Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PERCOBAAN VI
PEMERIKSAAN KADAR KREATININ

Disusun Oleh :
Kelompok 2/C

Rifa Septiani (10060316081)


Natasha Syifa Ramadhanty (10060316082)
Robby Dwi Ruslian (10060316083)
Neneng Indah Nurazizah (10060316084)
Anggi Arisandi (10060316085)

Asisten :
Jeihan Aliyya, S. Farm.

Tanggal Praktikum : 22 Oktober 2019


Tanggal Pengumpulan : 29 Oktober 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M / 1441 H
PERCOBAAN VI

PEMERIKSAAN KADAR KREATININ

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan mengukur kadar kreatinin
dalam serum.
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

II. Teori Dasar


2.1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan
homeostatis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk
keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormon dan enzim yang
membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah serta metabolism
kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan menyesuaikan
ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asidisitas,
dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal
(Baradero dkk, 2008).
Fungsi ginjal yaitu (Baradero dkk, 2008):
- Mengatur volume dan osmolalitas cairan tubuh
- Mengatur keseimbangan elektrolit
- Mengatur keseimbangan asam-basa
- Mengekskresi sisa metabolik, toksin, dan zat asing
- Memproduksi dan menyekresi hormon
Jika ginjal dibelah membujur, akan tampak korteks dan medula.
Sebagian besar nefron terdapat pada korteks. Bagian tengah ginjal adalah
renal medula yang terdiri atas 8-10 piramid. Nefron merupakan unit
fungsional ginjal. Setiap ginjal berisi sekitar satu juta nefron. Struktur nefron
yang berkaitan dengan proses pembentukan urin adalah korpus, tubulus
renal, dan tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri atas glomerulus dan
kapsula Bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal
terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus

distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi
dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk urin
(Baradero dkk, 2008).
Filtrasi adalah proses ginjal dalam menghasilkan urin. Ultrafiltrasi
diukur sebagai laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR).
Secara klinia, GFR diartikan sebagai jumlah filtrat glomerular yang
dihasilkan dalam satu menit. GFR pada orang dewasa kira-kira 125 mL per
menit atau 7.5 L per jam (Baradero dkk, 2008).
Laju filtrasi glomerulus merupakan uji faal ginjal yang paling banyak
dilakukan di klinis. Akurasi setiap uji LFG ternyata tergantung dari
substansi atau zat yang dipakai sebagai media kontras (Sukandar, 1997).
Kriteria substansi/zat yang memenuhi syarat untuk uji LFG yaitu
(Sukandar, 1997):
- Eliminasi dari tubuh hanya oleh ginjal
- Filtrasi bebas
- Tidak mengalami sekresi atau absorbs oleh tubulus
- Pengukuran cukup akurat dan mudah
2.2. Kreatin
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir
konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin
diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,
konentrasinya relative sama dalam plasma hari ke hari, kadar yang lebih
besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
(Corwin J.E, 2001).
Kreatin disintesis di hati, pankreas, dan ginjal dari asam amino
arginin, glisin, dan metionin. Kreatin dibawa melalui sistem sirkulasi ke
otot, otak, dan organ lain, yang kemudian dirubah menjadi fosfokreatin dan
berperan sebagai sumber energi seperti ATP. Kreatinin diproduksi sebagai
produk buangan dari kreatin dan fosfokreatin. Karena banyaknya kreatinin
yang diproduksi di otot, jumlah kreatinin yang terukur dalam darah
sebanding dengan massa otot pasien. Produk buangan kreatin ini masuk ke
dalam darah yang kemudian dibuang melalui ginjal (Arneson, 2007).
Pengukuran kreatinin dengan metode kimiawi. Pada reaksi Jaffe,
kreatinin bereaksi dengan asam pikrat pada kondisi basa untuk
menghasilkan produk merah-oranye. Reaksi ini tidak spesifik untuk
kreatinin. Warna merah-oranye bisa dihasilkan dari protein, glukosa, asam
askorbat, aseton, asetoasetat, piruvat, guanidindan sefalosporin. Metode ini
bergantung pada konsentrasi asam pikrat, pH basa, suhu reaksi, waktu
reaksi, dan panjang gelombang untuk pengukuran produk. Sampel yang
digunakan dapat berupa serum, plasma, dan urin. Rentang normal untuk pria
adalah 0.9-1.3 mg/dL, untuk wanita 0.6-1.1 mg/dL, dan untuk anak-anak
adalah 0.3-0.7 mg/dL (Arneson, 2007).
Pengukuran kreatinin dengan metode enzimatik. Pengukuran secara
enzimatik terhadap kreatinin telah diselidiki. Kreatininase, kreatinase, dan
kreatinin deaminase digunakan untuk menghasilkan produk yang dapat
diukur dan mewakili konsentrasi kreatinin. Reaksi enzimatik dapat diukur
secara spektrofotometri seperti perubahan NADH menjadi NAD+ atau H2O2
menjadi H2O. Sampel yang digunakan dapat berupa serum, plasma, dan urin.
Rentang normalnya biasanya lebih rendah disbanding dengan rentang
normal pada metode pengukuran lain (Arneson, 2007).

2.3. Metode Pemeriksaan


Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah
adalah :
1)      Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam
pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer.
Metode ini meliputi Kreatinin cara deporteinasi dan Kreatinin tanpa
deproteinasi.
2)      Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
3)      Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan
enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe Reaction ”,
dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah
dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk deproteinasi cukup
banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit, sedangkan tanpa
deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu antara 2-3
menit.
( Underwood, 1997)

2.4. Gagal ginjal


Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsiginjal secara tiba-tiba
ditandai dengan penurunan akut laju filtrasi glomerulus (LFG) disertai
oliguria. Dapat didiagnosis dengan pengukuran kenaikan kreatinin serum
(Sukandar, 1997). Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Mansjoer dkk,
2000):
- Praginjal atau sirkulasi. Terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal dan
perbaikam dapat terjadi dengan cepat setelah kelainan tersebut diperbaiki,
misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan curah jantung, dan
peningkatan viskositas darah.
- Ginjal atau intrinsic atau parenkimal. Akibat penyakit pada ginjal atau
pembuluhnya. Terdapat kelainan histologi dan kesembuhan tidak terjadi
dengan segera pada perbaikan faktor praginjal atau obstruksi, misalnya
nekrosis tubular akut, nekrosis kortikal akut, penyakit glomerulus akut,
obstruksi vascular akut, dan nefrektomi.
- Pascaginjal atau obstruksi. Terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya
obstruksi pada kandung kemih, uretra, kedua ureter, dan sebagainya.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat.
Azotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan bila konsentrasi ureum
plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang berat.
Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan
adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialysis atau transplantasi).
Gangguan disebabkan glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati
refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetic, penyebab lain seperti hipertensi,
obstruksi, gout, dan tidak diketahui (Mansjoer dkk, 2000).

2.5. Spektrofotometri
Prinsip kerja spektrofotometri UV-Visibel adalah Interaksi radiasi
elektromagnetik pada rentang panjang gelombang 200-700 nm yang
dilewatkan pada suatu larutan senyawa dan terjadi eksitasi elektron pada
ikatan di dalam molekul sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih
tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan
tersebut. Semakin longga elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul,
semakin besar panjang gelombang radiasi yang diserap, energinya akan
lebih rendah (Watson, 2009).
Tabel hubungan warna dan panjang gelombang (Gandjar, 2007)
Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati
(nm)
400 – 435 Ungu (lembayung) Hijau kekuningan
450 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru Kehijauan Oranye
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Merah anggur
560 – 580 Hijau kekuningan Ungu (lembayung)
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Oranye Biru kekuningan
610 – 750 Merah Hijau kebiruan

Instrumen-instrumen yang terdapat dalam Spektrofotometri UV-


Visibel yaitu (Watson, 2009):
a. Sumber cahaya – lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 – 350 nm
dan lampu halogen kuartz atau lampu tungsten untuk daerah visible dari
350 – 900 nm.
b. Monokromator – digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam
panjang gelombang unsur-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan
celah. Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang
dilewatkan melalui sampel ketika instrumen tersebut memindai
sepanjang spektrum.
c. Optik – dirancang untuk memisahkan berkas cahaya sehingga berkas
tersebut melewati dua kompartemen sampel, dan pada instrumen berkas
rangkap tersebut, larutan blangko dapat digunakan dalam satu
kompartemen uuntukl memperbaiki pembacaan atau spektrum sampel
tersebut. Blangko umumnya pelarut yang digunakan untuk melarutkan
sampel.
Kelebihan menggunakan Spektrofotometri UV-Visibel untuk
melakukan analisis karena metode ini muradah, murah, dan memberikan
presisi dalam melakukan pengukuran kuantitatif. Kekurangannya adalah
kurang selektif karena bergantung pada kromofor masing-masing senyawa
sampel dan tidak mudah digunakan pada analisis campuran (Watson, 2009).

III. Alat Dan Bahan


Tabel 1. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Centrifuge Asam Pikrat
Mikropipet 100 μL
NaOH 0,5 N
dan 1000 μL
Spektorfotometer
Larutan Standar
UV-Vis
Tabung Reaksi dan
Serum / Plasma Heparin
Rak

IV. Prosedur Percobaan


Disiapkan 3 tabung reaksi untuk tabung blanko, tabung standar, dan tabung
uji. Kedalam tabung blanko, tabung standar dan tabung uji dimasukan R 1 (NaOH)
sebanyak 500 μL, R2 (Asam Pikrat) sebanyak 500 μL. Pada tabung blanko
ditambahkan aquadest sebanyak 100 μL . Pada tabung standar ditambahkan
larutan standar 100 μL . Dan pada tabung uji ditambahkan serum 100 μL . Tabung
uji didiamkan 1 menit dan masukan blanko kedalam kuvet dan dibaca
absorbansinya menggunakan Spektofotometri UV-Vis. Setelah 1 menit kemudian,
dimasukan larutan uji kedalam kuvet dan di baca absorbansinya menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis. Dicatat hasil nilai absorbansi nya.
V. Data Pengamatan

Gambar 1. Larutan Blanko Gambar 2. Larutan Standar

Gambar 3. Larutan Uji

Tabel 2. Nilai Abs Dari Standar dan Setiap Uji

Larutan Abs 1 (A) Abs 2 (A) Selisih (A)


Standar 0,023 0,041 0,018
Uji 1 0,031 0,066 0,035
Uji 2 0,064 0,068 0,004
Uji 3 0,074 0,082 0,008
Uji 4 0,080 0,092 0,012
Uji 5 0,065 0,070 0,005

Perhitungan :
1. Kadar Kreatinin
Kadar standar = 2 mg/dL
|Uji|
Rumus : Kadar Kreatinin (mg/dL) = × kadar standar
|Standar|
0,035
 Kadar Kreatinin Uji 1 = × 2mg /dL
0,018
= 3,888 mg/dL
0,004
 Kadar Kreatinin Uji 2 = × 2 mg/ dL
0,018
= 0,444 mg/dL
0,008
 Kadar Kreatinin Uji 3 = × 2mg /dL
0,018
= 0,888 mg/dL
0,012
 Kadar Kreatinin Uji 4 = × 2mg /dL
0,018
= 1,333 mg/dL
0,005
 Kadar Kreatinin Uji 5 = × 2mg /dL
0,018
= 0,555 mg/dL

2. Nilai Rata-Rata
Rumus:
U 1 + U 2 +U 3 +.. .
X= .
n
3,888+0 , 444+0 ,888+1, 333+0 , 555
X=
5
7,108
X=
5
X =1, 421mg/dL
Artinya masuk rentang nilai normal serum yaitu 0,8 – 1,5 mg/dL

3. Simpangan Baku
Rumus:

Sd = √∑ ( ( Xn− X )2 + ( Xn−X )2 + ( Xn−X )2 +. ..


n−1 )
Sd =
√∑ ¿ ¿ ¿ ¿
Sd = √ ∑ ( 6 , 086+0 , 954 +0 , 284+0
4
, 007+0 ,749
)
Sd = √ 2,02
Sd = 1,421 mg/dL

4. Simpangan Baku Relatif


Hasil simpangan baku relatif <2%
Rumus :
Sd
×100 %
RSd = X
1,421
RSd = ×100 %
1,421
RSd = 1 % (Memenuhi syarat)

VI. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin. Pengujian ini


dapat bermanfaat untuk mengetahui fungsi ginjal dengan mengukur kadar
kreatinin dalam serum, hasil pemeriksaan diukur menggunakan spektrofotometri
visible denga panjang gelombang 520 nm. kreatinin adalah produk akhir
metabolisme kreatin. Kreatin sebagian besar dijumpai di otot rangka, tempat zat
ini terlihat dalam penyimpanan energi sebagai kreatin fosfat (cp ), dalam sintesis
ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim
kreatin. ( Murray, 2009 ).
Pemeriksaan kadar kreatinin dalam serum merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan
eksresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan dan selain untuk melihat fungsi
ginjal pemeriksaan ini dapat melihat laju filtrasi glomerulus.Kadar kreatinin darah
yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya abnormalistas pada fungsi i
ginjal. Nilai kreatinin serum normal pada metode Jaffe reaction adalah laki – laki :
0,8 – 1,2 mg/dL ; dan wanita : 0,6 – 1,1 mg/dL. (Sodeman, 1995 )
Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu berdasarkan reaksi Jaffe
dimana terjadi pembentukan tautomer kreatin pikrat yang berwarna merah bila
kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis dan dideteksi secara
spektofotometri pada panjang gelombang 490- 520 nm. Reaksi Jaffe merupakan
metode yang paling populer untuk penentuan kreatinin dalam urin dan serum.
Keuntungan reaksi Jaffe yaitu sederhana dan mudah (Staden 1983).
Prinsip dari pemerikasaan kreatinin urin ini, dalam suasana alkalis.
Kreatinin bila ditambah asam pikrat akan membentuk suatu warna kompleks yang
berwarna kuning-orange. Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi dan
dapat diukur secara spektrofotometri.  Penentuan secara fixed time kinetik dapat
meminimalisir pengaruh billirubin dalam sampel urin.
Dalam penambahan asam pikrat, bertujuan untuk mereaksikan kreatinin
agar terbentuk kompleks berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan prinsip dari test
kreatinin, yaitu berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat yang
membentuk larutan kuning. Selain dengan penambahan asam pikrat
(reagen kreatinin II), urin ditambahkan dengan NaOH1% (reagen kreatinin I)
yang bertujuan untuk membuat suasana basa pada larutan. Agar reaksi antara
asam pikrat dan kreatinin dapat menghasilkan larutan kompleks berwarna kuning,
suasana larutan harus dalam keadaan basa. Jika tidak terbentuk larutan kompleks
berwarna kuning, maka kreatinin tidak dapat diuji dengan metode
spektrofotometer. Jadi suasana larutan dibuat basa dengan penambahan NaOH.
Dilakukan pembuatan larutan uji (blanko, standar, dan sampel) yang akan
diperiksa absorbansinya menggunakan spektrofotometri Visible. Instrument ini
digunakan karena larutan uji merupakan larutan berwarna yang memiliki gugus
kromofor sehingga dapat menyerap cahaya visible yang dilewatkan larutan saat
dianalisis dengan instrument. Untuk pembuatan larutan uji, disiapkan 3 buah
kuvet. Pada kuvet 1 (blanko) dimasukkan 100 µl aquadest, kuvet 2 (standar)
dimasukkan 100 µl kreatinin standar, kuvet 3 (sampel) dimasukkan 100 µl
sampel.   Pada penanganan, kuvet yang berbentuk balok dengan sisi buram dan
bening, hanya boleh dipegang pada sisi buram, karena pada sisi bening akan
dilewati sinar visible didalam instrument, sehingga adanya bekas noda atau
pengganggu lain dikhawatirkan mengubah serapan zat. Selanjutnya, pada setiap
kuvet ditambahkan 500 µl reagen I, dan dibiarkan 1 menit agar terjadi reaksi
antara kreatinin dengan reagen I. Setelah itu, pada setiap kuvet ditambahkan
500 µl reagen II, dibiarkan selama 1 menit, agar reaksi antara kreatinin, reagen I,
dan reagen II sempurna. Setiap penambahan larutan menggunakan mikropipet
karena alat ini memiliki ketelitian hingga 1 µl sehingga presisi dan akurasinya
baik.
Larutan blanko  diukur absorbansinya dengan instrument spektrofotometer
Visible yang diatur panjang gelombangnya pada 520 nm. Pengaturan panjang
gelombang 520 nm karena kreatinin akan memberikan serapan paling besar pada
panjang gelombang maksimal tersebut. Hasil absorbansi awal dicatat, lalu larutan
blanko dibiarkan selama 1 menit untuk diuji kembali absorbansinya. Alasan
pengukuran dilakukan 2 kali untuk mengetahui selisih absorbansi pada
konsentrasi awal (pengukuran pertama) dengan absorbansi pada konsentrasi akhir
(pengukuran kedua), sebab kreatinin akan bereaksi, berbanding lurus dengan
waktu.
Sehingga ada selisih konsentrasi pada pengukuran pertama dan kedua yang
nanti digunakan untuk pengukuran kadar kreatinin. Hasil absorbansi larutan
blanko dijadikan dasar untuk pengukuran larutan standar dan sampel yang berarti
apabila blanko memberikan serapan, serapan dua larutan yang lain dikurangi
dengan serapan blanko. Setelah itu, dilakukan pula pengujian absorbansi larutan
standar dan larutan sampel dengan prosedur yang sama seperti pengujian larutan
blanko.
Dari hasil kadar praktikum ini didapat nilai rata-rata yang diperoleh yaitu
1,42 mg/dl, nilai standar deviasi yaitu 1,421 mg/dl dan nilai simpangan baku
relative yaitu 1%. Dimana hasil pemeriksaan kadar kreatinin pada sampel
dinyatakn nirmal karena memeasuki rentang nilai normal yaiu 0,8-1,2 mg/dl
dengan nilai yang diperoleh 1,421 mg/dL.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,
diantaranya adalah :
1. Perubahan massa otot.
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
3. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
4. Obat – obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co – trimexazole
dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin
darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta pada laki – laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada
wanita ( Sukandar, 1997 ).
Kadar kreatinin dapat meningkat karena penyakit kanker, lupus, diabetik,
syok yang lama dan gagal jantung. Sedangkan kadar kreatinin dapat menurun
karena distrofi obat ( tahap akhir ) dan myastenia gravis. Jumlah kreatinin yang
dikeluarkan seseorang tergantung pada massa otot daripada aktivitas otot atau
tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik
atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif otot.

VII. Kesimpulan

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan kadar kreatinin dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilihat dengan pemeriksaan kadar kreatinin


dalam serum.
2. Hasil rata-rata yang diperoleh adalah 1,42 mg/dl, nilai standar deviasi yaitu
1,421 mg/dl dan nilai simpangan baku relatif yaitu 1%.
3. Sampel dinyatakan normal memasuki rentang kadar normal kreatinin (0,8-1,5
mg/dL) yaitu 1,421 mg/dL maka fungsi ginjal berjalan dengan baik.

VIII. Daftar Pustaka

Arneson, Wendy. 2007. Clinical Chemistry: A Laboratory Perspective.


Philadelphia: F. A. Davis Company.
Baradero, Mary, Mary W. D., Yakobus S. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:
EGC.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Robinson, J. R. 1975. Fundamental of Acid-Base Regulation 5th edition. Oxford:
Blackwell Scientific Publication.
Sukandar, Enday. 1997. Nefrologi Klinik. Bandung: Penerbit ITB.
Watson, David G. 2009. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC.
Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta : EGC
Sodeman, W.A. 1995. Sodeman Patofisiologi, Edisi 7, Jilid II. Penerjemah :
Andry Hartanto. Jakarta : Hipokretas
Staden JF. 1983. Determination of creatinine in urine and serum by flow-injection
analysis using the Jaffe reaction. Fresen Z Anal Chem 315: 141-144.
Sukandar , E . 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.
Edisi ke – 2. Bandung : ITB

Anda mungkin juga menyukai