Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

Nama : Dhea Lilia Putri Piliang


NIM : 2111144011201
Tingkat : 3/3A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

2023/2024
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Sistem (Gagal Ginjal Kronik)
Ginjal adalah organ didalam tubuh yang berfungsi untuk menyaring kelebihan
cairan dan zat-zat lain dari aliran darah di dalam pembuluh darah (Nugrahaeni, 2020).
Ginjal merupakan salah satu organ penting pada tubuh yang membantu produksi sel-
sel darah merah, melakukan controlling pada tubuh, membantu tulang tetap kuat sera
memproduksi hormon yang berfungsi dalam proses pengaturan pada sistem
metabolisme tubuh. Ginjal mendapat suplai darah arteri yang dikeluarkan oleh aorta
abdominal.
Unit fungsional utama ginjal adalah nefron. Nefron terdiri dari tubulus renalis dan
glomerulus. Tubulus renalis berfungsi sebagai tempat reabsorpsi air dan garam yang
diperlukan tubuh. Glomerulus berfungsi sebagai tempat filtrasi darah berlangsung
yang kemudian diproses menjadi urin. Setiap ginjal mengandung 1 juta nefron.
Nefron terdiri dari 2 macam di dalam ginjal yaitu juksta medular dan kortikal. 85%
merupakan nefron kortikal dan 15% merupakan nefron juksta medular. Nefron ini
diberi nama sesuai dengan letak glomerulin dalam renal parenkim ginjal (Baradero,
2008).
Manusia memiliki sepasang ginjal yang berbentuk seperti biji kacang hijau dan
terletak perut bagian atas rongga di bagian kolom vertebral di bagian belakang
peritoneum. Bagian atas terletak pada permukaan bawah ginjal diafragma yang
tertutup dan terlindungi oleh tulang rusuk bawah. Fibia ginjal membantu menahan
ginjal yang tertanam dalam jaringan adiposa dengan bertindak sebagai bantalan dan
ditutup oleh membrane jaringan fibrosa. Setiap ginjal memiliki lekukan hilus pada
sisi medialnya (Chew,2007).
2. Definisi Penyakit
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
(Aisara, Azmi, & Yanni, 2018).

1
3. Etiologi
Penyakit ginjal kronik dapat disebabkan oleh:
a.Diabetes mellitus
b.Hipertensi
c.Glomerulonefritis kronis
d.Nefritis intersisial kronis
e.Penyakit ginjal polikistik
f.Obstruksi
g.Infeksi saluran kemih
h.Obesitas
i.Tidak diketahui (INFODATIN, 2017).
4. Patofisiologi

Gambar 1. Skema patofisiologi GGK (Dipiro ed 9, 2015 and K-Dogi, 2012)

Pada penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) akan mengalami penurunan fungsi
ginjal atau penuruna masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi
struktur dan fungsi darinefron. Hipertrofi ini diperantarai oleh molekul sitokin, dan
growth factor sehigga akanmeningkatkan produsi renin, angiotensin, dan aldosterone.
2
Hal ini mengakibatkan terjadinyahiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Prosesadaptasi ini berlangsung singkat dan
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yangmasih tersisa. Proses ini
menyebabkan penurunan fungsi nefron yang progresif. Beberapa halyang juga
berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
dan hiperglikemia.
5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara
fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronik:
a.Gangguan pada sistem gastrointestinal:
1)Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam usus.
2)Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
3)Cegukan (hiccup)
4)Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
b.Kulit:
1)Kulit berwarna pucat akibat anemia.
2)Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
3)Ekimosis akibat gangguan hematologis
4)Urea frost akibat kristalisasi urea
5)Bekas-bekas garukan karena gatal
c.Sistem Hematologi:
1)Anemia
2)Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
3)Gangguan fungsi leukosit
d.Sistem Saraf dan Otot:
1)Restles leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu
digerakkan.

3
2)Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak
kaki.
3)Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor, asteriksis,
kejang.
4)Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal
e.Sistem kardiovaskuler:
1)Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam.
2)Nyeri dada dan sesak nafas
3)Gangguan irama jantung
4)Edema akibat penimbunan cairan
f.Sistem endokrin:
1)Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
2)Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
3)Gangguan metabolisme lemak.
4)Gangguan metabolisme vitamin D.
g.Gangguan sistem lain:
1)Tulang: osteodistrofi renal
2)Asidosis metabolik. (Hutagaol, 2017).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a.Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik,
menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik,
menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam
menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji.
Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus
(LFG).
b.Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis
(misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia).

4
c.Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses
sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan
yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.
d.Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain
e.Pemeriksaan Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
f.Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. (Hutagaol, 2017).
7. Penatalaksanaan Medis
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan pengembalian,
maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronik adalah untuk
mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara
maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang
kompleks, gagal ginjal kronik membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius,
sehingga akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien.
(Hutagaol, 2017)
a.Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit.

5
1)Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2)Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
3)Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
4)Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b.Terapi simptomatik
1)Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2)Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-
hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3)Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

6
4)Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5)Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6)Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7)Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c.Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1)Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal.

7
2)Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3)Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a)Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
b)Kualitas hidup normal kembali
c)Masa hidup (survival rate) lebih lama
d)Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
(Haryanti & Nisa, 2015).
8. Komplikasi
Gagal ginjal kronis memengaruhi hampir semua bagian dari tubuh manusia.
Komplikasi utama meliputi:
a.Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
b.Anemia
c.Penyakit kardiovaskular
d.Penyakit dan patah tulang (SMARTPATIENT, 2016)

8
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.Identitas klien
b.Identitas penanggung jawab
c.Riwayat kesehatan masa lalu
1)Penyakit yang pernah diderita
2)Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda
3) Pembedahan
d.Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah
e.Pemeriksaan fisik
1)Umum: Status kesehatan secara umum
2)Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3)Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
a)Inspeksi
(1)Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang
menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor
merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
(2)Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
(3)Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau
pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
(4)Meatus urimary
Laki-laki : posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung
tangan untuk membuka meatus urinary.
Wanita : posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung
tangan.

9
b)Palpasi
(1)Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi
ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu
karena akan merusak jaringan.
(a)Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
(b)Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka.
Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila
kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika
terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik
ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal
ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
(c)Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan
kiri mendorong ke atas.
(d)Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
(2)Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi
urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung
kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
c)Perkusi
(1)Ginjal
(a)Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
(b)Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA),
lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan
tangan dominan.
(c)Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada
perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.

10
(2)Kandung kemih
(a)Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilikus.
(b)Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
d)Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
2. Analisa Data
No. Data (DS dan DO) Etiologi Masalah
1. DS: pasien mengatakan kedua Gangguan Hipervolemia
kakinya bengkak dan perutnya terasa mekanisme regulasi
kembung
DO: Kedua kaki pasien tampak
edema
Bising usus 16x/mnt.
2. DS: pasien mengatakan merasakan Gangguan fungsi Nyeri kronis
nyeri dibagian kakinya yang bengkak metabolik
dan dibagian daerah perutnya
DO: pasien tampak meringis dan
gelisah, dan skala nyeri 7 .

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
a. Kelebihan volume cairan (Hipervolemia)
b. Nyeri kronis

11
4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Keperawatan
Hipervolemia (Kelebihan Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam Manajemen Hipervolemia
volume cairan) diharapkan keseimbangan cariran ekspektasinya Observasi
meningkat dengan kriteria hasil : 1.1 Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(mis.edema)
Indikator 1 2 3 4 5 1.2 Monitor status hemodinamik (mis.frekuensi
Asupan cairan √ jantung dan tekanan darah)
Haluaran urin √ 1.3 Monitor intake dan output cairan
Asupan makanan √ 1.4 Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi,
Ket : hipovolemia)
1 : Menurun 4 : Cukup meningkat Terapeutik
2 : Cukup 5 : meningkat 2.1 Batasi asupan cairan dan garam
menurun Edukasi
3 : Sedang 3.1 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
ml/kg/jam dalam 6jam
Indikator 1 2 3 4 5 3.2 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
Edema √ dalam sehari
Asites √ Kolaborasi
Ket : 4.1 Anjurkan pemberian diuretik
1 : meningkat 4 : Cukup menurun
2 : Cukup 5 : menurun
meningkat
3 : Sedang

Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan darah √
Denyut nadi radial √
Tekanan arteri rata-rata √
Membran mukosa √
Mata cekung √
Turgor kulit √
Berat badan √
Ket:

12
1 : Memburuk 4 : Cukup membaik
2 : Cukup 5 : Membaik
memburuk
3 : Sedang

Nyeri kronis Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam Manajemen Nyeri
diharapkan tingkat nyeri ekspektasinya menurun Observasi
dengan kriteria hasil : 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Indikator 1 2 3 4 5 1.2 Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri √ 1.3 Identifikasi respons nyeri non verbal
Meringis √ 1.4 Identifikasi faktor yang memperberat dan
Sikap protektif √ memperingan nyeri
Gelisah √ 1.5 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Kesulitan tidur √ Terapeutik
Ket: 2.1Berikan teknik nobfarmakologis untuk
1 : Meningkat 4 : Cukup menurun mengurangi rasa nyeri (mis.kompres
2 : Cukup 5 : Menurun hangat/dingin)
meningkat 2.2 Fasilitasi istirahat dan tidur
3 : Sedang Edukasi
3.1 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Indikator 1 2 3 4 5 3.2 Jelaskan strategi meredakan nyeri
Frekuensi nadi √ 3.3Ajarkan teknik non farmakologis untuk
Tekanan darah √ mengurangi rasa nyeri
Fungsi berkemih √ Kolaborasi
4.1 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Nafsu makan √
Pola tidur √
Ket:
1 : Memburuk 4 : Cukup membaik
2 : Cukup 5 : Membaik
memburuk
3 : Sedang

13
5. Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Hari/tgl/jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Hipervolemia Senin,22/4/24 S: Pasien mengatakan memahami yang sudah
(Kelebihan volume 08.00 1.Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia dijelaskan perawat
cairan) DO: terdapat edema di kedua kaki pasien O:
2. Memonitor status hemodinamik Indikator 1 2 3 4 5
DO: TD 130/70 mmHg dan FR 98x/mnt Asupan cairan √
08.05 3. Memonitor intake dan output cairan Haluaran urin √
DO: intake 1650 cc dan output 850 cc Asupan makanan √
08.10 4. Menganjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 ml/kg/jam dalam 6jam Indikator 1 2 3 4 5
DO: pasien memahami arahan perawat Edema √
08.15 5. Membatasi asupan cairan dan garam Asites √
DO: perawat menganjurkan pasien
membatasi asupan cairan dan kurangi Indikator 1 2 3 4 5
konsumsi garam Tekanan darah √
Denyut nadi radial √
Tekanan arteri rata-rata √
Membran mukosa √
Mata cekung √
Turgor kulit √
Berat badan √
A: Tujuan beberapa tercapai
P: Intervensi dilanjutkan (1.1, 1.2, 1.3,
3.1,dan 4.1).
Nyeri kronis Senin,22/4/24 S: Pasien mengatakan nyeri berkurang dan
16.00 1.Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, akan melakukan apa yang sudah diajarkan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. perawat
DS: pasien mengatakan nyeri dikaki kanan O:
kiri apabila digerakkan Indikator 1 2 3 4 5
16.05 2. Mengidentifikasi skala nyeri Keluhan nyeri √
DS: pasien mengatakan skala nyeri 7 Meringis √

14
16.10 3. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal Sikap protektif √
DO: pasien tampak meringis Gelisah √
16.15 4. Memonitor efek samping penggunaan Kesulitan tidur √
analgetik
DS: pasien mengatakan nyeri berkurang saat Indikator 1 2 3 4 5
setelah diberikan obat santagesik intravena Frekuensi nadi √
16.20 5. Mengajarkan teknik non farmakologis Tekanan darah √
untuk mengurangi rasa nyeri Fungsi berkemih √
DO: perawat mengajarkan teknik nafas Nafsu makan √
dalam dan kompres hangat/dingin Pola tidur √
16.25 6. Melakukan pemberian analgetik, jika A: Tujuan beberapa tercapai
perlu P: Intervensi dilanjutkan (1.1, 1.2, 1.3, 1.4,
DO: pemberiaan santagesik secara intravena 1.5, 2.1, dan 4.1).

15
C. DAFTAR PUSTAKA

Aisara, S., Azmi, S., & Yanni, M. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 42-50.

Haryanti, I. A., & Nisa, K. (2015). Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti
Ginjal sebagai Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik . Majority, 4:7 (49-54).

Herdman, T. H. (2015). Nanda Internasional Inc. diagnosis keperawatan: definisi


& klasifikasi 2015 2017. Jakarta: EGC.

Hutagaol, E. V. (2017). peningkatan kualitas hidup pada penderita gagal ginjal


kronik yang menjalani terapi hemodialisa melalui psychological intervention di
unit hemodialisa rs royal prima medan tahun 2016. Jurnal Jumantik, 2 : 42-59.

INFODATIN. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta Selatan: Pusat Data
dan informasi .

SMARTPATIENT. (2016). Gagal Ginjal Kronis . CRF / Indonesian : Hospital Authority.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, M. S., & Setiati, S. (2015). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan: diagnosa NANDA-I, intervensi


NIC, hasil NOC. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai