Anda di halaman 1dari 8

Management of Hyperuricemia : Focus on Febuxostate

Pendahuluan
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terdapatnya peningkatan kadar asam
urat darah diatas kadar normal. Keadaan ini terjadi akibat terdapatnya hipersaturasi
yaitu kelarutan asam urat dalam serum melebihi ambang batasnya yaitu >6.8mg/dl
pada suhu 37oC. Kisaran normal biasanya didefinisikan sebagai nilai rata-rata asam
urat plasma pada populasi dengan jenis kelamin dan usia yang disesuai kan ditambah
dua standar deviasi. Batasan hiperurisemia idelanya adalah diatas 2 standar deviasi
hasil laboratorium pada populasi normal atau berdasarkan srudi-studi epidemiologis
digunakan patokan >7 mg/dl pada laki-laki atau >6 mg/dl pada perempuan.
Keadaan hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout atau
pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan keadaan patologi berupa
gout. Gout sendiri adalah suatu penyakit akibat penumpukan kristal monosodium urat
pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat. Penyakit gout terdiri dari kelainan
artritis pirai atau artritis gout, pembentukan tophus, kelainan ginjal berupa nefropati
urat dan pembentukan batu urat pada saluran kencing.
Gout mengenai 1−2% populasi dewasa, dan merupakan kasus artritis
inflamasi terbanyak pada pria. Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13.6 per
1000 pria dan 6.4 per 1000 wanita. Penyakit hiperurisemia lebih sering menyerang
laki-laki diatas umur 40 tahun, karena kadar asam urat pada pria cenderung meningkat
dengan bertambahnya usia. Pada usia ini, pria mengalami penurunan kemampuan
yaitu tak seenergik pria yang berusia 20 tahun karena mempunyai masalah dengan
otot atau persendian.

Definisi
Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat (AU) darah diatas normal. Hiperurisemia disebabkan oleh akumulasi asam urat,
yang merupakan produk akhir metabolisme purin, diet tinggi purin seperti konsumsi
daging, seafood, penggunaan alkohol, diuretik. Hiperurisemia bisa terjadi karena
peningkatan metabolisme AU (over production) atau gabungan keduanya.
Batasan pragmatis yang sering digunakan untuk hiperurisemia adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan kadar AU yang bisa mencerminkan adanya
keadaan patologi. Dari data didapatkan hanya 5-10% pada laki-laki normal memiliki
kadar AU diatas 7 mg% dan sedikit dari gout memiliki kadar AU dibawah tersebut.
Berdasarkan WHO tahun 1992, batasan kadar AU diatas nilai 7mg% pada laki-laki
dan 6mg% pada perempuan dipergunakan sebagai batasan hiperurisemia.

Epidemiologi
Prevalensi hiperurisemia di masyarskat diperkirakan antara 2,3 sampai 17,6%.
Sedangkan gout mengenai 1−2% populasi dewasa, dan merupakan kasus artritis
inflamasi terbanyak pada pria. Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13.6 per
1000 pria dan 6.4 per 1000 wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan
rerata 7% pada pria umur >75 tahun dan 3% pada wanita umur >85 tahun.1 Penelitian
di Indonesia oleh Raka Putra dkk menunjukkan prevalensi hiperurisemia di Bali
14.5%, sementara penelitian pada etnis Sangihe di pulau Minahasa Utara oleh Ahimsa
& Karema K didapatkan prevalensi gout sebesar 29.2%.

Patofisiologi
Hiperurisemia dan gout diklasifikasikan sebagai berikut: (1) primer, yaitu
kasus-kasus yang tidak disebabkan oleh kelainan didapat atau sekunder, atau
manifestasi kesalahan pada jalur metabolisme yang terjadi sejak lahir. Beberapa
diantara kasus primer memiliki dasar kelainan genetik. (2) sekunder, yaitu kasus yang
timbul dalam perjalanan suatu penyakit lain atau akibat penggunaan suatu obat. (3)
idiopatik, yaitu bila klasifikasi belum dapat ditentukan.
Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan
kelainan molekuler yang tidak jelas meskipun diketahui adanya mekanisme
penurunan sekresi pada 80-90% dan produksi berlebihan pada 10-20% kasus. Pada
hiperurisemia primer terjadi karena ekskresi ginjal baru dapat meningkat sesuai
dengan produksinya jika kadarnya dalam plasma dan filtrat glomerularnya meningkat.
Jika terjadi peningkatan asupan purin, terjadinya penumpukan kristal monosodium
urat. Peningkatan kadar asam urat dalam urin menyebabkan terjadinya batu saluran
kemih. Alkohol, obesitas dan beberapa obat seperti diuretik meningkatkan
metabolisme adenin nukleotida sehingga memudahkan terjadinya penumpukan kristal.
Pada kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, terjadi melalui mekanisme
produksi berlebihan, seperti gangguan metabolisme purin pada defisiensi enzim
glucose-6-phosphatase atau fruktose-1-phosphatase aldolase. Hal yang serupa juga
terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronis,
keganasan mieloproliperatif dan limfoproliferatif, yang semuanya terjadi pemecahan
ATP dan asam nukleat dari inti sel. Sedangkan mekanisme penurunan sekresi dapat
ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, diabetes insipidus,
peminum alkohol, myxedema, hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan berilium.
Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti diuretik, salisilat,
pirazinamid, etambutol dan siklosporin. Hiperurisemia juga diketahui berhubungan
dengan gangguan metabolik seperti diabetes melitus, hipertrigliseridemia, obesitas,
sindroma metabolik, dan hipotiroidisme. Sebaliknya hiperurisemia di duga merupakan
salah satu fakor resiko hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.

Gambar 1. Metabolisme asam urat, penumpukan asam urat dan


kelainan yang ditimbulkannya
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hiperurisemia dan gout bmeliputi kontrol serangan akut,
preventif kekambuhan dan preventif komplikasi yang ditimbulkan. Manajemen
penyakit gout kronik menggunakan the long term use of urate lowering agents
sebagai terapi pengobatan dan profilaksis. Terapi antihiperusemia diindikasikan untuk
pasien yang memiliki dua atau lebih serangan gout per tahun, tofus gout, erosif artritis
pada gambaran radiologi atau penyakit ginjal. Pada beberapa pasien nilai asam jurat
dibawah 6mg/dl telah dilakukan pemberian inisial terapi. Urate lowering agents
dimulai stelah resolusi serangan gout perbaikan dikarenakan sebuah penurunan yang
terlalu cepat dari level asam urat daoat mencetuskan serangan ulangan.
Agen urikosurik harus digunakan pada sebagian besar pasien setelah
ditemukan adanya deposisi urat dan upaya untuk memeprbaiki penyebab lain
hiperurisemia. Inhobitor dari sintesis asam urat juga digunakan, terutama untuk pasien
yang meghasilkan terlalu banyak asam urat (lebih dari 800 mg dalam 24 jam).
Allopurinol,yang menginhibisi xanthin oxidase (XO) secara kuat, adalah hal yang
paling umum digunakan dalam pengobatan hiperurisemia.
Obat penurun asam urat lini pertama yang digunakan pada pasien asam urat
adalah penghambat xantin oksidase, termasuk allopurinol dan febuxostat.Allopurinol
diperkenalkan pada tahun 1960an dan sejak itu telah digunakan secara klinis untuk
mengobati hiperurisemia, namun memiliki beberapa efek samping. Selain efek
samping ringan seperti gangguan gastrointestinal dan ruam ringan, penyakit ini juga
dapat menyebabkan kondisi yang parah, termasuk eritroderma eksfoliatif, sindrom
Stevens–Johnson, dan bahkan nekrolisis epidermal toksik. Selain itu, risiko reaksi
hipersensitivitas allopurinol lebih tinggi pada populasi dengan penyakit
kardiovaskular atau ginjal.

Farmakokinetik febuxostat
Pada Februari 2009, FDA menyetujui febuxostat (Ulorik, Takeda
Pharmaceutics America), agen inhibitor XO-non purin, untuk manajemen kronis
hiperurisemia, pada pasien dengan gout. Inhibitor XO efektif bekerja menghambat
sintesis asam urat dengan merusak konversi hipoksantin ke xanthine. Sebagai
inhibitor XO selektif non-purin, febuxostat menghambat oksidasi dan mengurangi
jenis XO, namun tidak menghambat enzim yang trelibar dalam metabolisme purin
atau pirimidin, seperti halnya allopurinol.
Sebuah meta-analisis jaringan menunjukkan bahwa febuxostat memiliki
efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan allopurinol pada pasien hiperurisemia
dengan atau tanpa asam urat. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa febuxostat
lebih kecil kemungkinannya menyebabkan efek samping dibandingkan dengan
allopurinol.
Febuxostat juga berbeda struktur dengan allopurinol, strukturnya tidak
menyerupai pirimidin atau purin. Bahan aktif obat adalah 2-(3-cyano-4 { 2-
methylpropxy}phenyl)-4-methylthiazole-asam 5-karboksilat. Rumus empiris adalah
C16H16N2O3S, dengan berat molekul 316,38. Sebagai hasil dari selektivitasnya dan
perbedaan struktural, febuxostat cenderung lebih sedikit efek sampingnya jika
dibandingkan dengan allopurinol.
Febuxostat diberikan secara oral dan cepat diserap, tingkat penyerapan dapat
menurun dengan asupan makanan dan penggunaan antasid, tidak ada secara klinis
perubahan signifikan dalam efek febuxostat. Febuxostat dimetabolisme terutama oleh
enzim uridine difosfat glukururonosiltranferase (UGT) dengan cara konjugasi.
Sebagian kecil juga mengalami oksidasi melalui sitokrom P (CYP) 450 isoenzim.
Namun, oksidasi melalui CYP 450 secara klinis tidak signifikan diistilah
farmakokinetik obat.
Febuxostat dieskresikan melalui ginjal dan hepar dengan waktu paruh sekitar
lima hingga delapan jam. Dalam periode 24 jam, febuxostat menghasilkan penurunan
dosis dalam urat serum tergantung konsentrasi asam, sehingga eksresi asam urat
harian berkurang dengan peningkatan total kemih harian eksresi xantin. Karena
metabolisme febuxostat teutama melalui hepar, sehingga efek toksisitasnya terhadap
ginjal ringan.
The Allupurinol and Placebo-Controlled, Efficacy Study of Febuxostat
(APEX) yang dilakukan selama 28 minggu, dirancang untuk membandingkan manfaat
dan keamanan febuxostat, allopurinol dan plasebo. Sebanyak 1.072 pasien yang
mendapatkan febuxostat sekali sehari (80,120 atau 240 mg), allopurinol (100 atau
300mg, berdasarkan fungsi ginjal), atau plasebo. Pasien menerima terapi penurun
asam urat selama dua minggu sebelum pengacakan. Selama dua minggu ini pasien
juga diberikan naproxen atau kolkisin sebagai profilaksis gout flare. Didapatkan
penurunan asam urat dibawah nilai 6mg.dl pada 47 % pengguna febuxostat 80mg,
60% penerima dosis 120mg dan 65% pada dosis 240 mg sedangkan pengguna
allopurinol hanya 22% dan 0% pada plasebo.
Pada penelitian A study called The efficay and Safety Oral Febuxostat in
Subjects with Gout (CONFIRMS), pada penelitian ini sebanyak 45% dari pasien yang
diberikan dosis febuxostat 40 mg, 67% dosis febuxostat 80 mg berhasil mencapai
penurunan asam urat dibawah nilai 6mg/dl dibandingkan capaian allopurinol yang
hanya 42%. Pada pasien gagal ginjal, dosis febuxostat 80 mg lebih efisien
menurunkan level asam urat dibandingkan dosis 40mg dan allupurinol.

Kesimpulan.

1. Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan asam urat darah diatas
normal, sedangkan gout adalah penyakit akibat adanya penumpukan kristal
monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat.
2. Tujuan terapi hiperurisemia adalah kontrol serangan akut, preventif kekambuhan
dan preventif komplikasi yang ditimbulkan.
3. The long term use of urate lowering agents (ex. Febuxostat) merupakan salah satu
obat pilihan terbaik dalam pengobatan serta pencegahan komplikasi
hiperurisemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC,
Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editor. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 8th
ed. Philadelphia:Saunders; 2009.hal.1481 – 506
2. Edward NL. Gout: Clinical features. Dalam: Klippel JH, Stone JH, Crofford
LJ, White PH, Editors. 3rd ed. New York:Springer; 2008.hal.241 – 9
3. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4.
Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.1213 – 7
4. Kambayana G, Puta TR. Comparison of the prevalence of hyperuricemia in
families of patients with and without gouty arthritis among Balinese people.
Indonesia Journal of Rheumatology:2011:48:ii2-ii8
5. Darmawan J, Rasker JJ, Nuralim H. The Effect of Control and Self-
Medication of Chronic Gout in a Developing Country. Outcome After 10
Years. J Rheumatol 2003;30:hal. 2437 – 43
6. Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R,
Klauser-Braun R. Elevated uric acid increases the risk for kidney disease. J
Am Soc Nephrol 2008;19: hal. 2407 – 13
7. Orson W. Moe. Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid
Nephropathy Exist? J Am Soc Nephrol 2010;21: hal. 395 – 7.
8. Becker MA, Schumeacher HR, Wortmann RL, et al. Effects of febuxostat
versus allopurinol; and placebo in reducing serum urate in subjects with
hyperuticemia and gout:A 28 week, phase III, randomized, double
blind,parallel group trial. Arhtitis Rheum 2008;59(11)1540-1548
9. Shumacher MA, Schumacher HR, Espinozal, et al. A phase 3 randomized,
controlled, multicenter, double-blind trial (RCT) comparing efficacy and
safety of daily febuxostat (FEB) and Allopurinol (Allo) in subjects with gout.
Presented at the 2008 Annual Scientific Meeting of The American College of
Rheumatology, San Fransisco, October 24-29,2008
10. Ulorix (Febuxostat). Red Book, 113th ed. Thomson Healthcare; August 2009
Supplement,p65
11. Khosvaran R, Grabowski BA, Wu J et al.
Pharmacokineticss,pharmacodynamics and safety of febuxostat, a non-
purinselective inhibitor of xanthine oxidase, in a dose escalalation study in
healthy subjects. 2006;45(8)812-841
12. Lin TC, Hung LH, Chen YC, Lo WC, Lin CH, Tam K, et al. Effects of
febuxostat on renal function in patients with chronic kidney disease A
systematic review and meta-analysis. Medicine (2019) 98:29(e16311)

Anda mungkin juga menyukai