Anda di halaman 1dari 118

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pola gaya hidup berdampak terhadap perubahan jenis penyakit yang

terjadi di masyarakat. Gaya hidup modern dengan banyak pilihan menu

makanan dan cara hidup yang kurang sehat yang semakin menyebar

keseluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya

peningkatan jumlah penyakit degeneratif. Peningkatan kadar glukosa

darah yang terjadi pada diabetes mellitus menyebabkan auto oksidasi

glukosa, glikasi protein dan aktivitas jalur metabolisme poliol yang

selanjutnya mempercepat terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS)

yang merupakan salah satu penyebab terjadinya diabetes mellitus dan

penyakit lainnya (Siti, 2017).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021

menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ke-6 dalam jumlah

penderita DM yang mnecapai 10,3 juta. Prediksi dari IDF menyatakan

akan terjadi peningkatan pada tahun 2019-2030 terdapat kenaikan jumlah

pasien DM dari 10,3 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030. Prevelensi

DM akan meningkat hingga menjadi 3 kali lipat pada tahun 2030,

peningkatan ini di prediksi World Health Organization (WHO) bahwa pada

tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta dan dari International Diabetes

Federation (IDF) ditahun 2045 akan mencapai 16,7 juta (Perkeni, 2021).
2

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolit kronis yang

disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon

insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh. Hal ini ditandai dengan tingginya

kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan

produksi radikal bebas berlebihan atau biasanya yang dikenal dengan

Reactive Oxygen Species (ROS). Ros merupakan radikal bebas yang

mempunyai peran penting pada beberapa proses fisiologis organ tubuh.

ROS akan memicu terjadinya stres oksidatif karena radikal bebas dalam

tubuh lebih banyak dari antioksidan, radikal bebas memiliki kemampuan

untuk berdifusi kedalam membran sel yang selanjutnya bereaksi dengan

membran lipid menghasilkan malondialdehyde (MDA) (Tandi, 2018).

MDA (malondialdehyde) merupakan senyawa dialdehid sebagai

salah satu produk akhir dari peroksidasi lipid membran sel oleh radikal

bebas yang berlebih, sehingga MDA digunakan sebagai indeks

pengukuran aktivitas radikal bebas dalam tubuh. MDA memiliki tiga rantai

karbon dengan rumus molekul (C3H4O2) Sasaran oksidasi ROS

(Reactive Oxygen Species) selain lipid, adalah Deoxyribonucleic Acid

(DNA), pada oksidasi DNA nukleotida guanin rawan terhadap reaksi

oksidasi ROS. Senyawa yang dihasilkan dari oksidasi guanin adalah 8-

hidroksi-deoksiguanosin (8-OHdG). Teroksidasinya guanin dalam untaian

DNA, mengakibatkan DNA kehilangan nukleotida guanin. Reaksi

berkelanjutan mengakibatkan kerusakan DNA dan ginjal (Tandi, 2018).


3

Nefropatik Diabetik atau Penyakit Gagal Ginjal (PGD) merupakan

salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus

tipe 1 dan tipe 2, pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal atau

yang dikenal dengan glomerulus, karena terjadi kerusakan glomerulus

maka sejumlah protein darah diekskresikan kedalam urin secara

abnormal. Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat dilalui oleh

protein yang bermolekul besar, tetapi pada keadaan patologis protein

tersebut dapat lolos. Nefropatik Diabetik mempengaruhi kemampuan

ginjal untuk melakukan pekerjaan dan fungsinya. Semakin lama, kondisi

ini akan semakin merusak sistem penyaring di dalam ginjal, hingga

akhinya menimbulkan gangguan ginjal (Tandi, 2017).

Ginjal merupakan organ yang berfungsi menyaring dan

membersihkan darah dari kotoran yang tidak diperlukan oleh tubuh,

kotoran hasil saringan ginjal dibuang bersama urine. Saat ginjal sudah

tidak mampu menjalankan fungsinya akan menyebabkan kegagalan

ginjal. Ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat

toksis atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat lain

dalam tubuh. Ginjal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari

protein ureum, kreatinin, dan amoniak. Kreatinin merupakan salah satu

hasil akhir yang dikeluarkan oleh ginjal yang sehat. Tingginya tingkat

kreatinin dalam darah dapat mengindikasikan fungsi ginjal lemah (Aditya

dkk, 2018)..
4

Penelitian sebelumnya tentang daun Sirih Merah menyatakan bahwa

daun Sirih Merah pada dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB dan 200

mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan

(Dewi dan Anisa, 2014). Penelitian lain juga yang pernah dilakukan

mengatakan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih merah pada

dosis 200 mg/kg BB efektif sebagai antidiabetes (Lia, 2019). Ekstrak

etanol daun sirih merah merah dengan dosis 100 mg/kg BB merupakan

dosis yang efektif dalam menurunkan ladar glukosa darah karena

mampu untuk memperbaiki kadar antioksidan endogen tikus putih jantan

hipergilikemik dilihat dari aktivitas glutation peroksidase dan kadar

gluukosa darah (Ramadhan dkk. 2019)

Penelitian terdahulu tentang gambaran histopatologi ginjal

menggunakan ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) pada

dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang baik dalam meregenerasi sel

tubulus ginjal tikus putih jantan dengan skoring rata-rata kerusakan 0,33

(Wirawan, 2018). Ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb) terhadap histologi ginjal dosis 600 mg/kg BB

dengan skoring rata-rata kerusakan 0,6 efektif dalam meregenerasi

jaringan ginjal (Tandi dkk, 2017). Ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus

altilis) dosis 400 mg/kg BB memberikan pengaruh terhadap regenerasi

sel ginjal tikus putih jantan dengan skoring rata-rata kerusakan 0,2

(Tandi dkk, 2017).


5

Berdasarkan penelitian diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji potensi ekstrak etanol

daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) terhadap gambaran

histopatologi ginjal tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang diinduksi

streptozotocin dengan dosis bertingkat ekstrak etanol daun sirih merah

yaitu, 150 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 350 mg/kg BB.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1. Apa saja senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak

etanol daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav)?

2. Apakah ekstrak etanol daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz &

Pav) pada pemberian variasi diosis 150mg/kg BB, 250mg/kg BB dan

350mg/kg memiliki efek terhadap gambaraan histopatologi ginjal

pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Streptozotocin ?

3. Berapakah dosis ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum

Ruiz & Pav) yang efektif terhadap gambaran histopatologi ginjal

tikus putih jantan (Rattus novegicus) yang diinduksi Streptozotocin ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder ekstrak etanol

daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav).

2. Mengetahui efek ekstrak etanol daun Sirih Merah (Piper Crocatum

Ruiz & Pav) terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus putih


6

jantan (Rattus novegicus) pada pemberian variasi diosis 150mg/kg

BB, 250mg/kg BB dan 350mg/kg.

3. Mengetahui dosis efektif ekstrak etanol daun sirih merah (Piper

Crocatum Ruiz & Pav) terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus

putih jantan (Rattus novegicus) yang diinduksi Streptozotocin.

1.4 Manfaat penelitian

1. Konsep mengenai mekanisme kerja ekstrak etanol daun Sirih Merah

berdasarkan aktivitas yang diujikan dapat dijadikan alternatif obat

tradisional.

2. Menunjang program pemerintah dalam pengembangan obat

tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 381/Menkes/SK/III/2007 tentang kebijakan obat

tradisional.

3. Penelitian daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) diharapkan

dapat menunjang pemanfaatan sebagai bahan pengobatan alami

untuk penyakit ginjal.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

2.1.1Klasifikasi tanaman sirih merah

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav (UPT. Sumber daya


Hayati Sulawesi).
2.1.2 Nama daerah

Di Jawa, sirih merah disebut suruh, sedah, dan sere. Di

Sumatra dikenal dengan nama sereh, serasa, seweh, sireh, suruh,

dan canbai. Di Nusa Tenggara dikenal dengan nama sedah, nahi,

mota, malu, dan mokeh. Di Kalimantan disebut juga dengan uwit,

buyu, sirih, dan uruesipa. Sementara itu, di Sulawesi disebut juga

dengan ganjang, baulu, komba, atau sangi. Di Maluku biasanya

dikenal dengan sebutan ani-ani, kakina, amu, dan bido. Di Papua

disebut dengan namuera, mera, freedor, dan dedami (BPOM,

2013).
8

2.1.3 Morfologi Tanaman

Sirih merah merupakan tanaman asli Peru, kemudian

menyebar ke beberapa wilayah di dunia, termasuk Indonesia. Sirih

merah merupakan tanaman semak, batang bersulur dan beruas,

dengan jarak buku antara 5-10 cm, dan pada setiap buku tumbuh

bakal akar. Daun bertangkai, berbentuk ellips, acuminatus, sub

acut pada basalnya dengan bagian atas meruncing, tepi rata,

mengkilap atau tidak berbulu. Panjangnya 9-12 cm dan lebarnya

4-5 cm. Urat daun pinnatus dari separuh bagian bawah, urat

daunnya 4-5 x 2, bullulatus-lacunosa. Petiolus, panjang 10 mm,

spike panjang 90-110 mm, tebal 5 mm. Daun bagian atas

berwarna hijau tua, dengan daerah sekitar tulang daun keperakan,

dan bagian bawah berwarna ungu. Daun berlendir, berasa pahit

dengan bau kurang spesifik (Hakim, 2015).

Batang

Daun

Gambar 2.1 Tanaman Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav).
9

Tabel 2.1 Perbandingan Dosis Efektif Penelitian Sebelumya

Hasil (Skoring
No. Peneliti Sampel Dosis
Kerusakan)
1. Wirawan (2018) Daun Ciplukan 150 0,33
mg/kg BB
2. Tandi, J dkk (2017) Daun Pandan 600 0,6
Wangi mg/kg BB
3. Tandi, J dkk (2017) Daun Sukun 400 0,2
mg/kg BB

Tabel 2.2 Dosis Efektif Penelitian

Hasil (Skoring
No. Peneliti Sam pel Dosis
Kerusakan)
1. Vidya Magfirah Daun Sirih 350 0.2
(2020) Merah mg/kg BB

2.1.4 Manfaat Daun Sirih Merah

Daun sirih merah memiliki beberapa manfaat dan digunakan

dalam pengobatan penyakit seperti penyakit diabetes militus,

hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke,

asam urat, kanker, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang

mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus

kulit (Saputra dkk, 2018).

2.1.5 Kandungan Senyawa Kimia Daun Sirih Merah

Daun sirih merah mengandung senyawa kimia yakni flavonoid,

saponin, tanin dan alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa

fitokimia yang paling banyak di produksi sirih merah (Sasmita dkk,

2017).
10

Tabel 2.3 Kandungan Senyawa Kimia Daun Sirih Merah

No Komponen Kadar Struktur Kimia

1 Geraniol 3,82 %

2 Estragolaa 2,30 %

3 Kaemferol 2,4%

4 Eugenol 32,9%

5 Rutoside 43,7%

2.1.6 Uraian Metabolit Sekunder Daun Sirih Merah

1. Flavonoid

Flavonoid (Gambar 2.2) adalah senyawa yang bersifat polar,

pada umumnya flavonoid mudah larut dalam pelarut polar

seperti etanol, methanol, dan aseton. Flavonoid merupakan

goglongan terbesar dari senyawa fenol. Senyawa fenol

mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, dan

jamur. Senyawa flavonoid memiliki dua fungsi tertentu, yaitu

sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit


11

(sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman (Saputra dkk,

2019).

flavonoid diketahui dapat mencegah kerusakan sel beta

pankreas karena memiliki aktifitas antioksidan dengan cara

menangkap atau menetralkan radikal bebas terkait dengan

gugus OH fenolik sehigga dapat memperbaiki keadaan jaringan

yang rusak mekanisme penurunan kadar glukosa darah oleh

flavonoid diantaranya dengan meningkatkan sekresi insulin,

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer dan

menghambat glukoneogenesis. Selain itu flavonoid diketahui

dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas karena memiliki

aktifitas antioksidan dengan cara menangkap atau menetralkan

radikal bebas terkait dengan gugus OH fenolik sehingga dapat

memperbaiki keadaan jaringan yang rusak (Malini dkk, 2019).

Gambar 2.2 Struktur Flavonoid (Tandi, 2018).

2. Alkaloid

Alkaloid (Gambar 2.3) adalah senyawa yang mengandung

unsure nitrogen, yang biasanya terasa pahit, selain unsure


12

nitrogen, carbon dan hydrogen, alkaloid juga mengandung

oksigen dan sulfur. Alkaloid diproduksi oleh bakteri, jamur,

tumbuhan serta hewan. Alkaloid dapat menjadi racun bagi

organisme-organisme lain. Alkaloid bekerja dengan

menstimulasi hipotalamus untuk dapat meningkatkan sekresi

Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), sehingga

sekresi pada Growth Hormone (GH) dapat meningkat dengan

baik. Kadar Growth Hormone (GH) yang tinggi akan

menstimulasi hasil untuk mensekresikan Insulin-like

GrowthFactor-1 (IGF-1). IGF-1 dapat berefek menginduksi pada

kondisi hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesis

sehingga kadar glukosa dalam tubuh dan kebutuhan insulin

menurun (Harahap dan Situmoran, 2021).

Gambar 2.3 Struktur Alkoloid (Hanani, 2017).

3. Saponin

Saponin (Gambar 2.4) adalah senyawa deterjen (glikosida)

alami yang mempunyai sifat permukaan amfifilik. Saponin

mempunyai struktur molekulnya yang terdiri dari aglikon atau


13

triterpen yang disebut dengan sapogenin dan glikon yang

mengandung satu atau lebih rantai gula. Saponin dengan sifat

deterjennya dapat mempengaruhi subtans yang larut dalam

lemak pada pencernaan, pembentukan misel campuran yang

mengandung garam empedu, asam lemak, digliserida, vitamin

yang larut dalam dan mineral (Pandapotan dan Romelan, 2018).

Mekanisme kerja saponin adalah dengan cara menghambat

transport glukosa di dalam saluran cerna dan merangsang

sekresi insulin pada sel beta pancreas sehingga terjadi

penurunan kadar glukosa dalam darah (Patala dkk, 2021)

Gambar 2.4 Struktur Saponin (Mayasari dan Laoli, 2018).

4. Tanin

Tanin (Gambar 2.5) merupakan senyawa polyphenol yang

berasal dari tumbuhan berasa pahit dan kelat dengan bobot

molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat

protein. Senyawa tanin banyak ditemukan dalam berbagai

senyawa ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari


14

pemangsaan oleh herbivore dan hama, serta dalam pengaturan

pertumbuha (Wulandari dkk, 2018).

Tanin diketaui dapat memacu metabolism glukosa dan

lemak sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah

dapat dihindari. Tanin mempunya sifat antioksidan dan

menghambat pertumbuhan tumor. Tanin juga mempunyai

aktivitas hipoglikemik yaitu dengan meningkatkan glikogenesis.

Selain itu, tanin juga berfungsi sebagai astringent atau

pengkhelat yang artinya bisa mengerutkan membrane epitel

usus halus sehingga terjadi pengurangan penyerapan sari

makanan yang menyebabkan menghambatan asupan gula dan

peningkatan gula darah tidak terlalu tinggi (Zanaria dkk, 2017).

Gambar 2.5 Struktur Tanin (Marlinda dkk., 2012).

2.2 Uraian Simplisia

2.2.1 Definisi

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat

yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali

dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Ada tiga


15

jenis simplisia yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia

mineral. Simplisia nabati adalah yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi

yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan

dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari

tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat

kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh,

bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan

dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia mineral adalah

simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah

atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni (Tandi, 2018).

2.2.2 Teknik Pengolahan Simplisia menurut Tandi 2018

1. Teknik pengumpulan

Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan

atau menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan

secara langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan

keterampilan pemetik agar diperoleh tanaman/bagian tanaman

yang dikehendaki, misalnya daun yang muda dengan tidak

merusak bagian tanaman yang lainnya.


16

2. Waktu pengumpulan atau panen

Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh

waktu panen, umur tanaman bagian tanaman yang diambil dan

lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga diperlukan satu waktu

pengumpulan yang tepat.

3. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran

atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya

pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat,

bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, akar yang

telah rusak serta pengotor lainnya harus dibuang.

4. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menhilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian

dilakukan dengan air mengalir dan bersih.

5. Perajangan

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah

proses pengeringan, semakin kecil ukuran bahan yang akan

dikeringkan maka semakin cepat penguapan air sehingga

mempercepat waktu pengeringan.


17

6. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia

yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu

yang lebih lama. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada

kadar tertentu akan menjadi media pertumbuhan kapang dan

jasad renik lainnya.

7. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir

pembuatan simplisia. Tujuan sortasi kering adalah untuk

memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih

tertinggal pada simplisia kering.

8. Pembuatan serbuk

Tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan)

bertujuan untuk mempermudah penarikan zat-zat kimia yang

terdapat dalam simplisia. Dan simplisia yang telah kering dibuat

serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat

kehalusan tertentu.

2.3 Uraian Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai karakter simplisia, kemudian semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan


18

sedemikian hingga mtercapai baku yang telah ditetapkan (Nuraida dkk,

2022)

Ekstraksi merupakan proses yang dilakukan oleh cairan penyari

untuk menarik keluar zat aktif yang beberapa terdapat pada tanaman

obat. Zat aktif berada di dalam sel, sehinga untuk dapat mengeluarkan

zat aktif dari dalam sel diperlukannya suatu cairan penyari atau larut

tertentu. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah metanol, etanol,

kliriform, heksan eter, aseton benzen dan etil asetat (Ahmad, 2018).

Ada beberapa metode ekstraksi menurut (Ahmad, 2018) yaitu :

1. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.

Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia

yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari

tidak mengandung benzoin.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan.Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan

dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk


19

tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh.

2. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas

yang relaif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada

temperatus yang lebih tin ggi dari temperatur kamar yaitu 30-40oC.

3. Infusa

Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada

temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam penangas

air mendidih, temperatur terukur 90oC) selama 15 menit.

4. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

90oC selama 30 menit.

5. Soxhletasi

Soxhletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan

pemanasan dengan cara meletakkan bahan yang akan diekstraksi

dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) di dalam sebuah

alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu.


20

2.4 Diabetes Melitus

2.4.1 Definisi

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik ditandai

dengan meningkatnya kadar glukosa darah yang disebabkan oleh

gangguan kerja insulin, berkurangnya aktivitas fungsi biologis insulin

atau adanya resistensi insulin menunjukkan bahwa terjadi gangguan

pada sel-sel β pankreas (Patala dkk, 2020).

Gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari

kadar gula darah yang tinggi. Ginjal akan membuang air lebih

banyak untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang

sehingga penderita diabetes menjadi lebih sering berkemih dengan

urine yang lebih banyak, penderita juga akan merasa haus dan

lapar yang berlebih dikarenakan ketika ginjal menarik banyak cairan

dari tubuh, maka secara otomatis tubuh akan merasa kehausan dan

gula darah tidak masuk kedalam sel sehingga sel-sel akan mengirim

sinyal lapar ke otak sehingga penderita sering merasa lapar (Tandi,

2017).

2.5 Nefropati Diabetik

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis dimana pankreas tidak

memproduksi insulin yang cukup. Insulin berfungsi sebagai hormon

yang mengatur gula darah. Jika diabetes melitus tidak diatasi dapat

menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi diabetes merupakan


21

semua penyulit akibat dari diabetes, baik sitemik ataupun jaringan tubuh

lainnya (Mildawati dkk, 2019).

Nefropati Diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes melitus

pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Gagal ginjal

(nefropati) merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada

DM. Sekitar 50% gagal ginjal tahap akhir di Amerika Serikat disebabkan

oleh nefropati diabetik. Hampir 60% penderita hipertensi dan diabetes di

Asia menderita Nefropati diabetik (Harie dkk, 2018).

2.6 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

2.6.1 Anatomi ginjal manusia

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di

daerah lumbal, berada di sebelah kanan dan kiri pada tulang

belakang, dan di bungkus lapisan lemak yang tebal di belakang

peritoneum. Ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari

ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumblis

ketiga, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati

menduduki ruang banyak di sebelah kanan (Desita dkk, 2017).

Ginjal berukuran (Panjang) 11-12 cm, lebar 57 cm, tebal 2,3-3

cm, kira-kira sebesar kepalan tangan. Ginjal dibentuk oleh unit-unit

yang disebut nephron yang jumlahnya mencapai 1-1,2 juta buah

pada tiap ginjal. Unit nephron dimulai dari pembuluh darah

halus/kapiler, bersifat sebagai saringan disebut glomelurus, darah


22

melewati glomelurus atau kapiler tersebut dan disaring sehingga

terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang jumlahnya kira-kira

170 liter per hari, kemudian dialirkan keluar melalui pipa/saluran

yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar saluran ureter

kandung kencing, kemudian ke luar melalui uretra (Pearce, 2016).

Letak dan anatomi ginjal manusia dapat di lihat pada gambra 2.6
dan gambar 2.7

Gambar 2.6 Letak ginjal pad a tubuh manusia (Pearce, 2016).

Gambar 2.7 Unit fungsional ginjal (Pearce, 2016).


23

Berikut unit fungsional dasar ginjal :

1. Nefron

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat

berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal

manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat

terlarut (Terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara

menyaring darah, kemudian mereabsorbsi cairan dan molekul

yang masih di perlukan tubuh.

2. Badan malphigi

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring

yang disebut korpuskula (atau badan malphigi) yang di lanjutkan

oleh saluran-saluran (tubulus).

3. Glomelurus

Glomelurus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi oleh

kapsul epitel yang berdinding ganda, glomelurus berada dalam

kapsula bowman. Setiap glomelurus mendapat aliran darah dari

arteri aferen. Dinding kapiler dari glomelurus memiliki pori-pori

untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui

dinding epitelium tipis yang berpori dari glomelurus dan kapsula

bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong

plasma darah.
24

4. Tubulus Ginjal

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula bowman.

Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula bowman

di sebut tubulus konvuladi proksimal. Bagian selanjutnya adalah

lengkung henle yang bermuara pada tubulus konvulasi

proksimal.

5. Lengkung Henle

Lengkung henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran

lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi

tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP

dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap

kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral.

6. Sel juxtaglomerular

Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan

sekresi renin. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus

dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian di bawa

kekandung kemih melalui ureter.

7. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang

membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorbsi, sekresi)

dari pelvis renalis menuju vesica urinari (Tandi, 2017).


25

2.6.2 Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal dasarnya adalah “menyaring/membersihkan”

darah. volume aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau

1700 liter/hari yang kemudian disaring menjadi cairan filtrat

sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke tubulus. Cairan filtrat ini

di proses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal

menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Sebagai resume, fungsi

ginjal sebagai sistem filter/saringan dan membuang sampah,

menjaga keseimbangan cairan tubuh, produksi hormon yang

mengontrol tekanan darah, produksi hormon ertyhroprotein yang

membantu pembuatan sel darah merah dan mengaktifkan vitamin

D untuk memelihara kesehatan tulang (Sumiyati dkk, 2021).

Ginjal merupakan alat sekresi untuk membung urin melalui

saluran khusus melalui nefron sampai uretra, selain pembuangan

urin melalui saluran khusus ginjal juga mensekresi zat langsung

masuk dalam darah dan tidak melalui saluran khusus, zat

tersebut temasuk hormon. Ada dua macam hormon yang

disekresikan oleh ginjal yaitu:

1. Hormon renin sangat penting dalam sistem kardiovosa yang

berhubungan dengan tek anan darah. Renin di sekresi oleh

sel-sel ginjal (arteriol aferen) yang diaktifkan melalui sinyal

(pelepasan prostaglandin) dari makula densa, yang


26

menaggapi laju aliran fluida melalui tubulus distal, dengan

penuruna tekanan perfusi ginjal (melalui peregangan reseptor

di dinding pembuluh darah) dan oleh stimulasi saraf, terutama

melalui β-1 aktivasi reseptor. Mekanisme yang bertangung

jawab dalam mempertahankan tekanan darah dan berfusi

jaringan dengan mengatur homeostansis ion Na.

2. Hormon eritrogenin atau renal eritrropoitin yang berperan

dalam proses pembentukan eritrosit atau eritropoitin

merupakan siubstansi normal yang diproduksi oleh ginjal

menstimulasi sumsum tulang belakang untuk menghasilkan

sel darah merah. Hormon ini dihasilkan oleh fibroblat

peritubular korteks ginjal. Peranan eritropoetein, dimana

eritrpoetin akan merangsang eritropoetin Sensitive Sten Cells

pada sumsum tulang untuk membentuk proeritroblas yang

merupakan cikal bakal sel eritrosit. Sekresinya dirangsang

oleh hipoksia, garam kabalt, katekolamin, hormon androgen.

Selain kedua hormon yang disekresi oleh ginjal tersebut ada 2

jenis hormone yang penting yang berhubungan dengan ginjal

dan efek samping yang ditimbulkan dari gangguan ginjal.

Kedua hormon tersebut adalah hormon dopamine dan hormon

melatonin.

a. Hormon dopamine
27

Hormon dopamine di produksi di ginjal dan hipotalamus.

Dopamin di produksi di beberapa daerah otak termasuk

nigra substantia dan daerah tegmental ventral. Dopamine

merupakan suatu neurotransmiter yang dibentuk oleh tubuh

melalui asam amino tirosin yang banyak ditemukan pada

berbagai makanan kaya protein seperti daging dan keju.

Dopamine merupakan molekul penting untuk membentuk

epinefin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin). Hormon

ini berfungsi untuk meningkatkan denyut jantung dan dan

tekanan darah, menghambat pelepasan prolaktin dan TRH

dari hipofisis anterior. Kelebihan dopamin dapat

menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, detak jantung

tidak teratur, sakit dada, kesulitan bernapas, perubahan

jumlah urin, perubahan jumlah urin, perubahan warna kulit,

sakit di kaki dan lengan. Kekurangan hormon dopamin

dapat menyebabkan tertekan, motivasi rendah, kesulitan

memberikan perhatian dan konsentrasi, berpikir lambat,

rendah libido, dan impotensi, mudah lelah, berat badan

cepat naik, dan mengalami gangguan tidur (Ikawati, 2018).

b. Hormon melatonin

Melatonin adalah hormon golongan indole dengan nama

kimia N-asetil-methoxytryptamine. Melatonin merupakan


28

turunan serotonin. Sintesis melatonin bergabung pada

fungsi reseptor beta-adrenergik yang baik. Salah satu

mekanisme feedback regulasi melatonin adalah hormom

neropinefrin yang berperan dalam mengaktifkan N-

asetiltransferase dan beta-reseptor blocker yang akan

menekan sekresi melatonin. Enzim yang berperan dakam

sintesis melatonin diaktifkan pada saat lingkungan gelap,

dan ditekan pada saat lingkungan terang. Pelepasan

melatonin mengikuti irama sirkadian yang dihasilkan oleh

suprachiasmatic nucleus dalam menanggapi perubahan

siang dan malam hari. Melalui sekresi melatonin, kelenjar

pineal mempertahankan irama sirkadian interna tubuh.

Melatonin melakukan banyak fungsi fisiologisnya dengan

bekerja pada reseptor membran dan nukleus. Melatonin

memiliki dua reseptor dua reseptor yaitu MT 1 dan MT2 yang

merupakan reseptor-reseptor membran yang memiliki tujuh

domain membran dan termasuk dalam keluarga besar dari

reseptor-reseptor G protein-coupled (Prihatini dan

Rahmawati, 2021).

Melatonin dikenal luas karena kegunaannya sebagai zat

aktif untuk membantu gangguan tidur. Melatonin banyak

digunakan pada kasus jetlag dan delayed sleep phase


29

syndrome. Sebelumnya, telah diketahui bersama efek

melatonin pada gangguan tidur dan dampak gangguan tidur

pada kesehatan dan percepatan penuaan selain itu

melatonin juga dapat menghambat penuaan karena

melatonin merupakan sebuah antioksidan yang sangat

paten. Bahkan dalam dosis kecil, melatonin mampu

menetralisir radikal bebas dan menghambat terjadinya stres

oksidatif.Efek antioksidan melatonin dilakukan oleh

melatonin itu sendiri dan melalui metabolit-metabolitnya

(Ekasari dkk, 2018).

2.7 Uraian Streptozotocin

Gambar 2.8 Struktur kimia Streptozotocin (Dody, 2018).

Streptozotocin (STZ) atau 2-Deoxy-2-[[(methylnitrosoamino)-

carbonyl] amino]-D-glucopyranose adalah salah satu agen diabetogenik

dengan kemampuan toksiknya yang dapat mendestruksi sel β pankreas.

Secara struktur, STZ adalah derivat N-nitrosurea dari D-glukosamin

yang diisolasi dari Streptomyces achromogenes. STZ ini dapat disebut

juga sebagai salah satu agen anti-neoplastik sintetik yang digunakan


30

untuk obat kemoterapi pada kanker, khususnya kanker pulau

Langerhans pancreas.

Menurut Mafee dan Swann tahun 1969, STZ memiliki banyak sekali

pengaruh terhadap proses biologis yaitu seperti produksi kerusakan sel

akut dan kronik, karsinogenik, teratogenik dan mutagenesis. Biasanya

zat ini digunakan untuk menginduksi hewan percobaan menjadi mirip

dengan kondisi diabetes. Dosis yang sering digunakan antara 40-60

mg/kg intravena namun efektif juga melalui intraperitoneal degan dosis

yang sama. Kerja dari STZ ini secara langsung membuat kerusakan

pada proses degranulasi dan menurunkan kapasitas sekresi insulin

pada sel β pankreas dengan menggunakan GLUT-2 sehingga dapat

menyebabkan kerusakan DNA.

Saat STZ berada dalam sel, akan meningkatkan guanilil siklase dan

menambah formasi cGMP dan membebaskan nitrit oksida. Nitrit oksida

merupakan stres oksidatif yang dapat merusak sel.Kemudian adanya

defosforilasi ATP meningkatkan substrat xantin oksidase dimana sel β

sangat peka terhadap enzim ini. Xantin oksidase akan memproduksi

hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Akhirnya gabungan antara nitrit

oksida dan macam-macam zat oksigen reaktif tersebut mengakibatkan

fragmentasi DNA. Selain itu, STZ dapat merusak DNA dengan proses

metilasi DNA yang akan membentuk ion karbonium (CH3+) kemudian

mengaktifkan enzim poly ADP-ribose synthetase (PARP). Dengan


31

adanya aktivasi dari PARP, dalam upaya memperbaiki DNA yang rusak,

akan menyebabkan deplesi NAD+ dan persediaan ATP yang akhirnya

terjadi nekrosis dari sel β pancreas (Kaihena dkk, 2019).

2.8 Contoh Gambaran histologi jaringan ginjal yang diberikan ekstrak


daun nangka pada tikus putih jantan

A B

Gambar 2.9 Gambaran histopatologi sel glomerulus dan tubulus ginjal tikus
putih jantan perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 0).

A B

Gambar 2.10 Gambaran histopatologi sel glomerulus dan sel tubulus ginjal
tikus putih jantan perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 1).
32

A B

Gambar 2.11 Gambaran histopatologi sel tubulus ginjal tikus putih jantan
perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 2).

2.9 Uraian Hewan Uji

Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang

dikenal ada tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan

Wistar. Tikus galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena

ditemukan oleh seorang ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley.

dalam penamaangalur ini, dia mengkombinasikan dengan nama

pertama dari istri pertamanya yaitu Sprague dan namanya sendiri

menjadi Sprague Dawley. Tikus putih memiliki beberapa sifat yang

menguntungkan sebagai hewan uji penelitian di antaranya

perkembangbiakkan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari

mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga

memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepalakecil, dan ekor yang

lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat,


33

temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap

arsenik tiroksid (Rosidah dkk, 2020).

Tikus (Rattus norvegicus) albino atau yang dikenal sebagai “Tikus

putih” adalah hewan yang paling sering digunakan sebagai model dalam

penelitian biomedis. Oleh karena dapat mewakili sistem biologis

mamalia, maka hewan ini tepat untuk dijadikan sebagai hewan coba

dalam kajian praklinik. Salah satu galur yang paling banyak digunakan

adalah tikus wistar (Wistart) yang mulai di kembangbiakkan di Wistar

Institute sejak 1906 (Lahamendu dkk, 2019).

Gambar 2.12 Tikus Putih Jantan (Handajani, 2021).

Adapun taksonomi tikus putih yang digunakan untuk hewan uji

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Sciurognathi
34

Famili : Muridae

Sub-Famili : Murinae

Genus : Rattus

Species : Rattus norvegicus

Tikus jantan dilaboratorium jarang berkelahi seperti mencit jantan.

Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan

mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus

ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium (Saputra dkk, 2020).

2.10 Histopatologi

Histopatologi adalah ilmu yang mempelajari pengamatan sel,

jaringan atau organ mahluk hidup (hewan) di bawah mikroskop untuk

mendiagnosa suatu penyakit. Saat terjadi perubahan dalam struktur sel

akibat terkena penyakit, bakteri, virus, cendawan maupun adanya

substansi berbahaya seperti logam berat, karena mampu merubah

faktor fisika (suhu) dan kimia (salintas, pH, DO) lingkungan, hal tersebut

menunjukan bahwa telah tejadi atau bahkan sedang berlangsung

perubahan pada kondisi lingkungan dimana hewan tersebut berada.

Analisa histologi dapat menjadi parameter yang sangat sensitif dan

menjadi sangat penting didalam menentukan perubahan struktur sel

terjadi di organ dalam seperti ginjal, hati dan gonad (Kelenjar seks atau

kelenjar reproduksi) (Sijid dkk, 2020).


35

2.11 Kerusakan Ginjal

Kerusakan ginjal terjadi akibat dari berbagai macam penyakit yang

merusak massa nefron ginjal, diabetes melitus merupakan penyebab

paling umum dari gagal ginjal terutama apabila penderitanya tidak

mengelola masuknya kadar gula darah. Bila proses perjalanan penyakit

ini tidak dihambat, maka hampir seluruh nefron akhirnya hancur dan

diganti dengan jaringan parut. Pada keadaan ini, ginjal kehilangan

kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan

tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Kerusakan ginjal juga

dapat diakibatkan oleh penggunaan obat dan bahan kimia lainnya.

Salah satu indeks fungsi ginjal yang terpenting adalah laju filtrasi

glomerulus (GFR), cara yang paling teliti untuk mengukur GFR adalah

dengan uji bersihan insulin, namun uji ini jarang digunakan karena

melibatkan proses infus intravena dengan kecepatan yang konstan dan

pengumpulan urin pada saat-saat tertentu menggunakan kateter.

Secara klinis sederhana GFR dapat diukur dengan BUN (Blood Urea

Nitrogen) dan level serum kreatinin (Habibi, 2018).


36

Tabel 2.4 Jenis-jenis kerusakan ginjal


No Jenis Definisi

Nekrosis adalah kematian sel karena


1. Nekrosis
adanya kerusakan sistem membran

Degeneratif adalah kondisi dimana


2. Degeneratif menurunnya fungsi dan jaringan sel dalam
tubuh

Apoptosis adalah kematian sel melalui


3. Apoptosis mekanisme genetik (kerusakan atau
fragmentasi kromosom atau DNA)

Piknosis adalah proses kerusakan pada inti


sel yang ditandai dengan larutnya
4. Piknosis
kromosom dan proses kondensasi pada inti
sel

Atrofi adalah pengecilan atau penyusutan


5. Atrofi
jaringan otot atau jaringan saraf

Kariorhexis adalah menggambarkan


fragmentasi kromatin menjadi butiran
6. Kariorhexis
basophilic kecil akibat pecahnya membran
inti

Kariolysis adalah pembubaran atau lisisnya


kromatin inti oleh pelepasan nucleus yang
7. Kariolysis
berasal dari kebocoran lisosom dari sel-sel
mati

8. Onkosis Onkosis adalah kematian sel karena


37

adanya faktor iskemia (kekurangan oksigen)

Nekrotik adalah kematian sel karena


9. Nekrotik
penyakit atau cedera

Degenerasi merupakan suatu perubahan


10. Degenerasi keadaan secara fisika dan kimia dalam sel
(penuaan dan penyakit)

Regenerasi adalah proses pertumbuhan


11. Regenerasi kembali jaringan atau organ yang rusak
atau koyak setelah mengalami cedera

Lisis merupakan peristiwa pecah atau


12. Lisis rusaknya integritas membran sel dan
menyebabkan keluarnya organel sel

2.12 Skoring Kerusakan Ginjal

Penentuan skor pada kerusakan ginjal menggunakan metode

Mitchel berdasarkan persentasenya dengan cara menentukan tingkat

kerusakan pada tubulus dan pada glomelurus ginjal. Tingkat kerusakan

tubulus dan glomelurus dibagi menjadi 4 tingkat kerusakandapat dilihat

pada tabel 2.3. kerusakan ini diikuti dengan ciri-ciri terjadinya

degenerasi dan lumen tidak jelas serta mengalami nekrosis, sedangkan

pada glomelurus terjadi perbesaran atau penyempitan glomelurus dan

ruang kapsuler serta terbentuknya butir-butir eritrosit (Jannah dan

Budijastuti, 2022).
38

Tabel 2.5 Skoring Histopatologi Klasifikasi Anggraini


Skor Tingkat Kerusakan

Skor 1 Terjadi kerusakan jaringan ginjal (pelebaran lumen


tubulus, akumulasi sel-sel debris dalam lumen,
vakuolisasi lumen tubulus, pelebaran ruang bowman,
degenerasi, hiperplasia, kariomegali, dan benda-benda
inklusi)
Skor 2 Bila ditemukan 1-2 kriteria di atas

Skor 3 Bila ditemukan 3-5 kriteria di atas

Skor 4 Bila ditemukan 6-8 kriteria di atas

Cara penilaian skoring menurut Suhita adalah dengan

membaca tiap preparat jaringan ginjal dalam 5 lapang pandang

dengan menggunakan perbesaran 400 kali. Kemudian setiap lapang

pandang dicari perubahan histopatologi sesuai kriteria yang ditentukan

(Qodar, 2020). Untuk mendapatkan data kuantitatifnya skoring

dilakukan pada setiap perubahan yang ditemukan pada tabel 2.5

Tabel 2.6 Skoring Kerusakan Klasifikasi Suhita


Skor Tingkat Kerusakan

Skor 0 Tidak terjadi nekrosis inti, degenerasi tubulus, dilatasi


tubulus proksimal tiap lapang pandang.
Skor 1 Ditemukan lesi fokal seperti nekrosis inti, degenerasi
tubulus, dilatasi tubulud proksimal tiap lapang pandang.
Skor 2 Ditemukan lesi difusi/merata seperti nekrosis inti,
degenerasi tubulus, dilatasi tubulus proksimal tiap lapang
pandang.
39

Penilaian skoring kerusakaan ginjal menurut klasifikasi

Venient,yaitu dengan cara menghitung persentase sel abnormal,

kemudian diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan

perbesaran 400 kali dalam ±5 lapang pandang sejumlah 100 sel

(Qodar, 2018). Sistem skoring Venient dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.7 persentase rasio abnormal Venient


Skor Persentase Kerusakan

1 Cedera tubulus <25% total lapang pandang


2 Cedera tubulus 25 - <50% total lapang pandang
3 Cedera tubulus 50 - <75% total lapang pandang
4 Cedera tubulus >75% total lapnag pandang

2.13 Kerangka Teori

Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Mengaktifkan Menghambat Berikatan Menghambat Melindungi


nitric oxid Reabsorbsi dengan Inflamasi dan
40

Gambar 2.13 Mekanisme Senyawa Bio

Gambar 2.12 Mekanisme Senyawa Bioaktif (Tandi, 2017)

2.14 Kerangka Teori Pembentukan Model Hewan Uji


STZ

Diinduksi STZ

N-nitrosuria Gugus Alkil


41

Gambar 2.13 Kerangka Teori Pembentukan Model Hewan Uji Hiperkolesterolemia-


Diabetes (Tandi, 2017)

2.15 Kerangka Konsep Penelitian

Streptozotocin Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Diinduksi STZ

Mengaktifkan Menghambat Berikatan Menghambat


nitric oxid Reabsorbsi dengan Inflamasi
Kerusakan pada pembuluh Na+, K+, Cl Ca2+
Sel - pankreas darah arteri
42

Menghambat
sintesis
prostaglandin

= Variabel Bebas

= Variabel Antara

= Variabel Terikat

= Peningkatan

= Penurunan

Gambar 2.14 Konsep Penelitian (Tandi, 2017)

2.16 Hipotesis Penelitian


43

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka

beberapa hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

memiliki kandungan senyawa metabolid sekunder yaitu, flavonoid,

alkaloid, saponin dan tannin.

2. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) pada

dosis 150 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, 350 mg/kg BB memberikan

efek terhadap gambran histopatologi ginjal tikus putih jantan (Rattus

norvegicus) yang diinduksi streptozotocin.

3. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) pada

dosis tertinggi memberikan efek terhadap gambran histopatologi

ginjal tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang diinduksi

streptozotocin.

BAB III
44

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium

dengan rancangan penelitian modifikasi post test randomized controlled

group design. Enam kelompok penelitian yaitu kelompok kontrol

(kelompok I : kontrol sehat, Kelompok II : kontrol sakit, kelompok III :

kontrol positif dan eksperimen kelompok IV, V dan VI. Dimana kelompok

eksperimen diberikan ekstrak daun sirih merah sedangkan kelompok

kontrol tidak diberikan ekstrak daun sirih merah.


Kelompok I H
I
S T
T E
Kelompok II O R
Tikus Kriteria Inklusi M
P
A I
T N
Kelompok III A
Randomisasi O
L S
O I

Kelompok IV GI

Kelompok V

Kelompok VI

A B C D E

-14 0 7 21 50 Hari

Gambar 3.1 Alur penelitian (Tandi J. 2017).


Keterangan :
45

A= Tikus diadaptasikan selama 14 hari di laboratorium

B= Pemilihan tikus yang memenuhi kriteria inklusi

C= Pada hari ke 0 diukur kadar glukosa darah awal. Setelah itu hewan uji

dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Lalu diinduksi streptozotocin

dengan dosis 40 mg/kg BB kecuali kelompok sebagai control normal

yang tidak diinduksi.

1. Kelompok I (K1), sebagi kelompok normal yang tidak diinduksi dan

diberi Na CMC 0,5%.

2. Kelompok II (K2), diinduksi streptozotocin dengan dosis 40 mg/kg BB.

Tikus diberikan larutan kolodial Na CMC 0,5% secara peroral setiap

hari sebagai kontrol negatif.

3. Kelompok III (K3), diinduksi streptozotocin 40 mg/kg BB. Tikus

diberikan suspensi glibenklamid peroral setiap hari selama 14 hari

sebagai kontrol positif.

4. Kelompok IV (K4), induksi streptozotocin dengan dosis 40 mg/kg BB.

Tikus mulai diberikan ekstrak etanol daun sirih merah dengan dosis

150 mg/kg BB secara peroral setiap hari.

5. Kelompok V (K5), diinduksi streptozotocin dengan dosis 40 mg/kg BB.

Tikus mulai diberikan ekstrak etanol daun sirih merah dengan dosis

250 mg/kg BB secara peroral setiap hari.

6. Kelompok VI (K6), diinduksi streptozotocin dengan dosis 40 mg/kg


46

BB. Tikus mulai diberikan ekstrak etanol daun sirih merah dengan

dosis 350 mg/kg BB secara peroral setiap hari.

C= Pengukuran kadar gula darah tikus setelah pemberian streptozotocin dan

dilanjutkan dengan pemberian ekstrak selama 14 hari

D= Pengukuran kadar gula tikus setelah pemberian ekstrak pada hari ke-14

dan 21

E= Pembedahan untuk pengamatan histopatologi ginjal hewan uji (Tandi

dkk, 2017).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember

2019 di Laboratorium Fitokimia dan Farmakognosi serta Laboratorium

Biofarmasetika STIFA Pelita Mas Palu. Pembuatan preparat histologi

ginjal dilakukan Balai Besar Veteriner Maros Sulawesi Selatan.

3.3 Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Batang pengaduk (pyrex), bejana maserasi, blender, botol larutan

stok, corong (pyrex), cawan porselin, citrate-buffered, erlenmeyer

(schoot duran), gelas kimia (schoot duran), gelas ukur (pyrex),

gunting bedah (smics), kandang hewan, labu ukur, mortir dan

stamper, mikroskop olympus CX-21, penangas air, mikrotom, pipet

tetes, pisau bedah (smics), Rotavapor (heidolph), sonde oral (one

med health care), spoit 3 ml (one med health care), tabung reaksi
47

(pyrex), tabung vacum 3 ml (vacutauner EDTA), tempat air minum

dan makan tikus, timbangan analitik (ohaus), timbangan gram kasar

dan Waterbath (Denville).

2. Bahan yang digunakan

Alkohol 70%, 90%, 95% dan 100%, aquadest, amoniak, asam

klorida (merck), asam sulfat (merck), asam asetat anhidrat (merck),

asam sitrat, besi (iii) klorida (merck), buffer formalin 10%, daun sirih

merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), etanol 96% (merck), eter, etil

asetat (merck), hematoxsilin, kertas saring, kloroform, garam, gelatin

powder, lieberman-buchard saline, pakan standar, paraffin, metanol

(aldrich), mayer’s haemaxylin, Na CMC 0,5%, n-heksan (merck),

natrium klorida, natrium sitrat, natrium carbocy methyle cellulose

(bioword), pereaksi dragendroff, reagen, serbuk magnesium p,

streptozotocin, tablet glibenklamid, toluene dan xylol.

3.4 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan Rattus

norvegicus yang diperoleh dari penyedia heewan uji. Hewan uji ini

ditentukan berdasarkan jumlah kelompok. Yakni 5 kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus besar sampel pada penelitian yaitu 25

ekor, pembagian kelompok dilakukan secara acak menggunakan

metode simple random sampling dengan kriteria inklusi dan ekslusi

sebagai berikut:
48

1. Kriteria inklusi

a. Berumur 3-4 bulan

b. Berat badan 150-200 gram

c. Buluh putih

d. Jenis kelamin jantan

e. Sehat dan aktif

2. Kriteria eksklusi

a. BB turun < 150 gram

b. Cacat fisik

c. Mati selama penelitian

3.5 Prosedur Penelitian

1. Identifikasi tanaman

Tanaman bertujuan untuk memastikan bahwa bahan uji yang

akan digunakan dalam penelitian yaitu daun sirih merah (Piper

crocatum Ruiz & Pav) Identifikasi dilakukan di UPT Sumber Hayati

Sulawesi Universitas Tadulako.

2. Penyiapan bahan uji

Sampel daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) yang

diperoleh dari daerah sekitaran kota palu dikumpulkan kemudian

disortasi basah, lalu dibersihkan kotoran dengan air mengalir, lalu

ditiriskan agar terbebas dari sisa air cucian setelah itu daun sirih

merah dirajang kemudian di kering anginkan pada suhu kamar


49

sehingga didapatkan simplisia kering. Simplisia yang sudah kering

diosrtasi kering kemudian digiling dan diaiyak untuk mendapatkan

serbuk halus, kemudian dimplisia disimpan pada wadah yang kering

dan tertutup rapat didalm ruangan yang terlindung dari cahaya dan

kelembaban.

3. Ekstraksi bahan

Pembuatan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz &

Pav) dibuat dengan metode maserasi. Serbuk simplisia dari daun

sirih merah dimasukkan dalam bejana maserasi, kemudian dilarutkan

dengan menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 2,5 liter tiap

bejana hingga seluruh simplisia terendam(± 2,5 cm dari batas atas

simplisia). Maserasi dilakukan selama 3 hari dalam ruangan yang

terlindung dari cahaya matahari dan sesekali dilakukan pengadukan

unutuk mencegah terjadinya kejenuhan. Ekstrak yang diperoleh

disaring menggunakan kertas saring, lalu di pekatkan menggunakan

rotavapor (suhu 400-600 C) dan diuapkan diwater bath hingga

diperoleh ekstrak kental daun daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz

& Pav) Kemudian dihitung rendemennya.

berat ekstrak yang didapat


% Ekstrak = x 100 %
berat bahan yang diekstrak

3.6 Uji penapisan fitokimia


50

Uji penapisan fitokimia dimaksudkan untuk mengetahui kandungan

metabolit sekunder yang terdapat di simplisia. Uji ni merupakan suatu

analisis kualitatif kandungan kimia tumbuhan yang meliputi uji alkaloid,

flavonoid, tanin, dan saponin.

1. Uji Alkaloid

Ekstrak etanol daun Sirih Merah ditimbang sebanyak 1 gram, lalu

dimasukkan ke dalam 1 buah erlenmeyer, ditambahkan 5 mL

kloroform dan 5 mL amoniak. Selanjutnya dipanaskan di atas

penangas air, dikocok dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, ditambahkan 5 tetes H2SO4 2N. Tabung yang berisi

filtrat ditambahkan pereaksi Dragendorff. Adanya alkaloid ditandai

dengan adanya endapan merah-jingga oleh pereaksi Dragendorff.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak etanol daun sirih merah ditimbang sebanyak 1 gram lalu

ditambahkan 10 ml aquadest dan dipanaskan di atas penangas air

selama 1 menit kemudia disaring, selanjutnya dilarutkan dalm 1 mL

etanol (95%) dengan penambahan serbuk magnesium P, setelah itu

dilarutkan dalam 10 ml asam klorida pekat P, jika terjadi warna

merah ungu menunjukan adanya flavon, kalkon dan auron.

3. Uji Saponin
51

Ekstrak daun sirih merah ditimbang sebanyak 1 gram lalu

dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan 10 mL

air panas. Setelah itu didinginkan lalu dikocok dengan kuat selama

10 detik. Jika terbentuk buih yang menetap selama tidak kurang dari

1 menit setinggi 10 cm atau pada penambahan 1 tetes asam klorida

2 N buih tidak hilang maka menunjukan adanya saponin.

4. Uji Tanin

Ekstrak daun sirih merah ditimbang sebanyak 1 gram, lalu

dimasukan ke dalam cawan porselin, kemudian ditambahkan dengan

20 mL air panas dan larutan NaCl 10% 3 tetes. Selanjutnya

menambahkan larutan FeCL3 bila terbentuk warna biru hitam

menandakan adanya tanin.

3.7 Pembuatan Larutan Koloidal Na CMC 0,5%

Natrium karboksimetil selulosa (Na CMC) ditimbang sebanyak 0,5

gram ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml aquades yang telah

dipanaskan, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang

transparan, lalu dicampur sampai homogen. Larutan Na CMC

dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan

aquades hingga 100 ml (Wati, 2013).

3.8 Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,45 mg/kg BB


52

Dosis glibenklamid pada manusia dewasa adalah 5 mg perhari, jika

dikonversi pada tikus dengan berat 200 gram adalah 0,018 maka dosis

glibenklamid untuk tikus adalah 0,45 mg/kg BB. Ditimbang serbuk tablet

glibenklamid yang setara dengan 3,6 mg kemudian disuspensi dalam

Na CMC 0,5% hingga 100 ml kemudian dikocok hingga homogen.

3.9 Pembuatan Bahan Uji

Ekstrak etanol daun sirih merah ditimbang untuk membuat suspensi

uji dengan masing-masing 1,2 gram (dosis 150 mg/kg BB), 2,0 gram

(250 mg/kg BB) dan 2,8 gram (350 mg/kg BB). Selanjutnya pada

masing-masing ekstrak ditambahkan Na CMC 0,5% dan dicukupkan

volumenya dengan aquadest hingga 100 ml kemudian dikocok hingga

homogen.

3.10 Pembuatan Larutan Induksi Streptozotocin

Streptozotocin (STZ) ditimbang sebanyak 0,38 gram, lalu dilarutkan

menggunakan citrate-buffer saline dengan pH 4,5 sampai 100 ml, lalu

diinduksikan pada tikus melalui intraperitoneal (ip). Dosis streptozotocin

yaitu 40 mg/kg BB (Tandi, 2017).

3.11 Penyiapan Hewan Uji

Tikus putih jantan sebanyak 30 ekor diadaptasikan selama 14 hari di

laboratorium penelitian STIFA Pelita Mas Palu dengan dikandangkan

secara memadai pada suhu lingkungan normal dan diberikan pakan

standar serta minum.


53

3.12 Pembuatan Preparat Histopatologi Ginjal

1. Fiksasi

Sampel jaringan difiksasi dengan Buffered Neutral Formalin

(BNF), vo lume Bufferd Neutral Formain (BNF) minimal 10 kali

volume jaringan. Pada umumnya waktu yang di perlukan untuk

fiksasi sempurna adalah 48 jam.

2. Pemotongan Spesimen

1. Spesimen yang dipilih untuk pemeriksaan, dipotong setebal 0,5-

1 cm.

2. Potongan spesimen dimasukan dalam keranjang pemprosesan

disertai dengan label nomor spesimen yang ditulis dengan

pensil.

3. Sisa spesimen dengan Buffered Neutral Formalin (BNF)

disimpan dalam botol bertutup rapat. Selanjutnya botol ini

disimpan berurutan dan dibuang apabila telah melebihi 3 bulan

dan ditulis dalam formulir pemusnahan sampel.

3. Prossesing dan Embedding

Embedding cassete yang telah diisi spesimen jaringan

dimasukan kedalam tissue processor dengan pengaturan waktu

sebagai diuraikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Prosedur Tissue Prosessor Dan Pengaturan Waktu


54

No. Proses Regensia Waktu


1. Fiksasi Buffer Formalin 10% 2 Jam
2. Fiksasi Buffer Formalin 10% 2 Jam
3. Dehidrasi Alkohol 70% 1 Jam
4. Dehidrasi Alkohol 90% 1 Jam
5. Dehidrasi Alkohol 100% 1 Jam
6. Dehidrasi Alkohol 100% 2 Jam
7. Dehidrasi Alkohol 100% 2 Jam
8. Clearing Toluen 1 Jam
9. Clearing Toluen 1,5 Jam
10. Clearing Toluen 1,5 Jam
11. Impregnasi Pariffin 2 Jam
12. Impregnasi Pariffin 3 Jam
Total Waktu 20 Jam

Embedding casette dikelurkan dari tissue processor dan

masukkan kedalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding

center. Keluarkan contoh specimen dari keranjang tissue untuk di

blok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak tertukar no. Contoh

specimen). Tempatkan cetakan dan keranjang pada sisi kanan dan

kiri dispenser paraffin.

Contoh specimen diletakkan diatas cetakan lalu diisi dengan

paraffin dengan menekan tombol hitam yang telah tersedia pada

alat embedding center. Cetakan diberi nomor untuk sesuai nomor

contoh spesimen yang diletakkan diatas keranjang yang berisi

contoh spesimen. Pindahkan cetakan pada bagian dingin. Setelah

beku (mengeras paraffinnya) pisahkan cetakan dengan keranjang


55

setelah terpisah pindahkan keranjang siap untuk dilakukan

pemotongan denga mikrotom knife.

4. Pemotongan

1. Ambil blok jaringan kemudian difiksir pada microtome. Blok

jaringan dipotong dengan microtome kasar sehingga didapatkan

permukaan yang rata.

2. Digunakan pisau mikrotom yang masih tajam, ketebalan

potongan 5-6 mikron. Pilih potongan jaringan terbaik dari pita

yang terbentuk.

3. potongan yang terpilih direntangkan pada floating out yang suhu

sekitar 400C yang terlebih. Suhu yang ideal akan mengakibatkan

potongan jaringan merentang sempurna, tidak berkerut.

4. taburkan gelatin powder sebanyak 5 gram untuk 100cc aquadest

dan biarkan larut sempurna.

5. potongan yang bagus, tidak bergores, tidak mengkerut dipilih

dan diambil dengan gelas slide yang sudah bernomor sesuai

dengan nomor epi/patologi.

6. slide yang berisi tempelan potongan jaringan ditempatkan diatas

plat pemanas slide minimal 2 jam.

5. Pewarnaan
56

1. Sebelum pewarnaan dilakukan, semua bahan pewarna harus

diperiksa kejernihannya dan sesuai dengan jadwal penggantian

yang tersedia (3 kali penggunaan setiap pemakaian).

2. Tahap pewarnaan:

Tabel 3.2 Tahap Pewarnaan Mayers Hematoxylin Eosin


No
Regensia Waktu
.
1. Xylol I 2 menit
2. Xylol II 2 menit
3. Alkohol 100% I 1 menit
4. Alkohol 100% II 1 menit
5. Alkohol 95% I 1 menit
6. Alkohol 95% II 1 menit
7. Mayer’s Haematoxylin 15 menit
8. Rendam dalam Tap Water 20 menit
9. Masukan dalam Eosin 15 detik-2 menit
10. Alkohol 95% III 2 menit
11. Alkohol 95% IV 2 menit
12. Alkohol 100% III 2 menit
13. Alkohol 100% IV 2 menit
14. Alkohol 100% V 2 menit
15. Xylol III 2 menit
16. Xylol IV 2 menit
17. Xylol V 2 menit
Setelah selesai pewarnaa dilakukan coverslipping, siapkan

coverslips cukup sesuai dengan jumlah preparat yang baru saja

diwarnai lalu teteskan 1-2 tetes “entellan” pada tiap coverslips.

Balik dan tutupkan pada slide preparat yang baru saja diwarnai,

cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara, biarkan


57

preparat yang sudah tertutup dengan coverslips lalu dibiarkan

sampai mengering sempurna. Bersihkan slide glas dengan xylol

lalu berilah nomor dengan sesuai nomor yang ada dietiket slide

glas tersebut dan siap untuk diperiksa dibawah mikroskop

cahaya.

6. Pemeriksaan Mikroskopik

pemeriksaan mikroskopik dilakukan dibawah mikroskop untuk

melihat perubahan morfologis dari contoh spesimen yang diperiksa.

Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3x lapang pandang lalu di rata-

ratakan skor kelainan yang di dapat atau presentase kerusakan

pada 3x lapang pandang tersebut (Tandi dkk, 2017).

3.13 Analisis Data

Data hasil pemeriksaan mikroskopis yang diperoleh berupa data

skoring gambaran histopatologi ginjal tikus putih jantan selanjutnya

dianalisis menggunakan One Way Anova dengan syarat data harus

homogen dan terdistribusi normal. Jika tidak memiliki syarat maka

dilakukan uji non parametik dengan uji Kruskall Wallis dengan uji lanjut

Mann Whitney. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program

SPSS.
58

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Identifikasi

Daun Sirih Merah yang diperoleh dari kota Palu Provinsi

Sulawesi tengah. Hasil indentifikasi di UPT. Sumber Daya Hayati

Universitas Tadulako benar bahwa daun Sirih Merah merupakan

spesies Piper crocatum Ruiz & Pav.

4.1.2 Hasil Ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk simplisia daun sirih

merah yang diperoleh sebanyak 600 g dimaserasi dengan pelarut

etanol 96% sebanyak 6 liter selama 3 hari menggunakan 3 wadah

maserasi masing-masing 200 g, 200 g, dan 200 g. Ekstrak etanol

daun sirih merah yang diperoleh sebanyak 54 g dengan rendemen

sebesar 5,4 %.

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Simplisia Daun Sirih Merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav).

Bobot serbuk (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%)


600 54 5,4
59

4.1.3 Hasil Uji Fitokimia Daun Sirih Merah

Pengujian penapisan fitokimia pada ekstrak etanol daun sirih

merah (Piper crcatum Ruiz & Pav.) dilakukan untuk mengetahui

senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak

tersebut. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav).
Pengujian Pereaksi Pengamatan Hasil
Uji Alkaloid Terbentuknya endapan (+)
Dregendorf kuning orange merah
LP bata
Uji Flavonid HCL pekat Terjadinya warna kuning (+)
dan logam jingga
Mg
Uji Saponin Dikocok + Terjadi buih (+)
HCL N
Uji Tanin Larutan Terbentuknya warna biru (+)
NaCL 10% kehitaman
+ FeCl3
Ket (+) positif = mengandung golongan senyawa yang di uji

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Preparat Histopatologi Ginjal

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi ginjal diperoleh

persentase tingkat kerusakan ginjal dalam bentuk skoring yang

dapat dilihat pada Tabel 4.3.


60

Tabel 4.3 Skoring Tingkat Kerusakan Ginjal Tikus

Skoring Kerusakan
Kelompok Perlakuan Tikus
0 1 2 3 4
Kontrol Normal 1 0 - - - -
2 0 - - - -
3 0 - - - -
4 0 - - - -
5 0 - - - -
Rata-Rata 0
SD 0
Kontrol Negatif 1 - - 2 - -
2 - - 2 - -
3 - - 2 - -
4 - - 2 - -
5 - - 2 - -
Rata-Rata 2
SD 0
Dosis 150 mg/Kg BB 1 - 1 - - -
2 - 1 - - -
3 - 1 - - -
4 - 1 - - -
5 - 1 - - -
Rata-Rata 1
SD 0
Dosis 250 mg/Kg BB 1 - - - - -
2 - 1 - - -
3 - - - - -
4 - 1 - - -
5 - 1 - - -
Rata-rata 0,6
SD 0,48
Dosis 350 mg/ Kg BB 1 - - - - -
2 - - - - -
3 - - - - -
4 - 1 - - -
5 - - - - -
Rata-Rata 0,2
SD 0,4
Sumber : Data primer 2019
Keterangan : Skor 0 = Normal
1 = Normal/dgeneratif < 25% lapangan pandang
61

2 = Degeneratif/apoptosis/piknotis 25–50% lapangan


pandang
3 = Lisis/atropi/apoptosis < 50% lapangan pandang

Pengamatan histopatologi ginjal dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui efek pemberian ekstrak daun sirih merah terhadap gambaran

histologi ginjal setelah di induksi streptozotocin. Pemeriksaan histopatologis

merupakan pemeriksaan berdasarkan perubahan morfologi jaringan atau

sel terinfeksi agen penyakit. Perubahan morfologi jaringan atau sel diamati

setelah pewarnaan Hematoxylin (H) dan Eosin (E) dari preparat jaringan

terinfeksi.

1. Skor nol (0) : Tidak ada perubahan pada sel tubulus ginjal

A B

Gambar 4.1 Gambaran histopatologi sel tubulus ginjal tikus putih jantan
perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 0)

Keterangan:
1. Sel Glomerulus : Semua normal
2. Sel Tubulus : Tidak ada perubahan
62

Skor 0 Pada gambar A sel glomerulus nampak normal dan segar,

lengkungan henle nampak lebih jelas tidak ada menunjukan kerusakan.

Begitu pula dengan sel tubulus tidak terjadi perubahan, bentuk oval dan

tidak menunjukan terjadinya inflamasi. Pada gambar B sama seperti

gambar A sel glomerulus Nampak normal dan tidak terjadi perubahan

bentuk pada tubulus.

2. Skor satu (1) Kerusakan ringan

A B

Gambar 4.2 Gambaran histopatologi sel tubulus ginjal tikus putih jantan
perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 1)
Keterangan:
1. Sel Glomerulus : Mengalami degeneratif
2. Sel Tubulus : Mengalami degeneratif
Skor 1 glomerulus dan tubulus dengan tingkat degeneratif yang

paling ringan 1-25%. Pada gambar A dimana sel-sel glomerulus masih

terditribusi secara homogen, tampak keteraturan sesama sel dengan

bentuk dan ukuran yang seragam inti sel normal dengan kerusakan

ringan yaitu terjadi degeneratif sel. Pada gambar B tampak terjadi


63

perubahan ukuran yang lebih besar dan menunjukan terjadi degeneratif

pada tubulus dan glomerulus.

Keterangan :
1. Degeneratif : Perubahan keadaan secara fisika dan
kimia pada suatu organ dan jaringan.
2. Inflamasi : Peradangan
3. Skor Dua (2) Kerusakan Sedang

A B

Gambar 4.3 Gambaran histopatologi sel tubulus ginjal tikus putih jantan
perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 2)
Keterangan:
1. Sel Glomerulus : Terjadi apoptosis
2. Sel Tubulus : Mengalami degeneratif

Skor 2 glomerulus dan tubulus dengan tingkat kerusakan sedang

25-50%. Pada gambar A terjadi kerusakan pada glomerulus yaitu

terjadi apoptosis disertai dengan adanya perubahan ukuran dan bentuk

yang telah menunjukan kematian sel. Pada lengkungan henle terjadi

perubahan ukuran yang ditandai dengan adanya inflamsi dan pada sel

tubulus terjadi degeneratif. Pada gambar B terjadi kerusakan


64

glomerulus yaitu terjadi apoptosis dan pada sel tubulus terjadi

degeneratif.

Keterangan :
1. Apoptosis : Kematian sel yang direncanakan
2. Degeneratif : Perubahan keadaan secara fisikia dan
kimia pada suatu organ dan jaringan.

3. Inflamasi : Peradangan
4. Skor Tiga (3) Kerusakan Berat

A B

Gambar 4.4 Gambaran histopatologi sel tubulus ginjal tikus putih jantan
perbesaran 400x dengan pewarnaan H&E (Skor 3)
Keterangan:
1. Sel Glomerulus : Terjadi nekrotik dan apoptosis
2. Sel Tubulus : Mengalami lisis
Skor 3 glomerulus dan tubulus dengan tingkat kerusakan berat

<50%. Pada gambar A terjadi kerusakan pada glomelurus yaitu terjadi

nekrotik dan apoptosis sel-sel tampak tidak teratur. Pada lengkungan

henle bentuk dan ukuran mengalami perubahan karena terjadinya

inflamasi dan pada tubulus mengalami lisis. Pada gambar B glomerulus


65

dan tubulus mengalami kerusakan yang sama yaitu nekrotik, apoptosis

dan lisis.

Keterangan :
1. Apoptosis : Kematian sel yang direncanakan
2. Degeneratif : Perubahan keadaan secara fisika dan
kimia pada suatu organ dan jaringan

3. Lisis : Rusaknya intergritas membrane sel


4. Nekrotik : Kematian sel secara alami
4.2 Hasil analisis Kruskal-Wallis

Dilakukan uji analisis non-parametrik Kruskal-Wallis terhadap tingkat

kerusakan histopatologi ginjal tikus putih jantan. Uji ini dilakukan untuk

melihat adanya perbedaan tingkat kerusakan antar kelompok perlakuan

berdasarkan gambaran histopatologi ginjal tikus putih jantan setelah

diinduksi dengan streptozotocin serta pemberian ekstrak daun sirih

merah dengan variasi dosis, 150 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, 350 mg/kg

BB selama 21 hari. Hasil uji analisis Kruskal-Wallis menunjukan adanya

perbedaan tingkat kerusakan antar kelompok perlakuan dengan nilai p =

0,00 atau p < 0,05. Oleh karena itu, dilakukan uji Mann Whitney untuk

mengetahui perlakuan yang berbeda signifikan dari masing-masing

kelompok perlakuan.

Tabel 4.4 Skoring rata-rata nilai kerusakan ginjal

Sampel Rata-rata Nilai Kerusakan

Kontrol Normal 0
66

Kontrol Negatif 2
Dosis 150mg/Kg BB 1
Dosis 250mg/Kg BB 0,6
Dosis 350mg/Kg BB 0,2

Gambar 4.5. Profil histopatologi ginjal tikus putih jantan

4.3 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan tanaman sirih merah, bagian yang

digunakan sebagai sampel penelitian adalah daunnya. Daun sirih merah

diekstraksi dengan menggunkan metode maserasi. Alasan penggunaan

metode maserasi karena mudah dan tidak menggunakan pemanasan

sehinggah kecil kemungkinan bahan alam menjadi rusak atau terurai.

Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak daun sirih merah

mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid,

saponin dan tanin. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
67

bahwa sirih merah merah mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan

tanin (Nuraida dkk, 2022). Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan

(Rattus norvegicus) sebagai hewan uji.

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada data skoring tingkat kerusakan

ginjal diperoleh rata-rata tingkat kerusakaan ginjal pada kontrol normal

memiliki nilai kerusakan rata-rata nol (0). Pada kontrol normal tidak

terlihat adanya kerusakan pada sel glomerulus dan tubulus. Hal ini

dikarenakan kontrol normal tidak diberikan perlakuan apapun. Pada

kontrol negatif memiliki nilai kerusakan rata-rata dua (2). Pada kontrol

negatif tejadi kerusakan sedang terlihat pada sel glomerulus mengalami

apoptosis kematian sel sedangkan pada tubulus mengalami degenaratif

sel dan inflamasi. Hal ini dikarenakan pada kontrol negatif diberikan

induksi streptozotocin dan tidak mendapatkan efek terapi bahan alam

maupun obat kimia. Pada dosis 150 mg/kg BB memiliki nilai kerusakan

rata-rata satu (1). Pada dosis 150 mg/kg BB terjadi kerusak ringan

terlihat pada glomerulus dan tubulus terjadi degeneratif sel. Hal ini

dikarenakan dosis 150 mg/kg BB diberikan terapi sehingga memberi

perbaikan pada kerusakan sel tubulus. Pada dosis 250 mg/kg BB dan

350 mg/kg BB memiliki nilai kerusakan rata-rata nol (0). Tidak terlihat

adanya kerusakan pada sel glomerulus dan tubulus. Hal ini dikarenakan

dosis terapi yang diberikan lebih besar sehingga dapat memperbaiki sel

tubulus dan glomerulus.


68

Berdasarkan hasil analisis statistik uji nonparametric Kruskal-wallis

skoring histopatologi ginjal memperlihatkan nilai p=0,001 (p<0,005) yang

menyatakan bahwa terdapat perbedaan dari tiap kelompok perlakuan

yaitu kontrol normal, kontrol negatif, dan ekstrak daun sirih merah (dosis

150 mg/kg BB, dosis 250 mg/kg BB dan dosis 350 mg/kg BB). Untuk

mengetauhi adanya perbedaan tiap kelompok perlakuan dilakukan uji

lanjut Mann-Whitney.

Pada pengujian Mann-Whitney kelompok dosis 150 mg/kg BB, dosis

250 mg/kg BB dan dosis 350 mg/kg BB dengan kontrol negatif terjadi

perbedaan yang signifikan yang menyatakan bahwa ketiga dosis tersebut

memiliki tingkat kerusakan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol

negatif. Hal ini dikarenakan pada tiga kelompok dosis mendapatkan efek

terapi dari senyawa yang terdapat pada tanaman sehingga dapat

meregenerasi sel tubulus ginjal.

Pada dosis 150 mg/kg BB dengan kontrol normal terjadi perbedaan

yang signifikan yang menyatakaan kontrol normal memiliki kerusakan

yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis 150 mg/kg BB. Hal ini

dikarenakan dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang lemah sehingga

belum dapat mencapai keadaan normal. Pada dosis 250 mg/kg BB dan

dosis 350 mg/kg BB berbeda tidak signifikan dengan kontrol normal yang

menandakan bahwa dosis 250 mg/kg BB dan dosis 350 mg/kg BB

mencapai keadaan normal. Hal ini dikarenakan tanaman sirih merah


69

memiliki efek farmakologis sehingga dapat mencapaai keadaan normal.

Pada perbandingan dosis 150 mg/kg BB dengan dosis 250 mg/kg BB

dan dosis 350 mg/kg BB terjadi perbedaan yang signifikan antar

kelompok yang menandakan bahwa perbedaan efek perbaikan disetiap

kelompok. Hal ini dikarenakan dosis 150 mg/kg BB memiliki efek yang

lemah dibandingkan dengan dosis 250 mg/kg BB dan 350 mg/kg BB.

Sehingga dapat dikatakan dosis 250 mg/kg BB dan 350 mg/kg BB

merupakan dosis yang efektif dalam meregenerasi sel tubulus dan

glomerulus ginjal karena dapat mencapai keadaan normal.

Berdasarkan hasil pengamatan preparat histopatologi ginjal tikus yang

dilakukan, terbukti bahwa pemeberian ekstrak etanol daun sirih merah

mempunyai efek dalam meregenerasi sel ginjal tikus penelitian ekstrak

etanol daun sirih merah mempunyai efek dalam meregenerasi sel ginjal

tikus. Ditinjau dari pemperian ekstrak etanol daun sirih merah pada dosis

150, 250 dan 350 mg/kg BB sudah dapat meregenerasi sel ginjal tikus

putih jantan, dengan efek yang lebih baik terjadi pada dosis 350 mg/kg

BB. Hal ini terjadi karena dalam dosis tersebut zat aktif yang terkandung

dalam ekstrak etanol daun sirih merah memiliki jumlah yang lebih banyak

sehingga sel-sel dalam ginjal khususnya tubulus proksimal dapat

meregenerasi kembali sel ginjal yang rusak dengan lebih baik.

Regenerasi sel ginjal tikus putih jantan disebabkkan karena ekstrak

etanol daun sirih merah memiliki kandungan senyawa flavonoid dan fenol
70

yang memiliki sifat sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa

yang dapat mencegah dan memperbaiki kerusakan jaringan atau organ

dalam tubuh (Nabila.2019). antioksidan sebagai oxygen scavenger

radikal bebas, mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung

reaksi oksidasi, apabila radikal bebas sudah dinetralisir dengan

antioksidan maka ginjal yang mengalami kerusakan akan meregenerasi

sel kembali dan ginjal yang berfungsi sebagai penyaring darah akan

melakukan fungsinya dengan baik.

Hasil perbandingan penelitian terdahulu tentang histopatologi ginjal

ekstrak etanol daun ciplukan dosis 100 mg/kg BB efektif dalam

meregenerasi sel tubulus ginjal dengan nilai rerata kerusakan 0,33

(wirawan, 2018). Ekstrak etanol daun pandan wangi dengan dosis 600

mg/kg BB efektif dalam meregenerasi sel tubulus ginjal dengan nilai

rerata 0,6 (Tandi dkk, 2017). Ekstrak etanol daun sukun dengan dosis

400 mg/kg BB efektif dalam meregenerasi sel tubulus ginjal dengan nilai

rerata 0,2 (Tandi dkk, 2017). Jika dibandingkan dengan ekstrak etanol

daun sirih merah dengan dosis 350 mg/kg BB dengan nilai rerata

kuerusakan 0,2 lebih baik dari pada penelitian terdahulu. Karena

mempunyai selisih nilai kerusakan 0,13 dengan ekstrak daun ciplukan,

selisih nilai kerusakan sebesar 0,6 dengan daun pandan wangi, dan tidak

memiliki selisih kerusakan dengan ekstrak daun sukun. Hal ini

dikarenakan kandungaan metabolit sekunder yang terdapat pada tiap


71

tanaman berbeda-beda sehingga untuk mencapai sel target dalam

meregenerasi sel tubulus ginjal dibutuhkan dosis yang berbeda pada tiap

tanaman. Pada penelitian terdahulu dinyatakan ekstrak daun sirih merah

memiliki kerusakan yang lebih rendah. Hal dikarenakan lebih tingginya

kadar metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin pada

sirih merah.

Efek perbaikan yang ditimbulkan oleh pemberian ekstrak etanol daun

sirih merah terhadap cedera tubulus ginjal tikus disebabkan adanya

kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin, hal ini sesuai

dengan hasil uji penapisan fitokimia. Senyawa yang terkandung didalam

ekstrak etanol daun sirih merah yang berperan dalam menurunkan kadar

glukosa darah adalah flavonoid yang berperan sebagai antioksidan

sehingga dapat menghambat pembentukan radikal bebas (ROS) akibat

diabetes dan mampu meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak.

Alkaloid memiliki sifat antioksidan dengan cara menghambat reaksi

oksidasi sehingga pembentukan rantai radikal bebas dihambat dengan

cara donor proton untuk menstabilkan radikal bebas sedangkan tanin

mampu menghambat pembentukan oksigen aktif yang dapat

menyebabkan oksidasi dan saponin dapat menurunkan kadar glukosa

darah dengan cara menghambat transport glukosa didalam saluran cerna

dan merangsang ekskresi insulin pada sel β pankreas (Serang dan Bani,

2017).
72
73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav)

mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid,

saponin dan tanin.

2. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav)

pada variasi dosis 150 mg/kg BB, 250 mg/kg BB dan 350 mg/kg

BB merupakan dosis yang memberikan efek histopatologi ginjal

tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

3. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav)

pada dosis 350 mg/kg BB sudah memberikan dosis efektif

histopatologi ginjal tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran :

1. Perlu dilakukan pengujujian kuantitatif untuk menetapkan kadar

metabolit sekunder yang terdapat dalam sirih merah (Piper

Crocatum Ruiz & Pav)

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut potensi toksisitas pada daun

sirih merah.
74

DAFTAR PUSTAKA

Aditya A., Udiyono A., Saraswati DL., Setyawan H., 2018 Screening Fungsi
Ginjal Sebagai Perbaikan Outcome Pengobatan Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep). Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Vol 6 No 1.

Ahmad Najib., 2018. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam, Cetakan pertama: CV


Budi utama: Yogyakarta.Hal 37 – 39.

BPOM (2013) Formularium Ramuan Etnomedisin Obat Asli Indonesia volume


III. III. jakarta: BPOM RI.
Desita, D., Budi, W. S. dan Gunawan, G. (2017) “Biodistribusi radiofarmaka
Tc 99m DTPA pada pemeriksaan renografi,” Youngster Physics Journal, 6(2),
hal. 157–165.
Deviana, A., 2018. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Petai (Parkia speciosa)
Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Bagian Tubulus Proksimal Pada
Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi
Paracetamol”, Hang Tuah Medical Journal, 15(2), hal. 233.
doi:10.30649/htmj.v15i2.70.

Dody Novrial., 2018. Kerusakan sel β Pankreas Akibat Induksi Streptozotocin


Tinjauan Patologi Eksperimental: Mandala of Health: Purwokerto. Hal 48.

Hakim, L. (2015) Rempah dan Herbal. I. Yogyakarta: Diandra creative.


Handajani, F. (2021) Metode Pemilihan dan Pembutan Hewan Model
Beberapa Penyakit Pada Penelitian Eksperimental. pertama. Diedit oleh S.
Prabowo. sidoarjo: Zifatama Jawara.
Harahap, siti nurlani dan Situmoran, N. (2021) “Skrining Fitokimia dari
Senyawa Metabolit Sekunder Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.),”
matematika dan Sains, 6(1), hal. 153–162.
Hartini Dian., 2019. Karakterisasi Simplisia Dan Standarisasi Ekstrak Kulit
Manggis (Garcinia magostana L.). Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah. Purwokerto.
75

Harie ES., Eva Decroli., dan Afrawadi, 2018. Faktor Resiko Pasien Nefropati
Diabetik Yang Dirawat Di Bagian Penyakit Dalam. Jurnal kesehatan andalas:
Padang. Hal 150-151.
Ikawati, Z. (2018) Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya. pertama.
Diedit oleh U. Press. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jannah, D. R. dan Budijastuti, W. (2022) “Gambaran Histopatologi Toksisitas
Ginjal Tikus Jantan (Rattus norvegicus) yang Diberi Sirup Umbi Yakon
(Smallanthus sonchifolius),” LenteraBio, 11(2), hal. 238–246.
Kaihena, M. et al. (2019) “Efektivitas Ekstrak Metanol Kulit Batang Kayu
Manis Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dan Regenerasi Sel-Β
Pankreas Pada Model Mencit Diabetes,” Molucca Medica, 12, hal. 10–18.
doi: 10.30598/molmed.2019.v12.i2.10.
Lahamendu, B., Bodhi, W. dan Siampa, J. P. (2019) “UJI EFEK ANALGETIK
EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE PUTIH (Zingiber officinale Rosc.var.
Amarum) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus
norvegicus),” Pharmacon, 8(4), hal. 927. doi: 10.35799/pha.8.2019.29372.
Malini, D. M. et al. (2019) “Ekstrak Etanol Kulit Buah Jengkol Menurunkan
Kadar Glukosa dan Meningkatkan Hormon Insulin Tikus Diabetes Yang
Diinduksi Streptozotocin,” Jurnal Veteriner, 20(1), hal. 65. doi:
10.19087/jveteriner.2019.20.1.65.
Azis, S. arifin (2022) Produksi Flavonoid Daun dan Minyak Atsiri Bunga
Kemuning (Murraya Panciluta (L.) Jack). cetakan pe. Diedit oleh atika
mayang Sari. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
BPOM (2013) Formularium Ramuan Etnomedisin Obat Asli Indonesia volume
III. III. jakarta: BPOM RI.
Desita, D., Budi, W. S. dan Gunawan, G. (2017) “Biodistribusi radiofarmaka
Tc 99m DTPA pada pemeriksaan renografi,” Youngster Physics Journal, 6(2),
hal. 157–165.
Ekasari, mia fatma, Riasmini, ni made dan Hartini, T. (2018) Meningkatkan
Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi. pertama. malang:
Wineka Media.
Habibi, N. I. (2018). Hubungan Perilaku Spiritual Dengan Mekanisme Koping
Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisadi Rumah Sakit
Perkebunan Jember Klinik (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Jember).
76

Hakim, L. (2015) Rempah dan Herbal. I. Yogyakarta: Diandra creative.


Handajani, F. (2021) Metode Pemilihan dan Pembutan Hewan Model
Beberapa Penyakit Pada Penelitian Eksperimental. pertama. Diedit oleh S.
Prabowo. sidoarjo: Zifatama Jawara.
Harahap, siti nurlani dan Situmoran, N. (2021) “Skrining Fitokimia dari
Senyawa Metabolit Sekunder Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.),”
matematika dan Sains, 6(1), hal. 153–162.
Herryawan, Puti, I. Sabirin, R. (2018). The Effectivenes Of Red Betel Leaf
(Piper crocatum) Extract Against Periodontal Phatogens, Bali Medical
Journal, Vol. 7, No. 3, Hal. 372-735.

Ikawati, Z. (2018) Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya. pertama.


Diedit oleh U. Press. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jannah, D. R. dan Budijastuti, W. (2022) “Gambaran Histopatologi Toksisitas
Ginjal Tikus Jantan (Rattus norvegicus) yang Diberi Sirup Umbi Yakon
(Smallanthus sonchifolius),” LenteraBio, 11(2), hal. 238–246.
Kaihena, M. et al. (2019) “Efektivitas Ekstrak Metanol Kulit Batang Kayu
Manis Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Dan Regenerasi Sel-Β
Pankreas Pada Model Mencit Diabetes,” Molucca Medica, 12, hal. 10–18.
doi: 10.30598/molmed.2019.v12.i2.10.
Lahamendu, B., Bodhi, W. dan Siampa, J. P. (2019) “UJI EFEK ANALGETIK
EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE PUTIH (Zingiber officinale Rosc.var.
Amarum) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus
norvegicus),” Pharmacon, 8(4), hal. 927. doi: 10.35799/pha.8.2019.29372.
Malini, D. M. et al. (2019) “Ekstrak Etanol Kulit Buah Jengkol Menurunkan
Kadar Glukosa dan Meningkatkan Hormon Insulin Tikus Diabetes Yang
Diinduksi Streptozotocin,” Jurnal Veteriner, 20(1), hal. 65. doi:
10.19087/jveteriner.2019.20.1.65.
Malini, D. M. et al. (2021) “Struktur morfologis dan histologis ginjal tikus
model diabet setelah diberi ekstrak etanol kulit buah jengkol ( Archidendron
pauciflorum ) Morphological and histological kidney structure in diabetic rats
model treated with ethanol extracts of jengkol fruit peel ( Archidendron
pauciflorum ),” 25(2), hal. 208–217.
Mildawati, Diani, N. dan Wahid, A. (2019) “Hubungan Usia, Jenis Kelamin
dan Lama Menderita Diabetes dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabateik,”
Caring Nursing Journal, 3(2), hal. 31–37.
77

Mulyani, H., W, sri harti dan E, veny indria (2017) “Pengobatan Tradisional
Jawa dalam Manuskrip,” Litera, 16(1), hal. 139–151.
Nuraida, Hutagol, D. dan Hariani, F. (2022) Monograf Konsetrasi Ekstrak
Sereh Wangi. pertam. Diedit oleh Guepedia. Guepedia.
Pandapotan, M. dan Dan Romelan, M. (2018) “ANALISIS JENIS DAN
KADAR SAPONIN EKSTRAK METANOL DAUN KEMANGI (Ocimum
basilicum L.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRI Saponin
Analysis of Kemangi Leaf Methanol Extract (Ocimum basilicum L.) by
Gravimetry Method,” JFL Jurnal Farmasi Lampung, 07(2), hal. 81–86.
Patala, R., Sari, N. M. dan Tuldjanah, M. (2021) “Uji Efek Ekstrak Daun Ungu
Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Diinduksi Streptozotocin,”
Farmakologika Jurnal, XVIII(1), hal. 67–74.
Patala, R., Utami, K. dan Wahyuni, S. (2021) “Potensi Ekstrak Daun Sirih
Merah Terhadap Histopatologi Pankreas Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi
Streptozotocin,” Farmakologika Jurnal Farmasi, XVIII(2).
Pearce, E. C. (2016) Anatomi dan fisiologi untuk para medis. ketiga pul.
Diedit oleh F. Yuniar. jakarta: PT gramedia pustaka utama.
Prihatini, K. dan Rahmawati, A. (2021) “PENERAPAN TERAPI RELAKSASI
AUTOGENIC TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA PASIEN
HIPERTENSI DI KOTA SEMARANG,” Intoleransi Laktosa: Variasi
Pemeriksaan Penunjang dan Tatalaksana, 11(1), hal. 1–14. Tersedia pada:
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-
8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/
305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTA
RI.
Ramadhan, S. et al. (2019) “Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah ( Piper
crocatum Ruiz & Pav .) terhadap Kadar Glukosa Darah dan Kadar Glutation
Peroksidase Tikus Jantan Hiperglikemik Effect of Red Betel ( Piper crocatum
Ruiz & Pav .) Leaves Extract on Blood Glucose Levels and Glutathi,” 07(1),
hal. 1–10.
Rosidah, I. et al. (2020) “Profil Hematologi Tikus (Rattus norvegicus) Galur
SPRAGUE-DAWLEY Jantan Umur 7 dan 10 Minggu,” bioteknologi & Biosains
Indonesia, 7(1), hal. 136. doi: 2548-611x.
Saputra, muhammad rizki, Yuniarti, E. dan Sumarmin, R. (2018)
“PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
78

TERHADAP GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN YANG


DIINDUKSI SUKROSA,” EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), hal.
43–55. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/124.
Saputra, A. R., Sitasiwi, A. J. dan Saraswati, T. R. (2020) “Gonadosometic
Index Tikus Jantan ( Rattus norvegicus ) Setelah Paparan Ekstrak Daun
Mimba ( Azadirachta indica ) Sebagai Senyawa Antifertilitas,” Jurnal Pro-Life,
7(3), hal. 288–298.
Sasmita, F. W. et al. (2017) “Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia
diversifolia) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
yang Diinduksi Alloxan,” Biosfera, 34(1), hal. 22. doi:
10.20884/1.mib.2017.34.1.412.
Sijid, S. A. et al. (2020) “PENGARUH PEMBERIAN TUAK TERHADAP
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) ICR
JANTAN,” Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 11(2), hal. 193. doi:
10.26418/jpmipa.v11i2.36623.
Saleh, R. Marghani, H. dan Awadin, W. (2017). Effect Of Hight Fructose
Administration On Histopathology Of Kidney, Heart and Aorta Of Rats, Vol. 4,
No. 1, Hal. 71-79.

Suharman (2018) Gambir Peluang Pasar, Budidaya dan Pengolahannya.


pertama. Diedit oleh E. rizka Fadilah dan D. Novidiantoko. yogyakarta: Cv
Budi Utama.
Sumiyati et al. (2021) Anatomi Fisiologi. pertama. Diedit oleh A. Karim.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Tandi, J. (2017) Buku ajar farmasi klinik II. Kedua. Diedit oleh dr. T. Miting,
M. Thamrin, dan D. T. Palu: STIFA Pelita Mas Palu Press.
Tandra, H. (2018) Dari diabetes Menuju Ginjal. jakarta: Pt Gramedia Pustaka
Utama.
Wulandari, I., Kuspradini, H. dan wijaya kususma, I. (2018) “Analisis Metabolit
Sekunder Lima Jenis Tumbuhan Berkayu dari Genus Litsea,” Agrifor, 17(2),
hal. 276.
Zanaria, R., Kamaluddin, M. dan Theodorus, T. (2017) “Efektivitas Ekstrak
Etanol Daun Salam (Eugenia polyantha) terhadap GLUT 4 di Jaringan
Adiposa dan Kadar Gula Darah Puasa pada Tikus Putih Jantan,” Biomedical
Journal of Indonesia, 3(3), hal. 145–153. doi: 10.32539/bji.v3i3.8605.
Mildawati, Diani, N. dan Wahid, A. (2019) “Hubungan Usia, Jenis Kelamin
79

dan Lama Menderita Diabetes dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabateik,”


Caring Nursing Journal, 3(2), hal. 31–37.
Mukhaimin I., Latifahnya A.N., Puspitasari E. 2018. Penentuan Kadar Alkaloid
Total Pada Ekstrak Bunga Papaya (Carica papaya L) Dengan Metode
Microwave Assisted Extraction. Journal Chemical Engineering Research
Articles. Vol 1 No 2.

Mulyani, H., W, sri harti dan E, veny indria (2017) “Pengobatan Tradisional
Jawa dalam Manuskrip,” Litera, 16(1), hal. 139–151.
Nian Afrian., dan Dhina Widyawati. 2017. Gangguan Pada Sistem
Perkemihan dan Penatalaksanaan Keperawatan, Cetakan pertama: CV Budi
Utama: Yogyakarta. Hal 1–2.

Novilia, L. Harahap, U. dan Anjelisa, P. (2017). Effect Of Red Betel (Piper


crocatum Ruiz and Pav) Ethanol Extract Against Carbon Fetrachlorida Induce
Hepatic Injury In Rats, Asian Journal of Pharmaceutical Research and
Development, Vol. 5, Hal. 1-08.

Nuraida, Hutagol, D. dan Hariani, F. (2022) Monograf Konsetrasi Ekstrak


Sereh Wangi. pertam. Diedit oleh Guepedia. Guepedia.
Nurdiastuti T. 2016. Ekstrak Daun Afrika Selatan (Vernonia amygdalina)
Memperbaiki Profil Lipid Tikus Wistar Jantan Dislipidemia. Naskah Publik.
Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Pandapotan, M. dan Dan Romelan, M. (2018) “Analisis Jenis Dan Kadar
Saponin Ekstrak Metanol Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) DENGAN
MENGGUNAKAN METODE GRAVIMETRI Saponin Analysis Of Kemangi
Leaf Methanol Extract (Ocimum basilicum L.) by Gravimetry Method,” JFL
Jurnal Farmasi Lampung, 07(2), hal. 81–86.
Parfati N dan Widono T. 2016. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
Kajian Pustaka Aspek Botani, Kandungan Kimia, dan Aktivitas Farmakologi.
Jurnal Media Pharmaceutica Indonesiana. Fakultas Farmasi Universitas
Surabaya. Vol 1 No 2.

Patala, R., Utami, K. dan Wahyuni, S. (2021) “Potensi Ekstrak Daun Sirih
Merah Terhadap Histopatologi Pankreas Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi
Streptozotocin,” Farmakologika Jurnal Farmasi, XVIII(2).
Pearce, E, C. (2016) Anatomi dan fisologi untuk para medis. Ketiga pul.
Diedit oleh F. Yuniar. Jakarta: PT gramedia pustaka utama.
80

Prihatini, K. dan Rahmawati, A. (2021) “Penerapan Terapi Relaksasi


Autogenic Terhadap Penurunan Insomnia Pada Pasien Hipertensi Di Kota
Semarang,” Intoleransi Laktosa: Variasi Pemeriksaan Penunjang dan
Tatalaksana, 11(1), hal. 1–14.
Rosidah, I. et al. (2020) “Profil Hematologi Tikus (Rattus norvegicus) Galur
SPRAGUE-DAWLEY Jantan Umur 7 dan 10 Minggu,” bioteknologi & Biosains
Indonesia, 7(1), hal. 136. doi: 2548-611x.
Saputra, muhammad rizki, Yuniarti, E. dan Sumarmin, R. (2018)
“PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
TERHADAP GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN YANG
DIINDUKSI SUKROSA,” EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(1), hal.
43–55. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/124.
Saputra, A. R., Sitasiwi, A. J. dan Saraswati, T. R. (2020) “Gonadosometic
Index Tikus Jantan ( Rattus norvegicus ) Setelah Paparan Ekstrak Daun
Mimba ( Azadirachta indica ) Sebagai Senyawa Antifertilitas,” Jurnal Pro-Life,
7(3), hal. 288–298.
Sasmita, F. W. et al. (2017) “Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia
diversifolia) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
yang Diinduksi Alloxan,” Biosfera, 34(1), hal. 22. doi:
10.20884/1.mib.2017.34.1.412.
Savni Ratalia., 2014. Histopatologi ikan mas. Perikanan dan kelautan institut
pertanian. Bogor. Hal 1.

Sijid, S. A. et al. (2020) “Pengaruh Pemberian Tuak Terhadap Gambaran


Histopatologi Hati Mencit (Mus Musculus) Icr Jantan,” Jurnal Pendidikan
Matematika dan IPA, 11(2), hal. 193. doi: 10.26418/jpmipa.v11i2.36623.
Suharman (2018) Gambir Peluang Pasar, Budidaya dan Pengolahannya.
pertama. Diedit oleh E. rizka Fadilah dan D. Novidiantoko. yogyakarta: Cv
Budi Utama.
Sumiyati dkk. (2021) Anatomi Fisiologi. pertama. Diedit oleh A. Karim.
Medan: Yayasan Kita Menulis.
Tandi, J., 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jambu Air (Syzygium
aqueum (burm f.) Alston) terhadap Glukosa Darah, Ureum dan Kreatinin
Tikus Putih (Rattus norvegicus), J. Trop.Pharm. Chem, 4(2); 43-5.
81

Tandi, J., Ayu Wulandari, dan Asrifa, 2017. Efek Ekstrak Etanol Daun
Gendola Merah (Basella alba L.) Terhadap Kadar Kreatinin, Ureum dan
Deskripsi Histologis Tubulus Ginjal Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)
Diabetes Yang Diinduksi Streptozotocin. Galenika Journal Of Pharmacy. Hal
101

Tandi, J., Moh. Roem, dan Yuliet, 2017. Efek Nefroprotektif Kombinasi
Ekstrak Daun Gedi Merah dan Daun Kumis Kucing Pada Tikus Induksi Etilen
Glikol. J Trop Pharmacy Chem: Palu. Hal 30

Tandi, J. 2017. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis


(Parkinson Ex F.A.Zorn)Fosberg)Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin dan
Gambaran Histopatologi GinjalTikus Putih Jantan(Rattus Norvegicus), J Trop
Pharmacy Chem: Palu. Hal 5.

Tandi, J. 2017. Uji Aktivitas Fraksi Daun Jeruk Bali (Citrus Maxima (Bum)
Merr) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperkolestrolemia.
STIFA Pelita Mas. Palu.

Tandi, J., Patala, R. dan Mandang, M. A. (2022) “Uji Efek Ekstrak Etanol
Daun Pandan Wangi Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Putih Diinduksi
Streptozotocin,” (1).
Tandi, J. Rahmawati., Rini, Isminarti., Jerry, Lapangoyu., 2018. Efek Ekstrak
Biji Labu Kuning Terhadap Glukosa, Kolesteroldan Gambaran Histopatologi
Pankreas Tikus Hiperkolesterolemia-Diabetes, Vol.1 No.1 hal 144-151.

Tandi J, 2018. Obata Tradisional. STIFA Pelita Mas Palu. ISSN. Hal 6,289.

Tandi, J. 2018. Efektivitas Ekstrak Akar Beluntas Terhadap Penurunan Kadar


Glukosa Darah Tikus Diinduksi Streptozotocin. STIFA Pelita Mas. Palu.

Tandi, J. 2018. Uji Efek Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan (Rattus
novergicus) Yang Diinduksi Streptozotocin. STIFA Pelita Mas. Palu.

Tandi, J, 2019. Uji Aktifitas Fraksi Buah Naga Merah Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah Tikus Yang Diinduksi StreptozotocinI. STIFA Pelita
Mas. Palu.

Tandi, J. 2019. Potensi Ekstrak Etanol Daun Afrika (Gymnanthemum


amygdalinum (Delile) Sch.Bip.Ex Walp) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa
82

darah Dan Histopatologi Pankreas Tikus Putih Jantan. STIFA Pelita Mas.
Palu.

Tandi, J. Wirawan, W. Angga, A. Pratama. dan Feiverin, Tibe. (2018)


‘Efektivitas Ekstrak Akar Beluntas ( Eab ) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah ( Kgd ) Tikus Diinduksi Streptozotocin’, Xv(1).
Tandi J., 2018. Analisis Daun Gedi Merah (Abelmoscus manihot (L) Medik)
Sebagai Obat Antidiabetes Melitus. Buku Kedokteran EGC. ISBN; 978-979-
044-874-2. Hal 1,6,27,28.
Tandra, H. (2018) Dari diabetes Menuju Ginjal. jakarta: Pt Gramedia Pustaka
Utama.
UPT., Sumber Daya Hayati Sulawesi Tengah., 2019. Hasil Identifikasi
Tanaman Daun Sirih Merah. Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi. Universitas Tadulako Palu.

Wahyuni, S. Sukadana, M. dan Arisanti, P. (2017). Red piper crocatum


Leaves Extract Ethanol Lowering Melondialdehyde (MDA) and Blood Glucose
Level In Hyperglycemic wistar rat, Journal of Global Pharma Technology, Hal.
59-64.

Worontikan Re ndy V., Tuju Elin A., Kawuwung Femmy. 2017. Analisis
Efektivitas ekstrak etanol buah andalima (Zanthoxylum acanthopodium DC)
Pada Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus novergicus) Yang Diinduksi
Aloksan. Jurnal Sains, Matematika, & Edukasi (JSME). Vol 5 No 1.

Wulandari, I., Kuspradini, H. dan wijaya kususma, I. (2018) “Analisis Metabolit


Sekunder Lima Jenis Tumbuhan Berkayu dari Genus Litsea,” Agrifor, 17(2),
hal. 276.
Zanaria, R., Kamaluddin, M. dan Theodorus, T. (2017) “Efektivitas Ekstrak
Etanol Daun Salam (Eugenia polyantha) terhadap GLUT 4 di Jaringan
Adiposa dan Kadar Gula Darah Puasa pada Tikus Putih Jantan,” Biomedical
Journal of Indonesia, 3(3), hal. 145–153. doi: 10.32539/bji.v3i3.8605.
83

DAFTAR BIAYA PENELITIAN

N0 PENGELUARAN BIAYA (Rp)


1 Tikus Putih Jantan 40 ekor 3.000.000
2 Kandang Tikus 200.000
3 Tempat Minum Tikus 48.000
4 Sonde oral @4 100.000
5 Kode Etik Hewan 100.000
6 Dispo Oral 3 ml @5 15.000
7 Karantina 10.000
8 Dispo 5 ml @ 2 10.000
9 Dispo 1 ml @4 12.000
10 Handskun 120.000
11 Masker 50.000
12 Kapas 20.000
13 Tisue 45.000
14 Kertas saring 15.000
15 Alkohol 70% 20.000
16 Glibenklamid 10.000
17 Betadin 10.000
18 NaCl 24.000
19 Aqua Pro Injeksi 32.000
20 Streptozotocin 4.800.000
21 Tabung EDTA 100.000
22 Pelastik Sampah besar 28.000
23 Pembuatan ekstrak dan pengujian fitokimia 1.000.000
23 Pembedahan 100.00
84

24 Pengiriman sampel dari maros 250.000


25 Kotak Sterofom Tempat Penyimpanan 45.000
Sampel
26 Pembuatan Preparat histopatologi dan 2.500.000
pembacaan hasil histopatologi 25 sampel
Total 12.664.000

LAMPIRAN 1
SKEMA KERJA PENELITIAN

1. Skema pembuatan ekstrak daun sirih merah


Sampel daunsirih merah Identifikasi
- Dikumpulkan
- Dikumpulkan
- Disortasi basah
- Dirajang
- Dikeringkan
- Disortasi kering
- Diserbukkan
Serbuk daun sirih merah

- Diekstraksi secara maserasi dengan etanol 95% selama 3 hari

Residu Filtrat
(Ekstrak cair)

- Dipekatkan dengan Rotari vaccum Evaporator


- Diuapkan di atas penangas air

Ekstrak kental daun sirih merah

Uji penapisan fitokimia


85

2. Skema Kerja Uji Efek Antidiabetes


Hewan Uji

- Tikus putih jantan


- Umur 3-4 bulan
- Berat badan 200-250 gram
- Dipuasakan
- Pengukuran kadar glukosa awal
- Pembaggian kelompok
- Diinduksi dengan streptozotocin

Tikus diabetes melitus

Klp I Klp II Klp III Klp IV Klp V Klp VI

Kontrol Kontrol Kontrol ekstrak ekstrak ekstrak


etanol Daun etanol Daun etanol Daun
Normal sakit positif sirih merah sirih merah sirih merah
150mg/kg BB 250mg/kg BB 350mg/kg BB
NaCMC glibenklamid

- Pengukuran kadar glukosa darah hari


- ke 7 14 dan 21
- Pembedahan
- Pengamatan Histopatologi Ginjal

Data

Analisis data

Pembahasan
86

Kesimpulan

LAMPIRAN 2
Konversi Dosis Hewan dan Manusia

1. Tabel Konversi Dosis Hewan Percobaan Dengan Manusia


Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 1,5 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
1,0 7,0 12,23 27,80 29,7 64,10 124,20 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 4,20 9,20 17,80 56,0
200 g
Marmut
0,08 0,57 1,0 2,25 2,40 5,20 10,20 31,50
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,40 4,50 14,20
1,5 kg
Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,20 4,10 13,0
1,5 kg
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 0,43 0,1 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,10 0,22 1,24 0,52 1,0 3,10
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg

2. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji Yang Dapat Diberikan Pada


Beberapa Hewan Uji.
Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian
Jenis Hewan
Uji i. i.m i.p s.c p.o

Mencit (20-30 0s 0,05 1,0 0,5-1,0 1


g)
Tikus (200 g) 1 0,1 2-5 2 5

Hamster (50 - 0,1 1-2 2 2


g)
87

Marmut (250 - 0,25 2-5 5 10,0


gr)
Kelinci (2,5 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
kg)

Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0

Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

3. Tabel konversi dari dosis hewan ke dosis manusia (HED).


Luas permukaan tubuh
Spesies Bobot (Kg) Faktor km
(m2)

Manusia (Dewasa) 60 1,6 37

Manusia (Anak-anak) 20 0,8 25

Baboon 12 0,6 20

Anjing 10 0,5 20

Monyet 3 0,24 12

Kelinci 1,8 0,15 12

Guinea pig 0,4 0,05 8

Tikus 0,15 0,025 6

Hamster 0,08 0,02 5

Mencit 0,02 0,007 3


88

LAMPIRAN 3

1. Perhitungan Pembuatan Induksi Streptozotocin

- Dosis 40 mg/kg BB

D 0 SIS x BB
Stok = 1
X Volume maksimum
2

40 mg/ KgBB x 0 , 2 Kg
= 1
x 5 ml
2

8 mg
= 2 ,5 ml

= 3,2 mg/ml

Untuk 100 ml = 3,2 mg/ml x 100

= 320 mg/100

= 0,32 g/100 ml
89

40 mg STZ ditimbang lalu dilarutkan kedalam citrate-buffer saline PH 4,5

sampai 100 ml.

Dosis X BB
Volume Pemberian =
larutan stok

40 mg/ KgBBx 0 ,2 Kg
=
3 , 2mg/ml

= 2,5 ml

2. Perhitungan Dosis Pemberian Ekstrak daun sirih merah

- Dosis 150 mg/Kg BB

Dosis x BB
Stok = 1
x volume maksimum
2

150 mg/KgBB x 0 , 2 Kg
= 1
x 5 ml
2

30 mg
=
2 ,5 ml

= 12 mg/ml

Untuk 100 ml = 12 mg/ml x100 ml

=1200 mg/100 ml

= 12 g/100 ml
90

Ditimbang ekstrak sebanyak 12 gram, disuspensikan dalam larutan

koloid Na CMC 0,5% ad 100 ml.

Dosis x BB
Volume Pemberian =
larutan stok

150 mg/KgBB x 0 , 2 Kg
= = 2,5 ml
12 mg/ml

- Dosis 250 mg/Kg BB

Dosis x BB
Stok = 1
x volume maksimum
2

200 mg/ KgBB x 0 , 2 Kg


= 1
x 5 ml
2

40 mg
=
2 ,5 ml

= 16 mg/ml

Untuk 100 ml = 16 mg/ml x 100 ml

= 1600 mg/100 ml = 16 g/100 ml

Ditimbang ekstrak sebanyak 16 gram, disuspensikan dalam larutan

Na CMC 0,5% ad 100 ml.

Dosis x BB
Volume Pemberian =
larutan stok
91

200 mg/ KgBB x 0 , 2 Kg


= = 2,5 ml
16 mg/ml

- Dosis 350 mg/Kg BB

Dosis x BB
Stok = 1
x volume maksimum
2

250 mg/ KgBB x 0 , 2 Kg


= 1
x 5 ml
2

50 mg
=
2 ,5 ml

= 20 mg/ml

Untuk 100 ml = 20 mg/ml x 100 ml

= 2000 mg/100 ml = 20 g/100 ml

Ditimbang ekstrak sebanyak 20 gram, disuspensikan dalam larutan

koloid Na CMC 0,5% ad 100 ml.

Dosis x BB
Volume Pemberian =
larutan stok

250 mg/ KgBB x 0 , 2 Kg


= = 2,5 ml
20 mg/ml

3. Pembuatan Na CMC 0,5%

0 ,5 g
0,5% =
100 ml
92

0,5 gram Na CMC digerus kemudian ditambahkan 10 ml air panas,

dicampur hingga terbentuk suspensi setelah itu ditambahkan air panas

hingga 100 ml.

LAMPIRAN 4

PERHITUNGAN RENDEMEN

Dosis efektif adalah 150 mg/kg BB

Animal KM
HED = animal dose x
Human KM

6
HED = animal dose x
37

HED = 150 mg/kg BB x 0,16

HED = 24 mg/kg BB manusia

Dosis untuk manusia dengan berat badan 60 kg

= 60 kg x 24 mg/kg BB
93

=1.4040 mg = 1,44 gram

Berat satu daun sirih merah = 0,25 gram

Berat basah sampel = 10 kg (10.000 gram)

Berat simplisia kering = 1.000 gram

Berat ekstrak kental = 54 gram

Ekstrak kental
% rendemen ekstrak = x 100%
Berat simplisia kering

54 g
= x 100
1000 g

= 5,4%

Berat simplisia kering


% rendemen simplisia = x 100 %
Berat simplisiabasah

1000 g
= x 100 %
10000 g

= 10 %

Berat 1 lembar daun sirih merah segar adalah 0,25 gram

100 100
= 1,44 gram x x
10 5 , 4

= 1,44 gram x 10 x 18,51

266 ,54
=
0 , 25

= 88 lembar daun
94

Jadi, daun sirih merah segar yang dibutuhkan manusia dengan berat badan

60 kg dengan pemakaian dosis 150 mg/kg adalah 88 lembar daun sirih

merah.

Test Statisticsa,b

Skoring
Kerusakan ginjal

Kruskal-Wallis H 19,714

df 4 LAMPIRAN 5
1. Uji Kruskall waliss
Asymp. Sig. ,001

Ranks

Kelompok N Mean Rank

kontrol normal 5 6,00

kontrol negatif 5 23,00

dosis 150 mg/kg BB 5 16,00


Skoring kerusakan dosis 250 mg/kg BB 5 12,00
ginjal
dosis 350 mg/kg BB 5 8,00

Total 25
95

2. Uji mann Whitney

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -3,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,003
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 3,00 15,00
dosis 150 mg/kg BB 5 8,00 40,00
Total 10

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 4,00 20,00
dosis 250 mg/kg BB 5 7,00 35,00
96

Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 5,000
Wilcoxon W 20,000
Z -1,964
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
Exact Sig. [2*(1-tailed ,151b
Sig.)]

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks


histopatologiginjal kontrol normal 5 5,00 25,00

dosis 350 mg/kg BB 5 6,00 30,00


Total 10

Test Statisticsa

Histopatologiginjal
Mann-Whitney U 10,000
Wilcoxon W 25,000
Z -1,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,317
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,690b

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 3,00 15,00
kontrol negatif 5 8,00 40,00
Total 10

Test Statisticsa

Histopatologiginjal
97

Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -3,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,003
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,008b

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol negatif 5 8,00 40,00
dosis 150 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa

Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000

Wilcoxon W 15,000

Z -3,000

Asymp. Sig. (2-tailed) ,003

Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b


Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol negatif 5 8,00 40,00
dosis 250 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -2,835
Asymp. Sig. (2-tailed) ,005
98

Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b


Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol negatif 5 8,00 40,00
dosis 350 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -2,887
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 3,00 15,00
dosis 150 mg/kg BB 5 8,00 40,00
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -3,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,003
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]

Ranks
99

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks


histopatologiginj kontrol negatif 5 8,00 40,00
al dosis 150 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -3,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,003
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Histopatologiginjal dosis 150 mg/kg BB 5 6,50 32,50
dosis 250 mg/kg BB 5 4,50 22,50
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 7,500
Wilcoxon W 22,500
Z -1,500
Asymp. Sig. (2-tailed) ,134
Exact Sig. [2*(1-tailed ,310b
Sig.)]

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal dosis 150 mg/kg BB 5 7,50 37,50
dosis 350 mg/kg BB 5 3,50 17,50
Total 10

Test Statisticsa
100

histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 2,500
Wilcoxon W 17,500
Z -2,449
Asymp. Sig. (2-tailed) ,014
Exact Sig. [2*(1-tailed ,032b
Sig.)]

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 4,00 20,00
dosis 250 mg/kg BB 5 7,00 35,00
Total 10

Test Statisticsa
histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 5,000
Wilcoxon W 20,000
Z -1,964
Asymp. Sig. (2-tailed) ,050
Exact Sig. [2*(1-tailed ,151b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol negatif 5 8,00 40,00
dosis 250 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa
histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
101

Wilcoxon W 15,000
Z -2,835
Asymp. Sig. (2-tailed) ,005
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal dosis 150 mg/kg BB 5 6,50 32,50
dosis 250 mg/kg BB 5 4,50 22,50
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 7,500
Wilcoxon W 22,500
Z -1,500
Asymp. Sig. (2-tailed) ,134
Exact Sig. [2*(1-tailed ,310b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal dosis 250 mg/kg BB 5 6,50 32,50
dosis 350 mg/kg BB 5 4,50 22,50
Total 10

Test Statisticsa
Histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 7,500
Wilcoxon W 22,500
Z -1,225
Asymp. Sig. (2-tailed) ,221
Exact Sig. [2*(1-tailed ,310b
Sig.)]
102

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol normal 5 5,00 25,00
dosis 350 mg/kg BB 5 6,00 30,00
Total 10

Test Statisticsa
histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 10,000
Wilcoxon W 25,000
Z -1,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,317
Exact Sig. [2*(1-tailed ,690b
Sig.)]

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal kontrol negatif 5 8,00 40,00
dosis 350 mg/kg BB 5 3,00 15,00
Total 10

Test Statisticsa
histopatologigi
njal
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 15,000
Z -2,887
Asymp. Sig. (2-tailed) ,004
Exact Sig. [2*(1-tailed ,008b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal dosis 150 mg/kg BB 5 7,50 37,50
dosis 350 mg/kg BB 5 3,50 17,50
Total 10

Test Statisticsa
103

histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 2,500
Wilcoxon W 17,500
Z -2,449
Asymp. Sig. (2-tailed) ,014
Exact Sig. [2*(1-tailed ,032b
Sig.)]

Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
histopatologiginjal dosis 250 mg/kg BB 5 6,50 32,50
dosis 350 mg/kg BB 5 4,50 22,50
Total 10

Test Statisticsa
histopatologigi
njal
Mann-Whitney U 7,500
Wilcoxon W 22,500
Z -1,225
Asymp. Sig. (2-tailed) ,221
Exact Sig. [2*(1-tailed ,310b
Sig.)]
104

LAMPIRAN 6
GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL HASIL PEWARNAAN HE
Gambaran histopatologi ginjal model tikus diabetes dengan pewarnaan HE.
Perbesaran 400 kali dan 10 kalisudut pandang
Gambar 1 : hasil histopatologi kontrol normal

A1 A2

A3 A4

A5
105

Gambar 2. Hasil histopatologi kontrol negatif

B1 B2

B3 B4

B5
106

Gambar 3. Hasil histopatologi dosis 150 mg/kg BB

D1 D2

D3 D4

D5
107

Gambar 4. Hasil histopatologi dosis 250 mg/kg BB

E1 E2

E3 E4

E5
108

Gambar 5. Hasil histopatologi dosis 350 mg/kg BB

F1 F2

F3 F4

F5
109

LAMPIRAN 7
SURAT-SURAT PENELITIAN
1. Surat identifikasi tanaman
110

2. surat izin penggunaan laboratorium


111

3. Surat Pernyataan Pengelolaan Hewan Uji


112

4. Balngko referensi penggunaan Hewan Uji


113

5. Surat Keterangan Bebas Laboratorium


114

6. Surat Keterangan Bebas Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia


115

7. Surat Keterangan Bebas Pustaka


116

LAMPIRAN 8
1. Dokumentasi Penelitian

Daun Sirih Merah Daun sirih merahh yang telah


dirajang

Proses Maserasi Ekstrak Kental


117

Proses pembedahan Organ Ginjal


Penyuntikan Streptozotocin
Tikus Putih jantan

Organ Ginjal Tikus putih jantan


Setelah Pembedahan Hewan uji tikus
putih jantan (Rattus norvegicus)
118

Triming Prosesing jaringan

Blocking Cutting

Staining Mounting

2. Proses Pembuatan Slide

Anda mungkin juga menyukai