KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirar Allah SWT karena hanya dengan limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah kami dapat membuat makalah presentasi PKL Kebutuhan Dasar
Manusia di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang sederhana ini. Dengan tujuan memenuhi tugas
dari pembimbing kami yaitu Ibu Ns. Wahyuningsih, S. Kep selaku dosen mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia II di STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG dan sebagai bahan
pembelajaran kami. Penyusunan makalah ini dibuat Penulis dalam rangka memenuhi tugas
Kebutuhan Dasar Manusia .
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal
sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa
Hebrew zaraath yang sebenarnya mencakup beberpa penyakit kulit lainya. Ternyata bahwa
berbagai diskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan kusta
yang kita kenal sekarang. (Kosasih dan Sri Linuwih, 2010. )
Nama lain kusta adalah ’the great imitor’[pemalsu yang ulung]karena manifestasi
penyakitnya menyerupai penyakit kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit jamur.
Dalam target global WHO pada eradikasi kusta tahun [EKT] 2000 diharapkan
prevalensi penyakit kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk.
(Widoyono. 2011)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kusta
2. Tujuan Khusus
KONSEP TEORI
A. Pengertian
B. Etiologi
Kuman penyebab adalah Myicobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN
pada tahun 1874 di Nerwegia, yang sampe sekarang belum juga dapat dibiakan dalam media
artifisial. M. Leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3 – 8 µm x 0,5 µm, tahan asam dan
alkohol serta positif-Gram. (Kosasih dan Sri Linuwih 2010. )
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering atau
tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga kusta lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu
bentuk peralihan (borederline). (Amin dan Hardhi 2013).
1. Kusta bentuk kering : tidak mnular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam
atau lebih besar, sering timbul dipipi, punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak
kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
2. Kusta bentuk basah : bentuk menular karena kumamnya banyak terdapat diselaput lendir
hidung, kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil – kecil tersebar
diseluruh tubuh atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak
mengkilap dan berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar
dibadan, muka dan daun telingga. Disertai rontoknya alis mata, menebalnya daun telingga.
3. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua ttipe utama. Pengobatan tipe ini
dimaksukkan kedalam jenis kusta basah. (Amin dan Hardhi, 2013)
C. Patofisiologi
M. Leprae adalah organisme tahan asam intrasel yang sangat sulit tumbuh dalam
biakan, tetapi dapat ditumbuhkan dalam almadilo (trenggileng), kuman ini tumbuh lebih
lambat dari pada mikobakterium lain dan tumbuh paling subur pada suhu 320C sampai 340C,
yakni suhu kulit manusia dan suhu tubuh inti armadilo, seperti M. Tuberkulosis M. Leprae
tidak mengeluarkan toksin, dan virulensinya didasarkan pada sifat dinding selnya. Dinding
selnya cukup mirip dengan dinding M. Tuberkulosis sehingga imunisasi dengan basil Calnette
– guerin sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi M. Leprae. Imunitas seluler
tercermin oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap penyuntikan ekstrak bakteri yang
disebut lepromin kedalam dermis.
Pada sebagian kasus, terbentuk antibodi terhadap respon antigen M. Leprae. Antibodi
ini biasanya tidak bersifat protektif, tetapi dapat membentuk kompleks imun dengan gen
antigen bebas yang dapat menyebabkan eritema nodosem, vaskulitis dan glomerulonefritis.
(Robbins dan Cotran. 2009).
Kusta tuberkuloid berawal dari lesi lokal yang mula – mula datar dan merah, tetapi
kemudian membesar dan membentuk ireguler disertai indurasi, peninggian, tepi
hiperpigmentasi dan bagian tengah yang pucat dan cekung (penyembuhan disentral). Kelainan
saraf mendominasi gambaran kusta tuberkuloid. Saraf terbungkus oleh reaksi peradangan
granulomatosa dan, jika cukup kecil (misalnya cabang perifer), akan mengalami kerusakan.
Degenerasi saraf menyebabkan anastesi kulit serta atrofi kulit dan otot menyebabkan pasien
mudah mengalami trauma di bagian yang terkena, disertai kulit pembentukan ulkus kulit
indolen. Dapat terjadi kontraktur, paralisis dan autoamputasi jari tangan atau kaki. Kelainan
saraf wajah dapat menyebabkan paralisis kelopak mata, disertai keratitis dan ulkus kornea.
Pada pemeriksaan mikroskopik, semua lesi memperlihatkan lesi granulotoma mirip dengan lesi
yang ditemukan pada tuberkulosis, dan basil hampir tidak pernah ditemukan. Adanya
granuloma dan ketiadaan bakteri mencerminkan imunitas sel T yang kuat. Karena kusta
memperlihatkan perjalanan penyakit yang sangat lambat, hingga berpuluh – puluh tahun,
sebagian besar pasien meninggal bersama kusta dan bukan disebabkan olehnya.
Kusta lepramatosa mengenai kulit, saraf perifer, kamera anterior mata, saluran napas
atas (hingga laring), testis, tangan dan kaki. Organ vital dan susunan saraf pusat jarang terkena,
mungkin karena suhu inti tubuh terlalu tinggi untuk tumbuhnya M.leprae. lesi lepramatosa
mengandung agregat magrofat penuh lemak (sel kusta), yang sering terisi oleh masa basil tahan
asam. Kegagalan menahan infeksi membentuk granuloma memcerminkan rendahnya respon
TH1. Terbentuk lesi makuler, papular, noduler diwajah, telingga, pergelangan tangan, siku dan
lutut. Seiring dengan perkembangan penyakit, lesi nodular menyatu untuk menimbulkan fasies
leonina (“muka singa”) yang khas.sebagian besar lesi kulit hipoestetik atau anestetik. Lesi
dihidung dapat menyebabkan peradangan persisten dan pembentukan duh yang penuh basil.
Saraf perifer, terutama nervus ulnaris dan pereneus dibagian yang dekat kulit, diserang
mikobakteri disertai reaksi peradangan minimal. Hilangnya sensibilitas dan kelainan – kelainan
trofik ditangan dan kaki mengikuti lesi saraf. Kelenjar limfe memperlihatkan agregat magrofag
berbusa didaerah parakorteks (sel T), disertai pembesaran sentrum germinativum, pada
penyakit tahap lanjut, agregat magrofag juga terbentuk di pulpa merah limpa dan hati. Testis
biasanya banyak mengandung basil, disertai dektruksi tubulus seminiferus dan sterilitas.
(Robbins dan Cotran. 2009).
D. Pathways Keperawatan
Kusta
Memproduksi lesi
Syaraf perifer
Penurunan sensitivitas
Intoleransi aktivitas
Membentuk granuloma
Pada wajah,telinga,tangan,siku
Hiperfigmentasi,pucat,cekung
G3 intergitas kulit
Degenerasi syaraf
Nyeri
E. Manifestasi Klinik
Magrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit didalam darah ada yang
mempunyai nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, dan yang dari kulit disebut histiosit.
Salah satu tugas magrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk,
akibatnya akan bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) orang itu. Apabila SIS- nya
tinggi. Magrofag akan mampu menfagosit M. Leprae. Dtangnya histiosit ketempat kuman
disebabkan karena proses imunologik dengan adanaya faktor kemotaktik. Kalau dattangnya
berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, magrofag akan berubah bentuk menjadi sel
epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia
langhans. Adanya masa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut
tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan
SIS rendah atau runtuh, histiosid tidak dapat menghancurkan M. Leprae yang sudah ada
didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel virchow atau sel lepra
atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
Granuloma adalah akumulasi magrofag dan atau derivat – derivatnya. Gammbaran
histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada
kuman atau hanya sedikit dan non – solid.. pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepuidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang
jaringanya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline,
terdapat campuran unsur – unsur tersebut.
Gambar 1. komplikasi
3. Pemeriksaan Serologik
G. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Proses
terjadinya cacat kusta dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
luka
infeksi
luka
luka
buta
infeksi
infeksi
Mata lagophthalmos
Sensorik
otonom
motorik
anestesi
kelemahann
buta
Gambar 2. penatalaksanaan
H. Pengkajian Fokus
1. Boidata
Kaji secara lengkap tentang umur, penyakit kusta dapat menyerang semua usia, jenis
kelamin, rasio, pria dan wanita 2,3 : 1,0, paling sering terjadi pada daerah dengan sosial
ekonomi yang rendah dan insidensi meningkat pada daerah tropis/ subtropics. Kaji pula
secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui tigkat sosial ekonomi, resiko trauma
pekerjaan, dan kemungkinan kontak penderita kusta.
2. Keluhan utama
Pasien sering dating ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya bercak putih
yang tidak terasa atau dating dengan keluhan kontraktur pada jari- jari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada melakukan anamnesa pada pasien, kaji kapan lesi atau kontraktur tersebut, sudah berapa
timbulnya dan bagaimana proses perubahannya, baik warna kulit maupun keluhan lainnya.
Pada beberapa kasus ditemukan keluhan, gatal, nyeri, panas, atau rasa tebal. Kaji juga apakah
klien pernah menjalani pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien
pernah menderita penyakit tertentu sebelumnya, pernahkan klien memakai obat kulit yang
dioles atau diminum ? pada beberapa kasus, reaksi beberapa obat juga dapat menimbulkan
perubahanwarna kulit dan reaksi elergi yang lain.perlu juga di tanyakan Apakah keluhan ini
pertama kali di rasakan. Jika sudah pernah,obat apa yang di minum? Teratur atau tidak.
4. Riwayat penyakt dahulu
Salah satu factor penyebab penyakit kusta adalah daya tahan tubuh yang menurun.
Akibatnya m.leprae dapat masuk ke dalam tubuh . oleh karena itu perlu di kaji adakah
riwayat penyakit kronis atau penyakit lain yang pernah di derita.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit kusta bukan penyakit keturunan,tetapi jika anggota keluarga atau tetangga
menderita penyakit kusta, resiko tinggi tertular sangat tinggi terjadi. Perlu di kaji adakah
anggota keluarga lain yang menderita atau memiliki keluan yang sama, baik yang masi hidup
maupun sudah meninggal.
6. Riwayat psikososial
Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikan. Ini di sebabkan adanya
deformitas atau kecacatan yang di timbulkan. Oleh karena itu perlu di kaji bagaimna konsep
diri klaen dan respon masyarakat di sekitar klien.
7. Kebiasaan sehari- hari
Pada saat melakukan anamnesis tentang pola kebiasaan sehari-hari perawat perlu mengkaji
setatus gizi pola makan/ nutrisi nklien . hal ini sangat penting karena factor gizi berkaitan erat
dengan siste imun. Apa bila sudah ada deformitas atau kecacatan, maka aktifitas dan
kemampuan klien dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dapat terganggu. Di samping
itu,perlu dikaji aktivitas yang di lakukan klien sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya cidera akibat anestasia.
(Loelfia Dwi Rahariyani, 2009)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan
fungsi tubuh
J. Intervensi Keperawatan
Tabel 1. intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Hasil Intervensi Rasional
1. Memberikan inflamasi
dasar tentang terjadi
proses inflamasi dan atau
1. Kaji/catat warna lesi, mengenai sirkulasi daerah
perhatikan jika ada yang terdapat lesi..
jaringan nekrotik dan 2. Menurunkan terjadinya
kondisi sekitar luka. penyebaran inflamasi pada
Tujuan : 2. Berikan perawatan khusus jaringan sekitar.
Setelah dilakukan pada daerah yang terjadi 3. Mengevaluasi
tindakan inflamasi. perkembangan lesi dan
keperawatan proses3. Evaluasi warna lesi dan inflamasi dan
inflamasi berhenti jaringan yang terjadi mengidentifikasi
dan berangsur- inflamasi perhatikan terjadinya komplikasi.
angsur sembuh. adakah penyebaran pada 4. Kulit yang terjadi lesi
Kriteria : jaringan sekitar. perlu perawatan khusus
o Menunjukkan 4. Bersihkan lesi dengan untuk mempertahankan
regenerasi jaringan sabun pada waktu kebersihan lesi..
o Mencapai direndam. 5. Tekanan pada lesi bisa
penyembuhan tepat 5. Istirahatkan bagian yang maenghambat proses
1. waktu pada lesi terdapat lesi dari tekanan penyembuhan.
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan 1. Observasi lokasi,
keperawatan proses intensitas dan penjalaran1. Memberikan informasi
inflamasi berhenti nyeri. untuk membantu dalam
dan berangsur-2. Observasi tanda-tanda memberikan intervensi.
angsur hilang. vital. 2. Untuk mengetahui
Kriteria : 3. Ajarkan dan anjurkan perkembangan atau
Setelah dilakukan melakukan tehnik distraksi keadaan pasien.
tindakan
dan relaksasi. 3. Dapat mengurangi rasa
keperawatan proses
4. Atur posisi senyaman nyeri.
inflamasi dapat
berkurang dan mungkin. 4. Posisi yang nyaman dapat
nyeri berkurang5. Kolaborasi untuk menurunkan rasa nyeri.
dan beraangsur- pemberian analgesik sesuai
5. Menghilangkan rasa
2. angsur hilang. indikasi. nyeri.
1. Meningkatkan posisi
fungsional pada
ekstremitas.
2. Oedema dapat
1. Pertahankan posisi tubuh mempengaruhi sirkulasi
yang nyaman. pada ekstremitas.
Tujuan : 2. Perhatikan sirkulasi,
3. Mencegah secara
Setelah dilakukan gerakan, kepekaan pada progresif mengencangkan
tindakan kulit. jaringan, meningkatkan
keperawatan 3. Lakukan latihan rentang pemeliharaan fungsi
kelemahan fisik gerak secara konsisten, otot/sendi.
dapat teratasi dan diawali dengan pasif
4. Meningkatkan kekuatan
aktivitas dapat kemudian aktif, dan toleransi pasien
dilakukan. 4. Jadwalkan pengobatan dan terhadap aktifitas.
Kriteria : aktifitas perawatan untuk 5. Menampilkan
Ø Pasien dapat memberikan periode keluarga/orang terdekat
melakukan istirahat. untuk aktif dalam
aktivitas sehari- 5. Dorong dukungan dan perawatan pasien dan
hari bantuan keluaraga/orang memberikan terapi lebih
Ø Kekuatan otot yang terdekat pada latihan. konstan.
3. penuh
K. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS
dimulai tahun 1981. Progrm ini bertujuan untuk mengatasi resistensi despon yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunn angka putus obat, dan mnegeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Kosasih. I made Wisnu. Emmy S Sjamsoe – Daili dan Sri Linuwih Menaldi. 2010. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin Ed. 6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius. Jakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action
Publishing. Yogyakarta.
Rahariyani, Loelfia Dwi. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. EGC. Jakarta.
Robbins dan Cotran. 2009. Dasar Patalogis Penyakit. Ed. 7. EGC. Jakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi , Penularan , pencegahan, dan
Pemberantasannya. Ed. 2. Erlangga. Semarang.
Sekian dari saya ulil alj ™👶 tunggu artikel selanjutnya ya,😽 minta doa nya semoga
sukses, sehat, panjang umur bisa menaikkan haji orang tua, semoga yang mendoakan saya, kembali lagi
doanya sendiri kepada yang mendoakan, terima kasih semoga bermanfaat. Amiin
Jangan lupa share and ikuti blog yaa
😹😹🙊
ASUHAN KEPERAWATAN
KUSTA
OLEH :
1. Jonri simarmata
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga
bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga
kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet. Kami telah
berusaha semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang
Askep Kusta.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon
bantuan dari para pembaca,
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan,
kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima
kasih.
Hormat Kami
Penulis
BAB 1
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf
perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.Lepra : Morbus hansen, HamseniasisReaksi :
Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu
interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang
telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
2. ETIOLOGI
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang
ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman
ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5
micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam
media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang
Armadillo.
b. Adanya penebalan saraf tepi dengan disertai gangguan fungsi (hanya dapat diidentifikasi oleh tenaga
yang sudah ahli atau terlatih).
c. Gangguan fungsi saraf meliputi mati rasa/kurang rasa, pareses dan paralisis, kulit kering, retak dan
edema (bengkak).
4. PENGOBATAN
Metode Pengobatan yang digunakan saat ini berupa MDT. Namun saat ini, dulu maupun akan
datang yang perlu kita perhatikan adalah cara penyampaian diagnosa penyakit ini. Karena
dimasyarakat masih tertanam dalam pikiran bahwa penyakit kusta adalah penyakit turunan, mereka
akan menyangkal bahwa dikeluarga ada penderita kusta sehingga keluarga yang malu akan
mengucilkan penderita tersebut dari orang banyak, demikian juga bila ketahui masyarkat menderita
penyakit ini. Penderita akan tidak diijinkan untuk bergaul lagi dengan mereka karena takut terjangkit.
5. PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa
penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan
melalui mukosa nasal.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman
hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak
aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi
terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
sekitar.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari
pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.
6. FAKTOR RESIKO
1. Merasa ketakutan
2. Cacat
3. Menarik Diri
4. Hanya mempersoalkan diri sendiri
5. Reaksi emosional tinggi
6. Perubahan persepsi terhadap lingkungan
7. Berkurangnya minat.
7. KLASIFIKASI
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik,
histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di
atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas,
pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan
sensibilitas ( + )
3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out”
dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan
sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris.
BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
8. GAMBARAN KLINIK
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
Mengenai kulit dan saraf.
o Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
o Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata.
Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
o Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap basil kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
o Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.
Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
o Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas
yang merupaan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out.
Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih
cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
Distribusi lesi khas :
o Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
o Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
Stadium lanjutan :
o Penebalan kulit progresif
o Cuping telinga menebal
o Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.
Lebih lanjut
o Deformitas hidung
o Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
o Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
o Penyakit progresif, makula dan popul baru.
o Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi
dan sedikit penebalan saraf.
Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
Lidah : ulkus, nodus
Larings : suara parau
Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
Kelenjar limfe : limfadenitis
Rambut : alopesia, madarosis
Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.
9. PATOFISIOLOGI
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya
kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta
adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting.
Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. lepraemenderita kusta, dan diduga
faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta
di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.
Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan
orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam
dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipinahingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.[14]
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah
dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun
masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epiteldeskuamosa di kulit,
Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian
terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlahM. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di
penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar
melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa
hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan
bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan
Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per
hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit
dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba
penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga
dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan.
Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan
menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa
inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta
pada bayi muda.
Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan
pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-
endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. BIODATA
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak
dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan
tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada
kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi
lemah.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh
c. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi
lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5
tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen
akan tertular.
e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan,
sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami
gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang
diderita.
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
g. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat
pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya
gangguan saraf tepi motorik.
Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata
anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan,
dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi
akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika
ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana
dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
Sistem persarafan:
a. Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada
kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
b. Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama
ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada
mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
c. Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat
pecah-pecah.
Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),
bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika
ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah.
Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
2. Stadar asuhan keperawatan RSUD Tugurejo Semarang. 2002. Ruang Kusta. Propinsi Jawa Tangah
3. Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC : Jakarta.
4. Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta
5. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.
6. Juall, Lynda, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II,EGC. Jakarta,
1995
7. Simposium Penyakit Kusta, FKUA Surabaya
8. Marrilyn, Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta
KONSEP DASAR MEDIS
A. Devinisi Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Menurut Depkes RI (1996) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah
penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes
RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan
psikologis.
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan
seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi
juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini
warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-
masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa
dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta
menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk
melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk kering (
tuberkuloid ) dan kusta bentuk basa ( lpromatosa ) dan bentuk ketiga yaitu bentuk
peralihan ( borederline ) ( wim de Jong et Al 2005 )
1. Kusta bentuk kering
Tidak menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih
besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak tampak kering
C. Patofisiologi
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan tingkat pertama, tujuannya adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor-faktor resikonya, pencegahan ini terdiri dari :
a. Promosi kesehatan
Yaitu dengan cara penyuluhan-penyuluhan tentang penularan, pengobatan dan
pencegahan penyakit kusta, serta pentingnya makanan sehat dan bergizi untuk
meningkatkan status gizi tiap individu menjadi baik.
Menurut Depkes RI (2005a) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan primer
dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan
memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti
keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat
yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta
adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).
b. Pemberian Imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta
seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun
1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat
memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian
penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian
beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut
(Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini meliputi diagnosis dini dan pemberian pengobatan (prompt
treatment).
a. Diagnosis dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kulit, dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya .
b. Pengobatan yang diberikan pada penderita kusta adalah DDS (diaminodifenilsulfon),
klofazimin, rifampisin, prednisone, sulfatferrosus dan vitamin A. Pengobatan lain
adalah dengan Multi drug treatment (MDT) yaitu gabungan pemberian obat
refampicin, ofloxacin dan minocyclin sesuai dengan dosis dan tipe penyakit
kusta. Pengobatan kusta ini dilakukan secara teratur dan terus menerus selama 6-9
bulan.
Menurut Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai
penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau
mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.
PemberianMulti drug therapy pada penderita kusta terutama pada
tipe Multibacilerkarena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada
orang lain.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi
penyakit yang sudah terjadi, dan adalah merupakan sebuah aspek terapatik dan
kedokteran rehabilitasi yang paling penting .Pencegahan tersier merupakan usaha
pencegahan terakhir
Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan pada penyakit kusta ada beberapa obat yang di gunakan
sebagai berikut:
1. Rifampicin, dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan
bakteri (dosis 600mg)
2. Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
3. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri perlahan
pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
4. Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai penghambat
bacterial DNA gyrase
5. Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis protein pada bakteri
Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :
1. Sulfon
2. Rifampisin
3. Klofazimin
4. Prototionamide dan etionamide
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku
kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus.
Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah
dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil,
dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa
burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi
burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku
menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)
2. Fatwa MUI tentang kusta
Fatwa MUI juga berdasarkan Surah Ali Imran ayat 49 dan Al Maidah ayat 110
ditambah dengan Hadis Rasulullah SAW: “Berobatlah, hai hamba Allah karena
sesungguhnya Allah SWT tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obat
baginya. Hanya satu penyakit yang tidak ada obatnya yaitu penyakit tua”. (Hadis
riwayat Ahmad dalam Musnad-nya riwayat Abu Daud. Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah.
Lihat kitab Fath al –Qadi-III hal 238).
Dari Surah Ali Imran 49 dan Al Maidah 110, Al Quran menjelaskan bahwa di dunia
ini ada suatu penyakit yang disebut sofak (kusta). Nabi Isa AS dapat menyembuhkan
kusta hanya dengan seizin Allah artinya berupa mukjizat yang diperoleh dari Allah
SWT.
A. Pengkajian
1. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan
dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat
sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya
bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan,
malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman
kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi
salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat
akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien
akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada
konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe
I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf
tepi motorik.
1. Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek
kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik
terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus
hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan
mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata
maka alismata akan rontok.
2. Sistem syaraf
Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada
kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya
mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada
mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-
pecah.
3. System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4. System Integumen Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan).
Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak
dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-
pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera
DAFTAR PUSTAKA
TAHUN 2012
OLEH
DWI JULIANTO. S
NIM : 09058
TOLITOLI
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan
tim penguji sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada
Akper Pemda Tolitoli.
TIM PEMBIMBING
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
HARTIA SKM
HALAMAN PENGESAHAN
Panitia Ujian Karya Tulis Ilmiah (KTI) Akper Pemda Tolitoli, setelah meneliti dan
mengetahui cara dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Keluarga Bapak S Dengan Kasus Kusta Pada Ibu Y Diwilayah Kerja
Puskesmas Galang Dusun Talamandu Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten
Tolitoli” yang telah di Pertanggung jawab oleh Mahasiswa Nama Dwi Julianto S,
Nim : 09058 Pada hari Sabtu Tanggal 28 September 2012.
PANITIA UJIAN
…………………………Penguji I:
………………………… Penguji II
HARTIA, SKM
…………………………
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Tiada Kata yang Pantas penulis ucapkan selain memanjatkan Puji syukur
kehadirat Allah SWT, Karena dengan izin dan karunia-Nyalah sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan Judul “Asuhan
Keperawatan Keluarga Bapak S Dengan Kasus Kusta pada Ibu Y Diwilayah Kerja
Kabupaten Tolitoli Tahun 2012“ sebagai salah Satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Diploma III Akademi Keperawatan Pemda Tolitoli.
Terwujudnya KTI ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak,
sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya maka perkenankanlah Penulis
dengan segala kerendahan hati mengucapkan penghargaan rasa hormat dan terima
kasih yang setulus-tulusnya Kepada:
Tiada ada kata yang lebih indah yang mampu penulis ucapkan selain terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu akhir kata,
semoga KTI ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya Mahasiswa
Akper Pemda Tolitoli.
Penulis
Dwi Julianto S.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
………………………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN
…………………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN
…………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………………
vi
DAFTAR
TABEL…………………………………………………………………………….
ix
DAFTAR GAMBAR
……………………………………………………………………….. x
DAFTAR SINGKATAN
………………………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN
…………………………………………………………………….. xii
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………………………
1. Latar Belakang
………………………………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah …………………………………………………………….. 4
3. Tujuan Penulisan
………………………………………………………………. 4
1. Tujuan Umum ………………………………………………………………. 4
2. Tujuan Khusus……………………………………………………………… 4
3. Metode
Penulisan………………………………………………………………. 5
4. Manfaat
Penelitian……………………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN
TEORI………………………………………………………………..
1. Pengkajian
…………………………………………………………………….. 52
2. Klasifikasi
………………………………………………………………………. 65
3. Analisa Data
…………………………………………………………………… 66
4. Penilaian Scoring Diagnosa Keperawatan …………………….. 68
5. Diagnosa Keperawatan Prioritas ……………………………………. 70
6. Intervensi
……………………………………………………………………….. 71
7. Implementasi
………………………………………………………………….. 73
8. Evaluasi
…………………………………………………………………………. 74
9. Catatan perkembangan ………………………………………………….. 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
………………………………………………
1. Hasil
………………………………………………………………………………. 78
2. Pembahasan ………………………………………………………………….. 79
BAB V
PENUTUP…………………………………………………………………………
…
1. Kesimpulan
…………………………………………………………………………. 86
2. Saran
……………………………………………………………………………………
87
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………….
LAMPIRAN
……………………………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL
Gambar : I. Genogram 3
Generasi……………………………………………………… 53
DAFTAR SINGKATAN
A : Analisa
B : Boderline
BB : Boederline-Boederline
BL : boederlina-Lepromatosa
E : Evaluasi
I : Implementasi
KK : Kepala keluarga
L : Lepramatosa
LL : Leprometosa-Leprometosa
ND : Nadi
O : Objektif
P : Planing
PB : Paucibaciler
RR : Respirasi
S : Subjektif
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kusta merupakan penyakit yang banyak menyerang kulit da syaraf. Kusta atau
yang di kenal juga dengan Leprosy/hansen’s Disiase, dapat menyebabkan
gangguan pada kulit, mati rasa, dan kelumpuhan pada tangan dan kaki. Selain itu,
kusta dapat menterang sistim pernapasan atas, mata, dan membrane selaput lendir.
Kusta dapat menular melalaui kontak kulit dengan penderita atau melalui bersin.
Saat ini, penyakit kusta ini bukan hanya menjadi permasalahan di bidang kesehatan
saja. Namun, telah termanifestasi pula ke dalam permasalahan psikososial. Hal ini
di karenakan adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan pada penyakit kusta)
yang menjadi salah satu dampak psikososial yang di sebabkan oleh penyakit ini.
Leprophobia tidak hanya di alami oleh masyarakat awam, tetapi juga pada tenaga
medis dan tenaga kesehatan lainya yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan.
Sehingga, penderita kusta sering kali di perlakukan dengan tidak manusiawi oleh
masyarakat maupun tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini menjadi salah satu
penghambatdalam usaha penaggulangan penyakit kusta.
Pada umumnya, penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan
sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini karna
akibat keterbatasan kemempuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan
yang memedai di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahtraan sosial ekonomi
pada masyarakat.
WHO melaporkan bahwa pada 115 Negara dan teritori tahun 2006 ( di terbitkan
di Weekley Epidiomiological Record dan terdaftar secara global ), terdapat
prevalensi kusta pada awal tahun adalah 219.826 kasus. Sedangkan kasus baru
terus menunjukan penurunan tajam, yaitu sebesar 110.000 kasus ( 27 % ) selama
Tahun 2005di bandigkan dengan Tahun sebelumnya.
Menurut laporan resmi yang di terima dari WHO selama 2011 dari 130 negara dan
wilayah, prevalensi pentakit kusta secara global pada awal tahun 2011 terdiri dari
192.246 kasus, sementara jumlah kasus baru terdeteksi selama 2010 adalah
228.474 kasus ( tidak termasuk kasus kecil di Eropa ).Pada Tahun 2000 indonesia
menempati urutan ke tiga setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang jumlah
penderita kusta di dunia. Walaupun ada penurunan yang cukup drastis dari jumlah
kasus terdaftar, namun sesungguhnya jumlah penemuan kausu baru tidak
berkurang sama sekali. Oleh karna itu, selain angka prevalensi Rate, angka
penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang harus di perhatikan (Depkes
RI, 2005 ). Dan Sampai saat ini penyakit kusta masih di takuti oleh sebagian besar
masyarakat. Keadaan ini terjadi karena kurang pengetahuan, pengertian yang salah,
dan kepercayaan yang keliru tentang penyakit kusta dan kecacatan yang di
timbulkanya.
Menurut Data dari Dinas Kesehatan Kabuapaten Tolitoli pada tahun 2010 adapun
jumlah penyakit Kusta dengan Tipe MB adalah 33 jiwa dan tipe PB adalah 0 jiwa,
Tahun 2011 penyakit Kusta Tipe MB adalah 12 jiwa dan Tipe PB 0 jiwa, Tahun
2012 terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit Kusta pada Tipe MB adalah 26
jiwa dan Tipe PB 1 jiwa, untuk wilayah puskesmas galang pada tahun 2010
penyakit kusta Tipe MB 3 jiwa dan Tipe PB tidak ada, pada Tahun 2011 Tipe MB
tidak ada dan Tipe PB 1 jiwa, dan pada Tahun 2012 terjadi peningkatan penyakit
kusta Tipe PB tidak ada Tipe MB 6 jiwa.
dari uraian tersebut di atas dan masih tingginya prevalensi penyakit Kusta secara
Global terus meningkat sehingga penulis tertarik untuk mengangkat
judul “ Asuhan Keperawatan Keluarga pada Bapak S dengan kasus Kusta di
Dusun Talamandu Desa Lalos Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli” sebagai
Karya Tulis Ilmiah.
1. Rumusan Masalah
1. Tujuan
2. Tujuan Umum
1. Tujuan Khusus
Metode yang di gunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah adalah dengan
cara Deskritifatau dengan cara menggambarkan suatu keadaan kondosi
berdasarkan data fakta yang di peroleh melalui Study kasus dengan teknik
pengumpilan data sebagai berikut :
1. Wawancara
1. Observasi
1. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
1. Bagi Puskesmas
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. A. Penyakit Kusta
2. 1. Pengertian
Penyakit Kusta adalah salah satu penyakit menular, dapat menyebabkan cacat, dan
keadaan ini menjadi penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonominya. ( Widoyono, 2005
).
1. 2. Etiologi
Menurut WHO (1995) Dignosa kusta di tegakkan bila terdapat satu dari tanda
cardinal berikut:
1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensabilitas lesi kulit dapat tunggal
atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau
berwarna tembaga biasanya berupa : macula,papul, nodul,
kehilangan sensabilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan
saraf terutama saraf tepi , bermanifestasi ssebagai
kehilangan sensabilitas kulit dan kelemahan otot.
2. BTA Positif
1. Kelainan Kulit
g) Batas ( pinggir ) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil.
Adapun 3 gejala utama ( cardinal sign ) yang di timbulkan dari penyakit kusta
adalah :
1. Bercak (Macula) 2.
2. Jumlah
3. Ukuran
4. Distribusi
1. Konsistensi
2. Batas
3. Kehilangan sensasi rasa
pada area bercak
1. Kehilagan kemampuan
berkeringat,bulu rontok
pada area bercak
1. 1-5
2. Kecil dan besar
3. Unilateralatau bilateral asimetris
4. Kering dan kasar
5. Tegas
6. Selalu ada dan jelas
1. Banyak
2. Kecil-kecil
3. Bilateral,simetris
1. Halus,berkilat
2. Kurang tegas
3. Biasanya tidak jelas;jika ada,terjadi pd yg sudah lanjut
4. Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
1. Infiltrat
2. Kulit
1. Ciri-ciri khusus
2.Madarosis
3.Hidung pelana
4.Ginekomastia
5.Suara sengau
1. Nodulus
Lebih sering terjadi dini,asimetrisTerjadi pada penyakit lanjut biasanya lebih dari
satu dan simetris
1. Deformitas ( cacat )
1. Apusan
BTA negativeBTA positif
1. D. Klasifikasi
b) Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih,
jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau
lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali,kadang-kadang
tepinya meninggi.
c) Pada Tipe ini lebih sering di dapatkan kelainan urat saraf tepi pada ,sering
gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas
d) Komplikasi Saraf serta kecatatan relative lebih sering terjadi dan timbul lebih
awal darib pada bentuk basah
c) Kelainan kulit bisa berupa bercak kemerahan, bisa kecil-kecil dan tersebar di
seluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak
mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar di
badan, muka dan daun telinga
d) Sering di sertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-
kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung
e) Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari
perjalanan penyakit
f) Pada bentuk yang parah bisa terjadi “ muka singa “ (facies leonine).
1. E. Patofisiologi
Cara penularan yang pasti belum di ketahui, tatapi menurut sebagian besar ahli
melalui saluran pernafasan ( inhalasi ) dan kulit ( kontak langsung yang lama dan
erat ).kuman mencapai permukaan kulit melalui volikel rambut, kelenjar keringat,
dan di duga melalui air susu ibu.beberapa hipotesis telah di kemukakan seperti
adanya kontak dekat dan penularan dari udara.
Penyakit ini sering di percaya bahwa penularanya di sebabkan oleh kontak antara
orang yang terinfeksi dan orang yang sehat.Melalaui kulit yang lecet pada bagian
tubuh yang ber suhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh mycobacterium
leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang ke mamapuan
hidup mycobacterium leprae pada suhu yang rendah, waktu regenerasi lama serta
sifat kuman yang aviluren dan non toksis. Mycobacterium leprae terurama terdapat
pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel
Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh bereaksi mengeluarkan makrofag
( berasal dari monosit darah, histiosit )untuk memfagosit.
1. F. Patogenesis
1. G. Masa Inkubasi
Masa Inkubasi pasti dari kusta belum belum dapat di kemukakan.beberapa peneliti
berusaha mengukur masa Inkubasinya. Masa inkubasi Minimum di laporkan
adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada Bayi muda. Masa
inkubasi maksimun di laporkan selama 30 tahun hal ini di laporkan berdasarkan
pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspor untuk mengetahui
Epidemiologi kusta menurut karakteristik orang,waktu dan tempat.(Hasibun,1991).
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka timbullah berbagai masalah baru
antara lain:
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri,merasa tekan batin, takut
terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut menghadapi keluarga dan
masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar.
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan
agama sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang menular,tidak
dapat di obati,namun umumnya kendala yang di hadapi adalah pasien mentaati
resep dokter, sehingga selain mereka tidak menjadi lebih baik,mereka pun akan
resisten terhadap obat yang telah di berikan.
1. I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Bakteriologis
J. Pengobatan
1. Tujuan Pengobatan
1. Regimen Pengobatan
Pengobatan 6 dosis di selesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6
dosis di nyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (
1995 ) tidak lagi di nyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completionof
trentment cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
Klofazimin :
b) Harian 50 mg /2kali/minggu
c) DDS:1-2mg/kg BB
d) Rifampisin:10-15 mg/kg BB
1. Perawatan Umum
1) Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran
2) Perlu di rendam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah
jam
4) Kulit yang tebal di gosok agar lurus dan sendi –sendi tidak kaku
d) Perawatan Luka
2. Konsep Keluarga
1. 1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga akan berbeda . hal ini bergantung pada orientasi yang di
gunakan dan orang yang mendefenisikannya.
1. Secara Tradisional
1. keluarga Inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang di peroleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. keluarga Besar (extended family)adalah keluarga inti yang di tambah anggota lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).
3. Secara Modern
1. Tradisional Nuclear keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah
di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Reconstituted nuclear,pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami atau istri,tinggal dalam satu rumah dengan anak-anaknya baik itu
bawaan dariperkawinan baru,satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
3. Niddle age / Aging augle suami sebaagai pencari uang, istri kedua-duanya bekerja
di rumah,anak-anak sudah meninggalkaan rumahkrena sekolah /perkawinan/meniti
karier.
1. Dyadic Nuclear
suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau
salah satu bekerja di luar rumah.
1. Single Parent
satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal dirumah atau di luar rumah.
1. Commuter Married ,suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu,keduanya saling mencari pada waktu tertentu.
g. Single Adult, wanita atau pria dewasayang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk kawin.
h. Unmarried Parent and Child,yaitu ibu dan anak di mana perkawinan tidak di
kehendaki,anaknya di adopsi.
pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. tugas perkembangan tahap
ini adalah:
masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga.tugasperkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:
1. Dalam Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat
sosial dan waktu santai.
2. Memulihkan hubungan antara generasi muda tua
3. Memelihara hubungan /kontak dengan anak dan keluarga
4. Persiapan masa tau/pensiun.
5. Keluarga Lanjut Usia
4. Struktur Keluarga
1. a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi,
di mana hubungan itu di susun melalui jalur garis ayah.
1. b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi di mana hubungan itu di susun melalui jalui garis ibu
c.Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri
1. d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
1. Keluarga Kawin
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri.
5. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Ekonomi ,yaitu keluarga di harapkan menjadi keluarga yang produktif yang
mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memamfaatkan sumber dayaa
keluarga
2. Fungsi mendapatkan status sosial yaitu keluarga yang dapat di lihat dan di
kategorikan srata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di sekitarnya
3. Fungsi Pendidikan yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab
yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan
kedewasaan.
4. Fungsi Sosialisasi bagi anaknya yaitu orangtua atau keluarga di harapkan mampu
menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
5. Fungsi pemenuhan kesehatan yaitu keluarga di harapkan dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan
terhadap penyakit yang mungkin di alami keluarga.
6. Fungsi Religious yaitu keluarga merupakan tempat belajaar tentang agama dan
mengamalkan ajaaran keagamaan.
7. Fungsi Rekreasi yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang
dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah
8. Fungsi Reproduksi bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga merupakan
tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh) di
antaranya : seks yang sehat dan berkualitas pendidikan seks bagi anak da yang lain.
9. Fungsi Afeksi yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.
1. Wawancara
1. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan berkaitan dengan hal-hal yang tidak perlu di tanyakan
( Ventilasi, penerangan, kebersihan ).
1. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi yang biasa di jadikan acuan oleh perawat antara lain adalah
KMS kartu keluarga dan catatan kesehatan lainya misalnya informasi-informasi
tertulis maupun lisan dari rujukan dari berbagai lembaga yang menangani keluarga
dan dari anggota Tim Kesehatan lainya.
1. Pemeriksaan Fisik
Pada awal pengkajian perawat harus membina hubungan yang baik dengan
keluarag dengan cara :
1. B. Diagnosa Keperawatan
C. Analisa Data
1. Masalah ( Problem )
3. Tanda ( Sympton )
Tanda dan gejala adalah sekumpulan data Subjektif dan Objektif yang diperoleh
perawat dari keluarga yang mendukung masalah dan penyebab.perawat hanya
boleh mendokumentasikantanda dan gejala yang paling Signifikan perumusan
diagnosis di klinik yang dapat di bedakan menjadi 5 kategori yaitu :
1. Aktual
Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai data yang di temukan yaitu dengan ciri
dari pengkajian di dapatkan tanda dan gejala dari gangguan kesehatan. Diagnosa
keperawatan Actual memiliki 3 komponen diantaranya adalah Problem Etiologi
dan Sympton.
2. Resiko/Ancaman
3. Wellnes ( Kesejahtraan )
Adalah keputusan klinik tentang keadaan keluarga dalam transisi dari tingkat
sejahtra yang lebih tinggi sehingga kesehatan keluarga dapat di tingkatkan.Contoh
pernyataan Diagnosa keperawatan sejahtra :
4. Syndrom
Adalah Diagnosa yang terdiri dari kelompok Diagnosa Actual dan Resiko
tinggi yang di perkirakan akan muncul karna suatu kejadian / situasi tertentu
menurut NANDA ada 2 Diagnosa keperawatan Syndrom yaitu :
1. Syndrom trauma pemerkosaan ( repe trauma syndrom ) pada kelompok ini
menunjukan adanya tanda dan gejala. Misalnya : cemas, takut, sedih gangguan
istrahat dan tidur dan lain-lain.
2. Resiko Syndrom penyalah gunaan ( risk for dijuse Syndrom )
Misalnya : Resiko gangguan proses pikir, resiko gangguan gambaran diri dan lain-
lain.
No
Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah
Ancaman kesehatan
Keadaan sejahtra
Sebagian
Tidak dapat
Skala : tinggi
Cukup
Rendah
4Menonjol masalah
Skala : masalah berat, harus segera di ganti ada masalah, tetap tidak perlu di ganti
masalah tidak di rasakan.
Skor tertinggi
1. Jumlah skor untuk semua kriteria ( skor maksimum sama dengan jumlah bobot,
yaitu 5 )
1. Kriteria
2. Bobot
3. Pembenaran
7. Kriteria penilaian
8. Bobot
9. Pembenaran
10.Cara perhitungan
1. Perencanaan
Perencanaan adalah penyusunan rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari
komponen tujuan umum, tujuan khusus, kriteria, rencana tindakan, dan standar
untuk menyelesaikan masalah keperawatan keluarga berdasarkan prioritas dan
tujuan yang telah di tetapkan.perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari
penyususnan prioritas, menetapkan tujuan, identifikasi sumber daya keluarga, dan
menyeleksi intervensi keperawatan. Penetapan tujuan umum dan khusus, serta
dilengkapi dengan kriteria dan standar.
Intervensi yang terkait dengan rencana pemberian pelayanan secara langsung pada
keluarga sebagai sasaran
1. b. Fasilitatif
Intervensi ini terkait dengan rencana dalam membantu mengatasi hambatan dari
keluarga dalam memperoleh pelayanan medis, kesejahtraan sosial dan transportasi.
1. c. Developmental
Menurut Bailon dan Malgaya ( 1978 ) hambatan yang sering kali di hadapi
perawat kelurga saat melakukan intervensi keperawatan adalah :
F. Implementasi
1. Tahap 2 : Intervensi
1. Tahap 3 : Dokumentasi
G. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah di tetapkan, di lakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam
mencapai tujuan.
1. Tahapan Evaluasi
1. Evaluasi ( Formatif )
Evaluasi jenis ini di kerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan
di capai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua tahap dalam
proses keperawatan perlu di tinjau kembali, agar data-data, masalah atau rencana
yang perlu dimodifikasi.
S : ungkapan dan perasaaan dan keluhan yang di rasakan secara subjektif oleh
keluarga setelah implementasi keperawatan
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objekti keluarga yang
di bandingkan denagn kriteria dan standar yang telah mengacu pada tujuan pada
rencana keperawatan keluarga
BAB III
Aplikasi Asuhan Keperawatan Keluarga
Struktur dan Peran setiap anggota Keluarga Bapak S yang di dapat saat kunjungan
yang ke dua dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Hub.dengan
No Nama Jk Umur Pendidikan Pekerjaan Status
KK
Bpk.S
1. L 30 Suami SD Petani Sehat
An.R
3. L 7 Anak SD – Sehat
2.
A B
C D
Keterangan :
: Laki-laki A : Orangtua klien
1. Tipe Keluarga
Keluarga Bapak S adalah Tipe keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu terdiri dari
ayah, ibu dan ke Dua anaknya.
1. Suku Bangsa
Semua anggota Keluarga Bapak S berasal dari suku bugis, bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa Indonesia.
1. Agama
Keluarga Bapak S menganut agama islam, dan selalu menjalankan sholat 5 waktu,
tetapi jarang mengikuti acara kegamaan di sekitar rumahnya.
Tahap perkembangan keluarga Bapak S saat ini adalah Anak pertama berumur 7
tahun yang sudah duduk di bangku sekolah dasar dan anak ke dua berumur 4 tahun
dan belum sekolah. Jadi tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga
dengan anak usia sekolah.
Tahap perkembangan keluarga saat ini belum terpenuhi adalah anak pertama
berumur 7 tahun duduk di bangku sekolah Dasar dan anak ke dua berumur 4 tahun
yang sebentar lagi akan sekolah. Sementara Ibu Y dalam keadaan kurang sehat.
Bapak S saat ini dalam keadaan sehat dan tidak pernah menderita penyakit yang
serius atau menular.
1. 4. Keadaan Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Rumah Bapak S adalah rumah kayu dan milik sendiri. Luas rumah yang di tempati
kurang lebih 6 x 5 m2 terdiri dari 1 kamar tidur yang tidak memiliki sekat, 1 ruang
tamu, 1 dapur, dan wc yang menyatu dengan rumah, bangunan rumah segi empat
lantai rumah terbuat dari tanah, serta keadaan lingkungan yang kotor
dan penataan perabot rumah tangga tidak tertata dengan rapi,penerangan dan
ventilasi <10% luas rumah,khususnya penerangan ventilasi dalam kamar tidak ada
yang masuk, tidak terdapat saluran pembuangan limbah.
1. Pengolaan Sampah
Sumber air minum bapak S untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari PDAM
dengan kepemilikan numpang menyambung air pada tetangga.
1. Bapak S memiliki sebuah WC kamar mandi yang menyatu dengan rumah. Dan
memiliki WC tipe leher angsa dan pijakan WC Leher Angsa terbuat semen yang
sudah berlumut.
1. 5. Sosial
1. Karakteristik Tetangga Dan Komunitas Tempat Tinggal :
Keluarga ibu Y hidup di lingkungan tempat tinggal tidak begitu ramai tinggal
di perkampungan tersebut.tetangga ibu Y selalu memperhatikan kesehatan ibu Y,i
keluarga Bapak S adalah bukan penduduk asli akan tetapi sudah lama tinggal di
kampung tersebut. ibu Y sering berinteraksi dengan tetangga yang dekat maupun
jauhHal ini di lakukan pagi dan sore hari bila tidak ada pekerjaan.
Yang merawat ibu Y adalah suami dan tetangga yang di anggap sebagai keluarga.
Bapak S tidak tahu bagaimana cara merawat ibu Y dan hanya di rawat apa adanya
saja. ibu Y tidak menpunyai tabungan yang dapat di gunakan pada sewaktu-waktu
dan biasanya keluarga menggunakan kartu SKTM pada saat berobat ke puskesmas.
1. 6. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi Keluarga
1. Peran Keluarga
Peran Bapak S adalah mencari nafkah, dan tugas dari ibu Y adalah merawat dan
menjaga ke dua anaknya, model peran lebih Dominan oleh bapak S. dan tidak
pernah terjadi komflik peran dalam keluarga.
Nilai dan norma keluarga yang berlaku pada keluarga ibu Y di sesuaikan dengan
nilai agama yang di anut dan norma yang berlaku di lingkungannya, melihat
keadaan penyakit ibu Y,keluarga tetap percaya bahwa penyakit yang di derita ibu
Y akan sembuh.
1. 7. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
1. Fungsi Sosialisasi
Keluarga Bapak S dan Ibu Y tidak mengetahui bahwa penyakit kusta itu menular
kepada anggota keluarga yang lain dan bapak S menganggap bahwa penyakit yang
di derita ibu Y hanya biasa-biasa saja.
Keluarga Bapak S tidak tahu cara merawat anggota keluarganya yang sakit. Yang
membantu merawat ibu Y adalah tetangga di samping rumah dan Ibu Y hanya di
rawat apa adanya.
Sejak 1 tahun yang lalu timbul bintik-bintik keputihan yang di sertai bengkak dan
gatal,namun Ibu Y membiarkan saja dan tetap bekerja seperti biasa.
1. Stress Jangka Panjang
Keluarga berharap agar Ibu Y segera sembuh dari penyakit yang diderita.
Keluarga sudah beradaptasi dengan keadaan Ibu Y Karena sudah berobat selama 9
bulan.
Keluarga ibu Y menerima keadaan ini apa adanya dan termotivasi untuk tetap
berobat agar penyakitnya segera sembuh.
Bila ada masalah Ibu Y tetap berdiskusi dengan keluarga,atau bertanya langsung
kepada suaminya untuk penyelesaian tentang masalahnya.
1. 9. Pemeriksaan Fisik Keluarga Bapak S
Pemeriksaan Fisik setiap anggota Keluarga Bapak S yang didapat saat kunjungan
yang ke dua dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Pemeriksaan
Bapak S Ibu Y An. A An. R
fisik
TTV TD :
130/80mmhg
ND : 80 x/menit
RR : 20 /xmenit
SB : 36 0 C
ND : 80x/menit
RR : 20x/menit
SB : 360 C
BB : 45 kgTD :
ND: 80x/menit
RR: 24x/menit
SB: 360 C
BB : 15 kgTD:
ND: 96x/menit
RR :28x/menit
SB : 360C
B. Klasifikasi Data
Data Subjektif dan Data Objektif yang didapat dari keluarga Bapak S pada
kunjungan ke Dua dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :
Data Subjektif dan Data Objektif yang didapat dari keluarga Bapak S pada
kunjungan ke Dua dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :
DS:
1. Ibu Y “mengatakan “ pada daerah kulit yang terjadi perubahan warna itu sudah
mati rasa
2. Ibu Y juga “ mengatakan “ tungkai atas dan bawah kadang-kadang keram dan tidak
terasa bila di tusuk dengan benda tajam.
DO :
1. Nampak bercak merah pada bagian tangan dan kaki yang mengkilat, daerah
punggung dan belakang terjadi perubahan warna atau bercak permukaan barbentuk
kering dan kasar dan berwarna putih abu-abu
DS :
1. ibu Y mengatakan pernah berhenti minum obat selama 3 bulan.
1. Ibu Y “mengatakan “ pada daerah kulit yang terjadi perubahan warna itu sudah
mati rasa
DO:
1. Nampak bercak merah pada bagian tangan dan kaki yang mengkilat, daerah
punggung dan belakang terjadi perubahan warna atau bercak permukaan barbentuk
kering dan kasar
1. Saat pengkajian awal di dapatkan data lingkungan rumah kotor, keadaan rumah
kurang bersih, tidak ada sekat untuk pembatas antara ruang tamu dengan
kamar,rumah tidak tertata dengan rapi
No
Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah :
Aktual313/3 x1= 1Ibu Y sudah lama sakit kurang lebih 1 tahun,Timbul bercak
kemerahan serta bengkak pada wajah, paha, punggung berwarna putih abu-abu dan
lengan tersebut hilang rasa raba .2.Kemungkinan masalah dapat di ubah :
Tinggi313/3 x 1= 1Kurang lebih 1 tahun ibu Y menderita penyakit kusta dan sudah
menjalani pengobatan selama 9 bulan (Dapzone dan Rif) yang di berikan oleh
petugas4Menonjolnya masalah :
No
Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah :
Cukup212/2x 1= 1Kurang lebih 1 tahun ibu Y menderita penyakit kusta dan sudah
menjalani pengobatan selama 9 bulan (Dapzone dan Rif) yang di berikan oleh
petugas.4Menonjolnya masalah :
No
Diagnosa Skoring
1. 6. INTERVENSI
Perencanaan pada keluarga Bapak S saat kunjungan Ke Tiga dapat di lihat pada Tabel di
bawah ini :
1. Jelaskan pada keluarga akibat lanjut apabila Kusta tidak di obati dengan
menggunakan lembar balik
2. Motivasi keluarga untuk menyebutkan pencegahan penyakit Kusta
3. BeriReincforment positif atas usaha yang telah dilakukan keluarga
1. Demonstrasikan pada keluarga tentang cara perawatan khusus pada tangan dan
kaki yang mati rasa
2. Agar keluarga bapak S mengetahui tentang penyakit kusta
Umum Khusus
verbal
Afektif
2. HE tentang pengobatan
4. Anjurkan agar tetap minum obat secara teratur yang di berikan petugas
kesehatan.
1. 7. IMPLEMENTASI
09.45
Wib
10.00
Wib
1. Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda-tanda luka yang
melepuh
2. Perlu di rendam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam
3. Keadaan basah di olesi minyak
4. Kulit yang tebal di gosok agar lurus dan sendi –sendi tidak kaku
5. Tangan mati rasa di lindungi dari panas,benda tajam, luka
1. Mendemonstrasikan cara untuk membuktikan bagian yang mati rasa pada Ibu Y
2. Mengkaji tanda-tanda vital
10.00 Wib
Hasil Akhir yang di dapat pada keluarga Bapak S pada hari ke Lima dapat di lihat
pada Tabel di bawah ini :
S:
1 1 Selasa10 juli 12.00
2012 Wib
A:
1. P:
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.
3. Motivasi keluarga merawat anggota keluaga yan sakit.
13.00 Wib
S:
O:
P:
1. Tekankan pada penderita untuk aktif dalam pengobatan.
1. 9. CATATAN PERKEMBANGAN
S:
1 Kamis 12 juli 1 16.00
2012
16.15
16.30
16.40
O:
A:
1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.
1. P :
2. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
3. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.
I:
R:–
CATATAN PERKEMBANGAN
S:
1 Jumat 13 juli 1 16.00
2012
16.15
16.30
16.40
A:
1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.
1. P :
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.
I:
R:–
CATATAN PERKEMBANGAN
S:
1 Sabtu 14 juli 1 16.00
2012
16.15
16.30
16.40
O:
A:
1. Ibu Y dapat menyebutkan penyakit kusta, penyebab serta tanda dan gejala.
2. Keluarga mampu menjelaskan cara perawatan.
1. P :
1. Ingatkan kembali hal-hal yang telah di diskusikan
2. Motivasi keluaraga untuk memriksa kesehatanya ke puskesmas.
I:
R:–
BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil
2. Pengkajian
Dari hasil pengkajian dan pengumpulan data informasi yang di lakukan pada hari
minggu tanggal 8 juli 2012 dengan menggunakan format pengkajian keluarga
Bapak S yang berdomisili di kelurahan dengan Kasus Penyakit Kusta Type kering
( PB ) pada Ibu Y.adapun data yang di dapatkan di lapangan sebagai berikut :
1. Data Subjektif
1. Ibu Y “ mengatakan “ penyakitnya menimbulkan bintik-bintik kemerahan,
bengkak di sertai gatal-gatal di bagian wajah, lengan, paha, punggung, keluhan ini
sudah lama di rasakan namun Ibu Y membiarkan saja tampa di obati karena
menganggap itu hanya alergi namun keluhan yang di rasakan Ibu Y semakin parah
dan memutuskan untuk berobat ke puskesmas dan di Diagnose oleh Dokter
menderita penyakit kusta
2. Bapak S mengatakan keluarga tidak mengenal masalah penyakit yang di derita ibu
Y keluargaa tidak tahu kalau penyakit tersebut menular.
1. Data Objektif
1. Timbul bintik-bintik kemerahan dan bengkak di sekitar wajah, hidung, dagu,
punggung dan lengan pada pemeriksan palpasi adanya penebalan pada daerah di
sekitar wajah, paha, punggung dan lengan serta kurangnya rasa raba pada daerah
bercak.
2. Saat pengkajian awal di dapatkan data lingkungan rumah kotor, keadaan rumah
kurang bersih, lantai kamar yang terbuat dari tanah, dan WC dalam keadaan kotor.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Intervensi
1. Implementasi
Adapun Imlpmentasi atau stimulasi yang di berikan pada keluarga Bapak S pada
Hari selasa, tanggal 10 Juli 2012 jam ( 09.00 sampai dengan selesai ) dan adapun
implementasi keperawatan yang di berikan pada Diagnosa pertama :
1. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan keluarga, evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga
dalam mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan Setiadi (
2008 ).Adapun hasil Evaluasi keseluruhan dengan menggunakan standar SOAP
yang penulis dapatkan pada tanggal 10 Juli 2012. keberhasilan rencana
keperawatan mengacu pada 5 tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu :
1. Keluarga bapak S mau dan akan merawat anggota keluarga yang sakit namun
karena kondisi dan sumber daya tidak memadai maka sepenuhnya tidak tercapai.
Hal tersebut di karenakan meski keluarga menunjukan sikap dan pemahamanya
dengan menjelaskan kembali pemahaman tentang cara perawatan penyakit kusta
belum mendukung teratasinya masalah perawatan penyakit kusta pada Ibu Y.
2. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
berhubungan dengan Regiment pengobatan tidak efektif. ini di sebabkan karena
ketidakmampuan biaya dan kurangnya imformasi tentang bahaya yang di
akibatkan oleh penyakit yang di derita Ibu Y. setelah di berikan penyuluhan
keluarga Bapak S berjanji akan selalu membawa Ibu Y untuk berobat ke
Puskesmas dan akan mengikuti saran yang di berikan.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian melalui Observasi, Wawancara, dan pemeriksaan fisik maka
di temukan data baik Subjektif maupun Objektif yang menyimpang dan menunjang
sehingga munculnya masalah Keperawatan keluarga pada keluarga Bapak S.
2. Dari data-data dan hasil skoring yang sudah terkumpul maka dapat di rumuskan
masalah selanjutnya menetapkan Diagnosa aktual yaitu :
1. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit (kusta)
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga dan sumber daya yang ada
dalam keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat berhubungan dengan Regiment pengobatan yang tidak efektif.
3. Perencanaan Keperawatan yang di buat oleh penulis meliputi prosedur dan
tindakan. dan pendidikan kesehatan kepada keluarga berupa pemberian penyuluhan
4. Implementasi Keperawatan yang di laksanakan sesuai dengan perencanaan yang
telah di susun.
5. Evaluasi Keperawatan yang di lakukan dari hasil pelaksanaan yaitu dapat
menjelaskan pengertian, serta cara penularannya dan mampu mendemontrasikan
cara perawatan kaki dan tangan yang mati rasa.
1. Saran
Berdasarkan Kesimpulan di atas maka beberapa saran yang di buat penulis adalah
sebagai berikut :
1. Di harapkan kepada pasien agar selalu meminum obat secara teratur, dan menjaga
kebersihan dan perawatan pada kulit yang mengalami luka dan selalu control ke
puskesmas
2. Di harapkan pada keluarga agar selalu memperhatikan keluarga yang sakit,
mengawasi meminum obat, serta member dorongan moral dan spiritual.
3. Di harapan kepada masyarakat agar tidak menjauhi penderita kusta dan
menjelaskan kepada masyarakat bahwa penyakit Kusta dapat di sembuhkan bila di
obati secara teratur.
4. Kepada tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan individu yang menderita
kusta yaitu dengan melakukan kunjungan ke rumah secara rutin dan memberi
dorongan dan pengertian pada klien bahwa kusta dapat di sembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Mubarak Wahit et all, ilmu keperawatan komunitas 2, EGC. Jakarta : 2006