Anda di halaman 1dari 27

Laporan

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN
(MORBUS HANSEN/KUSTA)

OLEH:

KELAS D SEMESTER V
KELOMPOK 9
1. Sri Nova Sastya Modamba
2. Nurul Pratiwi Thalib
3. Isra Mahmud
4. Helda Cristiana Tomasong
5. Maylien E. Hasan
6. Rizka Nur
7. Mega Purnamawaty Sudirman
8. Zulfikal R. Lihawa
9. Alief Rahman Ahmad

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan yang membahas
tentang”ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM INTEGUMEN :
MORBUS HANSEN / KUSTA ” dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah
satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi.
Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
sehingga dalam Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan
kualitasnya.

Gorontalo, Oktober 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang]

Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis


menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang
menyerang hampir semua organ tubuh terutama saraf tepi dan kulit, serta organ
tubuh lainnya seperti: mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo
endothelia, mata, otot, dan tulang kecuali susunan saraf pusat (Harahap, 2000).
Seseorang yang terinfeksi kusta dapat menyebabkan kecacatan pada system
saraf motorik, otonom, atau sensorik (Khafiludin, 2010).
Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta. Penyakit ini dapat ditularkan dari penderita kusta kepada orang
lain dengan cara kontak yang erat dan lama dengan penderita. Cara masuknya
kuman ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan bagian atas dan
melalui kontak kulit. Timbulnya penyakit Kusta bagi seseorang tidaklah mudah
semua tergantung dari beberapa faktor, antara lain: faktor sumber penularan
yaitu tipe penyakit Kusta, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh atau
sistem imunitas seseorang (Depkes, 2005).
Ada dua jenis penyakit kusta, yaitu tipe Paucibacillar (PB/kering) dan tipe
Multibacillary (MB/basah). 2 Penyakit kusta termasuk dalam salah satu daftar
penyakit menular yang angka kejadiannya masih tinggi (WHO, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut
rumusan masalah makalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Morbus Hansen?
2. Bagaimana etiologi terjadinya Morbus Hansen?
3. Bagaimana Tanda & gejala dan Prognosis dari Morbus Hansen?
4. Bagaimana Klasifikasi dari Morbus Hansen?
5. Bagaimana patofisiologi dari Morbus Hansen?
6. Apakah terdapat komplikasi Morbus Hansen?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Morbus Hansen?
8. Bagaimana pengaplikasian Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumem Morbus Hansen ?

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami apa itu Morbus Hansen
2. Mahasiswa paham dan mengerti apa yang dapat menjadi factor pencetus dari
Morbus Hansen.
3. Mahasiswa dapat mengetahui secara dini apa Tanda dan gejala dan prognosis
terkait dengan Morbus Hansen.
4. Mahasiswa dapat membedakan sesuai dengan Klasifikasi Morbus Hansen
yang ada.
5. Mahasiswa memahami bagaimana patofisiologi terjadinya Osteoporosis.
6. Mahasiswa mengetahui apa saja komplikasi yang dapat beresiko terjadi bila
adanya Morbus Hansen.
7. Mahasiswa mampu mengaplikasikan Penatalaksanaan baik medis maupun
Non medis untuk mengatasi Morbus Hansen.
8. Mahasiswa dapat mengimplementasikan secara mandiri Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen: Morbus Hansen.
BAB II

KONSEP MEDIS

2.1. Pengertian

Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Marbus Hansen adalah
sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae (Maharani,2015).

Kusta adalah penyakit tipe granulomatosa pada saraf tepi dan mukos dari
saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat
progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggita gerak dan mata
(Kementrian Kesehatan RI,2015).

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti
kumpulangejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika
atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan
penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang
diduga dibawa oleh orang-orang india yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agama dan dagangan. Pada 1995, World Health Organization (WHO)
memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen dikarenkan
kusta.

Berdasarkan beberapa pengertian kusta di atas peneliti dapat menyimpulkan


bahwa kusta adalah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium Leprae
yang menyerang saraf tepi jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf, anggota gerak dan mata.

2.2. Etiologi

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycrobacterium Leprae yang pertama kalia


ditemukan oleh G.H Armauer Hansesn pada tahun 1873. M.Leprae sendiri hidup
intraseluler dan memiliki afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel
dari retikulo endotenial. Waktu pembelahannya sangat lama berkisar antara 2-3
minggu. Diluar tubuh manusia dalam kondisi tropis kuman kusta dari sekret nasal
dapat bertahan sampai 9 hari (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Microbacterium ini adalah suatu kuman aerob, tidak berbentuk spora,


berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin, berukuran panjang 1-8 micro,
lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan pula yang menyebar, kuman ini hidup
dalam sel dan bersifat tahan asam (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

2.3. Manifestasi Klinik

1. Tanda kulit pada penyakit kusta adalah :


a) Kelainan pada kulit yang beruba bercak kemerahan, keputihan atau
b) benjolan.
c) Kulit mengkilap.
d) Bercak yang tidak terasa gatal.
e) Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat dan tidak berambut.
f) Lepuh tapi tidak tersa nyeri.
2. Tanda-tanda pada syaraf pada penyakit kusta adalah :
a) Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
b) Gangguan kerak pada anggota badan dan muka.
c) Adanya kecacatan (deformitas) pada bagian tubuh.
d) Terdapat luka tapib tidak tersa sakit.
3. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita kusta antara lain :
a) Panas dari derajat yang rendah sampai mengigil.
b) Anoreksia.
c) Nausea, yang terkada4ng disertai dengan vernitus.
d) Cephalgia.
e) Kadang disertai dengan iritasi, orchitis dan pleuritis.
f) Kadang juga dapat disertai dengan nephrosia, nepritis dan
hepatospleenomegali.
g) Neuritis

(Maharani,2015).
2.4. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta
sehingga tidak mampu merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit hilang.
Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya
dapatmencegah cacat lebih lanjut (Regan dan Keja, 2012). Tujuan utama program
pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk menurunkan insiden
penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita serta mencegah timbulnya cacat
(Soebono dan Suhariyanto, 2003).

Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur maka kuman kusta dapat
menjadi aktif kembali sehingga, timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang
makin memperburuk keadaan. Oleh karena itu, pengobatan sedini mungkin dan
teratur memegang peranan penting. Selama dalam masa pengobatan penderita dapat
terus melanjutkan aktivitasnya (Regan dan Keja, 2012).

MDT atau Multydrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti
kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai baktersidal dengan
obat anti kusta lain yang bersifat bakteriostatik (Regan dan Keja, 2012).

Program MDT dimulai tahun 1981 dengan menggunakan regimen kombinasi


yang kemudian dikenal dengan regimen MDT-WHO yang terdiri atas kombinasi
Dapson, Rifampisin, dan Klofazimin. Kombinasi ini untuk mengatasi resistensi
Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan penderita dan
menurunkan angka putus obat (drop out) pada masa monoterapi Dapson.
Diharapkan juga dengan MDT dapat mengeliminasi persistensi bakteri kusta dalam
jaringan (Soebono dan Suhariyanto, 2003).

Sediaan dan sifat obat:

1. DDS (Diamino Diphenyl Sulfone) atau Dapson

Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat


sintetase, anti metabolit PABA. Resistensi terhadap Dapsone timbul sebagai
akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta.
2. Rifampisin

Bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim, Rifampisin bekerja denga


menghambat enzim polymerase RNA yang berikatan irreversibel.

3. Lamprene atau Klofazimin

Memiliki efek bakteriostatik, bekerja melalui gangguan metabolisme


gangguan metabolisme radikal oksigen, memiliki efek antiinflamasi sehingga
berguna untuk pengobatan reaksi kusta.

4. Obat – Obat Penunjang (Vitamin)

a) Sulfat ferrosus : untuk penderita kusta yang memiliki anemia berat.


b) Vitamin A untuk penyehat kulit yang bersisik (Ichtyosis).
c) Neurotropik

Regimen MDT-WHO dibedakan antara penderita tipe PB dan MB.

2.5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC / PENUNJANG


Deteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan
tingkat kecacatan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai gejala sisa.Tingkat
keberhasilan terapi tampak lebih baik jika penyakit kusta ini dideteksi dan ditangani
secara dini.

1. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :


a. Gambaran klinik
Gejala klinik tersebut diantara lain :
1. Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak.
2. Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi.
3. Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik
maupun motorik.
4. Demam dan malaise.
5. Kedua tangan dan kaki membengkak.
6. Munculnya lesi-lesi baru pada kulit.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
adalah sebagai berikut:
1). Laboratorium
a. Darah rutin: tidak ada kelainan
b. Bakteriologi:
2). Pemeriksaan histopatologi
Dari pemeriksaan ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate limfosit
yang meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi. Diferensiasi
makrofag kearah peningkatan sel epiteloid dan sel giant memberi gambaran
sel langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran nekrosis (kematian
jaringan) didalam granulosum.Dimana penyembuhannya ditandai dengan
fibrosis.

2.6. KOMPLIKASI
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi
antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini
dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan
sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah
mulai pengobatan.
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif


Fisiologis Respirasi Tidak Terkaji
Sirkulasi Tidak Terkaji
Nutrisi dan cairan Tidak Terkaji
Eliminasi Tidak Terkaji
Aktivitas dan Tidak Terkaji
istirahat
Neurosensori Tidak Terkaji
Reproduksi dan Tidak Terkaji
Seksualitas
Psikologis Nyeri dan DS :
Kenyamanan - Klien mengeluh nyeri
DO :
- Klien tampak nyeri pada saat-saat tertentu
Integritas ego Tidak Terkaji
Pertumbuhan dan Tidak Terkaji
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri Tidak Terkaji
Penyuluhan dan Tidak Terkaji
pembelajaran
Relasional Interaksi social Tidak Terkaji
Lingkungan Keamanan dan DS :
proteksi - Klien mengeluh gatal-gatal
- Klien mengeluh panas
- Klien mengeluh lukanya sering dihinggapi lalat
DO :
- Kulit klien tampak kering/mengkilap dan bersisik
- Suhu badan 38,5°C
- Terdapat luka/ulser dibagian jari tangan dan jari kaki
klien
- Luka klien tampak menyebar dan terlihat kurang
sering diberikan perawatan luka

3.2.Analisa Data

Data Subjektif dan Analisis Data Masalah Keperawatan


Data Objektif
DS : Mycobacterium Leprae
- Klien mengeluh
gatal-gatal Penularan: Droplet Infection/Kontak
dengan Kulit
DO :
- Kulit klien Masuk dalam pembuluh darah
tampak dermis dan sel Schwan saraf
kering/mengkilap
dan bersisik
Sistem Imun Seluler meningkat

Makrofag aktif

Fagositosis
DX. GANGGUAN
INTEGRITAS KULIT
Hipersensitivifas melambat

Proses fagosit
Basil mati & menumpuk
bercampur dengan makrofag

Pembentukan sel epitel

Pembentukan Tuberkel

Lesi bercak 1-5 (Penebalan Saraf Tepi


dengan Gangguan Fungsi pada 1
saraf)

Gangguan saraf tepi

Saraf simpatik

Fibrosis

Penebalan saraf

Terjadi trauma/cedera (luka)

Dx. Gangguan Integritas Kulit


DS : Morbus Hansen / Kusta
- Klien mengeluh
panas Ikut di aliran darah
DO :
Suhu tubuh klien 38,5°C Proses inflamasi DX. HIPERTERMIA

Stimulasi sitokin dan prostaglandin


Gg. Sistem termoregulator

Suhu meningkat

Dx. Hipertermia
DS : Morbus Hansen/Kista
- Klien mengeluh
nyeri Ikut di aliran darah
DO :
- Klien tampak Proses Inflamasi
nyeri pada saat-
saat tertentu Stimulasi histamin DX. NYERI AKUT

Reseptor Nyeri

Dibawa ke hipotalamus

Dipersepsikan nyeri

Dx. Nyeri Akut


DS : Morbus Hansen / Kusta
- Klien mengeluh
lukanya sering Kulit
dihinggapi lalat
DO :
Bercak
- Terdapat
luka/ulser di
bagian jari Ulserasi DX. RESIKO INFKSI
tangan dan jari
kaki klien Luka terbuka
Luka klien
tampak
Bakteri/kuman masuk
menyebar dan
terlihat kurang
sering diberikan Dx. Resiko Infeksi
perawatan luka

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit ditandai dengan Nyeri dan Kemerahan
2. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit ditandai dengan Suhu
Tubuh meningkat diatas normal, Kulit merah.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencegah fisiologi (mis, inflamasi,
hiskemia, neoplasma) ditandai dengan Mengeluh Nyeri, Gelisah
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer: kerusakan integritas kulit
3.4. Pathway

Mycobacterium
1. Leprae

Penularan: Droplet Masuk dalam Sistem Imun Seluler Makrofag Aktif Fagositosis Hipersensitivitas
Infection/Kontak pembuluh darah meningkat melambat
dengan Kulit Dermis & Sel Schwan
Saraf
Pembentukan Sel Epitel Basil Mati & Proses
menumpuk bercampur Fagosit
dengan Makrofag
Pembentukan Tuberkel

MORBUS HANSEN / KUSTA

Lesi bercak 1-5 (Penebalan Saraf Tepi Lesi bercak >5 (Penebalan Saraf Tepi
Gangguan Saraf Tepi Ikut di Aliran Darah
dengan Gangguan Fungsi pada 1 saraf) dengan Gangguan Fungsi >1 Saraf

Peusibasiler (PB) Multibasiler (MB) Proses Inflamasi

Saraf Motorik Saraf Otonom Saraf Simpatik


Kulit
Stimulasi sitokin Stimulasi Histamin
& Prostaglandin
Gangguan Kelenjar bercak
Neuritis Fibrosis
keringat, minyak, & Reseptor Nyeri
aliran darah Gg. Sistem
Termuregulator Ulserasi
Sensabilitas Menurun Penebalan Saraf
Dibawa ke
Kulit kering, Hipotalamus
mengkilap & bersisik Terjadi trauma/cedera Suhu Meningkat Luka terbuka

(luka) Dipersepsikan Bakteri / kuman


Gatal-gatal Hipertermia Nyeri masuk

Kerusakan Integritas Kulit Nyeri Akut


Resiko Infeksi
3.5. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosia Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional


(NOC) (NIC)
1. KERUSAKAN INTEGRITAS 1. integritas jaringan: kulit 1. pengecekan kulit 1. Pengecekan kulit
KULIT (D.0129) dan membrane mukosa
observasi : Observasi :
Kategori : Lingkungan
1. Monitor warna dan kilit suhu 1. Agar dapat mengetahui
Subkategori : keamana dan Setelah dilakukan tindakan
2. Monitor kulit untuk adanya perubahan warna dan
proteksi keperawatan selama 3x24 jam
ruam dan lecet kulit
Definisi : kerusakan kulit (dermis masalah integritas jaringan: kulit
2. Supaya dapat mengetahui
dan atau epidermis) atau jaringan dan membrane mukosa teratasi Mandiri:
kerusakn kulit
(membrane mukosa, kornea, fasia, dengan indikator: 1. Periksa kulit dan selaput
otot, tendon, tulang, kartilagu, 1. suhu kulit (3) lendir terkait dengan adanya
Mandiri :
kapsul sendi atau ligamen) 2. sensasi (3) kemerahan, kehangatan ektri,
1. Agar mengetahui tingkat
Penyebab : 3. elastisitas (3) edema, atau drainase
keparahan infeksi
1. Neuropati perifer 2. Lakukan langkah-langkah
keterangan: 2. Supaya tidak
untuk mencegah kerusakan
Gejala dan tanda mayor : 1. sangat terganggu mengakibatkan
lebih lanjut.
Objektif : 2. banyakterganggu
5. Kerusakan jaringan 3. cukup trganggu kerusakan kulit yang
dan/atau lapisan kulit. 4. sedikit terganggu lebih parah.
5. tidak terganggu
Gejala dan tanda mayor :
Objektif :
1. Nyeri 2. status neurologi: perifer
2. kemerahan Setelah dilakukan tindakan
1. keperawatan selama 3x24 jam
masalah status neurologi : perifer
teratasi dengan indikator:
1. sensasi di extremitas kanan
atas (3)
2. sensasi extremitas kiri atas (3)
3. sensasi extremitas`kanan
bawah (3)
4. sensasi extremitas kiri bawah
(3)

keterangan:
1. sangat terganggu
2. banyak terganggu
3. cukup terganggu
4. sedikit terganggu
5. tidak terganggu
2. Hipertermia (D0130) 1. Termoregulasi 1. Perawatan Demam 1. Perawatan Demam
Kategori : lingkungan
Setelah dilakukan tindakan Obsevasi : Observasi :
Subkategori : keamanan dan
keperawatan selama 3x24 jam 1. Pantau suhu dan tanda-tanda 1. Agardapat mengeathui
proteksi
masalah termoregulasi teratasi vital lainnya. suhu tubuh dan tanda-
Definisi: suhu tubuh meningkat di
dengan indikator : tanda vital dari pasien.
atas rentang norma tubuh. Mandiri :
1. Merasa merinding saat
Penyebab : 1. Beri obat atau cairan IV Mandiri :
dingin (3)
1. Proses penyakit (mis, (misalnya,antipiretik, agen 1. Supaya demam yang
2. Menggigil saat dingin (3)
infeksi da kanker) antibakteri, dan agen anti dirasakan dapat
3. Melaporkan kenyamanan
mengginggil) berukurang.
Gejala dan tanda mayor suhu (3)
2. Fasilitasi istirahat, terapkan 2. Supaya pasien dapat
Objketif :
Keterangan : pembatas aktivitas jika beristirahat dan
1. Suhu tubuh di atas nilai
1. Sangat terganggu diperlukan mengurangi demam
normal
2. Banyak terganggu
Kolaborasi :
Gejala dan tanda minor 3. Cukup terganggu
Objektif: 4. Sedikit terganggu - Kolaborasi :
1. Kulit merah 5. Tidak terganggu HE: -
- HE :
2. Tanda – tanda vital -
2.Kontrol Nyeri
1. Setelah dilakukan tindakan
Observasi : 2.Kontrol Nyeri
keperawatan selama 3x24 jam
-
masalah tanda – tanda vital teratasi
Observasi :
dengan indikator :
Mandiri : -
1. Suhu tubuh (3)
1. Berikan lingkungan Mandiri :
2. Tingkat pernapasan (3)
dengan baik setelah 1. Agar lingkungan
3. Tekanan darah sistolik (3)
digunakan untuk setiap pasien tetap terjaga
Keterangan: pasien dan pasien merasakan
1. Defiasi berat dari kisaran 2. Berikan terapi antibiotic nyaman.
normal yang sesuai. 2. Supaya masalah pada
2. Defiasi yang cukup berat pasien dapat teratasi
dari kisaran normal Kolaborasi : dengan tepat.
3. Defiasi sedang dari kisaran -
Kolaborasi :
normal
4. Defiasi ringan dari kisaran HE : -
normal 1. Ajarkan pasien dan HE :
anggota keluarga Agar pasien dan keluarga dapat
Tidak ada defiasi dari kisaran
mengenai bagaimana menghindari resiko infeksi.
normal
menghindari infeksi
3. Nyeri (D0077) 1. Kontrol nyeri: 1. Pengurangan kecemasan 1. Penguranagn Kecemasan
Kategori : Psikologis
Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Subkategori : Nyeri dan
eperawatan delama 3x24 jam 1. Identifikasi pada saat terjadi 1. Supaya dapat mengetahui
kenyamanan
masalah kontrol nyeri teratasi perubahan tingkat kecemasan. tingkat kecemasan
Definisi : pengalaman sensori atau
dengan indikator:
emosional yang berkaitan dengan Mandiri :
1. Mengenalinkapan nyeri Mandiri :
kerusakan jaringan actual atau 1. Berikan aktivitas pengganti
terjadi(3) 1. Supaya pasien dapat
fungsional dengan onset mendadak yang bertujuann untuk
teralhir dari rasa nyeri.
atau lambat dan berintersitas ringan mengurangi tekanan.
2. Supaya pasien dan
higga berat yang berlangsung 2. Menggambarkan factor 2. Jelaskan semua prosedur
keluarga tau jika ada yang
kurang dari 3 bulan. penyebab (3) termasuk sensasi yang akan
terjadi atau dirasakan
Penyebab : 3. Menggunakan tindakan dirasakan yang mungkin akan
klien selama prosedur
pencegahan (3)
dilakukan
1. agen pencegah fisiologi Keterangan: dialami klien selama prosedur
(mis, inflamasi, hiskemia, 1. Tidak pernah menunjukan (dilakukan) Kolaborasi :
neoplasma) 2. Jarang menunjukan -
Kolaborasi :
3. Kadang kadang HE :
gejala tanda mayor -
menunjukan 1. Agar ketika pasien
subjektif: HE :
4. Sering menunjukan merasakan nyeri, pasien
1. Mengeluh 1. Intruksikan klien untuk
5. Secara konsisten dapat melakukan
menggunakan teknik
objektif : menunjukan tindakan relaksasi guna
relaksasi.
1. Gelisah untuk mengurangi nyeri
2. Manajemen Nyeri
2. Tingkat nyeri:
Observasi :
2. Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi karateristik
kepeawatan selama 3x24 jam durasi, frekuensi, kualitas dan Obervasi :
masalah tingkat nyeri teratasi intesitas nyeri. 1. Agar dapat mengetahui
dengan indikator : lokasi dan tingkat
Mandiri :
1. Nyeri yg dilaporkan (3) keparahan nyeri.
1. Kontrol lingkungan yang
2. Panjangnya episode(3)
memperberat rasa nyeri ( Mandiri :
nyeri
3. Menggosok area yg mis, suhu ruangan, 1. Supaya rasa nyeri dapat
terkena dampak (3) pencahayaan, kebisingan berkurang , salah satunya
2. Fasilitasi istirahat dan tidur dengan mengontrol suhu
Keterangan:
ruangan, pencahayaan
1. Berat Kolaboasi :
dan kebisingan
2. Cukup berat 1. Kolaborasi pemberian
2. Agar pasien dapat
3. Sedang analgetik jika perlu
beristirahat
4. Ringan
HE :
1. Tidak ada Kolaborasi :
1. Jelaskan strategi
1. Agar dapat memberikan
meredakan nyeri.
analgesic yang tepat.

HE :
1. Supaya ketika pasien
tidak bersama berawat,
pasien dapat
meredakan nyeri
sendiri.
4. Resiko Infeksi (D0124) 1. keparahan infeksi 1. perlindungan Infeksi 1. Perlindungan Infeksi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : keamanan dan setelah dilakukan tindakan selama Observasi :
proteksi 3x24 jam masalah keparahan 1. monitor kerentanan infeksi Observasi :
Definisi : bersiko mengalami infeksi teratasi dengan indikator : 1. Supaya dapat mengetahui
mandiri :
peningkatan terserang organisme 1. kemerahan (3) kerentanan kulit dan
1. anjurkan istirahat
patogenik. 2. ketidakstabilan suhu (3) mencegah keparahan atau
2. berikan ruang pribadi yang
Penyebab : 3. nyeri (3) bertambahnya infeksi.
diperlukan.
1. ketidakadekuatan
keterangan : Mandiri :
pertahanan tubuh primer: Kolaborasi :
1. berat 1. Supaya pasien dapat
kerusakan integritas kulit -
2. cukup berat beristirahat
1. HE :
3. sedang 2. Agar pasien merasakan
1. Intruksikan pasien untuk
4. ringan kenyamanan
minum antibiotic yang
5. tidak ada Kolaborasi :
diresepkan
-
HE :
2. konrol risiko komunitas :
1. Supaya pasien tidak
penyakit menular 2. Identifikasi Resiko
kekurangan cairan
Observasi :
setelah dilakukan tindakan
keperawan selama 3x24 jam
masalah kontrol risiko komunitas : 1. Kaji ulang data yang 2. Identifikasi Resiko
penyakit menular teratasi dengan didapatkan dari pengkajian
Observasi :
indikator : resiko secara rutin
1. Agar tidak terjadi
1. skrining dari semua
kesalahan ketika
kelompok target yang Mandiri :
pemberian tindakan
berisiko tinggi (3) 1. Gunakan rancangan
2. penegakan program tujuan yang saling Mandiri :
surveilans infeksi (3) menguntungkan dengan 1. Supaya tidak terjadi
3. penegakan program tepat kerugian dan
pengendalian infeksi (3) menjanlakan tujuan yang
Kolaborasi : tepat.
keterangan :
-
1. buruk Kolaborasi :
2. cukup baik -
HE :
3. baik HE :
1. Intruksikan faktor
4. sangat baik Agar pasien tau
resiko dan rencana
1. sempurna bagaimana menangani
untuk mengurangi
dan mengurangi faktor
faktor resiko.
resiko.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Penyakit kusta merupakan penyakit menular. Tetapi cara penularannya


tidak mudah dan masa penularannya lama. Penyakit kusta menular dengan
adanya kontak langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang
lama. Penyakit ini bisa menimbulkan kecacatan pada penderita karena bakteri
menyerang saraf penderita kusta. Penyakit kusta ini bisa disembuhkan apabila
ditemukan tanda-tanda kusta dan diobati sejak dini.
Kusta banyak terdapat pada negara berkembang atau negara miskin.
Dengan kondisi lingkungan yang tidak bersih, fasilitas kebersihan yang tidak
memadai dan asupan gizi yang buruk sehingga menyebabkan daya tahan tubuh
rendah. Rentan terhadap penyakit infeksi seperti kusta.

4.2. Saran
Saran dari kelompok kami yaitu agar kita semua tetap menjaga
kesehatan dan berpola hidup yang sehat. Hindari makanan-makanan,
kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi pencetus terjadinya suatu penyakit.
Dan menghindari komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC

Nursalam. (2013). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Perry & Potter . (2006) .Fundamental Keperawatan . Edisi 4, EGC: Jakarta.

Potter & Patricia, A. (2010) .Buku Anjar Fundamental Keperawatan, Konsep,

Proses dan Praktek . EGC: Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai