Anda di halaman 1dari 12

TERAPI BERMAIN ANAK DI RUANG POLIKLINIK ANAK

RSUD. OTANAHA

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Anak Dalam Mengikuti

Profesi Ners

Oleh :

Kelompok 11

Fadlin Rimpansa, S.Kep (841721028)


Desiana Pratiwi Hantulu, S.Kep (841721043)
Helda Cristiani Tomasang, S.Kep (841721003)
Jihan Adhalin Harun, S.Kep (841721018)
Listia Pakaya, S.Kep (841721029)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal baru:
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu
beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain: nyeri dan perlukaan,
pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang traumatik. Situasi ini
mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian yang spesifik sebagai dampak
hospitalisasi. Diagnosis keperawatan yang diidentifikasi juga seharusnya mampu
mendiskripsikan dengan teliti seluruh respon yang terjadi selama proses adaptasi
hospitalisasi.
Dampak hosptalisasi pada anak adalah merupakan pengalaman yang penuh dengan
stress yang mana akan menimbulkan reaksi pada anak yang sesuai dengan
perkembangannya,diantaranya anak akan merasa cemas dan akan timbul ketakutran
akibat perpisahan dengan keluarga ataupun linkungan terutama pada anak yang di rawat
lama.
Terapi bermain ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak, dimana ini merupakan
kebutuhan psikososial anak baik keadaan sehat maupun sakit. Bermain pada anak yang
dihospitalisasi dapat meningkatkan kecerdasannya dalam berfikir dan membantu anak
untuk mengembangkan imajinasinya serta melatih daya motorik halus dan kasar pada
anak.
Pada anak usia sekolah umumnya perkembangan motorik kasar dan motorik halusnya
sudah baik pula dalam berkomunikasi verbal dan non verbal. Dengan mengerti tentang
dunia anak terutama usia anak prasekolah, maka dengan ini kami bermaksud untuk
melaksanakan program terapi bermain karena dengan bermain akan membuat anak
menjadi lebih rileks.
Adapun tempat pelaksanaan TAK yaitu diruang bermain perawatan anak RSUD
Otanaha. Alasan kelompok kami mengadakan terapi kelompok bermain pada anak usia
sekolah karena lebih kooperatif dan memungkinkan untuk diajak bermain dan alasan
kelompok kami mengadakan terapi bermain origami karena pada usia sekolah adalah
untuk mengembangkan motorik halus, intelektual, keterampilan kognitif dan kemampuan
berbahasa, selain itu pada usia ini merupakan usia awal dalam berimajinasi serta sudah
lebih kooperatif untuk di ajak bermain.
B. TUJUAN TERAPI BERMAIN
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 45 menit agar dapat mencapai
tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun dalam
kondisi sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan hubungan perawat–klien
b. Meningkatkan kreativitas pada anak
c. Membina tingkah laku positif
d. Mengalihkan perhatian dari nyeri dan ketidaknyamanan
e. Membantu eksplorasi perasaan gembira/senang, sedih, dan bosan
f. Menimbulkan rasa kerjasama perawat-klien-keluarga.
g. Sebagai alat komunikasi antara perawat– klien
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Tumbuh Kembang


Proses tumbuh kembang anak merupakan hal penting yang harus diperhatikan sejak
dini, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa memiliki hak untuk
mencapai perkembangan yang optimal, sehingga dibutuhkan anak dengan kualitas baik
demi masa depan bangsa yang lebih baik. Golden age period merupakan periode yang
kritis yang terjadi satu kali dalam kehidupan anak, dimulai dari umur 0 sampai 5 tahun
(Chamidah, 2018). Anak yang memiliki awal tumbuh kembang yang baik akan tumbuh
menjadi dewasa yang lebih sehat, hal ini dipengaruhi oleh hasil interaksi faktor genetik
dan faktor lingkungan, sehingga nantinya memiliki kehidupan yang lebih baik (Deki,
2015)
Menurut Veltman M (2018) yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah anak-anak
yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk
mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:

1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi
Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu
mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam
proses pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk
menggunakan kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa
dengan proses sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia sudah
siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti
bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri.

B. Stimulasi Perkembangan Anak Usia 3-6 Tahun


Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-6 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan
permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar
menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu
separuh dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke
tetangga
C. Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver (DDST)
DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes
IQ.
DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang
baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif 85-
100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan perkembangan
(Yudiernawati, 2013).
Frankenburg dkk, mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam
menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah laku
sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar,
memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan Motorik Kasar
(Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan
berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:

1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)


2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid,
kekurangan hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam
pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan

4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan


gangguan mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
5. Anemia atau penyakit darah lainnya
6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau
hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi
Menurut Yudiernawati secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik). Faktor
genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa /
bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor ini,
sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain di
akibatkan oleh faktor genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk
tumbuh kembang anak yang optimal.

E. Dampak Hospitalisasi Terhadap Anak.


1. Separation ansiety
2. Tergantung pada orang tua
3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,
menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima
hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan
F. Terapi Bermain Origami
Terapi bermain origami merupakan suatu program terapi bermain melipat kertas
menjadi bentuk-bentuk yang menarik. Program terapi ini terapkan khususnya bagi anak
usia pra sekolah dan sekolah. Terapi bermain origami merupakan salah satu bentuk
permainan konstruktif. Terapi ini mampu membantu anak untuk mengembangkan
kreatifitas dan daya imajinasi.

Tujuan
1. Membantu perkembangan motorik dan sensorik anak
2. Meningkatkan kreativitas anak
3. Untuk mengurangi ketegangan dan stress yang dialami anak pada saat
dirumah sakit
Sasaran
Untuk anak usia school (6 – 12 tahun)
Persiapan Alat
Kertas origami atau kertas lain yang berbentuk persegi dengan ukuran sedang
tiap sisi 16 cm, ukuran kecil 8 cm per sisi dan ukuran besar 20 cm per sisi.
Prosedur Kerja
1. Siapkan kertas berbentuk persegi
2. Lalu lipat menjadi bentuk persegi panjang begitupun dengan sisi yang satunya.
3. Kemudian lipatlah kertas berbentuk segitiga begitupun sisi yang lainnya.
4. Lipatlah kertas seperti gambar 4 dibawah pada setiap sudut kertas (total 4 kali).
5. Satukanlah tiap pojok kertas tersebut sehingga membentuk gambar 5 seperti di
bawah.
6. Setelah tiap pojok disatukan, lalu buka lipatan bagian depan dan belakang.
7. Lipatlah masing – masing sudut disisi kanan dan kiri ketengah.
8. Sudut yang sudah dilipat kemudian disatukan sehingga membuka sisi yang lain.
9. Lipatlah kertas yang tidak bercabang keatas.
10. Setelah dilipat, bukalah lipatan disisi yang lain.
11. Bukalah lipatan depan dan belakang sehingga terbentuk sayap.
12. Lipatlah kertas bagian tengah sehingga membentuk kepala dan ekor burung.

G. Manfaat Terapi Bermain


1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak
3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan
pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
4. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
BAB III PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN
A. JUDUL : Patung Musik dan Tempel Pola
B. KARAKTERISTIK PERMAINAN :
Permainan ini hanya membutuhkan music dari radio atau telepon genggam sebagai
alat bermain. Jangan lupa untuk menyampaikan peraturan dengan jelas kepada anak-anak
sebelum peraturan dimulai. Permainan dimulai dengan memutar music anak-anak dan
minta anak-anak untuk berjoget dengan goyangan yang lucu.
Hentikan music mendadak dan minta anak-anak untuk berhenti bergoyang saat itu
juga dan sanggup menjaga posisi gaya kaku seperti patung sampai music kembali
diputar. Anak-anak kembali berjoget ketika music diputar lagi, begitu seterusnya sampai
didapat satu pemenang.
C. PESERTA : Pra sekolah (Usia 3-5 tahun) dan sekolah (6-12 tahun)
D. TUJUAN : Hospitalisasi pada anak dapat berkurang dengan
terapi bermain patung musik dan tempel pola
E. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari : Senin
Tanggal : 27 Desember 2021
Waktu : 10.00 Wita
Tempat : Ruang perawatan anak RSUD. Otanaha
F. STRUKTUR/PENGORGANISASIAN

Leader : Fadlin Rimpansa


Moderator : Jihan Adhalin Harun
Fasilitator : 1) . Helda Cristiani Tomasong
2). Desiana Pratiwi Hantulu
3). Listia Pakaya
Pembagian Tugas :
1. Peran Leader
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b. Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga berakhirnya terapi
c. Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
2. Moderator
Mengawal dan mengawasi jalannya terapi yang menjadi tanggung jawab agar
berjalan sesuai dengan topic
3. Fasilitator
a. Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan
dilakukan.
b. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
c. Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat
kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
d. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan.
e. Membimbing kelompok selama permainan
G. MEDIA
 Speaker Bloetooth
 Buku gambar
 Pola gambar
 Lem/double tip
H. SETTING TEMPAT

Keterangan
Leader :
Moderator :
Fasilitator :
Orang Tua :
I. STRATEGI BERMAIN

N
KEGIATAN TERAPI BERMAIN KEGIATAN PESERTA WAKTU
O

Pembuka
1. Membuka dan mengucapkan
Menjawab salam
salam
2. Memperkenalkan diri
Mendengarkan
3. Memperkenalkan
Mendengarkan
1 pembimbing 5 Menit
4. Memperkenalkan anak satu
Mendengarkan dan
persatu dan anak saling
saling berkenalan
berkenalan dengan temannya
5. Kontrak waktu dengan anak
Mendengarkan
6. Mempersilahkan leader
Mendengarkan
2 Pelaksanaan Mendengarkan 45 Menit
1. Menjelaskan tata cara
pelaksanaan terapi bermain
origami kepada anak
2. Memberikan kesempatan Menjawab pertanyaan
kepada anak untuk bertanya
jika belum jelas
3. Mulai memutar musik Mendengarkan dan menari
4. Fasilitator mendampingi anak Bermain
dan memberikan motivasi
kepada anak.
5. Setelah bermain patung musik, Bermain
fasilitator mendampingi anak
melakukan permainan tempel
pola
5. Memberitahu anak bahwa Mendengarkan
waktu yang diberikan telah
selesai.
6. Memberikan pujian d a n Memperhatikan
s t i k e r terhadap anak yang
mampu melakukan permainan
dengan baik
Penutup
1. Memberikan motivasi dan
pujian kepada seluruh anak Memperhatikan
yang telah mengikuti program
3 5 Menit
terapi bermain
2. Mengucapkan terima kasih Mendengarkan
kepada anak dan orang tua Menjawab salam
3. Mengucapkan salam penutup

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Alat-alat yang digunakan lengkap
b. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi Proses
a. Terapi dapat berjalan dengan baik
b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik

c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi bermain


d. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
3. Evaluasi Hasil
a. Anak terlihat senang dan gembira
b. Kecemasan anak berkurang
c. Anak menari dengan riang dan mengikuti lantunan musik
d. Anak mampu menyusun pola sesuai gambar
e. Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain
DAFTAR PUSTAKA

Chamidah, A.N. (2018). Deteksi Dini Perkembangan Balita Dengan Metode DDST II Di
Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Juanda Samarinda. Jurnal Endurance, 3(2),
367-374.

Deki, P. (2015). Factors Affecting Early Childhood Growth and Development : Golden
1000 Days.Journal of Advanced Practices in Nursing, 01(01), 1-7.

Veltman M,W Browne K.D. (2018). An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing
from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.

Rohmah, N. (2018). Terapi Bermain. Jember : LPPM Universitas Muhammadiyah


Jember.

Anda mungkin juga menyukai