OLEH :
I. TUJUAN
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara penentuan kadar urea
b. Mahasiswa dapat melakukan penentuan dan pemeriksaan kadar urea pada sampel
c. Mahasiswa dapat mengetahui kadar urea pada sampel
II. METODE
Kinetik enzimatik Talke and Schubert,Tifany et all
III.PRINSIP
Urea + 2H2O 2NH4+ + CO32-
NH4+ + 2-oxoglutarate + NADH L-Glutamate + NADH + H2O
Rentang milai absorbansi berubah pada panjang gelombang 340 nm,panjang gelombang ini
sesuai untuk konsentrasi urea dalam serum
Ureum
Ureum adalah produk degradasi akhir,protein asam amino dan deaminasi. Amonia yang
terbentuk dalam proses ini dimetabolisme menjadi urea di hati . Ini adalah jalur katabolisme
yang paling penting untuk menghilangkan kelebihan-kelebihan nitrogen dalam tubuh
manusia. Pada tahun 1914 Marshal memperkenalkan pengujian berdasarkan pada enzim
urease untuk menentukan urea dalam darah. Amonia dilepaskan dari urea oleh urease diukur
titrymetrically. Banyak teknik lain digunakan untuk mengukur amonia yang dihasilkan. Ini
termasuk uji Indophenol Bertholoth dan reaksi dari amoniak dengan pereaksi nesller itu.
Modifikasi berikutnya telah diterbikan ole Fawcett,Scott,Chaney dan Morbacth. Pada tahun
1995 Talke dan schubert menerbitkan prosedur yang benar-benar enzimatik untuk penentuan
urea menggunakan urease atau glutamat dehidrogenase yang digabungkan (GLDH) sistem
enzim. Uji analition urea didasarkan pada metode Berthelot.Hampir seluruh ureum dibentuk
di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam
cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar
dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea. Ureum berasal
dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang
makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal.
Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein
dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa
mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga
walaupun tanpa penyakit ginjal.Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim ureaseyang sangat spesifik
terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul,
yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN).( Juwita Sesmiaty.2016 ).
Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua
senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal.
Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal.
Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti
pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti
pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya
sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh,
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar,
demam,.Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis,
hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal
kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.Uremia pascarenal terjadi
akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang
menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau
kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat,
batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali
ke dalam darah.Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat
nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic
(basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin,
neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide;
propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan
kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis
hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih
lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air
oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.Pada karsinoma payudara yang
sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena
kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-
kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen
ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi
protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa,
atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.Untuk menilai
fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin
(dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang
baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio
BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan
kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal
(prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan
fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat
daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar urea terus
meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi
melalui saluran cerna.Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal
dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada
azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
( Riswanto.2010 ).
Hasil
Panjang gelombang : 340 nm
Absorbansi standar : -0,0621
Absorbansi sampel : -0,0435
Konsentrasi sampel : 15,38 mg/dl
Konsentrasi sampel
Absorbansi sampel
Absorbansi standar
IX. PEMBAHASAN
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein yang bersifat racun biasanya diekskresikan
rata – rata 30 gram sehari dalam urine. Ureum merupakan suatu zat hasil metabolisme nitrogen
pada manusia yang disintesis dari ammonia, karbondioksida dan nitrogen amida aspartate.
Ditemukannya ureum dalam tubuh manusia merupakan suatu keadaan yang normal, biasanya
ureum dapat ditemukan dalam darah dan urine. Bila ginjal rusak atau kurang baik fungsinya
maka kadar ureum akan meningkat dan meracuni sel-sel tubuh. Keadaan tersebut disebut dengan
uremia. Pemeriksaan kadar ureum dalam darah saat ini menjadi acuan untuk mengetahui adanya
penyakit disfungsi ginjal (Mummarridhun, 2010).
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar ureum dalam sampel serum pasien. Prinsip
dari pemeriksaan ureum adalah dimana sampel serum yang mengandung urea akan dihidrolisa
dengan adanya urase menjadi ammonia dan CO2. Amonia yang dihasilkan dengan 2-oxoglutarate
dan NADH dan GLDH akan membentuk glutamat dan NAD. Hasil reaksi yang terbentuk
kemudian dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 340 nm sehingga didapatkan nilai absorbansi yang kemudian dikalkulasikan secara
otomatis oleh alat dalam bentuk angka konsentrasi ureum dalam sampel. Menurut insert kit
pemeriksaan urea dengan merck ERBA, untuk mengukur kadar ureum dapat dipergunakan
sampel serum atau plasma heparin dan EDTA. Namun hasil pemeriksaan kadar ureum dengan
menggunakan plasma akan memberikan hasil yang sedikit berbeda. Pemeriksaan kadar ureum
dengan menggunakan plasma akan memberikan hasil 3% hingga 5% lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan serum (Mummarridhun, 2010). Syarat dari sampel untuk pemeriksaan
ureum adalah sampel tidak boleh hemolisis karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Penggunaan sampel yang lisis akan mempengaruhi absorbansi dari spektrofotometer atau
fotometer yang digunakan. Kadar urea dalam sampel serum dapat tetap stabil selama 7 hari
apabila disimpan pada suhu 2 – 8oC. Tetapi sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan sampel yang masih segar.
Kadar BUN diukur dengan metode kinetik, enzimatik menggunakan fotometer atau analyzer
kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan bantuan enzim urease. Fotometer
yang digunakan adalah merck Erba Mannheim. Prinsip dari fotometer yaitu jika suatu molekul
dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul
tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi)
energi oleh molekul. Reagen yang digunakan adalah reagen dengan merck Erba. Reagen ini
terdiri dari 2 buah reagen yaitu reagen 1 yang mengandung tris buffer (ph 8), urease, GLDH, dan
2-oxoglutarate. Sedangkan reagen 2 mengandung NADH. Kedua reagen ini harus disimpan pada
suhu 2-8oC agar kondisinya stabil dan dapat bertahan hingga batas kadaluarsanya. Sebelum
digunakan kedua reagen ini harus dikondisikan pada suhu ruang terlebih dahulu yaitu (15 –
30OC), setelah itu dilakukan pembuatan monoreagen dengan cara mencampurkan kedua reagen
tersebut. Perbandingan pembuatan monoreagen adalah 4R1 : 1R2, dimana monoreagen ini akan
tetap stabil selama 30 hari apabila disimpan pada suhu 2-8oC dan penyimpanannya harus
terhindar dari kontaminasi dan sinar matahari langsung.
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel serum wanita dewasa atas nama
Mega yang berasal dari RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu dan mengkondisikan reagen pada suhu ruang agar
reaksi dapat berlangsung secara optimal. Setelah itu disiapkan 2 buah tabung yang bersih dan
kering dimana tabung 1 untuk standard an tabung 2 untuk sampel. Penggunaan tabung yang tidak
bersih dan kering akan mempengaruhi nilai absorbansi sehingga hasil yang didapatkan tidak
akan sesuai dengan kadar sebenarnya. Setelah itu dipipet 500 mikron reagen ke dalam tabung 1
dan 2, kemudian tabung 1 ditambahkan dengan 5 mikron standard. Campuran keduanya
dihomogenkan agar tercampur dengan baik dan langsung dibaca dengan menggunakan
fotometer. Tujuan dari pengukuran standar adalah untuk mengetahui keadaan alat fotometer dan
reagen yang digunakan, dimana hasil yang ditunjukkan oleh alat harus sama dengan konsentrasi
dari standar yang telah diketahui tersebut. Standar yang digunakan harus diperhatikan tanggal
kadaluarsanya dan disimpan pada suhu 2 – 80C untuk menghindari terjadinya kerusakan pada
standar. Setelah hasil standar keluar, pemeriksaan dilanjutkan pada sampel.
Pemeriksaan sampel mirip dengan pemeriksaan standar dimana tabung 2 yang telah berisi
reagen ditambahkan dengan 5 mikron sampel dan dihomogenkan. Saat proses homogenisasi
hindari terbentuknya gelembung, karena apabila gelembung masuk ke dalam alat fotometer dan
dibaca oleh alat maka gelembung akan pacah dan memancarkan cahanya dengan banyak warna
sehingga cahaya yang ditangkap dan diteruskan tidak sesuai dengan keadaan sampel. Panjang
gelombang yang digunakan adalah 340 nm, karena pada panjang gelombang tersebut
menunjukkan nilai absorpsi maksimum pengukuran ureum. Berdasarkan hasil praktikum
pemeriksaan kadar ureum pada sampel, didapatkan hasil kadar ureum sebesar 15,38 mg/dL
dengan absorbansi -0,0435 pada sampel atas nama Mega. Jika dibandingkan dengan nilai
normal, hasil kadar ureum pada sampel pasien adalah normal. Hal tersebut dapat
menggambarkan bahwa keadaab dan fungsi ginjal pasien masih bekerja dengan baik.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium , antara lain :
1. Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan kadar BUN rendah palsu dan sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan
kadar tinggi palsu.
2. Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum. Sebaliknya, diet
tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum, kecuali bila penderita banyak minum.
3. Pengaruh obat seperti antibiotic, diuretic, antihipertensif sehingga dapat meningkatkan kadar
BUN.
(Riswanto, 2013)
X. SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA