Anda di halaman 1dari 15

Efektifitas infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dalam

menurunkan kadar asam urat pada mencit putih jantan yang diinduksi
kalium oksanat

PROPOSAL

LUSI LESTARI
G 701 17 164

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
MEI 2020
Efektifitas infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dalam menurunkan kadar
asam urat pada mencit putih jantan yang diinduksi kalium oksonat

A. Latar Belakang
Gout atau yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai penyakit asam urat merupakan
suatu penyakit yang dapat menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit asam urat merupakan
suatu kondisi klinis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar asam urat serum melebihi
batas normalnya yaitu 7,0 mg/dL untuk laki-laki dan sebesar 6,0 mg/dL untuk perempuan. Faktor
penyebab dari penyakit yang jarang diketahui oleh masyarakat dikarenakan kurangnya edukasi
dan sosialisasi terhadap penyakit asam urat ini salah satunya adalah asupan makanan yang biasa
dikonsumsi sehari-hari (Wortmann, 1997).

Asam urat merupakan bentuk komplikasi dari hiperurisemia, dimana hiperurisemia itu
sendiri terjadi karena adanya peningkatan metabolisme asam urat, penurunan pengeluaran asam
urat urin gabungan dari keduanya (Wortmann, 1997). Hal ini dapat menyebabkan
ketidakmampuan darah dalam menampung asam urat sehingga menyebabkan terjadinya
pengendapan kristal urat diberbagai sendi dan ginjal (Misnadiarly, 2007).

Tanaman herbal saat ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat dalam mengobati
suatu penyakit, dimana masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman herbal daripada obat
sintetik karena aktivitasnya dapat menyembuhkan suatu penyakit dengan mempertimbangkan hal
seperti harga yang murah, sangat mudah untuk didapat dan minim akan efek samping.
Salah satu tanaman yang sudah dikenal oleh masyarakat luas adalah tanaman Katuk
(Sauropus androgunus (L) Merr) yang sudah sangat banyak digunakan oleh masyarakat dalam
mengobati penyakit. Berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia menyatakan bahawa tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia yang dapat
dijadikan sebagai alternatif dalam mengobati suatu penyakit diantaranya adalah senyawa alkaloid
papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonoid, dan tanin (Rukmana,2003).

Senyawa kimia berupa flavonoid yang terdapat pada daun katuk berupa metabolit sekunder
yang memiliki berbagai aktifitas farmakologi dan aktifitas biologi. Didalam tumbuhan tingkat
tinggi (Angiospermae) flavonoid tersebar dan banyak terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi
jenis ini. Flavonoid memiliki aktifitas seperti fungsi biotransportasi,pertahanan diri baik dalam
keadaan buruk maupun sebagai pigmen warna (Rukmana, 2003). Selain itu flavonoid adalah sutu
senyawa aktif yang dapat digunakan dalam mengobati penyakit asam urat dimana mekanisme
kerjanya adalah dengan menghambat kerja dari enzim xanthin oksidase yang dapat mengubah
purin menjadi asam urat (Costantito et al, 1992).

Pada penelitian ini dilaksanakan untuk melihat efek dari pemberian infus daun katuk
terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit putih jantan yang diinduksi dengan kalium
oksonat dan melihat perbandingan penurunan kadar asam urat pada pemberian allopurinol
sebagai kontrol positif dan penggunaan infus daun katuk pada dosis tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberin infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dapat memberikan
efek terhadap penurunan kadar asam urat ?
2. Berapakah dosis optimal infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) yang dapat
menurunkan kadar asam urat ?
3. Apakah terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan antara pemberian allopurinol sebagai
kontrol positif dengan infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dalam
menurunkan kadar asam urat ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek pemberian infusa daun sukun dalam menurunkan kadar asam urat pada
penderita penyakit Gout.
2. Melihat dosis optimal pada pemberian infusa daun katuk dalam menurunkan kadar asam
urat.
3. Melihat perbedaan antara pemberian allopurinol sebagai kontrol positif dengan
pemberian infusa daun katuk dalam menurunkan kadar asam urat

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dalam menurunkan kadar asam urat
daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) serta mengetahui tingkat keamanan dari
infusa daun katuk

2. Bagi Penelitian
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam pemanfaatan
mengenai Efektifitas infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) serta dosis
optimal pada pemberian infusa daun katuk dalam menurunkan kadar asam urat.

3. Bagi Pendidikan
Dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang cara menentukan dosis optimal
dan menentukan pemberian infusa dari daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr)
dalam menurunkan kadar asam urat.

E. Hipotesis Peneliti
1. Pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dapat menurunkan
kadar asam urat.
2. Tidak terdapat perbedaan antara penggunaan allopurinol sebagai kontrol positif
dengan pemberian infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dalam
menurunkan kadar asam urat

F. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya sebatas mempelajari dan mengetahui cara pemberin infusa daun
katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) dapat memberikan efek terhadap penurunan kadar
asam urat dosis optimal infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) yang dapat
menurunkan kadar asam urat serta mengetahui efek yang ditimbulkan antara pemberian
allopurinol sebagai kontrol positif dengan infusa daun katuk (Sauropus androgunus (L)
Merr) dalam menurunkan kadar asam

G. Tinjauan Pustaka
1. daun katuk (Sauropus androgunus (L)
a. Klasifikasi Daun katuk (Sauropus androgunus (L)
Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Euphor
Famili : Euphorbeaceae
Genus : Sauropus
Spesies : (Sauropus androgunus (L) Merr)

b. Morfologi
Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) merupakan tumbuhan jenis sayuran
yang banyak terdapat pada kawasan wilayah Asia Tenggara. Ciri-ciri tanaman katuk
ada pada cabangnya yang lunak, daun yang tersusun selang-seling pada satu buah
tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm.
Tanaman katuk tumbuh secara menahun dimana berbentuk seperti semak dengan
ketinggian mencapai 2-5 m. Tanaman katuk ini sendiri terdiri dari akar, batang, daun,
bunga, buah dan biji. Sistem perakarannya menyebar kesegala arah dan dapat
mencapai kedalaman berkisar antara 30-50 cm. Batang tanaman tumbuh tegak dan
berkayu, dimana tanaman katuk mempunyai daun majemuk, berukuran kecil,
berbentuk bulat dan pada permukaan atas daun berwarna hijau gelap, sedangkan
bagian bawah daun berwarna hijau muda (Santoso, 2009).

Daun katuk adalah salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh dipasar maupun
swalayan. Gizi yang terkandung pada daun katuk itu sendiri terdapat cukup banyak
kandungan kalori, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin yang dibutuhkan oleh
tubuh manusia.

Kandungan gizi Kadar

Energi 59 kkal

Protein 4,8 gr

Lemak 1 gr

Karbohidrat 11 gr

Serat 1,5 gr

Kalsium 0,4 mg

Fosfor 83 mg

Zat besi 2,7 mg

Vitamin A 10370 SI

Vitamin B1 0,1 mg

Vitamin C 239
2. Kandungan kimia daun katuk
1. Tanaman katuk (Sauropus androgunus (L) Merr) mengandung beberapa senyawa
kimia yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, diantarnya adalah
flavonoid, alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral dan saponin
(Zuhra dkk, 2008).
2. Flavonoid merupakan salah satu kandungan kimia yang terdapat pada tanaman
daun katuk yang memiliki berbagai khasiat farmakologi, dimana flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar disebagian tumbuhan
jenis tingkat tinggi (Angiospermae). Fungsi dari flavonoid itu sendiri adalah
sebagai biotransportasi, pertahanan diri baik dalam keadaan buruk atau hama,
maupun sebagai pigmen warna (Rukmana, 2003).
3. Senyawa flavonoid yang terdapat pada suatu tanaman berpotensi sebagai obat
penyakit asam urat dengan menghambat kerja dari xanthin oksidase dan
menurunkan konsentrasi asam urat dalam jaringan manusia (Septianingsih dkk,
2012).

3. Allopurinol
Obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit gout yang dapat menurunkan kadar
asam ura didalam darah

1. Nama dan Struktur Kimia

1 H-pyrazolol [3,4-d]pirimidin-4-ol atau 4-hidroksipirazolol [3,4-d]pirimidin


2. Mekanisme Kerja
Allopurinol adalah salah satu jenis obat sintetik yang digunakan dalam mengatasi
penyakit asam urat dimana allporuinol sendiri merupakan suatu analog asam urat
yang bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat dari prekursornya dan
menghambat aktivitas enzim xantin oksidase (Dipiro, 2005).

Gambar 2. Mekanisme Penghambatan Allopurinol Terhadap Enzim Xanthine


Oksidase (Schunack et al, 1990).

3. Efek Samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan allopurinol antara lain
reaksi kulit yang kemerahan, reaksi alergi, demam, leukopeni, pruritus,
eosinofilia, artralgia, gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga, penggunaan
allopurinol pada masa awal terapi dapat menyebabkan peningkatan serangan gout
(Dipiro, 2005).

4. Kalium Oksonat
Kalium oksonat atau dengan nama lain potassium oksonat yang berasal dari asam
oksonat mempunyai berat molekul 195,18. Kalium oksonat bersifat oksidator kuat,
teratogen, karsinogen, mutagen, dan mudah mengiritasi mata dan kulit. Kalium
oksonat dapat dijadikan sebagai inhibitor oksidase urat dengan efek yang diberikan
yaitu hiperurisemia. Adapun mekanisme dari kalium oksonat ini adalah meningkatkan
kadar asam urat menjadi allantoin yang harusnya diekskresikan melalui urin, dengan
adanya kalium oksonat ini dapat menghambat enzim urikase dan mengakibatkan
tertumpuknya dan tidak tereliminasinya asam urat dalam bentuk urin (Sukandar dkk,
2012).

5. Rancangan Percobaan
Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster
Pada penelitian ini digunakan hewan percobaan yaitu mencit putih jantan dengan
galur Swiss Webster. Alasan penggunaan mencit galur ini karena memiliki
keuntungan diantara lain yaitu : lebih ekonomis, ukuran kecil, dan dasar fisiologisnya
mendekati manusia yaitu sama-sama mamalia. Mencit yang digunakan adalah mencit
jantan dengan berat berkisar antara 20 – 30 gram dan umur antara 2- 3 bulan. Alasan
penggunaan mencit jantan dikarenakan mencit jantan tidak akan mengalami siklus
uterus dengan harapan agar hasil yang didapatkan lebih akurat

H. Metode Penelitian
a. Metode penelitian
1. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan April – November 2020pembuatan
ekstrak ikan sidat dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan pengujian
efektivitas luka sayat dilakukan di Laboratorium Farmakologi-Biofarmasi Jurusan
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako,
Palu, Sulawesi Tengah.

2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah daun katuk (Sauropus androgonus (L) Merr
yang masih segar yang diambil di daerah TONDO, KECAMATAN
MANTIKULORE, Provinsi SULAWSI TENGAH. Bagian yang diambil adalah daun
Katuk.

3. Peralatan Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah sonde oral, spuit 5 ml, jarum suntik, pipet
mikro, microtube, sentrifugator, spektro UV-VIS, kuvet semimikro, timbangan
analitk, timbnagan hewan, mikro hematokrit, rotary evaporator, waterbath, lemari
pengering, alat penggiling, thermometer, panic infusa, cawan penguap, alat-alat gelas.
4. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor mencit putih jantan
dengan berat badan 20-30 gram, berumur 2-3 bulan dan dalam keadaan sehat dan
tingkah laku normal. Sebelum dilakukan pengujian, hewan diaklimatisasi terlebih
dahulu selama 1 minggu.
Semua hewan uji dipelihara dalam kondisi yang sama. Kandnag dikondisikan dalam
suhu kamar serta adanya siklus cahaya terang gelap setiap 12 jam. Hewan uji diberi
pakan dan minum sesuai dengan standard yang telah berlaku.

b. Pengumpulan dan Preparasi Sampel Penelitian


Sampel yang digunakan berupa daun segar simplisia yang telah dikeringkan dan
dihaluskan terlebih dahulu, kemudian sampel disimpan dalam tempat yang tertutup rapat
dan terhindar dari cahaya matahari langsung.

Pembuatan Infusa Daun Katuk


Daun katuk yang digunakan adalah daun katuk hijau yang masih muda dan segar yang
diperoleh dari tondo, kecamatan mantikulore,palu. dengan menggunakan panci infusa
dimana daun katuk ditimbang sebanyak 700 gr, dirajang halus. Kemudian hasil rajangan
daun katuk dimasukkan kedalam panci infusa ditambah air dan direbus pada suhu 90°C
dengan perbandingan 1:1 (700 gram daun katuk dan 700 ml air), diaduk, dan dibiarkan
selama 15 menit terhitung sejak suhu mulai mencapai 90°C. hasil rebusan disaring
dengan kain flannel untuk memperoleh hasil infusanya. Pekerjaan ini diulangi sesuai
dengan kebutuhan ml infusa (Suprayogi,2000)

c. Skrining fitokimia
Pemeriksaan alkaloid. larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCL 2 N. larutan yang
didapat dibagi kedalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam encer
yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorff
dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan jingga
pada tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid
(Farnsworth, 1966).

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid. Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan dalam


cawan penguap. Residu dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, ditambahkan 0,5 mL asam
asetat anhidrat dan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid,
sedangkan bila muncul cincin kebiruan menunjukkan adanya steroid (Ciulei,1984).
Pemeriksaan saponin. larutan uji 10 mL dalam tabung reaksi dikocok vertical selama 10
detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm yang
stabil selama tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan
1 tetes HCL 2 N, busa tidak hilang (Depkes RI,1995)

Pemeriksaan tannin dan polifenol. Larutan uji sebanyak 2 mL dibagi dalam 2 bagian.
Tabung A digunakan sebagai blanko dan tabung B direaksikan denga larutan besi
(III)klorida 10 %, warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tannin dan
polifenol (Robinson,1991).

Pemeriksaan flavonoid. Larutan uji sebanyak 1 mL dibasahkan dengan aseton P,


ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P,
dipanaskan diatas tangas air dan dihindari pemanasan berlebihan. Sisa yang diperoleh
dicampur dengan 10 mL eter P kemudian diamati dengan sinar UV 366 nm. Larutan
berfluoresensi kuning intensif menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI,1989

d. Uji Aktivitas Anti asam urat

1. Pengelompokan hewan uji.

Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit putih jantan yang dibagi menjadi 5
kelompok dimana 1 kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dengan cara pengujian sebagai
berikut :

a. K- : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kg BB tanpa


pemberian infusa daun Katuk.
b. K+ : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan
pemberian allopurinol dengan dosis 0,52 mg/20 grBB.
c. P1 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan
pemberian Infusa Daun katuk dengan konsentrasi 20 %.
d. P2 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kgBB dan
pemberian Infusa Daun Katuk dengan konsentrasi 40 %.
e. P3 : Diinduksi dengan Kalium Oksonat dengan dosis 250 mg/kg BB dan
pemberian infusa Daun Katuk dengan konsentrasi 80 %.

2. Dasar Penentuan Dosis. Dosis Infusa Daun Katuk yang akan digunakan mengacu
pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016) dimana Infusa Daun Katuk
dengan Kadar 20 %, 40 % dan 80 % pada mencit tidak teratogenik. Dosis Kalium
Oksonat yang digunakan mengacu pada Suhendi,dkk (2011) yaitu 250 mg/kgBB
sedangkan dosis Allopurinol yang digunakan yaitu 200mg/kgBB pada manusia kemudian
dikonversikan pada mencit sehingga dosis yang digunakan yaitu 0,52 mg/kgBB.
3. Pembuatan Larutan Na CMC 0,5 %. Sebanyak 0,5 gr Na CMC ditaburkan dalam
lumpang dan berisi 10 ml aquadest yang telah dipanaskan, kemudian digerus sampai
homogen. Larutan yng telah homogeny kemudian ditambahkan dengan aquadest sedikit
demi sedikit hingga volume mencapai 100 ml.

4. Pembuatan induksi Kalium Oksonat. Digunakan dosis 250 mg/kg BB kalium


oksonat ditimbang sebanyak 0,25 gram dan disuspensikan kedalam larutan Na CMC 0,5
% sampai volume 10 ml (Suhendi,dkk. 2011).

5. Pembuatan suspensi allopurinol. Ditimbang serbuk tablet setara dalam 50 mg


allopurinol. Lalu dosis disuspensikan dalam 50 ml larutan Na CMC 0,5 % kemudian
gerus sampai homogen (Suhendi,dkk.2011).

6. Uji Aktivitas Anti Asam Urat. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 25 ekor
mencit putih jantan yang dibagi secara acak kedalam 5 kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit putih jantan, dimana perlakuan uji aktivitas anti asam
urat ini mengacu pada saputri, dkk (2011) dengan memberikan induksi kalium oksonat
sebanyak 250 mg/kgBB secara intraperitoneal selama 7 hari. Pada hari terakhir
pemberian induksi kalium oksonat, kelompok perlakuan 1,2 dan 3 diberikan infusa daun
katuk setelah 1 jam pemberian induksi kalium oksonat secara oral. Sedangkan untuk
kelompok positif diberikan suspensi allopurinol secara oral dan kelompok negative tidak
diberikan apapun. Dua jam setelah pemberian induksi kalium oksonat, dilakukan
pengambilan darah melalui

7. Pengambilan darah dan perhitungan kadar asam urat. Pengambilan darah mencit
dilakukan dengan cara melukai ekor mencit kemudian kadar asam urat diukur dengan
metode kolorimetrik enzimatik. Dimana asam urat akan diubah secara enzimatik menjadi
alantoin dan hydrogen peroksida. Hydrogen peroksida ini akan bereaksi dengan asam 3,5
dikloro-2-hidroksibenzensulfonat dan 4-aminofenazon menjadi kuinonimin merah.
Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi komersial Randox untuk asam urat.

8. Efektifitas penurunan kadar asam urat. Persentase penurunan kadar asam urat
dihitung dengan menggunakan rata-rata kadar asam urat kelompok negatif dengan control
positif sebagai patokannya. Selisih rata-rata kadar asam urat kelompok negative dengan
rata-rata kadar asam urat perlakuan dibandingakan dengan selisih rata-rata kadar asam
urat kelompok negative dengan kadar asam urat kelompok control positif. Perhitungan
efektivitas penurunan kadar asam urat diperlihatkan dari rumus berikut :

(kadar kelompok negatif −kadar kelompok perlakuan)


%P = × 100%
( kadar kelompok ¬atif −kadar kelompok positif )
9. Analisis data. Dengan melihat uji normalitas dan uji homogenitas yang digunakan
sebagai syarat uji ANOVA. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dapat
digunakan metode analisis varian satu arah (ANOVA).

DAFTAR PUSTAKA

Costantito, L., A.Albasni and S.Benvenuti. 1992. Activity of polyphenol crude extracts as
scavengers of superoxide radicals and inhibitors of xanthine oxidase. Planta Medica.
58:342-344.
Ciulei, J. 1984. Metodologi for Analysis of vegetable and Drugs. Faculty of Pharmacy.
Dalimartha, S. 2008. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat, Penebar Swadya, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dipiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy Handbook, Sixth Edition, The Mc. Graw Hill Company,
USA. 1891-1939.
Farnsworth,N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. J.Pharm. Sci.
Herliana, E. 2013. Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal, Fmedilab, Jakarta.
Kertia, N. 2009. Asam Urat, Kartika Media, Yogyakarta.
Marks, D., A.D, Marks and C.M, Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah
Pendekatan Klinis, edisi 1, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mellado, V., J. Morales., E. Meono and C. Pacheco-Tena. 2001. Relation Between Adverse
Events Associated with Allopurinol and Renal Function in Patients with Gout. Am
Rheum Dis, 60: 981-983.
Misnadiarly. 2007. Rematik : asam urat- Hiperurisemia, Arthritis Gout, Edisi 1, Pustaka Obor
Populer, Jakarta.
Murray, R.K., D.K, Granner., P.A. Mayes and V.W. Rodwell. 1997. Biokimia Harper, EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Robinson,T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Obat Tinggi. Diterjemahkan oleh Kokasih
Padmawinata. ITB. Bandung.
Rukmana. 2003. Katuk Potensi dan Manfaatnya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Santoso, U. 2009. Manfaat Daun Katuk Bagi Kesehatan Manusia dan Produktivitas Ternak.
(http:www.uripsantoso.wordpress.com, diakses 12 Oktober 2010).
Saputri,A,A., J. Amin dan Azizahwati. 2011. Pengaruh Pemberian Kombinasi Ekstrak Air Akar
Kucing (Acalpha indica Linn.) Dengan Ekstrak Etanol 70 % Rimpang Jahe Merah
(Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Putih. Majalah
Ilmu Kefarmasian. Vol 8 (3).
Schunack, W., K. Mayer and M. Haake. 1990. Senyawa Obat, diterjemahkan oleh bagian
farmakologi FK UNAIR, Edisi II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Septianingsih, U., H. Susanti dan W. Widyaningsih. 2012. Penghambatan Aktivitas Xanthine
Oxidase oleh Ekstrak Etanol Akar Sambiloto (Andrographis panicullata,Ness) Secara IN
VITRO. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol 2: 153-163.
Suhendi., Mudiani dan Septriana. 2011. Belajar bersama alam. Penerbit SoU Publizer. Bogor.
Sukandar, E., I.K. Adnyana dan S. Readi. 2012. Uji Efek Antihiperurikemia Ekstrak Etanol
Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Tikus Betina Galur Wistar. Acta Pharmaceutical
Indonesia, 3 :71.
Utami, P. 2005. Tanaman Obat untuk Mengatasi Reumatik dan Asam Urat, Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Wortmann,R.L. 1995. Gout dan Gangguan Metabolisme Purin Lain dalam Harrison, Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, ECG, Jakarta.
Zuhra, C. F., J.B. Tarigan dan H. Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari
Daun Katuk (Sauropus androgonus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera : 7-10.
.

Anda mungkin juga menyukai