PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih tingginya
penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit degeneratif. Terdapat banyak teori
tentang proses penuaan yang berkontribusi dengan munculnya penyakit
degeneratif. Penyakit degeneratif umumnya terjadi pada usia lanjut seiring
kemunduran fungsi sel tubuhnya. Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi
adalah keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah
tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (32,99%). (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau
metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan bahwa 90% dari asam
urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan
ksantin oksidase (Shamley, 2005). Produksi yang berlebihan, berkurangnya
eksresi asam urat, atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan kenaikan kadar
asam urat dalam darah yang disebut hiperurisemia (Qazi dan Lohr, 2010).
Prevalensi gout dan hiperurisemia meningkat selama beberapa dekade
karena berbagai faktor. Ketika dikelompokkan berdasarkan usia, ada peningkatan
prevalensi pada kelompok diatas usia 65 tahun pada perempuan maupun laki-laki.
Dalam usia yang lebih muda dari 65 tahun, laki-laki memiliki prevalensi 4 kali
lebih tinggi daripada wanita (rasio 4:1), tetapi dalam kelompok usia yang lebih tua
(> 65 tahun), kesenjangan gender menyempit menjadi 1 wanita berbanding 3 laki-
laki dengan gout dan/atau hiperurisemia (rasio 3:1) (Wallace et al. 2004).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antihiperurisemia adalah
melinjo (Gnetum gnemon). Buah melinjo dikenal sebagai salah satu sumber
pangan yang tinggi purin, namun diduga kulit buah melinjo memiliki senyawa
bioaktif yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. (Darminto 2010),
Melinjo merupakan tanaman asli Indo-Malaya yang sering ditemukan di
daerah kering dan hutan basah, khususnya di Indonesia. Tanaman melinjo lebih
dikenal sebagai penyebab naiknya kadar asam urat darah oleh kebanyakan
masyarakat. Kandungan purin yang cukup tinggi pada biji melinjo dapat
menyebabkan peningkatan produksi asam urat yang memicu terjadinya radang
sendi kronis. Hal ini menyebabkan banyak orang enggan mengkonsumsi
melinjo(Kato et al. 2011).
Penelitian mengenai berbagai manfaat dari bagian-bagian tanaman melinjo
telah banyak dilakukan, seperti daun melinjo, kulit buah melinjo dan biji melinjo.
Menurut Wulandari (2012), ekstrak etanol kulit melinjo memiliki daya inhibisi
aktivitas xantin oksidase pada konsentrasi 100 ppm setara dengan pemberian
allopurinol 19.9 ppm. Kulit melinjo yang memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas
xantin oksidase terbesar dalam penelitian Wulandari (2012) adalah ekstrak etanol
kulit melinjo muda mentah dan direbus. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan
sebagai acuan dalam melakukan penelitian lanjutan secara in vivo
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT TANAMAN
MELINJO (Gnetum gnemon L.) UNTUK MENURUNKAN KADAR ASAM
URAT DALAM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN (Spargue dawlay )
DIBANDINGKAN DENGAN PENGUNAAN OBAT ALLUPURINOL
DITINJAU MENURUT PANDANGAN ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dapat
dirumuskan adalah seberapa efektif penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
tikus putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ditinjau menurut pandangan islam?
C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ekstrak etanol kult tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.)
berpengaruh dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah ?
2. Perbandingan efektifitas penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah tikus
putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ?
3. Bagaimna pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan ektarak
etanol kulit tanaman melinjo ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh ektarak etanol kulit tanaman Melinjo (Gnetum
gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit putih
jantan.
2. Untuk mengetahui Seberapa besar efektivitas peggunaan ektarak etanol kulit
tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan
pengunaan obat allupurinol menurut pandangan islam.
3. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan
ektarak etanol kulit tanaman melinjo .
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang
efektivitas pengobatan dengan menggunakan ektarak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit
putih jantan dibandingkan dengan pengunaan obat allupurinol.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka dan literatur
bagi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian
lain mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
mencit putih jantan .
4. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa
fakultas kedokteran mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol
kulit tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan melalui
ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh glomerolus
dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Asam urat juga dapat dikeluarkan
lewat intestinal, hal ini terjadi karena penurunan jumlah bakteri, dalam hal ini
disebut urikolisis namun hanya dikeluarkan dalam jumlah yang sangat sedikit
(Gaw, 2005).
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai
normal. Asam urat dibentuk oleh metabolisme purin pada pKa 5,35
dengan reaksi : asam urat l urat –
+ H+. Bentuk ion dari asam urat
banyak terdapat dalam plasma, cairan ekstraseluler dan cairan sinovial.
Kurang lebih 98% urat terdapat dalam bentuk monosodium urat pada pH 7,4.
Monosodium urat mudah disaring secara ultrafilter dan dianalisis dari plasma.
Plasma penuh dengan monosodium urat pada konsentrasi 415 Pmol/L (6,8
mg/dl) pada suhu 37 oC. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, plasma yang
penuh monosodium urat berpotensi membentuk endapan kristal urat. Asam
urat lebih larut dalam urin daripada dalam air karena adanya urea, protein dan
mukopolisakarida (Wortmann, 1998).
Hiperurisemia terjadi jika kadar urat dalam darah lebih dari 0,55
mMol/L (9,0 mg/100 ml). Oleh karena itu, hiperurisemia diatas 0,55 mMol/l
cukup serius untuk diobati. Konsentrasi urat yang tinggi dalam urin mudah
menyebabkan kristal urat yang dapat membentuk batu ginjal urat. Demikian
juga, kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan pengendapan
kristal urat di jaringan lunak, terutama sendi. Sindrom klinis ini disebut gout
(Sacher dan McPherson, 2004).
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor- faktor
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme, yaitu:
1) Peningkatan produksi asam urat
Hal ini bisa terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang
kaya purin (banyak mengandung protein) (jeroan,daging,ikan,dan biji
bijian) , obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses
hemolitik, psoriasis, dll.
2) Penurunan ekskresi asam urat
Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab
hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain : idiopatik
primer, insufusiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus,
hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan obat- obatan
seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik, alkohol, levodopa, ethambutol,
pirazinamid, dll.
3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut
Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-
fosfat aldosi, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998).
Adapun proses penyaringan urat di tubulus proksimal ginjal dilakukan
dengan tiga proses terpisah yang meliputi :
1) Reabsorbsi sebagian besar hasil saringan urat di awal tubulus
proksimal sekitar 98% - 100%.
2) Sekresi tubular melalui jalur anion organik pada tengah tubulus
proksimal dengan jumlah normal sekitar 50% beban saringan.
3) Reabsorbsi post sekresi pada sebagian besar asamurat pada akhir
tubulus proksimal sehingga jumlah yang diekskresikan keluar bersama
urin sebanyak 8 – 12%.
2.1.3 Klasifikasi
Hiperurisemia Peningkatan asam urat dalam darah disebut dengan
hiperurisemia dapat dibedakan berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
a. Berdasarkan penyebabnya Berdasarkan penyebabnya hiperurisemia dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
1. Hiperurisemia primer
Hiperurisemia primer atau dapat pula disebut sebagai hiperurisemia dalam
arti sempit berkaitan dengan gangguan metabolisme purin turunan yang
berlangsung kronik dengan disertai peningkatan pool asam urat dalam
organisme serta pengendapan dan penyimpanan asam urat atau urat dalam
jaringan mesenkhim, jaringan yang kaya akan kolagen dan jaringan yang kaya
akan mikopolisakarida dan arthritis berulang yang akhirnya menjadi kronik
yang menyebabkan deformasi. Dalam hal ini mungkin :
1.1. Pembentukan asam urat dalam metabolisme antara dipertinggi. Pada
peningkatan pembentukan asam urat maka resintesis nukleotida purin dari
basa purin diperkecil – hipoksantin dan guanin dengan demikian lebih
banyak diuraikan menjadi asam urat – atau mekanisme umpan balik
negatif pada sintesis purin ditadakan sehingga purin lebih banyak
dibentuk.
1.2. Eliminasi asam urat melalui ginjal diganggu Gangguan eliminasi asam urat
melalui ginjal disebabkan oleh menurunnya sekresi asam urat ke dalam
tubuli ginjal.
2. Hiperurisemia sekunder
Hiperurisemia terjadi akibat pembentukan urat yang berlebihan setelah
perputaran massif asam nukleat atau akibat gangguan 19 ginjal yang dapat
menurunkan ekskresi asam urat (Saches dan McPherson, 2000).
Hiperurisemia sekunder terjadi sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang
disertai peningkatan pembentukan dan penguraian nukleoprotein. Yang
termasuk di sini antara lain leukemia myelomik dan polisitemia.
..
2.3 Kerangka teori
Nukleosida Purin
Adenosin
Guanosin
Adenosin Deaminase
Hipoxantin
Guanase
Kulit Melinjo
Xantin Oksidase
Xantin Ekstrak
Ginjal
Xantin Oksidase
Allupurinol
Rebusan
(------) (------)
Asam Urat
2.5 Hipotesis
1. H0: Pemberian ekstra kulit melinjo (Gnetum gnemon) tidak memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
2. H1: Pemberian ekstrak kulit melinjo (Gnetum gnemon) memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
2.6 Definisi Oprasional
variabel definisi Alat ukur Hasil ukur Jenis variabel
Ekstak Bagian yang Timbangan Pada penelitian Numerik
kuit digunakan adalah (gr) ini mencit diberi
melinjo kulit pakan ekstrak
kuit melinjo
sebanyak
150,200,250
mg/kgBB
(Suhendi, 2011)
Kadar Pada penelitian ini Klasifikasi Asam urat Numerik
asam urat fraksi asam urat (mg/dL) Diinginkan 1,7 –
darah diketahui 3,0mg/dL
dari pemeriksaan (Hamzah, 2014)
darah mencit.
Darah diambil dari
ekor mencit.
allupurinol Adalah obat yang Klasifikasi Pada penelitian Numerik
termasuk dalam (mg/dL) ini mencit diberi
golongan alupurinol
penghambat sebanyak 5,4mg/
xantin oksidase 200gBB
(Wulandari,
Subandi dan
Munthalib, 2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.4 Sampel
Penelitian ini dilakukan pada hewan uji tikus putih jantan (Spargue dawlay).
Besar sampel minimal menggunakan rumus dari Frederer(38) dengan rumus sebagai
berikut:
( n-1) (t-1) ≥ 15
Keterangan:
n = jumlah pengulangan
t = jumlah perlakuan, penelitian ini menggunakan 5 perlakuan
(n – 1) (5 – 1) ≥ 15 ; t = 5
(n – 1) (4) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4, 75 ; Maka nilai n dibulatkan menjadi 5 Dari kalkulasi di atas,
didapatkan jumlah pengulangan pada penelitian ini adalah 5 untuk masing – masing
kelompok, maka jumlah total pada penelitian ini adalah 25 ekor hewan uji. Kemungkinan
tikus drop out selama penelitian dapat terjadi, maka perlu ditambahakan 2 tikus pada
masing-masing kelompok. Hewan uji yang dipilih adalah tikus putih jantan (Spargue
dawlay) sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi: Tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar
Umur 3- 4 bulan dengan Berat badan 150-250 gram
Kondisi sehat (aktif dan tidak cacat)
2) Kriteria eksklusi: Tikus sakit
3.5 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: timbangan
hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde lambung,
hotplate (Wiggen Hauser), blender, magnetic stirrer, destiller, oven, timbangan analitik
(Wiggen Hauser), holder, Alat Pemeriksa Glucose, Cholesterol, Uric acid (GCU) Nesco
Multi Check portabel, rotary evaporator (Heildolph), kertas saring, kapas, kamera,
timbangan hewan (Mettler Toledo), timbangan analitik (Mettler Toledo), dan alat-alat
gelas (Iwaki pyrex).
3.6 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Spargue
dawlay), ekstrak etanol daun salam, allopurinol, etanol 70%, Na CMC (Brataco), darah
hewan uji, pakan jus hati ayam dan air minum.
3.7 Identifikasi Variabel
1) Variabel bebas Ekstrak daun salam adalah jumlah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksikan zat aktif dari tanaman daun salam menggunakan pelarut
yang sesuai yaitu etanol 70%. Dosis ekstrak daun salam yang diberikan pada hewan
uji adalah dosis yang sesuai dengan penelitian Restusari dkk (2014) yaitu, 150 mg/kg
BB, 200 mg/kg BB, dan 250 mg/kg BB. (16) Ekstrak akan dicairkan menggunakan
larutan aquades dan diberikan melalui mulut menggunakan sonde lambung. Cara
penentuan dosis ekstrak daun salam dilakukan dengan cara mengklasifikasikan dosis
berdasarkan klasifikasi rendah, sedang dan tinggi, yaitu: Dosis I = 150 mg/kg BB = 30
mg/200 g BB Dosis II = 200 mg/kg BB = 40 mg/200 g BB Dosis III = 250 mg/kg BB
= 50 mg/200 g BB(16)
2) Variabel terikat Hiperurisemia didefinisikan sebagai kenaikan kadar asam urat yang
mencapai ≥ 6,8 mg/dL pada manusia. Pada tikus dikatakan hiperurisemia bila kadar
asam urat darahnya 1,7 – 3,0 mg/dL. (38) Pemeriksaan asam urat dilakukan dengan
alat Glucose, Cholesterol, Uric acid (GCU) Nesco Multi Check portabel dengan
menggunakan strip sekali pakai. Tes ini menggunakan oksidasi asam urat yang
dideteksi oleh teknologi biologi sensor.
3) Variabel kendali a. Berat badan hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 150-250 gram. b. Makanan hewan uji Selama masa aklimatisasi
dan perlakuan hewan uji diberikan pakan pelet dan aquades. c. Umur hewan uji Pada
penelitian ini hewan uji yang digunakan berumur 3-4 bulan
22
ketika darah masuk kedalam strip. Hasil ukur asam urat akan dinyatakan dalam satuan
mg/dL.
23
3.10 Alur Penelitian
Diagram Alur Penelitian
Randomisasi
Hari Ke-28
Hewan Uji yang tidak Hewan Uji yang mengalami
Pemeriksaan Kadar Asam Urat ( Postes)
mengalami Hiperurisemia Hiperurisemia
Tahun 2018-2019
Penyusunan
proposal
Pengumpulan
data
Pengambilan
sampel
Pengolahan
data dan
analisis data
Penyusunan
laporan skripsi
Ujian skripsi
DAFTAR PUSTAKA
25
Anonim, 2007, Data Pasien Asam Urat di RSCM (on line),
(http//www.depkes.go.id). Diakses 12 Februari 2007
Kato, E., Tokunaga, Y., Sakan, F. (2009). Stilbenoids isolated from the seeds of
Melinjo (Gnetum gnemon L.) and their biological activity. J Agric Food
Chem. 2009 Mar 25;57(6):2544-9
Qazi, Y., dan Lohr, J. W. (2010). Hyperuricemia. Medscape Drugs & Diseases.
Diakses tanggal 19 Maret 2015, dari
http://emedicine.medscape.com/article/241767-overview
Rodwell, V. W. (2003). Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin - Biokimia
Herper 25th ed. Hartono, A., (Trans). Jakarta: ECG. (Original work
published 2002). 366-380
26
Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, Sutrisna, E. M. (2011). Aktivitas
antihiperurisemia ekstrak air jinten hitam (Coleus ambonicusLour) pada
mencit jantan galur balb-c dan standardisasinya. Majalah Farmasi
Indonesia.22 (2), 77 – 84
Tjay, T.H., dan Raharja., 2002, Obat – Obat Penting. Khasiat, Penggunaan dan
Efek–efek Sampingnya, edisi V, Cetakan ke-2, Penerbit PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1
ANGGARAN PENELITIAN
27
Bahan Jumlah Harga
Tikus 25 ekor Rp625.000,-
Sonde oral tikus 6 buah Rp 288.000,-
Makanan tikus 20 kg Rp 240.000,-
Sarung Tangan 1 kotak Rp 55.000,-
Masker 1 kotak Rp 25.000,-
Spuit 1 cc 3 buah Rp 9.000,-
Spuit 3 cc 3 buah Rp 9.000,-
Spuit 10 cc 5 buah Rp 20.000,-
Tabung EDTA 1 box Rp 130.000,-
Xantin Rp 2.100.000,-
Kalium Oksonat Rp 1.600.000,-
Total Rp 5.101.000,-
28
LamPiran 2
BIODATA PENELITI
Alamat rumah :
Riwayat Pendidikan:
29