Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH OBAT ASLI INDONESIA

TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma)

1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan alam yang begitu besar. Ada beragam jenis tanaman yang
tumbuh di indonesia. Salah satu tanaman tersebut adalah temulawak. Temulawak merupakan
tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Tanaman temulawak merupakan tanaman herba
yang tingginya sekitar 0,5-2,5 m yang banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis.
Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah yang
gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Batang pohon temulawak
termasuk jenis tumbuh-tumbuhan berbentuk batang semu dan tingginya mencapai 2 meter.
Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Dalimartha,2007).
Saat ini, temulawak telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat sekitar karena
temulawak mempunyai banyak manfaat yang menguntungkan. Selain merupakan sumber bahan
pangan, temulawak dapat digunakan sebagai bahan pewarna, bahan baku industri (seperti
kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar. Disisi lain,temulawak secara historis
mempunyai kegunaan tradisional dan sosial cukup luas dikalangan masyarakat Indonesia.
Produksi utama dari tanaman temulawak adalah rimpang-rimpangnya. Tanaman ini dapat
dipanen rimpangnya setelah berumur cukup tua, yaitu apabila daun-daun dan batang telah
menguning atau mengering. Cara pengambilan rimpang temulawak relatif mudah dan praktis,
cukup dengan menggali rumpun tanaman bersama akar-akarnya. Pada proses penanaman yang
baik dan terpelihara secara intensif maka akan dapat menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-
20 ton per hektar (RIJKMAN R, 1994)
Rimpang temulawak sejak lama telah dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan
warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging rimpangnya berwarna
kekuning-kuningan. Rimpang temulawak dikenal banyak kalangan sebagai tanaman obat khas
Indonesia, yang sangat efektif untuk mengatasi gangguan hati, rematik dan kelelahan
(HEMBING, 1997). Selain itu temulawak juga berkhasiat sebagai penghilang rasa sakit, anti
bakteri/jamur, anti diare, antioksidan, anti tumor, diuretik,dan lain-lain (PURNOMOWATI S ,
dkk ,1977) .

2
BAB II
TINJAUAN UMUM
TEMULAWAK
(Curcumae Rhizoma)

A. HABITAT
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu yang
penggunaannya paling luas baik di negara-negara Asia bahkan di seluruh dunia. Temulawak
tumbuh dengan subur di berbagai negara khususnya yang memiliki iklim tropis. Habitat tumbuh
temulawak beraneka ragam. Temulawak dapat tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi,
pekarangan, hutan jati dan padang alang-alang. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian
tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati
tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl.
Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung
sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

B. TAKSONOMI
Dalam taksonomi tumbuhan Temulawak diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae

3
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb. (Wijayakusuma, 2007).

C. MORFOLOGI
Temulawak merupakan tanaman tahunan (perennial) yang tumbuh berumpun, berbatang
basah yang merupakan batang semu yang terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun yang
terpadu. Tinggi tumbuhan temulawak sekitar 0,52,5 m. daun berbentuk memanjang sampai
lanset, panjang daun 50-55 cm dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua dengan garis
coklat keunguan. Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun. Tumbuhan temulawak mempunyai
ukuran rimpang yang besar dan bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat
telur dan disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna kulit rimpang
coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang kuning jingga atau jingga
kecoklatan. Perbungaan lateral yang keluar dari rimpangnya, dalam rangkaian bentuk bulir
dengan tangkai yang ramping. Bunga mempunyai daun pelindung yang banyak dan berukuran
besar, berbentuk bulat telur sungsang yang warnanya beraneka ragam (Wijayakusuma, 2007).

Gambar 1. Tanaman, bunga dan rimpang Temulawak

D. ANATOMI
Rimpang merupakan modifikasi dari batang sehingga pada penampang melintang
rimpang memiliki struktur anatomi yang menyerupai struktur anatomi batang. Rimpang
merupakan batang yang tumbuh secara horizontal di bawah permukaan tanah (Tri, 2008).

4
Struktur anatomi rimpang temulawak terdiri dari sel epidermis, bagian korteks, endodermis serta
bagian silinder pusat. Pada sel epidermis terdapat sedikit rambut penutup. Bagian kortek dan
silinder pusat terdiri atas sel parenkim, sel sekresi dan berkas pengangkut (Gambar 2A). Di
dalam sel parenkim terdapat butir pati (amilum) (Gambar 2B). Berkas pengangkut tersebar di
bagian kortek dan silinder pusat, antara bagian korteks dan silinder pusat dibatasi oleh sel
endodermis. Silinder pusat pada rimpang temulawak terdapat banyak sel sekresi dan berkas
pengangkut. Tipe berkas pengangkut pada rimpang temulawak adalah kolateral yaitu dimana
xilem dan floem letaknya berdampingan.

Pk A (B
)

SS

Gambar 2A. Penampang melintang rimpang temulawak. 2B. Penampang melintang


rimpang temulawak berisi sel parenkim dan sel sekresi. Ket : A : butir amilum, Pk :
sel parenkim, ep : sel epidermias, bp : berkas pengangkut, SS : sel sekresi, rp : sel
rambut

E. KANDUNGAN KIMIA
Temulawak merupakan tanaman obat yang banyak digunakan untuk pengobatan
tradisional, oleh karena itu perlu diketahui kandungan apa saja yang ada dalam rimpeng
temulawak tersebut. Untuk mengetahui kandungan kimia rimpang temulawak secara kualitatif

5
dapat dilakukan uji fitokimia, sedangkan unutk mengetahui kandungan kimia rimpang
temulawak secara kuantitatif dapat dilakukan dengan cara gravimetri, titrimetri dan
spektrofotometri. Kandungan kimia yang ada di dalam temulawak adalah zat warna kuning
(kurkumin), desmetoksi kurkumin, glukosa, kalium oksalat, protein, serat, pati, minyak atsiri.
Minyak atsiri terdiri dari d-kamfer, sikloisoren, mirsen, falandren, borneol, tumerol, sineol, p-
toluil metilkarbinol, xanthorrhizol, isofuranogermakren, atlantone, germakron, sarbinen,
artmeron, turmeron, zingeberol dan zingeberen. Selain itu, berdasarkan hasil analisis fitokimia
menunjukan bahwa terdapat kandungan senyawa fenol, flavonoid, triterpenoid, dan glikosida
yang lebih dominan daripada senyawa tanin, saponin, dan steroid. Kadar minyak atsiri rata-rata
adalah 3,81% dan kadar pati sebesar 41,45%

Tabel 1. Hasil pengujian skrining fitokimia serbuk rimpang temulawak (Hayani, 2006)

Tabel 2. Hasil analisis serbuk rimpang temulawak (Hayani, 2006)

F. KEGUNAAN
Rimpang temulawak mengandung kurkumin, monodesmetoksi kurkumin dan
xanthorrhizol yang bersifat antitumor serta dapat menstimulasi cairan empedu serta memiliki
efek kolekinetik (Schneider, 1985). Manfaat lain dari kurkuminoid antara lain sebagai obat

6
jerawat, meningkatkan nafsu makan, antioksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.
(Purnomowati, Sri. 2008). Rimpang temulawak juga berkhasiat menghilangkan rasa nyeri dan
sakit karena kanker. Ekstrak temulawak sangat dianjurkan untuk dikonsumsi yang dapat berguna
mencegah penyakit hati (hepatoprotektor), termasuk hepatitis B yang menjadi salah satu faktor
risiko timbulnya kanker hati. Di samping itu, temulawak juga telah terbukti dapat menurunkan
kadar kolesterol dalam darah dan sel hati (Kunia, 2006). Kandungan flavonoida dari rimpang
temulawak berkhasiat menyembuhkan radang. Minyak atsirinya juga bisa membunuh mikroba.
Pati temulawak dalam bentuk serbuknya berwarna putih kekuningan karena mengandung sedikit
kurkuminoid serta memiliki sifat mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai bahan
campuran makanan bayi maupun untuk pengental sirup. Pencampuran pati temulawak dengan
pati serelia dalam pembuatan roti dapat mengurangi sifat basi dari produk yang dihasilkan
(Herman dan Atih Suryati, 1985).

1. Penambah Nafsu Makan

Kandungan minyak atsiri dalam temulawak ternyata memberikan efek karminativum, sehingga
mengkonsumsi temulawak dapat berguna untuk meningkatkan nafsu makan. Inilah alasan
mengapa temulawak sangat dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak.

Cara Pengolahan:

Siapkan 25 gram temulawak, 10 gram asam jawa, dan gula merah secukupnya.
Cuci temulawak hingga bersih dan kupas kulitnya.
Memarkan temulawak hingga pecah (jangan tumbuk sampai halus).
Masukan temulawak yang sudah dihancurkan tadi bersama dua bahan lainnya ke dalam
panci bersama 600 ml air putih.
Rebus kesemua bahan tadi hingga air rebusannya tinggal tersisa sekitar setengahnya saja.
Tunggu sampai dingin, saring, lalu minum secara teratur.

2. Mengobati Sakit Maag

Kandungan serbuk rimpang ternyata mempunyai khasiat untuk memperbaiki dan menetralkan
produksi asam lambung. Bahkan maag akut sekalipun akan berangsur-angsur sembuh jika kita
telaten meminum air sari temulawak.

Cara Pengolahan:

Siapkan satu rimpang temulawak.

7
Cuci sampai bersih lalu kelupas kulitnya.
Iris temulawak tipis-tipis.
Rebus dengan 5 gelas air putih.
Tunggu sampai mendidih.
Minum teh temulawak ini secara teratur paling tidak satu gelas per hari.
Anda juga bisa menambahkan madu secukupnya pada teh temulawak yang sudah dingin.

3. Menjaga Kesehatan Organ Hati

Rimpang temulawak memiliki efek hepatoprotektor yaitu sebagai detoksin (anti racun) pada
organ hati manusia.

Cara Pengolahan:

Siapkan 15-20 gram temulawak.


Cuci hingga bersih lalu parut sampai halus.
Campurkan sedikit air dalam ampas temulawak.
Peras ampas temulawak sampai keluar air sarinya.
Tambahkan 400 ml air putih.
Rebus air sari temulawak hingga mendidih.
Tunggu sampai dingin dan minum sehari satu kali.

4. Memperbanyak Produksi ASI

Cara Pengolahan:

Siapkan 7-10 jari temulawak dan tepung sagu secukupnya.


Cuci temulawak sampai bersih lalu kelupas kulitnya.
Parut temulawak sampai benar-benar halus.
Campur sari temulawak ini dengan tepung sagu.
Tunangkan air panas secukupnya lalu aduk hingga menjadi bubur.
Konsumsi bubur temulawak ini secara rutin (anda juga bisa menambahkannya dengan
gula merah sesuai selera).

5. Menghilangkan Jerawat

Cara Pengolahan:

Siapkan satu jari rimpang temulawak.


Cuci temulawak sampai bersih lalu memarkan.
Rebus dalam 4 gelas air putih.

8
Tunggu hingga mendidih sampai air rebusan tinggal tersesa setengahnya.
Tunggu sampai dingin dan minum dua kali sehari satu gelas.

6. Mengatasi Gangguan Ginjal

Cara Pengolahan:

Siapkan 2 rimpang temulawak, satu genggam daun kumis kucing yang masih segar, 1
genggam daun kacabeling (meniran) segar, dan gula merah (gula jawa) secukupnya.
Cuci semua bahan kecuali gula merah sampai bersih.
Kupas rimpang temulawak lalu iris tipis-tipis.
Masukkan semua bahan dalam panci.
Rebus semua bahan dalam 1 liter air.
Tunggu hingga air mendidih sampai air yang tersisa tinggal setengahnya saja.
Saring air rebusan dari ampasnya.
Tunggu sampai dingin dan minum satu gelas sehari.

7. Pengobatan Penyakit Hepatitis B

Cara Pengolahan:

Siapkan 10 gram rimpang temulawak, 7 gram kunyit, 10 gram daun sambiloto kering,
dan 40 gram alang-alang.
Cuci semua bahan tadi sampai bersih.
Memarkan temulawak dan kunyit, lalu rebus dalam 1 liter air bersama daun sambiloto
dan alang-alang.
Tunggu sampai mendidih dan hanya menyisakan setengah bagian airnya saja.
Tunggu sampai kering, saring, lalu minum 2 kali sehari 1/2 gelas.
Anda juga bisa menambahkan maduatau gula merah untuk menghilangkan rasa pahit.
Disarankan untuk menambahkan madu saat minuman sudah dingin.

Tabel 1.Fungsi dari temulawak menurut komponen yang dimiliki

9
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

A. PREPARASI SIMPLISIA
Preparasi/penyiapan simplisia selalu dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian mutu
simplisia dan dalam hal ini digunakan untuk persiapan ekstraksi dari simplisia rimpang
temulawak. Preparasi simplisia meliputi :
A.1. Pemanenan

10
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen
memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki
rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali
tanah disekitar rumpun dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya. Panen dilakukan
pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai
dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada
musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya.
Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas
rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
A.2. Penyortiran Basah
Penyortiran basah adalah penyortiran pada rimpang temulawak segar dilakukan untuk
memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai,
jumlah rimpang hasil penyortiran ditimbang dan ditempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian.
A.3 Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi.
Kemudian diamati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor maka perlu dilakukan pembilasan
ulang hingga air bilasannya tidak kotor lagi. Pencucian yang terlalu lama akan menurunkan
kualitas karena senyawa aktif yang terkandung di dalam rimpang akan larut dalam air (untuk
senyawa-senyawa yang polar/larut air). Setelah pencucian selesai, maka rimpang yang sudah
bersih ditiriskan dalam tray/wadah yang berlubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal
dapat dipisahkan, setelah itu rimpang ditempatkan dalam wadah plastik/ember.
A.4. Perajangan
Proses perajangan rimpang temulawak dilakukan dengan menggunakan pisau stainless
steel dan rimpang yang akan dirajang dialasi dengan talenan. Rimpang temulawak dirajang
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm 7 mm untuk mempermudah proses pengeringan.
Setelah perajangan, rimpang ditimbang dan diletakan dalam wadah plastik/ember. Perajangan
dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
A.5. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan sinar matahari, alat pengering
(blower) atau dengan alat pemanas/oven. Pengeringan irisan rimpang dilakukan selama 3 - 5

11
hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas
tikar atau rangka pengering, dan irisan rimpang diletakkan tidak saling menumpuk agar proses
pengeringan dapat berlangsung secara merata. Selama pengeringan irisan rimpang harus dibolak-
balik setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Irisan rimpang temulawak yang dikeringkan
harus dilindungi dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang dapat
mengkontaminasi. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering (blower) dan dengan alat
pemanas/oven dilakukan pada suhu 50oC-60oC. Irisan rimpang temulawak yang akan
dikeringkan diletakkan di atas tray oven dan dipastikan bahwa peletakkan irisan rimpang tidak
saling menumpuk. Setelah pengeringan, jumlah irisan rimpang yang dihasilkan ditimbang
kembali.
A.6. Penyortiran Kering
Setelah proses pengeringan maka dilakukan sortasi kering pada irisan rimpang temulawak
yang telah dikeringkan (simplisia kering) dengan cara memisahkan simplisia kering dari benda-
benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Jumlah simplisia kering temulawak
yang dihasilkan dari proses penyortiran ini ditimbang kembali untuk menghitung rendemennya.
A.7. Pengemasan
Setelah bersih, simplisia kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung
yang bersih dan kedap udara dengan catatan wadah tersebut belum pernah dipakai sebelumnya.
Kemudian wadah diberi label yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
A.8. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia kering dapat diletakkan di gudang penyimpanan dengan kondisi
gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 oC. Gudang juga harus
memiliki ventilasi yang baik dan lancar, tidak bocor, dan terhindar dari kontaminasi bahan lain
yang dapat menurunkan kualitas bahan simplisia, memiliki penerangan yang cukup (terhindar
dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

B. PENGUJIAN MUTU SIMPLISIA


Setelah melakukan preparasi simplisia maka dilakukan pengujian mutu simplisia dengan
metode sampling, yaitu pengambilan contoh secara random dari hasil preparasi simplisia.
Pengujian mutu yang dilakukan meliputi :

12
B.1. Pengujian mutu organoleptis
Berdasarkan hasil pengujian mutu simplisia temulawak :
Warna : Kuning-jingga sampai coklat kunig-jingga
Aroma : Khas wangi aromatis
Rasa : mirip rempah dan agak pahit
Patahan : untuk simplisia kering memiliki tekstur keras tetapi masih dapat dipatahkan

B.2. Pengujian mutu secara fisik


Berdasarkan hasil pengujian mutu simplisia temulawak secara fisik :
Kadar air : 10,85%
Kadar abu : 3,92%
Kadar abu tak larut asam : 0,56% (Hayani, 2006)

B.3. Pengujian mutu secara kimia


Berdasarkan hasil pengujian mutu simplisia temulawak secara kimia:
Kadar minyak atsiri : 6,48%
Kadar pati : 41,45% (Hayani, 2006)
Kadar serat : 12,62% (Hayani, 2006)
Kadar sari dalam alkohol : 10,95%
Kadar sari dalam air : 13,08%
Kadar kurkumin : 1,36%
Kadar xanthorrhizol : 1,86%

Tabel 2. Hasil analisis serbuk rimpang temulawak (Hayani, 2006)

Tabel 3. Hasil analisis serbuk rimpang temulawak (Sembiring, 2006)

B.4. Pengujian mutu secara biologis


Berdasarkan hasil penelitian pengujian mutu simplisia temulawak secara biologis :

13
Bahan organik asing : tidak lebih dari 2%
Uji aflatoksin : untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur
Aspergillus flavus
Uji Angka Lempeng Total : untuk mengetahui jumlah mikroba / bakteri dalam simplisia. Batasan
angka lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan
yaitu 10oC FU/gram.
Uji Angka Kapang : Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng
total yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.
C. PENYERBUKAN
Penyerbukan simplisia temulawak kering yang telah diuji mutunya, digiling dengan
menggunakan mesin penggiling salah satunya adalah hummer mill sehingga diperoleh serbuk
simplisia temulawak.

D. PENGAYAKAN
Serbuk simplisia selanjutnya akan diayak untuk memperoleh derajat kehalusan tertentu
karena akan mempengaruhi proses ekstraksi. Serbuk simplisia diayak dengan pengayak nomor
mesh 40/60 artinya semua serbuk dapat melalui pengayak nomor mesh 40 dan tidak lebih dari
40% serbuk dapat melalui pengayak nomor mesh 60.

E. PRA-EKSTRAKSI : PEMBASAHAN
Serbuk yang telah diayak kemudian dibasahi oleh pelarut (menstruum) dengan cara
direndam sehingga dapat mempermudah proses ekstraksi, karena sel sudah membengkak
(swelling) sehingga pada saat proses ekstraksi, solvent lebih mudah menarik senyawa yang ingin
diekstraksi.

F. METODE EKSTRAKSI
Simplisia temulawak dapat diekstraksi dengan menggunakan prinsip metode
kesetimbangan maupun exhaustive. Metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan adalah
metode maserasi, sedangkan metode yang menggunakan prinsip exhaustive adalah metode
soxletasi dan perkolasi. Metode-metode yang akan digunakan disesuaikan dengan sifat senyawa
yang akan diekstraksi. Jika senyawa yang akan diekstraksi tidak tahan panas maka metode
soxletasi tidak dapat dilakukan karena proses ekstraksi metode soxletasi menggunakan panas.
Berikut adalah cara metode ekstraksi simplisia temulawak :
F.1. Metode Maserasi
Simplisia yang sudah diayak diekstrak selama 4 atau 6 atau 8 jam dengan menggu-nakan
pelarut alkohol 70%, kemudian dibiarkan selama 24 jam. Setelah dibiarkan 24 jam ekstrak

14
tersebut disaring. Setelah disaring diperoleh filtrat yang kemudian diuapkan sehingga dihasilkan
ekstrak kental.
F.2. Metode Perkolasi
Serbuk simplisia rimpang temulawak (100g), dimasukkan ke dalam bejana perkolator,
lalu direndam dengan cairan penyari (etanol 96%) selama 24 jam. Kepadatan serbuk simplisia
diatur sedemikian rupa sehingga bila kran perkolator dibuka, maka cairan akan dapat menetes
secara teratur. Selama itu dijaga agar serbuk simplisia tetap terendam dengan cairan penyari,
maksudnya dengan selalu menuangkan cairan penyari dari atas bejana perkolator. Cairan ekstrak
ditampung sempai cairan ekstrak yang menetes warnanya tidak berubah lagi
F.3. Metode Soxletasi
Serbuk temulawak yang akan diekstraksi dengan metode Soxhlet pada proses
ekstraksinya menggunakan pelarut aseton. Temulawak dihaluskan dalam lumpang, kemudian
serbuk temulawak ditempatkan dalam kertas saring dan dimasukkan ke tempat sampel pada
radas Soxhlet. Selanjutnya ditambahkan 50 ml aseton ke dalam labu bulat 250 ml dan radas
dihubungkan dengan kondensor dan dialirkan air. Radas Soxhlet dinyalakan dengan suhu
ekstraksi 60, 70, 80, 90 dan 100 0C. Ekstrak dipekatkan dengan penguap putar dan ditimbang
untuk menentukan rendemen,
Pada prinsipnya metode soxletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan
dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam tersebut. Metode soxletasi
mempunyai keunggulan dari metode lain, karena melalui metode ini penyaringan dilakukan
beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak habis (didinginkan melalui pendinginan) dan
dapat digunakan lagi setelah hasil isolasi dipisahkan (Anonim 4. 2008; Distantina, Sperisa ;
Wulan, Dwi Hastuti Asta. 2002).

G. PENGUJIAN VARIABEL EKSTRAKSI


Proses ekstraksi dari simplisia temulawak dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel antara
lain suhu, waktu ekstraksi, derajat kehalusan bahan, jumlah pelarut yang digunakan dan proses
pengeringan.
G.1. Pengaruh variabel suhu
Pada proses ekstraksi simplisia temulawak, apabila senyawa yang akan diekstraksi tahan
terhadap pemanasan maka semakin tinggi suhu ekstraksi, rendemen hasil yang didapatkan
semakin tinggi pula karena permeabilitas pori-pori serbuk semakin besar sehingga pelarut lebih
mudah masuk dan keluar membawa senyawa yang terekstrak. Tetapi apabila senyawa yang akan

15
diekstraksi tidak tahan pemanasan maka semakin tinggi suhu, rendemen hasilnya akan semakin
sedikit karena banyak senyawa yang rusak atau terurai.
G.2. Pengaruh variabel waktu ekstraksi
Pada proses ekstraksi simplisia temulawak, apabila pada proses pengekstraksiannya
menggunakan prinsip exhaustive maka rendemen hasilnya akan semakin banyak karena jumlah
senyawa yang terekstraksi semakin banyak. Tetapi apabila prosesnya menggunakan prinsip
kesetimbangan maka rendemen hasil tidak dipengaruhi oleh waktu ekstraksi karena jika
konsentrasi solute didalam solvent dan matriks sama (setimbang) maka prosesnya seolah-olah
akan berhenti.
G.3. Pengaruh variabel derajat kehalusan bahan
Pada proses ekstraksi simplisia temulawak, derajat kehalusan serbuk simplisia sangat
berpengaruh. Pada umumnya semakin kecil ukuran partikel serbuk, maka luas permukaan
partikel yang dapat kontak dengan solvent akan bertambah besar sehingga banyak senyawa yang
dapat terekstrak. Tetapi untuk proses ekstraksi senyawa kurkumin dan minyak atsiri, semakin
kecil ukuran partikel serbuk maka rendemen hasilnya semakin sedikit (kecil) karena banyak
minyak atsiri yang menguap. Oleh karena itu untuk proses ekstraksi minyak atsiri dan kurkumin,
dibutuhkan serbuk yang ukuran partikelnya besar sehingga didapat hasil ekstraksi lebih banyak.
G.4. Pengaruh variabel jumlah pelarut yang digunakan
Pada proses ekstraksi semakin banyak solvent atau pelarut yang digunakan maka
menghasilkan rendemen hasil yang lebih besar dikarenakan semakin besar driving force antara
konsentrasi senyawa di dalam matriks dengan konsentrasi senyawa di dalam pelarut. Hal ini
dapat berpengaruh jika menggunakan metode ekstraksi prinsip exhaustive.
G.5. Pengaruh variabel proses pengeringan
Metode pengeringan akan berpengaruh pada waktu yang diperlukan untuk pengeringan
bahan segar menjadi simplisia. Pengolahan dengan oven lebih cepat daripada menggunakan
pemanasan langsung dari sinar matahari dan pengeringan dengan oven memberikan hasil yang
lebih baik ditinjau dari segi tampilan fisik. Proses pengeringan juga menunjukkan kadar total
kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada
temulawak segar (dari berat segar yang sama).

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

16
Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. DepartemenKesehatan RI. Indonesia. Jakarta
Jayaprakasha, G. K., Jaganmohan Rao. L., dan Sakariah K.K.2006.Antioxidant activities
of curcumin,demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin.Food Chemistry 98, 720-
724.
Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005. Budidaya tanaman temulawak. Sirkuler No. 11.
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Rara, Raden Safitriani. 2005. Potensi Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.)
sebagai Sumber Antioksidan Alami. Thesis. UGM. Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai