OLEH KELOMPOK : II
ANGELINA M. BARA
JULIANTI
NUR ANISA
PALU
2023
A. DEFINISI
Gout (pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan, merupakan
kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium
urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia.
Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout, akumulasi kristal di
jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati gout.
Sedangkan Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan
kadar asam urat serum di atas normal. Pada sebagian besar penelitian
epidemiologi, disebut sebagai hiperurisemia jika kadar asam urat serum
orang dewasa lebih dari 7,0 mg/dl dan lebih dari 6,0 mg/dl pada
perempuan.
Asam urat merupakan hail akhir dari purin , suatu produk sisa yang
tidak mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memilikimurikase yang
dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin
yang larut dalam air. Asam urat yang terbentuk setiap hari dibuang
melalui saluran pencernaan atau ginjal. Keadaan hiperurisemia akan
berisiko timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu ginjal. Secara
garis besar hiperurisemia dapat disebabkan karena 3 faktor yaitu:
a. Peningkatan Produksi
Peningkatan produksi asam urat terutama bersumber dari
makanan tinggi DNA (dalam hal ini purin), makanan yang
kandungan DNA nya tinggi antara lain hati,timus, pankareas,
dan ginjal. Kondisi lain penyebab hiperurisemia adalah
meningkatnya proses pengahncuran DNA tubuh. Termasuk
kondisi ini anatara lain : kanker darah (leukimia), pengobatan
kanker ( kemoterapi) dan kerusakan otot.
b. Penurunan Pembuangan Asam Urat
Lebih dari 90% penderita hiperurisemia menerap
mengalami gangguan pada proses pembuangan asam urat di
ginjal. Penurunan pengeluaran asam urat disebabkan oleeh
kondisi asam darah meningkat (ketoasidosis Dm,
kelaparan,keracunan alcohol, keracunan obat aspirin dan
alainnya). Selain itu penggunaan beberapa obat seperti
(Pirazinamid yang termasuk dalam salah satu obat dalam paket
terapi TBC) dapat berpengaruh dalam mengahambat
pembuangan asam urat.
c. Kombinasi Keduanya
Konsumsi alkohol mempermudah terjadinya hiperurisemia,
karena alkohol meningkatkan produksi serta menurunkan
pembuangan asam urat. Minuman beralkohol meragsang
produksi asam urat di hati. Pada proses pembuangan, hasil
metabolisme alkohol menghambat pembuangan asam urat di
ginjal.
Gout (Pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan,
merupakan kelompok penyakit yang sering diemukan,
merupakan kelompok penyakit heterogeny akibat deposisi
Kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan
metabolisme berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi
urat meliputi arthiritis gout, akumuluasi kristal di jaringan
yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati gout.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hioerurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada
berbagai populasi. Prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%. Pada
suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah >9
mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9% dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL. Insidensi
kumulatiif gout mencapai angka 22% setelah 5 tahun, pada kada asam uar
>9 mg/dL.
Suatu penelitian di Jepang yang menganalisis data sekunder dari data
administrasi menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi
hiperurisemia dalam 10 tahun masa penelitian. Jika distratifikasi
berasarkan umur, prevalensi meningkat pada kelompok usia lebih dari 65
tahun pada kedua jenis kelamin. Pada kelompok kurang dari 65 tahun
prevalensi hiperurisemia pada laki-laki 4 kali lebih tinggi dari pada
perempuan. Pada usia lebih dari 65 tahun rasio hiperurisemia karena
pebedaan gender menyempit menjadi 1;3 (Wanita :Pria) dengan gout dan
atau hiprurisemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti.
Prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah adalah sebesar
24,43% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan.
Insiden gou meningkat dengan usia, memuncak pada usia 30 sampai
50 tahun, dengan kejadian tahunan berkisar dari 1dalam 1.000 untuk pria
berusia 40 hingga 44 tahun dam 1,8 banding 1.000 pada Wanita muda,
kira-kira 0,8 kasus per 10.000 pasien.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti gout maih belum diketahui. Gout mempengaruhi laki-
laki sekitar tujuh sampai Sembilan kali lebih sering dari pada perempuan.
Penyebab hiprurisemia sebgaia suatu proses metabolic yang bisa
menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi penyebab primer dan
Sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan penyebab idopatik.
Penyebab primer berarti tidak penyakit atau sebab lain, berbeda dengan
kelompok sekunder yang didapatkan adanya penyebab yang lain, baik
genetic maupu metabolic. Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia dengan
penyebab primer, ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas
(underfined) meskipun diketahui adanya mekanisme undersecretion pada
80-90% kasus an overproduction pada 10-20% kasus. Sedangkan
kelompok hiprurisemia dan gout sekunder, bisa melalui mekanisme
overproduction dan mekanisme undersecretion. Faktor risiko gout:
Herediter (Genetik) ataupu Riwayat keluarga yang diturunkan
secara herediter dalam keluarga.
Sex lebih umum pada pria. Pada Wanita umumnya saar
menopause.
Usia sekitar 20-40an. Paling menyerang pada usia 40 tahunan
sangat jarang menyerang anak-anak.
Altivitas Korteks Adrena. Kartukosteroid berpengaruh
terhapdap timbulnya serangan gout. Ketika korteks
terstimulasi untuk melakukan produksi berlebih (misalnya oleh
ACTH, atau trauma surgical), steroid akan terkumpul akibat
stimulasi tersebut dan muncul serangan gout.
Perubahan vascular, ekstremitas yang terserang gout
menunukkan kenaikan aliran dan amplitude darah yang
menimbulkan nyeri hebat, misalnya pada pasien hipertensi.
Penurunan urinary 17-ketosteroid, terbentuk dari metabolisme
adrenolkortikal dan androgen testicular. Penurunan dibawah 3
mg/24 jam dapat menimbulkan gout.
Obesitas, penyakit gout diakibatkan karena adanya
hiprurisemia dalam tubuh dimana mempengaruhi nutrisi dari
pasien mempengaruhi terjadinya penyakit ini jika pasien
banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin dan
mengandung protein yang tinggi maka akan semakin rentan
terkena penyakit gout.
Konsumsi alkohol, bir bukan hanya berisi alkohol tetapi juga
purin. Standart bir selain mengandung alkohol, juga
mengandung 8mg purin per 100 ml.
Fungsi ginjal menurun, kadar asam urat menjadi sangat tinggi
jika ginjal tidak dapat membuangnya melalui air kemih.
Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga
sumber : purim dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan,
pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam
lingkaran metabolisme menghasilkan diantaranya asam urat.
1) Stadium 1
Tidak ada gejala yang jelas. Keluhan umum, sukar
berkonsentrasi. Pada pemeriksaan darah kadar asam urat
tinggi.
2) Stadium II
Sendi menjadi bengkak dalam beberapa jam, menjadi panas,
merah, sangat nyeri. Kadang-kadang terjadi efusi di sendi-
sendi besar. Tanpa terapi, keluhan dapat berkurang sendiri
setelah 4 sampai 10 hari, pembengkakan dan nyeri berkurang,
dan kulit mengupas sampai normal Kembali. Kadang-kadang
lebih dari satu sendi yang diserang (migratory polyarthritis).
3) Stadium III
Pada stadium di antara serangan-serangan artritis akut,
hanya terdapat waktu yang pendek, yang disebut fase
interkritis.
4) Stadium IV
Pada stadium ini penderita terus menderita artritis yang
kronis dan tophi sekitar sendi, juga pada tulang rawan dari
telinga. Akhirnya sendi-sendi dapat rusak, mengalami
destruksi yang dapat menyebabkan cacat sendi.
E. PERUBAHAN BIOLOGI
Pada penderita gout terjadi pembengkakan, dapat dibagian dorsal
kaki, pergelangan kaki, tumit, lutu, pergelanga tangan, jari, dan siku.
Pembengakan ini menyebabkan seseorang sulit untuk melakukan aktivitas
fisik rutin. Serangan biasanya dimulai pada malam hari, dengan pasien
terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang menyiksa. Pada umumnya
dapat terjadi demam dan leukositosis. Serangan yang tidak diobati dapat
berlangsung selama 3-14 hari sebelum penyembuhan spontan.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis seringkali ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas dan
hasil pemeriksaan terhadap sendi. Diagnosis gout diperkuat oleh kadar
asam urat yang tinggi di dalam darah. Tetapi pada suatu serangan akut,
kadar asam urat seringkali normal. Pada pemeriksaan terhadap cairan
sendi dibawah mikroskop khusus akan tampak kristal urat yang berbentuk
seperti jarum kristal asam urat. Adapun kristeria diagnosis gout akut
(Depkes RI, 2006) terjadi pada :
a). Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria diagnosis
dibawah ini:
Lebih dari serangan artritis akut
Maksimum inflamasi timbul dalam waktu 24 jam
Serangan monoartritis (85-90% dari serangan awal)
Sendi kemerahan
Sendi MTP pertama nyeri atau bengkak
Serangan unilateral sendi MTP pertama (50-70% awal,
akhirnyanya 90%)
Serangan uniteral pada sendi tarsal
Tofi (dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)
Hiperurisemia
Sendi bengkak asimetris (klinis atau x-ray)
Temuan x-ray termasuk subkortikal cyst (s) tanpa erosi dalam
sendi
Serangan berhenti total (hilangnya semua simtom dan tanda-
tanda)
Tidak ada mikroba dalam cairan synovial
b). Pada pasien yang mempunyai semua kriteria diagnosis dibawah ini
H. STRATEGI TERAPI
Meredakan radang sendi (dengan obat-obatan dan istirahat
sendi yang terkena
Pengaturan asam urat tubuh (dengan pengaturan diet dan obat-
obatan)
I. MEKANISME TERAPI
a). Terapi Non Farmakologi
Gout dipengaruhi oleh faktor diet spesifik seperti kegemukan,
alkohol, hiperlipidemia, dan sindrom resistensi insulin. Terapi
non-farmakologi yang dapat disarankan pada pasien gout akut
antara lain:
Penurunan berat badan
Mengurangi asupan makanan tinggi purin
Mengurangi konsumsi alkohol
Meningkatkan asupan cairan
Mengkompres sendi yang sakit dengan es dan
mengistirahatkan selama 1-2 hari.
b. Kolkisin
Kolkisin adalah obat antibiotik yang sangat efektif dalam
mengatasi serangan gout akut, tetapi memiliki rasio manfaat resiko
yang paling rendah diantara obat-obat gout yang tersedia.
Mekanisme aksi dari kolkisin adalah mengurangi motilitas leuosit
sehingga mengurangi fagositosis pada sendi serta mengurangi
produksi asam laktat dengan cara mengurangi deposit kristal asam
urat yang berperan dalam respon inflamasi.
Ketika diberikan dalam 24 jam pertama setelah serangan
kolkosim memberikan respon dalam beberapa jam setelah
pemberian pada 2/3 pasien. Meskipun sangat efektif, penggunaan
kolkisin oral dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal (
dose dependen) meliputi nausea, vomiting dan diare, selain itu
juga dapat terjadi neutropenia dan neuromiopati aksonal. Oleh
karena itu, kolkisin hanya digunakan pada pasien yang mengalami
intoleransi, kontraindikasi, atau ketidakefektifan dengan NSAID.
Kolkisin dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Jika
tidak ada kontraindikasi atau kondisi insufusiensi renal, dosis awal
yang biasa digunakan adalah 1 mg, dilanjutkan dengan 0,5 mg
setiap 1 jam sampai sakit pada sendi reda, atau terjadi
ketidaknyamanan pada perut atau diare, atau pasien telah
menerima dosis total 8 mg. Untuk terapi profilaksis, dosisnya
harus diturunkan tidak lebih dari 0,6 mg per hari pada setiap hari
yang berlainan. Kolkisin i.v menimbulkan efek samping yang
serius sehingga sebaiknya dihindari jika ada terapi lain yang lebih
aman.
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan dalam terapi gout akut pada
kasus resistensi atau pada pasien yang kontraindikasi atau tidak
berespon terhadap NSAID dan kolkisin, serta pasien dengan nyeri
gout yang melibatkan banyak sendi. Kortikosteroid dapat
digunakan secara sistemik maupun dengan injeksi intrartikuler.
Mekanisme aksinya mengurangi inflamasi dengan cara menekan
migrasi polimorponuclear leukocyte dan menurunkan
permeabilitas kapiler.
Pada pasien gout yang melibatkan berbagai sendi, digunakan
prednisone (atau obat yang ekuivalen) 30-60 mg secara oral
selama 3-5 hari. Untuk mencegah terjadinya rebound akibat putus
obat, hendaknya dilakukan tapering dosis dengan penurunan 5 mg
selama 10-14 hari. Sebagai alternatif, jika pasien tidak dapat
menggunakan terapi ora;, dapat diberikan injeksi intramuskuler
kortikosteroid aksi panjang seperti metilprendisolon. Jika tidak
terdapat kontraindikasi, dapat diberikan kolkisin dosis rendah
sebagai adjuntive therapy pada kortikosteroid injeksi. Pada
serangan akut yang terbatas pada 1 atau 2 sendi, dapat digunakan
triamicinolone acetonide 20-40 mg secara intramuskuler.
Kortikosteroid memiliki banyak efek samping, sehingga harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien diabetes, Riwayat masalah
gastrointestinal, gangguan perdarahan, penyakit jantung, gangguan
psikiatrik. Penggunaan kartiosteroid jangka panjang sebaiknya
dihindari karena menimbulkan risiko osteoporosis, penekanan
jalur hipotalamus-pituitari, katarak, dan deconditioining otot.
Pengobatan menurut Depkes RI tahun 2006 dalam
“Pharmacetical Care Untuk Penyakit Arthritis Rematik” terapi
farmakologi untuk gout akut terdapat dalam table dibawah ini:
b. Uricosuric Drug
Obat Uricosuric meningkatkan eksresi asam urat dengan
cara penghambatan reabsorbsi asam urat pada tubulus
postsecretory ginjal. Gout dapat dicegah dengan cara
penurunan konsentrasi asam urat dalam darah hingga <5
mg/dL. Obat yang biasanya digunakan adalah probenesid dan
sulfiniprazon. Obat uricosuric ini masih digunakan di
Eropa,tetapi belum diketahui di Amerika. Terapi dengan agen
uricosuri dimulai dengann dosis rendah untuk menghindari
urcosuria atau kemungkinan terbentuknya batu asam urat
Probenesid diberikan pada dosis inisial 250mg dua kali
sehari untuk 1 minggu. Kemudian ditinggikan sampai kurang
dari 6mg/dL, atau dosis ditingkatkan sampai 2 gram(dosis
maksimal). Sulfinpirazone diberikan 50mg 2 kali sehari 3-4
hari kemudian ditingkatkan 100 mg 2 kali sehari dan
ditingkatkan 100 mg tiap minggu sampai dosis maksimal
800mg/hari
Efek samping yang sering muncul karena penggunaan
urosuric adalah iritasi GI, rash dan hipersensitif,acute gouty
arthritis, dan terbentuknya batu. Uricosuric berinteraksi
dengan aspirin yang dapat menyebabkan kegagalan terapi.
Probenecid dapat menghambat sekresi tubular asam organic,
sulfonamide, dan indimethasin. Sulfinpirazone dapat bereaksi
seperti agent anti platelet, karena struktur kimianya mirip
dengan phenylbutazone sehingga penggunannya harus sangat
hati-hati pada pasien yang menerimah terapi antikoagulan dan
pasien yang menderita peptic ulcer. Sulfinpirazone mungkin
dapat menyebabkan juga blood dyscrasia, sehingga
penggunannya perlu juga memonitor blood count secara
periodic.
Uricosuric terapi dikontraindikasikan dengan pasien yang
mempunyai gangguan ginjal (CrCl 50ml/menit), mempunyai
Riwayat batu ginjal, dan pasien yang overproducer asam urat,
pada kondisi ini obat yang diberikan adalah allopurinol.
c. Micellaneous Agent
Beberapa pengobatan lain yang juga efektif dalam
mengobati gout adalah Benzbromarone, Oxypurinol suatu
metaboit allopurinol, uricase, dan Febuxostat. Selain juga
dapat menggunakan lipid-lowering agent yaitu fenofibrate
yang meningkatkan klirens hypoxantine dan xanthine
sehingga mereduksi kadar asam urat dalam darah. Losaran
menghambat reabsorbsi asam urat pada renal tubular dan
meningkatkan eksresi asam urat.
4. ASYMPTOMATIC HYPERURICEMIA
Ditandai dengan peningkatan kaar asam urat dalam darah akan
tetapi tidak terdapat gejala dan tanda depotion diasease( arthritis,
tophi, dan urolithiasis). Terapinya hanya menggunakan terapi
supportif dan tidak menggunakan obat. Terapi supportifnya antara
lain, mengatur pengeluaran urin(untuk mencegah terbentuknya batu
asam urat), menghindari makan makanan tinggi purin, dan secara
J. KASUS
1) IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : AG
Ruang : Anggrek
Umur : 45 th
Tanggal MRS : 6/07/2023
Tanggal KRS :8/07/2023
Diagnosis :
2) SUBJEKTIF
2.1. Keluhan Utama
Nyeri hebat dipangkal ibu jari kaki kiri
2.2. Keluhan Tambahan
Pada saat ingin berhenti merokok pasien mengalami
cemas,insomnia, lapar, depresi dan seketika merasa
ketagihan pada rokok
2.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pangkal ibu jari radang, eritema dan nyeri
2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
hipertensi sejak 5 tahun lalu, hiperlipidemia sejak 6
tahun lalu dan alergi rhinitis karena dingin
2.5. Riwayat Pengobatan
HCTZ 25mg p.o QD, aspirin 325mg p.o QD, atorvastatin
20mg p.o QD, loratadine 10mg p.o QD prn
2.6. Riwayat Penyakit Keluarga
-
2.7. Alergi Obat
-
Kondisi Umum CM
N. KONSELING
1. Rencana Konseling
P. INTERAKSI OBAT
DAFTAR PUSTAKA