Anda di halaman 1dari 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

tubuh. Fungsi tersebut adalah mengatur keseimbangan asam basa serta eksresi

bahan buangan kelebihan garam, mengatur konsentrasi garam dalam darah,

mengatur kalsium pada tulang, membersihkan darah dan berbagai zat hasil

metabolisme serta racun didalam tubuh, mempertahankan volume dan tekanan

darah, mengatur produksi sel darah merah dan mengatur hormon erytopenin,

renin, angiotensin dan vitamin D. Mengingat fungsi ginjal yang sangat penting

maka keadaan yang dapat menimbulkan gangguan ginjal bisa menyebabkan

kematian (Susatyo, 2015).

Menurut Syamsir dalam Rostanti (2016), gagal ginjal merupakan

penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kekambuhan) atau kronis

(menahun). Gagal ginjal akut bila penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba, tetapi

kemudian dapat kembali normal setelah penyebabnya segera dapat diatasi. Gagal

ginjal kronik gejala yang muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan

gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut sering dirasakan,

tahu-tahu sudah pada tahap parah dan sulit diobati. Gejala gagal ginjal kronik atau

penyakit tahap akhir adalah penyimpangan progresif, ginjal tidak dapat pulih

dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik,

cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremi. Penyakit

ginjal kronik merupakan penyakit progresif dan irreversible yaitu kemampuan

1
2

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit yang berakibat fatal menyebabkan uremia (Padali dalam Rostanti, 2016).

Menurut data WHO (World Health Organization) menunjukkan secara

global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik

(Ratnawati dalam Rostanti, 2016). Prevalensi populasi gagal ginjal kronik di

Amerika Serikat atau di negara industri pada stadium 4 atau 5 sebesar 0,4%.

Variasi insiden dan prevalansi gagal ginjal kronik pada stadium 5 yang diberikan

terapi sangat tinggi terutama dinegara industri. Prevalansi gagal ginjal kronis

berdasarkan diagnosa dokter sebesar 0,2 % di Indonesia, sedangkan menurut data

Yayasan Peduli Ginjal (Yadugi) tahun 2008 di Indonesia terdapat 40.000

penderita gagal ginjal kronik dan terjadi peningkatan pada tahun 2010 sebesar

70.000 penderita gagal ginjal atau sebanyak 6,2 % atau 104.000 orang dari

populasi penduduk Indonesia (Susatyo, 2015).

Prevalensi jumlah pasien baru di Indonesia terus meningkat dari tahun

ketahun, tetapi pasien yang kemudian masih aktif pada akhir tahunnya tidak

bertambah sejalan pertambahan pasien baru. Perbandingan angka kejadian pasien

yang menjalani terapi hemodialisa mencapai 15.128 pasien untuk pasien baru dan

9.396 pasien untuk pasien akif pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014

pasien yang menjalani terapi hemodialisa mencapai 17.193 pasien untuk pasien

baru dan 11.689 pasien aktif. Provinsi Sumatera Selatan sendiri, prevalensi pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa 1.287 pasien untuk pasien baru

dan 715 pasien untuk pasien aktif (Indonesia Renal Registry RRI dalam Eka

2017).
3

Berdasarkan data dari Rekam Medik Rumah Sakit Pusri Palembang (2017),

angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

mengalami peningkatan tiap tahunnya yaitu pada tahun 2015 sebanyak 628

pasien, pada tahun 2016 sebanyak 676 pasien, dan tercatat tahun 2017 pada

bulan Januari sampai Oktober sebanyak 781 pasien, pada bulan November

sebanyak 67 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

Peningkatan penderita gagal ginjal kronik tersebut memerlukan berbagai

penanganan medis diantaranya hemodialisa, dialisis peritonial atau hemofiltrasi,

pembatasan cairan dan obat untuk mencegah komplikasi serius, lamanya

penangan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan ginjal. Salah satu

tindakan medis pada penderita gagal ginjal kronik yatu dialisis dengan

hemodialisa (Susatyo, 2015).

Dialisis dilakukan pada gagal ginjal untuk mengeluarkan zat-zat toksik dan

limbah tubuh yang dalam keadaan normal dieksresikan oleh ginjal yang sehat.

Tujuan dialisis adalah untuk membantu mempertahankan kehidupan dan

kenyamanan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Prinsip dasarnya sama

yaitu disfusi solid dan air dari plasma kelarutan, dialisis sebagai respon terhadap

perbedaan konsentrasi tertentu, yaitu dari bagian konsentrasi paling tinggi ke

konsentrasi yang paling rendah. Dalam hal ini terdapat dua teknik yang digunakan

yaitu dialisis peritonial dan hemodialisa (Nursalam, 2009).

Hemodialisa merupakan proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan

sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (Beberapa hari hingga

minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang memerlukan
4

terapi jangka panjang atau bisa disebut dengan terapi seumur hidup. Tujuan

hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam

darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto, 2013).

Cairan yang berlebihan pada pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialisa, didalam tubuh dapat menyebabkan hipertensi, hipertropi ventrikel

kiri, dan edema paru, maka pembatasan cairan harus diawasi dengan seksama

karena rasa haus bukan lagi petunjuk yang dapat dipakai untuk mengetahui hidrasi

tubuh. Asupan yang terlalu bebas dapat mengakibatkan beban sirkulasi menjadi

berlebihan, edema, intoksikasi air sedangkan asupan yang terlalu sedikit akan

mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal. Selain itu diet

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penatalaksanaan pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Penatalaksanaan pasien dengan

gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya kepatuhan

pengaturan diet (Almatsier, 2004).

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau

pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan pada pasien gagal ginjal

kronik berarti pasien harus meluangkan waktu dalam menjalani pengobatan yang

dibutuhkan seperti dalam pengaturan diet dan pembatasan cairan (Potter & Ferry

dalam Magdalena, 2014).

Beberapa sumber diet yang dianjurkan harus disesuaikan dengan syarat diet

penderita gagal ginjal dengan dialisis. Diet pada dialisis bergantung pada

frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal, dan ukuran badan pasien, diet untuk pasien

dengan dialisis biasanya harus direncanakan perorangan agar dipatuhi dan


5

diterapkan selama pengobatan seperti protein tinggi untuk mempertahankan

keseimbangan nitrogen pengganti asam amino yang hilang selama dialisis,

karbohidrat cukup yaitu 55-75% dari kebutuhan energi total, energi cukup yaitu

35 kkal/kg BB ideal/hari, Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang

keluar /24 jam, kalsium tinggi, penggunaan fosfor dibatasi, serta cairan dibatasi

(Almatsier, 2004).

Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika

mereka mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering

seperti deuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan klien berusaha untuk

minum. Hal ini dikarenakan dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan

lebih lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan. (Potter and Ferry

dalam Permani, 2013).

Cairan yang diminum pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa harus diawasi dengan seksama karena rasa haus bukan lagi petunjuk

yang dapat dipakai untuk mengetahui hidrasi tubuh. Pembatasan cairan pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa ini sangat mendasari untuk

mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup pasien, oleh sebab itu agar

tidak terjadi penumpukan cairan maka jumlah cairan yang boleh dikonsumsi

dalam setiap hari yaitu 500ml cairan ditambah jumlah urine /24 jam (Suhardjono,

2009).

Adanya pembatasan cairan ini menyebabkan pasien dengan gagal ginjal

menjadi stress dan cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwanya.
6

Dalam keadaan seperti ini dukungan keluarga sangat dibutuhkan bagi pasien gagal

ginjal kronik (Price dalam Permani, 2013).

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam

menjalani kehidupan sehari-hari termasuk kepuasan terhadap status kesehatannya

terutama status kesehatan anggota keluarga yang menderita gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa. Dukungan keluarga adalah upaya yang diberikan

kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut

dalam melaksanakan kegiatan. Bentuk dukungan yang bisa dilakukan diantaranya

dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan

informasi (Friedman, 2010).

Peran dan fungsi keluarga merupakan hal penting yang harus dijalankan

oleh setiap anggotanya. Jika salah satu anggota keluarga terkendala atau tidak taat,

organisasi keluarga akan terhambat, hal ini berakibat buruk atau tertundanya

tujuan yang sudah direncanakan (Bahri, 2017).

Rina dalam Desitasari (2013) melakukan penelitian dengan judul pengaruh

dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru menyimpulkan bahwa

ada pengaruh yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan berpola liner positif sempurna artinya semakin tinggi tingkat

dukungan keluarga semakin rendah tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Permani (2013), tentang pengaruh

konseling pembatasan cairan oral terhadap kecemasan pasien yang menjalani

hemodialisa di rawat inap RMC Rumah Sakit Telogorejo Semarang menyatakan


7

bahwa perilaku yang dialami para responden adalah tidak mematuhi diet dan

pembatasan cairan yang seharusnya dilakukan dikarenakan pasien yang menjalani

hemodialisa kemungkinan mengalami keputusasaan, sehingga mereka cenderung

tidak mematuhi pembatasan cairan dan terapi lainnya yang diberikan, maka

komplikasi mungkin saja terjadi dan kecemasan semakin meningkat.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Desitasari, dkk (2013) mengenai

hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan

diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien

gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa dengan hasil uji Chi Square di

perolah nilai p value 0,235 > p value 0,05. Hal ini dijelaskan oleh peneliti bahwa

keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat merpengaruhi ketidakpatuhan,

keluarga dapat membantu menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan

keluarga seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk memcapai

kepatuhan.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet dan pembatasan cairan

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Pusri

Palembang Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet dan

pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

Rumah Sakit Pusri Palembang Tahun 2018.


8

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet

dan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

Rumah Sakit Pusri Palembang Tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar

pengembangan teori terkait dengan dukungan keluarga, kepatuhan diet dan

pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, serta

dapat memberikan gambaran dan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang

penerapan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet dan pembatasan cairan

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat mengetahui secara rinci tentang masalah kesehatan yang

terjadi saat ini khususnya pengaruh dukungan keluarga, kepatuhan diet dan

pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

sehingga dapat menurunkan angka kematian pada kasus pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemodialisa

2.1.1 Definisi Hemodialisa

Hemodialisa merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan

menggunakan selaput membran semipermiabel (dialiser), yang berfungsi seperti

nefron sehingga dapat mengeluarkan produsi metabolisme dan mengkoreksi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Septiwi

dalam Eka 2017)

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang

memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah

untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan

mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto, 2013).

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi,

osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan

melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi

tinggi kecairan dialisis dengan konsentrasi yang lebih rendah (Nursalam, 2009).

Cairan dialisa tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan

konsentrasi eksrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh

melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan

gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih

9
10

tinggi (tubuh pasien) ke tekanana yang lebih rendah (cairan dialisa). Gradien ini

dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai

ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai

kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air

(Suharyanto, 2013).

2.1.2 Komponen Hemodialisa

Menurut Nursalam (2009), komponen dalam tindakan hemodialisa antara lain:

a. Akses untuk sirkulasi pasien

b. Mesin dialisis dan dialiser dengan membran semipermiabel

c. Persiapan dialisate bath

d. Lakukan selama 4 jam tiga kali seminggu

e. Lakukan di pusat dialisis atau di rumah (jika memungkinkan)

2.1.3 Penatalaksanaan Hemodialisa

Pada pasien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisa dapat menurunkan

risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam

sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisa tidak menyembuhkan atau mengembalikan

fungsi ginjal secara permanen. Pasien gagal ginjal kronik biasanya harus

menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapatkan ginjal baru

melalui transplantasi ginjal. Penatalaksanaan hemodialisa menurut Muttaqin &

Sari dalam Damaiyanti (2016), adalah sebagai berikut:


11

a. Pertimbangan medikasi

Apabila seorang pasien menajalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya

harus di evaluasi dengan cermat. Terapi antihhipertensi yang sering merupakan

bagian dari susunan terapi dialisis. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi

diminum pada hari yang sama saat menjalani hemodialisa, efek hipotensi dapat

terjadi selama proses hemodialisa dan dapat menyebabkan tekanan darah rendah

yang berbahaya.

b. Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa

mengingat adanya uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengekspresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan

menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala

uremi tersebut akan mengganggu setiap sistem tubuh.

Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dengan

demikian meminimalkan gejala. Dengan menggunakan hemodialisis yang efektif,

asupan makanan pasien akan diperbaiki meskipun biasanya memerlukan

penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.

Berkaitan dengan pembatasan asupan protein, maka protein dari makanan harus

memiliki nilai biologis tinggi tersusun dari asam amino esensial untuk mencegah

penggunaan protein yang buruk serta mempertahan keseimbangan nitrogen yang

positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, ikan

dan susu (Damaiyanti, 2016).


12

Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan

pasien sebagai gangguan serta tidak disukai lagi oleh penderita gagal ginjal

kronis, karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi,

pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama-sama orang lain karena

hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan

cairan ini diabaikan, dapat menyebabkan hiperkalemia dan edema paru. Jika

seorang perawat mempunyai pasien dengan keluhan atau komplikasi akibat

pelanggaran diet, tindakan untuk tidak memarahi dan menyalahkan pasien

merupakan hal yang sangat penting terutama pada pasien gagal ginjal kronik

(Damaiyanti, 2016).

2.2 Konsep Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Definisi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan fungsi renal secara progresif dan

irreversible yaitu kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat fatal menyebabkan uremia

(Nursalam, 2009).

Penyakit gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan normal.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua kategori yaitu gagal ginjal kronik dan gagal ginjal

akut (Price & Welson, 2006).

Gagal ginjal kronik adalah sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal
13

ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Suyono dalam

Margareth, 2016).

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah

metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya di

eliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal

dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta

asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir

yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Suharyanto &

Madjid, 2013).

2.2.2 Etiologi

Menurut Naga dalam Damaiyanti (2016), gagal ginjal kronik merupakan

keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

berbagai penyebab, jangka waktu stadium akhir penyakit ginjal tersebut dapat

berkisar antara 2-3 bulan hingga 30-40 tahun.

Penyakit gagal ginjal muncul tidak hanya disebabkan oleh satu sebab saja,

melainkan berbagai macam hal. Banyak penyakit ginjal yang mekanisme

patologinya bermacam-macam, tetapi pada hakikatnya sama-sama disebabkan

destruktif nefron yang progresif. Berikut penyebab timbulnya gagal ginjal kronik

yang serius (Naga dalam Damaiyanti, 2016), yaitu:

a. Penyakit ginjal konstruktif yang disebabkan akibat pembesaran prostat, batu

saluran kencing, katup posterior uretra dan refluks ureterik.

b. Penyakit parenkim ginjal terbagi menjadi dua yaitu gagal ginjal primer seperti

pielonefritis, glomerulusnefritis, tuberkulosis ginjal, ginjal polikistik, dan


14

gagal ginjal sekunder seperti amilodosis ginjal, nefropati hipertensi, nifritis

lupus, nefropatik diabetik, nefropatik analgesik.

2.2.3 Stadium

Menurut Suharyanto (2013), berdasarkan perjalanan umum gagal ginjal

dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:

a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal

Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita

asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes

pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.

b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal

Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR

besarnya 25% dari normal, kadar BUN dan kreatinin serum mulai

meningkatkan dari normal, dan gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di

malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan)

mulai timbul.

c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia

Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar

200.000 nefron saja yang masih utuh, nilai GFR hanya 10% dari keadaan

normal, kreatinin serum BUN akan meningkat dengan tinggi, dan gejala-

gejala yang timbul karena ginjal tidak mampu lagi mempertahankan

haemostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu: oliguri karena kegagalan

glomerulus, sindrom uremik.


15

Menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (KIDOQI) dalam

Damaiyanti (2016), gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan

tahapan penyakit dari waktu ke waktu sebagai berikut:

Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)

Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)

Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)

Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)

Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR < 15 ml/min/1,73 m2).

2.2.4 Patofisiologi

Menurut Syamsudin dalam Eka (2017), patofisiologi gagal ginjal kronik

melibatkan mekanisme pemicu yang bersifat khas untuk etiologi dasar serta

serangkaian mekanisme progresif yang merupakan konsekuensi lazim setelah

penurunan massa renal dalam jangka panjang, apapun etiologinya. Penurunan

massa renal menyebabkan hipertrofi nefron yang masih bertahan secara

strukturan dan fungsional.

Hipertrofi pengimbangan ini dimediasi oleh molekul-molekul vasoaktif,

sitokin, dan faktor-faktor pertumbuhan. Hipertrofi ini awalnya terjadi karena

hipertiltrasi adaptif, dan kemudian dimediasi oleh peningkatan tekanan dan aliran

kapiler glomerulus.pada akhirnya adaptasi jangka pendek ini terbukti maladaptif

karena memicu terjadinya sklerosis populsi nefron yang masih tersisa. Jalur akhir

yang bisa digunakan utuk atrisi fungsi residual nefron bisa bertahan meskipun

proses penyakit dasar sudah tidak ada lagi. Peningkatan aktifitas aksis renin-

angiotensin didalam ginjal dapat mempengaruhi hiperfiltrasi adaptif awal dan


16

hipertrofi maladaptif berikutnya, serta sklerosis. Aktifitas aksis renin-angiotensin

jangka panjang ini dimediasi melalui faktor-faktor pertumbuhan hilir seperti

faktor pertumbuhan transformasi. Variasi antar individu dalam resiko dan

kecepatan perkembangan CRD bisa dijelaskan melalui variasi komponen

penanda gen yang terlibat dalam fibrosis dan sklerosis tubulointerstitial dan

gromelular (Syamsudin dalam Eka 2017).

2.2.5 Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut Nursalam (2009),

yaitu:

a. Gastrointestinal, seperti ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.

b. Kardiovaskuler, seperti ho[ertensi, perubhan elektro kardiografi (EKG),

perikarditis, efusi perikardium, dan temponade perikardium.

c. Respirasi, seperti edema paru, efusi pleura, dan pleuritis.

d. Neuromuskular, seperti lemah, gangguan tidur, sakit kepla, letargi, gangguan

muskular, neuropati perifer, bingung dan koma.

e. Metabolik / endokrin seperti inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon

seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan amnenorhoe pada wanita.

f. Cairan-elektrolit seperti gangguan asam basa menyebabkan kehilangan

sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia,

dan hipokalsemia.

g. Dermatologi seperti pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosi, dan uremia

frostat.

h. Abnormal skeletal seperti osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.


17

i. Hematologi seperti anemia, defek kualitas flatelat, dan perdarahan meningkat,

dan

j. Fungsi psikologi seperti perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan

proses kognitif.

2.2.6 Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik

Menurut Syamsudin dalam Eka (2017), identifikasi pasien yang beresiko

mengalami gagal ginjal kronik berdasarkan riwayat medis dan bedah terarah,

termasuk komorbiditas yaitu diabetes, penyakit vaskular kardiovaskular, dan

faktor makanan, sosial, demografi dan faktor budaya, tinjauan terhadap gejala

dan pemeriksaan fisik. Populasi yang beresiko tinggi adalah subjek dengan:

a. Diabetes.

b. Hipertensi dengan atau tanpa penyakit kardiovaskular.

c. Riwayat penyakit ginjal dalam kelurga.

d. Kelompok etnis khusus dengan resiko tinggi penduduk pulau pasifik dan

keturunan afrika asia.

e. Usia diatas 60 tahun dengan resiko gangguan fungsi ginjal yang tinggi,

namun bukti yang ada belum memadai untuk merekomendasikan skrining

hanya berdasarkan usia.

2.2.7 Terapi Pada Pasien Gagal Ginjal

Menurunnya fungsi ginjal dan semakin buruknya gejala uremia pada gagal

ginjal kronik tahap akhir mengharuskan diberikannya pengobatan pada penderita.

Wilson dalam Damaiyanti (2016), menyatakan bahwa pengobatan gagal ginjal


18

kronik dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahapan pertama tindakan konservatif

yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif fungsi

ginjal dan tahapan kedua tindakan untuk mempertahankan kehidupan dengan

dialisis dan transplantasi ginjal.

Pada dasarnya prinsip-prinsip penatalaksanaan konservatif didasarkan pada

batas eksresi yang dapat dicapai ginjal yang terganggu. Tindakan konservatif

berupa pengaturan diet, pembatasan cairan, konsumsi obat-obatan (Potter & Ferry

dalam Damaiyanti 2016).

Menurut Suharyanto (2013), ada dua metode dialisis yang dapat

dilaksanakan pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:

1. Dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisa pada penanganan gagal

ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Perbedaan dialisis peritoneal dan hemodialisa

adalah dialisis peritoneal menggunakan peritoneal sebagai membran semi

permiabel. Dialisis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 liter cairan

dialisis kedalam abdomen melalui kateter

2. Hemodialisa

Merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik

dengan mengeluarkan darah dari dalam tubuh kemudian beredar dalam sebuah

mesin diluar tubuh yang disebut dialiser. Tujuan hemodialisa adalah untuk

mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air

yang berlebihan, sehingga pada pasien gagal ginjal diharapkan patuh dalam

pengaturan diet dan pematasan cairan (Suharyanto, 2013).


19

2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Definisi Kepatuhan

Menurut WHO (World Health Organization) (2003), mendefinisikan

kepatuhan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,

mengikuti diet dan atau melaksanakan gayah hidup sesuai dengan rekomendasi

pemberi pelayanan kesehatan.

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau

pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan pada pasien gagal ginjal

kronik berarti pasien harus meluangkan waktu dalam menjalani pengobatan yang

dibutuhkan seperti dalam pengaturan diet dan pembatasan cairan (Potter & Ferry

dalam Magdalena 2014).

Kepatuhan diet adalah ketaatan pasien terhadap pengaturan pola makan dan

minum yang diatur untuk menjaga asupan makanan agar tidak terjadi penaikan

berat badan (Amirta dalam Biadika, 2017).

2.3.2 Perilaku Kepatuhan Menurut Teori Green

Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bertuk respon atau reaksi

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan

respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Dalam

Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga

faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat.


20

2.3.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Teori Green dalam Notoadmodjo (2007), mengemukakan bahwa ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien menjadi

taat/tidak taat terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh

faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu:

2.3.3.1 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi merupakan fakor utama yang ada didalam individu yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

dan sikap.

2.3.3.2 Faktor pendukung

Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti:

a. Pendidikan

b. Akomodasi

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

d. Perubahan model terapi

e. Meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien

2.3.3.3 Faktor pendorong

Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan

atau petugas yang lain.

Menurut Brunner & Suddrth dalam Eka (2017) faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :

a. Faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial,

ekonomi dn pendidikan.
21

b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala seperti akibat

terapi dan hilangnya akibat terapi

c. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,

penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau

budaya dan biaya financial.

2.3.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut badan POM RI dalam (2017) terdapat beberapa strategi untuk

meningkatkan kepatuhan :

2.3.4.1 Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan

kepatuhan, contoh komunikasi, memegang peranan penting karena komunikasi

yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/perawat dapat

menanamkan ketaatan bagi pasien.

2.3.4.2 Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan keluarga. Para profesional

kesehatan yang meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan

kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

2.3.4.3 Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai

penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Secara umum, hal-hal yang

perlu dipahami dalam meningkatkan tingkat kepatuhan adalah :

1) Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan.


22

2) Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak

tercapainya tujuan terapi dan meningkatkannya biaya pelayanan kesehatan.

3) Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan penggunaan

obat.

4) Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam mencapai

efektifitas suatu sistem kesehatan.

5) Jika dapat memperbaiki kepatuhan merupakan intervensi terbaik dalam

penanganan secara efektif suatu penyakit kronis.

6) Sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi

berbagai tantangan kerja

7) Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan masalah

ketidakpatuhan (Badan POM RI dalam Eka, 2017).

2.3.5 Klasifikasi Kepatuhan

Menurut Syakira dalam Biadika (2017), kepatuhan dapat diklasifikasikan menjadi

2 yaitu:

1) Patuh

Seseorang dapat dikatakan patuh apabila melaksanakan tindakan sesuai

dengan ketentuan

2) Tidak patuh

Seseorang dapat dikatakan tidak patuh apabila melaksanakan tindakan tidak

sesuai dengan ketentuan


23

2.3.6 Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Dengan Dialisis

Diet adalah pengaturan pola makan yang sesuai dengan tujuan seseorang

melakukan pengaturan makan tersebut. Bila pengaturan pola makan tersebut

bertujuan untuk menurunkan berat badan maka total asupan makanan diatur lebih

kecil dari yang dibutuhkan sehingga terjadi penurunan berat badan (Amirta dalam

Biadika, 2017).

Dialisis dilakukan terhadap pasien dengan penurunan fungsi ginjl berat,

yang tidak mampu mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memproduksi hormon-

hormon. Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme

menimbulkan gelaja uremia. Dialisis dilakukan bila hasil tes kliren kreatinin < 15.

Dialisis dapat dilakukan dengan cara hemodialisa. Anjurkan diet didasarkan pada

frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal, dan ukuran tubuh. Karena nafsu makan

pasien umumnya rendah, perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam

batas-batas diet yang ditetapkan.

Berikut ini merupakan tujuan diet pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa menurut Almatsier (2004), yaitu:

1. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi,

agar pasien dapat melakukan aktivitas normal

2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

3. Menjaga agar akumulasi produksi sisa metabolisme tidak berlebihan


24

Syarat diet yang harus dilakukan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa menurut Almatsier (2004), yaitu :

1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kgBB ideal/hari pada pasien Hemodialisis

maupun pada pasien CAPD (Continnous Ambulatory Peritoneal Dyalisis).

2. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti

asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB ideal/hari pada

pasien hemodialisa, dan 1,3 g/kg BB ideal/ hari pada CAPD. 50% protein

hendaaknya bernilai biologi tinggi.

3. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energi total.

4. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energi total.

5. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar /24jam, yaitu:

a. 1 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap

½ liter urin (HD),

b. 1-4 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk

tiap ½ liter urin (CAPD).

6. Kalium sesuai dengan urin yang keluar /24 jam, yaitu:

a. 2 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk 1

liter urin (HD),

b. 3 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk 1

liter urin (CAPD)

7. Kalsium tinggi yaitu 1000 mg/hari, bila perlu diberikan suplemen kalsium.

8. Fosfor dibatasi yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.

9. Cairan dibatasi yaitu jumlah urin /24 jam ditambah 500 ml.
25

10. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B6, asam

folat, dan vitamin C.

11. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enternal yang mengandung energi

dan protein tinggi.

Tabel 2.1 Bahan Makanan Sehari-hari


Bahan 30 g Protein 35 g Protein 40 g Protein
Makanan Berat Urt Berat (g) Urt Berat (g) urt
(g)
Beras 100 11/2 gls nasi 150 2 gls nasi 150 2 gls nasi
Telur 50 1 btr 50 1 btr 50 1 btr
ayam
Daging 50 1 ptg sdg 50 1 ptg sdg 75 1 ptg bsr
1/2
Sayuran 100 1 gls 150 1 gls 150 11/2 gls
Pepaya 200 2 ptg sdg 200 2 ptg sdg 200 2 ptg sdg
Minyak 35 31/2 sdm 40 4 sdm 40 4 sdm
Gula pasir 60 6 sdm 80 8 sdm 100 10 sdm
Susu 10 2 sdm 150 3 sdm 20 4 sdm
bubuk
Kue RP 150 2 sdm 150 3 porsi 150 3 porsi
Agar-agar - 1 porsi - 1 porsi - 1 porsi
Madu 20 2 sdm 20 2 sdm 30 3 adm
Sumber: Almatsier, 2004. Penuntun diet edisi baru

Tabel 2.2 Nilai Gizi


30 g Protein 35 g Protein 40 g Protein
Energi (kkal) 1729 2086 2265
Protein (g) 30 35 41
Lemak (g) 57 70 75
Karbohidrat (g) 263 327 356
Kalsium (mg) 262 336 385
Besi (mg) 10 11 11.7
Vitamin A (RE) 27403 32999 33085
Vitamin C (mg) 182 191 192
Fosfor (mg) 497 623 702
Natrium (mg) 195 216 275
Kalium (mg) 1277 1387 1590
Sumber: Almatsier, 2004.Penuntun diet edisi baru
26

Tabel 2.3 Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan


Bahan Dianjurkan Tidak dianjurkan/
Makanan dibatasi
Sumber Nasi, bihun, jagung, kentang, ___
karbohidrat makaroni, mie, tepung-
tepungan, singkong, ubi, selai,
madu, permen

Sumber protein Telur, daging, ikan, ayam, Kacang-kacangan dan


susu hasil olahnya seperti
tempe dan tahu

Sumber lemak Minyak jagung, minyak Kelapa, santan, minyak


kacang tanah, minyak kelapa kelapa, margarin,
sawit, minyak kedelai, mentega biasa dan
margarin, dan mentega rendah minyak hewan
garam

Sumber vitamin Semua sayuran dan buah, Sayuran dan buah tinggi
dan mineral kecuali pasien dengan kalium
hiperkalemia dianjurkan yang
mengandung kalium
rendah/sedang
Sumber: Almatsier, 2004. Penuntun Diet edisi baru.

Diet pada pasien dialisis tergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi

ginjal, ukuran badan pasien, diet pada pasien dialisis biasanya harus direncanakan

perorangan. Berdasarkan berat badan dibedakan tiga jenis diet dialisis (Almatsier,

2004), yaitu :

1. Diet dialisis I, 60 gram protein diberikan kepada pasien dengan berat badan ±

50 kg.

2. Diet dialisis II, 65 gram protein diberikan kepada pasien dengan berat badan ±

60 kg.

3. Diet dialisis III, 70 gram protein diberikan kepada pasien dengan berat badan

± 65 kg.
27

2.3.7 Pembatasan Cairan Pasien Gagal Ginjal

Pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, pembatasan asupan

cairan perlu dilakukan seiring dengan menurunnya kemampuan ginjal karena jika

pasien penyakit ginjal kronik mengkonsumsi terlalu banyak cairan maka cairan

yang ada akan menumpuk didalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan edema

(Pembengkakan), oleh sebab itu agar tidak terjadi penumpukan cairan maka

jumlah cairan yang boleh dikonsumsi dalam satu hari yaitu sebanyak (500 ml +

jumlah urin dalam satu hari) Perlu diingat juga bahwa makanan berkuah seperti

sup, makanan yang mencair seperti ice cream dan minuman seperti susu, sirup,

yoghurt juga dihitung sebagai cairan (Suhardjono, 2009).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyakit gagal ginjal kronik, sebagian

besar pasien cenderung memiliki status gizi kurang. Hal ini dikarenakan diet

rendah protein yang harus dijalani oleh pasien, dismapin itu karena adanya uremia

(Penumpukan urea dalam darah) mengakibatkan menurunya nafsu makan,

timbulnya rasa mual dan diikuti oleh muntah, hal ini juga akan berpengaruh

terhadap penurunan berat badan (Suhardjono, 2009).

Berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatkan oleh keluarga

terhadap diet pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa antara lain sebagai

berikut:

1. Jalani diet rendah protein sesuai anjuran dokter atau ahli gizi

2. Apabila penderita sering mual dan muntah, maka konsumsilah makanan dalam

porsi kecil tapi sering, hindari makanan yang berlemak tinggi, seperti

gorengan atau makanan yang bersantan kental


28

3. Jika penderita tidak nafsu makan, maka buatlah makanan menarik dan tidak

membosankan dengan cara variasikan makanan dengan menu dan warna yang

menarik, pertajam rasa masakan dengan cara gunakan daun salam, laos dan

jahe serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan jenis makanan yang dibuat,

sajikan makanan semenarik mungkin, ciptaan suasana makan yng

menyenangkan (Suhardjono, 2009).

2.4 Konsep Dukungan Keluarga

2.4.1 Definisi

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap

anggota keluarganya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Dukungan yang diberikan terhadap anggota keluarga berupa dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan intrumental dan dukungan

emosional (Friedman, 2010).

Menurut Bakri (2017), Keluarga didefinisikan sebagai unit sosial ekonomi

terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi.

Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan

perkawinan dan adopsi.

Menurut Friedman (2010) keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu

yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan

dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan
29

didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan.

2.4.2 Peran keluarga

Peran-peran keluarga menurut Friedmen (2010) adalah sebagai berikut:

a. Pendorong

Pendorong memuji, setuju dengan, dan menerima konstribusi dari orang

lain. Akibatnya ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa

bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk didengar.

b. Pengharmonis

Pengharmonis menengahi perbedaan yang terdapat diantara para

anggota menghibur menyatukan kembali perbedaan pendapat.

c. Inisiator-kontributor

Inisaiator dan konstributor mengemukakan dan mengajukan ide-ide

baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah dan tujuan-tujuan kelompok.

d. Pendamai

Pendamai (Compromiser) merupakan salah satu bagian dari konflik dan

ketidaksepakatan. Pendamai menyatakan posisinya dan mengakui

kesalahannya.

e. Penghalang

Penghalang cenderung negatif terhadap semua ide yang ditolak tanpa

alasan.
30

f. Dominator

Dominator cenderung memaksa atau superioritas dengan memanipulasi

anggota kelompok tertentu dan membanggakan kekuasaannya dan bertindak

seakan-akan dia mengetahui segala-galanya dan tampil sempurna.

g. Penyalah

Peran ini sama dengan penghalang dan dominator. Penghalang adalah

seseorang yang suka mencari tahu kesalahan, dictator, dan seseorang yang

mengetahui semuanya.

h. Pengikut

Seseorang pengikut terus mengikuti gerak dari kelompok, menerima

ide-ide dari orang lain kurang lebih secara pasif, tampil sebagai pendengar

dalam diskusi kelompok dan keputusan kelompok.

i. Pencari pengakuan

Pencari pengkuan berupaya mencari cara apa saja tepat untuk menarik

perhatian kepada dirinya sendiri, perbuatannya, prestasi, dan masalah-

masalahnya.

j. Martir

Martir tidak menginginkan apa saja untuk dirinya, ia hanya berkorban

anggota keluarga.

k. Keras Hati

Orang yang memainkan peran ini menggambarkan secara terus menerus

dan aktif tentang semua hal yang Benar, tidak bedanya dengan sebuah

komputer.
31

l. Sahabat

Sahabat seorang teman bermain keluarga yang mengikuti kehendak

pribadi konsekuensinya.

m. Kambing hitam keluarga

Kambing hitam keluarga adalah masalah anggota keluarga yang

mengidentifikasi dalam keuarga sebagai korban atau tempat pelampiasan

ketegangan dan rasa bermusushan, baik secara jelas maupun tidak.

n. Penghibur

Penghibur senantiasa mengagumkan dan mencoba menyenangkan, tidak

pernah tidak setuju.

o. Perawat keluarga

Perawat keluarga adalah orang yang terpanggil untuk merawat dan

mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.

p. Pioner Keluarga

Pioner keluarga membawa keluarga pindah kesuatu wilayah asing, dan

dalam pengalaman baru.

q. Distraktor dan orang yang tidak relevan

Distraktor dan orang yang tidak relevan, dengan menunjukkan perilaku

yang menarik perhatian, ia membantu keluarga menghindari atau melupakan

persoalan-persoalan yang menyedihkan dan sulit.


32

r. Koordinator Keluarga

Koordinator keluarga mengorganisasi keluarga dan merencanakan

kegiatan-kegiatan keluarga, yang berfungsi mengangkat ketertarikan atau

keakraban dan mengurangi kepedihan.

s. Penghubung Keluarga

Perantara keluarga adalah hubugan, biasanya ibu mengirim dan

memonitor informasi dalam kelurga.

t. Saksi

Peran dan saksi sama dengan pengikut kecuali dalam beberapa hal, saksi

lebih pasif, saksi hanya mengamati, tidak melibatkan dirinya.

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku

dari keluarga, kelompok dan masyarakat, Jika salah satu anggota keluarga

terkendala atau tidak taat, organisasi keluarga akan terhambat, hal ini berakibat

buruk atau tertundanya tujuan yang sudah direncanakan (Bakri, 2017).

Berbagai penanan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan Ayah

1). Suami dari istrinya dan ayah dari anak-anaknya

2). Sebagai pencari nafkah

3). Sebagai pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman

4). Sebagai kepala keluarga

5). Sebagai anggota dari kelompok sosialnya


33

6). Sebagai angota masyarakat dari lingkungannya

b. Peranan Ibu

1). Sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya

2). Sebagi pengasuh, pendidik dan pelindung bagi anak-anaknya

3). Sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya

4). Sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya

5). Mengurus rumah tangga

6). Sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya

c. Peranan Anak

1). Melaksanakan peranan psikologis dan sosial sesuai dengan tingkat

perkembanganya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2). Menghormati dan menghargai orang tua.

3). Patuh akan nasehat orang tua.

2.4.3 Peran Keluarga dalam perawatan pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga.

Perilaku keluarga dalam perawatan pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa dapat dilihat dari 5 fungsi keluarga yaitu mengenal adanya

masalah, mengambil keputusan, melakukan tindakan keperawatan, memodifikasi


34

lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada (Sudiharto, 2007),

diantaranya sebagai berikut:

a. Jika anggota keluarga dinyatakan positif terkena penyakit gagal ginjal kronik

dan harus menjalani hemodialisa maka sebaiknya dirujuk ke pelayanan

kesehatan untuk dilakukan perawatan lebih intensif.

b. Memberikan dukungan kepada keluarga yang menderita penyakit gagal ginjal

kronik dan harus menjalani hemodialisa untuk mengkonsumsi obat secara

teratur, mengatur diet dan pembatasan cairan.

c. Meminimalkan anggota keluarga yang lain untuk tidak mengasingkan

penderita dengan cara-cara yang tidak membuat penderita merasa minder

dengan penyakit yang dideritanya.

d. Semaksimal mungkin tetap memperhatikan diet dan pembatasan cairan pada

penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa dengan tetap

memperhatikan pemenuhan nutrisi pada pasien

2.4.4 Tugas keluarga di bidang Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas

keluarga di bidang kesehatan (Friedman dalam Bakri, 2017) yaitu :

2.4.4.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah

kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis.

Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada keluarga

salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan


35

keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan pada

penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

2.4.4.2 Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

mempertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan

memutuskan menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan

oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan

teratasi. Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan

tindakan yang tepat, disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat,

berat dan luasnya masalah serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

2.4.4.3 Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga

memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga

yang sakit dikarenakan tidak mengetahui cara perawatan pada penyakitnya. Jika

demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu

memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan.

2.4.4.4 Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan

keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam

memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber

keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.
36

2.4.4.5 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

akan membantu anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan

mendapat perawatan segera agar masalah teratasi.

2.4.5 Bentuk Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010), yaitu:

2.4.5.1 Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami

kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping

yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan

dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.

Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka,

terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,

penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan

perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang

mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping

individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang

berfokus pada aspek-aspek yang positif.

2.4.5.2 Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti

pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata

(instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa

akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan


37

langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu

pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga

dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu

memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu

dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber

untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

2.4.5.3 Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab

bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan

nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang

dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk

melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya

dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan

menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai

penghimpun informasi dan pemberi informasi.

2.4.5.4 Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,

sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan

seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional

memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi,

bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga


38

individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini

keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat

2.4.6 Cara Menilai Dukungan Keluarga

Menurut Nursalam (2008), untuk mengetahui besarnya dukungan keluarga

dapat diukur dengan menggunakan kuesioner dukungan keluarga yang terdiri dari

dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan Instrumental dan dukungan

informasional Dari keempat dukungan tersebut dilakukan penilaian berdasarkan

Skala Likert yaitu dari 34 buah pernyataan dibagi menjadi pernyataan favorable

sebanyak 18 dan pernyataan unfavorable sebanyak 16, untuk tiap-tiap dukungan

keluarga, masing-masing dari pernyataan favorable tersebut mendapat 4 alternatif

jawaban yaitu “Sering” “selalu’, “Jarang”, dan “tidak pernah”. Jika menjawab

“Sering” akan mendapat skor 4, menjawab “selalu’ akan mendapat skor 3,

menjawab “Jarang” akan mendapat skor 2, dan jika menjawab “tidak pernah”

akan mendapat skor 1 sedangkan untuk pernyataan unvaforble mendapat nilai

sebaliknya yaitu jika menjawab”sering” akan mendpat skor 1, menjawab “selalu’

akan mendapat skor 2, menjawab “jarang” akan mendapat skor 3, dan jika

menjawab “tidak pernah” akan mendapat skor 4. Jawaban dari responden akan

ditotal dan dilakukan skoring.


39

2.4.7 Blue Print Dukungan Keluarga

Tabel 2.4 Blue Print Dukungan Keluarga


No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable
1 Dukungan Menerima perhatian dari Soal nomor 1 Soal nomor
emosional keluarga dan 13 14 dan 16
Menerima perhatian dari Soal nomor 15
Soal nomor 2
teman/kerabat dan 21
Mendapatkan perasaan nyaman dan Soal nomor 3 Soal nomor
diterima dari keluarga dan 7 18 dan 20
Mendapatkan perasaan
Soal Nomor Soal nomor
nyaman dan diterima dari
17 dan 19 26 dan 33
teman/kerabat
2 Dukungan Menerima saran, masukan nasehat Soal nomor Soal nomor
Informasi dan feedback dari keluarga 25, 27 dan 34 4, 22 dan 30
Menerima berbagai informasi
Soal nomor 51. Soal nomor
mengenai penyakit gagal ginjal dari
dan 6 32
keluarga
3 Dukungan Dilibatkan dalam suatu pertemuan Soal nomor 9
Soal nomor 11
Penilaian atau kegiatan yang diadakan oleh dan 29
dan 28
keluarga
4 Dukungan Menerima bantuan moril berupa jasa Soal nomor 8 Soal nomor
Instrumental atau motivasi dari keluarga dan 10 12 dan 23
Menerima bantuan materil berupa Soal nomor
Soal nomor 24
uang atau barang dari keluarga 31
Sumber :Maharani, 2015. repository.unisba.ac.i
40

2.5 Penelitian terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rina dalam Desitasari (2013)

dengan judul pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien

gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara dukungan keluarga

dengan tingkat kecemasan berpola liner positif sempurna artinya semakin tinggi

tingkat dukungan keluarga semakin rendah tingkat kecemasan pasien gagal ginjal

kronik.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Permani (2013), tentang pengaruh

konseling pembatasan cairan oral terhadap kecemasan pasien yang menjalani

hemodialisa di rawat inap RMC Rumah Sakit Telogorejo Semarang menyatakan

bahwa perilaku yang dialami para responden adalah tidak mematuhi diet dan

pembatasan cairan yang seharusnya dilakukan dikarenakan pasien yang menjalani

hemodialisa kemungkinan mengalami keputusasaan, sehingga mereka cenderung

tidak mematuhi pembatasan cairan dan terapi lainnya yang diberikan, maka

komplikasi mungkin saja terjadi dan kecemasan semakin meningkat.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Desitasari, dkk (2013) mengenai

hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan

diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien

gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa dengan hasil uji Chi Square di

perolah nilai p value 0,235 > p value 0,05. Hal ini dijelaskan oleh peneliti bahwa

keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat merpengaruhi ketidakpatuhan,


41

keluarga dapat membantu menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan

keluarga seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk memcapai

kepatuhan.

Penelitian yang dilakukan (Eka, 2017), tentang hubungan jarak dan

dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien menjalani hemodialisa didapatkan

hasil bahwa ada hubungan antara dukungan dengan kepatuhan dalam menjalani

hemodialisa dengan hasil uji chi square p value 0,006. Penelitian ini sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Friedman (2010), bahwa bentuk dukungan keluarga

yang bisa dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

diantaranya dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan

dukungan informasi

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan operasionalisasi keterkaitan antara

variabel-variabel yang berasal dari kerangka teori dan biasanya berkonsentrasi

pada satu bagian dari kerangka teori, kerangka konsep menggambarkan aspek-

aspek yang telah dipilih dari kerangka teori untuk dijadikan dasar masalah

penelitian (Hasdianah dkk, 2015). Berdasarkan uraian diatas maka, dapat dibuat

secara sistematik kerangka konsep pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Bagan 2.4

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepatuhan diet

Dukungan Keluarga

Pembatasan cairan
42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif

analisis yaitu suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan

fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan

manusia, selanjutnya dilakukan analisis distribusi frekuensi dengan

menyimpulkan berdasarkan hasil rata-rata (Hasdiana dkk, 2015).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah cross

sectional yaitu data yang menyangkut variabel dukungan keluarga, kepatuhan diet

dan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

akan dikumpulkan dalam waktu yang bersama. Dalam Penelitian ini variabel

independen yaitu dukungan keluarga dengan variabel dependen yaitu kepatuhan

diet, dan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa. (Notoadmodjo, 2012)

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah generalisasi

yang terdiri dari subjek maupun objek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulan (Hasdiana dkk, 2015).

42
43

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Pusri Palembang tahun 2018 sebanyak 52

orang responden.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoadmodjo, 2012). Sampel penelitian adalah sebagian pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Pusri Palembang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling

menggunakan teknik total sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan

subyek yang memenuhi kriteria penelitian sehingga jumlah klien yang diperlukan

terpenuhi (Setiadi, 2013). Sampel yang didapatkan memiliki kriteria inklusi

maupun eksklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan/ layak untuk

diteliti. Adapun kriteria inklusi responden yaitu:

a. Keluarga pasien gagal ginjal kronik yang telah menjalani hemodialisa ≥ 3

bulan

b. Keluarga bersedia menjadi responden

Kriteria ekslusi merupakan karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan/

tidak layak untuk diteliti. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

a. Keluarga pasien gagal ginjal yang tidak menjalani hemodialisa

b. Keluarga yang menolak atau tidak mau dijadikan sebagai sampel / responden

penelitian.
44

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1 Tempat

Penelitian ini telah dilakukan di ruang hemodialisa Rumah Sakit Pusri

Palembang 2018.

3.3.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Juli 2018

di Rumah Sakit Pusri Palembang 2018.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitiandengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data,

langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang di cari (Notoadmodjo,

2010).

Data primer diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa Rumah

Sakit Pusri Palembang tahun 2018. Data primer yang dikumpulkan adalah data

responden meliputi data demografi dan beberapa pertanyaan terkait dukungan

keluarga dan kepatuhan diet dan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa.

Untuk kuesioner dukungan keluarga terdiri dari 34 buah pernyataan yang

mencakup empat jenis dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan

penilaian, dukungan Instrumental dan dukungan informasional. Dari keempat

dukungan tersebut dilakukan penilaian berdasarkan Skala Likert (Nursalam, 2008)


45

Dari 34 buah pernyataan dibagi menjadi pernyataan favorable sebanyak 18 dan

pernyataan unfavorable sebanyak 16, untuk tiap-tiap dukungan keluarga, masing-

masing dari pernyataan favorable tersebut mendapat 4 alternatif jawaban yaitu

“Sering” “selalu’, “Jarang”, dan “tidak pernah”. Jika menjawab “Sering” akan

mendapat skor 4, menjawab “selalu’ akan mendapat skor 3, menjawab “Jarang”

akan mendapat skor 2, dan jika menjawab “tidak pernah” akan mendapat skor 1

sedangkan untuk pernyataan unvaforble mendapat nilai sebaliknya yaitu jika

menjawab”sering” akan mendpat skor 1, menjawab “selalu’ akan mendapat skor

2, menjawab “jarang” akan mendapat skor 3, dan jika menjawab “tidak pernah”

akan mendapat skor 4. Jawaban dari responden akan ditotal dan dilakukan

skoring.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu sumber bahan kajian yang digambarkan oleh bukan

yang ikut mengalami atau yang hadir pada waktu kejadian (Notoadmodjo, 2010).

Data sekunder diperoleh dari hasil rekam medik Rumah Sakit Pusri

Palembang tahun 2018 berupa data nama, umur, jenis kelamin, lama menjalani

hemodialisa.

3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu rangkaian proses kegiatan penelitian

setelah kegiatan pengumpulan data (Notoadmodjo, 2010). Teknik pengolahan data

dilakukan dengan cara sebagai berikut:


46

3.5.1 Editing (Pengolahan Data)

Dalam pengolahan data dengan baik, data tersebut perlu diperiksa terebih

dahulu, apakah telah sesuai dengan yang teah diharapkan atau tidak.

3.5.2 Coding (Pengkodean

Mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang ada menurut macamnya

kebentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

3.5.3 Entry Data (Pemasukan data)

Memasukkan hasil data penelitian kedalam label sesuai dengan criteria.

3.5.4 Cleaninng Data (pembersihan data)

Untuk menilai apakah data sudah benar-benar bebas dari kekeliruan atau

kesalahan.

3.6 Analisa Data

3.6.1 Analisa Univariat

Analisa setiap variabel dari hasil penelitian dengan maksud untuk

mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti serta untuk

melihat karakteristik dan kualitas variabel dengan tujuan untuk melihat kelayakan

data dan gambaran data yang dikumpulkan. Variabel yang akan dianalisis ada

tiga yaitu dukungan keluarga, kepatuhan diet dan pembatasan cairan pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisa.

3.6.2 Analisa Bivariat

Berdasarkan uji normalitas dukungan keluarga, kepatuhan diet dan

pembatasan cairan pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa kemudian


47

dilakukan uji crosstabs dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, dukungan keluarga dengan

pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

yang di analisis dengan uji chi-square yang dilakukan secara komputerisasi

dengan derajat kemaknaan p value ≤ 0,05.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian

variabel-variabel yang diamati atau diteliti. (Notoadmodjo, 2012).

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil ukur Skala


Operasional ukur
1 Dukungan Sikap, Wawancara Kuesioner 1. Baik : jika Ordinal
keluarga tindakan dan Observasi mean ≥
penerimaan
keluarga 2. Kurang Baik :
terhadap jika mean <
anggota
keluarga yang
mengalami
gagal ginjal
kronik yang
menjalani
hemodialisa.
2 Kepatuhan Ketaatan Wawancara Kuesioner 1. Patuh : jika Ordinal
diet pasien dalam Observasi pasien
mengkonsumsi mengikuti
asupan program diet
makanan pada GGK dengan
pasien gagal dialisis : ≥
ginjal kronik Mean

2. Tidak patuh:
jika pasien
tidak mengikuti
program diet
GGK dengan
dialisis : <
Mean (Syakira
48

dalam Biadika,
2017)
3 Pembatasa Ketaatan Wawancara Kuesioner 1. Patuh: jika Ordinal
n cairan pasien dalam Observasi cairan masuk
membatasi 500 ml+ ∑ urine
asupan cairan /24 jam
pada pasien
gagal ginjal 2. Tidak Patuh:
kronik jika cairan
masuk > 500 ml
+ ∑ urine /24
jam

(Almatsir, 2004)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


49

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI Palembang pada tanggal 1–

10 Juli 2018, hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk teks dan tabel, yaitu

sebagai berikut:

4.1.1 Karakteristik Responden


4.1.1.1 Distribusi Frekuensi Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden di Rumah Sakit PUSRI
Palembang Tahun 2018
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Laki – Laki 32 61,5 %
Perempuan 20 38,5 %
Total 52 100
Pekerjaan
Bekerja 23 44,2 %
Tidak Bekerja 29 55,8%
Total 52 100
Pendidikan
TS 2 3,8 %
SD 4 7,7 %
SMP 19 36,5 %
SMA 17 32,7 %
PT 10 19,2 %
Total 52 100
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin laki-laki (61,5%), sedangkan sebagian besar responden (55,8 %)

tidak bekerja, serta sebagian besar pendidikan yang dimiliki responden SMP

(36,5%).

49

4.1.1.2 Deskriptif Responden


50

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Rata-Rata Umur dan Lama HD di


Rumah Sakit PUSRI Palembang Tahun 2018 (n=52)
Karakteristik Mean Median Min Max SD 95 %CI
Responden
Umur 51,44 50,50 26 70 12,025 48,09 – 54,79
Lama HD 26,60 32,38 3 84 20,761 20,82 – 32,38
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata umur didapatkan

51,44 tahun, Std. Deviation 12,025. Adapun umur minimum 26 tahun, umur

maxsimum 70 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% diyakini 95% umur

responden dalam rentang 48,09–54,79 tahun. Sedangkan nilai rata-rata untuk lama

hemodialisa didapatkan 26,60 bulan, Std. Deviation 20,761 serta lama minimum 3

bulan, lama maxsimum 84 bulan dengan tingkat kepercayaan 95% diyakini 95%

lama hemodialisa responden dalam rentang 20,82–32,38 bulan.

4.1.2 Analisa Univariat

Analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing

variabel yaitu variabel dukungan keluarga, kepatuhan diet dan pembatasan cairan,

yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan jumlah responden

52 orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit

Pusri Palembang Tahun 2018.

4.1.2.1 Dukungan Keluarga

Variabel dukungan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu dukungan baik dan kurang baik, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga


di Rumah Sakit PUSRI Palembang Tahun 2018 (n=52)
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase
51

Baik 24 46,2 %
Kurang Baik 28 53,8 %
Jumlah 52 100 %
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan
keluarga kurang baik mencapai (53,8%).

4.1.2.2 Kepatuhan Diet

Variabel kepatuhan diet dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu patuh dan tidak patuh hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet di


Rumah Sakit PUSRI Palembang Tahun 2018 (n=52)
Kepatuhan Frekuensi Persentase
Patuh 22 42,3 %
Tidak Patuh 30 57,7 %
Jumlah 52 100 %
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki kepatuhan dengan kategori tidak patuh (57,7%).

4.1.2.3 Pembatasan Cairan

Variabel pembatasan cairan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu patuh dan tidak patuh hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan


Pembatasan Cairan Di Rumah Sakit PUSRI Palembang Tahun
2018 (n=52)
Kepatuhan Frekuensi Persentase
Patuh 19 36,5 %
Tidak Patuh 33 63,5 %
Jumlah 52 100 %
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki kepatuhan dengan kategori tidak patuh (63,5%).

4.1.3 Analisa Bivariat


52

Analisa ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara dua variabel yaitu:

variabel independen yaitu dukungan keluarga dan variabel dependen yaitu

kepatuhan diet dan pembatasan cairan dengan mengunakan uji statistik Chi-

square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Keputusan hasil statistik diperoleh

dengan cara membandingkan p value dengan α keputusannya hasil uji statistik

yaitu: apabila p value ≤ 0,05 berarti ada pengaruh antara variabel independen

dengan variabel dependen. Apabila p value > α 0,05 berarti tidak ada pengaruh

antara variabel independen dengan variabel dependen.

4.1.3.1 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet

Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 52 responden.

Variabel dukungan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu:

“baik” dan “kurang baik” sedangkan variabel kepatuhan diet dikategorikan

menjadi dua yaitu: “patuh” dan “tidak patuh”. Pengaruh dukungan keluarga

terrhadap kepatuhan diet dirangkum dalam tabel 4.6 dibawah ini:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap


Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI Palembang 2018 (n=52)
Kepatuhan Diet Pasien Gagal
Ginjal kronik yang Menjalani
Dukungan Total Nilai P
Hemodialisa
Keluarga (p Value)
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
Baik 6 25,0 18 75,0 24 100
Kurang Baik 16 57,1 12 42,9 28 100 0,040
Total 22 42,3 30 57,7 52 100
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 24 responden dengan

kategori dukungan keluarga baik yang tidak patuh terhadap diet sebanyak 18

responden (75,0%) sedangkan dari 28 responden dengan kategori dukungan


53

keluarga kurang baik yang tidak patuh terhadap diet sebanyak 12 responden

(42,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,040 yang artinya ada

pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik

dalam menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit PUSRI

Palembang.

4.1.3.2 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pembatasan Cairan

Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 52 responden.

Variabel dukungan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu:

“baik” dan “kurang baik” sedangkan variabel pembatasan cairan dikategorikan

menjadi dua yaitu: “patuh” dan “tidak patuh”. Pengaruh dukungan keluarga

terrhadap pembatasan cairan dirangkum dalam tabel 4.7 dibawah ini:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap


Pembatasan Cairan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI Palembang 2018 (n=52)
Pembatasan Cairan Pasien
Gagal Ginjal kronik yang
Dukungan Total Nilai P (p
Menjalani Hemodialisa
Keluarga Value)
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
Baik 13 54,2 11 45,8 24 100
Kurang Baik 6 21,4 22 78,6 28 100 0,031
Total 19 36,5 33 63,5 52 100
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 24 responden dengan

kategori dukungan keluarga baik yang patuh terhadap pembatasan cairan

sebanyak 13 responden (54,2%) sedangkan dari 28 responden dengan kategori

dukungan keluarga kurang baik yang tidak patuh terhadap pembatasan cairan

sebanyak 22 responden (78,6%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value

0,031 yang artinya ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan


54

dietpembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik dalam menjalani hemodialisa di

Ruang Hemodialisa Rumah Sakit PUSRI Palembang .

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PUSRI

Palembang pada 1-10 Juli 2018 didapatkan analisa sebagai berikut:

4.2.1 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet

Berdasarkan hasil analisis univariat yang dilakukan pada 52 responden

menunjukkan bahwa dari 28 responden dengan kategori dukungan keluarga

kurang baik mencapai (53,8%) dan dari 30 responden dengan kategori tidak patuh

terhadap diet mencapai (57,7%). Sedangkan untuk hasil analisis bivariat

didapatkan bahwa dari 24 responden dukungan keluarga baik yang tidak patuh

terhadap diet sebanyak 18 responden (75,0%) sedangkan dari 28 responden

dengan kategori dukungan keluarga kurang baik yang tidak patuh terhadap diet

sebanyak 12 responden (42,9%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value

0,040 yang artinya ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet

pasien gagal ginjal kronik dalam menjalani hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI

Palembang.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Friedman (2010), dukungan

keluarga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam menjalani kehidupan

sehari – hari termasuk kepuasan terhadap kesehatannya. Dukungan sosial pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa terdiri dari dukungan

emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian.

Dukungan tersebut diberikan terus menerus terhadap pasien dengan harapan agar
55

pasien patuh terhadap pengobatan yang dilakukan. Apabila dukungan ini tidak

ada, maka keberhasilan pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang. (Biadika,

2017).

Kepatuhan pada penelitian ini ialah perilaku pasien gagal ginjal kronik

dalam melaksanakan aturan diet yang sudah ditetapkan dan sesuai dengan

instruksi dokter meliputi diet gagal ginjal, jenis diet, dan jumlah diet. Faktor yang

mempengaruhi pasien gagal ginjal kronik dalam menjalankan diet yaitu

pendidikan, faktor lingkungan, dukungan keluarga, dan perubahan model terapi.

Tingkat kepatuhan adalah sikap yang ditunjukkan oleh penderita gagal ginjal

kronik untuk mematuhi diet yang harus dijalani. Kepatuhan adalah suatu

perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang

mentaati perilaku (Notoadmodjo, 2010).

Kepatuhan sebagai ketaatan pasien dalam melaksanakan tindakan terapi.

Kepatuhan pasien berarti pasien beserta keluarga harus meluangkan waktu dalam

menjalankan pengobatan yang dibutuhkan termasuk dalam menjalani diet (Potter

& Perry dalam Magdalena, 2014).

Ketidakpatuhan adalah individu tidak melaksanakan sebuah program

pengobatan yang disarankan, yang menyebabkan individu tidak mau untuk

melaksanakan kepatuhan yang disarankan. Ketidakpatuhan dapat mendatangkan

beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pasien. beberapa konsekuensi

mungkin tidak dirasakan secara langsung, namun dampak serius akibat sikap tidak

patuh mampu memberikan efek dikemudian waktu (Saifunurmazah dalam

Biadika, 2017).
56

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eka (2017), tentang hubungan jarak

dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien menjalani hemodialisa

didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara dukungan dengan kepatuhan dalam

menjalani hemodialisa dengan hasil uji chi square p value 0,006. Penelitian yang

sama juga dilakukan Parwanti (2015) juga menyatakan bahwa keluarga sebagai

orang terdekat pasien yang selalu siap memberikan dukungan berupa informasi,

perhatian, bantuan dan pujian sehingga pasien merasa tidak di asingkan. Menurut

Marilyn dalam Eka (2017), terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan

status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap

aspek perawatan kesehatan anggota keluarga. Pada penelitian ini responden yang

dianggap patuh yang menjalani jadwal rutin hemodialisa selama 2 kali seminggu

dan tidak ada keterangan tidak hadir. Adapun pada responden yang tidak patuh

dapat terlihat tidak adanya anggota keluarga yang menemani, ataupun karena

proses hemodialisa yang terlalu lama menyebabkan responden menghentikan

terapi hemodialisa dari ketentuan yang seharusnya.

Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara langsung yang dilakukan

peneliti terhadap responden, tidak semua pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa didampingi oleh keluarga, sebagian pasien ada yang

menggunakan kendaraan sendiri untuk menuju kerumah sakit menjalani

hemodialisa dengan alasan yang beragam seperti tidak mau menyusahkan

keluarga, suami, istri atau anak mereka sibuk bekerja sehingga pasien hanya

diantar dan selama proses hemodialisa pasien sendirian tidak ditemani keluarga.
57

Pada dasarnya proses terapi tersebut dilakukan tidak cukup satu atau dua

bulan saja, tetapi butuh waktu yang lama. Pasien tidak dapat melakukannya

sendiri, butuh bantuan dari keluarga untuk mengantar ke rumah sakit dan

melakukan kontrol ke dokter. Selain itu Dukungan keluarga, dan lingkungan yang

sehat dapat membantu pasien dalam mematuhi diet serta mencegah terjadinya

komplikasi yang menyebabkan kondisi pasien semakin buruk. Sedangkan,

perubahan model terapi juga dapat membantu pasien untuk mematuhi diet, agar

pasien tidak merasa bosan dengan model terapi yang dijalani. Pasien yang tidak

mematuhi diet akan menimbulkan dampak yang serius yang dapat menyebabkan

kondisi pasien semakin buruk. Oleh karena itu dukungan keluarga sangatlah

penting untuk pasien yang menjalani hemodialisa.

4.2.2 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pembatasan Cairan

Berdasarkan hasil analisis univariat yang dilakukan pada 52 responden

menunjukkan bahwa dari 28 responden dengan kategori dukungan keluarga

kurang baik mencapai (53,8%) dan dari 33 responden dengan kategori tidak patuh

terhadap pembatasan cairan mencapai (63,5%). Sedangkan untuk hasil analisis

bivariat didapatkan bahwa dari 24 responden dengan kategori dukungan keluarga

baik yang patuh terhadap pembatasan cairan sebanyak 13 responden (54,2%)

sedangkan dari 28 responden dengan kategori dukungan keluarga kurang baik

yang tidak patuh terhadap pembatasan cairan sebanyak 22 responden (78,6%).

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,031 yang artinya ada pengaruh

yang signifikan antara dukungan keluarga terhadap pembatasan cairan pasien


58

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI

Palembang Tahun 2018.

Menurut teori Notoadmodjo (2005) perilaku adalah suatu respon seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar subjek tersebut. Kepatuhan tersebut

didukung baik oleh faktor dari dalam maupun dari luar. Faktor dari dalam

meliputi pengetahuan, persepsi, dan motivasi. Sedangkan faktor dari luar meliputi

lingkungan sekitar maupun non fisik. Snow dalam Biadika (2017) menyatakan

bahwa derajat kepatuhan rata–rata 50 %, derajat ketidakpatuhan rata–rata 50%

dan derajat kepatuhan tersebut bertambah buruk sesuai waktu, karena semakin

lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi nasihat atau anjuran terapi diet dan

pembatasan cairan, maka pasien akan semakin merasa bosan dan kurang

mengikuti program terapi yang harus dijalaninya.

Kepatuhan sebagai realisasi perilaku, dan kepatuhan di pengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain: pengetahuan, sikap, jarak dan perilaku orang lain.

Bagi penderita penyakit gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah

kematian. Namun demikian, hemodialisa hilangnya aktifitas metabolik atau

endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal. kepatuhan terapi khususnya pembatasan

cairan pada penderita hemodialisa merupakan hal yang penting untuk

diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh maka akan terjadi penumpukkan zat-

zat berbahaya dan penumpukan cairan yang berlebihan dari tubuh akibat dari hasil

metabolisme dalam darah yang tidak seimbang. Sehingga penderita cenderung

merasa sesak napas dan merasa sakit pada seluruh tubuh, dan jika hal tersebut

dibiarkan dapat menyebabkan kematian. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang


59

hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan

(Smeltzer, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Permani (2013), tentang pengaruh

konseling pembatasan cairan oral terhadap kecemasan pasien yang menjalani

hemodialisa di rawat inap RMC Rumah Sakit Telogorejo Semarang menyatakan

bahwa perilaku yang dialami para responden adalah tidak mematuhi diet dan

pembatasan cairan yang seharusnya dilakukan dikarenakan pasien yang menjalani

hemodialisa kemungkinan mengalami keputusasaan, sehingga mereka cenderung

tidak mematuhi pembatasan cairan dan terapi lainnya yang diberikan, maka

komplikasi mungkin saja terjadi dan kecemasan semakin meningkat.

Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika

mereka mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering

seperti deuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan klien berusaha untuk

minum. Hal ini dikarenakan dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan

lebih lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan. (Potter and Ferry

dalam Permani, 2013).

Cairan yang diminum pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa harus diawasi dengan seksama karena rasa haus bukan lagi petunjuk

yang dapat dipakai untuk mengetahui hidrasi tubuh. Pembatasan cairan pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa ini sangat mendasari

untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup pasien, oleh sebab

itu agar tidak terjadi penumpukan cairan maka jumlah cairan yang boleh
60

dikonsumsi dalam setiap hari yaitu 500ml cairan ditambah jumlah urine /24 jam

(Suhardjono, 2009).

Adanya pembatasan cairan ini menyebabkan pasien dengan gagal ginjal

menjadi stress dan cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam

jiwanya. Dalam keadaan seperti ini dukungan keluarga sangat dibutuhkan bagi

pasien gagal ginjal kronik (Price dalam Permani, 2013).

Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara langsung yang dilakukan

peneliti terhadap responden, sebagian besar responden mengetahui aturan

pembatasan cairan yang dilakukan namun karena rasa haus yang terus menerus

yang responden rasakan membuat responden melanggar aturan yang diberikan

sehingga cairan yang dikonsumsi lebih dari anjuran yang diberikan.


61

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Rumah Sakit Pusri

Palembang pada tanggal 1 sampai dengan 10 Juli 2018 dengan jumlah responden

sebanyak 52 responden mengenai pengaruh dukungan keluarga terhadap

kepatuhan diet dan pembatasan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa , maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Dari 52 responden penelitian dengan dukungan keluarga baik sebanyak 24

responden (46,2%) dan responden dengan dukungan keluarga kurang baik

sebanyak 28 responden (53,8%).

2. Dari 52 responden penelitian dengan kepatuhan diet kategori patuh sebanyak

22 responden (42,3%) dan responden dengan kepatuhan diet kategori kurang

patuh sebanyak 30 responden (57,7%).

3. Dari 52 responden penelitian dengan pembatasan cairan kategori patuh

sebanyak 19 responden (36,5%) dan responden dengan pembatasan cairan

kategori kurang patuh sebanyak 33 responden 63,5%).

4. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal

kronik dengan nilai p value = 0,040 < α 0,05

5. Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap pembatasan cairan pasien gagal

ginjal kronik dengan nilai p value = 0,031 < α 0,05

61
62

5.2 SARAN

5.2.1 Bagi Rumah Sakit PUSRI Palembang

Diharapkan perawat khususnya di ruang hemodialisa dapat memberikan

bimbingan konseling terkait dengan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa agar dapat meningkatkan

kepatuhan baik kepatuhan diet maupun pembatasan cairan, dengan cara

memberikan pengetahuan langsung pada pasien dan keluarga sehingga hal

tersebut dapat membantu mengurangi angka kematian.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan fasilitas mengenai

hemodialisa secara teori maupun praktik agar lebih mendalami tentang

hemodialisa itu sendiri.

5.2.3 Bagi Peneliti yang Akan Datang

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mendapatkan populasi yang lebih

banyak dengan metode penelitian yang berbeda, agar dapat lebih menggali

faktor–faktor terjadinya ketidakpatuhan program diet dan pembatasan cairan

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, seperti perilaku dan sikap

yang mempengaruhi ketidakpatuhan menjalani hemodialisa.


63

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, (2004). Penuntun diet edisi baru. Jakarta: Gramedia pustaka utama

Biadika, Rif’amik. 2017. “Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan diet pada pasien
gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa rumah sakit islam siti khadijah
palembang”. Diakses 18 november 2017 pukul 10.00 wib

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Terjemahan
volume II) Jakarta : EGC.

Damayanti, Novita . 2016.Karakteristik dan dukungan keluarga dengan


kepatuhan klien menjalani hemodialisa di rumah Sakit Pusri Palembang.
Diakses 18 november 2017 pukul 10.00 wib

Depkes RI, (2013). Laporan Nasional Riskesdas 2013. Http://litbag.depkes.go.id


(Diakses tanggal 20 November 2017)

Desitasari, 2013. “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Keluarga


Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisa”. Universitas Riau. Diakses 18 november 2017 pukul 10.00
wib

Eka, Anggraini Mia. 2017. “Hubungan jarak dengan dukungan keluarga denan
kepatuhan pasien menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Pusri.” Diakses 18
november 2017 pukul 10.00 wib

Friedman, M. M (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga . Ed. 5. Jakarta : EGC

Hasdianah, dkk. 2015. “Buku Ajar Dasar-dasarRiset Keperawatan. Yogyakarta:


Nuha Medika

63
64

H. Bakri, Maria. 2017. “Asuhan Keperawatan Keluarg”a. Yogyakarta:


PT.Pustaka Baru

Maharani. (2015). “Repository.unisba.ac.id diakses pada tanggal 5 Mei 2018


pukul 17.55 WIB

Notoatmodjo,. (2007). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan .Jakarta :


Rineka Cipta

__________,. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

__________,. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan .Jakarta :


Rineka Cipta

Nursalam. 2008. “Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Sripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan.” Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2009. “Asuhan Keperawatan padasistem perkemihan”. Jakarta:


Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


(edisi 3). Jakarta : Salemba Medika

Parwanti, Umi Febriana. (2015). Hubungan Dukungn Keluarga dengan Kualitas


Hidup Pasien Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit
II. 10 Mei 2016. http://opac.say.ac.id

Permani putri, Citra dkk. “Pengaruh Konseling : Pembatasan Cairan Oral


Terhadap Kecemasan Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Rawat Inap
SMC RS Telogorejo Semarang. Diakses Diakses 18 november 2017
pukul 10.00 wib

Rostanti, Anggreini dkk. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan


Menjalani Terapi Hemodialisa Pada Penyakit Ginjal Kronik Di Ruangan
Dahlia Dan Melati RSUP PROF. Dr.R. D Kandou Manado. Diakses 18
november 2017 pukul 10.00 wib

Suhardjono. 2009.”Booklet Edukasi Sehat dengan penyakit ginjal kronik. Jakarta:


Pernefri, AsDI dan Fresenius Kabi
65

Suharyanto, T. & Abdul M. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM

Susatyo, Bambang, dkk. 2015. “Gambaran Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Kayen
kabupaten Pati tahun 2015. Universitas diponegoro Semarang” diakses
18 november 2017 pukul 10.00 wib

www.lifestyle.kompas.com sabtu, 9 januari 2016 pukul 14.00 wib”cangkok ginjal


perdana di sumateraselatan dilakukan”

Anda mungkin juga menyukai