Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sejak dahulu kala telah melakukan serangkaian

upaya penanggulangan penyakit menggunakan bahan-bahan dari alam sebagai

pengobatan tradisional. Berdasarkan UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan

bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian

(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku di masyarakat. Diantara berbagai tumbuhan obat yang diketahui baik bagi

kesehatan yaitu rimpang alang-alang (Imperata cylindrical L.) dan Kumis Kucing

(Orthosiphon stamineus L.) (Arief Hariana, 2004).

Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.) merupakan rumbuhan

rumput menahun yang tersebar hampir di seluruh belahan bumi dan dianggap

sebagai gulma pada lahan pertanian. Tanaman ini sudah lama dikenal masyarakat,

banyak dijumpai di tempat terbuka. Akar dan batang alang-alang mengandung

manitol, glukosa, sakarosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrene,

cylindol A, graminone B, imperanene, stigmasterol, campesterol, β-sitosterol,

fernenol, arborinone, arborinol, isoarborinol, simiarenol, anemonin dan tannin.

Adapun Khasiat rimpang alang-alang antara lain diuretik, kencing berdarah,

kencing nanah, muntah darah, mimisan dan radang ginjal akut (Dalimartha, 2006).

1
Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) merupakan merupakan

tanaman obat tradisional yang telah dimanfaatkan masyarakat Asia sejak zaman

dulu. Daun ini dipercaya memiliki khasiat untuk mengobati penyakit yang

berkenaan dengan ginjal. Daun Kumis Kucing, mengandung beberapa zat aktif

yang berkhasiat sebagai obat. Di antaranya adalah rosmarinic acid, lipophilic

flavonoids, sinensetin, orthosiphol dan orthosiphon. Zat-zat tersebut memiliki

peran sebagai antiradang dan antioksidan (Dewasasri M Wardani, 2017)

Diuretika adalah zat-zat yang memperbanyak pengeluaran air kemih

(diuresis) akibat khasiat langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua

pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang

diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut

dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang

berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan

ekstra sel kembali menjadi normal (Tjay Hoan, 2007).

Pada penelitian sebelumnya oleh Rustam Erlina, 2012 melakukan

penelitian untuk mengetahui perbandingan efek diuretik (peluruh air seni) serta

kadar natrium dan kalium darah dan urin antara pemberian ekstrak etanol akar

alang-alang dan furosemid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan

ekstrak etanol akar alang-alang 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB

mencit memiliki efek diuretik yang hampir sama dengan furosemid dosis 0,72

mg/kgBB.

Berdasarkan penelitian (Ninuk Kus Dasa Asiafri Harini, 1989),

membandingkan efek diuretik daun kumis kucing muda dan tua secara in

2
vitro 0.5%, 7.5% dan 10%, untuk efek diuretik disarankan menggunakan daun

kumis kucing muda karena mempunyai awal kerja yang cepat dan masa kerja

yang relatif singkat

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka timbul permasalahan, apakah

kombinasi Ekstrak Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.) dan Daun

Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) dapat digunakan sebagai obat diuretik

pada mencit (Mus musculus) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kombinasi Ekstrak

Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.) dan Daun Kumis Kucing

(Orthosiphon stamineus L.) sebagai diuretik pada mencit (Mus musculus).

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk dapat memberikan informasi

dan data ilmiah mengenai efek kombinasi Ekstrak Rimpang Alang-alang

(Imperata cylindrical L.) dan Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.)

sebagai diuretik pada mencit (Mus musculus) agar dapat menunjang

pengembangan dan pemanfaatan sehingga penggunaannya sebagai obat

tradisional dapat lebih dipertanggung jawabkan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi tanaman (Gembong T, 2008)

a. Rimpang Alang-Alang

Kingdom : Plantae

Sub Divisi    : Spermatophyta

Divisi               : Magnoliophyta

Kelas                : Liliopsida

Ordo                 : Poales

Famili               : Poaceae

Genus               : Imperata

Spesies             :  Imperata cylindrical L.

b. Kumis Kucing

Kingdom : Plantae

Sub Divisi    : Spermatophyta

Divisi               : Magnoliophyta

Kelas                : Magnoliopsida

Ordo                 : Lamiales

Famili               : Lamiaceae

Genus               : Orthosiphon

Spesies             :  Orthosiphon stamineus L.

4
2. Morfologi (Van Steenis, 2008)

a. Rimpang Alang-Alang

Akar Batang alang-alang terdiri atas bagian pangkal tunas terdapat

beberapa ruas pendek, tunas yang berbunga beruas panjang terdiri atas

satu sampai tiga ruas, tumbuh vertikal dan terbungkus di dalam daun.

Tinggi batang alang-alang yang dapat berbunga kurang lebih 20-30 cm.

Batang alang-alang yang berada dipermukaan tanah berwarna keunguan.

Rimpang alang-alang tumbuh di tanah pada kedalaman 0-40 cm. Rimpang

alang-alang tumbuhnya memanjang dan bercabang-cabang, berwarna

keputihan dengan panjang kurang lebih 1 meter dan beruas-ruas. Alang-

alang memiliki akar serabut yang tumbuh dari pangkal batang dan ruas-

ruas pada rimpang. Helai daun alang-alang berwarna hijau sampai hijau

kekuningan, tumbuh tegak berbentuk garis-garis (lanset) yang semakin

menyempit ke bagian pangkal. Panjang dan lebar helai daun kurang lebih

12-80 cm x 5-18 mm. Tulang daun alang-alang berbentuk lebar dan

berwarna agak pucat. Permukaan dan tepi daun terasa kasar bila diraba.

Bunga alang-alang berbentuk malai dengan bulir bunga yang tersusun

rapat, berbentuk ellips meruncing, mempunyai rambut-rambut halus dan

ringan sehingga mudah terbawa angin. Bunga yang mudah terbawa angin

akan memperluas berkembang biakan alang-alang dari tempat semula ke

tempat yang lainnya, jarak tergantung berapa besar angin mampu

membawanya. Bunga alang-alang memiliki benang sari berwarna

kekuningan dan putik tunggal berwarna keunguan.

5
b. Kumis Kucing

Akar tunggang, berbetuk bulat, dan berserabut banyak. Akar

tanaman ini berdiamater 1-2 mm dengan pangkal ujung kecil yang

berwarna kekuningan dengan panjang mencapai 25 – 30 cm yang akan

menembus permukaan tanah. Batang berbentuk segi empat, berwarna

keunguan hingga kehijauan dengan diameter 1-2 cm, bercabang banyak

dan terdapat ruas pada bagian bawah batang. Selain itu, batang tumbuh

dengan tegak mencapai ketinggian 2-3 meter bahkan lebih tergantung jenis

dan varietesnya. Daun berbentuk oval memanjang dengan panjang 1-2 cm,

memiliki bagian tepi merata, dan juga pertulangan yang tampak berwarna

keputihan. daun ini berwarna hijau muda hingga hijau tua. Daun juga

memiliki pertangkai pendek dengan panjang kurang dari 1 cm dengan

warna kecoklatan hingga kehijaun. Bunga terdiri dari dua bagian yaitu

bunga tunggal dan bunga majemuk. Bunga tunggal berbentuk bibi,

mahkota berwarna putih hingga keungguan, bagian tas di tutupi dengan

rambul halus dan pendek berwarna keungguan. Sedangkan bunga

majemuk berwarna putih keungguan, panjang menca[ai 7-29 cm dan di

tutupi rambut halus dengan panjang 1-6 mm, kelopak bunga berurat,

pangkal rambut pendek dan juga jarang. Biji berwana kehitaman,

berbentuk pipih dan juga lonjong yang berukuran 1-2 mm bahkan lebih.

Biji ini dapat di perbanyak secara generatif.

6
3. Kandungan Kimia (Hariana, Arief, Drs. H., 2004).

a. Rimpang Alang-Alang

Metabolit yang telah ditemukan pada akar alang-alang terdiri dari

arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, simiarenol, kampesterol,

stigmasterol, ß-sitosterol, skopoletin, skopolin, p-hidroksibenzaladehida,

katekol, asam klorogenat, asam isoklorogenat, asam p-kumarat, asam

neoklorogenat, asam asetat, asam oksalat, asam d-malat, asam sitrat,

potassium (0,75% dari berat kering), sejumlah besar kalsium dan 5-

hidroksitriptamin. Pada daun mengandung tanin, saponin, flavonoid,

terpenoid, alkaloid, fenol dan cardiac glycosides.

b. Kumis Kucing

Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia seperti

senyawa turunan terpen, senyawa turunan fenolat (flavanoid), garam

kalium, minyak atsiri dan orthosiponin glycosides.

4. Manfaat Tanaman (Hariana, Arief, Drs. H., 2004)

a. Rimpang Alang-Alang

Khasiat alang-alang sangat banyak sebagai obat untuk berbagai

gangguan kesehatan, seperti: batu ginjal, infeksi ginjal, kencing batu, batu

empedu, buang air kecil tidak lancar atau terus-menerus, air kemih

mengandung darah, prostat, keputihan, batuk rejan, batuk darah, mimisan,

pendarahan pada wanita, demam, campak, radang hati, hepatitis, tekanan

darah tinggi, urat saraf melemah, asma, radang paru-paru, jantung koroner,

gangguan pencernaan, diare, dan lain-lain.

7
b. Kumis kucing

Kandungan orthosiponin glycosides berkhasiat melarutkan asam

urat, fosfat dan asam oksalat dari tubuh terutama pada kandung kemih,

empedu dan ginjal. Garam kalium memiliki efek diuretic atau peluruh air

seni dan pelarut batu saluran kencing sehingga dapat mencegah terjadinya

endapan batu ginjal. Flavanoid yang terdapat dalam daun kumis kucing

berpotensi untuk menjadi anti inflamasi dan antioksidan.

B. Uraian Diuretika

1. Pengertian Diuretika

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan volume urin. Istilah

diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan

volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran

(kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk

memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan

sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrak sel kembali menjadi normal.

Pengaruh diuretic terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan

tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu

diuretik. (Nafrialdi, 2007).

Diuretik mencegah lapisan sel tubulus ginjal mereabsorpsi jumlah ion

natrium dan ion lainnya (serta air yang melarutkan kedua zat tersebut) akan

terbuang kedalam urine bukannya kembali ke aliran darah, karena zat tersebut

dapat menyebabkan peningkatan volume intravascular dan kemudian akan

meningkatkan tekanan hidrostatik, yang mengakibatkan kebocoran cairan di

8
tingkat kapiler. Diuretik diindikasikan untuk pengobatan edema yang berkaitan

dengan gagal jantung kongjesif, penyakit hati termasuk sirosis hepatitis, penyakit

ginjal, dan untuk pengobatan hipertensi. Obat ini juga digunakan untuk

menurunkan tekanan cairan dalam mata (tekanan intraokular), yang berguna untuk

mengatasi glaukoma. Diuretik yang menurunkan kadar kalium juga dapat

digunakan untuk mengobati kondisi hiperkalemia (Karch, 2011).

Secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi

Na+ dan anion yang menyertainya biasanya Cl-. NaCl dalam tubuh merupakan

penentu utama volume cairan ekstraseluler dan sebagian besar aplikasi klinis

diuretic ditujukan untuk mengurangi volume cairan ekstraseluler dengan

mengurangi kandungan total NaCl didalam tubuh. Diuretik tidak hanya mengubah

ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi pengaturan kation lain (misalnya, K +, H+,

Ca2+, dan Mg2+) anion-anion (seperti Cl¯, HCO3-, dan H2PO4-) dan asam urat oleh

ginjal (Goodman & Gilman, 2008).

2. Mekanisme Kerja Diuretik

Diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi ion-ion Na+, sehingga

pengeluarannya bersama air diperbanyak. Obat bekerja ini khusus terhadap tubuli

ginjal pada tempat yang berlainan, yaitu :

a. Tubuli proksimal

Pada tubuli proksimal 70% ultra filtrat diserap kembali (Glukosa, Ureum,

ion Na+ dan Cl+) filtrat tidak berubah dan tetap isotonik terhadap plasma. Diuretik

osmotik seperti Manitol, Sorbitol, Gliserol juga bekerja di tempat ini dengan

mengurangi reabsorpsi ion Na+ dan Cl-

9
b. Lengkungan Henle (Henle’s loop)

Pada lengkungan Henle 20% ion Cl- diangkut secara aktif kedalam sel

tubuli dan disusul secara pasif oleh ion Na+, tetapi tanpa air, sehingga filtrate

menjadi hipotonik terhadap plasma. Diuretika lengkungan atau diuretika kuat

seperti Furosemida, Bumetamida, Asam Etakrinat) yang bekerja disini dengan

merintangi tranpor Cl-.

c. Tubuli Distal bagian depan ujung Henle’s loop dalam cortex

Pada tubuli distal bagian depan ujung henle’s loop dalam cortex ion Na +

diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrate menjadi lebih

cair dan lebih hipotonik. Saluretika atau zat-zat Thiazida, Klortaridon, Mefruzida,

dan Klopamida bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi ion Na+ dan Cl-.

d. Tubuli Distal bagian belakang

Pada tubuli distal bagian belakang ion Na- diserap kembali secara aktif,

dan terjadi pertukaran dengan ion K+ dan H+ dan HH4+. Proses ini di kendalikan

oleh hormon anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium seperti

Spironolakton, Thiamteren, dan amilorida bekerja disini dengan mengurangi

pertukaran ion K+ dengan ion Na+, dengan demikian terjadi retensi kalium

(antagonis aldosteron). Reabsorpsi air terutama berlangsung di saluran

pengumpul (ductus colligens), dan disini bekerja hormon anti diuretic atau

Vasopresin (Kimin, 2004).

3. Penggolongan Obat Diuretik

Secara umum, diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu

penghambat mekanisme tranpor elektrolit di dalam tubuli ginjal dan diuretik

10
osmotik. Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal ialah

benzotiadiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium, dan penghamabat karbonik

anhidrase.

4. Diuretik Osmotik

Diuretik osmosis menarik air ke dalam tubulus ginjal tanpa membuang

natrium.Obat ini merupakan diuretik pilihan dalam kasus terjadinya peningkatan

tekanan intracranial atau gagal ginjal akibat syok, over dosis obat, atau

trauma.Diuretik osmosis terdiri atas dua jenis agens yang ringan-gliserin

(Osmoglyn) dan isisorbid (Ismotic)-dan dua agens yang sangat kuat manitol

(Osmitrol) dan urea (Ureaphil).Gliserin dapat di berikan melalui intravena untuk

mengatasi peningkatan tekanan intracranial dan digunakan secara oral untuk

mengobati glaucoma. Isosorbid tersedia hanya dalam bentuk oral dan merupakan

obat yang dipilih untuk mengobati glaucoma.Manitol, yang hanya tersedia dalam

bentuk intravena, merupakan pengobatn utama untuk peningkatan tekanan

intrakranial dan gagal ginjal akut. Urea juga hanya tersedia untuk pengggunaan

intravena; obat ini diindikasikan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan

glaukoma akut.

5. Cara kerja obat dan indikasi terapeutik

Beberapa nonelektrolit digunakan secara intravena untuk meningkatkan

volume cairan yang dihasilkan ginjal.Manitol sebagai contoh adalah gula yang

tidak diabsorpsi dengan baik oleh tubulus; obat ini bekerja dengan menarik

sejumlah besar cairan ke dalam urin dengan osmotik dari molekul gula yang

besar. Karena tubulus tidak dapat mengabsorpsi gula yang di tarik kedalamnya,

11
sejumlah besar cairan akan terbuang dalam urine. Efek dari obat diuretik osmosis

tidak hanya terbatas pada ginjal, karena zat yang di masukkan menarik cairan ke

dalam system vascular dari ruang ekstravaskular, termasuk aqueous humor.Obat

diuretik osmosis sering digunakan dalam situasi akut ketika obat ini diperlukan

untuk menurunkan tekanan intraokular sebelum pembedahan mata atau selama

serangan glaucoma akut. Manitol juga digunakan untuk menurunkan tekanan

intrakranial, mencegah fase oliguria pada gagal ginjal dan meningkatkan

pergerakan zat toksik melalui ginjal (Karch, 2011).

6. Penggunaan Diuretika

Penggunaan diuretika pada keadaan dimana di kehendaki pengeluaran urin

yang banyak terutama pada :

a. Udema

Yaitu suatu keadaan kelebihan air di jaringan, misalnya pada

dekompensasi jantung setelah infark, dimana sirkulasi darah tidak berlansung

sempurna lagi, dan air tertimbun di paru-paru atau pada ascites (busung perut)

dimana air tertimbun dalam rongga perut, atau pada penyakit-penyakit ginjal.

b. Hipertensi

Untuk mengurangi volume darah agar tekanan menurun. Diuretika

mempunyai sifat memperkuat obat-obat hipertensi sehingga sering dikombinasi

dengan obat-obat tersebut.

c. Diabetes insipidus

Produksi air kemih berlebihan, dalam hal ini diuretika justru mengurangi

poliuera.

12
d. Batu ginjal

Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran

kemih.

7. Mekanisme Pembentukan Urin

Daya reabsopsi tubuli renalis ada maksimalnya.Bila glukosa dalam filtrate

terlalu banyak, glukosa bila didapatkan dalam urine (pada penderita kencing

manis/DM). Jumlah urin sekitar 900-1500 ml/24 jam, dengan komposisi air

sekitar 96% dan bahan-bahan yang terlarut di dalamnya (Elektrolit terutama

natrium dan sisa metabolisme terutama ureum, asam urat, dan creatinin). Dalam

urine sering didapatkan leucyte dan erytrocite 1-2 buah/lapangan pandang (ini

normal). Pada penderita icterus adanya bilirubin dan urobilin yang mneyebabkan

urine menjadi kuning (Setiadi, 2007).

C. Simplisia

1. Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapaun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Menurut “Materia Medika

Indonesia” simplisia dibedakan menjadi 3, yaitu “simplisia nabati, hewani, pelican

(mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian

tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara

spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan

dari tumbuhan dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 1995 dalam

Saifudin, Rahayu dan Teruna, 2011)

13
2. Proses Pembuatan Simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan

tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian,

pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan.

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku.

Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan

garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai

berikut (Didik Gunawan, Sri Mulyani, 2004):

a. Akar

Panen akar dilakukan saat proses pertumbuhan berhenti.

b. Sortasi Basah

Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman

lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang

rusak (dimakan ulat dan sebagainya).

c. Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,

terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang

tercemar pestisida.

d. Pengubahan Bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk

memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan bahan bakuakan

14
semakin cepat kering. Proses Pengubahan bentuk ini meliputi beberapa perlakuan

berikut.

1. Perajangan untuk rimpang, daun, dan herba

2. Pengupasan untuk buah, kayu, dan biji-bijian

3. Pemipilan khusus untuk jagung, yaitu biji dipisahkan dari bonggolnya

4. Pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu, dan ranting

5. Penyerutan untuk kayu

e. Pengeringan

Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan sebagai berikut :

1. Menurunkan kadar air sehingga bahan tidak ditumbuhi kapang dan bakteri

2. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut

kandungan zat aktif

3. Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah

disimpan, tahan lama, dan sebagainya)

f. Cara Pengeringan Akar

Pengeringan akar dilakukan dengan cara dipotong-potong pendek,

kemudian dijemur langsung dibawah sinar matahari. Oleh karena akar termasuk

bahan keras maka sebaiknya dijemur dibawah sinar matahari langsung tanpa

pelindung.

g. Sortasi Kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan. Pemilihan dilakukan pada bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan

15
yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan ditepi jalan

raya), atau dibersihkan dari kotoran hewan.

h. Pengepakan dan Penyimpanan

Setelah pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu

ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara

simplisia satu dengan yang lainya. Persyaratan wadah pembungkus simplisia

sebagai berikut :

1. Harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain

2. Tidak beracun bagi bahan yang diwadahinya maupun bagi manusia yang

menanganinya

3. Mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran Mikroba, kotoran, dan

serangga.

i. Sortasi Kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan. Pemilihan dilakukan pada bahan-bahan yang terlalu gosong,bahan

yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkanditepi jalan

raya), ataudibersihkan dari kotoran hewan.

j. Pengepakan dan Penyimpanan

Setelah pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu

ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampurantara

simplisia satu dengan yang lainya. Persyaratan wadah pembungkussimplisia

sebagai berikut :

1. Harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain.

16
2. Tidak beracun bagi bahan yang diwadahinya maupun bagi manusia yang

menanganinya.

3. Mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan

serangga.

4. Mampu melindungi simplisia dari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air

3. Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining Fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap

senyawa-senyawa aktif biologis atau senyawa bermanfaat dalam pengobatan yang

terdapat dalam simplisia nabati. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa

metabolit sekunder, oleh karena itu skrining terutama ditujukan terhadap golongan

golongan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, saponin dantanin (Linnon Bastian

Lumanraja, 2009). Uji Fitokimia yang sering dilakukan yaitu Alkaloid, Saponin,

Tanin, Flavonoid :

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang

terbesar sekitar 5500 telah diketahui. Pada umumnya alkaloid mencakup

senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen.

Dalam bentuk bebas alkaloid merupakan basa lemah yang sukar larut

dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik. Untuk identifikasi

biasanya menggunakan larutan pereaksi yang dapat membentuk endapan

dengan alkaloid contohnya pereaksi mayer, dragendroff dan lain-lain.

Alkaloid pada umumnya merupakan senyawa padat, berbentuk Kristal

hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya Nikotinia), tidak berwarna dan

17
mempunyai rasa pahit. Alkaloid merupakan senyawa yang mempunyai

aktifitas biologis yang sangat menonjol dan digunakan secara luas dalam

bidang pengobatan (Harborne, 1987).

b. Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif dan bersifat seperti sabun

(bahasa latin “sapo” berarti sabun), berdasarkan kemampuanya dapat

membentuk busa. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin

bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin.

(Harbone, 1987).

c. Flavonoid

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula

sebagai glikosida dan aglikon (Harbone, 1987). Sebagian besar senyawa

flavonoid ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat

pada suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan

glikosida. Flavonoid dapat ditemukan sebagai mono-, di-, atau triglikosida

dimana satu, dua, atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid

terikat oleh gula (Sovia Lenny, 2006). Senyawa flavonoid dalam tubuh

mempunyai aktifitas yang bermacam-macam yaitu sebagai diuretik, anti

virus, anti histamin, anti hipertensi, dan bakteriostatik (Kurnia Retnowati,

2009). Flavonoid juga mempunyai aktifitas menurunkan kadar asam urat

melalui penghambatan Enzim Xantin Oksidase (Kurnia Retnowati, 2009)

serta bersifat sebagai antioksidan mampu melindungi terhadap penyakit

18
degeneratif yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh radikal bebas (Kurnia Retnowati, 2009).

d. Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol,

etanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol tetapi tidak dapat larut dalam

benzene, kloroform, eter, petroleum eter dan karbon disulfida (Harborne,

1987). Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,

dalamangiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut

batasannya tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk Kopolimer

mantap yang larut dalam air. Dalam Industri tanin adalah senyawa yang

berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah

menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya menyambung silang

protein.Didalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim

sitoplasma. Tanin mempunyai rasa sepat (Harbone, 1987).

4. Karakterisasi Simplisia

Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan dari tumbuhan

liar(wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan

karna adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen,

serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa dalam

produk hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai

berikut (Depkes RI, 2000) :

a. Genetik (bibit)

b. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)

19
c. Rekayasa agronomi (pertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)

d. Panen (waktu dan pasca panen)

Besarnya variasi senyawa kandungan meliputi baik jenis ataupun

kadarnya, sehingga timbul jenis (species) lain yang disebut kultivar (Depkes RI.

2000). Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat

menentukan mutu simplisia, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontaminasi

dan stabilitas bahan (Depkes RI, 2000).

Karterisasi suatu simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang

akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang

tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia

Medica Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk

jamu dsb.) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan

peraturan yang berlaku (Depkes RI, 2000). Karakterisasi simplisia meliputi uji

makroskopik, uji mikroskopik dan identifikasi simplisia (Depkes RI, 1995).

D. Ekstraksi

1. Defenisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat. Zat-zat aktif terdapat didalam sel dan diperlukan metode ekstraksi

dengan pelarut tertentu dalam mengekstrasinya (Harborne, 1987).

2. Metode Ekstraksi

Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi,

perkolasi, refluks,sokletasi, digesti, infus, dan dekok (Depkes RI, 1979).

20
a. Cara Dingin

- Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi

berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Hasil ekstraksi disebut

maserat.

- Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak),

terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali

bahan.

b. Cara panas

- Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

21
- Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

- Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan adanya pengadukan

kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan

(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C.

- Infusa

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98◦C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

- Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30◦C) dan

temperature sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). Ekstrak adalah

sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati

atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari langsung (Depkes RI, 1979).

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penyediaan Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah corong, gelas kimia 100 ml, 1000 ml

(Pyrex), gelas ukur 25 ml, 100 ml (pyrex), labu ukur 50 ml, 100 ml (pyrex),

lumpang dan stamper, penampung urin, Rotavapor, spoit oral, timbangan analitik,

timbangan hewan uji.

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, etanol 96%, Rimpang

Alang-alang (Imperata cylindrical L.), Daun Kumis Kucing (Orthosiphon

stamineus L.) Mencit (Mus musculus), natrium karboksimetilselulosa (Na-CMC),

tablet furosemid.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – selesai 2019 di

Laboratorium Farmakologi Universitas Pancasakti Makassar.

C. Populasi dan Bahan Uji

1. Populasi

Hewan uji mencit yang diambil dari peternakan hewan uji Universitas

Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.

23
2. Bahan Uji

Bahan uji berupa Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.) dan

Daun Kumis Kucing yang diambil dari Desa Maroangin, Kecamatan Telluwanua,

Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

3. Pemilihan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah Mencit (Mus musculus) sebanyak 15

ekor, dipilih yang berbadan sehat, dewasa dengan bobot badan 20-30 gram.

Mencit, diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu dan sebelum

digunakan tidak menunjukan adanya. penurunan bobot badan , kemudian dibagi

dalam 5 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit

D. Tekhnik Pengumpulan Data

1. Pengolahan Sampel

Rimpang Alang-alang diambil kemudian dibersihkan dari kotoran yang

melekat, dicuci bersih dan dikeringkan tanpa penyinaran matahari langsung,

dipotong-potong kecil sesuai dengan derajat kehalusan serbuk 4/18 dengan

diameter 0,25-0,06 cm. Sedangkan untuk Daun Kumis Kucing diambil kemudian

dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci bersih dan dikeringkan tanpa

penyinaran matahari langsung, dipotong-potong kecil.

2. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 hewan

uji. Kelompok I diberi larutan koloidal Na-CMC 1% b/v sebagai kontrol,

kelompok II, III dan IV diberi suspensi kombinasi ektsrak Rimpang Alang-alang

dengan Daun Kumis Kucing dengan masing-masing dosis 100 mg/Kg BB dengan

24
perbandingan (1 : 1), (1 : 2), dan (2 : 1) sebagai kelompok perlakuan dan

kelompok V diberi suspensi furosemid 0,0078% b/v sebagai pembanding.

3. Pembuatan Bahan Penelitian

a. Pembuatan ekstrak Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.)

Serbuk Rimpang alang-alang ditimbang 250 gram, dimasukkan kedalam

bejana maserasi, dibasahkan 500 ml etanol selama 2 jam, lalu ditambahkan etanol

96% hingga 1750 ml, ditutup dan didiamkan selama 5 hari dan terlindung dari

cahaya matahari sambil diaduk berulang-ulang. Setelah 5 hari dilakukan

penyaringan, filtrat yang diperoleh ditampung dan ampasnya ditambah kembali

dengan etanol. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali lima hari berturut-turut,

selanjutnya filtrat yang dikumpulkan diuapkan dengan rotavapor hingga diperoleh

ekstrak kental, lalu ditimbang hasil ekstraksi.

b. Pembuatan ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.)

Daun Kumis Kucing yang telah dipotong ditimbang 250 gram,

dimasukkan kedalam bejana maserasi, dibasahkan 500 ml etanol selama 2 jam,

lalu ditambahkan etanol 96% hingga 1750 ml, ditutup dan didiamkan selama 5

hari dan terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk berulang-ulang. Setelah 5

hari dilakukan penyaringan, filtrat yang diperoleh ditampung dan ampasnya

ditambah kembali dengan etanol. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali lima hari

berturut-turut, selanjutnya filtrat yang dikumpulkan diuapkan dengan rotavapor

hingga diperoleh ekstrak kental, lalu ditimbang hasil ekstraksi.

25
c. Pembuatan Larutan Koloidal Na-CMC 1% b/v

Sebanyak 1 gram Na-CMC dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam 50

ml air suling panas pada suhu 700C sambil diaduk dengan pengaduk elektrik

hingga terbentuk larutan koloidal dan cukupkan volume hingga 100 ml air suling.

d. Pembuatan Suspensi Furosemid 0,0078% b/v

Sebanyak 20 tablet furosemid ditimbang dan dihitung berat rata-ratanya.

Digerus dalam lumpang, ditimbang setara dengan 0,0078 gram, dimasukkan

kedalam lumpang dan disuspensikan dengan larutan koloidal Na-CMC 1% b/v

sebanyak 50 ml sampai homogen, dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan

larutan koloidal Na-CMC 1% b/v.

e. Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Rimpang Alang-alang (Imperata

cylindrical L.) dan Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.)

Dosis yang dibuat untuk 100 mg/Kg BB adalah dengan cara ekstrak

Rimpang Alang-alang dan esktrak Daun Kumis Kucing masing-masing ditimbang

sebanyak 40 mg, dimasukkan kedalam lumpang ditambahkan sedikit demi sedikit

larutan koloidal Na-CMC 1% b/v sambil digerus sampai homogen, kemudian

dipindahkan kedalam labu ukur 10 ml, dicukupkan volumenya dengan larutan

koloidal Na-CMC.

4. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Sebelum perlakuan, mencit dipuasakan selama 6 jam, masing-masing

mencit ditimbang dan dihitung volume pemberiannya. Hewan uji dibagi menjadi

5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 hewan uji. Kelompok I diberi larutan

koloidal Na-CMC 1% b/v sebagai kontrol. Kelompok II, III dan IV diberi

26
suspensi kombinasi ekstrak Rimpang Alang-alang dan Daun Kumis Kucing

dengan masing-masing dosis 100 mg/Kg BB perbandingan (1 : 1), (1 : 2) dan (2 :

1) sebagai kelompok perlakuan. Kelompok V diberi suspensi furosemid 0,0078%

b/v sebagai pembanding. Diberikan secara oral sesuai dengan volume pemberian

masing-masing.

5. Pengamatan dan Pengumpulan Data

Setelah semua mencit mendapat perlakuan, masing-masing ditempatkan

kedalam corong yang dibawahnya terdapat wadah penampung urin kemudian

diamati frekuensi diuresis dan volume urinnya selama 2 jam dengan frekuensi

waktu setiap 30 menit dan diambil data.

E. Defenisi Operasional

Obat tradisional : Bahan atau ramuan bahan berupa tumbuhan, hewan,

mineral dan sediaan galenik atau campuran bahan

tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan

sebagai obat berdasarkan pengalaman

Ekstraksi : Suatu proses pengambilan zat aktif dari bahan asal

dan melarutkannya dalam pelarut dan cairan tertentu

Ekstrak : Sediaan kering, kental, cair, dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang

cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung

Simplisia : Bahan alam yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali

dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan

27
Pemakaian oral : Suatu bentuk pemakain obat dengan cara

memasukkan obat lewat mulut langsung kedalam

lambung hewan menggunakan spoit oral

Spoit oral : Alat injeksi yang telah dimodifikasi pada ujung

jarum dibulatkan denga jarum agak dibengkokkan

F. Teknik Analisis

Data yang diperoleh dari pengukuran zona hambat dikumpulkan dan

dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap

(RAL).

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 1. Data Pengamatan Frekuensi urin Kombinasi Ekstrak Rimpang


Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan

Kelompok Hewan BB Volume Urin (menit) Rata-


30 60 90 120 Jumlah Total
Dosis Ke (gram) rata
1 29 - - - 1 1
Na-CMC 2 29 - - - - 0 1 0,33
3 29 - - - - 0
Ekstrak 1 28 - - 1 - 1
RAA dan 2 26 - - 1 1 2
4 1,33
DKK 3 25 - - 1 - 1
(1 : 1)
Ekstrak 1 29 - 1 1 - 2
RAA dan 2 24 - - 1 - 1
4 1,33
DKK 3 25 - - 1 - 1
(1 : 2)
Ekstrak 1 27 - 1 1 1 3
RAA dan 2 25 - 1 1 - 2
8 2,67
DKK 26 - 1 1 1 3
3
(2 : 1)
1 22 2 1 - 1 4
Furosemid 2 25 1 - 1 1 3 11 3,67
3 24 1 1 1 1 4

Tabel 2. Data Pengamatan Volume urin Kombinasi Ekstrak Rimpang


Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan

Kelompok Hewan Volume Urin (menit) Rata-


30 60 90 120 Jumlah Total
Dosis Ke rata
Na-CMC 1 - - - 0,4 0,4 0,4 0,13

29
2 - - - - 0
3 - - - - 0
Ekstrak 1 - - 0,3 - 0,3
RAA dan 2 - - 0,3 0,1 0,4
0,9 0,3
DKK 3 - - 0,2 - 0,2
(1 : 1)
Ekstrak 1 - 0,2 0,25 - 0,45
RAA dan 2 - - 0,2 - 0,2
0,9 0,3
DKK 3 - - 0,25 - 0,25
1: 2
Ekstrak 1 - 0,3 0,2 0,2 0,7
RAA dan 2 - 0,25 0,2 - 0,45
1,95 0,65
DKK 0,8
3 - 0,3 0,2 0,2
2:1
1 0,5 0,2 - 0,3 1,0
Fursemid 2 0,3 - 0,3 0,1 0,7 2,9 0,97
3 0,5 0,4 0,1 0,2 1,2

B. Pembahasan

Kandungan kimia pada Rimpang Alang-alang berupa tanin, saponin,

flavonoid, terpenoid, alkaloid, fenol dan cardiac glycosides. Daun kumis kucing

mengandung beberapa senyawa kimia seperti senyawa turunan terpen, senyawa

turunan fenolat (flavanoid), garam kalium, minyak atsiri dan orthosiponin

glycosides. Kandungan bioaktif yang terdapat dalam ektrak Rimpang Alang-

Alang yang beraktivitas sebagai diuretik adalah flavonoid. Sedangkan untuk

kandungan bioaktif yang terdapat dalam ektrak Daun Kumis Kucing yang

beraktivitas sebagai diuretik adalah senyawa garam kalium.

Pada penelitian ini selang waktu pemberian semua perlakuan adalah 30

menit selama 2 jam. Sebelum diberi perlakuan terhadap masing-masing kelompok

terlebih dahulu mencit jantan diberikan suspensi Na CMC 1%, Furosemid, dan

kombinasi ekstrak Rimpang Alang-Alang dan Ekstrak Daun Kumis Kucing

dengan selang waktu 30 menit dapat menimbulkan efek untuk meningkatkan

30
volume urin. Pengukuran volume urin dilakukan selama 2 jam untuk melihat efek

yang maksimal pada suatu bahan uji yang diberikan. Diuretik meningkatkan

volume urin dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion di dalam urin dan

darah. Penggunaan klinis utamanya ialah dalam menangani kelainan yang

melibatkan retensi cairan (edema) atau dalam mengobati hipertensi dengan efek

diuretiknya menyebabkan penurunan volume darah, sehingga terjadi penurunan

tekanan darah.

Berdasarkan hasil pengukuran frekuensi total urin mencit bahwa pada

kontrol negatif (Na CMC) memiliki frekuensi urin yang rendah dibandingkan

kontrol positif (Furosemid) dan kombinasi dosis 1 : 1, 1 ; 2 dan 2 : 1. Hal ini

disebabkan karena kontrol negatif tidak terkandung zat aktif yang dapat

meningkatkan volume urin sehingga menyebabkan ekskresi urin yang keluar

sedikit. Aktivitas diuretik tertinggi ke terendah secara berurutan dengan nilai rata-

rata adalah furosemid (3,67), kombinasi 2 : 1 (2,67), 1 : 2 (1,33), dan kombinasi

1 : 1 (1,33). Peningkatan pemberian dosis ekstrak Rimpang Alang-Alang dan

ekstrak Daun kumis Kucing dapat meningkatkan pengeluaran frekuensi urin

terhadap mencit jantan.

Hasil uji statistic Anova terhadap frekuensi total urin diperoleh nilai

signifikansi sebesar 15,45 > 3,48 (pada taraf α 0,05). Artinya masing - masing

perlakuan memberikan perbedaan yang bermakna, untuk hal ini maka perlu

dilanjutkan dengan pengujian beda rata - rata dari masing - masing perlakuan

dengan uji Rentang Newman Keuls.

31
Dosis kombinasi terbesar yang memberikan peningkatan frekuensi urin

adalah pada dosis kombinasi 2 : 1 (Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis Kucing)

dengan nilai rata-rata 2,67.

Berdasarkan hasil pengukuran pH masing-masing kelompok menunjukkan

adanya peningkatan derajat keasaman (pH) urin. Nilai pH urin tikus normal

berkisar 7,3 sampai 8. Nilai pH urin ditentukan oleh pengaturan asam basa di

ginjal. Apabila sejumlah HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus

ginjal dan dieksresikan ke dalam urin, maka akan menyebabkan urin bersifat basa.

Sebaliknya, apabila sejumlah ion H+ difiltrasi secara terus-menerus kedalam

tubulus ginjal dan dieksresikan ke dalam urin maka akan menyebabkan urin

bersifat asam. Dalam pengaturan konsentasi ion H+, ginjal memiliki beberapa

mekanisme yaitu mensekresikan ion H+ ke tubulus, melakukan reabsorbsi ion

HCO3- dan memproduksi ion HCO3- yang baru. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi dan menetralisir kelebihan ion H+ di dalam tubuh.

Penggunaan kombinasi ekstrak Rimpang Alang-Alang dan Daun Kumis

Kucing sebagai diuretik alami telah terbukti mampu meningkatkan frekuensi urin,

eksresi ion natrium dan kalium melalui urin sehingga ekstrak ini memiliki potensi

yang hampir sama dengan diuretik sintetik yang banyak digunakan saat ini.

Zat aktif yang beraktivitas sebagai diuretik dalam ekstrak Rimpang Alang-

Alang adalah flavonoid dan pada Daun Kumis Kucing adalah senyawa Garam

Kalium. Dari kombinasi kedua ekstrak tersebut yang paling besar dalam

memberikan peningkatan frekuensi urin adalah pada dosis kombinasi 2 : 1

(Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis Kucing)

32
Pengeluaran ion natrium dan kalium dalam jumlah yang berlebih

mengakibatkan dehidrasi, gangguan keseimbangan ion tubuh, dan pada kondisi

yang parah dapat mengganggu fisiologis jantung. Dengan demikian, penggunaan

kombinasi Rimpang Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing sebagai diuretikum

juga harus berhati-hati, tidak boleh diberikan secara terus menerus, dan sesuai

dosis efektif sehingga meminimalisir efek negatif yang ditimbulkan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dari penelitian maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Aktivitas diuretik tertinggi ke terendah secara berurutan dengan nilai rata-rata

adalah furosemid (3,67), kombinasi (Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis

33
Kucing) 2 : 1 (2,67), kombinasi (Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis

Kucing) 1 : 2 (1,33), dan kombinasi (Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis

Kucing) 1 : 1 (1,33).

2. Dosis kombinasi terbesar yang memberikan peningkatan frekuensi urin adalah

pada dosis kombinasi 2 : 1 (Rimpang Alang-Alang : Daun Kumis Kucing)

dengan nilai rata-rata 2,67.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis kombinasi tentang

efek toksisitas akut, agar dapat diketahui dosis yang tepat dalam penggunaan

sebagai diuretik

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, Setiawan, 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Edisi 4. Jakarta:


Puspa Swara.

Dewasasri M Wardani, 2017. Alang-alang berpotensi Menurunkan Demam.


http://www.satuharapan.com/read-detail/read/alang-alang-berpotensi-
menurunkan-demam. Diakses tanggal 12 Februari 2019

Dewasasri M Wardani, 2017. Kumis Kucing Peluruh Batu Ginjal


http://www.satuharapan.com/read-detail/read/kumis-kucing-peluruh-batu-
ginjal. Diakses tanggal 12 Februari 2019

34
D Elysa Putri Mambang, 2014. Rebusan Rimpang Alang-Alang (Imperata
cylindrical L.) Memberikan Efek Diuretik Pada Mencit (Mus musculus) Di
menit ke 90. Jurusan Farmasi Poltekkes kemenkes Medan. Medan. Diakses
tanggal 12 Februari 2019.

Eko, Manfaat Tanaman alang-alang yang Baik untuk Kesehatan Tubuh.


http://npicom.com/health/manfaat-tanaman-alang-alang. diakses tanggal
12 Februari 2019.

Ganiswara sulistia G, dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian


Farmakologi, Fakultas kedokteran - Universitas Indonesia, Jakarta.

Hariana, Arief, Drs. H., 2004, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 1, Jakarta:
Penebar Swadaya.

Nalwaya N, dkk. (2009). Diuretic activity of a herbal product UNEX.


International. Journal of Green Pharmacy

Ninuk Kus Dasa Asiafri Harini, 1989. Membandingkan Efek Diuretik Daun
Kumis Kucing Muda Dan Tua. Jurusan Biologi FMIPA UNAIR.
Surabaya.

Novita., dkk. (2014). Uji Efektivitas Diuretik Ekstrak Etanol Biji Salak (Salacca
zalacca varietas zalacca (gaert) Voss ) Pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar (Rattus norvegicus) Jurnal Ilmiah Farmasi FMIPA Universitas
Samratulangi Manado

Rahman, A. U., Chaudhary, M.i., William. J. R, 2005. Drug Development.


Singapore: Hardwood Academic Publisher. Hal: 80

Rustam Erlina, 2012. Perbandingan Efek Diuretik (Peluruh Air Seni) Serta Kadar
Natrium Dan Kalium Darah Dan Urin Antara Pemberian Ekstrak Etanol
Akar Alang-Alang Dan Furosemid. Fakultas Kedokteran UNAND.
Padang.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardjo, 2007. Obat - Obat Penting Edisi Keenam.
Jakarta: Gramedia.

35
Lampiran 1. Skema Kerja Uji Efek Diuresis Kombinasi Ekstrak Rimpang
Alang-Alang (Imperata cylindrical L.) dan Kumis Kucing
(Orthosiphon stamineus L.) Pada Mencit Jantan (Mus
musculus)

Rimpang Alang-alang
(Imperata cylindrical L.) dan Kumis
Mencit 15 ekor Kucing (Orthosiphon stamineus L.)
Pemeliharaan
Adaptasi Dibersihkan, dikeringkan, diserbukkan
Penimbangan sesuai dengan pengayak 4/18,
diekstraksi secara maserasi 3 x 5 hari
Dipuasakan
Ekstrak etanol cair
Dikelompokkan
Di Rotavapor

36 Ekstrak etanol kental

Di suspensi

Larutan koloidal Na Suspensi


Ekstrak Rimpang Alang-alang dan
Kumis Kucing 100 mg/Kg BB
(1 : 1), (1 : 2) dan (2 : 1)

Perhitungan Dosis

1. Perhitungan Dosis Furosemid :

 Dosis furosemid untuk manusia = 40 mg

 Volume pemberian mencit = 1 ml/20 g BB

 Dosis Furosemid untuk 30 g BB mencit

 Angka konversi dari manusia ke mencit = 0,0026

= 0,0026 x 40 mg

37
= 0,104 mg/20 g BB

30
Dosis Furosemid untuk mencit = x 0,104
20

= 0,156 mg

Untuk folume 100 ml furosemid = 100 ml / 1 ml x 0,156 mg

= 15,6 mg

= 0,0154 % b/v

Berat rata-rata tablet


Furosemid yang ditimbang = x 0,156 mg
Berat etiket

199 mg
Berat rata-rata = x 0,156 mg
40 mg

= 0,78 mg

2. Perhitungan Volume Pemberian Mencit (Mus musculus)

a. Kontrol negative (Na CMC 1% b/v)

22 g
Mencit 1 : x 1 ml
30 g

= 0,73ml

25 g
Mencit 2 : x 1 ml
30 g

38
= 0,83 ml

24 g
Mencit 3 : x 1 ml
30 g

= 0,8 ml

b. Kontrol positif (Furosemid)

27 g
Mencit 1 : x 1 ml
30 g

= 0,9 ml

25 g
Mencit 2 : x 1 ml
30 g

= 0,83 ml

26 g
Mencit 3 : x 1 ml
30 g

= 0,87 ml

c. Kombinasi ekstrak (1 : 1)

29 g
Mencit 1 : x 1 ml
30 g

= 0,96 ml

29 g
Mencit 2 : x 1 ml
30 g

= 0,96 ml

39
29 g
Mencit 3 : x 1 ml
30 g

= 0,96 ml

d. Kombinasi ekstrak (1 : 2)

29 g
Mencit 1 : x 1 ml
30 g

= 0,96 ml

24 g
Mencit 2 : x 1 ml
30 g

= 0,8 ml

25 g
Mencit 3 : x 1 ml
30 g

= 0,83 ml

e. Kombinasi ekstrak (2 : 1)

28 g
Mencit 1 : x 1 ml
30 g

= 0,93 ml

26 g
Mencit 2 : x 1 ml
30 g

= 0,87 ml

25 g
Mencit 3 : x 1 ml
30 g

= 0,83 ml

40
3. Perhitungan Kombinasi Ekstrak

Dosis 100 mg/kg BB (Rustam Erlina, 2012).

Berat badan mencit


Untuk mencit 30 g = x Dosis 100 mg
Kg berat badan

30 g
Untuk mencit 30 g = x 100 mg
1000 g

= 3 mg/30 g berat badan mencit

Pembuatan Kombinasi Suspensi Ekstrak Rimpang Alang-Alang dan Daun Kumis

Kucing

- Rimpang Alang-Alang 300 mg/100 ml x (3 mg/ml) Stad 1 (0,3 % b/v)

- Daun Kumis Kucing 300 mg/100 ml x (3 mg/ml) Stad 2 (0,3 % b/v)

Kombinasi sebanyak 15 ml ;

1 : 1 Masing-masing di campur = 7,5 ml + 7,5 ml = 15 ml

1 : 2 Masing-masing di campur = 5 ml + 10 ml = 15 ml

2 : 1 Masing-masing di campur = 10 ml + 5 ml = 15 ml

Tabel 3. Data Pengamatan Jumlah Volume Urin Kombinasi Ekstrak


Rimpang Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan

Na- Kombinasi Ekstrak Kontrol


Hewan ke Jumlah
CMC 1:1 1:2 2:1 positif
1 0,4 0,3 0,45 0,7 1,0
2 0 0,4 0,2 0,45 0,7
3 0 0,2 0,25 0,8 1,2
Jumlah 0,4 0,9 0,9 1,95 2,9 7,05
Rata-rata 0,13 0,3 0,3 0,65 0,97

Tabel 4. Data Pengamatan frekuensi Urin Kombinasi Ekstrak Rimpang


Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan

41
Na- Kombinasi Ekstrak Kontrol
Hewan ke Jumlah
CMC 1:1 1:2 2:1 positif
1 1 1 2 3 4
2 0 2 1 2 3
3 0 1 1 3 4
Jumlah 1 4 4 8 11 28
Rata-rata 0,33 1,33 1,33 2,67 3,67

Perhitungan : Analisa Statistik Volume Urin Kombinasi Ekstrak Rimpang


Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dilanjutkan Uji Student Newman-
Keuls (SNK)

1. Derajat Bebas (DB) untuk setiap sumber variasi

DB Total = Total Banyaknya pengamatan – 1

= 15 – 1

= 14

DB Perlakuan = Total Banyaknya perlakuan – 1

= 5–1

= 4

42
DB Galat = DB Total - DB Peralakuan

= 14 – 4

= 10

2. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)

Y2 r ( 7,05 )
FK = = = = 3,31
x tr x 2
3 49,7015r
tr x 5r x x tr
tr
JKP = (0,4)2 + (0,9)2 + (0,9)2 + (1,95)2 + (2,9)2 - FK
3

= 0,16 + 0,81 + 0,81 + 3,80 + 8,41 - 3,31


3

= 4,66 – 3,31

= 1,35

JKT = (0,4)2 + (0)2 + (0)2 + ….. + (1,2)2

= 0,16 + 0 + 0 + 0,09 + 0,16 + 0,04 + 0,20 + 0,04 + 0,06 + 0,49 + 0,2 +

0,64 + 1 + 0,49 + 1,44 – 3,31

= 1,7

JKG = JKT – JKP

= 1,7 – 1,35

= 0,35

3. Perhitungan Kudrat Tengah (KT)

JKP
KTP = DB Perlakuan

= 1,35
4

43
= 0,34

KTG = JKG
DB
Galat

= 0,35
10
= 0,035

4. Menentukan nilai Faktor hitung (Fh)

KTP
Fh =
KTG

= 0,34
0,035
= 9,71

Tabel 4 : Tabel Anava

F – Tabel
Sumber DB JK KT Fh
Variasi
5% 1%
Rata-rata 1 3,31 3,31
Perlakuan 4 1,35 0,34 9,71 3,48 5,98
Galat 10 0,35 0,035
Total 15 82

Karena F – hitung > F – Tabel pada taraf 5 % dan 1 %, maka hasilnya adalah

signifikan yang artinya ada perbedaan yang sangat nyata.

44
5. Untuk menentukan perlakun yang signifikan, dilakukan Uji Rentang Newman

Keuls (SNK) sebagai berikut :

KTG
Sy =
√ r

0, 035
=
√ 3
= 0,14

Dari Daftar E dengan DB untuk distribusi Student yakni DB Galat 10 pada taraf

α 0,05 diperoleh :

P 2 3 4 5

Rentang 3,15 3,88 4,33 4,65

45
RST 0,44 0,54 0,61 0,65

Rata-rata Persen volume Urin mencit selama 2 jam yakni :

Perlakuan I II III IV V

Rata-rata 0,13 0,3 0,3 0,65 0,97

Untuk menentukan perlakuan yang Signifikan dan Non signifikan :

I lawan II = 0,17 < 0,44 = Non Signifikan

I lawan III = 0,17 < 0,54 = Non Signifikan

I lawan IV = 0,52 < 0,61 = Non Signifikan

I lawan V = 0,84 > 0,65 = Signifikan

II lawan III = 0 < 0,44 = Non Signifikan

II lawan IV = 0,35 < 0,54 = Non Signifikan

II lawan V = 0,64 > 0,61 = Signifikan

III lawan IV = 0,35 < 0,44 = Non Signifikan

46
III lawan V = 0,64 > 0,54 = Signifikan

IV lawan V = 0,32 < 0,44 = Non Signifikan

Perhitungan : Analisa Statistik Frekuensi Urin Kombinasi Ekstrak Rimpang


Alang-Alang dan Daun Kumis Kucing Setelah Perlakuan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap dilanjutkan Uji Student Newman-
Keuls (SNK)

1. Derajat Bebas (DB) untuk setiap sumber variasi

DB Total = Total Banyaknya pengamatan – 1

= 15 – 1

= 14

DB Perlakuan = Total Banyaknya perlakuan – 1

= 5–1

= 4

DB Galat = DB Total - DB Peralakuan

= 14 – 4

47
= 10

2. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)

Y2 r ( 28)2
FK = = = = 52,27
x tr x 3x 78415r x
tr 5r x tr tr

JKP = (1)2 + (4)2 + (4)2 + (8)2 + (11)2 - FK


3

= 1 + 16 + 16 + 64 + 121 3
- 52,27

= 72,67 – 52,27

= 20,40

JKT = (1)2 + (0)2 + (0)2 + ….. + (4)2

= 1 + 0 + 0 + 1 + 4 + 1 + 4 + 1 + 1 + 9 + 4 + 9 + 16 + 9 + 16 – 52,27

= 76 – 52,27

= 23,73

JKG = JKT – JKP

= 23,73 – 20,40

= 3,33

3. Perhitungan Kudrat Tengah (KT)

JKP
KTP = DB Perlakuan

= 20,40
4
= 5,1

JKG
DB
Galat
48
KTG =

= 3,33
10
= 0,33

4. Menentukan nilai Faktor hitung (Fh)

KTP
Fh =
KTG

= 5,1
0,33

= 15,45

Tabel 4 : Tabel Anava

F – Tabel
Sumber DB JK KT Fh
Variasi
5% 1%
Rata-rata 1 52,27 52,27
Perlakuan 4 20,40 5,1 15,45 3,48 5,98
Galat 10 3,33 0,33
Total 15 76

Karena F – hitung > F – Tabel pada taraf 5 % dan 1 %, maka hasilnya adalah

signifikan yang artinya ada perbedaan yang sangat nyata.

49
5. Untuk menentukan perlakun yang signifikan, dilakukan Uji Rentang Newman

Keuls (SNK) sebagai berikut :

KTG
Sy =
√ r

0 ,33
=
√ 3
= 0,33

Dari Daftar E dengan DB untuk distribusi Student yakni DB Galat 10 pada taraf

α 0,05 diperoleh :

P 2 3 4 5

Rentang 3,15 3,88 4,33 4,65

50
RST 1,04 1,28 1,43 1,53

Rata-rata Persen frekuensi Urin mencit selama 2 jam yakni :

Perlakuan I II III IV V

Rata-rata 0,33 1,33 1,33 2,67 3,67

Untuk menentukan perlakuan yang Signifikan dan Non signifikan :

I lawan II = 1 < 1,04 = Non Signifikan

I lawan III = 1 < 1,28 = Non Signifikan

I lawan IV = 2,34 > 1,43 = Signifikan

I lawan V = 3,34 > 1,53 = Signifikan

II lawan III = 0 < 1,04 = Non Signifikan

II lawan IV = 1,34 > 1,28 = Signifikan

II lawan V = 2,34 > 1,43 = Signifikan

III lawan IV = 1,34 > 1,04 = Signifikan

51
III lawan V = 2,34 > 1,28 = Signifikan

IV lawan V = 1 < 1,04 = Non Signifikan

Gambar 1. Histogram Data Volume Urin Mencit Selama 2 jam

1.2

0.8
Volume urin

0.6

0.4

0.2

0
Na-CMC Ekstrak 1 : 1 Ekstrak 1 : 2 Ekstrak 2 : 1 Furosemid

Gambar 2. Histogram Data Frekuensi Urin Mencit Selama 2 jam

52
1.2

0.8
Frekuensi urin

0.6

0.4

0.2

0
Na-CMC Ekstrak 1 : 1 Ekstrak 1 : 2 Ekstrak 2 : 1 Furosemid

Gambar 3. Gambar Sampel Rimpang Alang-Alang dan Daun Kumis

Kucing

Rimpang Alang-Alang

53
Daun Kumis Kucing

Gambar 4. Proses Ekstraksi Sampel

54
Hasil Maserasi Sampel

Proses Destilasi dengan Rotavapor

Gambar 5. Hewan Uji Mencit dan Proses Pengukuran Volume Urin

Adaptasi mencit

55
Pemberian oral

Pengukuran Volume urin

56

Anda mungkin juga menyukai