Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih tingginya
penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit degeneratif. Terdapat banyak teori
tentang proses penuaan yang berkontribusi dengan munculnya penyakit
degeneratif. Penyakit degeneratif umumnya terjadi pada usia lanjut seiring
kemunduran fungsi sel tubuhnya. Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi
adalah keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah
tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (32,99%). (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau
metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penyelidikan bahwa 90% dari asam
urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan
ksantin oksidase (Shamley, 2005). Produksi yang berlebihan, berkurangnya
eksresi asam urat, atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan kenaikan kadar
asam urat dalam darah yang disebut hiperurisemia (Qazi dan Lohr, 2010).
Prevalensi gout dan hiperurisemia meningkat selama beberapa dekade
karena berbagai faktor. Ketika dikelompokkan berdasarkan usia, ada peningkatan
prevalensi pada kelompok diatas usia 65 tahun pada perempuan maupun laki-laki.
Dalam usia yang lebih muda dari 65 tahun, laki-laki memiliki prevalensi 4 kali
lebih tinggi daripada wanita (rasio 4:1), tetapi dalam kelompok usia yang lebih tua
(> 65 tahun), kesenjangan gender menyempit menjadi 1 wanita berbanding 3 laki-
laki dengan gout dan/atau hiperurisemia (rasio 3:1) (Wallace et al. 2004).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antihiperurisemia adalah
melinjo (Gnetum gnemon). Buah melinjo dikenal sebagai salah satu sumber
pangan yang tinggi purin, namun diduga kulit buah melinjo memiliki senyawa
bioaktif yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. (Darminto 2010),
Melinjo merupakan tanaman asli Indo-Malaya yang sering ditemukan di
daerah kering dan hutan basah, khususnya di Indonesia. Tanaman melinjo lebih
dikenal sebagai penyebab naiknya kadar asam urat darah oleh kebanyakan
masyarakat. Kandungan purin yang cukup tinggi pada biji melinjo dapat
menyebabkan peningkatan produksi asam urat yang memicu terjadinya radang
sendi kronis. Hal ini menyebabkan banyak orang enggan mengkonsumsi
melinjo(Kato et al. 2011).
Penelitian mengenai berbagai manfaat dari bagian-bagian tanaman melinjo
telah banyak dilakukan, seperti daun melinjo, kulit buah melinjo dan biji melinjo.
Menurut Wulandari (2012), ekstrak etanol kulit melinjo memiliki daya inhibisi
aktivitas xantin oksidase pada konsentrasi 100 ppm setara dengan pemberian
allopurinol 19.9 ppm. Kulit melinjo yang memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas
xantin oksidase terbesar dalam penelitian Wulandari (2012) adalah ekstrak etanol
kulit melinjo muda mentah dan direbus. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan
sebagai acuan dalam melakukan penelitian lanjutan secara in vivo
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT TANAMAN
MELINJO (Gnetum gnemon L.) UNTUK MENURUNKAN KADAR ASAM
URAT DALAM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN (Spargue dawlay )
DIBANDINGKAN DENGAN PENGUNAAN OBAT ALLUPURINOL
DITINJAU MENURUT PANDANGAN ISLAM”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dapat
dirumuskan adalah seberapa efektif penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
tikus putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ditinjau menurut pandangan islam?

C. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ekstrak etanol kult tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.)
berpengaruh dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah ?
2. Perbandingan efektifitas penggunaan ekstrak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah tikus
putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan pengunaan obat
allupurinol ?
3. Bagaimna pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan ektarak
etanol kulit tanaman melinjo ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh ektarak etanol kulit tanaman Melinjo (Gnetum
gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit putih
jantan.
2. Untuk mengetahui Seberapa besar efektivitas peggunaan ektarak etanol kulit
tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan (Spargue dawlay) dibandingkan dengan
pengunaan obat allupurinol menurut pandangan islam.
3. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai pengobatan mengunakan
ektarak etanol kulit tanaman melinjo .

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang
efektivitas pengobatan dengan menggunakan ektarak etanol kulit tanaman Melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit
putih jantan dibandingkan dengan pengunaan obat allupurinol.

2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka dan literatur
bagi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian
lain mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol kulit tanaman
Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah
mencit putih jantan .

4. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mahasiswa
fakultas kedokteran mengenai pengobatan alternatif menggunakan ektarak etanol
kulit tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat
dalam darah mencit putih jantan .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Asam Urat (Gout Artritis)


2.1.1 Pengertian Asam Urat (Gout Artritis)
Asam urat (gout artritis) merupakan suatu penyakit yang diakibatkan kadar
purin dalam darah meningkat, kondisi beberapa tahun terakhir ini semakin banyak
orang yang dinyatakan menderita penyakit tersebut (penyakit degeneratif).
Penyakit asam urat cenderung diderita pada usia yang semakin muda. Penderita
paling banyak pada golongan usia 30-50 tahun yang tergolong usia produktif
(Krisnatuti dan Rina, 2006).
Sebenarnya yang di maksud dengan asam urat adalah asam yang berbentuk
kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan
nukleo protein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti
sel-sel tubuh. Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada
semua makanan dari sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-
kacangan) ataupun hewan (daging, jeroan, ikan sarden).
Menurut penelitian Laboratorium seseorang dikatakan menderita asam urat
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukan kadar asam urat
dalam darah di atas 7 mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita. Sedangkan nilai
rujukan kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu: 3.6 - 8.2 mg/dl
sedangkan pada perempuan yaitu 2.3 - 6.1 mg/dl(Schumacher dan Baker, 2010).

2.1.2 Etiologi
Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan melalui
ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh glomerolus
dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Asam urat juga dapat dikeluarkan
lewat intestinal, hal ini terjadi karena penurunan jumlah bakteri, dalam hal ini
disebut urikolisis namun hanya dikeluarkan dalam jumlah yang sangat sedikit
(Gaw, 2005).
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai
normal. Asam urat dibentuk oleh metabolisme purin pada pKa 5,35
dengan reaksi : asam urat l urat –
+ H+. Bentuk ion dari asam urat
banyak terdapat dalam plasma, cairan ekstraseluler dan cairan sinovial.
Kurang lebih 98% urat terdapat dalam bentuk monosodium urat pada pH 7,4.
Monosodium urat mudah disaring secara ultrafilter dan dianalisis dari plasma.
Plasma penuh dengan monosodium urat pada konsentrasi 415 Pmol/L (6,8
mg/dl) pada suhu 37 oC. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, plasma yang
penuh monosodium urat berpotensi membentuk endapan kristal urat. Asam
urat lebih larut dalam urin daripada dalam air karena adanya urea, protein dan
mukopolisakarida (Wortmann, 1998).
Hiperurisemia terjadi jika kadar urat dalam darah lebih dari 0,55
mMol/L (9,0 mg/100 ml). Oleh karena itu, hiperurisemia diatas 0,55 mMol/l
cukup serius untuk diobati. Konsentrasi urat yang tinggi dalam urin mudah
menyebabkan kristal urat yang dapat membentuk batu ginjal urat. Demikian
juga, kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan pengendapan
kristal urat di jaringan lunak, terutama sendi. Sindrom klinis ini disebut gout
(Sacher dan McPherson, 2004).
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor- faktor
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme, yaitu:
1) Peningkatan produksi asam urat
Hal ini bisa terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang
kaya purin (banyak mengandung protein) (jeroan,daging,ikan,dan biji
bijian) , obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses
hemolitik, psoriasis, dll.
2) Penurunan ekskresi asam urat
Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab
hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain : idiopatik
primer, insufusiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus,
hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan obat- obatan
seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik, alkohol, levodopa, ethambutol,
pirazinamid, dll.
3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut
Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-
fosfat aldosi, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998).
Adapun proses penyaringan urat di tubulus proksimal ginjal dilakukan
dengan tiga proses terpisah yang meliputi :
1) Reabsorbsi sebagian besar hasil saringan urat di awal tubulus
proksimal sekitar 98% - 100%.
2) Sekresi tubular melalui jalur anion organik pada tengah tubulus
proksimal dengan jumlah normal sekitar 50% beban saringan.
3) Reabsorbsi post sekresi pada sebagian besar asamurat pada akhir
tubulus proksimal sehingga jumlah yang diekskresikan keluar bersama
urin sebanyak 8 – 12%.

2.1.3 Klasifikasi
Hiperurisemia Peningkatan asam urat dalam darah disebut dengan
hiperurisemia dapat dibedakan berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
a. Berdasarkan penyebabnya Berdasarkan penyebabnya hiperurisemia dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
1. Hiperurisemia primer
Hiperurisemia primer atau dapat pula disebut sebagai hiperurisemia dalam
arti sempit berkaitan dengan gangguan metabolisme purin turunan yang
berlangsung kronik dengan disertai peningkatan pool asam urat dalam
organisme serta pengendapan dan penyimpanan asam urat atau urat dalam
jaringan mesenkhim, jaringan yang kaya akan kolagen dan jaringan yang kaya
akan mikopolisakarida dan arthritis berulang yang akhirnya menjadi kronik
yang menyebabkan deformasi. Dalam hal ini mungkin :
1.1. Pembentukan asam urat dalam metabolisme antara dipertinggi. Pada
peningkatan pembentukan asam urat maka resintesis nukleotida purin dari
basa purin diperkecil – hipoksantin dan guanin dengan demikian lebih
banyak diuraikan menjadi asam urat – atau mekanisme umpan balik
negatif pada sintesis purin ditadakan sehingga purin lebih banyak
dibentuk.
1.2. Eliminasi asam urat melalui ginjal diganggu Gangguan eliminasi asam urat
melalui ginjal disebabkan oleh menurunnya sekresi asam urat ke dalam
tubuli ginjal.
2. Hiperurisemia sekunder
Hiperurisemia terjadi akibat pembentukan urat yang berlebihan setelah
perputaran massif asam nukleat atau akibat gangguan 19 ginjal yang dapat
menurunkan ekskresi asam urat (Saches dan McPherson, 2000).
Hiperurisemia sekunder terjadi sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang
disertai peningkatan pembentukan dan penguraian nukleoprotein. Yang
termasuk di sini antara lain leukemia myelomik dan polisitemia.

b. Berdasarkan gejala klinisnya


1. Serangan hiperurisemia akut Serangan hiperurisemia akut yaitu arthritis
hiperurisemia akut terjadi mendadak dan memang sering pada malam hari.
Yang terlibat seringkali adalah ibu jari kaki, kadang-kadang reaksi meradang
ditemukan pada sendi-sendi jari sendi-sendi tangan. Serangan akut terjadi
karena mengendapnya kristal asam urat dalam jaringan yang metabolismenya
kurang dan kemudian difagositosis oleh leukosit.
2. Interval bebas gejala Dalam fase ini jika tanpa penanganan, gejala menurun
baru setalah beberapa hari. Selang tanpa gejala dapat berlangsung berminggu-
minggu sampai bertahun-tahun.
3. Fase hiperurisemia kronik Dalam fase hiprurisemia kronik, intensitas
serangan lebih rendah, walupun demikian jarang terjadi bebas secara
sempurna. Umumnya ditemukan penyimpanan asam urat pada rumah siput
telinga, tangan atau kaki (yang disebut tophi). (Mutschler, 1991).
2.1.4 Purin
Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang berbentuk
nukleotida. Nukleotida mempunyai peranan dalam berbagai proses biokimia
di dalam tubuh. Peranan nukleotida tersebut sangat penting dalam menjadi
penyandi asam nukleat yang bersifat esensial dalam pemeliharaan dan
pemindahan informasi genetik (Lehninger, 1991). Nukleotida yang paling
dikenal karena peranannya adalah nukleotida purin dan pirimidin. Kedua
nukleotida ini berfungsi sebagai pembentuk asam ribonukleat (RNA) dan
asam deoksiribonukleat (DNA).

2.1.5 Katabolisme Purin / Pembentukan Asam Urat


Asam urat terbentuk dari hasil metabolisme ikatan yang mengandung
nitrogen yang terdapat dalam asam nukleat yang disebut purin. Menurut
alasan yang disapat dari penyelidikan pada manusia dengan defisiensi enzim
yang herediter, ternyata bahwa lebih dari 99% dari asam urat berasal dari
substrat purin nukleotida fosforilase. Produk purin dari purin nukleotida
fosforilase adalah guanin dan hipoksantin yang diubah menjadi asam urat
melalui ksantin dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim guanase dan ksantin
oksidase.Adapun jalur pembentukan asam urat dapat terjadi melalui tiga jalur,
yaitu sebagai berikut:
1) Sintesis purin de novo dan jalur penyelamatan.
2) Metabolisme DNA, RNA dan molekul yang terdapat dalam seperti ATP.
3) Pemecahan asam nukleat dari/diet makanan (Gaw, 2005).
Manusia mengubah nukleosida purin yang utama yaitu adenosin dan
guanin menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Adenosin
pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin
deaminase. Fosforilase ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang
dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan melepaskan senyawa
ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoksantin dan guanin selanjutnya
membentuk ksantin dalam reaksi yang dikatalisasi masing- masing oleh enzim
ksantin oksidase dan guanase. Kemudian ksantin teroksidasi menjadi asam
urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim ksantin oksidase.
Dengan demikian, ksantin oksidase merupakan tempat yang essensial untuk
intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout.
Adapun mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dapat dilihat pada
gambar 1.
Aktivitas ksantin oksidase merupakan tempat penting bagi intervensi
farmakologi pada penderita dengan hiperurisemia dan penyakit pirai (gout).
Pada primata rendah dan mamalia lainnya, enzim urat-oksidase (urikase)
bertanggung jawab untuk hidrolisis asam urat menjadi allantoin (Schunack
dan Mayer, 1990).

Gambar 1. Pembentukan Asam Urat dari Nukleosida Purin Melalui Basa


Purin Hipoksantin, Ksantin dan Guanin (Rodwell, 1997)
2.1.6 Pengobatan
Pengobatan gout dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam urat
melalui kemih atau dengan menurunkan prekursor konversi xantin dan hipoxantin
menjadi asam urat (Katzung dan Trevor, 1994). Tujuan dari pengobatan gout
adalah untuk mengakhiri serangan akut, menghindari serangan berulang, dan
menghindari komplikasi dari tumpukan kristal urat di jaringan. Terapi non
farmakologi dapat disarankan bagi penderita dengan mengurangi masukan
makanan tinggi purin, menghindari alkohol, dan mengurangi berat badan jika
terdapat obesitas (Weels et al., 2003). Terapi farmakologi untuk pengobatan
penyakit gout ada dua macam yaitu:
a) Terapi dengan obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya
kolkisin, fenilbutason, oksifenbutason, dan indometasin (Wilmana, 1995).
Kolkisin memiliki khasiat antiradang dan analgetik yang spesifik untuk
encok dengan efek cepat dalam 0,5-2 jam pada serangan akut (Tjay dan
Rahardja, 2002).
b) Terapi dengan obat yang mempengaruhi kadar asam urat meliputi
golongan obat urikosurik dan urikostatik (Wilmana, 1995). Obat-obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfonpirazon juga menurunkan kadar urat
dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin.
Mekanisme kerja urikosurik adalah melalui hambatan reabsorpsi kembali
urat dalam tubuli ginjal, sehingga ekskresinya dipertinggi (Tjay dan
Rahardja, 2002). Obat urikostatik yang umum digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat darah yaitu allopurinol. Mekanisme dari obat ini adalah
melalui penghambatan enzim xantin oksidase, sehingga kadar asam urat
dalam serum menurun tanpa menyebabkan beban ekskresi pada ginjal
(Sacher dan McPherson, 2004).
2.2 Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.)
2.2.1 Kandungan Kimia Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon L.) Uji
Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Melinjo
Banyak sekali penelitian terkini terkait dengan inhibitor xantin oksidase.
Dilaporkan bahwa polifenol salah satu inhibitor xantin oksidase (Constantino
dalam Azmi, 2012: 160). Beberapa senyawa dari golongan flavonoid juga
memiliki aktivitas inhibisi yang cukup tinggi. Tingkat inhibisinya tergantung
oleh posisi gugus hidroksil dalam kerangka dasarnya. Baikalein, kaemferol,
morin, kuersetin, fisetin, mirisetin, krisin, apigenin, galangin dan yang paling
besar daya inibisinya adalah luteolin (Cos dkk., 1998: 74). Proses perebusan
juga mempengaruhi jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol.
Peningkatan kadar senyawa tersebut kemungkinan disebabkan oleh perebusan
mengakibatkan rusaknya jaringan dan dinding sel pecah sehingga banyak
senyawa yang keluar dan mudah terekstrak . Sedangkan adanya penurunan
kadar kemungkinan senyawa dalam ekstrak bersifat tidak tahan panas.
Tabel Hasil Uji Fitokimia Berbagai Ekstrak Etanol
Golongan Hasil Uji
Senyawa Tua Mentah Tua Rebus Muda Mentah Muda Rebus
Flavonoid +++ ++ +++ ++
Saponin + +++ + ++
+
Tanin - - - -
Polifenol + +++ + ++
+ + +
Alkaloid
-Mayer + ++ + ++
+
-Wagner + +++ + ++
+ +
Uji penegasan
-Mayer + ++ + +
-Dragendorff +++ +++ +++ ++
+
*) Semakin banyak tanda (+) semakin banyak senyawa terdapat dalam sampel
secara kualitatif

Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman melinjo antara lain :


a. Antioksidan
Antioksidan merupakan zat yang mampu meperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Pada
biji melinjo mengandung antioksidan tinggi yang setara dengan vitamin C.
Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi tinggi, yaitu 9-10 % dalam
setiap biji melinjo. Protein utamanya didominasi jenis berukuran 30 kilo Dalton
yang efektif untuk menghabiskan radikal bebas, penyebab berbagai macam
penyakit (Siregar et al., 2009).
b. Flavonoid
Flavonoid tersebar luas di alam, terutama dalam tumbuhan tingkat tinggi
dan jaringan muda. Sekitar 5–10% metabolit sekunder tumbuhan adalah
flavonoid. Flavonoid merupakan grup senyawa alami dengan ragam struktur
fenolat yang dapat ditemukan pada buah, sayuran, gandum, batang, akar, cabang,
bunga, teh, dan anggur (Middleton 1998). Flavonoid mempunyai kerangka dasar
yang terdiri atas 15 atom karbon dengan 2 cincin benzena terikat pada suatu rantai
propana membentuk susunan C6-C3-C6 (Gambar 4). Susunan tersebut dapat
menghasilkan 3 struktur, yaitu 1,3-diaril propana (flavonoid), 1,2-diarilpropana
(isoflavonoid), dan 1,1-diarilpropana (neoflavonoid) (Markham 1988).
Flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan daya tarik sejumlah
peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang berpotensi mengobati
penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Flavonoid juga penghambat efektif
dari beberapa enzim termasuk XO, siklooksigenase, dan lipooksigenase
(Ruangrungsi et al. 1981; Hoorn et al. 2002; Hayashi et al. 1988).
Flavonoid berpotensi dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit gout dan
ischemia dengan cara menurunkan konsentrasi asam urat dan penangkapan
aktivitas superoksida dalam jaringan manusia (Cotelle et al. 1992). Flavon
memiliki aktivitas inhibisi lebih kuat dibandingkan flavonol. Senyawa krisin,
apigenin, luteolin, galangin, kaempferol, dan quarsetin memiliki aktivitas
penghambat XO dan senyawa yang memiliki aktivitas inhibisi paling kuat adalah
senyawa luteolin (Cos et al. 1998)
c. Saponin
Saponin adalah glikosida yang dihidrolisis menghasilkan aglikon yang
disebut sapogenin yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan.
Menurut aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu steroid dan
triterpen saponin. Kedua macam senyawa tersebut mempunyai hubungan dengan
glikosida pada atom C3 (Claus dan Tyler, 1961). Saponin mempunyai rasa pahit
yang menusuk. Biasanya menyebabkan bersin dan iritasi terhadap selaput lendir,
bersifat beracun terhadap binatang berdarah dingin seperti ikan, bersifat hemolitik
dan membentuk larutan koloidal dalam air, membentuk busa yang mantap pada
penggojokan, sering digunakan sebagai detergen. Selain itu, saponin dapat
meningkatkan absorpsi diuretik serta merangsang kerja ginjal (Claus dan Tyler,
1961). Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan
sumber sapogenin yang mudah diperoleh. Saponin dan glikosida sapogenin adalah
salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan (Harborne, 1987).
Dikenal dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
dengan struktur 7 steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak
larut dalam eter (Robinson, 1995). Untuk mengetahui adanya saponin dapat
dilakukan dengan uji sederhana, yaitu dengan cara menggojok ekstrak air
tumbuhan dalam tabung reaksi selama 30 detik dan diperhatikan apakah terbentuk
busa yang tahan lama pada permukaan cairan, paling tidak busa tetap selama 30
menit (Harbone, 1987).

..
2.3 Kerangka teori

Nukleosida Purin

Adenosin
Guanosin
Adenosin Deaminase

inosin Purin Nukleotida fosforilase

Purin Nukleotida fosforilase Adenosin

Hipoxantin
Guanase
Kulit Melinjo
Xantin Oksidase

Xantin Ekstrak
Ginjal
Xantin Oksidase

Allupurinol
Rebusan
(------) (------)

Asam Urat

2.4 Kerangka Konsep


Diberikan
Kadar Asam Urat dalam
Diberikan darah mencit putih jantan Rebusan kulit melinjo
allupurinol yang telah di induksi kalium
oksanat menurun

2.5 Hipotesis
1. H0: Pemberian ekstra kulit melinjo (Gnetum gnemon) tidak memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
2. H1: Pemberian ekstrak kulit melinjo (Gnetum gnemon) memiliki
aktivitas penurunan kadar Asam Urat
2.6 Definisi Oprasional
variabel definisi Alat ukur Hasil ukur Jenis variabel
Ekstak Bagian yang Timbangan Pada penelitian Numerik
kuit digunakan adalah (gr) ini mencit diberi
melinjo kulit pakan ekstrak
kuit melinjo
sebanyak
150,200,250
mg/kgBB
(Suhendi, 2011)
Kadar Pada penelitian ini Klasifikasi Asam urat Numerik
asam urat fraksi asam urat (mg/dL) Diinginkan 1,7 –
darah diketahui 3,0mg/dL
dari pemeriksaan (Hamzah, 2014)
darah mencit.
Darah diambil dari
ekor mencit.
allupurinol Adalah obat yang Klasifikasi Pada penelitian Numerik
termasuk dalam (mg/dL) ini mencit diberi
golongan alupurinol
penghambat sebanyak 5,4mg/
xantin oksidase 200gBB
(Wulandari,
Subandi dan
Munthalib, 2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan Penelitian dilakukan di: (1)
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi ; dan (2)
Laboratorium Biokimia Fakultas Universitas Yarsi sebagai lokasi identifikasi
sampel darah.

3.2 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorik menggunakan rancangan
pretes postes dengan kelompok kontrol, dimana pengelompokan dilakukan
berdasarkan rancangan acak lengkap dengan cara memilih setiap ekor hewan uji
yang telah diberi nomor secara acak, kemudian hewan uji diletakkan pada
masingmasing kandang, lalu hewan uji diaklimatisasi selama 7 hari. Penelitian ini
menggunakan 25 ekor tikus putih jantan (Spargue dawlay) yang dibagi menjadi 5
kelompok yaitu, kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 1, perlakuan 2, dan
perlakuan 3. Kemudian pada hari ke-8 hewan uji akan diinduksi dengan jus hati
ayam dengan dosis 5 mL/200 g BB diberikan sebanyak 2 kali/hari sampai hari ke-
14 dan pemeriksaan kadar asam urat pretes juga dilakukan pada hari ke14.
Kemudian hewan uji diberikan perlakuan sebagai berikut:
Kontrol negatif : Hanya diberikan pelet dan aquades
Kontrol positif : Pelet, aquades, dan allopurinol 5,4 mg/200 g BB
Perlakuan 1 : Pelet, aquades, dan ekstrak daun salam 150 mg/kg BB
Perlakuan 2 : Pelet, aquades, dan ekstrak daun salam 200 mg/kg BB
Perlakuan 3 : Pelet, aquades, dan ekstrak daun salam 250 mg/kg BB
Perlakuan tersebut dimulai pada hari ke-15 sampai hari ke-28 dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar asam urat postes pada hari ke-28. Setelah
data pretes dan postes diperoleh, selanjutnya dilakukan analisa data dengan
menggunakan program SPSS.
3.3 Populasi
Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
Spargue dawlay sebanyak 25 ekor yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.

3.4 Sampel
Penelitian ini dilakukan pada hewan uji tikus putih jantan (Spargue dawlay).
Besar sampel minimal menggunakan rumus dari Frederer(38) dengan rumus sebagai
berikut:
( n-1) (t-1) ≥ 15
Keterangan:
n = jumlah pengulangan
t = jumlah perlakuan, penelitian ini menggunakan 5 perlakuan
(n – 1) (5 – 1) ≥ 15 ; t = 5
(n – 1) (4) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4, 75 ; Maka nilai n dibulatkan menjadi 5 Dari kalkulasi di atas,
didapatkan jumlah pengulangan pada penelitian ini adalah 5 untuk masing – masing
kelompok, maka jumlah total pada penelitian ini adalah 25 ekor hewan uji. Kemungkinan
tikus drop out selama penelitian dapat terjadi, maka perlu ditambahakan 2 tikus pada
masing-masing kelompok. Hewan uji yang dipilih adalah tikus putih jantan (Spargue
dawlay) sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi:  Tikus jantan (Rattus norvegicus) galur wistar
 Umur 3- 4 bulan dengan Berat badan 150-250 gram
 Kondisi sehat (aktif dan tidak cacat)
2) Kriteria eksklusi:  Tikus sakit

3.5 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: timbangan
hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde lambung,
hotplate (Wiggen Hauser), blender, magnetic stirrer, destiller, oven, timbangan analitik
(Wiggen Hauser), holder, Alat Pemeriksa Glucose, Cholesterol, Uric acid (GCU) Nesco
Multi Check portabel, rotary evaporator (Heildolph), kertas saring, kapas, kamera,
timbangan hewan (Mettler Toledo), timbangan analitik (Mettler Toledo), dan alat-alat
gelas (Iwaki pyrex).

3.6 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Spargue
dawlay), ekstrak etanol daun salam, allopurinol, etanol 70%, Na CMC (Brataco), darah
hewan uji, pakan jus hati ayam dan air minum.
3.7 Identifikasi Variabel
1) Variabel bebas Ekstrak daun salam adalah jumlah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksikan zat aktif dari tanaman daun salam menggunakan pelarut
yang sesuai yaitu etanol 70%. Dosis ekstrak daun salam yang diberikan pada hewan
uji adalah dosis yang sesuai dengan penelitian Restusari dkk (2014) yaitu, 150 mg/kg
BB, 200 mg/kg BB, dan 250 mg/kg BB. (16) Ekstrak akan dicairkan menggunakan
larutan aquades dan diberikan melalui mulut menggunakan sonde lambung. Cara
penentuan dosis ekstrak daun salam dilakukan dengan cara mengklasifikasikan dosis
berdasarkan klasifikasi rendah, sedang dan tinggi, yaitu: Dosis I = 150 mg/kg BB = 30
mg/200 g BB Dosis II = 200 mg/kg BB = 40 mg/200 g BB Dosis III = 250 mg/kg BB
= 50 mg/200 g BB(16)
2) Variabel terikat Hiperurisemia didefinisikan sebagai kenaikan kadar asam urat yang
mencapai ≥ 6,8 mg/dL pada manusia. Pada tikus dikatakan hiperurisemia bila kadar
asam urat darahnya 1,7 – 3,0 mg/dL. (38) Pemeriksaan asam urat dilakukan dengan
alat Glucose, Cholesterol, Uric acid (GCU) Nesco Multi Check portabel dengan
menggunakan strip sekali pakai. Tes ini menggunakan oksidasi asam urat yang
dideteksi oleh teknologi biologi sensor.
3) Variabel kendali a. Berat badan hewan uji Hewan uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 150-250 gram. b. Makanan hewan uji Selama masa aklimatisasi
dan perlakuan hewan uji diberikan pakan pelet dan aquades. c. Umur hewan uji Pada
penelitian ini hewan uji yang digunakan berumur 3-4 bulan

3.8 Prosedur Penelitian


3.8.1. Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Melinjo (Gnetum Gnemon L)
Kulit melinjo dikumpulkan sebanyak 1500 gram langsung dari pohonnya yang
diambil di daerah Maros, Sulawesi Selatan. Setelah terkumpul, kulit melinjo dicuci dan
dikeringkan dengan termperatur ruangan yang berkisar 27o C. Setelah kering, kulit
melinjo dipotong kecil-kecil dan dikeringkan selama 5 hari di tempat yang tidak terkena
sinar matahari. Kemudian kulit melinjo yang sudah kering diblender hingga menjadi 500
gram serbuk. Pembuatan ekstrak etanol 70% daun salam menggunakan metode maserasi,
karena maserasi tidak memerlukan proses pemanasan sehingga dapat menghindari
rusaknya zat – zat dalam serbuk daun salam yang tidak tahan panas. 500 gram serbuk
dimasukkan ke dalam botol tertutup, kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak
1500 mL sampai serbuk terendam dan terdapat lapisan pelarut setebal 3 cm di atas
serbuk. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam sambil diaduk berulang kali. Pada 24 jam
pertama filtrat diambil dengan cara disaring dengan kertas saring, kemudian ampas yang
didapat diremaserasi dengan pelarut etanol 70% yang baru selama 24 jam dengan cara
yang sama seperti hari pertama dan dilakukan hal yang sama pada hari ke-3. Filtrat yang
diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary evaporator
(Heidolph) dengan suhu 60oC sampai menjadi 15 gram ekstrak kental. (Abdallah et al.,
2016)

3.8.2 Pemeliharaan Hewan Uji


Hewan uji ditempatkan pada kandang yang sebelumnya sudah dikeringkan
dan diberikan alas sekam padi. Makanan berupa jus hati ayam dan pelet serta
minum berupa akuades yang diberikan secara ad libitum. Kandang dibersihkan
dan alas sekam padi diganti sedikitnya 3 hari sekali. Hewan uji diaklimatisasi
selama 7 hari sebelum perlakuan dengan tujuan untuk membiasakan hewan uji
pada kondisi percobaan dan mengontrol kesehatannya. Hewan uji diberikan pakan
pelet 10% dari berat badan tikus (sekitar 15-25 gram/ekor/hari) sebanyak 2 kali
yaitu pukul 11:00 WIB dan 16:00 WIB.(42)

3.8.3 Penentuan Dosis Jus Hati Ayam


Hati ayam segar sebanyak 300 gram dicuci, dipotong kecil – kecil lalu
dimasukkan ke dalam blender, kemudian ditambah air suling 75 mL. Setelah
halus, hati ayam dimasukkan ke dalam wadah. Jus hati ayam dibuat baru setiap
harinya.(40)
Dosis jus hati ayam yang diinduksikan pada hewan uji adalah 5 mL/200 g
BB diberikan sebanyak 2 kali/hari disesuaikan dengan kapasitas maksimal volume
cairan yang dapat diminum tikus yaitu 10 mL/200 g BB. Induksi akan diberikan
secara oral setelah diaklimatisasi selama 7 hari. Menurut Fitrya 2014 induksi jus
hati ayam dosis 25 mL/kg BB yang diberikan 2 kali/hari selama 7 hari pada
mencit jantan dapat menaikkan asam urat rata – rata sebesar 3,62 mg/dL (17)

3.8.4 Persiapan Hewan Uji yang Diinduksi Jus Hati Ayam


Hewan uji yang sudah diaklimatisasi selama 7 hari kemudian diinduksi
kadar asam uratnya melalui makanan yang diberikan, yaitu jus hati ayam yang
tinggi purin. Jus hati ayam 5 mL/200 g BB diberikan 2 kali/hari yaitu pada pukul
08:00 dan pukul 14:00. Setelah pemberian jus hati ayam selama 7 hari kemudian
pada hari ke-14 dilakukan pemeriksaan kadar asam urat hewan uji. Sebelum
pengambilan darah, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 6 jam tetapi air
minum tetap diberikan.

3.8.5 Penentuan Dosis Allopurinol


Dosis terapi allopurinol yang biasa digunakan untuk hiperurisemia pada
masyarakat adalah 300 mg/50 kg BB/hari. Faktor konversi dari manusia ke tikus
adalah 0,018.(41) Sehingga dosis yang digunakan untuk hewan uji adalah

Dosis Hewan uji = Dosis absolut x konversi


= 300 mg/50 kg x 0,018
= 5,4 mg/200 g BB
3.8.6 Perlakuan Hewan Uji
Dua puluh lima ekor hewan uji yang telah diinduksi jus hati ayam
dimana sebelumnya sudah dibagi menjadi 5 kelompok dan setiap kelompok
terdiri dari 5 hewan uji. Masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan
sebagai berikut:

Kelompok 1 (Negatif) :Hewan uji hanya diberi makan pelet


dan aquades
Kelompok 2 (Positif) :Hewan uji diberi makan pelet,

allopurinol 5,4 mg/200 g BB.

Kelompok 3 (Perlakuan 1) :Hewan uji diberi makan pelet,

ekstrak kulit melinjo 150 mg/kg BB.

Kelompok 4 (Perlakuan 2) :Hewan uji diberi makan pelet,

ekstrak kulit melinjo 200 mg/kg BB.

Kelompok 5 (Perlakuan 3) :Hewan uji diberi makan pelet,

ekstrak kulit melinjo 250 mg/kg BB.


Ekstrak etanol kulit melinjo dan allopurinol diberikan 1 kali
dalam sehari untuk masing-masing kelompok, yaitu pukul 18:00
WIB selama 14 hari yang dimulai pada hari ke-15 penelitian. Setelah
perlakuan selesai, pada hari ke-28 dilakukan kembali pemeriksaan
kadar asam urat hewan uji untuk melihat efek ekstrak etanol daun
salam dan allopurinol yang diberikan pada hewan uji. Sampel darah
hewan uji diambil melalui ekor dengan menggunakan lancet.

3.8.7 Pemeriksaan Kadar Asam Urat Pretes dan Postes


Kadar asam urat hewan uji diperiksa pada hari ke-14 (pretes) dan hari ke-28
(Postes) dengan menggunakan alat Glucose, Cholesterol, Uric acid (GCU) Nesco Multi
Check portabel. Darah diambil melalui ekor dengan menggunakan lancet, kemudian
darah pertama yang keluar diusap dengan kapas dan darah kedua dimasukkan kedalam
strip sekali pakai. Hasil pengukuran asam urat akan muncul setelah 10 detik dimulai

22
ketika darah masuk kedalam strip. Hasil ukur asam urat akan dinyatakan dalam satuan
mg/dL.

3.9 Analisis Data


Analisis Data Data kadar asam urat darah diuji normalitas menggunakan
metode analitik Saphiro-Wilk dan didapatkan distribusi data normal. Data
dianalisis secara statistik menggunakan metode Paired Sample T-Test untuk
membandingkan kadar asam urat masing-masing kelompok setiap kali
pengukuran. Data dianalisis pula dengan metode One way ANOVA untuk
membandingkan perbedaan hasil pengukuran semua kelompok pada setiap
kali pengukuran.

23
3.10 Alur Penelitian
Diagram Alur Penelitian

Pemilihan Kulit Melinjo

Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Kulit Melinjo

Persiapan Hewan Uji (Tikus)

Hewan Uji diaklimatisasi selama 7

Randomisasi

Kontrol Kontrol Perlakuan


Positif Negatif 1, 2, 3
Hari Ke- Pemeriksaan Kadar Asam Urat (Pretes)
14 Pemberian Jus Hati Ayam selama 7 Hari

Hari Ke-28
Hewan Uji yang tidak Hewan Uji yang mengalami
Pemeriksaan Kadar Asam Urat ( Postes)
mengalami Hiperurisemia Hiperurisemia

Tidak diberikan perlakuan Analisis Data

Kontrol Positif Kontrol Negatif Perlakuan 1, 2, 3

Perlakuan selama 14 hari


24
3.11 Jadwal Penelitian

Tahun 2018-2019

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei


2019 2019 2019 2020 2020 2020 2020 2020

Penyusunan
proposal

Ujian & revisi


proposal
Pengajuan etik
& persiapan
penelitian
Penelitian
dimulai

Pengumpulan
data

Pengambilan
sampel

Pengolahan
data dan
analisis data
Penyusunan
laporan skripsi

Ujian skripsi

DAFTAR PUSTAKA
25
Anonim, 2007, Data Pasien Asam Urat di RSCM (on line),
(http//www.depkes.go.id). Diakses 12 Februari 2007

Bergmeyer, H.U., Gawehn, K. & Grassl, M. 1974. Methods of Enzymatic


Analysis (Bergmeyer, H.U. ed.). New York : Academic Press Inc.

Hidayat, R. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Leading Article. Diakses tanggal 19


Maret 2015, dari
http://www.dexamedica.com/sites/default/files/publish_upload090624821
093001245818260 Medicinus%20Edisi%20Juni%20-%20Agustus
%202009.pdf

Kato, E., Tokunaga, Y., Sakan, F. (2009). Stilbenoids isolated from the seeds of
Melinjo (Gnetum gnemon L.) and their biological activity. J Agric Food
Chem. 2009 Mar 25;57(6):2544-9

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Diet Rendah Purin [Brosur]


Pusat Data dan Infomasi Kementrian Kesehatan RI. (2013). Buletin Jendela Data
& Informasi Kesehatan, Semester 1, 2013. Jakarta.

Qazi, Y., dan Lohr, J. W. (2010). Hyperuricemia. Medscape Drugs & Diseases.
Diakses tanggal 19 Maret 2015, dari
http://emedicine.medscape.com/article/241767-overview
Rodwell, V. W. (2003). Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin - Biokimia
Herper 25th ed. Hartono, A., (Trans). Jakarta: ECG. (Original work
published 2002). 366-380

Schumacher, H. R., Baker, J. F. (2010). Update on Gout and Hyperuricemia.


Medscape. Diakses 20 Maret 2013 dari
http://www.medscape.com/viewarticle/716203_2
Schumacher et al. 2007, Outcome Evaluations in Gout, Journal Rheumatol, Vol.34, No.
6, pp. 1381-1385 Schumacher HR, Chen LX 2008, Gout and Others
CrystalAssociated Arthropathies in Harrison’s Principle of Internal Medicine
17th Edition, The McGraw Hill, USA pp.
Siregar, T. M., Cornelia, M., Ermiziar, T., Raskita, S. (2009). The Study of
Antioxidant Activity, Carotenoid and Vitamin C Content of Melinjo Peels
(Gnetum gnemon L). Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
(PATPI). ISBN 978-979-99570-5-4

26
Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, Sutrisna, E. M. (2011). Aktivitas
antihiperurisemia ekstrak air jinten hitam (Coleus ambonicusLour) pada
mencit jantan galur balb-c dan standardisasinya. Majalah Farmasi
Indonesia.22 (2), 77 – 84

Tjay, T.H., dan Raharja., 2002, Obat – Obat Penting. Khasiat, Penggunaan dan
Efek–efek Sampingnya, edisi V, Cetakan ke-2, Penerbit PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta

Utami, S. (2011, 24 Juli). Apakah Melinjo Meningkatkan Asam Urat? Respository


UNAIR. pp. 1-2. Diakses 23 Maret 2015, dari
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/ApakahMelinjoMenin_Sri
Utami_10471.pdf

Wallace, K. L., Riedel, A. A., Ridge, N. J., Wortmann, R. (2004). Increasing


Prevalence of Gout and Hyperuricemia Over 10 Years Among Older
Adults in a Managed Care Population. Journal Rheumatology, Volume 31.
Diakses 19 Maret 2013, dari
http://www.jrheum.com/subscribers/04/08/1582.html
Wesselman et all. 2005, Gout Basics, Bulletin on the Rheumatic Diseases for
Evidence Based Management of Rheumatic Diseases, Vol. 50, No. 9, pp.
1-3

Wilmana, PF dan Gan, S 2008, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-inflamasi


Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya dalam Farmakologi dan
Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta
pp. 230-244

Wulandari, S., Subandi, Muntholib.(2012). Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak


Etanol Kulit Melinjo (Gnetum Gnemon) Relatif Terhadap Allopurinol.
Diakses 20 Maret 2016, dari
http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel5ECD9DCBF08E100E0AC
A3C5AF4C0 7164.pdf

LAMPIRAN

Lampiran 1

ANGGARAN PENELITIAN

27
Bahan Jumlah Harga
Tikus 25 ekor Rp625.000,-
Sonde oral tikus 6 buah Rp 288.000,-
Makanan tikus 20 kg Rp 240.000,-
Sarung Tangan 1 kotak Rp 55.000,-
Masker 1 kotak Rp 25.000,-
Spuit 1 cc 3 buah Rp 9.000,-
Spuit 3 cc 3 buah Rp 9.000,-
Spuit 10 cc 5 buah Rp 20.000,-
Tabung EDTA 1 box Rp 130.000,-
Xantin Rp 2.100.000,-
Kalium Oksonat Rp 1.600.000,-
Total Rp 5.101.000,-

28
LamPiran 2

BIODATA PENELITI

Nama lengkap : Muhammad Reza Ma’rifatullah

Nomor Induk Mahasiswa : 1102016136

Tempat, tanggallahir : Jakarta, 21 Maret 1997

Jenis kelamin : Laki-laki

Fakultas/program studi : Kedokteran / Kedokteran Umum

Alamat rumah :

Riwayat Pendidikan:

2004 – 2007 : SD Negri 1 Kabupaaten Teluk Wondama

2007 – 2008 : SD Negri Blimbing 3 malang

2009 – 2012 : SMP Negri 11 Malang

2012 – 2015 : SMA Negri 1 Merauke

2016 – sekarang : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

29

Anda mungkin juga menyukai