Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah : CURRENT ISSUE

Dosen : Drs. H. Abd. Latif, M.Kes

PROPOSAL ANGGARAN

PROMOSI KESEHATAN TENTANG PENYAKIT KUSTA

OLEH

Nama : KIKY NURFAYANGTI YUNUS


NIM/Smstr : P2MK.12.02.04.203
Prodi : Magister Kesehatan

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2014
PROPOSAL ANGGARAN

PROMOSI KESEHATAN TENTANG

PENYAKIT KUSTA (LEPRA)

A. KERANGKA TEORI

1. Defenisi Penyakit Kusta (Lepra)

a. Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti

kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra

disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan

kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874

sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen

b. Penyakit Kusta adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan

mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda

yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat

progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota

gerak, dan mata.

2. Etiologi

Penyebab :

Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai

microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak

membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun

jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol

sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”.


Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa

hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan

dari udara. Dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui

penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga

tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang

berbeda pada setiap individu.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan.

Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi

minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus

kusta pada bayi muda.Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30

tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang

yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke

daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi

rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

Tanda-tanda :

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari

tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Secara umum, tanda-tanda itu

adalah :

 Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia

 Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin

melebar dan banyak.


 Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,

aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja

sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.

 Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit

 Alis rambut rontok

 Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka

singa)

Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :

 Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

 Anoreksia.

 Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.

 Cephalgia.

 Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

 Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan

hepatospleenomegali.

B. LATAR BELAKANG

Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen,

adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Indonesia dikenal sebagai satu dari tiga negara yang

paling banyak memiliki penderita kusta. Dua negara lainnya adalah India dan

Brazil.
Bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ahli fisika

Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen, pada tahun 1873 lalu.

Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan

sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah.

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti

kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit ini diduga berasal dari

Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat

perpindahan penduduk. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada

abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke

Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. Pada 1995,

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga

juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.

Menurut World Health Organization (WHO), bahwa di dunia kasus

penderita kusta yang dilaporkan sebanyak 312.036, dan jumlah kasus baru

pada pertengahan tahun 2008 dilaporkan dari 121 negara sebanyak 249.007

kasus. Sedangkan di Indonesia jumlah penderita pada tahun 2008 adalah

17.243 kasus (Weekly Epidemiological Record, 2009).

Di Sulawesi Selatan, pada tahun 2008 penderita kusta yang masih

terdaftar sebanyak 1.148 penderita, dan pada tahun 2009 sebanyak 1.959

penderita (Data dan informasi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan,

2010).
Penyakit kusta dapat menyebabkan deformitas dan kecacatan, dimana

hal ini timbul akibat beberapa faktor resiko antara lain tipe penyakit kusta,

lamanya penyakit aktif dan jumlah batang saraf yang terkena (Dali

Amiruddin, 2003: 125). Kecacatan yang terjadi pada penderita kusta

disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian dan kepercayaan yang

keliru terhadap kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006).

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku individu atau keluarga

terhadap suatu penyakit tergantung dari pengetahuan, sikap, dan tindakan

individu tersebut, apabila pengetahuan individu terhadap suatu penyakit tidak

atau belum diketahui, maka sikap dan tindakan dalam upaya pencegahan

kecacatan pun terkadang terabaikan.

Kelurahan Balang Baru RW 004 Kota Makassar merupakan kompleks

penderita kusta di kota Makassar. Dari pengambilan data awal yang dilakukan

oleh peneliti ditemukan bahwa pada tahun 2011 jumlah penderita kusta

sebanyak 2606 orang, dimana jumlah penderita laki-laki sebanyak 1229 dan

penderita perempuan sebanyak 1337 orang. Sedangkan hasil observasi awal

diperoleh beberapa kasus kecacatan yang ditemukan di lapangan yang

seharusnya sudah mendapat pelayanan rehabilitasi di rumah sakit, namun

pada kenyataannya belum dirujuk. Akibat penundaan penanganan tersebut

dapat berimplikasi pada kompleksnya penanganan dikemudian hari atau bisa

menimbulkan kecacatan.
C. CARA PENGOBATAN / TERAPI

Pengobatan

a. Tipe PB dengan lesi tunggal

Diberikan dosis tunggal Rifampicine-Ofloxacine-Minocycline (ROM) :

Rifampicine Ofloxacine Minocycline

Dewasa (50-70 Kg) 600 mg 400 mg 100 mg

Anak (5-14 tahun) 300 mg 200 mg 50 mg

Obat ditelan didepan petugas, dan anak < 5 tahun serta ibu hamil tidak

diberikan ROM. Pemberian pengobatan sekali saja dan langsung Release

From Treatment (RFT).

b. Monoterapi

1) Dapson = DDS (Diamino Dipheryl Sulfon).

2) Sifat : Bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan

kuman kusta.

3) Dosis :

Dewasa : 100 mg/hari, secara terus menerus.

Anak-anak : 1-2 mg/kg BB/hari.

4) Lamanya pengobatan tergantung dari tipe penyakit.

Tipe T : ± 3 ½ tahun.

Tipe I : 6 tahun.

Tipe B/L : 10-15 tahun, bahkan lebih.


5) Penderita dinyatakan :

 Inaktif apabila penderita sudah berobat lebih dari 1 ½ tahun dan

penderita berobat teratur (lebih 75% dosis seharusnya).

 Release from Control (RFC) apabila penderita telah dinyatakan

inaktif dan penderita tidak pernah mengalami reaktivasi.

 Multi Drug Treatment (MDT) = Pengobatan Kombinasi

Sejak timbulnya masalah resistensi terhadap DDS, telah diambil

suatu kebijaksanaan untuk mengadakan perubahan dari pengobatan

tunggal DDS menjadi pengobatan kombinasi. Dengan pengobatan

kombinasi, relaps rate sangat rendah yaitu sekitar 0,1% per tahun untuk

penderita PB dan 0,06% per tahun untuk penderita MB. Disamping itu

pengobatan monoterapi menurut WHO juga tidak etis. Di Indonesia sejak

tahun 1982 mulai menggunakan obat kombinasi.

Rejimen pengobatan kombinasi sebagai berikut :

1) PB

a) Dapson 100 mg/hari, makan di rumah.

b) Rifampisin 600 mg/bulan, makan di depan petugas.

c) Lamanya pengobatan 6 bulan, maksimal 9 bulan (6 dosis

rifampisin).

2) MB

a) Dapson 100 mg/hari, makan di rumah.

b) Rifampisin 600 mg/bulan, diminum di depan petugas.


c) Klofasimin (Lampren) 50 mg/hari, diminum di rumah dan 300

mg/bulan, diminum di depan petugas.

d) Lamanya pengobatan 12 bulan, maksimal 18 bulan (12 dosis

rifampisin). (Dali Amiruddin, 2003: 69-73).

D. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan Pemahaman tentang Penyakit Kusta (Lepra)

2. Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui tentang indikator dan penyebab penyakit kusta

- Untuk mengetahui cara menghindari terjadinya penyakit kusta

- Untuk mengetahui cara mengatasi/pengobatan penyakit kusta

E. PESERTA

Peserta dalam kegiatan ini adalah masyarakat umum dan terkhusus pada

penderita penyakit kusta

F. SASARAN

a. Sasaran Utama : Penderita penyakit kusta

b. Sasaran antar : tokoh masyarakat, tenaga kesehatan dan keluarga

penderita

G. STRATEGI

1. Advokasi

Melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada sasaran agar mengerti

pentingnya menjaga kebersihan dan menghindari pemicu terjadinya

penyakit kusta
Sasaran advokasi :

- RS, Puskesmas

- Tokoh masyarakat, tokoh agama, Ibu PKK, kader kesehatan

Hasil yang diharapkan :

- Adanya dukungan kebijakan dalam program

- Adanya bantuan pengobatan

- Adanya dukungan dari keluarga penderita agar tidak merasa

terkucilkan

2. Bina Suasana (social support)

Upaya sistematis dan terogranisir untuk menjalin kemitraan dalam

pembentukan opini yang positif tentang pentingnya pola hidup sehat dan

seimbang.

Sasaran bina suasana :

- Pengelola media massa, LSM, organisasi profesi

Metode dan cara yang digunakan :

- Penyuluhan dipuskesmas

- Lokarkarya, kunjungan lapangan

- Penulisan artikel dalam media massa

Hasil yang diharapkan :

- Terciptanya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya menjaga

kebersihan linkungan dan tidak mengucilkan para penderita kusta

- Meningkatnya kesadaran penderita kusta agar rutin berobat dan

mengkonsumsi makanan gizi seimbang.


3. Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat yang sudah menderita penyakit kusta setidaknya tidak

dikucilkan oleh masyarakat setempat.

H. LANGKAH KEGIATAN

PENGKAJIAN

EVALUASI MERENCANAKAN
KEGIATAN

PELAKSANAAN MENGEMBNGKAN
PROMOSI MATERI

I. PELAKSANAAN

Ceramah, diskusi dan kunjungan ke puskesmas RT, RW lingkungan yang

terdapat penderita kusta

J. WAKTU / LAMANYA KEGIATAN

Dilaksanakan selama 1 hari

K. JADWAL KEGIATAN

No. Hari/Tanggal Jenis Kegiatan Waktu Ket.

- Pembukaan 08.30 – 09.30


- Penyajian Materi 09.30 – 12.00
Kamis, 29 Mei
- Istirahat 12.00 – 13.00
2014
- Diskusi kelompok 13.00 – 15.30
- Kunjungan 15.30 – 17.00
L. RENCANA KEGIATAN

1. Persiapan materi ceramah, poster dan perlengkapan

2. Persiapan lokasi pelaksanaan, sasaran yang akan dikunjungi

3. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal pelaksanaan

M. KEPANITIAAN

1. Pelindung : Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar

2. Penanggung Jawab : Kepala Puskesmas

3. Ketua : Kepala Bagian Promosi Kesehatan

4. Sekretaris : Kiky Nurfayangti Yunus, SKM

5. Bendahara : Maryam, SKM

6. Koor. Keamanan : Baharuddin

7. Koor. Perlengkapan : Akbar, SKM

8. Koor. Acara : Sudirman, SKM, M.Kes, MARS

9. Koor. Dokumentasi : Nurfitria

N. ANGGARAN YANG DIGUNAKAN DARI ANGGARAN RUTIN

1. Biaya Pengadaan Materi 100 exp.@Rp. 10.000 Rp. 1.000.000,-

2. Insentif pembawa materi 3 org @Rp. 300.000 Rp. 900.000,-

3. Transportasi panitia RP. 1.000.000,-

4. Konsumsi peserta ±200 org @Rp. 15.000 Rp. 3.000.000,-

5. Dokumentasi Rp. 500.000,-

6. Biaya tak terduga Rp. 1.500.000,-

Total estimasi anggaran Rp. 7.900.000,-

= Tujuh Juta Sembilan Ratus Ribu Rupiah =


O. EVALUASI

Evaluasi diadakan dalam Tanya jawab secara lisan. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui apakah peserta mengerti dan paham akan materi yang diberikan.

Makassar, 7 Mei 2014

Diketahui oleh,

Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Penyusun Proposal

(_____________________) (Kiky Nurfayanti)

Anda mungkin juga menyukai