OLEH:
KELAS D SEMESTER V
KELOMPOK 9
1. Sri Nova Sastya Modamba
2. Nurul Pratiwi Thalib
3. Isra Mahmud
4. Helda Cristiana Tomasong
5. Maylien E. Hasan
6. Rizka Nur
7. Mega Purnamawaty Sudirman
8. Zulfikal R. Lihawa
9. Alief Rahman Ahmad
Puji dan syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan yang membahas
tentang”ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM INTEGUMEN :
MORBUS HANSEN / KUSTA ” dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah
satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi.
Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
sehingga dalam Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan
kualitasnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami apa itu Morbus Hansen
2. Mahasiswa paham dan mengerti apa yang dapat menjadi factor pencetus dari
Morbus Hansen.
3. Mahasiswa dapat mengetahui secara dini apa Tanda dan gejala dan prognosis
terkait dengan Morbus Hansen.
4. Mahasiswa dapat membedakan sesuai dengan Klasifikasi Morbus Hansen
yang ada.
5. Mahasiswa memahami bagaimana patofisiologi terjadinya Osteoporosis.
6. Mahasiswa mengetahui apa saja komplikasi yang dapat beresiko terjadi bila
adanya Morbus Hansen.
7. Mahasiswa mampu mengaplikasikan Penatalaksanaan baik medis maupun
Non medis untuk mengatasi Morbus Hansen.
8. Mahasiswa dapat mengimplementasikan secara mandiri Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen: Morbus Hansen.
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1. Pengertian
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Marbus Hansen adalah
sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae (Maharani,2015).
Kusta adalah penyakit tipe granulomatosa pada saraf tepi dan mukos dari
saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit. Bila tidak ditangani kusta dapat sangat
progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggita gerak dan mata
(Kementrian Kesehatan RI,2015).
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti
kumpulangejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika
atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan
penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang
diduga dibawa oleh orang-orang india yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agama dan dagangan. Pada 1995, World Health Organization (WHO)
memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen dikarenkan
kusta.
2.2. Etiologi
(Maharani,2015).
2.4. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta
sehingga tidak mampu merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit hilang.
Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya
dapatmencegah cacat lebih lanjut (Regan dan Keja, 2012). Tujuan utama program
pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk menurunkan insiden
penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita serta mencegah timbulnya cacat
(Soebono dan Suhariyanto, 2003).
Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur maka kuman kusta dapat
menjadi aktif kembali sehingga, timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang
makin memperburuk keadaan. Oleh karena itu, pengobatan sedini mungkin dan
teratur memegang peranan penting. Selama dalam masa pengobatan penderita dapat
terus melanjutkan aktivitasnya (Regan dan Keja, 2012).
MDT atau Multydrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti
kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai baktersidal dengan
obat anti kusta lain yang bersifat bakteriostatik (Regan dan Keja, 2012).
2.6. KOMPLIKASI
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi
antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini
dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan
sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah
mulai pengobatan.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
3.2.Analisa Data
Makrofag aktif
Fagositosis
DX. GANGGUAN
INTEGRITAS KULIT
Hipersensitivifas melambat
Proses fagosit
Basil mati & menumpuk
bercampur dengan makrofag
Pembentukan Tuberkel
Saraf simpatik
Fibrosis
Penebalan saraf
Suhu meningkat
Dx. Hipertermia
DS : Morbus Hansen/Kista
- Klien mengeluh
nyeri Ikut di aliran darah
DO :
- Klien tampak Proses Inflamasi
nyeri pada saat-
saat tertentu Stimulasi histamin DX. NYERI AKUT
Reseptor Nyeri
Dibawa ke hipotalamus
Dipersepsikan nyeri
Mycobacterium
1. Leprae
Penularan: Droplet Masuk dalam Sistem Imun Seluler Makrofag Aktif Fagositosis Hipersensitivitas
Infection/Kontak pembuluh darah meningkat melambat
dengan Kulit Dermis & Sel Schwan
Saraf
Pembentukan Sel Epitel Basil Mati & Proses
menumpuk bercampur Fagosit
dengan Makrofag
Pembentukan Tuberkel
Lesi bercak 1-5 (Penebalan Saraf Tepi Lesi bercak >5 (Penebalan Saraf Tepi
Gangguan Saraf Tepi Ikut di Aliran Darah
dengan Gangguan Fungsi pada 1 saraf) dengan Gangguan Fungsi >1 Saraf
keterangan:
1. sangat terganggu
2. banyak terganggu
3. cukup terganggu
4. sedikit terganggu
5. tidak terganggu
2. Hipertermia (D0130) 1. Termoregulasi 1. Perawatan Demam 1. Perawatan Demam
Kategori : lingkungan
Setelah dilakukan tindakan Obsevasi : Observasi :
Subkategori : keamanan dan
keperawatan selama 3x24 jam 1. Pantau suhu dan tanda-tanda 1. Agardapat mengeathui
proteksi
masalah termoregulasi teratasi vital lainnya. suhu tubuh dan tanda-
Definisi: suhu tubuh meningkat di
dengan indikator : tanda vital dari pasien.
atas rentang norma tubuh. Mandiri :
1. Merasa merinding saat
Penyebab : 1. Beri obat atau cairan IV Mandiri :
dingin (3)
1. Proses penyakit (mis, (misalnya,antipiretik, agen 1. Supaya demam yang
2. Menggigil saat dingin (3)
infeksi da kanker) antibakteri, dan agen anti dirasakan dapat
3. Melaporkan kenyamanan
mengginggil) berukurang.
Gejala dan tanda mayor suhu (3)
2. Fasilitasi istirahat, terapkan 2. Supaya pasien dapat
Objketif :
Keterangan : pembatas aktivitas jika beristirahat dan
1. Suhu tubuh di atas nilai
1. Sangat terganggu diperlukan mengurangi demam
normal
2. Banyak terganggu
Kolaborasi :
Gejala dan tanda minor 3. Cukup terganggu
Objektif: 4. Sedikit terganggu - Kolaborasi :
1. Kulit merah 5. Tidak terganggu HE: -
- HE :
2. Tanda – tanda vital -
2.Kontrol Nyeri
1. Setelah dilakukan tindakan
Observasi : 2.Kontrol Nyeri
keperawatan selama 3x24 jam
-
masalah tanda – tanda vital teratasi
Observasi :
dengan indikator :
Mandiri : -
1. Suhu tubuh (3)
1. Berikan lingkungan Mandiri :
2. Tingkat pernapasan (3)
dengan baik setelah 1. Agar lingkungan
3. Tekanan darah sistolik (3)
digunakan untuk setiap pasien tetap terjaga
Keterangan: pasien dan pasien merasakan
1. Defiasi berat dari kisaran 2. Berikan terapi antibiotic nyaman.
normal yang sesuai. 2. Supaya masalah pada
2. Defiasi yang cukup berat pasien dapat teratasi
dari kisaran normal Kolaborasi : dengan tepat.
3. Defiasi sedang dari kisaran -
Kolaborasi :
normal
4. Defiasi ringan dari kisaran HE : -
normal 1. Ajarkan pasien dan HE :
anggota keluarga Agar pasien dan keluarga dapat
Tidak ada defiasi dari kisaran
mengenai bagaimana menghindari resiko infeksi.
normal
menghindari infeksi
3. Nyeri (D0077) 1. Kontrol nyeri: 1. Pengurangan kecemasan 1. Penguranagn Kecemasan
Kategori : Psikologis
Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Subkategori : Nyeri dan
eperawatan delama 3x24 jam 1. Identifikasi pada saat terjadi 1. Supaya dapat mengetahui
kenyamanan
masalah kontrol nyeri teratasi perubahan tingkat kecemasan. tingkat kecemasan
Definisi : pengalaman sensori atau
dengan indikator:
emosional yang berkaitan dengan Mandiri :
1. Mengenalinkapan nyeri Mandiri :
kerusakan jaringan actual atau 1. Berikan aktivitas pengganti
terjadi(3) 1. Supaya pasien dapat
fungsional dengan onset mendadak yang bertujuann untuk
teralhir dari rasa nyeri.
atau lambat dan berintersitas ringan mengurangi tekanan.
2. Supaya pasien dan
higga berat yang berlangsung 2. Menggambarkan factor 2. Jelaskan semua prosedur
keluarga tau jika ada yang
kurang dari 3 bulan. penyebab (3) termasuk sensasi yang akan
terjadi atau dirasakan
Penyebab : 3. Menggunakan tindakan dirasakan yang mungkin akan
klien selama prosedur
pencegahan (3)
dilakukan
1. agen pencegah fisiologi Keterangan: dialami klien selama prosedur
(mis, inflamasi, hiskemia, 1. Tidak pernah menunjukan (dilakukan) Kolaborasi :
neoplasma) 2. Jarang menunjukan -
Kolaborasi :
3. Kadang kadang HE :
gejala tanda mayor -
menunjukan 1. Agar ketika pasien
subjektif: HE :
4. Sering menunjukan merasakan nyeri, pasien
1. Mengeluh 1. Intruksikan klien untuk
5. Secara konsisten dapat melakukan
menggunakan teknik
objektif : menunjukan tindakan relaksasi guna
relaksasi.
1. Gelisah untuk mengurangi nyeri
2. Manajemen Nyeri
2. Tingkat nyeri:
Observasi :
2. Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi karateristik
kepeawatan selama 3x24 jam durasi, frekuensi, kualitas dan Obervasi :
masalah tingkat nyeri teratasi intesitas nyeri. 1. Agar dapat mengetahui
dengan indikator : lokasi dan tingkat
Mandiri :
1. Nyeri yg dilaporkan (3) keparahan nyeri.
1. Kontrol lingkungan yang
2. Panjangnya episode(3)
memperberat rasa nyeri ( Mandiri :
nyeri
3. Menggosok area yg mis, suhu ruangan, 1. Supaya rasa nyeri dapat
terkena dampak (3) pencahayaan, kebisingan berkurang , salah satunya
2. Fasilitasi istirahat dan tidur dengan mengontrol suhu
Keterangan:
ruangan, pencahayaan
1. Berat Kolaboasi :
dan kebisingan
2. Cukup berat 1. Kolaborasi pemberian
2. Agar pasien dapat
3. Sedang analgetik jika perlu
beristirahat
4. Ringan
HE :
1. Tidak ada Kolaborasi :
1. Jelaskan strategi
1. Agar dapat memberikan
meredakan nyeri.
analgesic yang tepat.
HE :
1. Supaya ketika pasien
tidak bersama berawat,
pasien dapat
meredakan nyeri
sendiri.
4. Resiko Infeksi (D0124) 1. keparahan infeksi 1. perlindungan Infeksi 1. Perlindungan Infeksi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : keamanan dan setelah dilakukan tindakan selama Observasi :
proteksi 3x24 jam masalah keparahan 1. monitor kerentanan infeksi Observasi :
Definisi : bersiko mengalami infeksi teratasi dengan indikator : 1. Supaya dapat mengetahui
mandiri :
peningkatan terserang organisme 1. kemerahan (3) kerentanan kulit dan
1. anjurkan istirahat
patogenik. 2. ketidakstabilan suhu (3) mencegah keparahan atau
2. berikan ruang pribadi yang
Penyebab : 3. nyeri (3) bertambahnya infeksi.
diperlukan.
1. ketidakadekuatan
keterangan : Mandiri :
pertahanan tubuh primer: Kolaborasi :
1. berat 1. Supaya pasien dapat
kerusakan integritas kulit -
2. cukup berat beristirahat
1. HE :
3. sedang 2. Agar pasien merasakan
1. Intruksikan pasien untuk
4. ringan kenyamanan
minum antibiotic yang
5. tidak ada Kolaborasi :
diresepkan
-
HE :
2. konrol risiko komunitas :
1. Supaya pasien tidak
penyakit menular 2. Identifikasi Resiko
kekurangan cairan
Observasi :
setelah dilakukan tindakan
keperawan selama 3x24 jam
masalah kontrol risiko komunitas : 1. Kaji ulang data yang 2. Identifikasi Resiko
penyakit menular teratasi dengan didapatkan dari pengkajian
Observasi :
indikator : resiko secara rutin
1. Agar tidak terjadi
1. skrining dari semua
kesalahan ketika
kelompok target yang Mandiri :
pemberian tindakan
berisiko tinggi (3) 1. Gunakan rancangan
2. penegakan program tujuan yang saling Mandiri :
surveilans infeksi (3) menguntungkan dengan 1. Supaya tidak terjadi
3. penegakan program tepat kerugian dan
pengendalian infeksi (3) menjanlakan tujuan yang
Kolaborasi : tepat.
keterangan :
-
1. buruk Kolaborasi :
2. cukup baik -
HE :
3. baik HE :
1. Intruksikan faktor
4. sangat baik Agar pasien tau
resiko dan rencana
1. sempurna bagaimana menangani
untuk mengurangi
dan mengurangi faktor
faktor resiko.
resiko.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
4.2. Saran
Saran dari kelompok kami yaitu agar kita semua tetap menjaga
kesehatan dan berpola hidup yang sehat. Hindari makanan-makanan,
kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi pencetus terjadinya suatu penyakit.
Dan menghindari komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.