Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Semangka
a. Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman menurut Integrated Taxonomic Information
System (ITIS) semangka berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Viridaeplantae

Infrakingdom

: Streptophyta

Divisi

: Tracheophyta

Subdivisi

: Spermatophytina

Infradivisi

: Angiospermae

Kelas

: Magnoliopsida

Superordo

: Rosanae

Ordo

: Curcubitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Citrullus

Spesies

: Citrullus lanatus

(ITIS, 2014)

Gambar 2.1 Tanaman Semangka (Citrullus lanatus)


b. Deskripsi Tanaman
Tanaman semangka bersifat menjalar, mempunyai alat pemegang
seperti pilin. Permukaan tanaman (batang dan daunnya) tertutup bulubulu halus dan tajam. Daunnya lebar dan bercangap menjari.
Batangnya kecil panjang. Bunga berumah satu (monoecius), tetapi
berkelamin satu (uniseksual). Bunga jantan berbentuk terompet,
sedangkan bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk bulat
sebesar kelereng. Ukuran buah besar, dapat mencapai 5 kg. Daging
buah berwarna merah atau kuning. Tanaman semangka mempunyai
akar tunggang dan akar samping sedikit, tetapi agak dalam (Sunarjono,
2013).
c. Kandungan Kimia
Semangka mengandung air sebanyak 92%, protein 0,5%,
karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan vitamin (A,
B1, B6, asam folat, dan C). Selain itu semangka juga mengandung asam

amino sitrulin (C6H13N3O3), asam amino asetat, asam malat, asam


fosfat, asam pantotenat, arginin, betain, likopen (C40H56), beta-karoten,
bromin, mineral (kalium, natrium, magnesium) biotin, lisin, gula alami
(fruktosa, dekstrosa, dan sukrosal), serta serat larut (soluble fiber)
(Dalimartha dan Adrian, 2013). Selain yang tersebut di atas, semangka
juga memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi. Didapatkan
kandungan flavonoid dalam mg/100g, pada biji semangka sebanyak
40.16 0.01; kulit semangka sebanyak 8.71 0.01; dan dalam
buahnya sebanyak 58.10 0.33 (Johnsonet al, 2012). Flavonoid
mempunyai efek diuretik, antioksidan, antiinflamasi, antispasmodik,
antivirus dan anti mikroba (Mclntyre, 2005).
Flavonoid adalah senyawa fenolat yang terhidroksilasi dan
merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin
benzene dan C3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari cincin piran
(Mustarichie dan Anggraini, 2011). Ciri khas senyawa flavonoid
adalah terdapatnya dua atau lebih cincin aromatis (Beecher, 2003).
Subkelas flavonoid ini antara lain flavanon, flavon, flavanol, dan
flavonol (Serafini et al., 2010).
Tabel 2.1 Kadar kalium, natrium dan magnesium pada 4 sampel
semangka (Pardede dan Muftri, 2011)
No

Sampel Semangka

Mineral

Kadar (mg/100g)

Kuning berbiji

Kalium

114,95832,7425

Natrium

1,58360,0303

Magnesium

9,29270,1591

Kuning tanpa biji

Merah berbiji

Merah tanpa biji

Kalium

88,05231,0754

Natrium

0,79290,0543

Magnesium

8,57270,1222

Kalium

80,73822,8493

Natrium

0,99530,0910

Magnesium

8,11950,4650

Kalium

99,84022,4875

Natrium

1,03450,1704

Magnesium

9,87340,0780

d. Efek Farmakologis
Sitrulin dan arginin berperan dalam pembentukan urea di hati
dari amonia dan CO2 sehingga dapat meningkatkan keluarnya urin.
Kandungan kaliumnya cukup tinggi dan berperan sebagai diuretik
alami yang dapat membantu kerja jantung dan menurunkan tekanan
darah. Likopen merupakan antioksidan yang lebih unggul dari vitamin
C dan E. Asam folat mengurangi cacat pada bayi baru lahir dan
menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Biji kaya akan zat gizi
dengan kandungan minyak berwarna kuning (20-45%), protein (3040%), sitrulin, vitamin B12, dan enzim urease. Senyawa aktif
kukurbositrin pada biji semangka dapat memacu kerja ginjal dan
menjaga tekanan darah agar tetap normal (Dalimartha dan Adrian,
2013).
Secara farmakologi menunjukkan bahwa kandungan kalium pada
beberapa tanaman obat dapat memperlancar pengeluaran air seni, serta

menghambat pembentukan batu ginjal dalam saluran kencing


(Permadi, 2006).

2. Ginjal
a. Anatomi dan Fisiologi
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah
tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih
sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125-175 gr
pada laki-laki dan 115-155 gr pada perempuan. Ginjal terletak di area
yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan
dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retro
peritoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum
rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar
adrenal di atasnya. Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan
ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan. Setiap ginjal diselubungi
tiga lapisan jaringan ikat, yaitu fasia renal, adalah pembungkus terluar.
Pembungkus ini mempertahankan ginjal pada struktur di sekitarnya
dan mempertahankan posisi organ. Lemak perirenal, adalah jaringan
adiposa yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini mempertahankan
posisi ginjal. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan
yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas
(Sloane, 2003).

10

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume


dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan
mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal
dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan
Wilson, 2005).
Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar
urin. Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri
yang masuk ke medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang
berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan
dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung
terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan
keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang
ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra
(Sherwood, 2001).
b. Proses Pembentukan Urin
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan
urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai
dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi. Setiap proses

11

filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur


menurut kebutuhan tubuh (Guyton, 2007).
Tiga tahap proses pembentukan urin menurut Rodrigues (2008),
yakni sebagai berikut:
1) Proses filtrasi, di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrat glomerulus.
2) Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal.

Sedangkan

pada

tubulus

distal

terjadi

kembali

penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.


Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal
dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

12

3. Diuretik
a. Definisi
Diuretik

adalah

obat

yang

dapat

menambah

kecepatan

pembentukan urin. Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama


menunjukan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan
kedua menunjukan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut
dan air (Foye, 1995). Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium,
air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan
ekstraseluler. Secara umum diuretik dibagi menjadi dua golongan
besar, yakni penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam tubuli
ginjal dan diuretik osmotik. Obat yang menghambat transpor elektrolit
di tubuli ginjal ialah benzotiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium,
dan penghambat karbonik anhidrase. Sedangkan obat yang berfungsi
sebagai diuretik osmotik adalah manitol, urea, gliserin, dan isosorbid
(Gunawan et al., 2007).
b. Mekanisme Kerja
Tabel 2.2 Obat, Tempat, dan Cara Kerja Diuretik (Gunawan et al.,
2007)
Obat
Tempat Kerja
Cara Kerja
Utama
Diuretik
osmotik

(1) Tubuli
Proksimal

Penghambatan

reabsorbsi

natrium dan air melalui daya


osmotiknya

(2) Ansa Henle

Penghambatan

reabsorbsi

natrium dan air oleh karena


hipertonis

daerah

medula

13

menurun
(3) Duktus

Penghambatan

Koligentes

reabsorbsi

natrium dan air akibat adanya


papillary wash out, kecepatan
aliran filtrat yang tinggi, atau
adanya faktor lain

Penghambat

Tubuli Proksimal

Penghambatan

enzim

terhadap

reabsorbsi bikarbonat

karbonik
anhidrase
Tiazid

Hulu

Tubuli Penghambatan

Distal

terhadap

reabsorbsi natrium klorida

Diuretik

Hilir

Tubuli Penghambatan

hemat

Distal dan Duktus natrium dan sekresi kalium

kalium

Koligentes daerah dengan


Korteks

jalan

kompetitif
atau

reabsorbsi

antagonisme
(spironolakton)

secara

langsung

(triamteren dan amilorid)


Diuretik

Ansa

Kuat

bagian
pada
dengan

Henle Penghambatan

terhadap

asenden transport elektrolit natrium,


bagian kalium, dan klorida
epitel

tebal

4. Hidroklorotiazid
a. Farmakokinetik
Hidroklorotiazid

adalah

obat

diuretik

derivat

tiazid.

Hidroklorotiazid diabsorbsi dengan baik oleh saluran gastrointestinal,


dengan bioavailabilitas oral sekitar 65-75% (McEvoy et al., 2008).

14

Obat ini terikat baik oleh sel darah merah. Obat ini terutama
terekskresi dalam urin dalam bentuk tidak berubah. Hidroklorotiazid
dapat melewati penghalang plasenta dan terdistribusi ke ASI
(Sweetman, 2009). Mula kerja hidroklorotiazid terjadi dalam 2 jam
setelah pemberian oral dengan kadar plasma tertinggi dicapai dalam 46 jam dan masa kerja 6-12 jam (Anderson et al., 2002).
b. Farmakodinamik
Efek farmakodinamik utama tiazid yaitu meningkatkan ekskresi
natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini
disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorbsi natrium dan
klorida pada tubulus contortus distal pars konvulata. Hidroklorotiazid
juga meningkatkan ekskresi ion K+, ion bikarbonat, Mg2+, phospate, dan
iodide, sedangkan ekskresi Ca2+ menurun (Anderson et al., 2002).
c. Indikasi dan Kontraindikasi
Tiazid digunakan untuk hipertensi, gagal jantung kongestif,
nefrolithiasis yang disebabkan hiperkalsuria idiopatik, dan diabetes
insipidus nefrogen (Katzung, 2005).
Penggunaan hidroklorotiazid ini tidak dianjurkan bagi orang
yang hamil, menyusui (laktasi), gagal ginjal, dan anuria, karena dapat
menyebabkan gangguan yang tidak diharapkan (Anderson et al., 2002).
d. Efek Samping
Pada pengobatan hipertensi, sebagian besar efek samping yang
paling lazim terjadi adalah deplesi kalium. Diuretik juga dapat

15

menyebabkan deplesi magnesium, hambatan toleransi glukosa, dan


peningkatan konsentrasi lemak serum (Katzung, 2005).
e. Dosis
Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50 mg.
Dosis yang biasa digunakan untuk hipertensi adalah 12,5 25 mg per
hari dan CHF 25 100 mg per hari (Nafrialdi, 2007). Dosis yang
dianjurkan untuk diuretika dalah 25 mg per hari (Katzung, 2005).

5. Ekstraksi
Ekstraksi ialah penarikan kandungan kimia yang dapat larut dalam
pelarut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Hasil ekstraksi
nantinya dapat berupa sediaan ekstrak bentuk serbuk kering, kental,
maupun cair. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zar berkhasiat
yang terdapat dalam simplisia bisa diperoleh dengan kadar yang tinggi
(Anief, 1997).
Pada penelitian ini dipilih metode ekstrasi dengan maserasi.
Maserasi

adalah

proses

pengekstrakan

simplisia

dengan

cara

merendamnya menggunakan pelarut yang sesuai dan wadah yang tertutup


pada suhu kamar, dengan dilakukan pengadukan sesekali secara konstan
untuk meningkatkan kecepatan maserasi. Kelemahan dari proses maserasi
ialah memakan waktu yang cukup lama, namun disamping itu kelebihan
dari proses maserasi ialah tidak menyebabkan degradasi dari metabolit
yang tidak tahan panas karena dilakukan pada suhu kamar (Depkes, 2000).

16

Pemisahan pada proses ekstraksi menggunakan prinsip like dissolve


like, artinya kelarutan zat dalam pelarut bergantung pada kepolarannya.
Zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar, begitupun zat nonpolar
hanya larut dalam pelarut nonpolar (Harborne, 1987). Flavonoid sendiri
merupakan senyawa polar, sehingga pelarut yang dipilih juga merupakan
senyawa

polar

seperti

etanol,

metanol,

n-butanol,

aseton,

dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air (Markham, 1988).

6. Hewan Percobaan
a. Klasifikasi Hewan
Klasifikasi hewan yang digunakan dalam percobaan menurut
ITIS (2014) sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Subkingdom

: Bilateria

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Subkelas

: Theria

Infrakelas

: Eutheria

Ordo/Bangsa

: Rodentia

Subordo

: Myomorpha

Famili/Suku

: Muridae

Subfamili

: Murinae

17

Genus/Marga

: Rattus

Spesies/Jenis

: Rattus norvegicus

b. Karakteristik
Tikus relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus
putih umumnya tenang dan mudah ditangani. Namun, bila
diperlakukan kasar, tikus menjadi galak dan sering menyerang si
pemegang. Kecenderungan tikus untuk berkumpul dengan sesamanya
tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia
di sekitarnya. Tidak seperti mencit, tikus tidak begitu bersifat
fotofobik. Suhu tubuh normal tikus 37,5 oC, laju respirasi normalnya
210 kali per menit (Harmita dan Radji, 2008).
Anatomis tikus pun mirip dengan manusia, namun yang
membedakan adalah tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi
yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang, serta
tikus tidak memiliki kandung empedu (Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan. Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang
lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi
dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga
mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi
biologis

tubuh

dan

lebih

stabil

dibanding

tikus

betina

(Sugiyanto,1995). Tikus laboraturium jantan juga jarang berkelahi


seperti mencit jantan (Mangkoewidjojo, 1988).

18

Ukuran tubuh tikus lebih besar daripada mencit, sehingga lebih


menguntungkan karena lebih mudah diamati (Mangkoewidjojo, 1988),
begitupun dalam percobaan ini. Tikus yang digunakan dipilih yang
berusia 3 bulan dengan berat badan 150 gram karena tikus masih
dalam usia dewasa muda (Yusuf et al., 2005).
Normal pengeluaran urin tikus putih jantan dengan rata-rata
berat badan 300 g adalah 0,95 0,12 ml tiap satu kali kemih dengan
frekuensi kemih 32 4 kali dalam 24 jam (Nout et al., 2006).

19

B. Kerangka Pemikiran

Aquadest

Peningkatan
asupan cairan

Diuresis
(volume urin
meningkat)

Ekstrak semangka
kuning berbiji

HCT

Flavonoid

Kalium

Penghambatan
reabsorbsi Na+
dan Cl- di hulu
tubuli distal

Penghambatan
reabsorbsi air
dan natrium di
tubulus

Pertukaran
Na+ dan Cllebih aktif

Peningkatan
ekskresi Na+
dan Cl- di
tubulus distal

Reabsorbsi air
turun secara
osmotik

Reabsorbsi air
turun secara
osmotik

Diuresis
(volume urin
meningkat)

Keterangan:
: mengandung
: menyebabkan

Diuresis
(volume urin
meningkat)

20

C. Hipotesis
Ada efek diuresis ekstrak semangka kuning berbiji (Citrullus lanatus)
pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Anda mungkin juga menyukai