Anda di halaman 1dari 7

HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin dengan
keluhan adanya benjolan pada ketiak kanan dan kiri yang berwarna kemerahan sejak 1
minggu SMRS. Benjolan juga dirasakan nyeri. Awalnya pasien mencabuti rambut yang
tumbuh di ketiaknya, namun 2 hari setelah mencabuti rambut ketiaknya, mulai muncul
benjolan-benjolan satu persatu di sebelah kanan, selang beberapa hari diikuti muncul
benjolan-benjolan serupa di ketiak sebelah kiri. Pasien sempat merasakan demam. Pasien
belum mengobati benjolan yang muncul pada ketiaknya.
Pasien merupakan seorang pekerja kantoran yang banyak beraktivitas di dalam
ruangan ber AC. Pasien juga secara rutin menggunakan deodorant. Menurut pengakuan
pasien, pasien belum pernah mengalami hal ini. Riwayat penyakit seperti DM, HT, asma,
alergi, penyakit jantung disangkal oleh pasien. Sejauh pengetahuan pasien, belum pernah ada
anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa seperti yang dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan yang didakukan saat kunjungan, pasien tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis dengan kesan umum baik, tanda vital baik tekanan darah, denyut
nadi, laju pernapasan, suhu, dan saturasi dalam batas normal. Pada pemeriksaan generalis
meliputi kepala, thoraks, abdomen, dan ekstremitas juga dalam batas normal.
Pada pemeriksaan lokalis regio aksilaris dekstra tampak adanya nodul dengan dasar
eritem berbentuk bulat, ukuran lenticular, tersusun secara linear, dan disertai dengan pustule
(Gambar 1). Pada regio aksilaris sinistra tampak adanya nodul dengan dasar eritem berbentuk
bulat dan berukuran lenticular (Gambar 2).

Gambar 1. Gambar 2.

Pada pasien ini direncakan beberapa tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa


dan non medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa berupa pemberian antibiotic topical
Asam Fusidat 2% aplikasi 3-4 kali sehari, antibiotic sistemik Cefadroxil 2x500mg, dan
antipiretik Paracetamol 3x500mg apabila pasien mengalami demam. Pasien juga di edukasi
untuk menjaga kebersihan diri, tidak mencabut atau mencukur rambut pada ketiak, dan
menghindari penggunaan bahan mekanis yang dapat menyebabkan iritasi dan trauma pada
ketiak, seperti penggunaan waslap, spons kasar, atau sikat.
DISKUSI
Hidradenitis suppurativa atau dapat disebut juga sebagai acne inversa, hidradenitis
axillaris, acne conglobate, apocrine acne, atau apocrinitis, merupakan sebuah proses
peradangan kronis pada kelenjar apokrin yang muncul sebagai abses inflamasi berulang.1,2
Kejadian ini dapat terjadi pada aksila, lipat paha, maupun daerah anal.1
Hidradenitis suppurativa lebih sering muncul dengan prevalensi 1-4% lebih sering
pada Wanita dibandingkan pada pria. Kejadian ini lebih sering muncul pada rentang umur 20-
40 tahun, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada Wanita post menopause dan anak
usia pre pubertas.3
Hingga saat ini, mekanisme pasti penyebab terjadinya hidradenitis suppurativa belum
diketahui, namun beberapa factor predisposisi seperti obesitas, adanya sindroma metabolik,
dan genetic dapat meningkatkan insidensi terjadinya hidradenitis suppurativa. Beberapa factor
seperti merokok, penggunaan pakaian yang ketat, penggunaan deodorant, kebiasaan
mencukur, tingkat/kadar stress, keringat berlebih, suhu dan kelembaban, serta penggunaan
kontrasepsi oral dapat memicu terjadinya kasus ini.1
Mekanisme utama yang dipercaya memicu terjadinya hidradenitis suppurativa adalah
oklusi folikuler atau sumbatan folikel yang dilakukan pada penelitian melalui observasi
jaringan histopatologis. Oklusi biasanya terjadi karena adanya keratosis infundibular dan
hyperplasia epitel folikel sehingga memicu penumpukan debris dan pembentukan kista.
Kemudian kelenjar rambut rupture, diikuti keluarnya komponen folikel ke daerah dermis
yang memicu peningkatan ekspresi mediator inflamasi dan pembentukan sel inflamasi. Hasil
akhir yang ditimbulkan adalahg pembentukan abses, nyeri inflamasi, dan pembentukan
saluran baru, serta jaringan sikatrik pada kasus yang sudah berlangsung lama. 3 Pada luka
yang aktif juga ditemukan adanya peningkatan TNF-𝛼, IFN-𝛾, serta adanya supersi IL22.2
Faktor genetic dapat berperan penting dalam penyelidikan etiologi dari hidradenitis
suppurativa. 1/3 dari pasien HS memiliki setidaknya 1 anggota keluarga yang pernah
mengalami kasus serupa, menimbulkan adanya predisposisi genetic. Pada penelitian genomic
terdapat adanya mutase atau perubahan pada keluarga gen gamma-secretase, meliputi
NCSTN (nicastrin), PSEN1 (presenilin 1), dan PSENEN 2 (presenilin enhancer 2) yang
menyebabkan adanya autosomal dominan pada pasien HS.3
Keterlibatan bakteri dalam pathogenesis hidradenitis suppurativa masih menjadi
perdebatan hingga saat ini. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa hasil kultur dari
lesi HS didapatkan hasil yan steril atau hanya berisi flora normal kulit, sehingga
disimpulkamn bahwa infeksi bukan menjadi factor utama terjadinya hidradenitis
suppurativa.3 Meskipun keterlibatan bakteri bukan menjadi factor utama, bakteri memegang
peranan penting untuk terjadinya aktivasi dari respon imun innate. 4 Beberapa factor seperti
stress, sindroma metabolik, pola hidup, merokok, dan hormonal diketahui memicu terjadinya
eksaserbasi pada HS.1,3
Staging yang digunakan dalam kasus ini adalah The Hurley Staging System,
merupakan staging tiga kelas untuk mengelompokkan derajat penyebaran dan keparahan dari
HS itu sendiri dan memutuskan apakah pasien diperlukan terapi pembedahan untuk
mengatasi kasus ini.2
Tabel 1. Hurley Staging System1,2
Derajat
0 Tidak ada HS aktif
I (ringan) Abses terlokalisir, tidak ada tractus sinus
II (sedang) Abses rekuren dengan tractus sinus dan jaringan sikatrik, satu atau lebih
lesi yang menyebar
III (berat) Abses dan tractus sinus yang tersebar difus dan terkoneksi satu dengan
yang lain

Kelemahan dari Hurley Staging System adalah tidak bersifat kuantitatif sehingga tidak
cocok untuk digunakan dalam memantau khasiat intervensi uji klinis. Untuk mendeteksi jenis
dan luasnya kelainan anatomi dibutuhkan pencitraan yang dapat mendukung diagnosis dini
dan penilaian tingkat keparahan penyakit.5
Penegakkan diagnosis pada kasus hidradenitis suppurativa sebagian besar didasarkan
oleh anamnesis dan manifestasi klinis pada pasien. Tidak diperlukan adanya tes laboratorium
dan biopsy, namun biopsy dapat dilakukan apabila ada kecurigaan mengarah ke penyakit
lain.1
Pemberian terapi pada kasus ini secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok:3
1. Modifikasi gaya hidup dan terapi non medikamentosa, berlaku pada seluruh derajat
(derajat I, II, III), berupa:
a. Mengurangi atau bahkan berhenti merokok
b. Mengurangi berat badan
c. Menghindari penggunaan pakaian yang ketat
d. Rajin untuk mandi dengan tujuan agar kulit bersih dan mengurangi bau (bisa
dengan menggunakan Triclosan)
e. Manajemen nyeri
f. Support psikososial
2. Terapi medikamentosa dapat diberikan sesuai dengan derajat keparahannya:
a. Derajat Hurley I-II:
i. Antibiotik topical atau desinfeksi (Clindamisin 1%, 2 kali sehari, 12
minggu)
ii. Steroid intralesi jangka pendek untuk lesi akut dan membandel
iii. Zinc glukonat
iv. Antibiotik sistemik golongan tetrasiklin (Doxycycline, 50-100 mg, 2
kali sehari)
b. Derajat Hurley II-III:
i. Antibiotik sistemik: Clindamisin 300 mg 2 kali sehari dan Rifampicin
300 mg 2 kali sehari selama 12 minggu
ii. TNF-𝛼 Inhibitor: Adalimumab selama 12 minggu dengan dosis
pemantauan: Minggu ke-0: 160 mg SC, Minggu ke-2: 80 mg SC,
Minggu ke-3 sampai 12: 40 mg SC, atau menggunakan Infliximab
dengan dosis 5 mg/kgBB IV pada minggu ke 0,2,6, dan 8 minggu
sesudahnya
iii. Pengobatan sistemik lain: Dapsone (25-200 mg per hari) atau Acitretin
(0,2-0,5 mg/kgBB per hari) atau Prednisone (40-60 mg per hari)
selama 3-4 hari, kemudian dilakukan tapering off dengan Cyclosporine
(3-5 mg/kgBB per hari)
3. Terapi pembedahan dan laser dapat diberiksan sesuai derajat keparahannya:
a. Derajat Hurley I: prosedur lokal pada nodul dan abses rekuren dengan eksisi,
CO2 laser, dan drainase abses
b. Derajat Hurley II: prosedur lokal pada tractus sinus dengan deroofing tractus
sinus, eksisi tractus sinus, CO2 laser
c. Derajat Hurley III: radical wide excision+2-degree closure dengan atau tanpa
skin graft

Pada kasus ini, hidradenitis suppurativa dialami oleh seorang laki-laki berusia 56 tahun yang
bekerja kantoran, rutin menggunakan deodorant, dan mencabuti bulu ketiaknya. Pada
pemeriksaan tampak adanya nodul dengan dasar eritem berbentuk bulat, ukuran lenticular,
tersusun secara linear, dan disertai dengan pustule yang apabila diklasifikasikan dapat masuk
kedalam klasifikasi Hurley derajat I atau II. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya riwayat
keluarga dengan keluhan serupa, namun tidak menutup kemungkinan munculnya hidradenitis
suppurativa pada pasien ini. Diberikan beberapa terapi untuk menangani keluhan ini berupa
terapi topical, antibiotic sistemik, dan Pereda nyeri, serta diberikan edukasi komprehensif
untuk mencegah rekurensi dari kasus hidradenitis suppurativa ini.
Daftar Pustaka
1. Sunny Baker. Hidradenitis suppurativa. Journal of the American Academy of
Physician Assistants. 2019;32(1):47-8.
2. Victoria K. Shanmugam, Nadia Meher Zaman, Sean McNish, Faye N. Hant. Review
of current immunologic therapies for hidradenitis suppurativa. International Journal
of Rheumatology. 2017;2017:1-6.
3. S. Morteza Seyed Jafari, Robert E. Hunger, Christoph Schlapbach. Hidradenitis
suppurativa: current understanding of pathogenic mechanism and suggestion for
treatment algorithm. Frontiers in Medicine. 2020;7(68).
4. Victroria Amat-Samaranch, Eugènia Agut-Busquet, Eva Vilarrasa, Lluís Puig. New
perspectives on the treatment of hidradenitis suppurativa. Therapeutic Advances in
Chronic Disease.2021;12:1-34.
5. Puspa Indah Kencanawati, Diany Nurdin, Tri Setyawati. Hidradenitis suppurativa.
Jurnal Medical Profession.2020;2(3):193-5.

Anda mungkin juga menyukai