Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta & Farmasi
Disusun oleh :
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang
menjaga tekanan darah dan kadar garam, hormon erythropoietin yang merangsang
sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif
vitamin D yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang (Manurung et. al, 2017)
Perubahan perkembangan zaman saat ini yang serba instan menyebabkan
pola hidup dan kualitas hidup manusia menurun yang berdampak pada penurunan
fungsi ginjal. Apabila penyakit ginjal tidak segera diobati dan ditangani
kemungkinan akan menyebabkan gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal
tidak mampu lagi melakukan fungsi penyaringan sampah dan racun yang
dikeluarkan pada tubuh. Gagal ginjal terdiri dari 2 jenis yaitu gagal ginjal akut
yang terjadi dengan cepat dan gagal ginjal kronis yang prosesnya lebih lambat dan
memiliki efek serius pada tubuh dalam jangka panjang jika dibiarkan
(Mahreswati, 2012).
Penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan
pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Dari data di beberapa pusat nefrologi
di Indonesia diperkirakan insiden dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-
masing berkisar 100-150/ 1 juta penduduk dan 200-225/ 1 juta penduduk. Pada
tahun 2013 di Indonesia terdapat 15.128 pasien yang baru menjalani hemodialisa
(HD) dan pada tahun 2014 jumlah pasien HD meningkat sebanyak 17.193 pasien
yang baru menjalani HD (Pernefri, 2014).
Komplikasi terjadi apabila gagal ginjal yang disertai hipertensi, maka akan
semakin mempercepat perkembangan penyakit serta menambah laju mortalitas
pasien. Terapi gagal ginjal kronik bertujuan untuk memperlambat perkembangan
penyakit gagal ginjal kronik, serta meminimalisasi perkembangan atau keparahan
komplikasi (Dipiro, 2009).
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
f. Pembuangan Non-protein nitrogen Compund (NPN).
g. Mengatur keseimbangan elektrolit seperti natrium, kalium, klorida,fosfat,
kalsium dan magnesium.
h. Sebagai organ endokrin dimana ginjal mensintesis renin, eriroprotein, dan
prostaglandin (Verdiansah, 2016).
5
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal (Suwitra,
2009).
6
Gambar 1. Struktur Organ Ginjal Pada Manusia (Sherwood, 2002)
7
Kliren Kreatinin
Derajat Kegagalan Ginjal Serum Kreatinin (mg/dl)
(ml/menit)
Normal ˃80 1,4
Ringan 57-79 1,5-1,9
Moderat 10-49 2,0-6,4
Berat ˂10 ˃6,4
Anuria 0 ˃12
(Sumber: Kemenkes, 2011)
8
Patofisiologi pasien gagal ginjal kronik tergantung oleh penyakit yang
menyebabkannya. Pada awalnya keseimbangan cairan dan penimbunan produksi
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit, hingga fungsi
ginjal turun kurang dari 25% (Corwin, 2009)
Nefron yang telah rusak mengakibatkan laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresi
serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring banyaknya nefron yang
mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-
nefron tersebut mengalami kerusakan dan akhirnya mati. Siklus kematian tersebut
tampaknya berkaitan dengan nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorbsi protein. Seiring dengan progresif penyusutan dari nefron, akan terjadi
pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ke ginjal (Corwin, 2009).
Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolisme
vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D. Vitamin D berguna untuk
menstimulasi usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbsi kalsium di usus
menjadi berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan
demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi
eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka
tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga (Nursalam, 2006)
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran
pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein menurun
sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan
sesak nafas (Singh, 2008)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah
satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Penurunan filtrasi
melaui glomerulus ginjal menyebabkan meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium menyebabkan
9
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat
merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium
ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang
(Nursalam, 2006).
10
Kondisi pada gagal ginjal kronik, kemampuan ginjal untuk mengatur
keseimbangan elektrolit (seperti natrium, klorida, kalium, kalsium, magnesium,
fosfat) berkurang, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium terhadap kadar
elektrolit-elektrolit tersebut (Dipiro, 2009).
11
Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme otot yang berasal dari
keratin dan Fosfokreatin yang berada dalam otot skeletal. Jumlah normal
kreatinin tergantung pada massa otot, aktivitas fisisk dan diet ( Kallenbach, et
al, 2005 Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan ginjal
seseorang, apakah ada kerusakan ginjal dengan adanya peningkatan kreatinin .
Kadar Kreatinin normal untuk pria adalah 0,6 – 1,2 mg/dl dan untuk wanita
0,5 – 1,1 mg/dl serum (Mosby dictionary, 2009). Nilai kreatinin pada pria
lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah
massa otot wanita.
4. Klirens Kreatinin (KlKr)
Dalam keadaan normal, kreatinin tidak diekskresi atau direabsorpsi
oleh tubulus ginjal dalam jumlah yang bermakna. Oleh karena itu ekskresi
terutama ditentukan oleh filtrasi glomeruler, sehingga laju filtrasi glomeruler
(LFG) dapat diperkirakan melalui penentuan kliren kreatinin endogen.
Ketepatan klirens kreatinin sebagai ukuran dari laju filtrasi glomeruler
menjadi terbatas pada gangguan ginjal. Walaupun demikian, secara umum uji
klirens kreatinin masih merupakan uji fungsi ginjal yang terpilih. Pengukuran
klirens kreatinin penderita yaitu melalui:
a. Pengumpulan urin selama 24 jam Merupakan metode yang paling tepat
dalam pengukuran klirens kreatinin penderita adalah melalui
pengumpulan urin selama jangka waktu 24 jam dan pengambilan
cuplikan plasma di antara jangka waktu tersebut. Selanjutnya dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Klkr = { } ml/menit
12
badan) dan memungkinkan perkiraan klirens kreatinin dari data rata-
rata populasi.
Persamaan Cockroff dan Gault:
(140 - umur) x berat badan
Pada pria: Klkr ( ml/menit) =
72 x scr
(140 - umur) x berat badan x 0,85
Pada wanita: Klkr ( ml/menit) =
72 x scr
Diketahui untuk satuan Clcr adalah ml/mnt, satuan umur adalah tahun,
satuan berat adalah kg, dan satuan Serum creatinine (Scr) adalah
mg/dL (Hakim, 2013).
c. Persamaan MDRD
Pada pria : GFR (mL/menit/1,73m2) = 175 x (Scr)-1,154 x (usia)-0,203
2013).
5. Albumin
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui adanya albumin dalam urin.
Normal:<30 mg/24 jam. (http://prodia.co.id/kimia/microalbumin-kuantitatif).
Urin normal mengandung sejumlah kecil protein, proteinuria menunjukkan
peningkatan ekskresi albumin urin, protein spesifik lainnya atau total protein,
terminologi albuminuria menunjukkan secara khusus peningkatan ekskresi
albumin urin, terminologi mikro albuminuria menunjukkan ekskresi albumin urin
yang di atas batas normal namun di bawah dari kadar yang dapat dideteksi oleh
tes untuk ekskresi total protein urin (De Zeeuw D, 2005).
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dilakukan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mencari adanya faktor yang reversibel dan menilai apakah proses sudah lanjut.
GFR (Gromerular filtration rate)
13
Laju rata-rata penyaringan darah yang terjadi di glomerulus yaitu sekitar
25% dari total curah jantung per menit, ± 1,300 ml . GFR digunakan sebagai
salah satu indikator menilai fungsi ginjal. Biasanya digunakan untuk
menghitung bersihan kreatinin. Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah
yang dihasilkan oleh penguraian sel otot secara normal selama kegiatan. Ginjal
yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada air
seni untuk dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana
mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah. Komposisi dari hasil filtrasi
glomerulus adalah kalsium, asam lemak, dan mineral (Roosmarinto, et. al,
2015)
14
15
b. Algoritma terapi gagal ginjal dengan hipertensi (JNC 8)
Tujuan Tujuan TD
TD<150/90 <140/90 Tujuan TD Tujuan TD
<140/90 <140/90
Tidak
Memperkuat gaya hidup dan kepatuhan
titrasi obat ke dosis maksimum atau pertimbangkan untuk menambahkan obat
lain (ACEI, ARB, CCB, Thiazide)
Tidak
Memperkuat gaya hidup dan kepatuhan
tambahkan kelas obat yang belum dipilih (eg, beta blocker, antagonis aldosteron,
lainnya) dan titrasi di atas obat sampai maksimal
16
c. Algoritma terapi gagal ginjal non diabetes (Dipiro, dkk., 2005)
17
d. Algoritma terapi gagal ginjal dengan anemia (Dipiro, dkk., 2005)
18
2.8 Tujuan Terapi
Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Jadi tujuan terapi pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:
1. Mengatasi gejala dan tanda gagal ginjal.
2. Meningkatkan kelangsungan hidup.
3. Menurunkan morbiditas dan mortilitas.
4. Meningkatkan kualitas hidup.
5. Meminimalkan komplikasi.
6. Memperlambat perkembangan penyakit.
7. Mengobati penyebab utama gagal ginjal.
19
baik yang berasal dari senyawa endogen atau eksogen. Peritoneal dialisis
merupakan dialisis yang menggunakan membran peritoneal di dalam
abdomen yang berfungsi sebagai filter dan bekerja berdasarkan difusi.
Hemodialisis, dalam pelaksanaannya diperlukan mesin dialisis
yang berfungsi mengalirkan darah yang akan dibersihkan agar tersaring
melalui filter sehingga ‘kotoran’ masuk dan larut di dalam cairan
diasilat, darah bersih masuk kembali ke dalam tubuh. Teknik dialisis ini
lebih efektif dan cepat dalam membersihkan darah, namun efektivitasnya
tergantung filter yang digunakan (Hakim, 2013).
20
dengan nilai kecuali
(mg/d) terbatas
laboratorium diindikasikan
terbatas
Dipantau tidak dibatasi
Elektrolit Tidak dengan 1.000 +
1.500- kecuali
(ml/d) terbatas keluaran urin keluaran urin
2.000 diindikasikan
yang normal
e. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang
melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang
yang membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk
sebagian besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium
akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali.
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi (Suwitra, 2009)
21
dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat
(Callaghan,2006).
Hipertensi dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal sehingga harus
diobati secara agresif yaitu dengan menurunkan tekanan arteri dan tekanan
hidrostatik glomerulus dengan menggunakan obat ACEI / ARB dan dapat
dikombinasi dengan diuretik (Guyton dan Hall, 2007 : 432).
a. Diuretik
1. Golongan Thiazid
Diuretik golongan thiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal
jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah.
Thiazid dan senyawa-senyawa terkait merupakan diuretik dengan potensi sedang,
yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal
tubulus distal (BPOM, 2015).
Diuretik golongan thiazid adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien
dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan
darah, diuretic salah satu obat yang direkomendasikan (Depkes RI, 2006).
Contoh obat : Klortalidon, Hidroklorotiazid, dan Indapamid (Dipiro dkk., 2009).
Obat Kontra Indikasi Interaksi Dosis Frekuensi
(mg/day) Pemakaian
Klorthalidon Hipersensitif Thiazid dapat 12,5 – 25 1
terhadap thiazid meningkatkan efek ACE
atau derivat inhibitor, Allopurinol,
HCT sulfonamid: Amifostin, 1,25 – 5 1
anuria: Antihipertensi,
Indapamid dekompensasi Kalsitriol, Garam 1,25 – 2,5 1
ginjal: kehamilan kalsium, Karbamazepin,
Zat hipotensif, Litium,
Topiramate
22
Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Pemakaian
Furosemid dapat
meningkatkan efek ACE
Hipersensitif inhibitor, Allopurinol,
Furosemid terhadap Amifostin, Antihipertensi, *20-80 2
furosemid; anuria Aminoglikosida,
neuromuscular, blocking
agent, Salisilat
*sumber : Drug Information Handbook 20th edition
23
hipertensi. Pada beberapa pasien, obat ini menurunkan tekanan darah dengan
sangat cepat terutama pada pasien yang juga mendapatkan terapi diuretik. ACE
inhibitor dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat cepat, karena
itu terapi diuretik dihentikan untuk beberapa hari sebelum memulai terapi dengan
ACE inhibitor, dan dosis pertama sebaiknya diberikan sebelum tidur (BPOM,
2015).
Contoh obat : Captopril, Enalapril, Lisinopril, Perindopril, dan Ramipril (Dipiro
dkk., 2009).
Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Pemakaian
Captopril Hipersensitif terhadap *25 – 100 2–3
Perindopril ACE inhibitor, ACE inhibitor 4–6 1
Ramipril Angioderma yang dapat 2,5 – 10 1–2
terjadi karena meningkatkan efek
Trandolapril pengobatan ACE Allopurinol, 1–4 1
inhibitor Amifostin,
Enalapril (Sama dengan Antihipertensi, 5 – 40 1–2
captopril), pasien Siklosporin, zat
Lisinopril dengan idiphatik atau hipotensif, Litium 10 – 40 1
keturunan angioderma
*sumber : Drug Information Handbook 20th edition
24
Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Pemakaian
Hipersensitif
terhadap ARB,
gangguan fungsi
Candesartan hati yang berat ARB dapat meningkatkan *4 – 32 1–2
atau kolestasis, efek dari ACE inhibitor,
kehamilan dan Amifostine, Antihipertensi,
menyusui zat hipotensif, Litium,
Eprosartan Potassium Sparing Diuretic 600 – 800 1–2
Irbesartan *150 – 300 1
Olmesartan *20 – 40 1
Valsartan *80 – 320 1
Hipersensitif
(sama dengan candesartan),
Losaran terhadap ARB 50 – 100 1–2
zat Hipoglikemik
(sama dengan
Telmisartan Candesartan), glikosida *20 – 80 1
jantung, ramipril
*sumber : Drug Information Handbook 20th edition
25
Verapamil ER Hipersensitif terhadap 100 – 400 1
Verapamil ER verapamil, disfungsi Dapat meningkatkan efek 180 – 420 1
Verapamil SR ventrikel kiri yang parah, dari alcohol, Aliskiren, 180 – 480 1–2
hipotensi atau cardiogenic Amifostine, Amiodarone,
shock, sick sinus syndrome, Antihipertensi,
Wolf Parkinson Ehite Benzodiazepin,
Verapamil Sindrom, ventricular Simvastatin,Carbamazepin, 120 – 360 1
thacycardia, penggunaan Litium, zat hipotensif, garam
bersama beta blocking magnesium, salisilat
agent
Hipersensitif terhadap Dapat meningkatkan efek
Amlodipin *2,5 – 10 1
amlodipin Amifostine, Antihipertensi,
zat hipotensif, garam
Hipersensitif terhadap
Felodipin magnesium, neuromuscular 2,5 – 20 1
felodipin
blocking agent, tacrolimus
Nikardipin SR Dapat meningkatkan dari 60 – 120 2
Nikardipin inj Alfuzosin, Almotriptan, *5 – 60
Nifedipin Alosetron, Antihipertensi, zat *30 – 120 1
Hipersensitif terhadap
hipotensif, garam
nikardipin, advance aortic
magnesium,
stenosis
Nifedipin LA metilprednisolon, 30 – 90 1
neuromuscular blocking
agent, fenitoin
*sumber : Drug Information Handbook 20th edition
26
Timolol 10 – 40 2
sinus bradikardi, antihipertensi,
sinus nide amifostine, glikosida
dysfunction, jantung, zat hipotensi,
Cardiogenic shock,
gagal jantung,
Bisoprolol *2,5 – 10 1
marked sinus
(sama dengan atenolol),
bradikardi
zat antipsikotik
Metoprolol
Hipersensitif (phenothiazines) 100 – 400 2
tartrat
terdahap
Metoprolol
metoprolol 50 – 200 1
accinate
*sumber : Drug Dosing Adjustments in Patients with Chronic Kidney Disease
f. Manitol
oligouria. Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan
eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul
pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain
27
terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik
(Callaghan, 2006).
Banyak terjadi pada sebagian besar keluhan pasien GGK dan dapat diatasi
dengan pemberian erythropoetin manusia yang diperoleh dari rekombinasi
genetik. Dosis permulaan dengan dosis 80-120 unit/kgBB/minggu SC (KDIGO,
2012).
28
fungsi. ginjal. Sebagian besar obat juga memiliki efek samping nefrotik, sehingga
dosis juga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
(Sukandar, 2006).
Strategi untuk menyesuaikan dosis pada pasien gagal ginjal dapat
membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan
obat. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah
dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi
keduanya (Munar dan Singh, 2007). Pengetahuan penyesuaian dosis obat untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal sangat penting untuk mencegah dan mengurangi
akumulasi obat tersebut dalam tubuh. Angka kejadian efek samping obat pada
pasien penyakit ginjal kronik ternyata lebih banyak dibandingkan dengan pasien
yang mempunyai faal ginjal normal (Sukandar, 2006).
Bila kreatinin klirens dibawah 60 mL/menit, maka perlu penyesuaian dosis
obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau
memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat
efek terapeutik maksimal tanpa efek samping. Pedoman penyesuaian dosis obat
dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan nilai GFR (<10 mL/menit/1,73m 2, 10-50
mL/menit/1,73m2, dan >50 mL/menit/1,73m2).
Penyesuaian dosis obat berdasarkan American Family Physician (AAFP)
dan Drug Information Handbook (DIH) untuk penderita penyakit ginjal kronik
yang dibagi berdasarkan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) dan untuk pasien
hemodialisa berdasarkan literatur UWHC Clinical Directive for renal
FunctionBased Dose Adjustment in Adults.
Tabel 5. Penyesuaian dosis obat berdasarkan American Family Physician (AAFP) dan Drug
29
Candesartan 16 mg; 1x sehari - Tidak - - -
dibutuhkan
penyesuaian
dosis
Irbesartan 150 mg; 1x sehari - Sedang-berat:
tidak
dibutuhkan
penyesuaian
dosis
Valsartan 80-160 mg; 1x - ≥ 30 Tidak < 30
sehari butuh Tidak
ada
ACEI
Captopril 25 mg2x sehari; 25 mg 100% 75% 50% tiap Hemodialis
12,5 mg 3x sehari 3x/hari tiap 12 24 jam a: 6,25-50
jam-18 mg setiap
jam hari
sekali
Ramipril 2,5 mg 1x sehari 5-10 100% 50-75% 25-50%
mg/hari maks 5
mg/hari
Lisinopril 10 mg 1 x sehari; 5 5- 100% 50-75% 25-50%
mg 1 x sehari 10mg/ha
ri
Β-Bloker
Propanolol 40 mg; 2x sehari - Tidak terdapat penyesuaian dosis Hemodialis
pada label manufaktur; Penggunaan a: tidak
dengan perhatian. terdialisa
selama
proses
hemodialisa
.
Bisoprolol 2,5-5 mg; 1x sehari 5-10 100% 50-75% 50%
mg/hari
CCB
Amlodipin 5 mg; 1x sehari Tidak ada
penyesuaian
dosis
Α2-Agonis
Clonidin 50-100 mcg 3x - Tidak ada
sehari dapat penyesuaian
ditingkatkan hingga dosis
120 mcg/hari
Diuretik Loop
Furosemid Oral: 20-80 mg Tidak Tidak
dibutuhk dibutuhkan
an penyesuaian
penyesu dosis
aian
dosis
Statin
30
Simvastatin 10-40 mg sekali 10-20 Dosis yang dianjurkan: 5 mg sehari Hemodialis
sehari pada malam mg pada orang dengan GFR kurang dari a: tidak
hari sehari. 10 mL/menit/1,73m2. terdialisa
Dosis selama
maksimu proses
m: 80 hemodialisa
mg .
sehari
Asam Fibrat
Gemfibrozil - - 100% (600 75% 50% (150
mg 2 x (300 mg mg 2 x
sehari) 2x sehari)
sehari)
Obat lainnya
Allopurinol 100 mg sehari 300 mg 75% 50% 25%
sehari
Lansoprazole - Tidak Tidak dibutuhkan penyesuaian dosis
dibutuhk
an
penyesu
aian
dosis
Ranitidin 150 mg 2 x sehari; 150-300 75% 50% 25% Hemodialis
300 mg sehari mg a: tidak
sesudah makan sebelum terdialisa
malam atau tidur selama
sebelum tidur proses
hemodialisa
.
Tercapainya kadar terapi optimal mempunyai arti bahwa kadar obat dalam
darah berada dalam kisaran terapi yaitu tidak melampaui kadar toksik minimal
31
(KTM) sehingga tidak menimbulkan efek toksik dan tidak di bawah kadar efek
minimal (KEM) yang menyebabkan kegagalan terapi (Ganiswara, 2007). Pada
gagal ginjal riwayat penyakit ginjal dan penyakit lainnya (seperti kelainan hati)
yang mempengaruhi metabolisme obat perlu diketahui dengan jelas.Juga perlu
ditelusuri riwayat pemakaian obat dan kemungkinan alergi obat.
Catatan medis harus diteliti dengan cermat terutama bila ada penambahan
obat baru. Pemeriksaan fisis seperti tinggi badan, berat badan, bentuk tubuh,
status nutrisi dan adanya edema atau dehidrasi perlu diidentifikasi untuk
pengaturan dosis obat (Nasution, et al,. 2003).
BAB III
TATA LAKSANA KASUS
Kasus
Ny. K, berusia 66 tahun dengan BB 50 kg dan TB 155 cm, masuk rumah
sakit pada 19 Februari – 15 Maret 2018 di ICU dan bangsal. Riwayat HD : 2 x
seminggu (Senin dan Kamis). Riwayat Pengobatan yaitu Amlodipine 1 x 10 mg,
Candesartan 1 x 16 mg, Furosemide 1 x 40 mg, ISDN 3 x 5 mg, Asam Folat 1 x 1
mg, CaCO3 3 x 500 mg, KSR 1 x 1 tab. Riwayat penyakit sekarang : CKD stage 5,
Oedema pulmo. Anamnesis saat MRS : Sesak napas berat, post HD
Data Laboratorium
Nilai Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
normal 19/2 20/2 23/2 26/2 27/2 28/2 1/3 9/3 13/3
3
1 Leukosit 10 /ul 3,8-10,6 21,68 7,52 7,45 11,7 8,32 6,41 6,01 5,31
2 Eritrosit 106/ul 4,4-5,9 3,87 2,97 2,99 3,19 2,98 3,16 4 3,8
32
3 Hb g/dl 13,2-17,3 10,8 8,3 8,4 8,9 8,3 8,8 11,3 10,6
4 Ht % 40-52 33,8 26,2 26,1 27,8 26,1 27 34,3 31,8
5 MCV Fl 80-100 87,3 88,2 87,3 87,1 87,6 85,4 85,8 83,7
6 MCH Pg 26-34 27,9 27,9 28,1 27,9 27,9 27,8 28,3 27,9
7 MCHC g/dl 32-36 32 31,7 32,2 32 31,8 32,6 32,9 33,3
8 Trombosit 103/ul 150-440 235 171 150 123 116 131 170 136
9 RDW % 11,5-14,5 16,8 16,9 17,2 19,1 19,3 18,1 17,7 17,8
10 PLCR % 19,7 18,7 22,9 26,5 27,5 28,8 19,9 18,1
Eosinophil
11 103/ul 0,04-0,44 0,31 0,13 0,27 0,13 0,28 0,18 0,16 0,1
absolut
Basophil
12 103/ul 0,0-0,2 0,08 0,04 0,04 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02
absolut
Neutrophil
13 103/ul 1,8-8,0 17,64 5,19 5,62 10,03 6,58 4,64 4,22 3,47
absolut
Limfosit
14 103/ul 0,9-5,2 2,59 1,41 1 0,86 0,65 0,86 1,04 1,15
absolut
Monosit
15 103/ul 0,16-1,0 1,06 0,75 0,52 0,67 0,79 0,72 0,56 0,57
absolut
16 Eosinofil % 2,0-4,0 1,4 1,7 3,6 1,1 3,4 2,8 2,7 1,9
17 Basofil % 0,0-1,0 0,4 0,5 0,5 0,1 0,2 0,2 0,5 0,4
18 Neutrophil % 50-70 81,4 69 75,5 85,7 79,1 72,4 70,2 65,3
19 Limfosit % 25-40 11,9 18,8 13,4 7,4 7,8 13,4 17,3 21,7
20 Monosit % 2,0-8,0 4,5 10 7,0 5,7 9,5 11,2 9,3 10,7
Kimia klinik
21 Ureum mg/dl 10-50 28,5 15,4 19,9 29,9 45,8 51,7 31,3 37,7 34,5
Kreatinin
22 mg/dl 0,7-1,1 5,29 3,34 2,89 3,97 5,18 6,02 3,3 4,36 4,46
serum
Kliren ml/meni 10,0
23 >80 8,26 13,08 15,11 11,00 8,43 7,26 13,24 9,79
kreatinin t 2
24 GDS mg/dl <125 114 93
25 Kalium mmol/L 3,5-5,0 3,57 3,21 3,15 3,72 3,51 3,19
26 Natrium mmol/L 135-145 133,5 137,5 141 138 136 139,1
27 Clorida mmol/L 95-105 98,4 99,2 105 105 97,9
28 Calcium mg/dl 8,1-10,4 7,9
29 pH 7,35-7,45 7,39 7,38 7,37 7,43
30 PCO2 mmHg 35-45 45 40 37 43
31 PO2 mmHg 86-100 149 209 119 130
32 BE mmol/L 2,0-3,0 -1,7 -3,5 3,6
33 HCO3 mmol/L 22-33 26,6 23,2 21,3 28,2
Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2
1 KU lemah lemah baik cukup cukup cukup cukup lemah lemah lemah
2 TK sedang cm cm cm cm cm cm sedasi cm cm
3 TD mmHg 206/139 164/91 153/78 154/94 170/92 185/99 182/93 167/100 173/89 174/109
4 HR x/mnt 130 87 78 85 87 79 82 104 98 86
5 RR x/mnt 28 24 24 24 20 20 24 12 19 12
6 Suhu °C 36 36,4 36,5 36,5 36,4 36 36,4 36,9 36,9 37
7 SpO2 % 90 99 100 99 100 99 100 99 89 99
33
1/3 2/3 3/3 4/4 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3
1 KU lemah lemah lemah lemah lemah baik lemah baik baik baik
2 TK cm cm cm cm cm cm cm Cm cm cm
3 TD mmHg 153/79 148/78 147/73 134/73 135/63 110/61 140/74 140/90 173/95 140/88
4 HR x/mnt 96 83 91 90 106 86 82 82 79 88
5 RR x/mnt 21 24 18 22 24 20 22 25 20 24
6 Suhu °C 36 36 36 36 36,4 36 36 36 36 36
7 SpO2 % 100 99 100 99 100 100 100 100 99
Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
11/3 12/3 13/3 14/4 15/3
1 KU cukup sedang baik cukup cukup
2 TK cm cm cm cm cm
3 TD mmHg 170/87 162/82 130/80 148/82 144/68
4 HR x/mnt 80 82 88 84 88
5 RR x/mnt 18 22 22 20 22
6 Suhu °C 36,5 36,2 36 36,4 36,2
7 SpO2 %
Tanggal Kesan
19/2 Cor: cardiomegaly
Paru: oedemapulmo relative sama
Efusi pleura kiri bertambah
27/2 Cardiomegaly, pneumonia, efusi pleura duplex
28/2 Cardiomegaly, pneumonia relative sama, efusi pleura kanan
perbaikan, efusi pleura kiri relative sama
8/3 Cardiomegaly, bronchopneumonia, efusi pleura duplex.
Cor: CTR >50%. Aspek bergeser ke latero caudal aorta baik.
Pulmo: corakan bronchovascular meningkat, infiltrate pada perihilar
kanan-kiri.
Data Pengobatan
34
1 cc/jam
3x5 mg Oral
10 Combivent + 3x1 resp nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pulmicort
2x1 resp nebul √ √
11 Cefoperazon 2x1 g Iv
12 Levofloxacin 1x500 mg Inf √
1x250 mg Inf √
13 Azythromicin 1x500 mg Inf √ √
+NaCl 0,9% 100
ml
14 CaCO3 3x500 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
15 Asamfolat 1x1 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
16 KSR 1x600 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
17 Acetylsistein 3x200 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
18 Amlodipin 1x10 mg oral √ √ √ √ √
19 Candesartan 1x16 mg oral √ √ √ √ √ √ √
20 Aminofilin 24 mg/10 s/p √ √ √
mg/jam
21 KCl + NaCL 1x25 meq √
0,9% 100 cc
22 MeptinSwinghaler 2x1 inhalasi
23 Dulcolax 10 mg 1x10 mg √
suppo
24 Fortanest 4 cc/ jam √ √
35
0,9% 100 cc
22 MeptinSwing 2x1 inhalas √ √ √ √ √ √
haler i
23 Dulcolax 10 1x10 mg
mg suppo
24 Fortanest 4 cc/ jam
Analisis SOAP
1. Subyektif
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 66 tahun
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Tanggal RI : 19 Februari – 15 Maret 2018 di ICU dan bangsal
Riwayat HD : 2 x seminggu (Senin dan Kamis)
Riwayat Pengobatan :
Amlodipine 1 x 10 mg
Candesartan 1 x 16 mg
Furosemide 1 x 40 mg
ISDN 3 x 5 mg
Asam Folat 1 x 1 mg
CaCO3 3 x 500 mg
KSR 1 x 1 tab
Riwayat penyakit sekarang : CKD stage 5, Oedema pulmo
Anamnesis saat MRS : Sesak napas berat, post HD
2. Obyektif
Data Laboratorium
Nilai Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
normal 19/2 20/2 23/2 26/2 27/2 28/2 1/3 9/3 13/3
1 Leukosit 103/ul 3,8-10,6 21,68 7,52 7,45 11,7 8,32 6,41 6,01 5,31
2 Eritrosit 106/ul 4,4-5,9 3,87 2,97 2,99 3,19 2,98 3,16 4 3,8
3 Hb g/dl 13,2-17,3 10,8 8,3 8,4 8,9 8,3 8,8 11,3 10,6
4 Ht % 40-52 33,8 26,2 26,1 27,8 26,1 27 34,3 31,8
5 MCV Fl 80-100 87,3 88,2 87,3 87,1 87,6 85,4 85,8 83,7
6 MCH Pg 26-34 27,9 27,9 28,1 27,9 27,9 27,8 28,3 27,9
7 MCHC g/dl 32-36 32 31,7 32,2 32 31,8 32,6 32,9 33,3
36
8 Trombosit 103/ul 150-440 235 171 150 123 116 131 170 136
9 RDW % 11,5-14,5 16,8 16,9 17,2 19,1 19,3 18,1 17,7 17,8
10 PLCR % 19,7 18,7 22,9 26,5 27,5 28,8 19,9 18,1
Eosinophil
11 103/ul 0,04-0,44 0,31 0,13 0,27 0,13 0,28 0,18 0,16 0,1
absolut
Basophil
12 103/ul 0,0-0,2 0,08 0,04 0,04 0,01 0,02 0,01 0,03 0,02
absolute
Neutrophil
13 103/ul 1,8-8,0 17,64 5,19 5,62 10,03 6,58 4,64 4,22 3,47
absolut
Limfositabs
14 103/ul 0,9-5,2 2,59 1,41 1 0,86 0,65 0,86 1,04 1,15
olut
Monositabs
15 103/ul 0,16-1,0 1,06 0,75 0,52 0,67 0,79 0,72 0,56 0,57
olut
16 Eosinofil % 2,0-4,0 1,4 1,7 3,6 1,1 3,4 2,8 2,7 1,9
17 Basofil % 0,0-1,0 0,4 0,5 0,5 0,1 0,2 0,2 0,5 0,4
18 Neutrophil % 50-70 81,4 69 75,5 85,7 79,1 72,4 70,2 65,3
19 Limfosit % 25-40 11,9 18,8 13,4 7,4 7,8 13,4 17,3 21,7
20 Monosit % 2,0-8,0 4,5 10 7,0 5,7 9,5 11,2 9,3 10,7
Kimia klinik
21 Ureum mg/dl 10-50 28,5 15,4 19,9 29,9 45,8 51,7 31,3 37,7 34,5
Kreatinin
22 mg/dl 0,7-1,1 5,29 3,34 2,89 3,97 5,18 6,02 3,3 4,36 4,46
serum
Kliren ml/meni 13,2 10,0
23 >80 8,26 13,08 15,11 11,00 8,43 7,26 9,79
kreatinin t 4 2
24 GDS mg/dl <125 114 93
25 Kalium mmol/L 3,5-5,0 3,57 3,21 3,15 3,72 3,51 3,19
26 Natrium mmol/L 135-145 133,5 137,5 141 138 136 139,1
27 Clorida mmol/L 95-105 98,4 99,2 105 105 97,9
28 Calcium mg/dl 8,1-10,4 7,9
29 pH 7,35-7,45 7,39 7,38 7,37 7,43
30 PCO2 mmHg 35-45 45 40 37 43
31 PO2 mmHg 86-100 149 209 119 130
32 BE mmol/L 2,0-3,0 -1,7 -3,5 3,6
33 HCO3 mmol/L 22-33 26,6 23,2 21,3 28,2
Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2
1 KU Lemah lemah baik cukup cukup cukup cukup lemah lemah lemah
2 TK Sedang cm cm cm cm cm cm sedasi cm cm
3 TD mmHg 206/139 164/91 153/78 154/94 170/92 185/99 182/93 167/100 173/89 174/109
4 HR x/mnt 130 87 78 85 87 79 82 104 98 86
5 RR x/mnt 28 24 24 24 20 20 24 12 19 12
6 Suhu °C 36 36,4 36,5 36,5 36,4 36 36,4 36,9 36,9 37
7 SpO2 % 90 99 100 99 100 99 100 99 89 99
Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
1/3 2/3 3/3 4/4 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3
1 KU lemah lemah lemah lemah lemah baik lemah baik baik baik
2 TK cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
3 TD mmHg 153/79 148/78 147/73 134/73 135/63 110/61 140/74 140/90 173/95 140/88
4 HR x/mnt 96 83 91 90 106 86 82 82 79 88
5 RR x/mnt 21 24 18 22 24 20 22 25 20 24
37
6 Suhu °C 36 36 36 36 36,4 36 36 36 36 36
7 SpO2 % 100 99 100 99 100 100 100 100 99
Tanggal
No Pemeriksaan Satuan
11/3 12/3 13/3 14/4 15/3
1 KU cukup sedang baik cukup cukup
2 TK cm cm cm cm cm
3 TD mmHg 170/87 162/82 130/80 148/82 144/68
4 HR x/mnt 80 82 88 84 88
5 RR x/mnt 18 22 22 20 22
6 Suhu °C 36,5 36,2 36 36,4 36,2
7 SpO2 %
Tanggal Kesan
19/2 Cor: cardiomegaly
Paru: oedemapulmo relative sama
Efusi pleura kiri bertambah
27/2 Cardiomegaly, pneumonia, efusi pleura duplex
28/2 Cardiomegaly, pneumonia relative sama, efusi pleura kanan
perbaikan, efusi pleura kiri relative sama
8/3 Cardiomegaly, bronchopneumonia, efusi pleura duplex.
Cor: CTR >50%. Aspek bergeser ke latero caudal aorta baik.
Pulmo: corakan bronchovascular meningkat, infiltrate pada perihilar
kanan-kiri.
Data Pengobatan
38
12 Levofloxacin 1x500 mg Inf √
1x250 mg Inf √
13 Azythromicin 1x500 mg Inf √ √
+NaCl 0,9% 100
ml
14 CaCO3 3x500 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
15 Asamfolat 1x1 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
16 KSR 1x600 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
17 Acetylsistein 3x200 mg oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
18 Amlodipin 1x10 mg oral √ √ √ √ √
19 Candesartan 1x16 mg oral √ √ √ √ √ √ √
20 Aminofilin 24 mg/10 s/p √ √ √
mg/jam
21 KCl + NaCL 1x25 meq √
0,9% 100 cc
22 MeptinSwinghaler 2x1 inhalasi
23 Dulcolax 10 mg 1x10 mg √
suppo
24 Fortanest 4 cc/ jam √ √
39
24 Fortanest 4 cc/ jam
3. Assessment
b. Dosis:
Oral: 20-80 mg dosis awal; 20-40 mg peningkatan dosis, interval
6-8 jam, 2x1.
Oral dapat di minum tanpa atau dengan makanan, untuk diet yang
menyebabkan kehilangan potasium dapat pada perut kosing dan
gangguan GI diberikan bersama makanan.
IM/IV: 20-40 mg dapat di ulang dalam 1-2 jam sesuai kebutuhan
dan dapat di tingkatkan 20 mg/ dosis hingga 1000 mg/hari, interval
6-12 jam.
IV Infus: 20-40 mg dosis awal IV bolus, dosis infus 10-40 mg/jam.
Jika output urin <1 ml/kg/jam 2x yang diperlukan hingga
maksimum 80-160 mg/ jam. Resiko yang terkait dengan tingkat
infus yang lebih tinggi (80-160 mg/jam) harus dipertimbangkan
dengan strategi alternatif.
Dosis (untuk kerusakan ginjal)
GGK 1-3 g/hari, hindari dalam keadaan oliguria.
c. Farmakalogi
Mekanisme Kerja: menghambat reabsorbsi natrium dan klorida
pada henle dan tubulus distal, sehingga menggangu sistem
40
kotransport yang mengikat klorida sehingga meningkatkan ekskresi
air, natrium, klorida, magnesium, dan kalsium.
Onset: oral 30-60 menit, IM 30 menit, IV 5 menit.
T1/2: 0,5-1,1 jam pada fungsi ginjal normal dan 9 jam pada
penyakit ginjal stadium akhir.
d. Sediaan:
Injeksi 10 mg/ mL (2 mL, 4 mL, 10 mL)
Tablet 20 mg, 40 mg,80 mg
Dapat menggunakan Dektrosa, Manitol 20%, RL, NaCl.
e. Efek Samping : hiperurisemia, hipokalemia, hipotensi
41
jantung dengan menurunkan tekanan ventrikel kiri dan resistensi
vaskular sistemik dengan melebarkan arteri. Selain itu, pelebaran
arteri koroner meningkatkan aliran kolateral ke daerah iskemik;
otot polos esofagus dilonggarkan melalui mekanisme yang sama.
Onset: tablet sublingual 2-10 menit, tablet kunyah 3 menit, tablet
oral 45-60 menit.
Durasi: tablet sublingual 1-2 jam, tablet kunyah 0,5-2 jam, tablet
oral 4-6 jam.
T1/2: 1-4 jam
d. Sediaan :
Tablet: 5 mg, 10 mg. 20 mg
Sublingual: 2,5 mg, 5 mg
e. Efek Samping : Hipotensi/ Bradikardi, rardiomiopati hipertrofik,
gastrointestinal.
Cefoperazon (MIMS)
a. Indikasi : Anti infeksi
b. Dosis :
Dewasa: 2-4 g setiap hari dalam 2 dosis terbagi, dapat ditingkatkan
12 g setiap hari dalam 2-4 dosis terbagi untuk infeksi berat yang
diberikan infus IM atau IV.
Kerusakan Ginjal dengan kerusakan hati 1-2 g/hari.
c. Kontraindikasi : Sefalosporin
d. Farmakologi :
Mekanisme Kerja: berikatan dengan satu atau lebih protein
penisilin (PBP) yang menghambat transpeptidasi sintesis
peptidoglikan di dinding sel bakteri, sehingga menghambat
biosintesis dan menahan perakitan dinding sel yang mengakibatkan
kematian sel bakteri.
e. Sediaan : -
f. Efek Samping : ruam kulit, urtikaria, eosinofilia, diare, mual, muntah,
phloebitis, hipotrombinaemia. Berpotensi fatal: hipersensitivitas,
neuromuskular, nefrotoksisitas.
42
Infeksi saluran kemih
Oral; I.V :
Uncomplicated : 250 mg tiap 24 jam selama 3 hari
Complicated : 250 mg tiap 24 jam selama 10 hari atau 750
mg tiap 24 jam selama 5 hari
Kerusakan Ginjal
Clcr 20-49 mL/minute : 500 mg dosis awal, lanjut
250 mg tiap 24 jam
Clcr 10-19 mL/minute : 500 mg dosis awal, lanjut
250 mg tiap 48 jam
Hemodialysis/CAPD : 500 mg dosis awal, lanjut 250 mg
tiap 48 jam
c. Farmakologi:
Menghambat topoisomerase bakteri IV dan DNA gyrase sehingga
mengakibatkan kerusakan rantai DNA
T ½ : 6-8 jam
d. Sediaan :
Tablet : 250 mg, 500 mg, 750 mg
Injeksi : 25 mg/mL (20 mL, 30 mL)
Infus Dextrose: 250 mg (50 mL), 500 mg (100 mL), 750 mg (150
mL)
e. Efek Samping : nyeri dada, edema, gastrointestinal
43
bronkodilatasi; aplikasi lokal untuk mukosa hidung menghambat
kelenjar serosa dan seromus.
Onset : 15 menit
Durasi : 2-5 jam
T1/2 : 2 jam
Albuterol
Mekanisme Kerja : Relaksasi otot polos bronkus
Onset : 0,5 – 2 jam
Durasi : 3 - 4 jam
T1/2 : 3.8 jam
d. Sediaan:
Aerosol : 18-103 mcg
Nebul : 0,5-2,5 mg/3 mL
e. Efek Samping : Bronkitis, ISPA, Nyeri dada
44
c. Sediaan : tablet salut selaput 250 mg, 500 mg ; suspensi kering 100 mg/5
ml, 200 mg/5 ml ; serbuk injeksi 500mg.
d. Dosis : 500 mg/ hari selama 3 hari.
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan gangguan ginjal ClCr <10
ml/menit.
e. Efek samping : diare, mual, dyspepsia, muntah, sakit perut.
45
KSR (Lacy, 2010 dan MIMS)
a. Indikasi : kekurangan kalium, keseimbangan elektrolit
b. Farmakologi : masuk kedalam sel melalui transport aktif dari cairan
ekstraselular.
c. Sediaan : tablet 600mg
d. Dosis : 1-2 tablet 2-3x sehari.
e. Efek samping : mual, muntah, diare, hiperkalemia.
46
Mekanisme Aksi : Candesartan adalah antagonis reseptor angiotensin.
Angiotensin II bertindak sebagai vasokonstriktor. Selain menyebabkan
vasokonstriksi langsung, angiotensin II juga menstimulasi pelepasan
aldosteron. Setelah aldosterone dilepaskan, natrium serta air diserap
kembali. Hasil akhirnya adalah peningkatan tekanan darah.
Candesartan berikatan dengan reseptor angiotensin II AT1. Pengikatan
ini mencegah angiotensin II dari pengikatan ke reseptor sehingga
menghambat vasokonstriksi dan efek sekresi aldosteron dari
angiotensin II.
Onset aksi: 2-3 jam
Efek puncak: 6-8 jam
Durasi:> 24 jam
Eliminasi paruh waktu (tergantung dosis): 5-9 jam
Waktu ke puncak: 3-4 jam
Ekskresi: Urine (26%)
Clearance: Total tubuh: 0,37 mL / kg / menit; Ginjal: 0,19 mL / kg /
menit
47
d. Efek samping : Takikardia, gugup, gelisah, mual, muntah
e. Farmakologi
Mekanisme Aksi : Menyebabkan bronchodilatation, diuresis, CNS dan
stimulasi jantung, dan sekresi asam lambung dengan memblokir
phosphodiesterase yang meningkatkan konsentrasi jaringan siklik
adenin monofosfat (cAMP) yang pada gilirannya meningkatkan
stimulasi katekolamin lipolisis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis
dan menginduksi pelepasan epinefrin dari sel medula adrenal
Dulcolax/Bisakodil (Lacy, 2010)
a. Indikasi : Pengobatan sembelit; evakuasi kolon sebelum prosedur atau
pemeriksaan
b. Sediaan : tablet 5 mg, suppositoria 10 mg
c. Dosis : Meredakan konstipasi
Oral: 5-15 mg sebagai dosis tunggal (hingga 30 mg bila evakuasi
lengkap dari usus diperlukan)
Rektal: Supositoria: 10 mg sebagai dosis tunggal
Dosis atas: Lansia Rujuk ke dosis dewasa.
Anak-anak
Oral: Anak-anak> 6 tahun: 5-10 mg (0,3 mg / kg) sebelum tidur atau
sebelum sarapan
Rektal(supositoria):
<2 tahun: 5 mg sebagai dosis tunggal
> 2 tahun: 10 mg
d. Efek Samping : Vertigo, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan (asidosis
metabolik atau alkalosis, hipokalsemia)
e. Farmakologi
Mekanisme Aksi : Merangsang gerak peristaltik usus besar setalah
hidrolisis dalam usus besar, dan meningkatkan akumulasi air dan
elektrolit dalam lumen usus besar.
Onset aksi: Oral: 6-10 jam; Rektal: 0,25-1 jam
48
I.V .: 0,02-0,04 mg / kg; ulangi setiap 5 menit sesuai kebutuhan untuk efek
yang diinginkan atau hingga 0,1-0,2 mg / kg
c. Efek samping : Mengantuk, oversedation, sakit kepala, mual, muntah
d. Sediaan
Injeksi, larutan: 1 mg / mL (2 mL, 5 mL, 10 mL); 5 mg / mL (1 mL, 2
mL, 5 mL, 10 mL)
Sirup: 2 mg / mL (118 mL)
e. Farmakologi
Mekanisme Aksi: Berikatan dengan reseptor benzodiazepine
stereospesifik pada neuron GABA postsynaptic di beberapa tempat di
dalam sistem saraf pusat, termasuk sistem limbik, pembentukan
reticular. Peningkatan efek penghambatan GABA pada hasil
rangsangan saraf oleh peningkatan permeabilitas membran neuronal
ke ion klorida. Pergeseran ion klorida ini menghasilkan
hyperpolarization (keadaan yang kurang bersemangat) dan stabilisasi.
Onset aksi: I.M: Sedasi: 15 menit; I.V .: 1-5 menit
Efek puncak: I.M .: 0,5-1 jam
Durasi: I.M .: Hingga 6 jam; Berarti: 2 jam
49
Syr 25 mcg/5 ml (60 ml)
TRIOFUSIN
a. Komposisi:
Per liter TRIOFUSIN 500:
50
Fruktosa 60 g, glukosa 33 g, xylitol 30 g
Per liter TRIOFUSIN 1000:
Fruktosa 120 g, glukosa 66 g, xylitol 60 g
Per liter TRIOFUSIN 1600:
Fruktosa 200 g, glukosa 110 g, xylitol 100 g
b. Indikasi:
Memenuhi kebutuhan energi total dan parsial secara parenteral.
c. Dosis:
Dosis maksimal untuk:
TRIOFUSIN 500 : 50 mL/kgBB/hari
TRIOFUSIN 1000 : 25 mL/kgBB/hari
TRIOFUSIN 1600 : 15 mL/kgBB/hari
d. Kontraindikasi:
Hipersensitif, hiperglikemia, asidosis metabolik.
e. Peringatan dan Perhatian:
Gangguan ginjal dan cek kadar gula darah secara berkala, khususnya
pada pasien diabetes.
f. Efek Samping:
Demam, nyeri pada tempat injeksi, trombosis vena, flebitis,
ekstravasasi, dan hipervolemia.
g. Bentuk Sediaan:
TRIOFUSIN 500/1000/1600 tersedia dalam larutan 500 mL di dalam
botol kaca.
RENXAMIN
a. Komposisi:
Asam amino 9%, chloride, acetate.
Kandungan per liter:
L-Leucine 5,4 g
L-Phenylalanine 2,7 g
L-Methionine 1,5 g
51
L-Lysine acetate 25,6 g
(free-base) (18,15 g)
L-Isoleucine 3,0 g
L-Valine 5,3 g
L-Histidine HCl 6,0 g
(free-base) (14,44 g)
L-Threonine 10,4 g
L-Tryptophan 1,7 g
L-Arginine 10,6 g
Glycine 6,7 g
L-Proline 3,9 g
L-Serine 4,4 g
N-Acetyl-L-Tyrosine 6,9 g
(free-base) (5,6 g)
L-Asparagine 5,7 g
Chloride 28,62 mmol
Acetate 124,13 mmol
Total asam amino bebas : 89,49 g
Asam amino esensial : 48,15 g
Asam amino non-esensial : 41,34 g
Rasio AAE : AANE : 1,2
Nitrogen : 15,2 g
BCAA : 15,3%
Osmolaritas : 860 mOsm/L
b. Bentuk Sediaan:
Larutan infus 200 mL dalam botol kaca.
c. Farmakologi:
Meningkatkan status protein dan nutrisi pada pasien dengan gangguan
ginjal dan dapat digunakan sebagai nutrisi intradialisis (IDPN) dengan
rasio AAE:AANE sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu 6:5.
d. Indikasi:
52
Pasien dengan gagal ginjal akut dan kronik, termasuk untuk IDPN.
e. Dosis:
Gagal ginjal tanpa dialisis : 0,4-0,6 g/kgBB/hari
Gagal ginjal dengan dialisis : 0,8-1,2 g/kgBB/hari
Diberikan dengan cara infus dengan kecepatan infus 30-40 tetes per menit.
f. Kontraindikasi:
Hipersensitif, gangguan hati berat, gangguan metabolisme protein, dan
koma hepatikum.
g. Peringatan dan Perhatian:
Insufisiensi hepar, ibu hamil dan menyusui dan anak.
h. Efek Samping:
Reaksi hipersensitivitas, demam, mual, muntah, peningkatan SGOT SGPT,
kenaikan kadar urea.
RL
a. Komposisi
Natrium Klorida................................................................... 3 g
Natrium 130 mEq/l Klorida 109 mEq/l Kalium 4 mEq/l Laktat 28 mEq/l
Kalsium 2,7 mEq/l
53
c. Kontra Indikasi : Hipernatremia.
TUTOFUSIN OPS
a. Komposisi:
Per liter cairan kristaloid mengandung:
Sorbitol 50 g
NaCl 3,623 g
KCl 1,342 g
CaCl2 0,294 g
MgCl2 0,610 g
Na Acetate 5,171 g
b. Bentuk Sediaan:
Larutan infus 500 mL di dalam flexy bag.
c. Farmakologi:
Memberikan elektrolit lengkap untuk memenuhi keadaan dehidrasi
hipotonis (kehilangan cairan intraseluler).
Sorbitol berperan sebagai nitrogen-sparing melindungi dari pemecahan
protein.
d. Indikasi:
- Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa praoperasi dan
pascaoperasi.
- Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik
dan kehilangan cairan intraselular.
- Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial.
e. Dosis:
30 mL/kgBB/hari.
f. Kontraindikasi:
Gangguan ginjal, intoleransi terhadap fruktosa atau sorbitol,
defisiensi fruktosa-1-6-diphosphatase, keracunan methyl alcohol.
54
g. Peringatan dan Perhatian:
Gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, hiperhidrasi, bukan untuk terapi
syok, retensi cairan dan natrium.
h. Efek Samping:
Demam, nyeri pada tempat injeksi, trombosis vena, flebitis, ekstravasasi,
dan hipervolemia.
DRP
1. DRP ada indikasi tidak ada obat : -
2. DRP tidak ada indikasi ada obat : -
Monitor Closely
Albuterol + Furosemide
55
Albuterol dan Furosemide menurunkan serum kalium.
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
Tanggal 21 Februari
Monitor Closely
56
Kalium Klorida + Furosemid
Albuterol + Furosemide
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
57
Budesonide + Kalsium Karbonat
Tanggal 22 Februari
Monitor Closely
Minor
58
Tanggal 23, 24 Februari
Monitor Closely
Albuterol + Furosemide
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
59
Furosemide + Kalsium Karbonat
Tanggal 25 Februari
Monitor Closely
Budesonide + Midazolam
Midazolam + Fudesonide
60
Kalium Klorida meningkat dan Furosemid menurunkan serum potasium.
Albuterol + Furosemide
Midazolam +Albuterol
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
61
Furosemid menurunkan tingkat Asam Folat dengan meningkatkan klirens
ginjal.
Tanggal 26 Februari
Monitor Closely
Budesonide + Midazolam
Midazolam + Budesonide
62
Kalsium Karbonat + Budesonide
Candesartan + Furosemide
Albuterol + Furosemide
Midazolam + Albuterol
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
63
Furosemide + Asam Folat
Tanggal 27 Februari
Monitor Closely
64
Candesartan + Furosemide
Albuterol + Furosemide
Minor
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
65
Tanggal 28 Februari
Monitor Closely
Candesartan + Furosemide
Albuterol + Furosemide
66
Minor
Budesonide + Amlodipine
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
67
Tanggal 1 Maret
Monitor Closely
Minor
Budesonide + Amlodipine
68
Budesonide akan menurunkan tingkat atau efek Amlodipine dengan
mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 hati / usus.
Tanggal 2 Maret
Monitor Closely
Budesonid + Teofilin
69
Kalsium Klorida menurunkan efek Amlodipine oleh antagonisme
farmakodinamik.
Minor
Budesonide + Amlodipine
70
Budesonide menurunkan kadar Kalsium Klorida dengan meningkatkan
eliminasi.
Tanggal 3, 4 Maret
Monitor Closely
Budesonid + Teofilin
71
Kalsium Klorida mengurangi efek Amlodipine oleh antagonisme
farmakodinamik.
Candesartan + Furosemide
Albuterol + Furosemide
72
Minor
Budesonide + Amlodipine
Azitromisin + Levofloxacin
Albuterol + Furosemide
Budesonid + Furosemid
73
Furosemid menurunkan kadar Asam Folat dengan meningkatkan klirens
ginjal.
Tanggal 5 Maret
Monitoring Closely
Budesonid + Teofilin
74
Kalsium Karbonat menurunkan tingkat azitromisin dengan menghambat
penyerapan GI. Hanya berlaku untuk bentuk oral dari kedua agen. Pisahkan
dengan 2 jam.
75
Minor
Budesonide + Amlodipine
Azitromisin + Levofloxacin
Tanggal 6 Maret
Monitor Closely
76
Kalsium Karbonat + Amlodipine
Minor
77
Budesonide + Amlodipine
Monitor Closely
78
Kalsium Klorida mengurangi efek Amlodipine oleh antagonisme
farmakodinamik.
Candesartan + Furosemide
Albuterol + Furosemide
79
Minor
Budesonide + Amlodipine
Albuterol + Furosemide
Budesonide + Furosemid
80
Budesonide menurunkan kadar Kalsium Karbonat dengan meningkatkan
eliminasi.
Tanggal 14 Maret
Monitor Closely
Candesartan + Furosemide
Minor
81
Furosemide menurunkan kadar Kalsium Karbonat dengan meningkatkan
klirens ginjal.
4. Plan
Penggunaan RL dihentikan. Infus menggunakan NaCl saja.
Pengobatan tetap dilanjutkan dengan pemantauan kadar elektrolit
rutin.
Perlu dilakukan pengecekan tekanan darah setelah HD dan setelah
mendapat obat hipertensi (sehari 2x).
5. KIE
a. Konsumsi air minum jangan berlebihan disesuaikan dengan volume air
kencing. Sebisa mungkin cairan yang keluar tubuh sama dengan cairan
yang masuk tubuh.
b. Mengurangi konsumsi makan dengan kadar garam yang tinggi,
contoh : ikan asin.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein.
d. Rutin menjalani hemodialisa 2 kali seminggu.
e. Jangan melakukan aktivitas yang berat.
f. Istirahat yang cukup.
g. Perlu dilakukan cek tekanan darah secara rutin.
h. Hindari konsumsi makanan tinggi kalium, misalnya buah pisang,
tomat, dan jeruk.
82
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Collaghan, Chris. 2007. At a Glace Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: EMS
Press.
Corwin, E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi III. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
83
Dipiro, T. J dkk.2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach sevent
edition. America : McGraw-Hill.
Dipiro, J.T. 2009. Pharmacotheraphy Handbook 7th edition. USA: Mc Graw Hill
Medical.
Guyton, A. C. dan Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.
Jakarta: EGC.
Jama. 2004. The Eighth Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, Eighth. Paul
A. James , ed., United States of Amerika: NIH Publication.
Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., & Corca, A.L. 2005. Review of
hemodialysis for nurses anf dialysis personal 7th edition. St Louis:
Elsevier Mosby.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L. 2010. Drug
Information Handbook International 20th Ed. USA : Lexi Comp.
Lim, SS., Vos, T., Flaxman, AD., Danaei, G., Shibuya, K., Adair-Rohani, H. (2012) A
comparative risk assessment of burden of disease and injury attributable to 67 risk
factors and risk factor clusters in 21 regions, 1990-2010: a systematic analysis for
the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet. 380 (9859) : 2224–2260
Longmore, M., Ian B.W., Edward H. D., Alexander F., dan Ahmad R. M. 2013.
Buku Saku Kedokteran Klinis. Eighth Edition. Diterjemahkan oleh
Aryandhito W.N., Dian R., Aryana Diani. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
84
Mahreswati, E. 2012. Pharmacotherapy A A Pathophysiologic Approach Sevent
Edition. America : McGraw-Hill.
Manurung, N., Manurung, R., dan Bolon, C. M. T., 2017. Buku Sistem Endokrin.
Yogyakarta: Deepublish
National Kidney Foundation. 2010. High Blood Pressure and Chronic Kidney
Disease. New York : National Kidney Foundation.
Roosmarinto., Rahayu, M., dan Jasati, R. I., 2015. Jurnal Teknologi Laboratorium
Volum 4 No. 2. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
Rendi, M. C dan Margareth T.H. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan
Penyakit Dalam. Edisi 1. Yogjakarta : Nuha Medika.
Singh AK. 2008. Anemia of Chronic Kidney Disease. Clin J Am; vol. 3: 3-6
Sja’bani M. Batu Saluran Kemih In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,K MS, Setiati S,
editors. Buku ajar ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2008
Suwitra K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 1035- 1040
85