Anda di halaman 1dari 8

Pertanyaan LKM

Jelaskan bagaimana penyakit jantung dan diabetes berkaitan dengan gagal ginjal?
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang
disebut uremia. Uremia adalah suatu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal
kronik dapat berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau end stage renal disease dimana ginjal
sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan substansi tubuh, sehingga membutuhkan
penanganan lebih lanjut berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal sebagai terapi
pengganti ginjal (Rivandi & Yonata, 2015).
Derajat keparahan gagal ginjal kronik dengan kejadian penyakit jantung koroner
memberikan hasil yang signifikan. Penurunan laju filtrasi yang merupakan prediktor keparahan
gagal ginjal apabila semakin turun akan meningkatkan terjadinya kejadian jantung koroner.
Semakin besar derajat keparahan gagal ginjal kronik maka kejadian penyakit jantung koroner
akan meningkat. Kejadian penyakit jantung koroner juga bisa disebabkan selain gagal ginjal
kronik seperti jenis kelamin, hipertensi, merokok, dislipidemia, dan diabetes melitus (Sagita
dkk., 2018).
Selain itu, penderita diabetes melitus berisiko 4 kali lebih besar menderita gagal ginjal
dibandingkan yang tidak mengalami diabetes melitus. Kadar gula dalam darah yang tinggi akan
mempengaruhi struktur ginjal, merusak pembuluh darah halus di ginjal (glomerulosklerosis
noduler dan difus). Kerusakan pembuluh darah menimbulkan kerusakan glomerulus yang
berfungsi sebagai penyaring darah. Dalam keadaan normal protein tidak melewati glomerulus
karena ukuran protein yang besar tidak dapat melewati lubang-lubang glomerulus yang kecil.
Namun, karena kerusakan glomerulus, protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga
dapat ditemukan dalam urin yang disebut dengan mikroalbuminuria. Kondisi ini disebut juga
sebagai penyakit ginjal diabetes (Arifa dkk., 2017).
Nefropati diabetik adalah komplikasi yang terjadi pada 40% dari seluruh pasien diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 dan merupakan penyebab utama penyakit ginjal yang
ditandai dengan adanya mikroalbuminuria. Faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik
adalah (1) Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dL (7,7-8,8
mmol/l); AIC >7-8%; (2) Genetik; (3) Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus); (4) Hipertensi sistemik; (5)
Sindrom resistensi insulin (sindrom metabolik); (6) Keradangan; (7) Perubahan permeabilitas
pembuluh darah; (8) Asupan protein berlebih; dan (9) Gangguan metabolik (kelainan
metabolisme polyol, pembentukan advance glycation end product, peningkatan produksi sitokin
(Hendromartono, 2009).
Nefropati diabetik dapat menimbulkan berbagai perubahan pada pembuluh-pembuluh
kapiler dan arteri, penebalan selaput endotelial, dan trombosism. Hipoksia dan iskemia jaringan-
jaringan tubuh dapat timbul akibat dari mikroangiopati khususnya terjadi pada retina dan ginjal.
Manifestasi mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati diabetik, dimana akan terjadi gangguan
faal ginjal yang kemudian menjadi kegagalan faal ginjal menahun pada penderita yang telah
lama mengidap diabetes melitus (Hendromartono, 2009).

RUJUKAN

Arifa, S. I., Azam, M., & Handayani, O. W. K. (2017). Faktor yang berhubungan dengan
kejadian penyakit ginjal kronik pada penderita hipertensi di Indonesia. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 13(4): 319-328.
Hendromartono. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbit
FKUI.
Rivandi, J., & Yonata, A. (2015). Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal
kronik. Jurnal Majority, 4(9): 27-34.
Sagita, T. C., Setiawan, A. A., & Hardian, H. (2018). Hubungan Derajat Keparahan Gagal Ginjal
Kronik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner. Diponegoro Medical Journal, 7(2)
472-484.
Tanaman pengobatan gagal ginjal
1. Daun Sirsak (Annona muricata)
Annonaceous acetogenins merupakan kandungan dalam tanaman sirsak yang banyak
terdapat dalam daun sirsak. Senyawa ini berperan penting sebagai antioksidan dan
antiinflamasi terhadap sel–sel abnormal pada tubuh. Selain itu, sirsak juga mengandung
senyawa flavonoid yang termasuk senyawa fenolik alam sebagai antioksidan dan mempunyai
bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan dan juga
antiinflamasi bernama polifenol (Wientarsih dkk., 2012). Selain itu, daun sirsak juga dapat
memperbaiki kerusakan ginjal akibat induksi dari oksidan DMBA. Daun sirsak akan
menginhibisi cyclooksigenase (COX), lipooksigenase (LOX), dan beberapa derivatnya juga
berefek sebagai inhibisi nitric oxide synthase (NOS). Flavonoid menunjukkan aktivitas
antiinflamasi secara in vitro maupun in vivo (Sukohar & Muhartono, 2014).
2. Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Cabe jawa diketahui memiliki khasiat sebagai antipiretik, analgesik, antiinflamasi dan
menekan susunan saraf pusat. Kandungan kimia yang dimiliki cabe jawa diantaranya adalah
piperine, chavicine, palmitic acids, piperidin, minyak atsiri, N-isobutyldeka-trans-2-trans-4-
dienamide, dan sesamin (Evacuasiany dkk., 2010). Antioksidan memiliki fungsi mencegah
pembentukan oksidan, mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa lain yang tidak toksik
bagi tubuh dan memperbaiki kerusakan yang ada (Sari dkk., 2015). Senyawa piperine terbukti
dapat memperbaiki histopatologi ginjal. Salah satu indikator untuk mengetahui kerusakan
ginjal adalah dengan mengukur ekskresi protein. Piperine terbukti dapat menurunkan ekskresi
protein secara signifikan (Sumra dkk., 2017).
3. Daun Seledri
Kandungan yang terdapat pada herba seledri diantaranya adalah flavonoid, saponin, tanin
(Suwito et al. 2017). Diketahui bahwa herba seledri dapat menstimulus perbaikan fungsi
ginjal dengan mengeliminir toksik tubuh serta dapat mencegah terjadinya batu ginjal (Amnah
& Alsuhaibani, 2013). Seledri juga dapat menstimulus perbaikan fungsi ginjal dengan
mengeliminir toksik tubuh serta dapat mencegah terjadinya batu ginjal. Selain itu, salah satu
turunan senyawa aktif flavonoid yaitu quersetin memiliki aktivitas sebagai renoprotektor
dengan mekanisme radikal bebas dan membentuk lipid peroksidasi (Meimaridou dkk., 2006).
4. Daun Sendok (Plantago major)
Daun sendok memiliki senyawa aktif yang bermanfaat sebagai hepatoprotektor,
antiinflamasi, antiproliferatif, antiapoptosis, dan antioksidan. Kandungan aktif yang dimiliki
daun sendok diantaranya adalah ursolic acid, apigenin, lutheolin, baicalein, aucubin, dan
scutellarin. (Sutrisna dkk., 2013). Ekstrak daun sendok juga terbukti dapat memperbaiki
toksisitas ginjal yang diinduksi cisplatin (Parhizgar dkk., 2016). Ekstrak hidroetanol daun
sendok dapat melindungi jaringan ginjal pada model radang ginjal tikus yang diinduksi oleh
doxorubicin (Heravi dkk., 2018)
5. Herba Ceplukan (Physalis angulata L.)
Ceplukan telah diketahui mengandung berbagai macam senyawa, antara lain adalah asam
klorogenat, asam elaidat, asam sitrat, asam malat, tannin, kriptoxantin, fiasalin, saponin,
terpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid, dan steroid (Sulistyowati et al., 2013). Pemberian
herba ceplukan akan memberi efek meluruhkan batu ginjal kalsium oksalat (Nurdawita,
2014). Pemberian ekstrak etanol herba ceplukan bersifat sebagai antioksidan. Antioksidan
juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal
bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Suryani et
al., 2013). Secara empiris, herba ceplukan telah digunakan sebagai gagal ginjal akut,
menunjukan bahwa ekstrak air herba ceplukan dapat menurunan kadar gula darah, kadar
kolesterol darah, kadar trigliserida darah, kadar LDL (low density lipoprotein), meningkatkan
kadar HDL (high density lipoprotein) dan berpengaruh terhadap histopatologi ginjal
(Sulistyowati dkk., 2013).
6. Kacang Polong (Pisum sativum)
Hidrolisat protein dari kacang polong yang di hidrolisis menggunakan neutrase atau
bromelain telah dikarakterisasi dan menunjukkan efek dalam memperbaiki dan menjaga
fungsi ginjal. Hidrolisat protein dari kacang polong hijau yang di hidrolisis menggunakan
bromelain (HPPHB) menunjukkan efek paling baik berdasarkan parameter-parameter
tersebut. Hipotesis mekanisme kerja HPPHB adalah melalui aktivitas Cyclooxygenase-1
(COX-1). Selain itu, berdasarkan parameter histopatologis ginjal, kelompok yang
menunjukkan perbaikan skor histopatologis (degenerasi bengkak keruh, nekrosis inti, dan
hyaline cast) (Hidayat, 2018)
7. Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Pemberian ekstrak daun afrika (Vernonia amygdalina) akan berpengaruh terhadap
penurunan kadar ureum dan kreatinin serum darah yang di induksi gentamisin dan kaptoptil.
Kadar ureum dalam serum darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
patologis seperti terjadinya kerusakan ginjal baik akut maupun kronis. Kenaikan kadar ureum
darah dianggap sebagai tanda adanya kerusakan ginjal hanya apabila disertai dengan
pemeriksaan urine (urinalisis) dan disertai dengan tanda-tanda klinis yang mendukung untuk
menentukan diagnosa gagal ginjal. Kreatinin seluruhnya diekresikan ke dalam urin melalui
filtrasi ginjal melalui filtrasi glomerulus, sehingga apabila terjadi kerusakan ginjal maka
kreatinin akan terakumulasi dalam darah, dan dapat dijadikan untuk mendiagnosis adanya
gangguan ginjal dengan mengukur laju filtrasi glomerulus (Siswanto & Astriani, 2016).
8. Daun Sukun (Artocarpus altilis)
Efektivitas infus daun Sukun (Artocarpus altilis) akan berpengaruh terhadap penurunan
kadar ureum dan kreatinin serum darah. Perbaikan pada jaringan ikat sel-sel epitel kapsula
Bowman dan jaringan ikat sel-sel tubulus meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
diberikan. (Cahyaningsih & Kusmana, 2014)
9. Kunyit (Curcuma longa)
Kunyit mengandung senyawa antioksidan kurkumin. kurkumin memiliki efek
perlindungan terhadap kerusakan ginjal yang mana kurkumin mampu mengembalikan
cedera ginjal dan perubahan sistemik dengan senyawa 5/6NX. Pada tingkat seluler dan
molekuler, studi menunjukkan bahwa senyawa ini melemahkan pembentukan ROS dan
mengaktifkan jalur pensinyalan yang melibatkan pelepasan Nrf2 dari Keap1, yang akan
mentranskripsi gen yang menginduksi ekspresi sistem antioksidan (GPx, GST, CAT, dan
SOD) (Tapia dkk., 2013). Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa peningkatan
disfungsi mitokondria yang diinduksi selama nefrotoksisitas menjadi mekanisme kunci
dalam perlindungan kurkumin dan pengurangan produksi ROS secara tidak langsung
melalui mekanisme penurunan O2 melalui penurunan regulasi ekspresi beberapa subunit
oksidase NADPH seperti p67phox, p22phox dan NOX4 penting untuk pembentukan O 2
yang berguna melawan cedera ginjal. Dalam hal itu, kurkumin juga mengurangi ekspresi
NF-κB dan TNF-α, TGF-β, protein matriks ekstraseluler kolagen tipe IV, fibronektin dan
faktor pertumbuhan seperti CTGF. Protein-protein ini terlibat erat dalam peradangan dan
fibrosis ginjal (Trujillo dkk., 2013).
RUJUKAN

Amnah., & Alsuhaibani, M. A. (2013). Antioxidant activity of celery in vitro and vivo. J Am Sci,
9 (6): 459-465.
Cahyaningsih, R. A., & Kusmana, D. (2014). Efek nefroprotektif infus daun sukun (Artocarpus
altilis (Park.) Fsb.) pada tikus jantan yang diinduksi karbon
tetraklorida. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 8(2), 59-73.
Evacuasiany, E., Santosa, S., & Irwan, M. 2010. Analgesic effect of ethanol extract of long
pepper (Piper retrofractum Vahl) on mice SwissWebster strain. Jurnal Medika Planta,
1(1): 25-34.
Heravi, N. E., Hosseinian, S., Naji, E. Y. Z, Shafei, M. N., Bideskan, A. E., Shahraki, S.,
Noshahr, Z. S., Motejadded, F., Beheshti, F., Mohebbati, R., Parhizgar, S., & Khajavi,
R. A. (2018). Doxorubicin-induced renal inflammation in rats : Protective role of
Plantago major. Avicenna J Phytomed, 8(2): 179-187.
Hidayat, M. (2018). Monograf Hidrolisat Protein dari Kacang Polong (Pisum Sativum) untuk
Terapi Gagal Ginjal Kronis. Bandung: Alfabeta
Meimaridou, E., Lobos, E. A., & Hothersall, J. S. (2006). Renal oxidative vulnerability due to
changes in mitochondrial-glutathione and energy homeostasis in a rat model of
calcium oxalate urolithiasis. Am J Physiol Renal. DOI: 10.1152/ajprenal.00024.2006.
Nurdawita, (2014). Pengaruh pemberian ekstrak herba ceplukan (Physalis angulata L.) terhadap
kadar kalsim dan oksalat sebagai komponen batu ginjal dalam urin tikus putih jantan.
(Skripsi). Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi.
Parhizgar, S., Hosseinian, S., Hadjzadeh, M. A., Soukhtanloo., M., Ebrahimzadeh, A.,
Mohebbati, R., Naji, E. Y. Z, Khajavi, R. A. (2016). Renoprotective effect of Plantago
major against nephrotoxicity and oxidative stress induced by cisplatin. Iran J Kidney
Dis, 10(4): 182-188.
Samra, Y. A., Said H. S., Elsherbiny, N. M., Liou G. I., El-Shishtawy, M. M., & Eissa, L. A.
(2016). Cepharanthine and piperine ameliorate diabetic nephropathy in rats : Role of
NF- κ B and NLRP3 inflammasome. Life Sci, 15(7): 187-199.
Sari, H. K., Budirahardjo, R., & Sulistyani, E. (2015). Kadar Serum Glutamat Piruvat
Transaminase (SGPT) pada tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dipapar
stresor rasa sakit berupa electrical foot shock selama 28 hari. E-Journal Pustaka
Kesehatan, 3(2): 205-211.
Siswanto, B., & Astriani, R. D. (2016). Uji Aktivitas Nephrotektif Ekstrak Air Daun Afrika
(Vernonia amygdalina) pada Tikus Model Gagal Ginjal. Jurnal Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 3(2), 181-194.
Sukohar, A., & Muhartono, M. (2014). The Effects of Soursop Leaf Ethanol Extract on Renal
Histopathological Analysis of DMBA Induced. Medical Journal of Lampung
University, 3(4): 27-34.
Sulistyowati, Y., Pratiwi, R., Setyobroto, I., Anggiana, R. (2013). Pengaruh Pemberian Ekstrak
Air Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Histology Ginjal Tikus Jantan
Galur Sparague dawley hiperglikemia. JISBN, 6(83), 987-979.
Suryani, N., Tinny, E. H., & Aulanni'am. (2013). Pengaruh ekstrak metanol biji mahoni terhadap
peningkatan kadar insulin, penurunan ekspresi TNF-α dan perbaikan jaringan pankreas
tikus diabetes. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 2(2): 334-338.
Suwito, M. B., Wahyunitisari, M. R., & Umijati, S. (2017). Efektifitas ekstrak seledri (Apium
graveolens L. Var. Secalinum alef.) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans sebagai alternatif obat kumur. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 17(3): 159-163.
Sutrisna., Fitriani, A. A., Setiawati, S., Salim, I. A., & Maskoen, A. M. (2013). Efek
hepatoprotektif ekstrak etanol daun sendok (Plantago major L) pada tikus model
hepatotoksik: Tinjauan anatomi dan histopatologi. Pharmacy Jurnal Farmasi
Indonesia, 1 (1): 1-14.
Tapia, E., Zatarain-Barrón, Z. L., Hernández-Pando, R., Zarco-Márquez, G., Molina-Jijón, E.,
Cristóbal-García, M., & Pedraza-Chaverri, J. (2013). Curcumin reverses glomerular
hemodynamic alterations and oxidant stress in 5/6 nephrectomized
rats. Phytomedicine, 20(3-4), 359-366.
Trujillo, J., Chirino, Y. I., Molina-Jijón, E., Andérica-Romero, A. C., Tapia, E., & Pedraza-
Chaverrí, J. (2013). Renoprotective effect of the antioxidant curcumin: Recent
findings. Redox biology, 1(1), 448-456.
Wientarsih, I., Madyastuti, R., Prasetyo, B. F., & Firnanda, D. (2012). Gambaran serum ureum,
dan kreatinin pada tikus putih yang diberi fraksi etil asetat daun alpukat. Jurnal
Veteriner, 13(1): 57–62.

Anda mungkin juga menyukai