang dan hipertensi
yang terkait juga sudah menjadi normotensi
dengan pengobatan yang efektif.
Asal tofus interstitial monosodium urat
juga kontroversial. Hal tersebut diperkirakan
merupakan hasil tingginya konsentrasi asam
urat plasma dengan penumpukan primer pada
interstitial ginjal sebagai monosodium urat.
Studi lain menyimpulkan bahwa hal tersebut
terjadi akibat erosi kristal asam urat pada
tubulus ke dalam interstitial yang menyebabkan
terbentuknya monosodium urat.
Saat ini masih dipertanyakan penyebab
kerusakan ginjal apakah monosodium urat
atau asam urat. Pada interstitial ginjal, pH
7,37 dan karena pK disosiasi gugus hidroksil
asam urat adalah 5,44, bentuk utama purin
adalah monosodium urat monohidrat
berbentuk jarum. Sedangkan di tubulus, pH
dapat mencapai 5,0 bahkan lebih rendah, dan
bentuk utama adalah asam urat amorf. Kedua
mekanisme dapat terjadi pada nefropati urat
kronik, asam urat dan monosodium urat
dapat menyebabkan inflamasi jaringan ikat
sekunder.
Gout juvenilis 8
Penurunan jumlah pasien dengan keterlibatan
ginjal pada gout primer menyebabkan
munculnya kelompok pasien baru, berusia
muda (antara 10 35 tahun) dengan onset
prekoks hiperurisemia sehingga disebut
sebagai familial juvenile hyperuricaemic
nephropathy (FJHN) atau medullary cystic
kidney disease type 2 (MCDK2). Kelainan ini
adalah kelainan autosom dominan dengan
hiperurisemia dan gout pada awal perjalanan
penyakit dengan gangguan ginjal yang
progresif. Masih diperdebatkan apakah
hiperurisemia atau kelainan ginjalnya yang
merupakan faktor primer. Walaupun gagal
ginjal umum ditemukan, biopsi ginjal dan
nefrektomi menunjukkan nefropati interstitial
dengan atrofi tubular dan glomerulosklerosis,
dan kristal urat jarang ditemukan.

Gambar 2 Metabolisme asam urat, penumpukan asam urat dan kelainan yang ditimbulkannya6

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Nefropati terinduksi kristal 8


Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa
dalam jangka waktu singkat, penumpukan
kristal dapat menyebabkan kerusakan

333

TINJAUAN PUSTAKA
menderita hipertensi yang gambarannya
serupa, serta apakah penurunan kadar asam
urat dapat memperlambat penurunan fungsi
ginjal.8

Gambar 4 OR for development of a GFR < 60 ml/min per 1.73 m2 depending on UA levels (natural cubic splines) compared with
mean UA levels (4.2 mg/dl for women and 5.9 mg/dl for men); stratified for gender and hypertension groups adjusted for GFRb, age,
waist circumference, fasting glucose (natural cubic spline), HDL (log-transformed), triglycerides (log-transformed), and antihypertensive drug use. Dashed lines denote 95% CI. Hypertension groups: normal BP, systolic < 120 mmHg and diastolic < 80 mmHg;
prehypertension, systolic 120 to 139 mmHg or diastolic 80 to 89 mmHg; hypertension, systolic >140 mmHg or diastolic > 90 mmHg

ginjal yang berat dan permanen, pada


awalnya terjadi kerusakan epitel tubular
diikuti erosi membran basal, perpindahan
kristal ke interstitial, dan terpicunya respons
inflamasi. Walaupun kristal perlahan
menghilang, fokus inflamasinya menetap.
Pada akhirnya didapatkan ginjal yang
mengecil, sklerosis glomerulus dengan garisgaris fibrosis dari korteks ke medula. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ditemukannya
kristal pada nefritis interstitial nonspesifik
tidak meniadakan nefropati kristal sebagai
penyebab lesi ginjal.
Patogenesis Nefropati Urat Kronik
Data histopatologis menunjukkan inflamasi
interstitial dan fibrosis bersamaan dengan
deposit kristal asam urat. Beberapa studi
menunjukkan indeks ginjal dan fungsi endotel
yang abnormal pada pasien hiperurisemia
asimptomatik.

334

Studi Heinin dan Johnson pada binatang


pengerat membuktikan bahwa hiperurisemia
meningkatkan
tekanan
darah
dan
menimbulkan lesi pada mikrovaskular ginjal,
glomerular dan tubulointerstitial, namun
mekanismenya masih belum diketahui.
Walaupun demikian, data pada manusia
belum dapat membuktikannya.6 Studi
lain pada otopsi 79 99% pasien gout
menunjukkan lesi histologis pada nefropati
urat kronik berupa glomerulosklerosis, fibrosis
interstital, arteriosklerosis dan seringkali
disertai penumpukan kristal urat interstitial
fokal.9-12
Walaupun terlihat ada hubungan antara
gout dengan kelainan ginjal, masih terdapat
kontroversi apakah asam urat merupakan
etiologinya, karena sulit menggambarkan
cedera ginjal karena penumpukan kristal urat
secara umum, banyaknya pasien gout juga

Weiner dkk.13 menemukan bahwa kadar asam


urat pada awal studi berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya penyakit ginjal
pada model berdasarkan LFG (OR 1,07
(95% CI 1,01 1,14)) dan kadar kreatinin
(OR 1,11 (95% CI 1,01 1,21)), disimpulkan
bahwa peningkatan kadar asam urat
adalah faktor risiko independen timbulnya
penyakit ginjal pada populasi umum. Studi
Domrongkitchaiporn dkk.14 menunjukkan
bahwa OR terjadinya penurunan fungsi ginjal
adalah 1,82 pada kadar asam urat > 6,29 mg/
dl dibandingkan dengan kadar asam urat <4,5
mg/dl. Pada studi ini, hiperurisemia bukan
merupakan hasil dari penurunan fungsi ginjal,
karena semua pasien yang diteliti memiliki
LFG > 60 ml/min per 1,73 m2 pada awal studi.
Studi Obermayr dkk.7 selama 7 tahun terhadap
21.000 pasien dengan berbagai kadar asam
urat dan laju filtrasi glomerulus yang sepadan
menunjukkan bahwa setelah dilakukan
penyesuaian terhadap LFG, OR menderita
gangguan ginjal yang berhubungan dengan
kadar asam urat meningkat 17% pada pasien
dengan kadar asam urat 7,0 8,9 mg/dL dan
25% pada pasien dengan kadar > 9,0 mg/
dL. Dengan penyesuaian jenis kelamin dan
umur, OR pada 2 kelompok meningkat 11%
dan 19%. Hasil ini menunjukkan efek toksik
langsung atau tak langsung asam urat pada
perkembangan CKD stage 3. Studi ini juga
menemukan adanya interaksi antara kadar
asam urat dengan hipertensi pada timbulnya
CKD stage 3. Hal tersebut terlihat pada
gambar 2. Pengaruh kadar asam urat pada
timbulnya gangguan ginjal baru adalah linear
pada kadar 6 7 mg/dL pada perempuan dan
kadar 7 8 mg/dL pada laki-laki, kemudian
OR meningkat tajam pada kadar di atasnya.
Pengaruh peningkatan kadar asam urat
terhadap OR timbulnya gangguan ginjal baru
meningkat tajam pada pasien hipertensi dan
perempuan.
Studi Darmawan dkk.4 menunjukkan bahwa
hiperurisemia, kadar ureum dan kreatinin
serum, klirens kreatinin membaik setelah terapi
dengan prednison dan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS). Fungsi ginjal, kadar kolesterol
dan trigliserida serum, kadar glukosa puasa
dan fungsi hati juga mengalami perbaikan

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
dengan diet rendah kalori, rendah purin dan
rendah lemak. Secara umum disimpulkan tidak
terjadi urolitiasis dan perburukan fungsi ginjal
jika kadar asam urat serum dipertahankan di
bawah 5 mg/dL. Persentase pasien dengan
kadar serum kreatinin > 5 mg/dL menurun
secara bermakna setelah kontrol hiperurisemia
selama 10 tahun, dan tidak ada lagi pasien
dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit. Studi
Iseki dkk.15 terhadap 6.400 subjek dengan
fungsi ginjal normal, didapatkan bahwa
kadar asam urat > 8,0 mg/dL dibandingkan
dengan < 5,0 mg/dL berhubungan dengan
peningkatan risiko timbulnya gangguan
ginjal dalam 2 tahun sebesar 2,9 kali pada
laki-laki dan 10 kali pada perempuan. Hal ini
tak terpengaruh usia, indeks massa tubuh,
tekanan darah sistolik, kolesterol total,
albumin serum, kadar gula darah, merokok,
alkohol, kebiasaan olahraga, proteinuria dan
hematuria. Malah, peningkatan kadara asam
urat lebih prediktif dibandingkan proteinuria
terhadap timbulnya gangguan ginjal.
Studi Kang dkk.16 pada tikus menemukan
beberapa hal penting dalam patogenesis
nefropati urat kronik. Asam urat adalah
mediator penting terjadinya kelainan ginjal,
hiperurisemia
meningkatkan
tekanan
darah, proteinuria, disfungsi ginjal dan
pembentukan jaringan ikat pada ginjal
serta memacu kelainan vaskular lewat jalur
COX-2. Salah satu peran asam urat adalah
melalui aktivasi sistem renin-angiotensin,
mediator penting pada gangguan ginjal
lewat efek hemodinamik yang meningkatkan
tekanan sistemik dan glomerular, serta
efek fibrogenik pada sel ginjal dan vaskular.
Pada tikus percobaan, peningkatan kadar
asam urat meningkatkan ekspresi renin
jukstaglomerular dan pemberian enalapril
mengendalikan tekanan darah, memperbaiki
arteriolopati serta mencegah cedera ginjal.
Pemberian alopurinol dan benziodaron
untuk mencegah hiperurisemia menurunkan
kadar renin yang mengurangi cedera ginjal.
Pada tikus hiperurisemia terjadi vaskulopati
preglomerular berat, terlihat adanya
penebalan dan peningkatan jumlah sel otot
polos vaskular serta infiltrasi makrofag pada
subendotel, media dan adventisia. Perubahan
ini menimbulkan arteriopati obliterasi yang
memperberat cedera ginjal karena iskemia
sirkulasi postglomerular. Menyempitnya
lumen juga meningkatkan ekspresi renin dan
menyebabkan hipertensi.

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Selain itu ditemukan mekanisme baru


yang berhubungan dengan COX-2, yang
meningkat ekspresinya pada sel otot polos
aorta dan preglomerular akibat peningkatan
kadar asam urat dan proliferasi sel otot polos.
Peningkatan ekspresi COX-2 meningkatkan
kadar tromboksan. Namun masih belum
jelas apakah peningkatan ekspresi renin
merupakan efek langsung peningkatan
kadar asam urat atau berhubungan dengan
stimulasi COX-2 pada makula densa dan
arteriol atau efek tak langsung kelainan
vaskular yang menyebabkan penurunan
perfusi ginjal. Pada pokoknya, angiotensin
II menyebabkan proliferasi dan hipertrofi
sel otot polos vaskular dan infiltrasi sel
radang. Vaskulopati akibat hiperurisemia
dapat dicegah dengan inhibisi sistem renin
angiotensin dan proliferasi sel otot polos
vaskular diinhibisi sebagian dengan blokade
reseptor AT1. Perubahan pembuluh darah
preglomerular bukan hanya disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah, yang terlihat
pada tikus hiperurisemia yang mengalami
perubahan pembuluh darah yang lebih
dibandingkan tikus dengan tekanan darah
yang setara namun kadar asam urat lebih
rendah. Studi Zocalli dkk.17 menunjukkan
bahwa hiperurisemia ringan merupakan
faktor yang mempengaruhi disfungsi
endotel pada pasien hipertensi yang belum
terkomplikasi dan tidak diterapi. Inflamasi
merupakan jalur yang cukup penting dalam
kerusakan endotel yang ditimbulkan oleh
asam urat, di mana asam urat menstimulasi
sintesis C-Reactive Protein (CRP). Data studi
ini menunjukkan bahwa paparan kronik
hiperurisemia ringan merupakan faktor
yang menimbulkan inflamasi mikro dan
peningkatan CRP pada pasien hipertensi
esensial. Studi lain oleh Forman dkk.18
menunjukkan kadar asam urat berhubungan
dengan aliran plasma ginjal basal yang
lebih rendah dan perlambatan refleks
vasokonstriksi ginjal, yang mendukung
hipotesis bahwa asam urat mengaktifkan
sistem renin angiotensin. Selain itu, proliferasi
sel otot polos vaskular dan inflamasi
akibat asam urat menyebabkan kerusakan
ireversibel pada pembuluh darah kecil ginjal,
yang selanjutnya mengakibatkan hipertensi
dan sensitivitas garam. Namun mekanisme
ini kurang berperan pada usia lanjut jika
kekakuan aorta adalah mekanisme utama,
diikuti aktivasi sistem renin angiotensin yang
meningkat pada usia lanjut.

Studi pada tikus oleh Patschan dkk.19


menunjukkan bahwa asam urat adalah
mediator mobilisasi endothelial progenitor cells
(EPC) terhadap iskemi jaringan. Pada keadaan
hiperurisemua kronik terjadi penurunan
mobilisasi EPC dan efek proteksinya terhadap
ginjal.
Studi Kang dkk.20 menunjukkan bahwa
peningkatan kadar asam urat berhubungan
dengan peningkatan produksi CRP pada
human vascular smooth muscle cells (HVSMC)
dan human umbilical vein endothelial cells
(HUVEC), yang menunjukkan bahwa masuknya
asam urat ke intrasel bertanggung jawab untuk
ekspresi CRP. Asam urat juga meningkatkan
migrasi HVSMC dan menghambat migrasi
HUVEC, serta menghambat pembebasan nitric
oxide (NO) pada HUVEC. Pemberian antibodi
anti-CRP membalik efek asam urat terhadap
proliferasi dan migrasi HVSMC dan pelepasan
NO pada HUVEC, yang menunjukkan pula
peran asam urat pada remodeling vaskular.
Tata Laksana Nefropati Urat Kronik
Seperti penatalaksanaan penurunan asam urat
pada gout lainnya, harus dipertimbangkan
kemungkinan interaksi obat dan efek samping
serta kondisi komorbid. Gout bukanlah
suatu penyakit yang selalu progresif. Kadar
asam urat kadang kembali normal tanpa
penggunaan obat antihiperurisemik jika
pasien berhenti mengonsumsi alkohol, jika
obat antihipertensi diganti dengan diuretik
tiazid, atau pasien obesitas menurunkan
berat badan. Diet rendah purin kadang tidak
dapat dilaksanakan dan hanya dapat sedikit
menurunkan kadar asam urat. Suatu studi
menunjukkan bahwa diet rendah kalori
yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin
berhasil menurunkan berat badan 7,7 kg dan
hiperurisemia sebesar 17%.21
Berdasarkan studi-studi di atas, obat
urikosurik seperti benzbromaron dan
benziodaron serta anti xantin oksidase (XO)
seperti alopurinol dapat digunakan untuk
mencegah nefropati urat kronik. Penggunaan
alopurinol untuk menurunkan kadar asam
urat ternyata mencegah gangguan ginjal,
proteinuria, hipertensi, kelainan vaskular,
dan hipertrofi ginjal; diperkirakan lewat
kemampuannya menurunkan kadar asam
urat serum. Benziodaron, obat urikosurik,
kurang efektif menurunkan asam urat dan
hanya sebagian menurunkan ekspresi renin.

335

TINJAUAN PUSTAKA
Namun, benziodaron lebih efektif mencegah
perubahan glomerular (proteinuria dan
glomerulosklerosis) dibandingkan perubahan
vaskular dan interstitial. Hal ini mungkin
karena perubahan glomerular berhubungan
dengan kadar asam urat, atau karena cedera
interstitial tidak dicegah secara efektif akibat
efek urikosurik benziodaron.15
Dua faktor harus dipertimbangkan
pada tata laksana nefropati urat kronik.
Faktor pertama adalah metabolit aktif
alopurinol, yaitu oksipurinol, mengalami
perjalanan yang sama dengan asam urat,
yang direabsorbsi, secara aktif di tubulus.
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal,
klirensnya dipengaruhi semua hal yang
mempengaruhi klirens urat, terutama
kontraksi volume termasuk akibat diuretik,

akan meningkatkan konsentrasi plasma


oksipurinol dan memperpanjang waktu
paruhnya. Oleh karena itu, pada pasien
gagal ginjal, dosis alopurinol harus
diturunkan menjadi 100 mg perhari atau
bahkan 100 mg seminggu 3 kali.
Faktor kedua adalah klirens urat harus
diperhitungkan independen terhadap
LFG. Oksipurinol direabsorpsi secara aktif
oleh ginjal, sehingga pada semua derajat
gangguan ginjal, retensi oksipurinol
terjadi lebih besar pada pasien dengan
FEur yang menurun. FEur menurun lebih
besar dengan penggunaan diuretik,
seperti benzbromaron atau azapropazon,
sedangkan furosemid malah menurunkan
kadar urat plasma. Kedua faktor tersebut
menjadi pertimbangan bahwa alopurinol

tidak selalu obat pilihan pada pasien gagal


ginjal. Obat urikosurik, seperti probenesid,
malah mengganggu transpor tubular
diuretik.
SIMPULAN
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa
hiperurisemia adalah faktor risiko independen
terjadinya kelainan ginjal, yang disebut
nefropati urat kronik. Namun dalam berbagai
studi juga disebutkan berbagai kelemahan, di
antaranya tidak dapat disingkirkannya semua
faktor perancu seperti keadaan metabolik,
hipertensi dan usia. Masih dibutuhkan studi
lebih lanjut untuk memastikan hiperurisemia
sebagai faktor independen kelainan ginjal,
sehingga dapat dilakukan usaha untuk
menurunkan insidens gagal ginjal akibat
nefropati urat kronik.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S, Sergen JS, (eds.) Kelleys Textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia:Saunders; 2009.hal.1481

2.

Edward NL. Gout: Clinical features. Dalam: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH (eds.) 3rd ed. New York:Springer; 2008.hal.241 9.

3.

Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

4.

Poor G, Mituszova M. History, Classification and epidemology of crystal related artropathies. Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology.

5.

Darmawan J, Rasker JJ, Nuralim H. The Effect of Control and Self-Medication of Chronic Gout in a Developing Country. Outcome After 10 Years. J Rheumatol 2003;30:hal. 2437 43.

6.

Orson W. Moe. Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid Nephropathy Exist? J Am Soc Nephrol 2010;21: 395 7.

506.

2006.hal.1213 7.
3rd ed. Edinburg: Elsevier; 2003.hal.1893 901

7.

Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R, Klauser-Braun R. Elevated uric acid increases the risk for kidney disease. J Am Soc Nephrol 2008;19: 2407 13.

8.

Cameron JS, Moro F, Simmonds HA. Uric acid and the kidney. Dalam: Davison AM, Cameron JS, Grunfeld JP, Kerr DNS, Ritz E, et.al. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. 2nd ed.: Oxford

9.

Talbott JH, Terplan KL. The kidney in gout. Medicine 1960;39: 405 67.

University Press, 1998; hal. 1267 79.


10. Gonick HC, Rubini MD, Gleason IO, Sommers SC. The renal lesion in gout. Ann Int Med 1965;62: 667 74.
11. Siebernagl S . Gout. Dalam: Siebernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 1st Edition. 2000 Georg Thieme Verlag. Stuttgart. Hal. 250 1.
12. Johnson RJ, Segal MS, Srinivas T, Ejaz A, Mu W,et.al.. Essential Hypertension, Progressive Renal Disease, and Uric Acid: A Pathogenetic Link? J Am Soc Nephrol 2005;16: 1909 19.
13. Weiner DE, Tighiouart H, Elsayed EF, Griffith JL, Salem JN, Levey AS. Uric Acid and Incident Kidney Disease in the Community. J Am Soc Nephrol 2008;19: hal. 120411.
14. Domrongkitchaiporn S, Sritara P, Kitiyakara C, Stitchantrakul W, Krittaphol V, et.al.. Risk Factors for Development of Decreased Kidney Function in a Southeast Asian Population: A 12-Year
Cohort Study. J Am Soc Nephrol 2005;16: 791 9.
15. Iseki K, Oshiro S, Tozawa M, Iseki C, Ikemiya Y, Takishita S. Significance of hyperuricemia on the early detection of renal failure in a cohort of screened subjects. Hypertens Res 2001;24: 691
7.
16. Kang D, Nakagawa T, Feng L, Watanabe S, Han L. et.al. A Role for Uric Acid in the Progression of Renal Disease. J Am Soc Nephrol 2002;13: 2888 97.
17. Zoccali C, Maio R, Mallamaci F, Sesti G, Perticone F. Uric Acid and Endothelial Dysfunction in Essential Hypertension. J Am Soc Nephrol 2006;17: 1466 71.
18. Forman JP, Choi H, Curhan GC. Plasma Uric Acid Level and Risk for Incident Hypertension Among Men. J Am Soc Nephrol 2007;18: 28792.
19. Patschan D, Patschan S, Gobe GG, Chintala S, Goligorsky MS. Uric Acid Heralds Ischemic Tissue Injury to Mobilize Endothelial Progenitor Cells. J Am Soc Nephrol 2007;18: 151624.
20. Kang DH, Park SK, Lee I, Johnson RJ . Uric AcidInduced C-Reactive Protein Expression:Implication on Cell Proliferation and Nitric Oxide Production of Human Vascular Cells. J Am Soc
Nephrol 2005;16: 355362.
21. Terkeltaub RA, Gout. N Engl J Med 2003;349: 1647 55.

336

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai