Anda di halaman 1dari 120

Asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta

atau penyakit lepra


Mata Askep Juli 08, 2014 ASKEP pada Pasien Kusta

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirar Allah SWT karena hanya dengan limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah kami dapat membuat makalah presentasi PKL Kebutuhan Dasar
Manusia di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang sederhana ini. Dengan tujuan memenuhi tugas
dari pembimbing kami yaitu Ibu Ns. Wahyuningsih, S. Kep selaku dosen mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia II di STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG dan sebagai bahan
pembelajaran kami. Penyusunan makalah ini dibuat Penulis dalam rangka memenuhi tugas
Kebutuhan Dasar Manusia .
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Semarang, 15 September 2013


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal
sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa
Hebrew zaraath yang sebenarnya mencakup beberpa penyakit kulit lainya. Ternyata bahwa
berbagai diskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan kusta
yang kita kenal sekarang. (Kosasih dan Sri Linuwih, 2010. )
Nama lain kusta adalah ’the great imitor’[pemalsu yang ulung]karena manifestasi
penyakitnya menyerupai penyakit kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit jamur.
Dalam target global WHO pada eradikasi kusta tahun [EKT] 2000 diharapkan
prevalensi penyakit kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk.
(Widoyono. 2011)

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kusta
2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Kusta


2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Etiologi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Patofisiologi
4. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Pathways Keperawatan Pada Kusta
5. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Manifestasi Klinik
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialahMycobacterium


Leprae yang bersifat intraselular obligat. (Kosasih dan Sri Linuwih 2010).
Saraf parifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan ukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Amin dan Hardhi 2013).
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan Masalah
yang sangat kompleks.masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya ,tetapi juga masalah
sosial ,ekonomi,budaya ,serta keamanan dan ketahanan nasional . (Widoyono. 2011).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi mycobacterium leprae (M. Leprae). (Mansjoer, Arif. Dkk. 2000)

B. Etiologi

Kuman penyebab adalah Myicobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN
pada tahun 1874 di Nerwegia, yang sampe sekarang belum juga dapat dibiakan dalam media
artifisial. M. Leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3 – 8 µm x 0,5 µm, tahan asam dan
alkohol serta positif-Gram. (Kosasih dan Sri Linuwih 2010. )
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering atau
tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga kusta lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu
bentuk peralihan (borederline). (Amin dan Hardhi 2013).
1. Kusta bentuk kering : tidak mnular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam
atau lebih besar, sering timbul dipipi, punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak
kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
2. Kusta bentuk basah : bentuk menular karena kumamnya banyak terdapat diselaput lendir
hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil – kecil tersebar
diseluruh tubuh atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak
mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar
dibadan, muka dan daun telingga. Disertai rontoknya alis mata, menebalnya daun telingga.
3. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua ttipe utama. Pengobatan tipe ini
dimaksukkan kedalam jenis kusta basah. (Amin dan Hardhi, 2013)

C. Patofisiologi

M. Leprae adalah organisme tahan asam intrasel yang sangat sulit tumbuh dalam
biakan, tetapi dapat ditumbuhkan dalam almadilo (trenggileng), kuman ini tumbuh lebih
lambat dari pada mikobakterium lain dan tumbuh paling subur pada suhu 320C sampai 340C,
yakni suhu kulit manusia dan suhu tubuh inti armadilo, seperti M. Tuberkulosis M. Leprae
tidak mengeluarkan toksin, dan virulensinya didasarkan pada sifat dinding selnya. Dinding
selnya cukup mirip dengan dinding M. Tuberkulosis sehingga imunisasi dengan basil Calnette
– guerin sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi M. Leprae. Imunitas seluler
tercermin oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap penyuntikan ekstrak bakteri yang
disebut lepromin kedalam dermis.
Pada sebagian kasus, terbentuk antibodi terhadap respon antigen M. Leprae. Antibodi
ini biasanya tidak bersifat protektif, tetapi dapat membentuk kompleks imun dengan gen
antigen bebas yang dapat menyebabkan eritema nodosem, vaskulitis dan glomerulonefritis.
(Robbins dan Cotran. 2009).
Kusta tuberkuloid berawal dari lesi lokal yang mula – mula datar dan merah, tetapi
kemudian membesar dan membentuk ireguler disertai indurasi, peninggian, tepi
hiperpigmentasi dan bagian tengah yang pucat dan cekung (penyembuhan disentral). Kelainan
saraf mendominasi gambaran kusta tuberkuloid. Saraf terbungkus oleh reaksi peradangan
granulomatosa dan, jika cukup kecil (misalnya cabang perifer), akan mengalami kerusakan.
Degenerasi saraf menyebabkan anastesi kulit serta atrofi kulit dan otot menyebabkan pasien
mudah mengalami trauma di bagian yang terkena, disertai kulit pembentukan ulkus kulit
indolen. Dapat terjadi kontraktur, paralisis dan autoamputasi jari tangan atau kaki. Kelainan
saraf wajah dapat menyebabkan paralisis kelopak mata, disertai keratitis dan ulkus kornea.
Pada pemeriksaan mikroskopik, semua lesi memperlihatkan lesi granulotoma mirip dengan lesi
yang ditemukan pada tuberkulosis, dan basil hampir tidak pernah ditemukan. Adanya
granuloma dan ketiadaan bakteri mencerminkan imunitas sel T yang kuat. Karena kusta
memperlihatkan perjalanan penyakit yang sangat lambat, hingga berpuluh – puluh tahun,
sebagian besar pasien meninggal bersama kusta dan bukan disebabkan olehnya.
Kusta lepramatosa mengenai kulit, saraf perifer, kamera anterior mata, saluran napas
atas (hingga laring), testis, tangan dan kaki. Organ vital dan susunan saraf pusat jarang terkena,
mungkin karena suhu inti tubuh terlalu tinggi untuk tumbuhnya M.leprae. lesi lepramatosa
mengandung agregat magrofat penuh lemak (sel kusta), yang sering terisi oleh masa basil tahan
asam. Kegagalan menahan infeksi membentuk granuloma memcerminkan rendahnya respon
TH1. Terbentuk lesi makuler, papular, noduler diwajah, telingga, pergelangan tangan, siku dan
lutut. Seiring dengan perkembangan penyakit, lesi nodular menyatu untuk menimbulkan fasies
leonina (“muka singa”) yang khas.sebagian besar lesi kulit hipoestetik atau anestetik. Lesi
dihidung dapat menyebabkan peradangan persisten dan pembentukan duh yang penuh basil.
Saraf perifer, terutama nervus ulnaris dan pereneus dibagian yang dekat kulit, diserang
mikobakteri disertai reaksi peradangan minimal. Hilangnya sensibilitas dan kelainan – kelainan
trofik ditangan dan kaki mengikuti lesi saraf. Kelenjar limfe memperlihatkan agregat magrofag
berbusa didaerah parakorteks (sel T), disertai pembesaran sentrum germinativum, pada
penyakit tahap lanjut, agregat magrofag juga terbentuk di pulpa merah limpa dan hati. Testis
biasanya banyak mengandung basil, disertai dektruksi tubulus seminiferus dan sterilitas.
(Robbins dan Cotran. 2009).
D. Pathways Keperawatan

Bertempat di sel scwan

Microbacterium lepra masuk dalam tubuh

Kusta

Memproduksi lesi

Syaraf perifer

Kamera anterior mata

Agregat makrofag penuh lemak

Meluas ireguler disertai indurasi pada kulit

Penurunan sensitivitas

Paralisis kelopak mata

Saluran nafas atas

Produksi lesi sampai ke laring

Makrofag endoneuron dan preineuron

Berkembang biak di sel scwan

Keratitis dan ulkus kornea


G3 jalan nafas

Intoleransi aktivitas

Membentuk granuloma

Pada wajah,telinga,tangan,siku

Hiperfigmentasi,pucat,cekung

G3 intergitas kulit

G3 konsep diri (HDR)

Degenerasi syaraf

Atrofi kulit dan otot

Nyeri

G3 persepsi sensori penglihatan

(Robbins dan Cotran. 2009).

E. Manifestasi Klinik

Diagnosa penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan


histopatologis, dan serologis.
Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang paling terpenting dan paling
sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15 – 30 menit, sedangkan
histopatologik 10 – 14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin (mitsuda)
untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu.
Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila kuman
M. Leprae untuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan
orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila
SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan
gamabaran lepromatosa.
Tipe I (indeterminate ) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberkuloid
polar, yaikni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi berarti tidak mungkin berubah
tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan
tipe yang stabil yang tidak mungkin berubah lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut
tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepramatosa. BB
adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. Bi dan Ti lebih
banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe – tipe
campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik kearah TT maupun
kearah LL. Multibasiler berarti mengandung banyak kuman yaitu tipe LL,BL, dan BB.
Sadangkan pausibasiler berarti mengandung sedikit kuman, yakni tipe TT, BT, dan I.
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Bakterioskopik (Kerokan Jaringan Kulit)

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakan diagnosis dan


pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), antara lain
dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakteriokopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M. Leprae.
Pertama – tama harus ditentukan lesi dikulit yang diiharapkan paling padat oleh kuman,
setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Mengenai jumlah lesi
yang ditentukan oleh tujuanya, yaitu untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 – 6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 – 4 lesi lain
yang paling aktif, berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan kedua cuping
telinga tersebut tanpa menghiraukan ada tidaknya lesi di tempat tersebut, oleh karena atas dasar
pengalaman tempat tersebut diharapkan mengandung kuman paling banyak. Perlu diingat
bahwa setiap tempat pengambilan harus dicatat, guna pengambilan ditempat yang sama pada
pengamatan mengobatan untuk diibandigkan hasilnya.
2. Pemeriksaan Histopatologik

Magrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit didalam darah ada yang
mempunyai nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, dan yang dari kulit disebut histiosit.
Salah satu tugas magrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk,
akibatnya akan bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) orang itu. Apabila SIS- nya
tinggi. Magrofag akan mampu menfagosit M. Leprae. Dtangnya histiosit ketempat kuman
disebabkan karena proses imunologik dengan adanaya faktor kemotaktik. Kalau dattangnya
berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, magrofag akan berubah bentuk menjadi sel
epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia
langhans. Adanya masa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut
tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan
SIS rendah atau runtuh, histiosid tidak dapat menghancurkan M. Leprae yang sudah ada
didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel virchow atau sel lepra
atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
Granuloma adalah akumulasi magrofag dan atau derivat – derivatnya. Gammbaran
histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada
kuman atau hanya sedikit dan non – solid.. pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepuidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang
jaringanya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline,
terdapat campuran unsur – unsur tersebut.
Gambar 1. komplikasi

3. Pemeriksaan Serologik

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh


seseorang yang terinfeksi oleh M. Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik
terhadap M. Leprae, yaitu antibodi antiphenolic glycolipid – 1 (PGL – 1) dan antibodi 16 kD
serta 35 kD.
Sedangkan antibod yang tidak spesifik antara lain antibodi anti – lipoarabinomanan (LAM),
yan juga dihasiilkan oleh kuman M.tuberculosis.
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang
meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak
serumah. Macam – macam pemeriksaan serologik kusta ialah :
 Uji MPLA ( mycobacterium leprae Particle Aglunation)
 Uji ELISA ( Emzyme Linked Immuno – sorbent Assay).
 ML dipstick test (mycobacterium leprae dipstick).
 ML flow test (Mycobacterium leprae Flow test).
(Kosasih dan Sri Linuwih, 2010)

G. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Proses
terjadinya cacat kusta dapat dilihat dari gambar dibawah ini.

Gangguan Fungsi saraf Tepi

luka

Kulit kering atau pecah

infeksi

Gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak, aliran darah

Tangan kaki kurang rasa

luka

luka
buta

infeksi

infeksi

Tangan kaki lemah / lumpuh

Mata lagophthalmos

Mutilasi absorbsi tulang

Jari bengkak/ kaku

Sensorik

otonom

motorik

anestesi

Mutilasi Absorbsi tulang

kelemahann

Kornea mata anestesi reflekk kedip berkurang

buta

(Mansjoer Arif, 2000)

Gambar 2. penatalaksanaan

H. Pengkajian Fokus

1. Boidata

Kaji secara lengkap tentang umur, penyakit kusta dapat menyerang semua usia, jenis
kelamin, rasio, pria dan wanita 2,3 : 1,0, paling sering terjadi pada daerah dengan sosial
ekonomi yang rendah dan insidensi meningkat pada daerah tropis/ subtropics. Kaji pula
secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui tigkat sosial ekonomi, resiko trauma
pekerjaan, dan kemungkinan kontak penderita kusta.
2. Keluhan utama
Pasien sering dating ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya bercak putih
yang tidak terasa atau dating dengan keluhan kontraktur pada jari- jari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada melakukan anamnesa pada pasien, kaji kapan lesi atau kontraktur tersebut, sudah berapa
timbulnya dan bagaimana proses perubahannya, baik warna kulit maupun keluhan lainnya.
Pada beberapa kasus ditemukan keluhan, gatal, nyeri, panas, atau rasa tebal. Kaji juga apakah
klien pernah menjalani pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien
pernah menderita penyakit tertentu sebelumnya, pernahkan klien memakai obat kulit yang
dioles atau diminum ? pada beberapa kasus, reaksi beberapa obat juga dapat menimbulkan
perubahanwarna kulit dan reaksi elergi yang lain.perlu juga di tanyakan Apakah keluhan ini
pertama kali di rasakan. Jika sudah pernah,obat apa yang di minum? Teratur atau tidak.
4. Riwayat penyakt dahulu
Salah satu factor penyebab penyakit kusta adalah daya tahan tubuh yang menurun.
Akibatnya m.leprae dapat masuk ke dalam tubuh . oleh karena itu perlu di kaji adakah
riwayat penyakit kronis atau penyakit lain yang pernah di derita.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit kusta bukan penyakit keturunan,tetapi jika anggota keluarga atau tetangga
menderita penyakit kusta, resiko tinggi tertular sangat tinggi terjadi. Perlu di kaji adakah
anggota keluarga lain yang menderita atau memiliki keluan yang sama, baik yang masi hidup
maupun sudah meninggal.
6. Riwayat psikososial
Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikan. Ini di sebabkan adanya
deformitas atau kecacatan yang di timbulkan. Oleh karena itu perlu di kaji bagaimna konsep
diri klaen dan respon masyarakat di sekitar klien.
7. Kebiasaan sehari- hari
Pada saat melakukan anamnesis tentang pola kebiasaan sehari-hari perawat perlu mengkaji
setatus gizi pola makan/ nutrisi nklien . hal ini sangat penting karena factor gizi berkaitan erat
dengan siste imun. Apa bila sudah ada deformitas atau kecacatan, maka aktifitas dan
kemampuan klien dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dapat terganggu. Di samping
itu,perlu dikaji aktivitas yang di lakukan klien sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya cidera akibat anestasia.
(Loelfia Dwi Rahariyani, 2009)
I. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan
fungsi tubuh

J. Intervensi Keperawatan

Tabel 1. intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Hasil Intervensi Rasional
1. Memberikan inflamasi
dasar tentang terjadi
proses inflamasi dan atau
1. Kaji/catat warna lesi, mengenai sirkulasi daerah
perhatikan jika ada yang terdapat lesi..
jaringan nekrotik dan 2. Menurunkan terjadinya
kondisi sekitar luka. penyebaran inflamasi pada
Tujuan : 2. Berikan perawatan khusus jaringan sekitar.
Setelah dilakukan pada daerah yang terjadi 3. Mengevaluasi
tindakan inflamasi. perkembangan lesi dan
keperawatan proses3. Evaluasi warna lesi dan inflamasi dan
inflamasi berhenti jaringan yang terjadi mengidentifikasi
dan berangsur- inflamasi perhatikan terjadinya komplikasi.
angsur sembuh. adakah penyebaran pada 4. Kulit yang terjadi lesi
Kriteria : jaringan sekitar. perlu perawatan khusus
o Menunjukkan 4. Bersihkan lesi dengan untuk mempertahankan
regenerasi jaringan sabun pada waktu kebersihan lesi..
o Mencapai direndam. 5. Tekanan pada lesi bisa
penyembuhan tepat 5. Istirahatkan bagian yang maenghambat proses
1. waktu pada lesi terdapat lesi dari tekanan penyembuhan.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan 1. Observasi lokasi,
keperawatan proses intensitas dan penjalaran1. Memberikan informasi
inflamasi berhenti nyeri. untuk membantu dalam
dan berangsur-2. Observasi tanda-tanda memberikan intervensi.
angsur hilang. vital. 2. Untuk mengetahui
Kriteria : 3. Ajarkan dan anjurkan perkembangan atau
Setelah dilakukan melakukan tehnik distraksi keadaan pasien.
tindakan
dan relaksasi. 3. Dapat mengurangi rasa
keperawatan proses
4. Atur posisi senyaman nyeri.
inflamasi dapat
berkurang dan mungkin. 4. Posisi yang nyaman dapat
nyeri berkurang5. Kolaborasi untuk menurunkan rasa nyeri.
dan beraangsur- pemberian analgesik sesuai
5. Menghilangkan rasa
2. angsur hilang. indikasi. nyeri.
1. Meningkatkan posisi
fungsional pada
ekstremitas.
2. Oedema dapat
1. Pertahankan posisi tubuh mempengaruhi sirkulasi
yang nyaman. pada ekstremitas.
Tujuan : 2. Perhatikan sirkulasi,
3. Mencegah secara
Setelah dilakukan gerakan, kepekaan pada progresif mengencangkan
tindakan kulit. jaringan, meningkatkan
keperawatan 3. Lakukan latihan rentang pemeliharaan fungsi
kelemahan fisik gerak secara konsisten, otot/sendi.
dapat teratasi dan diawali dengan pasif
4. Meningkatkan kekuatan
aktivitas dapat kemudian aktif, dan toleransi pasien
dilakukan. 4. Jadwalkan pengobatan dan terhadap aktifitas.
Kriteria : aktifitas perawatan untuk 5. Menampilkan
Ø Pasien dapat memberikan periode keluarga/orang terdekat
melakukan istirahat. untuk aktif dalam
aktivitas sehari- 5. Dorong dukungan dan perawatan pasien dan
hari bantuan keluaraga/orang memberikan terapi lebih
Ø Kekuatan otot yang terdekat pada latihan. konstan.
3. penuh

K. Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS
dimulai tahun 1981. Progrm ini bertujuan untuk mengatasi resistensi despon yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunn angka putus obat, dan mnegeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Kosasih. I made Wisnu. Emmy S Sjamsoe – Daili dan Sri Linuwih Menaldi. 2010. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin Ed. 6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius. Jakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action
Publishing. Yogyakarta.
Rahariyani, Loelfia Dwi. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. EGC. Jakarta.
Robbins dan Cotran. 2009. Dasar Patalogis Penyakit. Ed. 7. EGC. Jakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi , Penularan , pencegahan, dan
Pemberantasannya. Ed. 2. Erlangga. Semarang.

Sekian dari saya ulil alj ™👶 tunggu artikel selanjutnya ya,😽 minta doa nya semoga
sukses, sehat, panjang umur bisa menaikkan haji orang tua, semoga yang mendoakan saya, kembali lagi
doanya sendiri kepada yang mendoakan, terima kasih semoga bermanfaat. Amiin
Jangan lupa share and ikuti blog yaa
😹😹🙊
ASUHAN KEPERAWATAN
KUSTA
OLEH :
1. Jonri simarmata

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKES KEMENKES SORONG

D III KEPERAWATAN MANOKWARI

2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga
bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga
kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet. Kami telah
berusaha semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang
Askep Kusta.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon
bantuan dari para pembaca,
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan,
kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima
kasih.

Hormat Kami

Penulis
BAB 1
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf
perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.Lepra : Morbus hansen, HamseniasisReaksi :
Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu
interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang
telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.

2. ETIOLOGI
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang
ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman
ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5
micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam
media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang
Armadillo.

3. GEJALA DAN TANDA


Gejala kusta antara lain :
a. Bercak putih (hipopigemtasi) yang mati rasa biasanya daerah bercak putih tidak ada keringat dan
bulu.

b. Adanya penebalan saraf tepi dengan disertai gangguan fungsi (hanya dapat diidentifikasi oleh tenaga
yang sudah ahli atau terlatih).

c. Gangguan fungsi saraf meliputi mati rasa/kurang rasa, pareses dan paralisis, kulit kering, retak dan
edema (bengkak).

Ada beberapa tanda yang bisa didapatkan pada penderita kusta :


1. Tanda pada kulit bercak kulit yang merah, kulit yang mengkilap. Bercak tidak
gatal, lesi kulit yang tidak berkeringat atau berambut.
2. Tanda pada saraf rasa kesemutan , tertusuk-tusuk atau nyeri, gangguan gerak pada anggota badan
atau wajah
3. Cacat/deformitas
4. Ulkus yang tidak kun juang sembuh.

4. PENGOBATAN
Metode Pengobatan yang digunakan saat ini berupa MDT. Namun saat ini, dulu maupun akan
datang yang perlu kita perhatikan adalah cara penyampaian diagnosa penyakit ini. Karena
dimasyarakat masih tertanam dalam pikiran bahwa penyakit kusta adalah penyakit turunan, mereka
akan menyangkal bahwa dikeluarga ada penderita kusta sehingga keluarga yang malu akan
mengucilkan penderita tersebut dari orang banyak, demikian juga bila ketahui masyarkat menderita
penyakit ini. Penderita akan tidak diijinkan untuk bergaul lagi dengan mereka karena takut terjangkit.

5. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa
penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan
melalui mukosa nasal.

Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan


hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat
kuman yang Avirulen dan non toksis.M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler )
terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis
atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi
mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk
memfagosit.

Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman
hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak
aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi
terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
sekitar.

Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit


kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien.
Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila
rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi
didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang
sedikit.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari
pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.

6. FAKTOR RESIKO
1. Merasa ketakutan
2. Cacat
3. Menarik Diri
4. Hanya mempersoalkan diri sendiri
5. Reaksi emosional tinggi
6. Perubahan persepsi terhadap lingkungan
7. Berkurangnya minat.

7. KLASIFIKASI
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik,
histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di
atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas,
pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan
sensibilitas ( + )
3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out”
dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan
sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris.
BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

8. GAMBARAN KLINIK
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
 Mengenai kulit dan saraf.
o Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
o Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata.
Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
o Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap basil kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
 Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
 Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
 Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
 Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
 Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
 Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
o Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.
 Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
o Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas
yang merupaan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out.
Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih
cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
 Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
 Distribusi lesi khas :
o Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
o Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
 Stadium lanjutan :
o Penebalan kulit progresif
o Cuping telinga menebal
o Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.
 Lebih lanjut
o Deformitas hidung
o Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
o Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
o Penyakit progresif, makula dan popul baru.
o Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
 Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
 Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
 Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi
dan sedikit penebalan saraf.
 Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
 Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
 Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
 Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
 Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
 Lidah : ulkus, nodus
 Larings : suara parau
 Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
 Kelenjar limfe : limfadenitis
 Rambut : alopesia, madarosis
 Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

9. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya
kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta
adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting.
Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. lepraemenderita kusta, dan diduga
faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta
di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.
Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan
orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam
dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipinahingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.[14]
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah
dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun
masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epiteldeskuamosa di kulit,
Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian
terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlahM. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di
penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar
melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa
hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan
bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan
Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per
hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit
dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba
penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga
dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan.
Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan
menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa
inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta
pada bayi muda.
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan
pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-
endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

10. PENATALAKSANAAN MEDIK


1. TERAPI MEDIK
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden
penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin,
dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi
dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan
angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995
sebagai berikut:

a) Tipe PB ( PAUSE BASILER)


Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
· Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
· DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum
6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut
WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b) Tipe MB ( MULTI BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
· Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas
· Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg
/hari diminum di rumah
· DDS 100 mg/hari diminum dirumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah
selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan
untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan
RFT.
c) Dosis untuk anak
Klofazimin:
· Umur dibawah 10 tahun :
o Bulanan 100mg/bln
o Harian 50mg/2kali/minggu
· Umur 11-14 tahun
o Bulanan 100mg/bln
o Harian 50mg/3kali/minggu
DDS:1-2mg /Kg BB
Rifampisin:10-15mg/Kg BB
d) Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien
kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg,
ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,
sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe
MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis
dalam 24 jam.
e) Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO
bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
2. PERAWATAN UMUM
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan.
Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena
kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.
a) Perawatan mata dengan lagophthalmos
§ Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran
§ Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
§ Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

b) Perawatan tangan yang mati rasa


§ Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh
§ Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam
§ Keadaan basah diolesi minyak
§ Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
§ Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
§ Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c) Perawatan kaki yang mati rasa
§ Penderita memeriksa kaki tiap hari
§ Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
§ Masih basah diolesi minyak
§ Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
§ Jari-jari bengkok diurut lurus
§ Kaki mati rasa dilindungi
d) Perawatan luka
§ Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
§ Luka dibalut agar bersih
§ Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
§ Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:
1) Kulit halus dan berminyak
2) Tidak ada kulit tebal dan keras
3) Luka dibungkus dan bersih
4) Jari-jari bengkak menjadi kaku

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. BIODATA
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak
dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan
tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada
kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi
lemah.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh
c. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi
lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5
tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen
akan tertular.

e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami
gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang
diderita.
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
g. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat
pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya
gangguan saraf tepi motorik.
Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan,
dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi
akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika
ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana
dan terdapat gangguan pada tenggorokan.

Sistem persarafan:
a. Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada
kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
b. Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama
ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada
mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
c. Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat
pecah-pecah.
Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),
bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika
ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah.
Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
2. Stadar asuhan keperawatan RSUD Tugurejo Semarang. 2002. Ruang Kusta. Propinsi Jawa Tangah
3. Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta.
4. Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta
5. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.
6. Juall, Lynda, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II,EGC. Jakarta,
1995
7. Simposium Penyakit Kusta, FKUA Surabaya
8. Marrilyn, Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
KONSEP DASAR MEDIS
A. Devinisi Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Menurut Depkes RI (1996) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah
penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes
RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan
psikologis.
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan
seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi
juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini
warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-
masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa
dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta
menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk
melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk kering (
tuberkuloid ) dan kusta bentuk basa ( lpromatosa ) dan bentuk ketiga yaitu bentuk
peralihan ( borederline ) ( wim de Jong et Al 2005 )
1. Kusta bentuk kering
Tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih
besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak tampak kering

2. Kusta bentuk basah


Bentuk menular karna kumannya banyak terdapat di selaput lendir kulit dan organ
tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan kecil-kecil tersebar di seluruh badan,
berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilat dan
berminyak, dapat berupa benjolan marah sebesar biii jagung yang tersebar di badan,
muka dan daun telinga. Di sertai rontoknya air mata dan menebalnya daun telinga
3. Kusta tipe peralihan
Merupakan peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di masukkan ke
dalam jenis tipe basah

B. Etiologi Penyakit Kusta

Penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh bakteri pathogen Mycobacterium


leprae yang ditemukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer
Hansen, pada tahun 1874 lalu. Mycobacterium leprae merupakan salah satu kuman
yang berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um.
Penelitian dengan mikroskop electron tampak bahwa M. lepraemempunyai
dinding yang terdiri atas 2 lapisan, yakni lapisan padat terdapat pada bagian dalam
yang terdiri atas peptidoglikan dan lapisan transparan pada bagian luar yang terdiri
atas lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding polisakarida ini
adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan
20nm (9,10). Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik (11)
pada M.leprae , yaitu adanya asam amino glisin,sedangkan pada bakteri lain
mengandung alanin. M. leprae ini merupakan basil gram positif karena sitoplasma
basil ini mempunyai struktur yang sama dengan basil gram positif yang lain yaitu
mengandung DNA dan RNA

C. Patofisiologi

Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran


pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah
penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum
diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi.
Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium leprae
berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan
vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat
infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien.
Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila
rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi
didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang
sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun
pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler
dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda
tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni
selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak
yang lama dan berulang-ulang.
3. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang
lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa
penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa
inkubasinya yaitu 3-5 tahun
D. Manifestasi Klinik
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda
kardinal berikut:
1. Tanda-tanda pada kulit
 Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang
lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
 Kulit mengkilat
 Bercak yang tidak gatal
 Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak berambut
2. Tanda-tanda pada syaraf
 Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan
 Gangguan gerak anggota badan/bagian muka
 Adanya cacat (deformitas)
 Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

E. Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Kusta


Beberapa pencegahan yang dapat di lakukan yaitu sebagai berikut:
1. Pencegahan Primodial
Tingkat pencegahan ini adalah tingkat pencegahan yang paling baru dikenal.
Tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari kemunculan dan
kemapanan di bidang social, ekonomi, dan pola kehidupan yang diketahui mempunyai
kontribusi untuk meningkatkan resiko penyakit. Pencegahan primordial yang efektif itu
memerlukan adanya peraturan yang keras dari pemerintah dan ketentuan tentang
fiscal agar dapat melaksanakan kebijaksanaan yang ada.
Pemerintah dengan berbagai macam program dan kebijakan. Program yang
terkenal dalam menangani penyakit ini adalah “Pemberantasan Penyakit Menular
Langsung Kusta”. Perlu adanya kebijakan yang keras pada penerapan program ini di
setiap daerah agar program ini dapat berjalan dengan efektif dan diharapkan mampu
menanggulangi dan mengurangi penderita kusta di Indonesia.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan tingkat pertama, tujuannya adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor-faktor resikonya, pencegahan ini terdiri dari :
a. Promosi kesehatan
Yaitu dengan cara penyuluhan-penyuluhan tentang penularan, pengobatan dan
pencegahan penyakit kusta, serta pentingnya makanan sehat dan bergizi untuk
meningkatkan status gizi tiap individu menjadi baik.
Menurut Depkes RI (2005a) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan primer
dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan
memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti
keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat
yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta
adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).

b. Pemberian Imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta
seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun
1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat
memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian
penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian
beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut
(Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini meliputi diagnosis dini dan pemberian pengobatan (prompt
treatment).
a. Diagnosis dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kulit, dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya .
b. Pengobatan yang diberikan pada penderita kusta adalah DDS (diaminodifenilsulfon),
klofazimin, rifampisin, prednisone, sulfatferrosus dan vitamin A. Pengobatan lain
adalah dengan Multi drug treatment (MDT) yaitu gabungan pemberian obat
refampicin, ofloxacin dan minocyclin sesuai dengan dosis dan tipe penyakit
kusta. Pengobatan kusta ini dilakukan secara teratur dan terus menerus selama 6-9
bulan.
Menurut Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai
penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau
mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.
PemberianMulti drug therapy pada penderita kusta terutama pada
tipe Multibacilerkarena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada
orang lain.

4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi
penyakit yang sudah terjadi, dan adalah merupakan sebuah aspek terapatik dan
kedokteran rehabilitasi yang paling penting .Pencegahan tersier merupakan usaha
pencegahan terakhir

Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan pada penyakit kusta ada beberapa obat yang di gunakan
sebagai berikut:
1. Rifampicin, dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan
bakteri (dosis 600mg)
2. Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
3. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri perlahan
pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
4. Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai penghambat
bacterial DNA gyrase
5. Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis protein pada bakteri
Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :
1. Sulfon
2. Rifampisin
3. Klofazimin
4. Prototionamide dan etionamide

PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYAKIT KUSTA


sabda Rasulullah, "Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan, tidak ada
kegundahan dan tidak ada bahaya di bulan Shafar." (Muttafaqun 'Alaihi) Bagaimana
hukumnya menolak hadits ini? Bagaimana memadukan hadits ini dengan
hadits "Larilah kamu dari orang yang berpenyakit kusta seperti larimu dari macam?
Al-Adwa' (penyakit menular) adalah penyakit yang berpindah dari orang sakit
kepada orang sehat. Seperti yang terjadi pada penyakit-penyakit inderawi, penularan
juga terjadi pada penyakit-penyakit maknawi. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alahi wa
Sallam mengabarkan bahwa orang yang duduk bersama orang buruk seperti orang
yang meniup bara api; baik akan membakar bajunya sendiri atau akan mencium bau
yang tidak sedap. Sabda Rasulullah, "penyakit menular" mencakup penyakit menular
yang bersifat fisik inderawi dan maknawi.
"Ath-Thairah" adalah merasa pesimis karena melihat, mendengar atau mengetahui
sesuatu.
Sebagian manusia ada yang membuka mushaf Al-Qur'an untuk mendapatkan
optimisme, jika dia membaca ayat-ayat tentang neraka, maka dia berkata; ini pertanda
tidak baik, dan jika membaca ayat-ayat tentang surga, ini pertanda baik. Tindakan
seperti ini sebenarnya sama dengan tindakan orang-orang jahiliyah yang mengundi
nasib dengan anak panah.
sabda Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, "Larilah kamu dari orang yang
berpenyakit kusta seperti kamu lari dari macan." Penyakit kusta adalah penyakit
ganas yang menular dengan cepat dan dapat mematikan penderitanya, bahkan ada
yang mengatakan bahwa penyakit kusta itu adalah wabah, maka diperintahkan agar
menjauh supaya tidak terjadi penularan. Dalam hadits itu ditegaskan tentang adanya
penularan, tetapi penularan itu bukan sesuatu yang pasti sehingga menjadi 'illah yang
pasti pula. Tetapi Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam memerintahkan untuk menjauhi
penderita kusta dan tidak mendekatkan orang yang sakit dengan orang sehat, dilihat
dari sudut pandang menjauhi sebab-sebab bukan dari bab pengaruh sebab itu sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,"Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian
sendiri kepada kebinasaan."(Al-Baqarah: 195).
Tidak dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam mengingkari
adanya pengaruh penyakit menular, karena ini adalah perkara yang realistis dan
masih ada hadits-hadits yang lain.
Ketika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Tidak ada penyakit menular",
seorang lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, tidak tahukah engkau bahwa jika di padang
pasir ada seekor onta betina, lalu dikawin oleh onta jantan yang sakit kudis maka onta
betina itu akan kudisan juga? Nabi menjawab, "Lalu siapa yang menulari onta yang
pertama?"
Jawaban Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dengan sabdanya,"Siapa yang
menulari onta yang pertama?" mengisyaratkan bahwa penyakit itu pindah dari onta
yang sakit kepada onta yang sehat atas aturan Allah. Penyakit yang menimpa pada
onta yang pertama tidak ada yang menularinya, melainkan turun dari sisi Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Ada sesuatu yang disebabkan oleh sesuatu tertentu dan ada
sesuatu yang tidak disebabkan oleh sesuatu tertentu. Kudis yang menimpa onta yang
pertama tidak diketahui penyebabnya, melainkan karena sudah ditakdirkan oleh Allah,
sedangkan kudis yang menimpa setelahnya karena ada sebab tertentu dan jika Allah
berkehendak tidak menular. Maka dari itu kadang ada onta yang terkena penyakit
kudis kemudian sembuh dan tidak mati. Begitu juga wabah penyakit dan kolera
merupakan penyakit menular, kadang masuk rumah sehingga menimpa sebagian
anggota keluarga hingga mati, kadang ada yang bisa diselamatkan dan kadang ada
yang tidak terkena sama sekali. Manusia harus bersandar kepada Allah dan
bertawakal kepada-Nya.
Penyakit kusta dalam Islam dari Al Quran dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
1. Alquraan :
 Ali Imran ayat 49.
Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka):
"Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda
(mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung;
kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan
aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit
sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan
kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku)
bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (QS: Ali Imran Ayat: 49).
 Al Maidah ayat 110.

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku
kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus.
Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah
dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil,
dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa
burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi
burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku
menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)
2. Fatwa MUI tentang kusta

Fatwa MUI juga berdasarkan Surah Ali Imran ayat 49 dan Al Maidah ayat 110
ditambah dengan Hadis Rasulullah SAW: “Berobatlah, hai hamba Allah karena
sesungguhnya Allah SWT tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obat
baginya. Hanya satu penyakit yang tidak ada obatnya yaitu penyakit tua”. (Hadis
riwayat Ahmad dalam Musnad-nya riwayat Abu Daud. Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah.
Lihat kitab Fath al –Qadi-III hal 238).
Dari Surah Ali Imran 49 dan Al Maidah 110, Al Quran menjelaskan bahwa di dunia
ini ada suatu penyakit yang disebut sofak (kusta). Nabi Isa AS dapat menyembuhkan
kusta hanya dengan seizin Allah artinya berupa mukjizat yang diperoleh dari Allah
SWT.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan
dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat
sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya
bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan,
malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman
kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi
salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat
akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien
akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada
konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe
I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf
tepi motorik.
1. Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek
kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik
terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus
hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan
mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata
maka alismata akan rontok.
2. Sistem syaraf
 Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada
kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
 Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya
mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada
mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
 Kerusakan fungsi otonom
 Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-
pecah.
3. System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4. System Integumen Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan).
Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak
dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-
pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri termasuk
keperawatan 1x24 jam termasuk
kriteria hasil yaitu karakteristik,kualitas,durasi dan
1. Menyatakan secara verbal frekwensi
pengetahuan tantang cara 2. Observasi tanda-tanda vital.
alternatif untuk meredakan 3. Ajarkan dan anjurkan kilien
nyeri melakukan tehnik relaksasi
2. Tidak menunjukkan 4. Atur posisi senyaman mungkin.
adanya nyeri meningkat
3. Nyeri teratasi 5. Kolaborasi dalam penberian
analgetik

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika
keperawatan 1x24 jam ada jaringan nekrotik dan kondisi
kriteria hasil yaitu sekitar luka
1. menunjukkan regenerasi
2. Berikan perawatan khusus pada
jaringan daerah yang terjadi inflamasi
2. tidak ada lepuh atau
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan
maserasi pada kulit yang terjadi inflamasi, perhatikan
3. eritema kulit dan eritema di adakah penyebaran pada jaringan
sekitar luka minimal sekitar.
4. Bersihkan lesi dengan sabun pada
waktu direndam.
5. Istirahatkan bagian yang terdapat
lesi dari tekanan.
6. Konsultasi pada dokter tentang
implementsi pemberian makanan
dan nutrisi untuk meningkatkan
potensi penyembuhan luka

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1.Kaji tingkat kemampuan klien
keperawatan 1x24 jam2.Anjurkan periode untuk istrahat dan
kriteria hasil yaitu aktivitas secara bergantian
1. Menunjukan toleransi3.Bantu klien untuk mengubah posisi
aktivitas secara berkala
2. Menampilkan aktifitas
4.Lakukan latihan rentang gerak secara
kehidupan sehari-hari konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif
5. Kolaborasi dengan ahli terapi dalam
memberikan terapi yang tepat

4. Gannguan citra tubuh berhubungan dengan


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji respon verbal dan
keperawatan 1x24 jam kriteria nonverbal klien terhadap
hasil yaitu dirinya
1. Mampu mengidentifikasi
2. Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan, perawatan,
2. Menentukan penerimaan kemajuan dan prognosis
penampilan penyakit
3. Memelihara interaksi sosial 3. Beri dorongan kepeda klien
yang dekat dan hubungan dan keluarga untuk
personal mengungkapkan
perasaannya
4. Bantu klien dalam
mengatasi masalahnya

5. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Bina hubungan teraupetik
keperawatan 1x24 jam kriteria dengan pasien yang
hasil yaitu mengalami kesulitan
1. Menunjukkan keterlibatan sosial berinteraksi dengan orang
2. Dapat berinteraksi baik dengan lain
masyarakat 2. Bantu pasien membedakan
3. Berpartisipasi dalam aktivitas antara persepsi dan
dengan orang lain kenyataan
4. Mengembangkan hubungan satu 3. Kurangi stigma isolasi
sama lain dengan menghormati
martabat pasien
4. Fasilitasi kemempuan
individuuntuk berinteraksi
dengan orang lain
5. Fasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga, teman,
dan komunitas

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan
keperawatan 1x24 jam kriteria 2. Gunakan pendekatan yang
hasil yaitu menenangkan
1. Klien mampu mengidentifikasi 3. Jelaskan semua prosedur
dan mengungkapkan gejala dan apa yang di rasakan
cemas selama prosedur
2. Mengidentifikasi 4.
, Dorond pasien untuk
mengungkapkan dan mengungkapkan perasaan,
menunjukkan tehnik untuk ketakutan dan persepsi
mengontrol cemas 5. Kolaborasi dalam pemberian
obat penurun cemas

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat

Tujuan dak kriteria hasil Intervensi


( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan
keperawatan 1x24 jam kriteria pasien
hasil yaitu 2. Beri informasi tentang
1. Pasien dan keluarga penyakit dan pengobatan
menyatakan pemahaman kepeda pasien
tentang penyakit, kondisi,
3. Berikan motivasi pada klien
prognosis dan program tentang kesembuhannya
pengobatan 4. Diskusikan setiap tindakan
2. Pasien dan keluarga mampu yang berhubungan dengan
melaksanakan prosedur yang di penyakitnya.
jelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
di jelaskan

DAFTAR PUSTAKA

Judith M Wilkikson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Jakarta EGC, 2011
Amiruddin, Muh. Dali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates, 2000.
Mansjoer, Arif M. Kapita selekta kedokteran, jilid 1. Media aesculapius. Jakarta: 2000
http://tugas-pbw.comuf.com/penyakittropis/index.php/kusta/penularan-kusta
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BAPAK S DENGAN KASUS


KUSTA PADA IBU Y DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS GALANG
DUSUN TALAMANDU DESA LALOS KECAMATAN

GALANG KABUPATEN TOLITOLI

TAHUN 2012
OLEH

DWI JULIANTO. S

NIM : 09058

PEMERINTAH KABUPATEN TOLITOLI

AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA

TOLITOLI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : Asuhan Keperawatan Keluarga Bapak S Dengan Kasus “Kusta”


Pada Ibu Y Diwilayah Kerja Puskesmas Galang Dusun Talamandu Desa Lalos
Kecamatan Galang Kab. Tolitoli Tahun 2012

Penulis : DWI JULIANTO. S


Nim : 09058

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan
tim penguji sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada
Akper Pemda Tolitoli.

Tolitoli, Agustus 2012

TIM PEMBIMBING

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

HARTIA SKM

Nip. 19720425 199303 2 004

SARIPAH A KASAU SKM

Nip.19671013 198903 2 007

HALAMAN PENGESAHAN

Panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah (KTI) Akper Pemda Tolitoli, setelah meneliti dan
mengetahui cara dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Keluarga Bapak S Dengan Kasus Kusta Pada Ibu Y Diwilayah Kerja
Puskesmas Galang Dusun Talamandu Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten
Tolitoli” yang telah di Pertanggung jawab oleh Mahasiswa Nama Dwi Julianto S,
Nim : 09058 Pada hari Sabtu Tanggal 28 September 2012.

PANITIA UJIAN

Jabatan Nama/Nip Tanda Tangan


Ketua :

SARIPAH A. KASAU. SKM

Nip.19671013 198903 2 007

…………………………Penguji I:

ROSMIATY DJAMAL, SKM.M.Kes

Nip. 19541224 197703 2 006

………………………… Penguji II

HARTIA, SKM

Nip. 1972025 199303 2 004

…………………………

Mengetahui

Direktur Akper Pemda Tolitoli

St. F. Iriany Batalipu, SKM, M. Si

Nip. 19620518 198211 2 001

KATA PENGANTAR
Tiada Kata yang Pantas penulis ucapkan selain memanjatkan Puji syukur
kehadirat Allah SWT, Karena dengan izin dan karunia-Nyalah sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan Judul “Asuhan
Keperawatan Keluarga Bapak S Dengan Kasus Kusta pada Ibu Y Diwilayah Kerja
Kabupaten Tolitoli Tahun 2012“ sebagai salah Satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Diploma III Akademi Keperawatan Pemda Tolitoli.

Terwujudnya KTI ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak,
sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya maka perkenankanlah Penulis
dengan segala kerendahan hati mengucapkan penghargaan rasa hormat dan terima
kasih yang setulus-tulusnya Kepada:

1. St. Fatimah Iriany Batalipu, SKM,M.Si Selaku direktur Akademik Keperawatan


Pemda Tolitoli Yang telah memberikan Bimbingan selama penulis mengikuti
Pendidikan Di Akper Pemda Tolitoli.
2. Ibu Saripah A. K,SKM selaku Pembimbing I Dan Ibu Hartia, SKM selaku
Pembimbing II dengan tulus Ikhlas telah meluangkan waktu tenaga dan pikiran
dalam memberikan arahan kepada penulis Selama Penyusunan KTI
3. Masnur Hj. Palleco, SKM Selaku Kepala Puskesmas Galang Yang Telah
memberikan izin tempat / lokasi pengambilan data dan informasi.
4. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pendidikan Akademik Keperawatan Pemda Tolitoli
yang Telah memberikan Bekal ilmu dan keterampilan selama penulis mengikuti
pendidikan.
5. Teristimewa kepada orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan dan
doa sehingga penulis berhasil dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini.
6. Kepada Rekan-rekan Mahasiswa seangkatan khususnya mahasiswa Akper Pemda
Tolitoli yang telah banyak memberikan kebersamaan selama menempuh
pendidikan dan kepada yang namanya tidak tercantum tetapi telah banyak
membantu penulis dalam penyusunan KTI ini.

Tiada ada kata yang lebih indah yang mampu penulis ucapkan selain terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu akhir kata,
semoga KTI ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya Mahasiswa
Akper Pemda Tolitoli.

Tolitoli, September 2012

Penulis
Dwi Julianto S.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
………………………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN
…………………………………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN
…………………………………………………………… iii

KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………… iv

DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………………
vi

DAFTAR
TABEL…………………………………………………………………………….
ix

DAFTAR GAMBAR
……………………………………………………………………….. x

DAFTAR SINGKATAN
………………………………………………………………….. xi

DAFTAR LAMPIRAN
…………………………………………………………………….. xii

BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………………………
1. Latar Belakang
………………………………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 4
3. Tujuan Penulisan
………………………………………………………………. 4
1. Tujuan Umum ………………………………………………………………. 4
2. Tujuan Khusus……………………………………………………………… 4
3. Metode
Penulisan………………………………………………………………. 5
4. Manfaat
Penelitian……………………………………………………………… 6

BAB II TINJAUAN
TEORI………………………………………………………………..

1. Penyakit Kusta ……………………………………………………………………..


1. Pengertian
……………………………………………………………………… 7
2. Etiologi
…………………………………………………………………………… 7
3. Tanda Dan Gejala ………………………………………………………….. 8
4. Klasifikasi
………………………………………………………………………. 11
5. Patofiologi
……………………………………………………………………… 13
6. Patogenesis……………………………………………………………………. 1
3
7. Masa Inkubasi
………………………………………………………………… 14
8. Dampak Penyakit Kusta …………………………………………………. 14
9. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………… 16
10. Pengobatan
……………………………………………………………………. 17
11. Tinjauan Teori Keluarga……………………………………………………….
1. Pengertian Keluarga ………………………………………………………. 21
2. Tipe
Keluarga…………………………………………………………………. 22
3. Tahapan Perkembangan Keluarga ………………………………… 23
4. Struktur Keluarga ……………………………………………………………. 27
5. Fungsi Keluarga …………………………………………………………….. 28
6. Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan …………………………… 30
7. Ketidakmampuan Keluarga Dalam Melaksanakan Tugas-

tugas Kesehatan Dan Keperawatan ……………………………….. 31

1. Asuhan Keperawatan Keluarga …………………………………………… 33


1. Pengkajian
…………………………………………………………………….. 33
2. Diagnose Keperawatan ………………………………………………….. 35
3. Analisa Data
…………………………………………………………………… 35
4. Perumusan Masalah Dan Diagnosa Keperawatan …………. 35
5. Penyusun Rencana Keperawatan ………………………………….. 43
6. Implementasi……………………………………………………………………
46
7. Evaluasi
…………………………………………………………………………. 47
8. Pemeriksaan Fisik Pada Penderita Kusta……………………….. 50

BAB III APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA…………..

1. Pengkajian
…………………………………………………………………….. 52
2. Klasifikasi
………………………………………………………………………. 65
3. Analisa Data
…………………………………………………………………… 66
4. Penilaian Scoring Diagnosa Keperawatan …………………….. 68
5. Diagnosa Keperawatan Prioritas ……………………………………. 70
6. Intervensi
……………………………………………………………………….. 71
7. Implementasi
………………………………………………………………….. 73
8. Evaluasi
…………………………………………………………………………. 74
9. Catatan perkembangan ………………………………………………….. 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
………………………………………………

1. Hasil
………………………………………………………………………………. 78
2. Pembahasan ………………………………………………………………….. 79

BAB V
PENUTUP…………………………………………………………………………

1. Kesimpulan
…………………………………………………………………………. 86
2. Saran
……………………………………………………………………………………
87

DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………….

LAMPIRAN
……………………………………………………………………………………..

DAFTAR TABEL

Tabel : 1.Kriteria Penentuan Tipe


Kusta…………………………………………….. 10

Tabel : 2. Skala Boylon Dan Malgaya (1978)


……………………………………. 41

Tabel : 3. Contoh Format Perencanaan Keperawatan Keluarga ……….. 44


Tabel : 4. Komposisi Keluarga
………………………………………………………….. 52

Tabel : 5. Pemeriksaan Fisik Keluarga


……………………………………………… 64

Tabel : 6. Klasifikasi Data


…………………………………………………………………. 65

Tabel : 7. Analisa Data


……………………………………………………………………… 66

Tabel : 8. Scoring Diagnosa Keperawatan


………………………………………… 68

Tabel : 9. Scoring Diagnosa Keperawatan


………………………………………… 69

Tabel : 10. Diagnosa Prioritas


…………………………………………………………… 70

Tabel : 11. Intervensi


…………………………………………………………………………. 71

Tabel : 12. Implementasi


…………………………………………………………………… 73

Tabel : 13. Evaluasi


…………………………………………………………………………… 74

Tabel : 14. Catatan Perkembangan


…………………………………………………… 75

Tabel : 15. Catatan Perkembangan


…………………………………………………… 76

Tabel : 16. Catatan


Perkembangan……………………………………………………. 77
DAFTAR GAMBAR

Gambar : I. Genogram 3
Generasi……………………………………………………… 53

Gambar : 2. Denah Rumah


……………………………………………………………….. 57

Gambar : 3. Arah Mata Angin


…………………………………………………………….. 57

DAFTAR SINGKATAN

A : Analisa

B : Boderline

BB : Boederline-Boederline

BL : boederlina-Lepromatosa

BTA : Basil Tahan Asam

DDS : Diamono Diphenyl Suffone

E : Evaluasi

I : Implementasi

ICS : Intercosta Sternum

KK : Kepala keluarga

L : Lepramatosa

LL : Leprometosa-Leprometosa

M.Leprae : Mycobacterium Leprae


MB : Multibaciler

MDT : Multy Drugs Therapy

ND : Nadi

O : Objektif

OOC :Out Of Control

P : Planing

P2M : Pemberantasan Penyakit Menular

PB : Paucibaciler

PMO : pengawas minum obat

RR : Respirasi

RFT : Releace From Teatmen

S : Subjektif

SAP : Satuan Acara Penyuluhan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : SAP Kusta

Lampiran 2 : Leaflet Kusta

Lampiran 3 : SAP Pengobatan


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kusta merupakan penyakit yang banyak menyerang kulit da syaraf. Kusta atau
yang di kenal juga dengan Leprosy/hansen’s Disiase, dapat menyebabkan
gangguan pada kulit, mati rasa, dan kelumpuhan pada tangan dan kaki. Selain itu,
kusta dapat menterang sistim pernapasan atas, mata, dan membrane selaput lendir.
Kusta dapat menular melalaui kontak kulit dengan penderita atau melalui bersin.

Saat ini, penyakit kusta ini bukan hanya menjadi permasalahan di bidang kesehatan
saja. Namun, telah termanifestasi pula ke dalam permasalahan psikososial. Hal ini
di karenakan adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan pada penyakit kusta)
yang menjadi salah satu dampak psikososial yang di sebabkan oleh penyakit ini.
Leprophobia tidak hanya di alami oleh masyarakat awam, tetapi juga pada tenaga
medis dan tenaga kesehatan lainya yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan.
Sehingga, penderita kusta sering kali di perlakukan dengan tidak manusiawi oleh
masyarakat maupun tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini menjadi salah satu
penghambatdalam usaha penaggulangan penyakit kusta.

Pada umumnya, penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan
sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini karna
akibat keterbatasan kemempuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan
yang memedai di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahtraan sosial ekonomi
pada masyarakat.

WHO melaporkan bahwa pada 115 Negara dan teritori tahun 2006 ( di terbitkan
di Weekley Epidiomiological Record dan terdaftar secara global ), terdapat
prevalensi kusta pada awal tahun adalah 219.826 kasus. Sedangkan kasus baru
terus menunjukan penurunan tajam, yaitu sebesar 110.000 kasus ( 27 % ) selama
Tahun 2005di bandigkan dengan Tahun sebelumnya.

Menurut laporan resmi yang di terima dari WHO selama 2011 dari 130 negara dan
wilayah, prevalensi pentakit kusta secara global pada awal tahun 2011 terdiri dari
192.246 kasus, sementara jumlah kasus baru terdeteksi selama 2010 adalah
228.474 kasus ( tidak termasuk kasus kecil di Eropa ).Pada Tahun 2000 indonesia
menempati urutan ke tiga setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang jumlah
penderita kusta di dunia. Walaupun ada penurunan yang cukup drastis dari jumlah
kasus terdaftar, namun sesungguhnya jumlah penemuan kausu baru tidak
berkurang sama sekali. Oleh karna itu, selain angka prevalensi Rate, angka
penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang harus di perhatikan (Depkes
RI, 2005 ). Dan Sampai saat ini penyakit kusta masih di takuti oleh sebagian besar
masyarakat. Keadaan ini terjadi karena kurang pengetahuan, pengertian yang salah,
dan kepercayaan yang keliru tentang penyakit kusta dan kecacatan yang di
timbulkanya.

Permasalahan penyakit kusta ini bila di kaji secara mendalam merupakan


permasalahan yang sangat kompleks. Adapun dampak dari penyalit kusta tersebut
adalah mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan Negara,
karena dampak tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi Tuna sosial,
Tuna wisma dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau
gangguan di lingkungan masyarakat.

Menurut Data dari Dinas Kesehatan Kabuapaten Tolitoli pada tahun 2010 adapun
jumlah penyakit Kusta dengan Tipe MB adalah 33 jiwa dan tipe PB adalah 0 jiwa,
Tahun 2011 penyakit Kusta Tipe MB adalah 12 jiwa dan Tipe PB 0 jiwa, Tahun
2012 terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit Kusta pada Tipe MB adalah 26
jiwa dan Tipe PB 1 jiwa, untuk wilayah puskesmas galang pada tahun 2010
penyakit kusta Tipe MB 3 jiwa dan Tipe PB tidak ada, pada Tahun 2011 Tipe MB
tidak ada dan Tipe PB 1 jiwa, dan pada Tahun 2012 terjadi peningkatan penyakit
kusta Tipe PB tidak ada Tipe MB 6 jiwa.

dari uraian tersebut di atas dan masih tingginya prevalensi penyakit Kusta secara
Global terus meningkat sehingga penulis tertarik untuk mengangkat
judul “ Asuhan Keperawatan Keluarga pada Bapak S dengan kasus Kusta di
Dusun Talamandu Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli” sebagai
Karya Tulis Ilmiah.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai


berikut : “ Bagaimana gambaran Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada
Keluarga Bapak S dengan kasus Kusta Di Dusun Talamandu Desa Lalos
Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli “.

1. Tujuan
2. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan secara langsung dan komperhensif


dengan peendekatan proses Keperawatan pada Keluarga yang menderita
penyakit Kusta.

1. Tujuan Khusus

Penulis dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Keluarga Bapak S dengan


masalah Akibat penyakit Kusta dalam Bidang Kesehatan meliputi :

1. Melakukan pengkajian yang meliputi pengumpulan data dan menetapkan masalah


berdasarkan prioritas masalah.
2. Membuat perencanaan untuk mengatasi masalah perawatan yang ada mencakup
penetapan tujuan dan intervensi keperawatan.
3. Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana Asuhan Keperawatan.
4. Mendokumentasikan semua kegiatan Asuhan Keperawatan berdasarkan tindakan
yang telah di lakukan.
5. Metode Penulisan

Metode yang di gunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah adalah dengan
cara Deskritifatau dengan cara menggambarkan suatu keadaan kondosi
berdasarkan data fakta yang di peroleh melalui Study kasus dengan teknik
pengumpilan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Teknik pengumpulan Data dalam komunikasi yang di dapatkan secara langsung


dari keluarga dan Tim Kesehatan.

1. Observasi

Observasi tehnik pengumpulan Data melalui pengamatan dan pemeriksaan


keadaan keluarga secara Head To Toe.
1. Study Kepustakaan ( Literatur ) tehnik yang dapat melalui Referensi ( buku sumber
) untuk mendapatkan keterangan secara tertulis berkaitan dengan kasus yang di
sajikan langsung sesuia kondisi yang Objektif.

1. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan khususnya dalam menangani masalah keperawatan dan


menerapkam Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Kasus Kusta.

1. Bagi Keluarga Yang Di Teliti

Menambah Informasi danPengetahuan kepada Keluarga tentang penyakit Kusta


sehingga di harapkan dapat meningkatkan kesadaran untuk memantau dan
memeriksa kesehatanya.

1. Bagi Puskesmas

Menjadi bahan Informasi bagi Wilayah kerja Puskesmas Galang Kabupaten


Tolitoli dalam meningkatkan promosi kesehatan Keluarga mengenai penyakit
Kusta.

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. A. Penyakit Kusta
2. 1. Pengertian

Penyakit Kusta adalah salah satu penyakit menular, dapat menyebabkan cacat, dan
keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonominya. ( Widoyono, 2005
).

Kusta adalah penyakit yang menahun dan di sebabkan oleh kuman


kusta (mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi,kulit dan jaringan
tubuh lainnya. (Depkes RI,1998).
Kusta merupakan penyakit kronik yang di sebabkan oleh Infeksi Mycobacterium
Leprae. (Mansjoer Arif,2000).

1. 2. Etiologi

Penyebab Penyakit Kusta adalah Bakteri mycobacterium leprae yang


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0.2-0.5 mikron,
biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel, dan
bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta bersifat menahun karena Bakteri kusta
memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri. Dan masa tunasnya rata-rata
2-5 tahun. Penyakit kusta dapat di tularkan kepada orang lain melalui saluran
pernafasan dan kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak terdapat pada kulit tangan,
daun telinga,dan mukosa hidung. ( Widoyono, 2005 ).

C.Tanda Dan Gejala

Menurut WHO (1995) Dignosa kusta di tegakkan bila terdapat satu dari tanda
cardinal berikut:

1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensabilitas lesi kulit dapat tunggal
atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau
berwarna tembaga biasanya berupa : macula,papul, nodul,
kehilangan sensabilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan
saraf terutama saraf tepi , bermanifestasi ssebagai
kehilangan sensabilitas kulit dan kelemahan otot.
2. BTA Positif

Pada beberapa kasus di temukan BTA di kerokan jaringan kulit.

1. Penebalan saraf tepi,nyeri tekan, Parastesi.

Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal harus di temukan satu cardinal


sign,tanpa adanya cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan sebagai
tersangka (suspek) Kusta adalah :

1. Kelainan Kulit

a) Kelainan kulit berupa bercak merah atau putih, atau benjolan


b) Kulit mengkilap

c) Bercak tidak gatal

d) Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut

e) Lepuh tidak nyeri

f) Permukaan bercak kering dan kasar

g) Batas ( pinggir ) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil.

h) Terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak.

1. Tanda-Tanda Pada Saraf


1. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
2. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
3. Adanya cacat ( Deformitas )
4. Luka yang tidak sakit

Adapun 3 gejala utama ( cardinal sign ) yang di timbulkan dari penyakit kusta
adalah :

a) Macula hipogpigmentasi atau anastesi pada kulit

b) Kerusakan Saraf Perifer

c) Hasil pemeriksaan Laboratorium dari kerokan kulit menunjukan BTA positif

Tabel : 1. Kriteria Penentuan Tipe Kusta

Kelainin kulit dan hasil


PB MB
pemeriksaan bakteriologis

1. Bercak (Macula) 2.
2. Jumlah
3. Ukuran
4. Distribusi

1. Konsistensi
2. Batas
3. Kehilangan sensasi rasa
pada area bercak

1. Kehilagan kemampuan
berkeringat,bulu rontok
pada area bercak

1. 1-5
2. Kecil dan besar
3. Unilateralatau bilateral asimetris
4. Kering dan kasar
5. Tegas
6. Selalu ada dan jelas

1. Bercak tidak berkeringat,bulu rontok pada erea bercak

1. Banyak
2. Kecil-kecil
3. Bilateral,simetris

1. Halus,berkilat
2. Kurang tegas
3. Biasanya tidak jelas;jika ada,terjadi pd yg sudah lanjut
4. Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok

1. Infiltrat
2. Kulit

1. Membrane mukosa (hidung tersumbat,perdarahan di hidung)


tidak ada

Tidak pernah ada

Ada kadang-kadang tidak ada

Ada kadang-kadang tidak ada

1. Ciri-ciri khusus

‘central healing ‘(penyembuhan di tengah)1.lesi ‘punched out’

2.Madarosis

3.Hidung pelana

4.Ginekomastia

5.Suara sengau

1. Nodulus

Tidak adaKadang-kadang ada

1. Penebalan saraf feriper

Lebih sering terjadi dini,asimetrisTerjadi pada penyakit lanjut biasanya lebih dari
satu dan simetris

1. Deformitas ( cacat )

Biasanya asemetris,terjadi diniTerjadi pada stadium lanjut

1. Apusan
BTA negativeBTA positif

Sumber data:Depkes RI,buku pedoman Nasional pemberantasan penyakit


kusta 1998.

1. D. Klasifikasi

Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis


penyakit kusta cukup di bedakan atas dua jenis yaitu :

1. Kusta Bentuk Kering (Tipe Tuberkuloid)

a) Merupakan bentuk yang tidak menular

b) Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih,
jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau
lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali,kadang-kadang
tepinya meninggi.

c) Pada Tipe ini lebih sering di dapatkan kelainan urat saraf tepi pada ,sering
gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas

d) Komplikasi Saraf serta kecatatan relative lebih sering terjadi dan timbul lebih
awal darib pada bentuk basah

e) Pemeriksaan Bakteriologis sering kali Negatif, berarti tidak di temukan adanya


kuman penyebab
f) Bentuk ini merupakan yang paling banyak di dapatkan di Indonesia dan
terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup
tinggi

1. Kusta Bentuk Basah (Tipe Leprometosa )

a) Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat di temukan baik di


selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain

b) Jumlahnya lebih sedikit di bandingkan kusta bentuk kering dan terjadi


pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta

c) Kelainan kulit bisa berupa bercak kemerahan, bisa kecil-kecil dan tersebar di
seluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak
mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar di
badan, muka dan daun telinga

d) Sering di sertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-
kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung

e) Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari
perjalanan penyakit

f) Pada bentuk yang parah bisa terjadi “ muka singa “ (facies leonine).

1. E. Patofisiologi

Cara penularan yang pasti belum di ketahui, tatapi menurut sebagian besar ahli
melalui saluran pernafasan ( inhalasi ) dan kulit ( kontak langsung yang lama dan
erat ).kuman mencapai permukaan kulit melalui volikel rambut, kelenjar keringat,
dan di duga melalui air susu ibu.beberapa hipotesis telah di kemukakan seperti
adanya kontak dekat dan penularan dari udara.

Penyakit ini sering di percaya bahwa penularanya di sebabkan oleh kontak antara
orang yang terinfeksi dan orang yang sehat.Melalaui kulit yang lecet pada bagian
tubuh yang ber suhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh mycobacterium
leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang ke mamapuan
hidup mycobacterium leprae pada suhu yang rendah, waktu regenerasi lama serta
sifat kuman yang aviluren dan non toksis. Mycobacterium leprae terurama terdapat
pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel
Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh bereaksi mengeluarkan makrofag
( berasal dari monosit darah, histiosit )untuk memfagosit.

1. F. Patogenesis

Setelah mikobakterium leprae masuk dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta


bergantung pada kerentangan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistim imunutas seluler ( celluluer midialet
immune ) pasien. Kalau sistim imunitas seluluer tinggi, penyakit berkembang ke
arah tuber koloid dan bila rendah, berkembang ke
arah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi di dearah-daerah yang
relative lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat
penyakit tidak selalu se banding dengan derajat infeksi karna respon Imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih se banding dengan tingkat reaksi seluler
daripada intensitas Infeksi. Oleh karna itu penyakit kusta dapat di sebut sebagai
penyakit Imunologi.

1. G. Masa Inkubasi

Masa Inkubasi pasti dari kusta belum belum dapat di kemukakan.beberapa peneliti
berusaha mengukur masa Inkubasinya. Masa inkubasi Minimum di laporkan
adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada Bayi muda. Masa
inkubasi maksimun di laporkan selama 30 tahun hal ini di laporkan berdasarkan
pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspor untuk mengetahui
Epidemiologi kusta menurut karakteristik orang,waktu dan tempat.(Hasibun,1991).

H. Dampak Penyakit Kusta

Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan mengalami


trauma psikis, sebagai akibat dari trauma psikis ini, si penderita akan bereaksi
sebagai berikut:

1. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan


2. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia dan keluarganya
menderita penyakit kusta.
3. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk
keluarganya.
4. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa bodoh
terhadap penyakitnya.

Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka timbullah berbagai masalah baru
antara lain:

1. Masalah Terhadap Diri Penderita

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri,merasa tekan batin, takut
terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut menghadapi keluarga dan
masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar.

1. Masalah Terhadap Keluarga.

Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan


pengobatan tradisional,keluarga takut di asingkan oleh masyarakat di sekitarnya.

1. Masalah Terhadap Masyarakat.

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan
agama sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang menular,tidak
dapat di obati,namun umumnya kendala yang di hadapi adalah pasien mentaati
resep dokter, sehingga selain mereka tidak menjadi lebih baik,mereka pun akan
resisten terhadap obat yang telah di berikan.

1. I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Bakteriologis

Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut :

1. Sediaan di ambil dari kelainan kulit yang paling aktif


2. Kulit muka sebaiknya di hindari karena alasan kosmetik, kecuali tidak di temukan
lesi di tempat lain.
3. Pemeriksaan ulangan di lakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu di tambah
dengan lesi kulit yang baru timbul.
4. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobekterium leprae dalah :
1. Cuping telinga kiri atau kanan
2. 2-4 lesi kulit yang aktif di tempat lain.
3. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya di hindari karena :
4. Tidak menyenangkan pasien
5. Positif palsu karna ada mikobakterium lain
1. Tidak mikobakterium leprae pernah di temukan pada selaput lendir hidung apabila
sediaan apus kulit negetif
2. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dahulu
negative dari pada sediaan kulit di tempat lain.
3. Indikasi Pengambilan Sediaan Apus Kulit :
4. Semua orang yang di curigai menderita kusta.
1. Semua pasien baru yang di diagnosis secara klinis sebagai pasien kusta.
2. Semua pasien kusta yang di duga kambuh ( relaps ) atau karna tersangka kuman
resisten terhadap obat
3. Semua pasien MB setia satu tahun sekali
4. Pemeriksaan bakteriologis di lakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl
neelsen atau kinyoun gabelt.

J. Pengobatan

1. Tujuan Pengobatan

Melalui pengobatan, penderita di berikan obat-obat yang membunuh kuman kusta


dengan demikian pengobatan akan memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan

1. Regimen Pengobatan

Regimen MDT yang di anjurkan oleh WHO adalah :

1. Penderita Pauci Baciler ( PB )

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

1) Rifampisin 600 Mg/bulan di minum di depan petugas


2) DDS tablet 100 Mg/hari di minum di rumah

Pengobatan 6 dosis di selesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6
dosis di nyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (
1995 ) tidak lagi di nyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completionof
trentment cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

1. Tipe MB ( MULTI BASILER )

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

1) Rifampisin 600 Mg/bulan di minum di depan petugas.

2) Klofazimin 300 Mg/bulan di minum di depan petugas di lanjutkan


dengan klofazimin 50 Mg/hari di minum di rumah.

3) DDS 100 Mg/hari di minum di rumah.

1. Dosis untuk Anak

Klofazimin :

1) Umur di bawah 10 tahun :

a) Bulanan 100 mg /bln

b) Harian 50 mg /2kali/minggu

2) Umur 11 -14 tahun

a) Bulanan 100 mg /bln

b) Harian 50mg /3hari /minggu

c) DDS:1-2mg/kg BB

d) Rifampisin:10-15 mg/kg BB
1. Perawatan Umum

Perawatan pada Morbus Hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya


cacat pada kusta di sebabkan oleh kerusakan fungsi syaraf tepi, baik karena kuman
kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

a) Perawatan Mata dengan lagophtalmos

1) Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran

2) Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat

3) Mata perlu di lindungi dari kekeringan dan debu

b) Perawatan Tangan yang Mati Rasa

1) Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda-tanda luka


yang melepuh

2) Perlu di rendam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah
jam

3) Keadaan basah di olesi minyak

4) Kulit yang tebal di gosok agar lurus dan sendi –sendi tidak kaku

5) Tangan mati rasa di lindungi dari panas,benda tajam, luka

c) Perawatan Kaki yang Mati Rasa

1) Penderita memeriksa kaki setiap hari

2) Paki di rendam dalam air dingin lebih kurang ½ jam

3) Masih basah diolesi minyak

4) Kulit yang keras di gosok agar tipis dan halus


5) Jari-jari bengkok diurut lurus

6) Kaki mati rasa di lindungi

d) Perawatan Luka

1) Luka di bersihkan dengan sabun pada waktu di rendam

2) Luka di balut agar bersih

3) Bagian luka di istirhatkan dari tekanan

4) Bila bengkak ,panas,bau bawa kepuskesmas

2. Konsep Keluarga

1. 1. Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga akan berbeda . hal ini bergantung pada orientasi yang di
gunakan dan orang yang mendefenisikannya.

Beberapa pengertian tentang keluarga yaitu:

1. Friedman (1998),mendefenisikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang


di hubungkan oleh perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan
dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik,mental, emosional dan sosial dari individu-individu yang ada
di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai
tujuan bersama.
2. Murray & zentner(1997) keluarga adalah suatu system sosial yang berisi dua atau
lebvih orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah,perkawinan
atau adopsi,atau tinggal bersama dan saling menguntungkan,mempunyai tujuan
bersama,mempunyai generasi penerus,saling pengertian dan saling menyayangi.
3. Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyrakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
2. Tipe Keluarga

1. Secara Tradisional
1. keluarga Inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang di peroleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. keluarga Besar (extended family)adalah keluarga inti yang di tambah anggota lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).
3. Secara Modern
1. Tradisional Nuclear keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah
di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Reconstituted nuclear,pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami atau istri,tinggal dalam satu rumah dengan anak-anaknya baik itu
bawaan dariperkawinan baru,satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
3. Niddle age / Aging augle suami sebaagai pencari uang, istri kedua-duanya bekerja
di rumah,anak-anak sudah meninggalkaan rumahkrena sekolah /perkawinan/meniti
karier.

1. Dyadic Nuclear

suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau
salah satu bekerja di luar rumah.

1. Single Parent

satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal dirumah atau di luar rumah.

1. Commuter Married ,suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu,keduanya saling mencari pada waktu tertentu.

g. Single Adult, wanita atau pria dewasayang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk kawin.

h. Unmarried Parent and Child,yaitu ibu dan anak di mana perkawinan tidak di
kehendaki,anaknya di adopsi.

3. Tahapan Perkembangan Keluarga


Keluarga mempunyai tahapan perkembangan keluarga, yang harus di selesaikan
pada tahapnya menurut Duvall (1985).

1. Keluarga Baru (Berganning family)

pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. tugas perkembangan tahap
ini adalah:

1. membina hubungan intim yang memuaskan


2. menetapkan tujuan bersama
3. membina hubungan dengan keluarga yang lain,teman dan kelompok sosial
4. mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB

2. Keluarga Dengan Anak Pertama < 30 bulan (child bearing)

masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga.tugasperkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:

1. Adaptasi perubahan anggota keluarga (peran,interaksi, seksual)


2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
3. Membagi peran dan tanggung jawab (bagaimana peran orang tua terhadap bayi
dengan member sentuhan dan kehangatan
4. Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

3. Keluarga Dengan Anak Pra Sekolah

Tugas Perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak pra


sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial), tugas
perkembangan keluarga pada saat ini :

1. Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga


2. Membantu anak bersosialisasi
3. Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga.
4. Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.

4. Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah (6-13 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :


1. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan
lingkungan lebih luas
2. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
3. Menyediakan aktifitas untuk anak
4. Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan
anggota keluarga.
5. Keluarga Dengan Anak Remaja (13-20 th)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

1. Pengembangan terhadap remaja (memberikan kebebasan yang seimbang dan


bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang yang dewasa muda dan
mulai memiliki otonomi).
2. Memelihara komunikasi terbuka (cegah gep komunikasi)
3. Memelihara hubungan intim dalam keluarga
4. Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan anggota keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
5. Keluarga Dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :

1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar


2. Mempertahankan keintiman
3. Membantu anak untuk mandiri dan menerima kepergian anaknya
4. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
5. Keluarga Usia Pertengahan (Midle age family)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :

1. Dalam Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat
sosial dan waktu santai.
2. Memulihkan hubungan antara generasi muda tua
3. Memelihara hubungan /kontak dengan anak dan keluarga
4. Persiapan masa tau/pensiun.
5. Keluarga Lanjut Usia

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah :


1. Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup.
2. Menerima kematian pasangan,kawan dan mempersiapkan kematian.
3. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
4. Melakukan life review masa lalu.

4. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi


keluarga di masyarakat struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam di
antaranya adalah :

1. a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi,
di mana hubungan itu di susun melalui jalur garis ayah.

1. b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi di mana hubungan itu di susun melalui jalui garis ibu

c.Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri

1. d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

1. Keluarga Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri.

5. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga (friedman ,1998) adalah sebagai berikut:


1. Fungsi Afektif (the affective function)adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkandi butuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement
function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anakuntuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan degan
orang lain di luar rumah.
3. Fungsi Refroduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga
4. Fungsi Ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
5. Fungsi Perawatan /pemeliharaan (the health care function) yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan aniggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi.

Namun dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi


industrialisasi,fungsi keluarga di kembangkan menjadi :

1. Fungsi Ekonomi ,yaitu keluarga di harapkan menjadi keluarga yang produktif yang
mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memamfaatkan sumber dayaa
keluarga
2. Fungsi mendapatkan status sosial yaitu keluarga yang dapat di lihat dan di
kategorikan srata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di sekitarnya
3. Fungsi Pendidikan yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab
yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan
kedewasaan.
4. Fungsi Sosialisasi bagi anaknya yaitu orangtua atau keluarga di harapkan mampu
menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
5. Fungsi pemenuhan kesehatan yaitu keluarga di harapkan dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan
terhadap penyakit yang mungkin di alami keluarga.
6. Fungsi Religious yaitu keluarga merupakan tempat belajaar tentang agama dan
mengamalkan ajaaran keagamaan.
7. Fungsi Rekreasi yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang
dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah
8. Fungsi Reproduksi bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga merupakan
tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh) di
antaranya : seks yang sehat dan berkualitas pendidikan seks bagi anak da yang lain.
9. Fungsi Afeksi yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.

6. Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehataan, keluarga mempunyai tugas di


bidang kesehatan yang perlu di pahami dan di lakukan, meliputi:

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga


2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

7. Ketidakmampuan Keluarga Dalam Melaksanakan Tugas-Tugas


Kesehatan Dan Keperawatan

a. Ketidak sanggupan mengenal masalah kesehatan di sebabkan karena :

1. Kurang pengetahuan/ketidaktauan fakta


2. Rasa takut akibat masalah yang di ketahui
3. Sifat dan falsapah hidup

b. Ketidak sanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan dan


keperawatan, di sebabkan karena:

1. Tidak memahami mengenai sifat, berat, dan luasnya masalah


2. Sikap negatif terhadap masalah kesehatan

c. Ketidakmampuan merawat anggota yang sakit,di sebabkan karena:

1. Tidak mengetahui keadaan penyakit misalnya, sifat, penyebab, penyebaran,


perjalanan penyakit, gejala dan perawtannya serta pertumbuhan dan perkembangan
anak
2. Tidak mengetahui tentang perkembangan perawatan yang di butuhkan .
3. Kurang atau tidak ada fasilitas yang di perlukan untuk perawatan.

d. Ketidak sanggupan memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi


kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga di sebabkan oleh :

1. Sumber-sumber keluarga tidak cukup ,di antaranya keuangan, tanggung jawab,


wewenang keadaan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat
2. Ketidaktahuan menggunakan sanitasi lingkungan
3. Ketidaktahuan usaha pencegahan penyakit

e. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara


kesehatan di sebabkan karena :

1. Tidak tahu bahwa fasilitas kesehatan itu ada


2. Pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan (setiadi,2008).

1. 3. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


2. A. Pengkajian
1. Definisi

Pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam proses perawatan, mengingat


pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasikan data-data yang
ada pada keluarga. Oleh karna itu perawat keluarga di harapkan memahami betul
lingkup, metode, alat bantu dan format pengkajian yang di gunakan.

Pengkajian merupakan suatu proses berkelanjutan, di mana pengkaji


menggambarkan kondisi/situasi klien sebelumnya dan saat ini sehingga informasi
tersebut bisa di gunakan untuk memprediksi di masa yang akan datang.

Cara pengumpulan data tentang keluarga dapat dilakukan antara lain :

1. Wawancara

Wawancara yaitu menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan


masalah yang dihadapi keluarga yang merupakan suatu komunikasi yang di
rencanakan.

1. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan berkaitan dengan hal-hal yang tidak perlu di tanyakan
( Ventilasi, penerangan, kebersihan ).

1. Studi Dokumentasi

Studi Dokumentasi yang biasa di jadikan acuan oleh perawat antara lain adalah
KMS kartu keluarga dan catatan kesehatan lainya misalnya informasi-informasi
tertulis maupun lisan dari rujukan dari berbagai lembaga yang menangani keluarga
dan dari anggota Tim Kesehatan lainya.

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik di lakukan hanya pada anggota keluarga yang mempunyai


masalah kesehatan.beberapa alat yang di pakai dalam pengumpulan data antara lain
berupa Quesioner, Daftar Ceklist, intervensi dan lainya.

Pada awal pengkajian perawat harus membina hubungan yang baik dengan
keluarag dengan cara :

1. Diawali Perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah.


2. Menjelaskan tujuan kunjungan
3. Meyakinkan keluarga bahwa kehadiran Perawat adalah untuk membantu Keluarga
menyelesaikan masalah Kesehatan yang ada di Keluarga.

1. B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Keluarga adalah keputusan tentang respon keluarga tentang


respon keluarga tentang masalah kesehatan actual atau potensial sebagai dasar
seleksi keluarga sesuai dengan kewenangan perawat.

C. Analisa Data

Setelah data terkumpul ( dalam format pengkajian ) maka selanjutnya dilakukan


analisa data yaitu mengkaitkan data dan menghubungkan dengan konsep teori dari
prinsip yang Relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga cara analisa data adalah :
1. Validasi Data, yaitu meneliti kembali data yang terkumpul dalam format
pengkajian.
2. Mengelompokan Data berdasarkan kebutuhan Bio, Psiko, Sosial dan Spritual.
3. Membuat kesimpulan tentang kesenjanganyang di temukan.

D. Perumusan Masalah Dan Diagnosa Keperawatan

1. Masalah ( Problem )

Adalah istilah yang di gunakan untuk mendefinisikan masalah ( tidak terpenuhnya


kebutuhan dasar keluarga atau anggota keluarga ) yang di definisikan oleh Perawat
melalui pengkajian tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status
kesehatan atau masalah kesehatan secara jelas dan sesingkat mungkin
daftar diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan NANDA 1995 adalah sebagai
berikut :

1. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah lingkungan


1. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharan rumah ( higienis lingkungan )
2. Resiko terhadap cidera
3. Resiko terjadi Infeksi ( penularan Penyakit )
4. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah sruktur peran

( Komunikasi keluarga disfungsional )

1. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur peran


1. 1. Isolasi sosial
2. Perubahan dalam proses keluarga ( Tmapak adanya orang yang sakit terhadap
keluarga )
3. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharan rumah
4. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi Efektif
1. Perubahan proses keluarga
2. Perubahan menjadi orang tua
3. Koping keluarga tidak Efektif
4. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah Fungsi Sosial
1. Konflik orang tua
2. Kurang pengetahuan

1. Diagnosa keperawatan keluararga


1. Perubahan pmeliharaan kesehatan
2. Potensial peningkatan pemeliharaan kesehatan
3. Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan Terapeutik keluarga
4. Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah koping
1. Koping keluarga tidak efektif menurun
2. Koping keluarga tidak efektif
3. Resiko terhadap tindakan kakerasan
4. Penyebab ( etiologi )

Di keperawatan keluarga Etiologi ini mengacu pada 5 tugas keluarga yaitu :

1. Keluarga tidak dapat mengenal masalah kesehatan dalam keluarga


2. Keluarga tidak dapat mengambil keputusan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit
4. Memodifikasi lingkungan
5. Memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

3. Tanda ( Sympton )

Tanda dan gejala adalah sekumpulan data Subjektif dan Objektif yang diperoleh
perawat dari keluarga yang mendukung masalah dan penyebab.perawat hanya
boleh mendokumentasikantanda dan gejala yang paling Signifikan perumusan
diagnosis di klinik yang dapat di bedakan menjadi 5 kategori yaitu :

1. Aktual

Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai data yang di temukan yaitu dengan ciri
dari pengkajian di dapatkan tanda dan gejala dari gangguan kesehatan. Diagnosa
keperawatan Actual memiliki 3 komponen diantaranya adalah Problem Etiologi
dan Sympton.

1. Problem yang mengacu pada permasalahan yang di hadapi klien.


Contoh Problem : Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan pada Balita ( Anak M )
keluarga bapak T.
2. Etiologi ( factor yang berhubungan ) merupakan etiologi atau Factor penyebab
yang dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan factor ini mengacu pada 5
tugas keluarga. Contoh : etiologi berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan gangguan Nutrisi.
3. Sympton ( batasan karakteristik ) yang mengacu pada petunjuk klinis
tanda Subjektif dan Objektif jadi Syarat Diagnosa actual adalah PES ( Problem
+Etiologi+Sympton ) contoh Diagnosa actual :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan pada balita ( Anak M ) keluarga bapak T
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
gangguan Nutrisi.
2. Bersihan jalan Nafas tidak efektif pada ibu T berhubungan dengan kurangnya
kemampuan keluarga bapak T merawat anggota keluarga yang sakit.

2. Resiko/Ancaman

Diagnosa keperawatan Resiko memiliki 2 komponen di anataranya


adalah Problem dan etiologiciri Diagnosa resiko adalah sudah ada data yang
menunjang namun belum terjadi gangguan. Contoh :

1. Resiko terjadi konflik pada keluarga Bapak T berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi dalam keluarga.
2. Resiko tinggi terhadap penularan TB pada anggota keluarga yang lain yang
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal gangguan kesehatan
setiap anggotanya.

3. Wellnes ( Kesejahtraan )

Adalah keputusan klinik tentang keadaan keluarga dalam transisi dari tingkat
sejahtra yang lebih tinggi sehingga kesehatan keluarga dapat di tingkatkan.Contoh
pernyataan Diagnosa keperawatan sejahtra :

1. Perilaku mencari bantuan kesehatan yang berhubungan dengan kurang


pengetahuan tentang peran sebagai orang baru ( linda jual Capernito, 1995 )
2. Potensial terjadi peningkatan kesejahtraan pada Ibu hamil ( Ibu N ) keluarga bapak
F.
3. Potensial peningkatan status kesehatan pada Bayi keluarga bapak X.

4. Syndrom

Adalah Diagnosa yang terdiri dari kelompok Diagnosa Actual dan Resiko
tinggi yang di perkirakan akan muncul karna suatu kejadian / situasi tertentu
menurut NANDA ada 2 Diagnosa keperawatan Syndrom yaitu :
1. Syndrom trauma pemerkosaan ( repe trauma syndrom ) pada kelompok ini
menunjukan adanya tanda dan gejala. Misalnya : cemas, takut, sedih gangguan
istrahat dan tidur dan lain-lain.
2. Resiko Syndrom penyalah gunaan ( risk for dijuse Syndrom )

Misalnya : Resiko gangguan proses pikir, resiko gangguan gambaran diri dan lain-
lain.

5. Prioritas Diagnosa Keperawatan yang Di Temukan

Tahap berikutnya setelah di tetapkan rumusan masalahnya adalah memprioritaskan


masalah sesuai dengan keadaan keluarga karna dalam suatu keluarga perawat dapat
menemukan lebih dari satu Diagnosa keperawatan.

Tabel : 2. Skoring Diagnosis Keperawata Menurut Boilon dan Malgaya (1978 )

No
Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah

Skala : tidak / kurang sehat/ aktual

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtra

2Kemungkinan masalah dapat


Skala : mudah

Sebagian

Tidak dapat

3Potensial masalah untuk di cegah

Skala : tinggi

Cukup

Rendah

4Menonjol masalah
Skala : masalah berat, harus segera di ganti ada masalah, tetap tidak perlu di ganti
masalah tidak di rasakan.

Sumber data : Aplikasi dalam Praktik Suprajitno 2004

Proses skoring yang di lakukan untuk setiap diagnosis keperawatan :

1. Tentukan skornya sesuai denagn kriteria yang di buat perawat


2. Selanjutnya skor di bagi dengan skor tertinggi dan di kali kan dengan bobot

Skor yang di peroleh x Bobot

Skor tertinggi

1. Jumlah skor untuk semua kriteria ( skor maksimum sama dengan jumlah bobot,
yaitu 5 )

6. Prioritas masalahdi dasarkan atas 3 komponen :

1. Kriteria
2. Bobot
3. Pembenaran

7. Kriteria penilaian

1. Sifat masalah terdiri atas


1. Aktual dengan nilai 3
2. Resiko tinggi dengan nilai 2
3. Potensial dengan nilai 1
4. Kemungkinan masalah untuk dapat di ubah
1. Mudah dengan nilai 2
2. Sebagian dengan nilai 1
3. Tidak dapat gengan nilai 0.
4. Potensial masalah untuk di cegah :
1. Tinggi denagn nilai 3
2. Cukup dengan nilai 2
3. Rendah dengan nilai 1
4. Menonjolnya masalah :
1. Segera di atasi dengan nilai 2
2. Tidak segera di atasi dengan nilai 1
3. Tidak di rasakan dengan nilai 0

8. Bobot

1. Sifat masalah dengan bobot 1


2. Kemungkinan masalah dapat di ubah dengan bobt 2
3. Potensial masalah untuk di cegah dengan bobot 1
4. Menonjolnya masalah dengan bobot 1

9. Pembenaran

1. Alasan penentuan subkriteria


2. Dampak kesehatan keluarga
3. Di tunjang dari data hasil pengkajian

10.Cara perhitungan

1. Skor/ angka tertinggi di kalikan dengan bobot


2. Jumlahkan skor
3. Skor tertinggi menjadi masalah prioritas.

E. Penyusunan Rencana Perawatan

1. Perencanaan
Perencanaan adalah penyusunan rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari
komponen tujuan umum, tujuan khusus, kriteria, rencana tindakan, dan standar
untuk menyelesaikan masalah keperawatan keluarga berdasarkan prioritas dan
tujuan yang telah di tetapkan.perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari
penyususnan prioritas, menetapkan tujuan, identifikasi sumber daya keluarga, dan
menyeleksi intervensi keperawatan. Penetapan tujuan umum dan khusus, serta
dilengkapi dengan kriteria dan standar.

Secara rasional mampu dicapai keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan


keluarga ataupun memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga. Standar adalah tolak
ukur pencapaian hasil intervensi keperawatan terhadap masalah keperawatan atau
kebutuhan kesehatan keluarga, apakah hasilnya telah sesuai dengan kriteria yang di
harapkan.

Tabel : 3. Contoh Format Perencanaan Keperawatan Keluarga

Diagnosis Tujuan Tujuan


No Kriteria standar Intervensi
keperawatan umum khusus

1. Menetapkan Tujuan Intervensi


1. a. Suplemental

Intervensi yang terkait dengan rencana pemberian pelayanan secara langsung pada
keluarga sebagai sasaran

1. b. Fasilitatif

Intervensi ini terkait dengan rencana dalam membantu mengatasi hambatan dari
keluarga dalam memperoleh pelayanan medis, kesejahtraan sosial dan transportasi.

1. c. Developmental

Intervensi ini terkait dengan rencana perawat membantu keluarga dalam


kapasitasnya untuk menolong dirinya sendiri ( membuat keluarga belajar mandiri )
dengan kekuatan dan sumber pendukung yang terdapat pada keluarga.
1. Menetapkan Intervensi
1. Rencana tindakan yang di susun harus berorientasi pada pemecahan masalah
2. Rencana tindakan yang di buat dapat di lakukan mandiri oleh keluarga
3. Rencana tindakan yang di buat berdasarkan masalah kesehatan
4. Rencana tindakan sederhana dan mudah di lakukan
5. Rencana tindakan keperawatan dapat di lakukan secara terus-menerus oleh
keluarga.
6. Hambatan-Hambatan Intervensi

Menurut Bailon dan Malgaya ( 1978 ) hambatan yang sering kali di hadapi
perawat kelurga saat melakukan intervensi keperawatan adalah :

1. Kurangnya informasi yang di terima keluarga


2. Tidak menyeluruhnya yang di terima keluarga
3. Informasi yang di peroleh keluarga tidak di kaitkan dengan masalah yang di
hadapi.

F. Implementasi

Pada kegiatan implementasi, perawat perlu melakukan kontrak sebelumnya ( saat


mensosalisasikan diagnosis keperawatan ) untuk pelaksanaan yang meliputi kapan
di laksanakan, berapa lama waktu yang di butuhkan, materi /topik yang di
diskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu mendapat
informasi. ( sasaran langsumg implementasi ), dan peralatan yang perlu di siapkan
keluarga. Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat mempunyai kesiapan
secara fisik dan psikis pada saat implementasi.

Implementasi merupakan aktualisasi dari perencanaan yang telah di susun


sebelumnya. Prinsip yang mendasari implementasi keperawatan keluarga antara
lain :

1. Implementasi mengacu pada rencana keperawatan yang di buat.


2. Implementasi di lakukan dengan tetap memperhatikan prioritas masalah
3. Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan sumber-sumber
pendukung lainya jangan di abaikan.
4. Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah terlupakan
dengan mensertakan tanda tangan petugas sebagai bentuk tanggung jawab profesi.
Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan keluarga yaitu :

1. Tahap persiapan meliputi kegiatan-kegiatan :

1) Kontrak dengan keluarga

2) Mempersiapkan peralatan yang di perlukan

3) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif

4) Mengidentifikasi aspek-aspek hukim dan etik

1. Tahap 2 : Intervensi

Tindakan keperawatan keluarga berdasarlkan kewenangan dan tanggung jawab


perawat secara profesional adalah :

1) Independent adalah suatu kegiatan yang di laksanakan oleh perawat sesuai


dengan kompetisi keperawatan tanpa petunjuk dan perintah dari tenaga kesehatan

2) Interdependent adalah suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama


tenaga kesehatan lainya.

1. Tahap 3 : Dokumentasi

G. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah di tetapkan, di lakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam
mencapai tujuan.

1. Tahapan Evaluasi

Tahapan evaluasi di bagi dalam 2 jenis menurut Setiadi ( 2008 ) yaitu :

1. Evaluasi Berjalan ( sumatif )


Evaluasi jenis ini di kerjakan dalam bentuk pengisian format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang di alami oleh keluarga.
Format yang di pakai adalah format Subjektif, Objektif

1. Evaluasi ( Formatif )

Evaluasi jenis ini di kerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan
di capai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua tahap dalam
proses keperawatan perlu di tinjau kembali, agar data-data, masalah atau rencana
yang perlu dimodifikasi.

Evaluasi di susun dengan menggunakan SOAP yang operasional :

S : ungkapan dan perasaaan dan keluhan yang di rasakan secara subjektif oleh
keluarga setelah implementasi keperawatan

O : keadaan objektif yang dapat di defenisikan oleh perawat menggunakan


pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan

A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objekti keluarga yang
di bandingkan denagn kriteria dan standar yang telah mengacu pada tujuan pada
rencana keperawatan keluarga

P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis

H. Pemeriksaan Fisik Pada Penderita Kusta

Pemeriksaan fisik di bagi menjadi 2 yaitu :

1. Pemeriksaan fisik secara umum


1. Mintalah kepada penderita untuk duduk, dan periksalah : kepala bagian depan (
muka ), meliputi : dahi ( alis mata ), mata, hidung dan mulut ( bagian dalam dan
luar ). Dada dan perut, tangan meliputi : lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan, kuku-kuku jari tangan, dan telapak tangan.
2. Mintalah kepada penderita untuk berdiri dan memutar badanya, periksalah : kepala
bagian belakang, telinga bagian belakang dan kulit kepala.serta, pinggang, bokong
tungkai dan telapak kaki.
3. Mintalah kepada penderita unutk duduk kembali, periksalah : bagian depan dari
paha sampai dengan kaki. Khusus pada penderita pria. Periksalah alat kelaminya (
genetalia ).

1. Pemeriksaan Fisik Secara Khusus


1. Kulit, meliputi : perubahan yang tampak, hilang rasa dan adanya kuman
Mycobacterium leprae.
2. Saraf, meliputi : basarnya, bentuknya dan susunanya ( lunak atau keras ) serta rasa
nyeri.
3. Tangan dan kaki, meliputi : hilang rasa, kulit kering, kerusakan kulit, kelemahan
atau kelumpuhan otot dan cacat.
4. Mata dan kelopak mata, meliputi : rasa nyeri, perubahan pada penglihatan, hilang
rasa, ketidakmampuan untuk menutuo mata, kemerahan serta perubahan pada
kornea.

BAB III
Aplikasi Asuhan Keperawatan Keluarga

1. A. Pengkajian (Tanggal, 8 Juli 2012)


1. 1. Data umum
1. Nama : Bapak . S
2. Umur : 30 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
1. Alamat : Dusun Talamandu Desa Lalos kecamatan galang.
2. Pekerjaan : Petani
3. Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
4. Komposisi keluarga

Tabel : 4. Komposisi Keluarga

Struktur dan Peran setiap anggota Keluarga Bapak S yang di dapat saat kunjungan
yang ke dua dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Hub.dengan
No Nama Jk Umur Pendidikan Pekerjaan Status
KK

Bpk.S
1. L 30 Suami SD Petani Sehat

2. Ibu.Y P 24 Istri SD URT Sakit

An.R
3. L 7 Anak SD – Sehat

4. An. A L 4 Anak – – Sehat


1. Genogram

2.

A B

C D

Keterangan :
: Laki-laki A : Orangtua klien

: Perempuan B : Orang tua suami klien

: Meninggal C : Saudara klien

: Klien D : Saudara suami klien

–––– : Tinggal Serumah E : Anak klien

1. Tipe Keluarga

Keluarga Bapak S adalah Tipe keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu terdiri dari
ayah, ibu dan ke Dua anaknya.

1. Suku Bangsa

Semua anggota Keluarga Bapak S berasal dari suku bugis, bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa Indonesia.

1. Agama

Keluarga Bapak S menganut agama islam, dan selalu menjalankan sholat 5 waktu,
tetapi jarang mengikuti acara kegamaan di sekitar rumahnya.

1. Status Sosial Ekonomi

Menurut Bapak S penghasilannya tidak menetap,penghasilan keluarga ± Rp.


500.000/ bulan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Bapak S
bergantung pada penghasilan sawah yang di percaya untuk Bapak S kelola.dengan
sistim setiap keli panen di bagi dua dengan pemilik sawah.namun Ibu Y
mengatakan belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya di
tambah dengan kebutuhan anak sekolah.

1. Aktivitas Rekreasi Keluarga


Bapak S mengatakan bahwa mereka tidak pernah rekreasi,namun berkumpul
bersama keluarga,bapak S dan ibu Y sering ngobrol tetapi tidak pernah setiap
hari karena Bapak S bekerjaa dari pagi sampai sore hari.

1. 2. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga

a) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini Adalah :

Tahap perkembangan keluarga Bapak S saat ini adalah Anak pertama berumur 7
tahun yang sudah duduk di bangku sekolah dasar dan anak ke dua berumur 4 tahun
dan belum sekolah. Jadi tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga
dengan anak usia sekolah.

b) Tahap Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi

Tahap perkembangan keluarga saat ini belum terpenuhi adalah anak pertama
berumur 7 tahun duduk di bangku sekolah Dasar dan anak ke dua berumur 4 tahun
yang sebentar lagi akan sekolah. Sementara Ibu Y dalam keadaan kurang sehat.

1. 3. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya

Bapak S “mengatakan” tidak pernah sakit ataupun menderita penyakit yang


menular. Namun sebelumnya keluarga Bapak S dan Ibu Y “mengatakan” awalnya
hanya gatal-gatal biasa diduga di sebabkan karna alergi makanan. Ibu Y juga
“mengatakan” sebelum mereka pindah rumah pernah bertetangga dengan penderita
penyakit kusta.

1. Riwayat Kesehatan Masing-Masing Anggota Keluarganya Adalah Sebagai


Berikut.
1. Ayah

Bapak S saat ini dalam keadaan sehat dan tidak pernah menderita penyakit yang
serius atau menular.

1. Anak pertama dan kedua Ibu S dalam keadaan sehat.


2. Ibu Y saat ini dalam keadaan kurang sehat sejak 1 (satu) tahun yang lalu. Ibu Y
mengeluh penyakitnya menimbulkan bintik-bintik kemerahan, dan berwarna putih
abu-abu, bengkak disertai gatal-gatal dibagian wajah, lengan, paha dan punggung.
Keluhan ini sudah lama dirasakan namun Ibu Y membiarkan saja tanpa diobati
karna keluarga menganggap itu hanya alergi. Hal ini semakin bertambah parah atas
anjuran keluarga maka Ibu Y memutuskan untuk berobat Kepuskesmas dan
Diagnose Dokter bahwa Ibu Y menderita kusta Basah dan diberikan obat sesuai
dengan program.
3. Riwayat Pengobatan

Saat pengkajian di lakukan Ibu Y “mengatakan” minum obat selama 9 bulan


namun saat ini Ibu Y sudah tidak lagi dan berhenti minum obat tanpa
sepengatahuan petugas kesehatan yang memberikanya pengobatan.

1. 4. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik Rumah

Rumah Bapak S adalah rumah kayu dan milik sendiri. Luas rumah yang di tempati
kurang lebih 6 x 5 m2 terdiri dari 1 kamar tidur yang tidak memiliki sekat, 1 ruang
tamu, 1 dapur, dan wc yang menyatu dengan rumah, bangunan rumah segi empat
lantai rumah terbuat dari tanah, serta keadaan lingkungan yang kotor
dan penataan perabot rumah tangga tidak tertata dengan rapi,penerangan dan
ventilasi <10% luas rumah,khususnya penerangan ventilasi dalam kamar tidak ada
yang masuk, tidak terdapat saluran pembuangan limbah.

1. Gambar 2. Denah Rumah Bapak S U

1. Pengolaan Sampah

Pembuangan sampah di belakang rumah dan di biarkan berserakan.

1. Sumber Air Minum

Sumber air minum bapak S untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari PDAM
dengan kepemilikan numpang menyambung air pada tetangga.

1. Bapak S memiliki sebuah WC kamar mandi yang menyatu dengan rumah. Dan
memiliki WC tipe leher angsa dan pijakan WC Leher Angsa terbuat semen yang
sudah berlumut.

1. Saluran Pembuangan Air Limbah


Keluarga ibu Y tidak memiliki pembuangan limbah yang baik.

1. 5. Sosial
1. Karakteristik Tetangga Dan Komunitas Tempat Tinggal :

Keluarga ibu Y hidup di lingkungan tempat tinggal tidak begitu ramai tinggal
di perkampungan tersebut.tetangga ibu Y selalu memperhatikan kesehatan ibu Y,i
keluarga Bapak S adalah bukan penduduk asli akan tetapi sudah lama tinggal di
kampung tersebut. ibu Y sering berinteraksi dengan tetangga yang dekat maupun
jauhHal ini di lakukan pagi dan sore hari bila tidak ada pekerjaan.

1. Mobilitas Geograpi keluarga

Sejak menikah ibu Y dan Bapak S sering berpindah


rumah namun Bapak S tinggal berdampingan dengan tetangga yang cukup
baik yang sudah di anggap sebagai saudara di karenakan selalu membantu keluarga
Bapak S Sewaktu dalam masalah.

1. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Masyarakat

Hubungan interaksi keluarga ibu Y dengan masyarakat cukup baik, namun


sebelum sakit keluarga ibu Y selalu aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan seperti pengajian yang ada di laksanakan di sekitar tempat tinggalnya,
setelah ibu Y sakit, ibu Y sudah tidak pernah mengikuti kegiatan- kegiatan
keagamaan yang dilakukan di kampungnya.

1. System Pendukung Keluarga

Yang merawat ibu Y adalah suami dan tetangga yang di anggap sebagai keluarga.
Bapak S tidak tahu bagaimana cara merawat ibu Y dan hanya di rawat apa adanya
saja. ibu Y tidak menpunyai tabungan yang dapat di gunakan pada sewaktu-waktu
dan biasanya keluarga menggunakan kartu SKTM pada saat berobat ke puskesmas.

1. 6. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi Keluarga

Keluarga ibu Y menggunakan komunikasi terbuka dan bahasa yang di gunakan


adalah kadang-kadang bahasa bugis serta bahasa Indonesia. dan komunikasi juga
di lakukan dengan cara musyawarah untuk menyelesaikan masalah.dan Bapak S
sering memarahi atau menegur bila anaknya melakukan kesalahan.

1. Struktur Kekuatan Keluarga

Dalam pengambilan keputusan keluarga yang paling Dominan adalah


Bapak S dan pengaturan keuangan di atur oleh ibu Y.

1. Peran Keluarga

Peran Bapak S adalah mencari nafkah, dan tugas dari ibu Y adalah merawat dan
menjaga ke dua anaknya, model peran lebih Dominan oleh bapak S. dan tidak
pernah terjadi komflik peran dalam keluarga.

1. Nilai Dan Norma Keluarga

Nilai dan norma keluarga yang berlaku pada keluarga ibu Y di sesuaikan dengan
nilai agama yang di anut dan norma yang berlaku di lingkungannya, melihat
keadaan penyakit ibu Y,keluarga tetap percaya bahwa penyakit yang di derita ibu
Y akan sembuh.

1. 7. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif

Ibu Y mengatakan dirinya mulai sakit-sakitan, sehingga tidak mampu mengerjakan


pekerjaan yang berat dan menjaga kebersihan lingkungan di sekitar rumahnya,dan
merawat suami serta anak- anaknya, ibu Y selalu mengajarkan kepada anak-
anaknya untuk saling berbuat baik kepada sesama.

1. Fungsi Sosialisasi

Kehidupan keluarga bergantung pada Bapak S. semenjak sakit ibu Y sudah


mengurangi aktivitas di luar rumah Karena penyakit yang di deritanya. Ibu Y
selalu mengajarkan kapada anggota keluarga tentang ajaran agama islam dalam
kehidupan sehari-hari.

1. Fungsi Perawatan Kesehatan


1. Mengenal Masalah
Kemampuan keluarga Bapak S dalam mengenal masalah kesehatan masih kurang
tentang penyakit Kusta hal ini di sebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah
hanya sebatas SD, dan pemahaman keluarga terhadap masalah yang di derita oleh
ibu Y tidak begitu banyak.

1. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.

Keluarga Bapak S dan Ibu Y tidak mengetahui bahwa penyakit kusta itu menular
kepada anggota keluarga yang lain dan bapak S menganggap bahwa penyakit yang
di derita ibu Y hanya biasa-biasa saja.

1. Merawat anggota keluarga yang sakit

Keluarga Bapak S tidak tahu cara merawat anggota keluarganya yang sakit. Yang
membantu merawat ibu Y adalah tetangga di samping rumah dan Ibu Y hanya di
rawat apa adanya.

1. Memodifikasi lingkungan rumah yang sehat

Keluarga Bapak S belum memahami kebersihan lingkungan dibuktikan saat


kunjungan rumah lingkungan rumah dalam keadaan kotor serta lantai WC yang
licin dan keluarga tidak mengetahui bahwa keadaan tersebut dapat mengancam
kesehatan keluarga.

1. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan keluarga mengetahui ada tempat


pelayanan kesehatan namun jauh dari rumahnya. Sehingga Bila ada anggota
keluarga yang
2. Fungsi Ekonomi

Menurut ibu Y penghasilan Bapak S tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan


sehari-hari.

1. 8. Stres Dan Koping Keluarga


1. Stress jangka pendek dan jangka panjang
1. Stress Jangka Pendek

Sejak 1 tahun yang lalu timbul bintik-bintik keputihan yang di sertai bengkak dan
gatal,namun Ibu Y membiarkan saja dan tetap bekerja seperti biasa.
1. Stress Jangka Panjang

Keluarga berharap agar Ibu Y segera sembuh dari penyakit yang diderita.

1. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi ataustressor.

Keluarga sudah beradaptasi dengan keadaan Ibu Y Karena sudah berobat selama 9
bulan.

1. Strategi Koping yang di gunakan

Keluarga ibu Y menerima keadaan ini apa adanya dan termotivasi untuk tetap
berobat agar penyakitnya segera sembuh.

1. Strategi Adaptasi Disfungsional

Bila ada masalah Ibu Y tetap berdiskusi dengan keluarga,atau bertanya langsung
kepada suaminya untuk penyelesaian tentang masalahnya.
1. 9. Pemeriksaan Fisik Keluarga Bapak S

Pemeriksaan Fisik setiap anggota Keluarga Bapak S yang didapat saat kunjungan
yang ke dua dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel : 5. Pemeriksaan Fisik Keluarga

Pemeriksaan
Bapak S Ibu Y An. A An. R
fisik

TTV TD :
130/80mmhg

ND : 80 x/menit

RR : 20 /xmenit

SB : 36 0 C

BB: 50 kgTD: 110/80mmhg

ND : 80x/menit

RR : 20x/menit

SB : 360 C
BB : 45 kgTD :

ND: 80x/menit

RR: 24x/menit

SB: 360 C

BB : 15 kgTD:

ND: 96x/menit

RR :28x/menit

SB : 360C

BB : 9 kgIntegumentKulit bersih didaerah wajah, hidung dan dagu.Timbul bintik


kemerahan di daerah wajah,hidung dan dagu,pungung,dan lengan kulit tampak
kering,hilangnya rasa raba di daerah wajah ,hidung dan daguKulit bersih di daerah
wajah, hidung dan dagu.Kulit bersih di daerah wajah, hidung dan
dagu.Kepalarambut berwarna hitam dan bersihrambut berwarna hitam dan
bersihrambut berwarna hitam dan bersihrambut berwarna hitam dan
bersihWajahWajah tampak bersih,kulit wajah tampak bersiih

Wajah tampak bersih,kulit wajah tampak bersihWajah tampak bersih,kulit wajah


tampak bersihWajah tampak bersih,kulit wajah tampak bersihMataMata simetris
kiri dan kanan, fungsi penglihatan baikMata simetris kiri dan kanan,

fungsi penglihatan baikMata simetris kiri dan kanan,

fungsi penglihatan baikMata simetris kiri dan kanan,

fungsi penglihatan baikTelingaSimetris kiri dan kanan,tidak ada pengeluaran


cairan , ,fungsi pendengaran baikSimetris kiri dan kanan,tidak ada pengeluaran
cairan ,fungsi pendengaran baikSimetris kiri dan kanan,tidak ada pengeluaran
cairan,fungsi pendengaran baikSimetris kiri dan kanan,tidak ada pengeluaran
cairan , fungsi pendengaran baikHidungSimetris kiri dan kanan , fungsi penciuman
baikSimetris kiri dan kanan, fungsi penciuman baikSimetris kiri dan kanan, fungsi
penciuman baikSimetris kiri dan kanan, fungsi penciuman baikMulutSimetris bibir
bawah dan atas,mukosa mulut baik,tidak ada gigi palsuSimetris bibir bawah dan
atas,mukosa mulut baik,tidak ada gigi palsuSimetris bibir bawah dan atas,mukosa
mulut baikSimetris bibir bawah dan atas,mukosa mulut baikLeherteraba denyut
nadi carotis.teraba denyut nadi carotis.teraba denyut nadi carotis.teraba denyut nadi
carotis.Thoraks frekuensi nafas 24x/menit, terlihat ikhtus cordis, teraba denyut
jantung apkeks, terdengar bunyi pekak, terdengar Bj I dan Bj IIfrekuensi nafas
24x/menit, terlihat ikhtus cordis, teraba denyut jantung apkeks, terdengar bunyi
pekak, terdengar Bj I dan Bj IIfrekuensi nafas 24x/menit. terlihat ikhtus cordis,
teraba denyut jantung apkeks, terdengar bunyi pekak, terdengar Bj I dan Bj
IIfrekuensi nafas 24x/menit. terlihat ikhtus cordis, teraba denyut jantung apkeks,
terdengar bunyi pekak, terdengar Bj I dan Bj IIEkstermitas superiorBentuk kedua
tangan simetris kiri dan kananBentuk kedua tangan simetris kiri dan kananBentuk
kedua tangan simetris kiri dan kananBentuk kedua tangan simetris kiri dan
kananEkstermitas inferiorBentuk kedua kaki simetris kiri dan kananBentuk kedua
kaki simetris kiri dan kananBentuk kedua kaki simetris kiri dan kananBentuk
kedua kaki simetris kiri dan kanan

10. Harapan Keluarga

Keluarga sangat mengharapkan Ibu Y agar cepat sembuh dari penyakitnya


,dan beraktivitas kembali secara normal. keluarga berharap kepada petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik dan tepat pada siapa saja yang
membutuhkanya. tidak hanya pada pasien yang di rumah sakit tetapi juga warga
masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan

B. Klasifikasi Data

Tabel : 6. Klasifikasi Data

Data Subjektif dan Data Objektif yang didapat dari keluarga Bapak S pada
kunjungan ke Dua dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :

Data subjektif Data objektif


1. Ibu Y “ mengatakan “awalnya gatal- 9.
gatal pada daerah kulit, terjadi
perubahan warna pada kulit di bagian
tangan dan kaki berwarna merah,
mengkilat dan berminyak pada dearah
kaki dan tangan.
2. Ibu Y “mengatakan” pernah berhenti
minum obat selama 3 bulan.
3. Ibu Y “mengatakan “ pada daerah kulit
yang terjadi perubahan warna itu sudah
mati rasa.
4. Ibu Y juga “ mengatakan “ tungkai atas
dan bawah kadang-kadang keram dan
tidak terasa bila di tusuk dengan benda
tajam.
5. Nampak bercak merah pada bagian
tangan dan kaki yang mengkilat,
daerah punggung dan belakang terjadi
perubahan warna atau bercak
permukaan barbentuk kering dan kasar
6. saat di lakukan pemeriksaan dengan
menggunakan kapas di sentuh pada
permukaan kulit, dan dengan jalan
menggores benda tajam pada kulit Ibu
mengatakan tidak terasa sentuhan dan
tekanan yang keras atau sakit.
7. Saat pengkajian awal di dapatkan data
lingkungan rumah kotor, keadaan
rumah kurang bersih, tidak ada sekat
untuk pembatas antara ruang tamu
dengan kamar,rumah tidak tertata
dengan rapi.
8. TTV : TD 100/60 Mmhg, ND 80
x/Menit, RR 18 x/Menit dan SB 36
Drajat Celcius.
1. 3. Analisa Data

Data Subjektif dan Data Objektif yang didapat dari keluarga Bapak S pada
kunjungan ke Dua dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel : 7. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS:

1. Ibu Y “ mengatakan “awalnya gatal-gatal pada daerah kulit, terjadi perubahan


warna pada kulit di bagian tangan dan kaki berwarna merah, mengkilat dan
berminyak pada daerah kaki dan tangan.

1. ibu Y mengatakan pernah berhenti minum obat selama 3 bulan.

1. Ibu Y “mengatakan “ pada daerah kulit yang terjadi perubahan warna itu sudah
mati rasa
2. Ibu Y juga “ mengatakan “ tungkai atas dan bawah kadang-kadang keram dan tidak
terasa bila di tusuk dengan benda tajam.

DO :

1. Nampak bercak merah pada bagian tangan dan kaki yang mengkilat, daerah
punggung dan belakang terjadi perubahan warna atau bercak permukaan barbentuk
kering dan kasar dan berwarna putih abu-abu

1. saat di lakukan pemeriksaan dengan menggunakan kapas di sentuh pada


permukaan kulit, dan dengan jalan menggores benda tajam pada kulit Ibu
mengatakan tidak terasa.

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

Kurang pengetahuan dan sumber daya kurang memadai

DS :
1. ibu Y mengatakan pernah berhenti minum obat selama 3 bulan.

1. Ibu Y “mengatakan “ pada daerah kulit yang terjadi perubahan warna itu sudah
mati rasa

DO:

1. Nampak bercak merah pada bagian tangan dan kaki yang mengkilat, daerah
punggung dan belakang terjadi perubahan warna atau bercak permukaan barbentuk
kering dan kasar

1. TTV : TD 100/60 Mmhg, ND 80 x/Menit, RR 18 x/Menit dan SB 36 Drajat


Celcius.

1. Saat pengkajian awal di dapatkan data lingkungan rumah kotor, keadaan rumah
kurang bersih, tidak ada sekat untuk pembatas antara ruang tamu dengan
kamar,rumah tidak tertata dengan rapi

Ketidak mampuan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat ( tidak


adanya transportasi dan biaya )

Regiment pengobatan tidak efektif


1. 4. Penilaian Scoring Diagnosa Keperawatan
2. Sumber daya yang kurang memadai berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit (penyakit kusta)

Tabel : 8. Scoring Diagnosa 1

No
Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran

1. Sifat masalah :

Aktual313/3 x1= 1Ibu Y sudah lama sakit kurang lebih 1 tahun,Timbul bercak
kemerahan serta bengkak pada wajah, paha, punggung berwarna putih abu-abu dan
lengan tersebut hilang rasa raba .2.Kemungkinan masalah dapat di ubah :

Sebagian121/2 x 2= 1Latar belakang pendidikan keluarga bapak S adalah (SD)


sehingga mempengaruhi penyerapan imformasi dari petugas kesehatan dan sumber
daya yang ada dalam keluarga bapak S kurang memadai3.Potensial masalah untuk
dicegah :

Tinggi313/3 x 1= 1Kurang lebih 1 tahun ibu Y menderita penyakit kusta dan sudah
menjalani pengobatan selama 9 bulan (Dapzone dan Rif) yang di berikan oleh
petugas4Menonjolnya masalah :

masalah yang tidak perlu segera di tangani111/2×1=1/2Keluarga bapak S


menganggap bahwa masalah yang di hadapi ibu Y adalah masalah yang tidak perlu
segera di tangani. Total skor1 + 1 + 1 + ½ = 3 ½

1. Regiment pengobatan tidak Efektif berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Tabel : 9. Scoring Diagnosa 2

No
Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran

1. Sifat masalah :

Aktual313/3 x1= 1ibu Y sudah menjalani pengobatan selama 1 Tahun namun


berhenti Berobat selama 3 bulan.2.Kemungkinanmasalah dapat di ubah :

Sebagian121/2 x 2= 1Keluaraga Bapak S belum terlalu mengenal masalah tentang


panyakit sehingga tidak efektif dalam pengobatan.3.Potensial masalah untuk
dicegah :

Cukup212/2x 1= 1Kurang lebih 1 tahun ibu Y menderita penyakit kusta dan sudah
menjalani pengobatan selama 9 bulan (Dapzone dan Rif) yang di berikan oleh
petugas.4Menonjolnya masalah :

Masalah tidak di rasakan010/1×1=0Keluarga bapak S menganggap bahwa masalah


yang di hadapi ibu Y adalah masalah biasa-biasa saja. Total skor1 + 1 + 1 + 0 = 3

1. 5. Diagnosa Keperawatan Prioritas

Penilaian Skoring Diagnosa Keperawatan pada Keluarga Bapak S dapat di lihat


pada Tabel di bawah ini :

Tabel : 10. Dignosa Prioritas

No
Diagnosa Skoring

Sumber daya yang kurang memadai


1 berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit
(penyakit kusta)
3 1/2

Regiment pengobatan tidak Efektif berhubungandengan ketidakmampuan keluarga


memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

1. 6. INTERVENSI

Perencanaan pada keluarga Bapak S saat kunjungan Ke Tiga dapat di lihat pada Tabel di
bawah ini :

Tabel : 11. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteri Standar Int Rasion


Keperawatan a er al
ve
nsi
Umum Khusus

kurangnya Setelah Selama


1. pengetahuan dan dilakukan 1×60
sumber daya yang kunjungan menit
ada berhubungan rumah kunjunga
dengan selama 3 n
ketidakmampuan hari keluarga
keluarga merawat diharapkan mampu :
anggota keluarga keluarga
yang sakit mampu
mengenal
masalah
kesehatan
tentang
penyakit
kusta.

1. Mampu menjelskan pengaertian penyakit kusta

2. Menyebutkan tanda-tanda dan gejala penyakit kusta

3. Menyebutkan cara pencegahan penyakit kusta

4. Keluarga memutuskan Merawat Anggota Keluarga Yang SakitVerbalKeluarga


mampu menjelaskan penyakit kusta secara umum

1. Diskusikan bersama keluarga pengertian penyakit Kusta dengan menggunakan


lembar balik
2. .Motivasi keluarga untuk menyebutkan tanda dan gejala serta penyebab
3. Dorong keluarga untuk menyebutkan pencegahan penyakit Kusta

1. Jelaskan pada keluarga akibat lanjut apabila Kusta tidak di obati dengan
menggunakan lembar balik
2. Motivasi keluarga untuk menyebutkan pencegahan penyakit Kusta
3. BeriReincforment positif atas usaha yang telah dilakukan keluarga

1. Demonstrasikan pada keluarga tentang cara perawatan khusus pada tangan dan
kaki yang mati rasa
2. Agar keluarga bapak S mengetahui tentang penyakit kusta

2. Medorong keluarga agar mengerti tentang pengobatan.


3. Mengetahui sampai dimana kemampuan keluarga tentang apa yang di jelaskan

4. Agar keluarga mengetahui dampak yang di timbulkan apabila pengobatan tidak


efektif.

5. Mengetahui sampai dimana pengetahuan keluarga bapak S

6. Agar keluarga merasa lebih di hargai atas jawaban yang di berikan.

7. Agar keluarga mengatahui cara perawatan kusta secara mandiri di rumah.

Tabel : 12. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Kriteria Standar Intervensi R


Keperawatan

Umum Khusus

Regiment Setelah Selama


2. pengobatan yang dilakukan 1×60
tidak efektif kunjungan menit
berhubungan rumah kunjungan
dengan selama 3 keluarga
ketidakmampuan hari mampu :
keluarga diharapkan
memanfaatkan keluarga
fasilitas mengerti
kesehatan yang tentang
ada di pengobatan
masyarakat. kusta

1. Mampu menyebutkan cara pengobatan penyakit kusra.


2. Menjelaskan Dampak yang ditimbulkan apabila pengobatan tidak teratur
3. Memutuskan memanfaatkan fasilitas kesehatan
4. Menjelaskan tempat pelayanan umtuk penyakit kusta.
Verbal

verbal

Afektif

AfektifKeluarga dapat mengontrol setiap 2 bulan sekali ke puskesmas.1. Gali


pengetahuan tentang pengobatan kusta.

2. HE tentang pengobatan

3. Anjurkan untuk mengontrol kembali

4. Anjurkan agar tetap minum obat secara teratur yang di berikan petugas
kesehatan.

1. Agar keluarga bapak S mengerti tentang pengobatanya

1. Memberikan penyuluhan betapa pentingnya pengobatan


2. Agar Ibu Y mendapatkan pengobatan kembali
3. Menekankan agar ibu Y tetap minum obat dan selalu memeriksakan kesehatanya
ke puskesmas.

1. 7. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan yang di lakukan pada keluarga Bapak S pada kunjungan ke Empat


dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel : 13. Implementasi

No DX Hari / Jam Implementasi Paraf


Tanggal
Mengucapkan salam,
1 1 Selasa, 09.0 Wib mengingatkan kontrak yang
10 juli lalu.
2012 09.30
Wib

09.45
Wib

10.00
Wib

1. Memberikan penyuluhan tentang

a. Pengertian penyakit kusta

b. Tanda-tanda dan gejala penyakit kusta

c. Akibat yang di timbulkan dari penyakit kusta.

1. Menjelaskan cara perawatan penyakit kusta

Perawatan tangan dan kaki yang mati rasa

1. Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda-tanda luka yang
melepuh
2. Perlu di rendam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam
3. Keadaan basah di olesi minyak
4. Kulit yang tebal di gosok agar lurus dan sendi –sendi tidak kaku
5. Tangan mati rasa di lindungi dari panas,benda tajam, luka

1. Mendemonstrasikan cara untuk membuktikan bagian yang mati rasa pada Ibu Y
2. Mengkaji tanda-tanda vital

TTV : TD 100/60 Mmhg, ND 80 x/Menit, RR 18 x/Menit dan SB 36 Drajat


Celcius.
2

Selasa10 juli 2012

10.00 Wib

1. Menggali pengobatan tentang pengobatan kusta dengan hasil keluarga bapak S


belum mengerti tentang penyakit kusta
2. Memberikan penyuluhan tentang penyakit kusta
3. Memberi saran agar pergi mengontrol kembali ke puskesmas dengan hasil bapak S
akan mengajak istrinya pergi ke puskesmas
4. Menekankan agar ibu Y tetap minum obat dan selalu memeriksakan kesehatanya
ke puskesmas.
1. 8. EVALUASI

Hasil Akhir yang di dapat pada keluarga Bapak S pada hari ke Lima dapat di lihat
pada Tabel di bawah ini :

Tabel : 14. Evaluasi

No DX Hari/ Jam Evaluasi


Tanggal

S:
1 1 Selasa10 juli 12.00
2012 Wib

1. Keluarga menjawab salam


2. Ibu Y sudah mengerti tentang penyakit kusta
3. Ibu Y menyebutkan penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang menyerang
sistim saraf perifer dan bagian tubuh lainya.
4. Ibu Y menyebutkan tanda-tanda penyakit kusta yaitu timbul bintik-bintik,
kemerahan, dan gatal-gatal
5. Ibu Y mengatakan akan pergi ke puskesmas untuk berobat
O:

1. Keluarga Bapak S dan Ibu Y kooperatif dan Aktif saat di jelaskan.


2. Keluarga berusaha menjawab atas pertanyaan yang di berikan.

A:

Tujaun sudah tercapai sebagian.

1. P:
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.
3. Motivasi keluarga merawat anggota keluaga yan sakit.

Selasa10 Juli 2012

13.00 Wib

S:

1. Keluarga bapak S sudah mengerti tantang pengobatan kusta


2. Ibu Y mengatakan mau dan akan pergi berobat ke puskesmas.

O:

1. Ibu Y sudah berhenti minum obat selama 3 bulan


2. Keluarga sangat kooperatif saat di berikan penyuluhan

A : tujuan tercapai sesuai perencanaan

P:
1. Tekankan pada penderita untuk aktif dalam pengobatan.

1. 9. CATATAN PERKEMBANGAN

Perkembangan keluarga Bapak S setelah di lakukan Asuhan Keperawatan


Keluarga dapat di lihat pada Tabel di Bawah ini :

Table : 15. Catatan Perkembangan Hari Pertama

No Hari/Tanggal DX Jam SOAPIER

S:
1 Kamis 12 juli 1 16.00
2012
16.15

16.30

16.40

1. Ibu Y sudah mengerti tentang penyakit kusta


2. Ibu Y menyebutkan penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang menyerang
sistim saraf perifer dan bagian tubuh lainya.
3. Ibu Y menyebutkan tanda-tanda penyakit kusta yaitu timbul bintik-bintik,
kemerahan, dan gatal-gatal
4. Ibu Y mengatakan akan pergi ke puskesmas untuk berobat

O:

1. Keluarga Bapak S dan Ibu Y kooperatif dan Aktif saat di jelaskan.


2. Keluarga mendengarkan penjelasan yang di berikan.

A:

1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.
1. P :
2. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
3. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.

I:

1. Menggali pengetahuan keluarga tenang penyakit kusta


2. Menngali pengetahuan kelurga tentang penyebab yang di timbulkan serta
pencegahan.
3. Menganjurkan pada keluarga untuk aktif dalam perawatan

E : Masalah teratasi sebagian

R:–

CATATAN PERKEMBANGAN

Table : 16. Catatan Perkembangan Hari ke-2

No Hari/Tanggal DX Jam SOAPIER

S:
1 Jumat 13 juli 1 16.00
2012
16.15

16.30

16.40

1. Ibu Y sudah mengerti tentang penyakit kusta


2. Ibu Y menyebutkan penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang menyerang
sistim saraf perifer dan bagian tubuh lainya.
3. Ibu Y menyebutkan tanda-tanda penyakit kusta yaitu timbul bintik-bintik,
kemerahan, dan gatal-gatal
4. Ibu Y mengatakan akan pergi ke puskesmas untuk berobat
O:

1. Keluarga Bapak S dan Ibu Y kooperatif dan Aktif saat di jelaskan.


2. Keluarga mendengarkan penjelasan yang di berikan.

A:

1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.

1. P :
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.

I:

1. Menggali pengetahuan keluarga tenang penyakit kusta


2. Menngali pengetahuan kelurga tentang penyebab yang di timbulkan serta
pencegahan.
3. Menganjurkan pada keluarga untuk aktif dalam perawatan

E : Masalah teratasi sebagian

R:–

CATATAN PERKEMBANGAN

Table : 17. Catatan Perkembangan Hari ke-3

No Hari/Tanggal DX Jam SOAPIER

S:
1 Sabtu 14 juli 1 16.00
2012
16.15
16.30

16.40

1. Ibu Y sudah mengerti tentang penyakit kusta


2. Ibu Y menyebutkan penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang menyerang
sistim saraf perifer dan bagian tubuh lainya.
3. Ibu Y menyebutkan tanda-tanda penyakit kusta yaitu timbul bintik-bintik,
kemerahan, dan gatal-gatal
4. Ibu Y mengatakan akan pergi ke puskesmas untuk berobat

O:

1. Keluarga Bapak S dan Ibu Y kooperatif dan Aktif saat di jelaskan.


2. Keluarga mendengarkan penjelasan yang di berikan.

A:

1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.

1. P :
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.

I:

1. Menggali pengetahuan keluarga tenang penyakit kusta


2. Menngali pengetahuan kelurga tentang penyebab yang di timbulkan serta
pencegahan.
3. Menganjurkan pada keluarga untuk aktif dalam perawatan

E : Tujuan belum tercapai.

R:–

BAB IV
Hasil Dan Pembahasan

1. Hasil
2. Pengkajian

Dari hasil pengkajian dan pengumpulan data informasi yang di lakukan pada hari
minggu tanggal 8 juli 2012 dengan menggunakan format pengkajian keluarga
Bapak S yang berdomisili di kelurahan dengan Kasus Penyakit Kusta Type kering
( PB ) pada Ibu Y.adapun data yang di dapatkan di lapangan sebagai berikut :

1. Data Subjektif
1. Ibu Y “ mengatakan “ penyakitnya menimbulkan bintik-bintik kemerahan,
bengkak di sertai gatal-gatal di bagian wajah, lengan, paha, punggung, keluhan ini
sudah lama di rasakan namun Ibu Y membiarkan saja tampa di obati karena
menganggap itu hanya alergi namun keluhan yang di rasakan Ibu Y semakin parah
dan memutuskan untuk berobat ke puskesmas dan di Diagnose oleh Dokter
menderita penyakit kusta
2. Bapak S mengatakan keluarga tidak mengenal masalah penyakit yang di derita ibu
Y keluargaa tidak tahu kalau penyakit tersebut menular.

1. Data Objektif
1. Timbul bintik-bintik kemerahan dan bengkak di sekitar wajah, hidung, dagu,
punggung dan lengan pada pemeriksan palpasi adanya penebalan pada daerah di
sekitar wajah, paha, punggung dan lengan serta kurangnya rasa raba pada daerah
bercak.
2. Saat pengkajian awal di dapatkan data lingkungan rumah kotor, keadaan rumah
kurang bersih, lantai kamar yang terbuat dari tanah, dan WC dalam keadaan kotor.
3. Diagnosa Keperawatan

Perumusan Diagnosa dapat di arahkan kepada individu atau keluarga dimana


perumusan masalah Diagnosa Keperawatan menggunakan aturan yang telah di
sepakati meliputi masalah / problem, penyebab / Etiology dan Tanda / Sign
Diagnosa Keperawatan Keluarga merupakan respon keluarga terhadap masalah
kesehatan yang dialami baik Aktual, resiko ataupun potensial yang dapat diatasi
dengan tindakan keperawatan secara mandiri.(suprajitno S kep) dan Data Subjektif
dan Objektif yang di peroleh perawat dari keluarga secara langsung, Setelah data
tersebut di kumpulkan, pada tahap ini data di Anallisa adapun Diagnose yang di
tegakkan berdasarkan data yang di peroleh dari hasil pengkajian yaitu 1.
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan
dengan kurangnya sumber daya yang ada dalam keluarga Bapak S (3 ½) adapun
data subjektif sebaga berikut: . Ibu Y “ mengatakan “ penyakitnya menimbulkan
bintik-bintik kemerahan, bengkak di sertai gatal-gatal di bagian wajah, lengan,
paha, punggung, keluhan ini sudah lama di rasakan namun Ibu Y membiarkan
saja tampa di obati karena menganggap itu hanya alergi namun keluhan yang di
rasakan ibu Y semakin parah dan memutuskan untuk berobat ke puskesmas dan di
Diagnose oleh Dokter menderita penyakit kusta. Bapak S mengatakan keluarga
tidak mengenal masalah penyakit yang di derita Ibu Y keluarga tidak tahu kalau
penyakit tersebut menular.

adapun Diagnosa kedua yaitu 2. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas


kesehatan yang ada dalam keluarga berhubungan dengan Regiment pengobatan
yang tidak efektif pada keluarga Bapak S ( 3 ), adapun data subjektif adalah
sebagai berikut :KeluargaBapak S“mengatakan” Ibu Y sudah menderita penyakit
Kusta selama 1 tahun, Ibu Y “mengatakan”sudah 3 bulan berhenti
mengkonsumsi obat.dan data objektifnya adalah nampak bercak merah pada
bagian paha, lengan, wajah dan punggung nampak berwarna putih ke abu-abuan,
dinding Rumah Bapak S terbuat dari kayu Lantai kamar rumah terbuat dari tanah,
tidak ada saluran pembuangan air limbah.Hal ini sejalan dengan pendapat yang di
kemukakan oleh Drs. Nasrul Efiendy ( 2002 ), Setiadi (2008), tentang tugas-tugas
keluarga di bidang kesehatan, dan Diagnosa Keperawatan Keluarga

1. Intervensi

Perencanaan adalah penyusunan Rencana Asuhan Keperawatan yang terdiri dari


komponen tujuan umum, tujuan khusus, kriteria, rencana tindakan, dan standar
untuk menyelesaikan masalah keperawatan keluarga berdasarkan prioritas dan
tujuan yang telah di tetapkan.perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari
penyususnan prioritas, menetapkan tujuan, identifikasi sumber daya keluarga, dan
menyeleksi intervensi keperawatan sesuai dengan tolak ukur terhadap masalah
Keperawatan atau kebutuhan kesehatan Keluarga apakah hasilnya sesuai dengan
kriteria yang di harapkan.( Ns.Mia Fatma Ekasari, S.Kep .et,all).adapun rencana
intervensi yang di berikan pada Ibu S berdasarkan masing-masing Diagnosa
.Intervensi Diagnosa 1 adalah :
Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit Kusta berhubungan dengan
Ketidakmampuan keluarga merawat Anggota Keluarga yang sakit. 1. Diskusikan
bersama keluarga pengertian penyakit Kusta, penyebab, penularan, tanda dan
gejala serta akibat lanjut bila kusta tidak di obati, dan cara perawatan. dengan
menggunakan lembar balik, 2. Motivasi keluarga untuk menyebutkan
pengertian tanda, penularan gejala serta penyebab, akibat lanjut apabila Kusta
tidak di obati, dan cara perawatan dengan menggunakan lembar balik,
3.Beri Reincformentpositif atas usaha yang telah dilakukan 4. Kaji keadaan bercak
5. Beri saran kepada keluarga untuk mengontrol secara aktif ke puskesmas 6. Beri
HE tentang penyakit kusta 7.Demontrasikancara perawatan kaki dan tangan yang
mati rasa. Intervensi Diagnosa 2 adalah : 1.Bahaya yang di timbulkan akibat
pengobatan tidak efektif, 2. Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali apa
yang telah di jelaskan ,3. Berikan Reincformentpositif atas jawaban yang benar4.
Berikan Dorongan keluarga dan pasien untuk aktif dalam pengobatan agar tidak
terjadi kelalaian dalam program pengobatan. penetapan intervensi tersebut di atas
di tegakkan sesuai dengan masalah yang terjadi pada keluarga.

1. Implementasi

Pada kegiatan implementasi, perawat perlu melakukan kontrak sebelumnya ( saat


mensosalisasikan Diagnosis Keperawatan ) untuk pelaksanaan yang meliputi kapan
di laksanakan, berapa lama waktu yang di butuhkan, materi /topik yang di
diskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu mendapat
informasi, dan peralatan yang perlu di siapkan keluarga. Kegiatan ini bertujuan
agar keluarga dan perawat mempunyai kesiapan secara fisik dan psikis pada saat
implementasi. (Setiadi 2008 )

Adapun Imlpmentasi atau stimulasi yang di berikan pada keluarga Bapak S pada
Hari selasa, tanggal 10 Juli 2012 jam ( 09.00 sampai dengan selesai ) dan adapun
implementasi keperawatan yang di berikan pada Diagnosa pertama :

1. Mendiskusikan bersama keluarga pengertian penyakit Kusta dengan menggunakan


lembar balik, Memotivasi keluarga untuk menyebutkan tanda dan gejala serta
penyebab,, Menjelaskan pada keluarga akibat lanjut apabila Kusta tidak di obati
dengan menggunakan lembar balik, Memotivasi keluarga untuk menyebutkan
pencegahan penyakit Kusta, Memberikan Reincforment positif atas usaha yang
telah dilakukan keluarga, melakukan pemeriksaan kulit, menganjurkan kepada ibu
Y untuk secara aktif ke puskesmas, memberi HE tentang penyakit kusta,
mendemontrasikan cara perawatan kaki dan tangan yang mati rasa.
2. Implementasi Diagnosa keperawatan yang ke dua adalah Menjelaskan cara
pengobatan pada keluarga Bapak S, bahaya yang timbul bila pengobatan tidak
efektif, Dorong keluarga dan pasien untuk aktif dalam pengobatan agar tidak
terjadi kelalaian dalam program pengobatan.dalam pelaksanaan Implementasi
Keperawatan penulis tidak menemukan kendala karena keluarga Bapak S dan Ibu
Y memahami Bahasa Indonesia. Implementasi yang di berikan sesuai dengan
masalah yang di hadapi oleh Keluarga.

1. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan keluarga, evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga
dalam mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan Setiadi (
2008 ).Adapun hasil Evaluasi keseluruhan dengan menggunakan standar SOAP
yang penulis dapatkan pada tanggal 10 Juli 2012. keberhasilan rencana
keperawatan mengacu pada 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :

1. Keluarga bapak S mau dan akan merawat anggota keluarga yang sakit namun
karena kondisi dan sumber daya tidak memadai maka sepenuhnya tidak tercapai.
Hal tersebut di karenakan meski keluarga menunjukan sikap dan pemahamanya
dengan menjelaskan kembali pemahaman tentang cara perawatan penyakit kusta
belum mendukung teratasinya masalah perawatan penyakit kusta pada Ibu Y.
2. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
berhubungan dengan Regiment pengobatan tidak efektif. ini di sebabkan karena
ketidakmampuan biaya dan kurangnya imformasi tentang bahaya yang di
akibatkan oleh penyakit yang di derita Ibu Y. setelah di berikan penyuluhan
keluarga Bapak S berjanji akan selalu membawa Ibu Y untuk berobat ke
Puskesmas dan akan mengikuti saran yang di berikan.
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan serta pembahasan kasus pada keluarga


Ibu S, dengan Kasus Kusta maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :

1. Dari hasil pengkajian melalui Observasi, Wawancara, dan pemeriksaan fisik maka
di temukan data baik Subjektif maupun Objektif yang menyimpang dan menunjang
sehingga munculnya masalah Keperawatan keluarga pada keluarga Bapak S.
2. Dari data-data dan hasil skoring yang sudah terkumpul maka dapat di rumuskan
masalah selanjutnya menetapkan Diagnosa aktual yaitu :
1. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit (kusta)
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga dan sumber daya yang ada
dalam keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat berhubungan dengan Regiment pengobatan yang tidak efektif.
3. Perencanaan Keperawatan yang di buat oleh penulis meliputi prosedur dan
tindakan. dan pendidikan kesehatan kepada keluarga berupa pemberian penyuluhan
4. Implementasi Keperawatan yang di laksanakan sesuai dengan perencanaan yang
telah di susun.
5. Evaluasi Keperawatan yang di lakukan dari hasil pelaksanaan yaitu dapat
menjelaskan pengertian, serta cara penularannya dan mampu mendemontrasikan
cara perawatan kaki dan tangan yang mati rasa.
1. Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas maka beberapa saran yang di buat penulis adalah
sebagai berikut :

1. Di harapkan kepada pasien agar selalu meminum obat secara teratur, dan menjaga
kebersihan dan perawatan pada kulit yang mengalami luka dan selalu control ke
puskesmas
2. Di harapkan pada keluarga agar selalu memperhatikan keluarga yang sakit,
mengawasi meminum obat, serta member dorongan moral dan spiritual.
3. Di harapan kepada masyarakat agar tidak menjauhi penderita kusta dan
menjelaskan kepada masyarakat bahwa penyakit Kusta dapat di sembuhkan bila di
obati secara teratur.
4. Kepada tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan individu yang menderita
kusta yaitu dengan melakukan kunjungan ke rumah secara rutin dan memberi
dorongan dan pengertian pada klien bahwa kusta dapat di sembuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Panduan karya tulis ilmiah, Tolitoli Akper Pemda Tolitoli 2012

Achjar Heny ayu komang Ns SKM, Mkep, Sp kom Asuhan keperawatan


keluarga, Sagung Seto . Jakarta : 2010

Dian sopiyanti F, (Di akses kamis tanggal 26/07/2012).

Effendiy, Nasrul Drs, Dasar – dasar keperawatan kesehatan, Masyarakat Edisi


2, EGC. Jakarta : 1998

Ekasari Fatma, Mia S. kep Ns et. all, .panduan pengalaman belajar


lapangan. EGC . Jakarta : 2006

Iqbal Mubarak Wahit et all, ilmu keperawatan komunitas 2, EGC. Jakarta : 2006

Mansjoer, Arief et all. kapita selekta kedokteran, jilid 2 – Media Aesculaisus


Jakarta : 2000

Murzidah Zarah Aje Andi, Contoh Asuhan keperawatan


keluarga www.google.com (Tanggal akses Minggu 29 / 07/ 2012).

Ruslan Burhani, 13 Provinsi belum Mencapai Eliminasi


Kusta, www.google.com (di akses Kamis Tanggal 26 /07 /2012)
Suprajitno S,kp, Asuhan Keperawatan keluarga ,EGC, Jakarta : 2004

Subdirektorat, kusta dan Frambusia, Modul Pelatihan Program, P2


kusta Bagi UPK : 2004

Setiadi, Riset keperawatan ,Graha ilmu, Yogyakarta : 2007

Setiadi, Asuhan Keperawatan Keluarga, Edisi pertama,Graha ilmu, Yogyakarta:


2008.

Setiawati santun et all, Asuhan keperawatan keluarga, Agung wijaya, Jakarta


:2008

Widoyono Mpt, Dr, Penyakit Tropis, EGC, Jakarta : 2008

Wardani nur, Penderita Kusta Indonesia Terbesar ketiga Di


Dunia, www.google.com. (Diakses Sabtu tanggal 21/ 07/2012 ).

Zakira saputra Ghana, Perawatan Penyakit Kusta, www.google.com (Diakses


Kamis Tanggal 26/07/ 2012).

WHO 2011, Penyakit Kusta , www.google.com (Diakses jumat


Tanggal 27/07/2012).

Anda mungkin juga menyukai