Disusun Oleh :
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran
agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca, amiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh
obstruksi difus dan regenerasi fibrotik sel-sel hepar. Karena jaringan yang
nekrotik menghasilkan fibrosis, maka penyakit ini akan merusak jaringan
hati sertapembuluh darah yang normal, mengganggu aliran darah serta
cairan limfe, dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi hati. Sirosis
hepatis ditemukan pada laki-laki dengan insidensi dua kali lebih sering
dibandingkan pada wanita dan khususnya prevalen diantara para penderita
malnutrisi usia diatas 50 tahun dengan alkoholisme kronis. Angka
mortalitasnya tinggi dan banyak pasien meninggal dalam lima tahun sejak
awitan kronis tersebut (Kowalak, dkk, 2003).
Menurut Sutadi (2003) dalam Medula, Vol 1, No 2 (2013), sirosis
hepatis adalah suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati
akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis.
Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati
mengalami perubahan menjadi tidak teratur serta terjadi penambahan
jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-
laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun.
Menurut Sudoyo Aru, dkk (2009) dalam Buku Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc (2015)
sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi dari sistem pencernaan ?
2. Apa definisi dari penyakit serosis hepatis?
3. Bagaimana etiologi dan factor resiko dari penyakit serosis hepatis?
4. Bagaimana proses perjalanan penyakit atau patofisiologi penyakit
serosis hepatis?
5. Bagaiamana tanda dan gejala dari penyakit serosis hepatis?
6. Apa saja prosedur pemeriksaan diagnostic pada penyakit serosis
hepatis?
7. Apa saja farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat penyakit serosis
hepatis?
8. Bagaimana interpretasi data normal dan abnormal dari kasus serositis
hepatis?
9. Bagaimana pendokumentasian hasil pengkajian pada kasus hepatis
serosis?
10. Apa saja diagnose keparawatan prioritas NANDA?
11. Apa saja rancangan intervensi dan rasional untuk kasus Serosis
Hepatis?
12. Apa saja implementasi yang digunakan?
13. Apa saja rancangan evaluasi (SOAP)?
14. Melakukan telaah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi
keperawatan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pencernaan.
2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Serosis Hepatis.
3. Untuk mengetahui etiologi dan factor resiko dari penyakit Serosis
Hepatis.
4. Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit atau patofisiologi
penyakit Serosis Hepatis.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Serosis Hepatis.
6. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan diagnostic pada penyakit
Serosis Hepatis.
7. Untuk mengetahui farmakoterapetik dan rasional pemilihan obat
penyakit Serosis Hepatis.
8. Untuk mengetahui interpretasi data normal dan abnormal dari kasus
Serosis Hepatis.
9. Untuk mengetahui pendokumentasian hasil pengkajian pada kasus
Serosis Hepatis.
10. Untuk mengetahui diagnose keparawatan prioritas NANDA.
11. Untuk mengetahui rancangan intervensi dan rasional untuk kasus
Serosis Hepatis.
12. Untuk mengetahui implementasi yang digunakan.
13. Untuk mengetahui rancangan evaluasi (SOAP).
14. Melakukan telaah jurnal (EBP) yang berkaitan dengan intervensi
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Fungsi Hati :
Menurut Sherwood (2009), hati adalah organ metabolic
terbesar dan terpenting ditubuh, organ ini dapat dipandang sebagai
pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan
adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan
penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak
berkaitan dengan pencernaan, yaitu :
1. Memproses secara melabolis ketiga kategori utama nutrient
(karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari
saluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormone
serta obat dan senyawa asing lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan
untuk pembekuan darah dan yang mengangkut hormone steroid
dan tiroid serta kolesterol dalam darah.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak
vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan
ginjal
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua berkat adanya
makrofag residennya.
7. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah
produk penguraian yang berasal dari destruksi sel
Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks ini namun
tidak banyak spesialisasi ditemukan antara sel-sel hati. setiap sel
hati, atau hepatosit, melakukan beragam tugas metabolik dan
sekretorik yang sama. Spesialisasi ditimbulkan oleh organel-
organel yang berkembang maju didalam sistem hepatosit. Satu-
satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah
aktifitas fagosit yang dilaksanakan oleh makrofag residen yang
dikenal sebagai sel Kupffer.
Menurut Ross and Wilson (2011) ada 8 fungsi hati, yaitu :
1. Metabolisme karbohidrat
Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa
plasma. Setelah makan, saat glukosa darah meningkat, glukosa
diubah menjadi glikogen sebagai cadangan dan memengaruhi
hormone insulin. Selanjutnya, saat glukosa turun, hormone
glucagon merangsang perubahan glikogen kembali menjadi
glukosa dan menjaga kadar dalam kisaran normal.
2. Metabolisme lemak
Cadangan lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energy
yang dapat digunakan jaringan.
3. Metabolisme protein
Terdiri dari tiga proses :
a. Deaminasi asam amino melibatkan beberapa proses :
menyingkirkan bagian nitrogen dari asam amino yang tidak
diperlukan untuk membentuk protein baru, pemecahan
asam nukleat menjadi asam urat, yang disebut asam
nukleat.
b. Transaminasi merupakan penyingkiran bagian nitrogen
asamaminodan melekatkan asam amino pada molekul
karbohidrat untuk membentuk asam amino non-esensial.
c. Sintesis protein plasma dan sebagian besar faktor
pembekuan darah dari asam amino.
4. Pemecahan eritrosit dan pertahanan tubuh terhadap mikroba
Hal ini disebabkan sel Kupffer yang berada di sinusoid.
5. Detoksifikasi obatdan zat berbahaya
Hal ini meliputi etanol dan toksin yang dihasilkan mikroba.
6. Inaktivasi hormone
Hal ini meliputi hormone insulin, glucagon, kortisol, aldsteron,
hormone seks, dan hormone tiroid.
7. Produksi panas
Hatimenggunakan banyak energy, memiliki laju metabolic dan
menghasilkan panas. Hati merupakan organ penghasil panas
utama.
8. Cadangan
Hepatosit menyimpan glikogen, vitamin yang larut dalam
lemak(A, D, E, K), zat besi, dan kuprum, serta beberapa
vitamin yang larut dalam air (missal vitamin B12).
D. Patofisiologi
Beberapa factor yang terlibat dalam kerusakan sel hati
adalah defisiendi ATP (akibat gangguan metabolisme sel),
peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif
dan defisiensi anti oksidan atau kerusakan enzim perlindungan
(glutatoin piroksida) yang timbul secara bersama. Sebagai contoh
metabolit oksigen akan berekasi dengan asam lemak tak jenuh
pada fosfolipid. Hal ini membantu kerusakan membrane plasma
dan organ sel (lisosom, reticulum endoplasma), akibatnya
konsentrasi kalsium di sitosom meningkat, serta mengaktifkan
protease dan enzim lain yang akhirnya kerusakan sel menjadi
ireversibel (Sibernagl, 2007).
Pembentukan jaringan fibrotic didalam hati terjadi dalam
beberapa tahap, jika hepatosit (sel hati) yang rusak atau mati,
diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelapasan
sitokin dari matriks ekstra sel. Sitokin dengan debris sel yang mati
akan mengaktifkan sel Kufler di sinus soid hati dan menarik sel
inflamasi (granulosit, limfosit, dan monosit). Berbagai factor
pertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel kufler dan
dari sel imflamasi yang terlibat.
Berbagai interaksi ini memberikan manifestasi peningkatan
pembentukan matriks ekstrasel oleh miofibroblas. Hal ini
menyebabkan peningkatan akumulasi kolagen (Tipe I, III dan IV),
proteoglikan, dan glikoprotein di hati. Jumlah matriks yang
berlebihan dapat dirusak (mula mula oleh metaloprotease) dan
hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas pada
lobulus hati, maka pergantian struktur hati yang sempurna
memungkinkan terjadi. Namun, jika nikrosis telah meluas
menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk
jaringan ikat. Akibatnya, terjadi regenerasi fungsional dan
arsitektur yang tidak sempurna dan terbentuk nodul nodul (sirosis).
(Arif Muttaqin, 2011).
Multifaktor penyebab: Nekrosis Kebocoran
Hepatosit enzim
ALCOHOL
Serosis Hepatis
Varises esofagus
2. Stadium lanjut
a. Respirasi : efusi pleura, ekspansi toraks yang terbatas
karena terdapat asites dalam rongga perut; gangguan pada
efisiensi pertukaran gas sehingga terjadi hipoksia.
b. System saraf pusat : tanda dan gejala ensefalopati hepatic
yang berlangsung progresif dan meliputi letargi, perubahan
mental, bicara pelo, asteriksis, neuritis perifer, paranoia,
halusinasi, somnolensia berat dan koma, yang semua terjadi
sekunder karena terganggunya proses perubahan amonia
yang toksikitu akan terbawa ke dalam otak.
c. Hematologik : kecenderungan berdarah (epistaksis, gejala
mudah memar, gusi yang mudah berdarah), splenomegali,
anemia yang disebabkan oleh trombositopenia (terjadi
sekunder karena splenomegali serta penurunan absorpsi
vitamin K), dan hipertensi porta.
d. Endokrin : atrofi testis, ketidakteraturan haid, ginekomastia
dan bulu dada serta ketiak rontok akibat penurunan
metabolism hormon.
e. Kulit : pigmentasi yang abnormal, spider angioma (spider
navi), eritema palmarum, dan gejala ikterus yang
berhubungan dengan kerusakan fungsi hati; pruritus hebat
yang terjadi sekunder karena ikterus akibat
hyperbilirubinemia; kekeringan kulit yang ekstrim dan
turgor jaringan yang buruk, yang semua ini berhubungan
dengan malnutrisi.
f. Hepatik : ikterus akibat penurunan metabolisme bilirubin;
hepatomegaly yang terjadi sekunder karena pembentukan
parut pada hati dan hipertensi porta; asites serta edema pada
tungkai akibat hipertensi porta dan penurunan kadar protein
plasma; ensefalopati hepatik akibat intoksikasi ammonia;
dan sindrom hepatorenal akibat penyakit hati yang lanjut
dan gagal ginjal yang kemudian terjadi.
g. Lain-lain : napas yang berbau pesing dan gejala ini terjadi
sekunder karena penumpukan ammonia; pelebaran vena
supervisial abdomen yang disebabkan oleh hipertensiporta;
rasa nyeri pada abdomen kuadran kanan atas yang semakin
bertambah parah pada waktu pasien duduk atau
membungkukkan tubuh ke depan, dan gejala ini disebabkan
oleh inflamasi serta iritasi pada serabut saraf didaerah
tersebut; hati atau limpa yang teraba akibat pembesaran
organ tersebut; suhu tubuh yang berkisar dari 38,3o hingga
39,4oC akibat respon inflamasi; perdarahan dari varises
esophagus, yang terjadi karena hipertensi porta.
F. Prosedur Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom
normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer atau
hiprokom makrositer. Anemia bisa diakibatkan
hipersplenisme dengan leucopenia dan trombositopenia.
Kolestrol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis
yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase atau
SGOT, SGPT bukkan merupakan petunjuk tentang berat
dan luasnya keruskan perenkim hati. Kenaikan kadarnya
dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan. Peningkatan kadar gamma GT sama
dengan transaminase, ini lebih sensitive tetapi kurang
spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transamilase
dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
b. Albumin : kadar albumin yang merendah merupakan
cerminan kemapuan sel hati yang kurang. Penurunan kadar
albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda
kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stres seperti
tindakan oprasi.
2. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel
hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun,
pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai
prognosis yang jelek.
3. Pemeriksaan kadar elektrolit : penting dalam penggunaan
diuretic dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal
ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostic
suatu kanker hati primer
4. Pemeriksaan fisik
a. Perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis,
bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati
normal selebar telapak tangannya sendiri ( 7-10 cm ). Pada
sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal atau firm,
pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada peraab hati.
Pemebesaran limpa diukur dengan dua cara, yaitu :
1) Schuffner adalah hati membesar kemedial dan kebawah
menuju umbilicus ( SI-IV ) dan dari umbilicus ke SIAS
kanan ( SV-VIII ).
2) Hacket adalah limpa membesar kearah bawah saja ( HI-
V ). Perut dan ekstra abdomen, pada perut diperhatikan
vena kolateral dan ascites. Manifestasi diluar perut,
perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas,
bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh
bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema
Palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria. Bisa
juga dijumpai hemoroid. (Diyono, 2013)
PEMBAHASAN KASUS
A. Gambaran Kasus
Pada tanggal 20 Mei 2017 Tn. A (46 th) masuk ke UGD RS Dr.
Hasan Sadikin dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan SMRS
dengan kaki yang membengkak disertai dengan napas sesak. BAB cair
warna hitam sekitar 10 kali dalam sehari, muntah darah (+), sering
mimisan, mual (+), mudah lelah. BAK berwarna gelap seperti the sejak
1 bulan SMRS. Riwayat penyakit terdahulu : riwayat transfuse 1x 3
bulan yang lalu karena Hb rendah. Riwayat konsumsi alkohol sejak
muda sampai 1 tahun yang lalu dan merokok sejak usia 20 tahun.
Tampak adanya edema dibagian kedua ekstermitas bawah dengan
derajat +1 dan pada pemeriksaan fisik didapati shifting dullnes (+) dan
fluid wave (+) yang menandakan adanya asites. Klien juga memiliki
riwayat hematemesis. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 120/80
mmHg, nadi : 64 x/menit (regular, sedang), suhu 36oC, tidak tampak
distensi vena jugularis, sklera ikterik. Pola BAK >5 kali sehari,
karakteristik urine pekat berwarna gelap seperti teh. Saat ini klien
mendapat terapi diuretic 1x dalam sehari (furosemide 40 mg dan
aldactone 100 mg). Nyeri tekan (+) di kuadran kanan atas abdomen.
Lingkar abdomen berukuran 104 cm. Hasil laboratorium : Hemoglobin
9,8 g/dl; hematocrit 31%; eritrosit 3,6jt/μl; leukosit 2720/μl; trombosit
53000rb/μl; MCV 87 fL; MCH 27 pg; MCHC 31g/dl.
USG Abdomen
Hasil dari pemeriksaan USG abdomen memberikan kesan : sirosis
hepatis dengan asites, mukosa kandung empedu menebal, perlemakan
berat pankreas, splenomegaly, dan kedua ginjal, buli-buli, prostat
normal.
B. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Status Marital : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS : 20 Mei 2017
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No Medrec : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis
Alamat : Tidak terkaji
2. Identitas Penanggung Jawab
Tidak terkaji
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien masuk ke UGD RS. Dr. Hasa Sadikin dengan keluhan
perut membesar sejak 1 bulan SMRS dengan kaki yang
membengkak disertai dengan nafas sesak. BAB cair dan
berwarna hitam sekitar 10x dalam sehari, muntah darah (+),
sering mimisan, mual (+), mudah lelah. BAK berwarna gelap
seperti teh sejak 1 bulan SMRS.
Tampak adanya edema dibagian kedua ekstremitas bawah
dengan derajat positif 1 dan pemeriksaan fisik didapati shifting
dullness (+), dan fluid wave (+) yang menandakan adanya
asites.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat Transfusi 1x 3 bulan yang lalu karena Hb rendah.
Riwayat konsumsi alcohol sejak muda sampai 1 tahun yang
lalu dan meroko sejak usia 20 tahun. Klien juga memiliki
riwayat hematemesis.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak Terkaji
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran: Compos Mentis
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Respirasi : Tidak terkaji
Suhu : 36oC
2. Antropometri
Berat Badan Sekarang : Tidak terkaji
Berat Badan Dahulu : Tidak terkaji
Tinggi Badan : Tidak terkaji
IMT : Tidak terkaji
Lingkar Abdomen : 104 cm
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Klien terlihat sesak
b. Sistem Kardiovaskular
TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 64 x/menit. Tidak tampak
distensi vena jugularis
c. Sistem Pencernaan
Perut membesar, BAB cair berwarna hitam, Muntah darah,
mual (+), Shifting Dullnes (+) fluid wave (+) yang menandakan
adanya asites, ada nyeri tekan pada area abdomen dikuadran
kanan atas, lingkar abdomen 104 cm
d. Sistem Integument
Terdapat edema pada area ektremitas bawah dengan derajat + 1
e. Sistem Perkemihan
Pasien mengalami pola BAK Lebih dari 5x sehari, karakteristik
urine pekat dan berwarna gelap seperti teh
f. Sistem Indera
Sklera ikterik
g. Sistem Persyarafan
1) Nervus I (Olfaktorius) : Tidak terkaji. Kaji apakah klien
dapat membedakan bau.
2) Nervus II (Optikus) : Mata kanan sudak tidak dapat
digunakan, mata kiri samr-samar.
3) Nervus III, IV, V (Okulomotoris, troclearis, dan
abdusen) : Tidak terkaji. Kaji respon pupil klien terhadap
cahaya (miosis ketika terkenan cahaya dan medriasis ketika
tidak diberi cahaya)
4) Nervus VI (Trigeminus) : Tidak terkaji. Kaji reflek
mengedip klien dan sensasi pada kelopak mata ketika diberi
sentuhan kapas dengan mata tertutup.
5) Nervus VII (Fasialis) : Tidak terkaji. Kaji adanya tremor
atau kelumpuhan dimuka.
6) Nervus VIII (Vestibulochoclearis) : Tidak terkaji. Kaji
apakah klien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan
perawat dan keseimbangan ketika berjalan.
7) Nervus IX dan X (Glossofaringeus dan Vagus) : Tidak
terkaji. Kji reflex mentah dan menelan.
8) Nervus XI (Accesorius) : Tidak terkaji. Kaji kemampuan
klien untuh menoleh kea rah kanan dan kiri terhadap
lawanan yang diberikan.
9) Nervus XII (Hipoglosus) : Tidak terkaji. Kaji kesimetrisan
lidah klien.
h. Sistem Endokrin
Tidak terkaji, kaji apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar limfe di servikal
i. Sistem Muskuloskeletal
Tidak terkaji
b. Minum
Frekuensi
Jenis
Keluhan
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 10x sehari
Cair Tidak terkaji
Konsistensi
Tidak terkaji
Bau
Hitam
Warna
Keluhan
b. BAK
Frekuensi <5x dlm sehari
Tidak terkaji
Warna gelap seperti teh
gelap seperti teh
Bau Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
3. Istirahat tidur
a. Siang Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Malam
4. Personal hygiene
a. Mandi
Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Keramas
c. Gosok gigi
5. Olahraga Tidak terkaji Tidak terkaji
E. Data Psikologis
1. Status Emosi
Tidak terkaji
2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Tidak terkaji
b. Harga Diri
Tidak terkaji
c. Peran Diri
Peran sebagai ibu rumah tangga terganggu.
d. Identitas Diri
Tidak terkaji
e. Ideal Diri
Tidak terkaji
3. Pola Koping
Tidak terkaji
4. Gaya Komunikasi
Tidak terkaji
F. Data Sosial
1. Pendidikan dan Pekerjaan
Tidak terkaji
2. Gaya Hidup
Konsumsi alcohol sejak muda dan satu tahun yang lalu. dan
merokok sejak usia 20 tahun
3. Hubungan Sosial
Tidak terkaji
G. Data Spiritual
1. Konsep ke Tuhanan
Tidak terkaji
2. Ibadah Praktik
Tidak terkaji
3. Makna Sehat – Sakit Spiritual
Tidak terkaji
4. Support Spiritual
Tidak terkaji
Kaji hubungan klien dengan Allah, spirit dari siapa saja,
melaksanakan sholat saat sehat-sakit, sakit menurut agama klien
seperti apa.
H. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Normal Satuan Interpretasi
Pemeriksaan
Hb 9,8 12-14 gr/dl Menurun
Ht 31 37-43 % Menurun
Eritrosit 3,6 4-5 jt/μl Menurun
Leukosit 2.720 5.000-10.000 /μl Menurun
Trombosit 53.000 rb 150.000- Μl
450.000
MCV 87 82-92 fL normal
MCH 27 27-31 Pg normal
MCHC 31 32-37 gr/dl Menurun
I. Terapi
No Nama Obat Dosis Indikasi
1 Furosemid 1 x 40 mg Mengurangi cairan
dalam tubuh
(edema) obat
diuretik yang
menyebabkan sering
BAK membantu
buang air dan garam
yang berlebihan
2 Aldactone 1 x 100 mg Golongan diuretik
yang mengandung
spironolactone
untuk meningkatkan
air seni
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Liver Fibrosis Resiko Perdarahan berhubungan dengan
- Klien mengatakan muntah ↓ Gangguan fungsi hati (serosis)
darah Aliran darah vena portal terganggu
- Klien mengatakan pernah ↓
ditransfusi darah karena Hb Peningkatan tekanan vena portal
yang rendah ↓
DO: Peningkatan tekanan hidrostatis
- Hb = 9,8 (rendah) ↓
- Ht = 31 % (rendah) Varises esophagus
- Eritrosit = 3,6 (rendah) ↓
- Leukosit = 27200 (rendah) Vena esophagus pecah
Resiko perdarahan
2 DS: Alcohol Ketidakefektifan pola nafas
Klien mengeluh sesak ↓ berhubungan dengan menurunnya
DO: Imflamasi Hepar ekspansi paru
Shifting dullness(+) dan fluid ↓
wave (+) Pembentukan jaringan ikat
↓
Terjadinya Fibrosis
↓
Serosis hati
↓
Gangguan metabolisms protein
↓
Hypoalbuminemia
↓
Tekanan osmotic menurun
↓
Peningkatan cairan peritonium
↓
Asites
↓
Penekanan Diafragma
↓
Penurunan ekspansi paru
↓
Pola nafas tidak efektif
3 DS: Liver Fibrosis Kelebihan volume cairan berhungan
- Klien mengeluh perut ↓ dengan gangguan mekanisme regulasi
membesar, kaki yang Aliran darah vena portal terganggu
membengkak. ↓
- BAK > 5x/hari Peningkatan tekanan vena portal
DO: ↓
- Edema di bagian kedua Peningkatan tekanan hidrostatis
ekstrenitas bawah +1 ↓
- Shifting dullness (+), fluid Perpindahan cairan ke ekstrasel
wave (+) yg menandakan ↓
adanya asites. Edema dan asites
- Nyeri tekan diabdomen ↓
- Diberika furosemide dan Kelebihan volume cairan
aldactone
4 DS: Gangguan metabolisme lemak Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
- BAB cair berwarna hitam ↓ kebutuhan tubuh perasaan tidak
10x/hari Pembentukan trigliserida secara nyaman di kuadran atas.
- Muntah darah berlebihan
- Mual (+) ↓
- Mudah lelah. Oksidasi lemak menurun
DO : ↓
- Hematemesis Akumulasi lemak di hati
- Nyeri tekan (+) di kuadran ↓
kanan atas abomen. Hepatomegaly
- Lingkar abdomen berukuran ↓
104 cm. Menekan saluran cerna
↓
Mual muntah
↓
Ketidakseimbangan nutrisi < dari
kebutuhan tubuh
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Resiko Perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor dengan ketat risiko 1. Agar tidak terjadi hal yang tidak
berhubungan dengan tindakan keperawatan terjadinya perdarahan pada diharapkan kepada pasien.
Gangguan fungsi hati selama 3 x 24jam, pasien 2. Agar perawat dapat mengetahui
(serosis). Resiko Perdarahan 2. Catat Hb dan Ht sebelum dan perubahan pada pasien baik itu
dengan kriteria hasil : setelah pasien mengalami perubhan yang kearah lebih
Peningkatan kehilangan darah baik ataupun buruk
Hemoglobin 3. Intruksikan pasien untuk 3. Agar tidak terjadi perdarahan
(Hb) meningkatkan makanan yang dalam hati
Peningkatan kaya vitamin K (berfungsi 4. Agar pasien mampu mempu
Hematokrit (Ht) untuk pembekuan darah) menilai tingkat perdarahan
4. Monitor tanda dan gejala pasien
Tidak terjadi pendarahan menetap (cek 5. Apabila perawat sedang tidak
hematemesis semua ekskresi darah yang Bersama pasien, keluarga
terlihat jelas maupun yang ataupun pasien dapat
tersembunyi). memberitahu perubahan pada
5. Instruksikan pasien dan pasien baik itu perubahn yang
keluarga untuk memonitor baik ataupun buruk.
tanda-tanda perdarahan dan
mengambil tindakan yang
tepat jika terjadi perdarahan
yaitu lapor kepada perawat.
2 Ketidak efeketifan Dalam waktu 1x24 1. Posisikan klien untuk 1. Untuk meningkatkan ekspansi
pola napas b.d jam pola napas klien memaksimalkan ventilasi paru optimal
menurunnya ekspansi kembali efektif (posisi semi fowler). 2. Untuk mengetahui apakah ada
paru. dengan kriteria hasil 2. Auskultasi suara napas, catat suara napas tambahan atau
: apabila ada suara tambahan. tidak, seperti wheezing .
1. Klien tidak sesak 3. Monitor respirasi dan status 3. Untuk memantau O2 yang
napas. O2. dibutuhkan oleh tubuh.
2. TTV dalam 4. Monitor TTV. 4. Untuk mempertahankan TTV
rentang normal klien dalam rentang normal.
3. Menunjukan
jalan napas
yang paten
(frekuensi
pernapasan
dalam rentang
normal, tidak
ada suara
napas
abnormal).
3 Kelebihan volume Dalam waktu 1x24 1. Catat intake dan output klien. 1. Menunjukkan status volume
cairan b.d mekanisme jam kadar cairan pada 2. Batasi asupan natrium dan sirkulasi.
regulasi. klien seimbang cairan. 2. Mengikuti diet rendah natrium
dengan kriteria hasil 3. Ukur lingkar abdomen. dan pembatasan cairan.
: 4. Jelaskan rasional 3. Menunjukkan akumulasi cairan
1. Terbebas dari pembatasan natrium dan (asites) di akibatkan oleh
edema. cairan. kehilangan protein/cairan
2. Elektrolit dalam 5. Berikan diuretic, suplemen kedalam area peritoneal.
batas normal. kalium dan protein. 4. Meminimalkan pembentukan
3. Output dan input dan asites.
dapat kembali 5. Meningkatkan eksresi cairan
normal. lewat ginjal dan
mempertahankan keseimbangan
cairan.
4 Ketidakseimbangan Dalam waktu 1x24 1. Kaji intake diet klien sesuai 1. Membantu dalam
nutrisi kurang dari jam kebutuhan nutrisi kebutuhan. mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan b.d klien terpenuhi 2. Anjurkan makan dengan keburuhan diet.
perasaan tidak dengan kriteria hasil porsi sedikit tapi sering 2. Makanan dengan porsi kecil dan
nyaman di kuadran : 3. Identifikasi makanan yang sering lebih ditolelir oleh
atas. 1. Adanya disukai termasuk kebutuhan penderita anoreksia.
peningkatan berat kultural. 3. Jika makanan yang disukai klien
badan sesuai dapat dimasukkan dalam
dengan tujuan perencanaan makan, maka dapat
2. BMI dalam batas meningkatkan nafsu makan
normal klien.
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
L. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Resiko Perdarahan 1. Memonitor dengan ketat risiko terjadinya perdarahan pada pasien
berhubungan dengan 2. Mencatat Hb dan Ht sebelum dan setelah pasien mengalami kehilangan
Gangguan fungsi hati darah
(serosis). 3. Mengintruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya vitamin K
4. Memonitor tanda dan gejala pendarahan menetap (cek semua ekskresi darah
yang terlihat jelas maupun yang tersembunyi).
5. Menginstruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-tanda
perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan yaitu
lapor kepada perawat.
2 Ketidak efeketifan pola napas 1. Memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi (posisi semi fowler).
b.d menurunnya ekspansi 2. Melakukan auskultasi suara napas, catat apabila ada suara tambahan.
paru. 3. Memonitor respirasi dan status O2.\
4. Memonitor TTV.
3 Kelebihan volume cairan b.d 1. Mencatat intake dan output klien.
mekanisme regulasi. 2. Membatasi asupan natrium dan cairan.
3. Mengukur lingkar abdomen.
4. Menjelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.
5. Memberikan diuretic, suplemen kalium dan protein.
4 Ketidakseimbangan nutrisi 1. Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan keburuhan diet.
kurang dari kebutuhan b.d 2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolelir oleh penderita
perasaan tidak nyaman di anoreksia.
kuadran atas. 3. Jika makanan yang disukai klien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan klien.
M. Evaluasi Keperawatan
M:
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif.
R:
1. Proporsi Pasien Sirosis Hati Di RSUD dr. Soedarso Pontianak
Selama periode penelitian didapatkan jumlah seluruh pasien
dengan penyakit hati dan saluran empedu yang dirawat di RSUD
dr. Soedarso Pontianak sebanyak 861 pasien. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 184 pasien diidentifikasi sebagai sirosis hati
dekompensata. Proporsi pasien sirosis hati dekompensata sebesar
21,37% dari seluruh pasien dengan penyakit hati dan saluran
empedu yang dirawat di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
2. Proporsi Pasien Sirosis Hati yang Meninggal Dunia Di RSUD
dr. Soedarso Pontianak
Selama periode penelitian, penderita yang diketahui meninggal
dunia selama masa perawatan di rumah sakit sebanyak 34 pasien,
sedangkan 150 penderita lainnya keluar dari rumah sakit dalam
keadaan hidup. Persentase penderita sirosis hati dekompensata
yang meninggal dunia dalam jangka waktu 3 tahun tersebut adalah
18,48 %.
3. Distribusi Pasien Sirosis Hati Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan pengelompokkan pasien sirosis hati dekompensata
sesuai dengan jenis kelamin, didapatkan sebanyak 128 pasien
(69,6%) adalah laki-laki dan 56 pasien (30,4%) adalah perempuan.
Proporsi sirosis hati lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan
ratio antara laki-laki dan perempuan 2,3 : 1.
4. Distribusi Pasien Sirosis Hati Berdasarkan Usia
Diketahui bahwa kasus terbanyak terjadi pada kelompok usia 50-
59 tahun, yaitu sebanyak 57 pasien (31,0%) diikuti kelompok usia
40-49 tahun, yaitu sebanyak 52 pasien (28,3%), dan kelompok usia
> 59 tahun sebanyak 48 pasien (26,1%).
5. Distribusi Etiologi Sirosis Hati
Sirosis hati dekompensata cukup banyak ditemukan pada penderita
dengan riwayat penyakit hepatitis. Sebanyak 80 kasus hepatitis B
ditemukan pada penderita sirosis hati, 5 kasus hepatitis C, 1 kasus
koinfeksi hepatitis B dan C. Penyebab yang lain yaitu alkohol,
diabetes mellitus, kardiak sirosis, dan sirosis hati non B-non C.
Sedangkan 46 kasus tidak diketahui penyebabnya.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa penderita sirosis hati
yang dirawat di RSUD dr. Soedarso lebih banyak yang menderita
hepatitis B dibandingkan C. Hal yg sama juga disampaikan oleh
Karina sedangkan dari tiga penelitian di Pakistan hepatitis C adalah
penyebab utama sirosis hati. Lebih rendahnya prevalensi sirosis
hati terkait hepatitis B di Pakistan karena angka vaksinasi hepatitis
B di negara tersebut cukup tinggi sehingga kontribusi hepatitis B
untuk mengakibatkan sirosis hati menjadi berkurang. Selain itu
juga, meningkatnya program skrining terhadap donor darah
menunjukkan angka pravalensi hepatitis C yang cukup tinggi
berkisar 0,5-14%.15 Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia
dimana vaksinasi terhadap hepatitis B masih belum optimal.
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, angka imunisasi hepatitis B pada anak usia 12 – 23
bulan adalah yang paling rendah dari semua jenis imunisasi dasar
yaitu sebesar 62,8%.
6. Komplikasi Pasien Sirosis Hati
Dari hasil penelitian, sebanyak 116 pasien (63,04%) telah memiliki
komplikasi sedangkan sebanyak 68 pasien sisanya (36,96%) tidak
terdapat komplikasi yang dimaksud. Jenis komplikasi tersering
pasien sirosis hati dekompensata pada penelitian ini adalah
perdarahan saluran makanan bagian atas sebanyak 92 kasus.
Diikuti dengan ensefalopati hepatik sebanyak 33 kasus.
Komplikasi lain seperti karsinoma hepatoselular, peritonitis
bacterial spontan, dan sindrom hepatorenal jarang dijumpai.
7. Kriteria Child-Turcotte Pasien Sirosis Hati
Diketahui bahwa sebanyak 6 pasien (3.3%) tergolong kriteria
Child-Turcotte A, 69 pasien (37.5%) tergolong kriteria Child-
Turcotte B dan 98 pasien (53,3%) tergolong kriteria Child-Turcotte
C. Sementara 11 pasien (5,9%) tidak dapat dinilai skor Child-
Turcotte-nya.
A:
D: