Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI III

OLEH

Nama : Flaviana Amanda Mea

Nim :

Mata Kuliah : Manajemen Penyakit Infeksi Tropis II

Judul Tugas : Manajemen Penanggulangan Penyakit Tropis


Kusta

Program Studi : DIII Keperawatan

Minggu ke : III

Kelas : RPL

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN

RPL 2019
SOAL

1. Jelaskan Situasi penyakit kusta di Indonesia


2. Jelaskan tentang konsep penyakit dan epidemiologi kusta
3. Jelaskan Pengelolaan dan tata laksana pasien dengan kusta
4. Jelaskan konsep promosi kesehatan.
5. Jelaskan pengkajian keperawatan yang tepat pada pasien dengan kusta
6. Jelaskan diagnose Keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan kusta
7. Jelaskan Intervensi keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan yang di angkat.

JAWAB :

1. World Healt Organization (WHO), Indonesia merupakan salah satu Negara dengan
Jumlah penderita penyakit kusta yang tinggi sebanyak 16.856 kasus, sehingga
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India (134.753 kasus) dan Brasil
(33.303 kasus) pada tahun 2013. Sedangkan menurut DirJen Pencegahan dan
Penggendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI, angka prevalensi penderita kusta di
Indonesia pada tahun 2015 0,78 per 10.000 penduduk, sehingga jumlah penderita yang
terdaftar sekitar 20.160 kasus. Ada 14 Propinsi di Indonesia yang prevalensinya di atas 1
per 10.000 yaitu Banten, Sulawesi Tengah, Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat
dan Kalimantan Utara.
2. Konsep penyakit dan epidemiologi kusta
a) Konsep Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Menurut Depkes RI (1996) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah
penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut
Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah salah satu
penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi,
dan psikologis.
b) Epidemiologi Penyakit Kusta
Distribusi penyakit kusta menurut geografi
Distribusi angka penemuan penderita baru kusta di dunia terlihat pada peta
berikut :
Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2006 adalah
sekitar 259.017. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia
Tenggara (174.118) diikuti regional Amerika (47.612), regional Afrika (27.902),
dan sisanya berada di regional lain di dunia.
3. Konsep pengelolaan dan Tata laksana penyakit Kusta
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta
dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin,
dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson
yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus
obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai
berikut:
a) Tipe PB ( PAUSE BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai
minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif.
Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah
Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b) Tipe MB ( MULTI BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan
klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah DDS 100 mg/hari diminum
dirumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan
sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis
lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
c) Dosis untuk anak
Klofazimin:
Umur dibawah 10 tahun :
o Bulanan 100mg/bln
o Harian 50mg/2kali/minggu
Umur 11-14 tahun
o Bulanan 100mg/bln
o Harian 50mg/3kali/minggu
DDS:1-2mg /Kg BB
Rifampisin:10-15mg/Kg BB
d) Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998),
pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal
rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien
langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan
6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
e) Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan
DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
4. Konsep promosi Kesehatan:
Mempromosikan atau memperkenalkan kepada keluarga dan masyarakat tentang
Definisi penyakit kusta,gejala-gejala kusta, cara penularan penyakit kusta, cara
pengobatan penyakit kusta dan cara-cara pencegahan penyakit kusta.
5. Pengkajian keperawatan yang tepat pada pasien dengan kusta
a. BIODATA
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan
dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat
sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa
sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya pasien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh.
c. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada pasien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi
lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh
kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun.
Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan
tertular.
e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat
akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga pasien
akan menutup diri dan menarik diri, sehingga pasien mengalami gangguan jiwa pada
konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Pasien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
6. Diagnose Keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan kusta:
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
b. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
d. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh
7. Intervensi keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan yang di angkat:
A. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
a. Kaji/ catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka
Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau
mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
b. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
Rasional: Menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
c. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah
penyebaran pada jaringan sekitar.
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi
terjadinya komplikasi.
d. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan
kebersihan lesi
e. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional:Tekanan pada lesi bisa menghambat proses penyembuhan.
B. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan.
Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
a. Rasional: Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
c. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri
d. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional:Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
e. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:menghilangkan rasa nyeri
C. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian
aktif
Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot/ sendi
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan periode
istirahat
Rasional: meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/ orang yang terdekat pada latihan
Rasional: menampilkan keluarga / oarng terdekat untuk aktif dalam perawatan
pasien dan memberikan terapi lebih konstan
D. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh:
1. Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan
dukungan dalam perbaikan optimal
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan
perilaku menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi
membantu perbaikan
3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan
kenyakinan yang salah
Rasional: meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk
menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas
4. Berikan penguatan positif
Rasional: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping
positif
5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih
membantu pasien

Anda mungkin juga menyukai